Kelas 2B
Kelompok 4
1. Amelia Azahra P3.73.24.2.21.045
2. Amelia Inayati Hassari P3.73.24.2.21.046
3. Avrilia suselvi P3.73.24.2.21.051
4. Mayang Puspitasari P3.73.24.2.21.065
5. Nuryuliana Oktaviani P3.73.24.2.21.069
6. Sadzkia Rahmadhani P3.73.24.2.21.076
7. Sopia Theressa P3.73.24.2.21.082
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama
dengan Makalah yang berjudul “Masalah Gender Dalam Pandangan Agama Kristen” Kemudian
kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah
ini, yaitu anggota kelompok penyusun makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan masukan dan kritik dari pembaca sekalian agar pada akhirnya makalah ini dapat
menjadi acuan pembaca yang baik. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca. Demikian yang dapat kami sampaikan, jika ada kalimat yang
kurang berkenan di hati pembaca sekalian, kami mohon maaf dan kami sampaikan terimakasih atas
kritik dan saran pembaca.
(Penyusun)
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai
harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal
dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,
rasional, jantan dan perkasa.
Dalam kitab kejadian(1 ayat 27-28) maka Allah Menciptakan manusia itu menurut
gambarNya, Menurut gambar Allah diciptakannya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakannya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah Berfirman kepada mereka :”
Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di
bumi.
Di dalam Alkitab pada Kejadian 1:27 “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-
Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya
mereka“, di sini berarti bahwa Allah menciptakan manusia baik perempuan dan laki-laki
dengan derajat yang sama dan menurut gambar Allah, di samping itu juga menekankan bahwa
manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta.
Hal ini berarti bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk yang mulia, kudus dan
berakal budi, sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan Allah, dan layak untuk menerima
mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin dari segala ciptaan Allah. Dari ungkapan
1
“Segambar” dengan Allah ini yang berarti dimiliki tidak hanya laki-laki saja akan tetapi juga
perempuan, dan keduanya mempunyai status yang sama. Oleh karena itu tidak dibenarkan
adanya diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya dikarenakan perbedaan jenis
kelamin.
Jika demikian mengapa muncul diskriminasi atau dominasi antara perempuan dan laki-laki?
Kita lihat di Alkitab yaitu pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas
perempuan masih tetap berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, Ia bersikap
menentang diskriminasi dan dominasi itu. Suatu ketika pemimpin-pemimpin Yahudi
menangkap seorang perempuan yang kedapatan berzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka
minta supaya perempuan ini dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi Yesus tidak peduli
terhadap permintaan mereka. Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu tapi tidak
menangkap laki-laki yang tidur dengan dia. Yesus berkata kepada mereka: “Barangsiapa yang
tidak berdosa hendaknya ia yang pertama kali merajam perempuan ini“. Tidak ada yang berani
melakukannya. Akhirnya Yesus menyuruh perempuan itu pulang dengan nasihat supaya tidak
berbuat dosa lagi (Yoh 8:2-11).
Dalam kekristenan ditunjukkan tentang identitas Allah sebagai yang maskulin dengan sebutan
“Bapa”. Sebagai agama yang berakar pada keYahudian, metafora ini tidak bertentangan
dengan konsep Ilahi keYahudiaan yaitu YHWH esa yang muncul sebagai pemenang dalam
pertempuran kosmik melawan dewa-dewi asing milik bangsa-bangsa Mediterania. Dimensi
keperkasaan Allah tidak mungkin dapat diakomodasi oleh feminitas karena perempuan
dianggap berfisik lemah. Oleh karena itu, maskulinitas dianggap lebih dekat dengan konsep
ini ketimbang feminitas. Dalam banyak diskursus sudah mulai digulirkan identitas Allah
sebagai “Ibu”. Dalam tradisi Yudeo-Kristen mengenai penciptaaan, Allah digambarkan
seperti seniman andal yang menciptakan segalanya dengan mengagumkan. Manusia
dipandang sebagai mahakarya Ilahi yang sempurna. Allah digambarkan sebagai ibu yang
mengandung alam semesta di dalam rahimNya. Ia yang menjaga kandungan, melahirkan, dan
menyusui “anak- anak”.
Gambaran ini memperlihatkan ketergantungan internal ciptaan kepada Sang Ibu karena segala
sesuatu berada di dalamNya.Allah sebagai Ibu tidak hanya berhenti pada tahap melahirkan
2
alam semesta, tetapi juga melakukan tahap selanjutnya yaitu memelihara. Layaknya orangtua
yang baik, Ia memenuhi semua kebutuhan anak-anak, khususnya makanan. Keingina Allah
untuk menjaga dan melanjutkan kehidupan ciptaanNya bukan karena didorong oleh sikap
altruisticsemata, melainkan kasih tak berbatas. Perasaan tersebut memungkinkan Allah
bertindak inklusif dengan memberi makan seluruh ciptaan, termasuk mereka yang lemah dan
rapuh. Dengan kata lain, kasih ilahi yang memelihara itu memuat nilai keadilan bagi seluruh
ciptaan. Inkarnasi: Allah menjadi Manusia dalam rupa Laki-laki. Salah satu sorotan dalam
kekristenan adalah bahwa Allah yang menjadi manusia dengan mengambil rupa laki-laki
yakni manusia Yesus. Perlukah identitas inkarnasi ini diubah?. Dalam argumentasinya
dikatakan bahwa sesungguhnya identitas ini tidak perlu diubah karena di dalam diri Yesus
sesungguhnya tidak ditemukan karakter dominasi maskulin. Sebaliknya Yesus mendengarkan
belas kasihan dan merintis kepemimpinan yang melayani. Bahkan kematianNya di kayu salib
menunjukkan pengosongan diri dari kekuasaan patriarkah demi menegakkan kemanusiaan
baru. Dalam surat Galatia, Paulus mengajarkan umat tentang baptisan yang mempersatukan
setiap orang berbeda identitas di dalam Kristus.
Umat sendiri telah diidentifikasi secara baru.
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memahami kesetaraan gender dalam agama kristen.
Berbicara tentang kesetaraan gender, rasanya tidak tepat kalau tanpa menyinggung tentang
laki-laki, hal ini dikarenakan perempuanlah yang sering menjadi korban atau mengalami
kekerasan baik dalam rumah tangga, lingkungan budaya maupun dalam lingkungan organisasi
dan masyarakat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Buku ini menjadi inspirasi bagi para feminis dan gerakan perempuan di seluruh dunia
melawan Laki- laki.
5
itu, gender dapat definisikan sebagai sebuah harapan masyarakat terhadap laki-laki dan
perempuan dalam menentukan karakteristiknya (Rokhmansyah, 2016). Perbedaan gender
dan jenis kelamin, yaitu: gender merupakan identitas yang didapat dalam proses
bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Konsep gender membedakan laki-laki dan
perempuan secara kultural/budaya, di mana laki-laki dianggap rasional, kuat, kekar, dan
pemberani, sementara perempuan emosional, cantik, lemah-lemut dan keibuan. Sifat-sifat
yang diberikan tersebut tidak permanen, bisa berbeda dan dapat dipertukarkan antara satu
sama lain. Sedangkan jenis kelamin merupakan identitas biologis yang bersifat alamiah
yang merupakan pemberian dari Tuhan
Aliran nature, dimana melihat perbedaan peran gender secara biologis. Misal, laki-laki
kuat, kekar/berotot, mempunyai penis, dan sebagainya dan perempuan mempunyai tubuh
yang lebih lemah, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Untuk itu, peran laki-laki dan
perempuan tidak dapat saling dipertukarkan. Sedangkan aliran nurture berpendapat, peran
gender itu dikonstruksi oleh masyarakat sosial dan dapat saling dipertukarkan oleh
keduanya, seperti mencari nafkah, menjadi pemimpin, menyelesaikan urusan domestik,
urusan publik, dan sebagainya (Remiswal, 2013). Jadi, dengan adanya perbedaan
pemahaman yang dimiliki masyarakat tentang gender tesebut, akan membedakan
bagaimana perlakuan masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan dalam menentukan
peran dan fungsinya. Selanjutnya, di dalam kebudayaan patriarkat, masyarakat
memposisikan kedudukan lakilaki lebih tinggi daripada perempuan. Dengan demikian,
laki-laki layak dan harus berada di ruang publik. Kegiatan yang diberikan pada laki-laki di
ruang publik berisikan aktivitas seperti keterlibatan di organisasi, struktural jabatan yang
6
berkaitan dengan fungsinya sebagai atasan, bawahan, atau anggota kelompok, menjadi
pemimpin, dan sebagainya
Jika demikian mengapa muncul diskriminasi atau dominasi antara perempuan dan laki-laki?
Alkitab mencatat bahwa hubungan yang timpang antara laki-laki dan perempun itu terjadi
setelah manusia memakan buah yang dilarang oleh Allah (Kej. 3:12dst). Adam
mempersalahkan Hawa sebagai pembawa dosa, sedangkan Hawa mempersalahkan ular
sebagai penggoda. Tetapi akhirnya Allah menghukum Adam. Adam dihukum bukan hanya
karena Adam ikut-ikutan makan buah yang Allah larang, tetapi juga karena ketika Hawa
berdialog dengan ular sampai memetik buah, Adam ada bersama Hawa. Adam hadir di sana
tetapi ia bungkam. Dengan kata lain, perbuatan Hawa sebenarnya mendapat restu dari Adam.
Karena itu kesalahan ada pada kedua pihak. Itu berarti bahwa Adam dan kaum laki-laki tidak
bisa menghakimi Hawa dan kaumnya sebagai pembawa dosa. Dalam perkembangan
selanjutnya peran serta perempuan selalu dibatasi, sehingga hal ini yang menciptakan
dominasi laki-laki terhadap perempuan. Dalam berbagai peran, perempuan selalu dibatasi.
Kita lihat di Alkitab yaitu pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas
perempuan masih tetap berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, Ia bersikap
7
menentang diskriminasi dan dominasi itu. Suatu ketika pemimpinpemimpin agama Yahudi
menangkap seorang perempuan yang kedapatanberzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka
minta supaya perempuan ini dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi
Yesus tidak peduli terhadap permintaan mereka. Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu
tapi tidak menangkap laki-laki yang tidur dengan dia. Yesus berkata kepada mereka:
"Barangsiapa yang tidak berdosa hendaknya ia yang pertama kali merajam perempuan ini".
Tidak ada yang berani melakukannya. Akhirnya Yesus menyuruh perempuan itu pulang
dengan nasihat supaya tidak berbuat dosa lagi (Yoh 8:2-11).
Dalam kekristenan ditunjukkan tentang identitas Allah sebagai yang maskulin dengan sebutan
“Bapa”. Sebagai agama yang berakar pada keYahudian, metafora ini tidak bertentangan
dengan konsep Ilahi keYahudiaan yaitu YHWH esa yang muncul sebagai pemenang dalam
pertempuran kosmik melawan dewa-dewi asing milik bangsa-bangsa Mediterania. Dimensi
keperkasaan Allah tidak mungkin dapat diakomodasi oleh feminitas karena perempuan
dianggap berfisik lemah. Oleh karena itu, maskulinitas dianggap lebih dekat dengan konsep
ini ketimbang feminitas. Dalam banyak diskursus sudah mulai digulirkan identitas Allah
sebagai “Ibu”. Dalam tradisi Yudeo-Kristen mengenai penciptaaan, Allah digambarkan
seperti seniman andal yang menciptakan segalanya dengan mengagumkan. Manusia
dipandang sebagai mahakarya Ilahi yang sempurna. Allah digambarkan sebagai ibu yang
mengandung alam semesta di dalam rahimNya. Ia yang menjaga kandungan, melahirkan, dan
menyusui “anak- anak”.
Gambaran ini memperlihatkan ketergantungan internal ciptaan kepada Sang Ibu karena segala
sesuatu berada di dalamNya.Allah sebagai Ibu tidak hanya berhenti pada tahap melahirkan
alam semesta, tetapi juga melakukan tahap selanjutnya yaitu memelihara. Layaknya orangtua
yang baik, Ia memenuhi semua kebutuhan anak-anak, khususnya makanan. Keingina Allah
untuk menjaga dan melanjutkan kehidupan ciptaanNya bukan karena didorong oleh sikap
altruisticsemata, melainkan kasih tak berbatas. Perasaan tersebut memungkinkan Allah
bertindak inklusif dengan memberi makan seluruh ciptaan, termasuk mereka yang lemah dan
rapuh. Dengan kata lain, kasih ilahi yang memelihara itu memuat nilai keadilan bagi seluruh
ciptaan. Inkarnasi: Allah menjadi Manusia dalam rupa Laki-laki. Salah satu sorotan dalam
8
kekristenan adalah bahwa Allah yang menjadi manusia dengan mengambil rupa laki-laki
yakni manusia Yesus. Perlukah identitas inkarnasi ini diubah?. Dalam argumentasinya
dikatakan bahwa sesungguhnya identitas ini tidak perlu diubah karena di dalam diri Yesus
sesungguhnya tidak ditemukan karakter dominasi maskulin. Sebaliknya Yesus mendengarkan
belas kasihan dan merintis kepemimpinan yang melayani. Bahkan kematianNya di kayu salib
menunjukkan pengosongan diri dari kekuasaan patriarkah demi menegakkan kemanusiaan
baru. Dalam surat Galatia, Paulus mengajarkan umat tentang baptisan yang mempersatukan
setiap orang berbeda identitas di dalam Kristus. Umat sendiri telah diidentifikasi secara baru
9
Allah, selain dari jenis maskulin dan feminim. Baik maskulin dan feminim, keduanya
sama-sama merupakan manusia yang mencerminkan gambar Allah serta keduanya juga
diberkati dan diberikan kuasa yang sama oleh Allah di dunia ini (Barth & Barth, 2017).
Jadi, walaupun laki-laki dan perempuan diciptakan Allah dengan jenis yang berbeda
secara biologis dan memiliki karakteristiknya masing-masing, namun Allah tidak
membuat perlakuan yang berbeda terhadap keduanya, melainkan memberikan tugas dan
tanggungjawab yang setara/seimbang, serta memberkati kedua ciptaannya tersebut
Kejadian pasal 37-45
Seorang laki-laki yang bernama Yusuf. Dalam kisah tersebut menceritakan, Yusuf
mendapat perlakukan yang tidak baik dari saudara-saudaranya. Walaupun demikian,
Yusuf diberikan Allah karakteristik yang lemah lembut, penyabar, perhatian, penyayang,
dan mudah memaafkan terhadap perlakuan saudara-saudaranya. Karakteristik tersebut
seharusnya dimiliki oleh kaum perempuan, namun Yusuf juga memilikinya meskipun dia
laki-laki.
10
Dalam membangun kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, suami dan istri
harus saling bekerjasama dan tolong-menolong membangun kehidupan keluarga agar
menjadi lebih baik dari sisi keharmonisan keluarga, ekonomi keluarga, serta
pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak. Adapun beberapa cara dalam
membangun kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, antara lain:
Pertama, dalam mengajarkan PAK keluarga tentang kesetaraan gender, orang tua perlu
memiliki pemahaman yang baik dalam me-mahami Alkitab, di mana para orang tua harus
paham tentang perbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh Allah dan perbedaan peran
gender yang terbentuk dalam budaya masyarakat. Dengan demikian, orang tua dapat
mengambil keputusan dalam menentukan perilakunya dalam kehidupan berumah
tangga, serta dapat mengajarkan kepada anakanaknya tentang kesetaraan gender yang
berdasarkan kebenaran Alkitab.
Kedua, dalam mengambil setiap keputusan di dalam keluarga sebaiknya tidak hanya di
dasarkan oleh keputusan dari suami saja. Namun, kepala keluarga (suami) perlu
mengajak istri dan anggota keluarga lainnya untuk sama-sama berunding mencari jalan
keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi oleh semua anggota keluarga, serta selalu
memberi kesempatan kepada istri dan anggota keluarga lainnya untuk mengemukakan
pendapat dan mempertimbangkan setiap pendapat yang telah disampaikan (Putri & Lestari,
2015).
Ketiga, dalam mengelolah keuangan sebaiknya suami tidak hanya berperan sebagai
pencari nafkah tunggal, melainkan istri juga dapat bekerja untuk menambah
penghasilan ekonomi keluarga, seperti banyak perempuan yang bekerja di kantor, di
pabrik, berjualan di pasar dan sebagainya, sehingga perempuan tidak hanya mengurusi
wilayah domestik saja seperti: mengurus rumah tangga, memasak, menyuci, menyapu,
dan sebagainya (Putri & Lestari, 2015).
Keempat, dalam mengasuh anak sebaiknya tidak hanya dibebankan kepada istri saja,
melainkan tugas dan tanggungjawab bersama (suami-istri). Untuk itu, kedua orang tua
harus bekerjasama atau pun saling bergantian untuk mengawasi serta memberikan nasihat
kepada anak-anaknya (Putri & Lestari, 2015). Kelima, dalam memberikan didikan dan
11
kasih sayang kepada anak orang tua harus berlaku adil baik perempuan maupun laki-laki
harus diberikan didikan dan kasih sayang yang adil tanpa melihat perbedaan jenis
kelamin.
12
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Di dalam alkitab pada Kejadian 1:27 "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka" disini berarti bahwa Allah menciptakan manusia baik perempuan
dan laki-laki dengan derajat yang sama dan menurut gambar Allah, disamping itu juga
menekankan bahwa manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta. Hal tersebut berarti
bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk yang mulia, kudus dan berakal budi,
sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan Allah, dan layak untuk menerima mandat
dari Allah untuk menjadi pemimpin dari segala ciptaan Allah. Dari ungkapan "segambar"
dengan Allah ini yang berarti dimiliki tidak hanya laki-laki saja akan tetapi juga perempuan,
dan keduanya mempunyai status yang sama. Oleh karena itu tidak dibenarkanadanya
diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya dikarenakan perbedaan jenis
kelamin.
II. Saran
Semoga apa yang telah kami diskusikan dapat membuat kami semua memperhatikan
segala hal tanpa adanya diskriminasi dengan perbedan jenis kelamin, dan berlakunya
kesetaraan gender di lingkungan sekitar.
13
DAFTAR PUSTAKA
Von Braun, Christina, and Inge Stephan, eds. Gender@ Wissen: Ein Handbuch der Gender-
Theorien. Vol. 2584. utb, 2013.
Nauly, Meutia. "Konflik peran gender pada pria: teori dan pendekatan empirik." (2002).
https://www.researchgate.net/publication/357474895_Perspektif_Alkitab_Tentang_Keset
araan_Gender_dan_Implikasinya_Bagi_Pendidikan_Agama_Kristen
https://www.qureta.com/post/pandangan-agama-kristen-terhadap-gender-dan-seksualitas
14