Anda di halaman 1dari 8

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS

SEBAGAI PENGHELA ILMU PENGETAHUAN DI ERA


GLOBALISASI
(Position of Indonesian and English Language as A Developer of Knowledge Science in
The Era of Globalization)

oleh/by:
Annisa Dwi Pujiyati
Bahasa Indonesia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta
E-mail: annisadwi649@student.uns.ac.id

Abstrak
Bahasa Indonesia sebagai pengantar atau penghela ilmu pengetahuan sudah
diberlakukan sejak lama dan melalui perjalanan yang panjang. Kedudukan bahasa Indonesia
sebagai penghela ilmu pengetahuan tersebut mulai tergerus di era globalisasi dengan adanya
penggunaan bahasa Inggris sebagai penghela ilmu pengetahuan dunia. Tujuan dari penelitian
ini adalah: (1) untuk mendeskripsikan hakikat bahasa; (2) untuk mendeksripsikan kedudukan
bahasa Indonesia; (3) untuk mendeskripsikan kedudukan bahasa Inggris; dan (4) untuk
mendeskripsikan kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai penghela ilmu
pengetahuan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Sumber
data pada penelitian ini adalah teori dari buku dan jurnal yang pernah diterbitkan. Hasil dari
penelitian ini adalah bahasa Inggris harus dipelajari sebagai alat memperoleh pengetahuan
sebanyak-sebanyaknya serta menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia agar tidak terjadi
interferensi dengan memiliki sikap kebanggaan, kesetiaan, dan kesadaran adanya norma
bahasa.
Kata kunci: bahasa Indonesia, penghela, ilmu pengetahuan

Abstract
Indonesian language as an introduction or deterrent to science has been applied
for a long time and through a long journey. The position of Indonesian language as a
science deterrent began to erode in the era of globalization with the use of English as a
conduit for world science.The objectives of this study are: (1) to describe the nature of
language; (2) to describe the position of Indonesian; (3) to describe the position of English;
and (4) to describe the position of Indonesian and English as a barrier to science This study
uses a qualitative descriptive research method. The data source in this study is the theory of
books and journals that have been published. The results of this study are English which
must be learned as much as knowledgeable tools and also preserve Indonesian language so
that there is no interference by having pride, loyalty, and awareness of the existence of
language norms.
Keywords: Indonesian language, carrier, knowledge

PENDAHULUAN
Pada era globalisasi saat ini, kemajuan suatu bangsa tidak dapat terlepas dari
perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Salah satu variabel berkembangnya ilmu
pengetahuan adalah adanya kemantapan dan kemapanan dalam berbahasa. Bahasa
merupakan alat komunikasi lingual manusia, baik lisan maupun tulis. Selain itu, bahasa
merupakan bagian dari nilai-nilai dan status sosial masyarakat. Bahasa selalu menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari manusia, baik sebagai manusia anggota suku maupun manusia
anggota bangsa (Muslich, 2010:3).
Seorang ahli bahasa, Kuswardinah (2010:2) menyatakan bahwa ilmu adalah
sekumpulan penjelasan yang disusun dari pengalaman atau pengamatan tentang fenomena
atau gejala yang dialami manusia. Ilmu mempunyai tiga sifat, yaitu: (1) akumulatif dan
menjadi milik bersama (universal); (2) tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan; dan (3)
obyektif, artinya tidak tergantung kepada pemahaman pribadi. Bahasa merupakan alat
komunikasi yang digunakan ketika manusia berinteraksi sosial dengan sesama maupun
lingkungan.
Ungkapan populer “batas bahasaku adalah batas duniaku” dikemukakan oleh
Wittgenstein (dalam Suriasumantri, 2001: 171), memiliki makna bahwa bahasa sebagai
sarana komunikasi sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia. Bahasa dapat
menyatakan perasaan, pikiran, pendapat, maupun tanggapan seseorang terhadap fenomena di
lingkungan sekitarnya. Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang dianggap
penting dikawasan Asia Tenggara (Sugono, 2008). Hal itu tidak dapat terlepas dari jumlah
penutur serta luas jangkauan wilayah berbahasa Indonesia.
Bahasa sebagai alat komunikasi dan penghela ilmu pengetahuan sudah sepantasnya
mendapat perhatian besar dari seluruh masyarakat.Bahasa indonesia yang salah satu
fungsinya adalah sebagai pengantar pendidikan bangsa Indonesia sudah lazim dipakai oleh
lembaga-lembaga pendidikan sejak zaman dahulu. Namun seiring berkembangnya ilmu
pendidikan yang semakin maju serta adanya tuntutan globalisasi, masyarakat Indonesia
diharuskan menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa internasional untuk mengetahui
perkembangan ilmu pengetahuan yang lebih mutakhir. Selain itu Saddhono (2012)
mengemukakan bahwa agar proses pendidikan lebih menarik dan bermanfaat maka hal-hal
berkaitan dengan “Indonesia” menjadi lebih penting, baik berupa budaya, seni, kuliner,
tempat wisata, dan lain-lain. Tujuan menampilkan materi tentang Indonesia ini agar
pembelajaran lebih menarik dan mereka lebih mengenal Indonesia tidak hanya dari aspek
bahasa tetapi dari aspek-aspek yang lain juga.
Menjamurnya istilah-istilah dalam keilmuan yang menggunakan bahasa Inggris
tanpa disadari mulai mengancam peran bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu
pengetahuan. Adanya hegemoni bahasa Inggris dalam bidang pendidikan tersebut
menimbulkan terbentuknya dua kubu, yaitu kubu pro dan kubu kontra. Terbentuknya dua
kubu tersebut tidak dapat terlepas dari sisi postitif dan negatif yang ditimbulkan dari
penggunaan bahasa Inggris sebagai penghela ilmu pengetahuan di samping bahasa Indonesia
yang sudah terlebih dahulu digunakan sebagai penghela ilmu pengetahuan oleh masyarakat
Indonesia secara umum.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Istilah
penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi. Boydan dan Taylor (dalam
Meoleong, 2007:4) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Menurut Mahmud (2012:89), penelitian kualitatif merupakan
suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala
yang bersifat alami. Dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini berupa penelitian
deskriptif kualitatif, sumber data pada penelitian ini adalah teori dan jurnal yang pernah
diterbitkan dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Ariningsih, Sumarwati, &
Saddhono, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hakikat Bahasa
Bahasa adalah alat interaksi dan alat komunikasi manusia yang digunakan untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan yang terlintas di dalam hati.
Chaer dan Agustina (2010:1) mengartikan bahasa sebagai sebuah sistem lambang,
berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Pengertian
tentang bahasa tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kridalaksana (dalam
Chaer, 2007:32) yang mengatakan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi
yang bersifat arbitrer/manasuka yang digunakan oleh anggota kelompok sosial tertentu
untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Berkaitan dengan ranah
pemakaian bahasa, secara sosiolinguistik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1)
bahasa pertama (B1) yang dipakai sebagai alat komunikasi utama dalam rumah tangga;
(2) bahasa kedua (B2) yang bukan merupakan bahasa pertama tetapi dipakai secara luas
dan resmi dalam masyarakat; dan (3) bahasa asing (BA) yang bukan merupakan bahasa
pertama atau kedua tetapi sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari untuk tujuan
tertentu.
Tidak semua alat komunikasi dapat disebut sebagai bahasa. Walaupun asap api,
bunyi gendang, dan sebagainya dalam keadaan yang sangat terbatas dapat digunakan
untuk berkomunikasi, tetapi semuanya itu bukanlah bahasa. Alat komunikasi dapat
disebut bahasa harus merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan
harus merupakan simbol atau perlambang.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat
yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi berupa rangkaian bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar yang bersifat arbitrer serta digunakan
oleh kelompok sosial tertentu yang sudah disepakati bersama sebagai bentuk identitas
diri. Akan tetapi, tidak semua bunyi yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia
disebut bahasa meski bunyi tersebut dapat dipakai untuk berkomunikasi. Bunyi peluit,
tambur, dan kentongan misalnya, tidak dapat disebut sebagai bahasa. Bahasa sebagai
objek kajian keilmuan memiliki sebuah sistem yang mengatur penggunaannya baik
bahasa lisan maupun bahasa tulis.
Fungsi bahasa menurut Halliday (dalam Djojosuroto, 2006:42) ada tujuh macam,
yaitu: (1) fungsi instrumental yang menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi; (2)
fungsi regulasi yang mengawasi dan mengendalikan peristiwa; (3) fungsi pemberian
yang menyampaikan pengetahuan, fakta, atau informasi; (4) fungsi interaksi
yangmenjamin dan memantapkan ketahanan dan kelangsungan interaksi sosial; (5)
fungsi personal yang mengekspresikan perasaan; (6) fungsi heuristik yang memperoleh
ilmu pengetahuan; dan (7) fungsi imajinatif yang melayani penciptaan sistem-sistem
atau gagasan yang bersifat imajinatif. Selain itu, bahasa sebuah bangsa juga dapat
mencerminkan karakter masyarakatnya. Sementara karakter suatu bangsa berperan
besar dalam mempertahankan eksistensi dan kemerdekaannya (Zusnani, 2012:127).
Karakter bangsa berguna sebagai identitas supaya mudah dikenali dan dibedakan
dengan bangsa lain. Derasnya arus globalisasi harus diwaspadai supaya tidak terlalu
terjerumus ke dalam arus tesebut. Bagi orang yang memiliki karakter yang kuat, sederas
apa pun arus di era global ini, ia tetap bisa bertahan menjadi dirinya sendiri. Bahkan,
orang yang berkarakter dapat ikut memperkaya arus tersebut dengan sifat dan keunikan
yang dimiliki. Menurut Saddhono (2006) kenyataaan ini menunjukkan bahwa dengan
menggunakan bahasa tertentu, pembicara akan dikenali siapa jati dirinya, berasal dari
mana, bagaimana hubungannya dengan mitra tuturnya, dalam peristiwa tutur apa dia
terlibat dalam komunikasi. Pilihan di antara bahasa-bahasa itulah yang menentukan
situasi sosial.
B. Kedudukan Bahasa Indonesia
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sumber daya manusia yang banyak
menjadi negara kedua terbanyak pemilik bahasa di dunia. Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa di mana masing-masing suku memiliki bahasa daerah yang menjadi
identitas kelompok mereka. Dengan demikian, untuk keperluan komunikasi antarsuku
bangsa diperlukan bahasa perantara (lingua franca) yaitu bahasa Indonesia. Khaerudin
Kurniawan (2012:8) mengatakan bahwa sebagai alat integrasi bangsa, ada beberapa
sifat potensial yang dimiliki bahasa Indonesia, yaitu: (1) bahasa Indonesia telah terbukti
dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang multikultural; (2) bahasa Indonesia
bersifat demokratis dan egaliter; (3) bahasa indonesia bersifat terbuka/transparan; dan
(4) bahasa Indonesia sudah mulai dikenal oleh dunia.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dikukuhkan melalui salah satu isi Sumpah
Pemuda 1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pergerakan pemersatu
bangsa ini terus dilakukan sampai bangsa Indonesia berhasil mencapai kemerdekaan
pada tahun 1945. Dalam UUD 1945 tercantum pula pasal 36 (Bab XV) mengenai
kedudukan bahasa Indonesia yaitu sebagai bahasa negara.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berfungsi sebagai: (1)
lambang kebanggaan nasional; (2) lambang identitas nasional; (3) alat pemersatu
berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya;
dan (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah. Sedangkan dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa
resmi kenegaraan; (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan; (3) bahasa resmi untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan
pemerintah; dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dengan demikian, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai
dengan Sumpah Pemuda 1928 dan berkedudukan sebagai bahasa negara sesuai dengan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pengukuhan kedudukan bahasa Indonesia tersebut menjadi momentum yang
menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terhormat dalam kehidupan
kenegaraan Indonesia. Pemuliaan bahasa Indonesia salah satunya dilakukan dengan
menjadikan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan yang diterapkan di
Kurikulum 2013. Dengan pemberlakuan ini, bahasa Indonesia menempati posisi sebagai
bahasa pembawa atau penghela ilmu pengetahuan.

C. Bahasa Indonesia sebagai Penghela Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan di era global saat ini dianggap sebagai kata kunci bagi kemajuan
dan kemakmuran suatu bangsa serta kedudukan dan martabat suatu bangsa di mata
dunia. Inovasi-inovasi yang dihasilkan dari dunia ilmu pengetahuan yang memajukan
peradaban dunia manusia sudah menggeser faktor sumber daya alam yang sebelumnya
digadang-gadang menjadi kata kunci bagi kemakmuran suatu bangsa. Beberapa negara
maju bahkan sudah lama menjadikan ilmu pengetahuan sebagai pendukung atau dalam
pembangunan bangsa. Hal ini menunjukkan betapa sangat berperannya teknologi dan
informasi yang merupakan hasil dari ilmu pengetahuan dalam pembangunan suatu
bangsa. Zusnani (2012:11) menyatakan bahawa pendidikan menjadi kebutuhan yang
krusial karena bertautan langsung dengan ranah kehidupan manusia. Menghindari
pendidikan sama dengan melemahkan kondisi diri sendiri dan menjauhkan dari sumber
ilmu. Maka dari itu, pendidikan adalah suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap
manusia.
Tanpa adanya bahasa (temasuk bahasa Indonesia) ilmu pengetahuan tidak dapat
tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya ternyata 
memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya
yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa tersebut, ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang (Sunaryo, 2000:6).
Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang
banyak sudah seharusnya melek terhadap perubahan zaman demi kemajuan dan
kemakmuran masyarakatnya. Untuk mewujudkan hal itu, salah satu variabel pendukung
adalah alat komunikasi berupa kemapanan dan kemantapan bahasa. Putro (2012:5)
mengemukakan bahwa: (1) pengembangan ilmu pengetahuan dapat dikatakan sudah
berhasil apabila pengimplementasiannya mengakar kuat pada kelompok-kelompok
masyarakat yang relevan sehingga dibutuhkan kemantapan bahasa yang secara
komunikatif mampu mengomunikasikan proses adopsi dan sosialisasinya; dan (2)
bahasa Indonesia dipandang memiliki kemantapan bahasa apabila mampu
memanfaatkan teknologi komunikasi modern untuk peningkatan dan mobilitas kapasitas
sumber daya manusia.
Menurut Fairul Zabadi, peran bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan
membawa bahasa Indonesia pada posisi yang strategis. Kata penghela berakar dari kata
hela yang secara etimologi berasal dari bahasa Minangkabau elo dengan makna ‘tarik’.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kata hela v bermakna ‘tarik’, sedangkan
penghela n yang diturunkan dari verba menghela bermakna ‘penarik’. Hukum alam
menyatakan bahwa penghela akan berhasil menarik apa yang dihelanya apabila
memiliki kekuatan dan kemantapan. Dalam hal ini bahasa Indonesia dipandang mampu
menjalankan tugas tersebut melalui kekuatan dan kemantapan yang dimilikinya, tidak
hanya semata-mata sebagai penghela ilmu pengetahuan, melainkan juga sebagai bahasa
dunia.
Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa kedua setelah bahasa ibu sudah dekat
sekali dengan kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu baik di dalam ranah bahasa
lisan maupun bahasa tulis. Hal itu menimbulkan dampak positif dan negatif bagi
pengguna bahasa. Salah satu dampak positifnya adalah adanya rasa memiliki bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional sementara salah satu dampak negatifnya adalah
banyaknya kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia baik di ranah tulis maupun
lisan yang mengganggu sistem kaidah kebahasaan bahasa Indonesia.
Adanya gangguan sistem kaidah berupa kesalahan berbahasa tersebut dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Faktor ketidaktahuan terhadap kaidah kebahasaan dan faktor
kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak baik dan benar merupakan faktor yang
paling banyak menyumbang terjadinya fenomena tersebut. Padahal salah satu syarat
sebuah bahasa dapat digunakan sebagai penghela ilmu pengetahuan adalah dapat
dimengerti dan dipahami oleh pengguna bahasa serta digunakan secara seragam oleh
seluruh pengguna bahasa atau secara sederhana bahasa tersebut memiliki kekuatan dan
kemantapan dalam penggunaannya.
Dalam era globalisasi dengan persaingan yang sangat ketat ini, masing-masing
negara berlomba untuk memajukan ilmu pengetahuan sebagai sarana memajukan dan
memakmurkan bangsa. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuandi dalam kehidupan
kita, akan berdampak pula pada perkembangan danpertumbuhan bahasa sebagai sarana
pendukungpertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, bahasa berfungsi sebagai wahana untuk
menyampaikan informasi dengan cepat dan sekecil-kecilnya, sehingga kita dapat
menguasai ilmu tersebut.
Bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan seharusnya dapat digunakan
secara maksimal dalam buku-buku teks, sumber bacaan, media massa, serta sumber
informasi lain yang dapat menunjang terserapnya informasi mutakhir dalam dunia ilmu
pengetahuan oleh masyarakat Indonesia. Namun, pada kenyataannya sering dijumpai
penggunaan bahasa asing yang tidak disesuaikan dulu dengan kaidah dan aturan tata
kebahasaan bahasa Indonesia pada sumber-sumber informasi vital bahkan di instansi
pendidikan milik pemerintah. Padahal istilah bahasa asing dalam hal ini bahasa Inggris
tersebut kebanyakan sudah terdapat padanan katanya dalam bahasa Indonesia.
Menjamurnya istilah-istilah dalam keilmuan yang menggunakan bahasa Inggris tersebut
tanpa disadari mulai mengancam peran bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu
pengetahuan.
Pada saat ini, Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan masih tertinggal jauh jika
dibandingkan dengan negara-negara maju yang menggunakan bahasa Inggris sebagai
penghela ilmu pengetahuan. Hal itu terjadi karena bahasa Inggris berkembang secara
seimbang dengan ilmu pengetahuannya, maka penggunaan bahasa pengantar pada
buku-buku yang dipakai dalam memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi pun
banyak yang menggunakan bahasa Inggris. Hal ini berbanding terbalik dengan bahasa
Indonesia yang perkembangannya tak seimbang dengan perkembangan budaya
masyarakatnya. Oleh karena itu, walaupun bahasa Indonesia sudah berperan sebagai
alat persatuan tetapi belum mampu berperan secara maksimal sebagai pengantar atau
penghela ilmu pengetahuan.

D. Bahasa Inggris sebagai Penghela Ilmu Pengetahuan


Pada tahun 1974, di dalam seminar politik bahasa nasional bahasa Indonesia,
dikemukakan kecemasan terhadap penggunaan bahasa daerah dan bahasa asing yang
berlebih-lebihan, melampaui batas-batas fungsional kedua bahasa ini dan menyusup
kepada ranah penggunaan bahasa Indonesia. Seminar tersebut juga mencemaskan
terdapatnya kecenderungan untuk mengabaikan kaidah-kaidah penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Kebiasaan seperti ini dianggap merupakan sebuah ‘bom
waktu’ yang dapat menghancurkan bangsa dan negara.
Saat ini bahasa Inggris adalah bahasa utama di beberapa negara dunia, seperti
Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, New Zealand, Kanada, dan beberapa negara
di Benua Asia dan Afrika. Dalam catatan resmi PBB, bahasa Inggris menjadi bahasa
terbesar ketiga setelah bahasa Mandarin dan Spanyol. Bahkan saat ini bahasa Inggris
dipelajari di seluruh instansi pendidikan yang ada di dunia sebagai bahasa internasional.
Kebutuhan masyarakat dunia akan penguasaan bahasa Inggris semakin pesat. Bahkan di
beberapa negara, bahasa Inggris dijadikan sebagai bahasa kedua setelah bahasa
nasional. Di negara lain, bahasa ini digunakan sebagai bahasa nasional mengingat
heterogenitas suku dan bangsa penduduknya dan bahasa Inggris dianggap sebagai satu-
satunya alat pemersatu bangsa.
Bahasa Inggris menduduki posisi dominan dalam bidang sains, komputer, farmasi,
teknologi, buku, penelitian, perdagangan internasional, pelayaran, penerbangan, media
massa, jurnalisme, politik luar negeri, kebudayaan dan olahraga anak muda, dan sistem
pendidikan. Luasnya ruang yang diinfiltrasi oleh bahasa Inggris membuatnya selalu
dipelajari untuk mengimbangi globalisasi. Hal itu menyebabkan banyak dari sumber-
sumber ilmu pengetahuan menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar serta
menjamurnya istilah berbahasa Inggris di dalam instansi-instansi pendidikan di seluruh
dunia.
Indonesia sebagai negara berkembang tentu menginginkan adanya kemajuan demi
memakmurkan kehidupan masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya lembaga
kursus yang menawarkan mata pelajaran bahasa Inggris di mana peminatnya sangat
banyak. Selain itu juga banyak instansi-instansi pendidikan yang memasukkan
penguasaan bahasa asing dalam hal ini bahasa Inggris sebagai salah satu syarat
kelulusan demi mempersiapkan lulusan yang dianggap mampu bersaing dan memiliki
nilai tambah di era globalisasi saat ini.
Bahasa Inggris memiliki struktur dan kaidah yang dapat dipelajari oleh pengguna
bahasa lain sehingga menunjang fungsi bahasa Inggris sebagai pengantar atau penghela
pengetahuan. Masyarakat yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris mendapatkan
nilai tambah yaitu akses memperoleh informasi dan pengetahuan secara lebih cepat dan
mutakhir jika dibandingkan dengan masyarakat yang tidak memiliki kemampuan bahasa
Inggris yang mumpuni.
Menurut Syafi’i (2003), masyarakat Indonesia yang berada pada strata sosial
menengah ke atas cenderung berusaha menguasai bahasa Inggris. Hal itu terjadi karena
beberapa alasan, antara lain: (1) adanya motivasi sosial untuk masuk ke dalam
pergaulan di kalangan elit masyarakat, karena adanya citra elit, intelektual, maju, dan
sejenisnya; (2) adanya motivasi ekonomi untuk memungkinkan memperoleh
kesempatan yang lebih luas mendapatkan berbagai jenis pekerjaan yang ditawarkan
berbagai perusahaan yang pada umumnya mempersyaratkan kemampuan penguasaan
bahasa Inggris secara aktif; dan (3) adanya motivasi pedagogis untuk menyerap
berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya berbagai motivasi tersebut membuat
kecenderungan masyarakat untuk menguasai bahasa Inggris semakin meningkat.
Menurut Sanjaya dalam penelitiannya tahun 2017, dari segi globalisasi tidak bisa
dihindari bahwa aturan main dan budaya dunia sekarang ini membuat mobilitas dan
interasi di antara warga dunia semakin tinggi. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas
dan tak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi
dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia.
Sudah tentu, hal itu semua menyangkut tentang kedisplinan berbahasa nasional, yaitu
pematuhan aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memerhatikan
situasi dan kondisi pemakaiannya.

PENUTUP
Pada era globalisasi saat ini, kemajuan suatu bangsa tidak dapat terlepas dari
perkembangan dunia ilmu pengetahuan. Salah satu variabel berkembangnya ilmu
pengetahuan adalah adanya kemantapan dan kemapanan dalam berbahasa. Indonesia sebagai
negara yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang banyak sudah seharusnya melek
terhadap perubahan zaman demi kemajuan dan kemakmuran masyarakatnya.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa nasional dan bahasa negara di mana
salah satu permuliaannya adalah digunakannya bahasa Indonesia sebagai pengantar atau
penghela ilmu pengetahuan. Salah satu syarat bahasa sebagai penghela ilmu pengetahuan
adalah adanya kemantapan dan kesesuaian bahasa terhadap perkembangan zaman dan
budaya masyarakatnya. Dalam hal ini bahasa Indonesia belum mampu menjadi penghela
ilmu pengetahuan secara maksimal sehingga dapat dijumpai penggunaan bahasa Inggris di
dalam sumber-sumber informasi yang mutakhir.
Penggunaan bahasa Inggris tersebut dapat merusak atau menggerus fungsi bahasa
Indonesia jika dilakukan secara boros dan tidak mengikuti kaidah kebahasaan dan
penggunaan bahasa asing dengan baik dan benar. Bahasa Indonesia merupakan milik semua
masyarakat Indonesia. Jadi sudah seharusnya masyarakat Indonesia terutama kaum
cendikiawannya menggunakan bahasa Indonesia secara maksimal sebagai upaya pelestarian
dan memasyarakatkan bahasa Indonesia serta menggunakan bahasa Inggris atau bahasa asing
lain seperlunya saja. Namun, masyarakat Indonesia harus tetap mempelajari bahasa asing
terutama bahasa Inggris agar tidak kalah bersaing di era globalisasi saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ariningsih, N. Sumarwati, & Saddhono. 2012. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia
dalam Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Basastra, Vol. 1,
No. 1, 130-141.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
__________. 2002. Pembakuan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, A., & Agustina, L. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Juanda, Cece Sobarna, & Nani Darheni. 2017. Pembinaan Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius.
Kurniawan, Khaerudin. 2012. Bahasa Indonesia Keilmuan untuk Perguruan Tinggi.
Bandung: Refika Aditama Bandung.
Kuswardinah. 2010. Filsafat Ilmu. Semarang: UNNES.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Marsudi. 2008. Eksistensi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan. Jurnal Sosial
Humaniora, Vo. 1, No. 2, 172-180.
Marsudi. 2009. Jati Diri Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Teknologi Informasi. Jurnal
Sosial Humaniora, Vo. 2, No. 2, 133-143.
Moeleong, L. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2010. Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi Kedudukan, Fungsi,
Pembinaan, dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Saddhono, K. 2012. Kajian Sosiolinguistik Pemakaian Bahasa Mahasiswa Asing dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk Penutur Asing (BIPA) di Universitas Sebelas
Maret. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 24, No. 2, 176-186.
___________. 2006. Bahasa Etnik Madura di Lingkungan Sosial: Kajian Sosiolinguistik di
Kota Surakarta.Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 18, No. 34, 174-186.
Sanjaya, M.D. 2017. Bahasa Indonesia dan Daerah sebagai Perekat Jati Diri dan Martabat
Bangsa di Era Globalisasi. Jurnal B.Indo Sastra, Vol.1, No.1, 10-14.
Sugono, D. 2008. Peran Bahasa Indonesia dalam Mencerdaskan Anak Bangsa. Semarang:
UNNES.
Suriasumantri, S. Jujun. 2001. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Syafi’ie, I. 2003. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Perspektif Globalisasi dan
Otonomi Daerah. Makalah disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra
Indonesia XXV Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta Se-Indonesia
di Yogyakarta 6-7 Oktober 2003.
Yanti, P., Fairul Zabadi, & Fauzi Rahman. 2016. Bahasa Indonesia Konsep Dasar dan
Penerapan. Jakarta: Grasindo.
Zamzani. 2014. Eksistensi Bahasa Indonesia dalam Pendidikan Berbasis Keragaman
Budaya. Jurnal Dialektika, Vo. 1, No. 2, 226-244.
Zusnani, I. 2012. Manajemen Pendidikan Berbasis Karakter Bangsa. Yogyakarta: Tugu.

Anda mungkin juga menyukai