Anda di halaman 1dari 11

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI REFORMED INDONESIA

MATA KULIAH KATEKISMUS HEIDELBERG

SATU-SATUNYA PENGHIBURANKU

OLEH

ELNY GUNAWAN

JAKARTA
4 Desember 2020
Apakah satu-satunya penghiburan di dalam hidupmu? Tidak peduli seberapa aman atau

sehat atau bahagia atau kaya, setiap orang pasti membutuhkan penghiburan dalam hidupnya.

Ya, setiap orang tentu mendambakan, bahkan merasa harus memiliki penghiburan yang

membuat hidupnya bermakna dan berpengharapan. Jika demikian, “apakah satu-satunya

penghiburan Saudara, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati?”1 Pertanyaan

mengenai penghiburan adalah pertanyaan pertama dari Katekismus Heidelberg, 2 3 yang

memang terdengar cukup janggal pada awalnya. Bukankah penghiburan itu hanya diperlukan

oleh manusia pada masa hidup? Lalu, mengapa Katekismus Heidelberg mempertanyakan

penghiburan pada waktu kematian? Kematian seringkali dipahami sebagai hal yang tidak

baik karena bermakna sedih, atau buruk bahkan sesuatu yang harus dihindari. Karena itu,

bagaimana mungkin ada penghiburan di dalam kematian?

Pada umumnya, penghiburan dipahami suatu kondisi dimana seseorang baru

memperoleh sesuatu yang baik atau bernilai, atau, suatu peralihan beralih dari situasi yang

kurang atau tidak baik kepada situasi yang baik. Akan tetapi, penghiburan yang dimaksudkan

1
Zakharias Ursinus dan Caspar Olevianus, Katekismus Heidelberg: Pengajaran Agama Kristen (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2018), 1.
2
Ecumenical Creeds and Reformed Confessions (Grand Rapids, Michigan: CRC Publications, 1988), 12.
Katekismus Heidelberg disusun di Heidelberg (ibukota Kurpfalz) pada tahun 1559 atas permintaan Elektor
Frederik II yang memerintah di Palatinate, provinsi Jerman, selama periode tahun 1559-1576. Penulis
Katekismus Heidelberg yang sangat penting adalah guru besar di Heidelberg, Zacharias Ursinus, dan seorang
teolog yang bernama Caspar Olevianus, bekerja sama dengan para pemimpin gereja dan teolog lain di bawah
pimpinan Frederik III. Katekismus ini disetujui oleh sinode di Heidelberg, dan segera diterbitkan pada Januari
1563. Diterbitkan pertama-tama dalam bahasa Jerman, kemudian diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa
Jerman pada tahun yang sama. Katekismus Heidelberg dibagi menjadi lima puluh dua bagian, dimana setiap
bagian dapat diajarkan atau dikhotbahkan setiap minggu dalam satau tahun (52 minggu). Setelah Sinode Dort,
yang diadakan pada tahun 1618-1619, menyetujui penggunaan Katekismus Heidelberg, katekismus ini pun
segera diterima luas dan dikenal sebagai pengajaran sekaligus pengakuan iman Reformatoris yang paling
ekumenis. Katekismus Heidelberg telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di seluruh dunia, sehingga
menjadi katekismus yang paling banyak digunakan dan sangat diakui selama periode Reformasi.
3
Lyle D. Birma, The Theology of the Heidelberg Catechism (Louisville, Kentucky: Westminster John
Knox Press, 2013), 1-2. Katekismus Heidelberg adalah salah satu dokumen penting berisi pengajaran sekaligus
pengakuan iman Kristen refomatoris Calvinis yang komprehensif. Semua kebenaran iman Kristen yang
dipaparkan dalam katekismus ini ditulis dengan gaya bahasa sederhana dan sangat personal, yang
memperlihatkan relasi yang hangat dan intim dengan Yesus Kristus. Meski telah berusia 457 tahun, namun
karena sifatnya yang komprehensif, ekumenis, personal, dan sederhana, membuat katekismus ini tetap
memesona dan menginspirasi banyak orang Kristen hingga hari ini.
oleh Katekismus Heidelberg, bukanlah penghiburan yang dipahami pada umumnya. Lalu,

satu-satunya penghiburan seperti apa yang dimaksud oleh Katekismus Heidelberg? Kata

‘satu-satunya’ (only) yang terdapat dalam pertanyaan pertama ini menegaskan bahwa yang

paripurna (lengkap, utuh, atau sempurna) atau tertinggi (terutama). Lalu, pada saat kata ‘satu-

satunya’ dikaitkan ‘penghiburan’ (the only comfort), pertanyaan pertama dari katekismus ini

langsung menantang setiap orang percaya untuk merenungkan, ‘Kristuskah, atau adakah yang

lain, yang menjadi penghiburan yang terutama dalam hidup mereka?’.

Klooster berpendapat bahwa sebagai masyarakat modern yang konsumtif, kita

seringkali memaknai kata ‘penghiburan’ (comfort) secara dangkal. Kita mendefinisikan

penghiburan dalam arti kenyamanan, atau mungkin sesuatu yang menyenangkan, atau

terbebas dari rasa sakit, seperti: rumah yang nyaman, kursi duduk yang empuk, liburan yang

menyenangkan atau tidur yang nyenyak, atau obat penghilang rasa sakit.4 Jika penghiburan

Kristen hanya didasarkan pada penghiburan demikian, maka kita perlu bertanya lebih lanjut,

‘mungkinkan semua benda atau situasi yang nyaman itu dapat menjadi penghibur yang

paripurna, dalam hidup maupun mati?’ Pikiran dan jiwa, demikian juga hidup manusia

sedemikian kompleks, karena itu kita membutuhkan penghiburan yang paripurna, yang

mampu memenuhi segala kebutuhan sekaligus mengatasi segala persoalan yang dihadapi

manusia.

Penghiburan Kristen adalah tema sentral sekaligus ringkasan dari keseluruhan bagian

dari Katekismus Heidelberg. Istilah penghiburan dalam bahasa Indonesia merupakan

terjemahan kata ‘trost’ dalam bahasa Jerman, dan kata ‘consolatio’ dalam bahasa Latin,

4
Fred H. Klooster, A Mighty Comfort: the Christian Faith according to the Heidelberg Catechism
(Grand Rapids, Michigan: CRC Publications, 1990), 8, 13. Ketakutan dan ketidakpastian merupakan ciri khas
orang Kristen Abad Pertengahan yang diajarkan untuk memercayai bahwa amal ibadah merekalah yang
berkontribusi penting pada keselamatan mereka. Penghiburan dan kenyamanan, keamanan dan jaminan
keselamatan ilahi merupakan sesuatu yang tidak lazim dipercayai pada masa itu.
artinya kepercayaan, atau keyakinan.5 Akar kata ‘comfort’ dalam bahasa Inggris berasal dari

frasa ‘confortare’ dalam bahasa Latin, yang merupakan gabungan dari kata ‘con’ (kuat) dan

‘fortis’ (dengan kekuatan). Dengan begitu, frasa ‘confortare’ berarti dengan kekuatan atau

menguatkan secara penuh. Oleh karena itu, istilah penghiburan dalam katekismus Heidelberg

ini memiliki arti ‘mengaruniakan kekuatan dan harapan untuk bersukacita, ataupun bersorak. 6

Itu sebabnya, Klooster mendefinisikan penghiburan Kristen sebagai ‘suatu kepastian

atau kekuatan di luar diri manusia’ yang berasal dari Kristus, yaitu kekuatan-Nya telah

menyelamatkan orang percaya dari dosa dan kuasa Iblis, serta memperoleh jaminan

keselamatan dan kehidupan baru melalui iman oleh Roh Kudus. Ursinus mendefinisikan

penghiburan Kristen sebagai akibat dari suatu proses berpikir, dimana manusia menentang

kebaikan, dan rela mengambil kejahatan, sehingga dengan pemahaman rohani yang tepat, ia

mampu mengikis (meredakan) perasaan dukanya, lalu dengan sabar menanggung kejahatan. 7

Istilah penghiburan Kristen dalam katekismus tidak bisa tidak terkait dengan Kristus, atau

selalu didasarkan pada karya penebusan dan keselamatan (soteriologis) dalam Yesus Kristus

(Kristologis), sebagai satu-satunya Penghibur sejati (1Yoh 2:1).8

Penghiburan yang terdapat dalam pertanyaan dan jawaban pertama dari Katekismus

Heidelberg ini dari enam bagian yang dapat dirangkum ke dalam tiga stanza sebagai

penjabaran dari tema utama. Enam bagian yang terdapat dalam penghiburan itu, adalah (1)

rekonsiliasi dengan Allah melalui Kristus (1Kor 7:23); (2) cara orang percaya direkonsiliasi

dengan Allah melalui darah Kristus (1Ptr. 1:18; 1Yoh 1:7); (3) pembebasan orang berdosa

dari penderitaan dosa dan kematian melalui karya penebusan Kristus (Ibr 2:14; 1Yoh 3:8). (4)

pemeliharaan Allah di dalam Kristus kepada milik-Nya. (5) Allah mengubah semua kejahatan

5
Lyle D. Birma, The Theology of the Heidelberg Catechism, 14.
6
Fred H. Klooster, A Mighty Comfort, 11.
7
Zacharias Ursinus, Commentary on Heidelberg Catechism, 60-61.
8
Lyle D. Birma, The Theology of the Heidelberg Catechism, 14.
atau penderitaan yang dialami orang percaya menjadi kebaikan (Rm. 8:27-30). (6) dan

jaminan hidup yang kekal.

Ketiga stanza yang merangkum keenam bagian dari tema sentral tentang penghiburan,

yaitu:

1. Menekankan kepemilikan dalam Kristus. Kalimat ‘aku milik Yesus Kristus sepenuhnya”

merupakan kata kunci dari penghiburan Kristen dalam katekismus yang menegaskan

kesatuan dengan Kristus.

Ursinus memaparkan substansi “bahwa aku, bukan milikku, tetapi tubuh dan jiwaku,

baik pada masa hidup maupun pada waktu mati, adalah milik Juruselamatku yang setia,

Yesus Kristus”9 dari pertanyaan tentang penghiburan Kristen, dapat dijelaskan dalam suatu

relasi, yaitu (1) bahwa orang percaya dipersatukan (dicangkokkan) dalam Kristus

oleh/melalui iman, karena itu (2) melalui Kristus, setiap orang percaya adalah manusia

berdosa yang telah diperdamaikan dan dikasihi Allah, sehingga (3) mereka memperoleh

jaminan keselamatan dan pemeliharaan kekal dalam Kristus.10

Kesatuan dalam Kristus harus dipahami sebagai kesatuan yang meliputi ‘tubuh dan

jiwa’, berarti keseluruhan atau totalitas diri orang percaya adalah milik Kristus. Dengan

demikian, penghiburan Kristen tidak hanya mencakup pemahaman kognitif, ataupun

perasaaan semata, melainkan suatu totalitas pemahaman dan pengalaman akan kesatuan

dalam Kristus dan jaminan hidup kekal yang diberikan Kristus. Penghiburan Kristen akan

Injil Kristus menjadi kekuatan dan perlindungan yang mendatangkan kenyamanan (comfort)

serta keberanian bagi orang percaya dalam menghadapi situasi hidup apapun.11 Sebab itu, jika

9
Menggunakan terjemahan Katekismus Heidelberg: Pengajaran Agama Kristen terbitan BPK Gunung
Mulia, namun susunannya mengikuti dengan Katekismus Heidelberd terjemahan dari CRC Publications.
10
Zacharias Ursinus, Commentary on Heidelberg Catechism (USA: The Synod of the Reformed Church,
2004), 60.
11
Zacharias Ursinus, Commentary on Heidelberg Catechism, 61-62.
kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. jadi baik hidup

atau mati, kita adalah milik Tuhan (Rm. 14:7-9). Jawaban dari pertanyaan pertama dalam

Katekismus Heidelberg ini memang tampak begitu sederhana, namun jawaban itu menyentuh

esensi dari iman dan kehidupan Kristen. Keyakinan bahwa saya adalah milik-Nya, yang ada

dalam Kristus Yesus, Jususelamatku yang setia, karena itu tidak ada apapun yang dapat

memisahkan saya dari kasih Allah, baik pada waktu hidup maupun mati (Rm. 8:39).

Ditempatkannya penghiburan sebagai pertanyaan dan jawaban pertama dalam

katekismus ini agar orang percaya dapat memahami penghiburan apakah yang dimilikinya di

dalam Kristus, baik pada waktu hidup maupun mati. Penghiburan di dalam Kristus memberi

kekuatan kepada setiap orang percaya dalam menghadapi kematiannya tanpa ketakutan,

karena adanya jaminan penghapusan dosa, dan pemulihan hubungan dengan Allah di dalam

Kristus, baik pada waktu hidup, terlebih pada waktu mati. “Ia telah melunasi semua hutang

dosa saya dengan darah-Nya yang berharga, dan membebaskan saya dari kuasa si iblis”

(1Pet. 1:18-19). Setiap Kristen, sebelumnya adalah hamba dosa, musuh Allah sehingga

menjadi orang-orang yang pasti binasa dalam dosa, namun melalui Kristus, aku diselamatkan

dan dijadikan milik-Nya, sebagai anak-anak Allah, hamba kebenaran, dan menjadi orang-

orang yang beroleh hidup kekal (Yoh. 8:24-25, 34-36; 10:28; Ibr 2:14-15; 1Yoh 3:1-11).12

Keyakinan akan penghiburan Kristen, baik pada waktu hidup maupun mati kembali

ditegaskan dalam pertanyaan dan jawaban lima puluh dua, penghiburan Kristen berasal dari

iman kepada Kristus yang akan datang kembali sebagai Hakim surgawi, yang telah memilih

dan menyelamatkan kita dari kutukan, karena itu Ia akan membawa semua orang pilihan-Nya

dalam kesukaan dan kemuliaan surgawi’.13 Penghiburan Kristen ini membuat kematian setiap

orang percaya tidak lagi bermakna sedih atau sesuatu yang dihindari, atau ditakuti, melainkan

12
Zacharias Ursinus, Commentary on Heidelberg Catechism, 62-63.
13
Zakharias Ursinus dan Caspar Olevianus, Katekismus Heidelberg, 50-51.
sesuatu yang menguatkan orang percaya kepada pengharapan akan kehidupan dan

persekutuan yang kekal dengan Yesus Kristus (Tit. 2:13-14). Inilah penghiburan di dalam

kematian, sebagaimana yang dinyatakan oleh pemazmur bahwa ‘berharga di mata TUHAN

kematian semua orang yang dikasihi-Nya.’, yaitu orang-orang pilihan, milik-Nya (Maz.

116:15).

Implikasi dari jawaban pertama, ‘aku bukan lagi milikku, melainkan milik Yesus

Kristus, …dan melepaskan aku dari segala kuasa iblis’, selain menekankan jaminan

keselamatan dari hukuman dosa pada waktu menghadapi kematian, juga menekankan

jaminan kemenangan atas dosa pada waktu hidup. Karya Kristus yang telah dimeteraikan

oleh Roh Kudus dalam hati orang percaya telah membawanya kepada kehidupan yang

semakin mengasihi Allah dan sunguh-sungguh ingin menaati-Nya dengan semakin membenci

dosa dan mengupayakan kehidupan yang kudus (1Kor 7:22-23; 1Yoh 3:7-11). Jadi keinginan

untuk hidup mengasihi dan menaati Allah merupakan keinginan yang lahir dari iman yang

mengakui bahwa ‘aku bukan lagi milikku, melainkan milik Yesus Kristus.’ Iman demikian

adalah fondasi dari penghiburan Kristen, yang menguatkan orang percaya agar menjauhi

godaan dosa dalam kehidupannya.

2. ‘Dia juga memelihara aku, sehingga tidak sehelai rambut pun jatuh dari kepalaku di luar

kehendak Bapa yang ada di sorga, bahkan segala sesuatu harus berguna untuk

keselamatanku.’ bagian kedua menekankan penghiburan yang diterima oleh orang

percaya, milik Kristus, adalah pemeliharaan Allah di dalam Kristus.

Dimana orang percaya bukan saja dibebaskan dari belenggu dosa dan kuasa iblis, tetapi juga

dilindungi dan dipelihara oleh Allah (Mat. 10:29-30). “Dia akan memeliharaku dalam semua

kebutuhan tubuh dan jiwaku, dan juga mengubah segala bencana yang ditimpakan-Nya

atasku di dunia yang penuh sengsaran ini, menjadi kebaikanku.” (Rm. 8:28-29, lih.
pertanyaan dan jawaban 26), merupakan sebuah pengakuan sekaligus penghiburan dari

pemeliharaan Allah yang diterima orang percaya karena Kristus. Menyadari adanya

pemeliharaan Allah, orang percaya dapat bersabar dalam segala kesusahan dan bersyukur

dalam segala kelimpahan, serta dapat menaruh iman maupun harapan kepada Allah Bapa

(pertanyaan dan jawaban 28). Pemeliharaan Allah memberikan keyakinan yang kokoh dan

menjadi motivasi untuk selalu oengucap syukur kepada-Nya.14

3. “Karena itu juga, oleh Roh-Nya yang Kudus, Dia memberiku kepastian mengenai hidup

yang kekal, dan menjadikan aku sungguh-sungguh rela dan siap untuk selanjutnya

mengabdi kepada-Nya” Bagian ketiga ini menekankan bahwa penghiburan di dalam

Kristus mengarahkan orang percaya pada keyakinan akan jaminan keselamatan ‘bahwa

aku milik Yesus Kristus, oleh Roh Kudus, yang menjamin aku akan kehidupan kekal’.

Keyakinan ini mendatangkan ucapan syukur karena menyadari bahwa Kristus yang sudah

mati bagi saya, dan Roh Kudus yang mengerjakan iman secara pribadi sehingga saya dapat

menerima Yesus Kristus dan segala berkat-berkat-Nya, yang menghibur dan menjadikan saya

milik-Nya, Ia milik saya selama-Nya (rm. 8:1-17). Jaminan hidup kekal ini memiliki karakter

yang kokoh di dalam Kristus sehingga menjadikan orang percaya merasa aman dan kuat,

tidak merasakan ketakutan lagi dalam menghadapi berbagai ancaman bahkan kematian (Rom.

8:15-16).

“Berapa pokok yang perlu Suadara ketahui, supaya dengan penghiburan ini, saudara

hidup dan mati dengan bahagia?” Pertanyaan dan jawaban dua dari Katekismus Heidelberg

adalah pertanyaan transisi yang menjabarkan pokok dari pertanyaan dan jawaban pertama,

serta membagi seluruh bagian Alkitab ke dalam Hukum Taurat dan Injil, yang akan

dijelaskan dalam bagian katekismus selanjutnya. Dengan begitu, pertanyaan dan jawaban

14
Zacharias Ursinus, Commentary on Heidelberg Catechism, 62-63.
kedua ini merupakan transisi untuk memasuki pertanyaan dan jawaban selanjutnya, yaitu

pertanyaan dan jawaban ketiga hingga seratus dua puluh sembilan. Pertanyaan dan jawaban

kedua ini berfungsi untuk menekankan unsur yang tidak dibicarakan dalam pertanyaan dan

jawaban yang pertama, yaitu apa dan bagaimana hidup dan mati dalam sukacita

penghiburan.15 Dengan begitu, penghiburan satu-satunya di dalam Kristus dapat menjadi

penghiburan apalagi orang percaya memahami pengetahuan tiga rangkap, atau tiga pokok

iman, yang berkaitan dengan iman dalam Kristus: (1) betapa bisanya dosa dan sengsaraku

(Rm. 7:24-25); (2) bagaimana aku mendapat kelepasan dari semua dosa dan sengsaraku;

(3) bagaimana aku harus bersyukur kepada Allah atas kelepasan yang demikian itu (Ef 5:8).

Pertanyaan dan jawaban mengenai kesengsaraan manusia akibat dosa menjadi penting

bagi orang percaya dalam memaknai penghiburan yang dimilikinya di dalam Kristus, yaitu

penghiburan yang melepaskannya secara tuntas dan total (kelepasan/penebusan). Lalu,

pengetahuan akan kelepasan dari semua dosa dan sengsara itu membuat orang percaya sangat

mengingini penebusan di dalam Kristus yang melepaskan manusia sepenuhnya, sehingga

tidak lagi hidup dalam kekhawatiran dan ketakutan (Yoh 17:3). Terakhir, pada bagian ketiga

tentang ucapan syukur, menegaskan bahwa setiap kebaikan yang diterima orang percaya di

dalam Kristus seharusnya mendatangkan ucapan syukur (Maz. 50:14; Rm. 12:1; 1Kor 2:7).

Tinakan pengucapan syukur sebagai orang yang telah dijadikan milik Kristus, sekaligus

dilepaskan dari belenggu dan kuasa iblis, menuntun orang percaya pada keinginan untuk

melakukan Hukum Allah. Melakukan Hukum Allah yang berarti juga mengerjakan perbuatan

baik, sebagai tanda pengucapan syukur dan buah dari iman (pertanyaan dan jawaban 116). Itu

sebabnya, pembahasan tentang sepuluh Hukum Allah atau Taurat ditempatkan dalam bagian

‘pengucapan syukur’ (gratitude). Selanjutnya tindakan pengucapan syukur juga diwujudkan

15
Zacharias Ursinus, Commentary on Heidelberg Catechism, 68-69.
dala kehidupan doa. Doa sebagai pengucapan syukur, karena lahir dari keinsyafan akan

keberdosaan manusia (misery), kelepasan dan penebusan di dalam Kristus (deliverance).

Refleksi

Pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dari 8 bulan telah menimbulkan dampak

sosial, ekonomi dan budaya bagi masyarakat secara global, tidak terkecuali masyarakat

Indonesia. Ketakutan dan ketidakpastian menjadi pergumulan setiap manusia yang hidup di

masa pandemi ini. Ketakutan akan terpapar virus Covid-19, ketakutan akan kematian orang-

orang terkasih yang menderita penyakit Covid-19, ketakutan akan kehilangan pekerjaan

akibat di PHK dan ketakutan lainnya. Ya, ketakutan akan berbagai menjadi pergumulan

hidup yang riil pada saat ini. Disamping itu, ketidakpastian pun menambah panjang daftar

pergumulan yang harus dihadapi oleh setiap orang secara global. Ketidakpastian kapan

berakhirnya penyebaran Covid-19, atau ketidakpastian akan hasil dan lamanya masa uji coba

vaksin Covid-19, atau ketidakpastian berakhirnya masa resesi ekonomi akibat pandemi.

Dampak serius yang ditimbulkan oleh penyebaran virus Covid-19 semakin

mengembangbiakan ketakutan dan ketidakpastian, yang sejatinya sudah ada, dalam diri

manusia. Karena itu, hal yang paling dibutuhkan oleh setiap orang pada hari-hari terakhir ini

adalah suatu penghiburan yang paripurna, yang dapat melepaskan manusia dari ketakutan dan

ketidakpastian semasa hidup. Lalu, “apakah satu-satunya penghiburan Saudara, baik pada

masa hidup maupun pada waktu mati?”

Penghiburan satu-satunya yang diajarkan oleh Katekismus Heidelberg seharusnya

memengaruhi iman dan kehidupan pribadi orang percaya di masa pandemi yang

menghadirkan banyak ketakutan dan ketidapastian, baik pada waktu hidup dan menghadapi

kematian. Akan tetapi, ingatan bahwa “bahwa aku, bukan milikku, tetapi tubuh dan
jiwaku, baik pada masa hidup maupun pada waktu mati, adalah milik Juruselamatku

yang setia, Yesus Kristus”, menjadi penghiburan satu-satunya yang menghadirkan shalom

dalam hati orang percaya, serta pengucapan syukur.

Anda mungkin juga menyukai