Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

“DEFINISI DAN PENALARAN DALAM FILSAFAT ILMU”

Tugas Matakuliah yang diampu oleh: Dosen Marisa Achtari ,S.Ag.,M.Pd.

Oleh:

1. Al Mukholafataul Imanah NIM. 211B10322


2. M. Ridwan Rohmatullah NIM. 211B10320
3. Mardliyah NIM. 211B10340
4. Aminullah Hasan NIM 211B10223
5. Abdul muis NIM 211B10321
6. M. Ulin Nuha NIM 211B10232

PROGRAM SARJANA

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

UNIVERSITAS PGRI ARGOPURO JEMBER

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalâmu alaikum warah matullahi wabarokâtuh

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Definisi Dan Penalaran Dalam Filsafat
Ilmu” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang kita nanti natikan syafaat-nya
di ahirat nanti

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah atas limpahan nikmat sehat-nya baik
itu berupa sehat fisik maupun fikiran sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas
makalah yang diampu oleh Dosen Marisa Achtari ,S.Ag.,M.Pd.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan Didalamnya, Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila banyak
kesalahan dalam makalah ini penulis mohon maaf sebesar-besarnya .

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih

Jember, Desember 2021

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii

BAB 1..................................................................................................................................1

A. Pengertian Definisi ................................................................................................

B. Pengertian Penalaran................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

C. Silogisme Kategoris . ..............................................................................................

D. Proposisi Majemuk .................................................................................................

E. Silogisme Majemuk dan Dilema…………………………………………………..

F. Sesat Pikir…………………………………………………………………………

BAB III PENUTUP...........................................................................................................

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

BAB I
PENGERTIAN DEFINISI DAN PENALARAN

A. PENGERTIAN DEFINISI
Untuk menjelaskan sebuah konsep tentang nama, benda, atau satu obyek kita
adalah gampang-gampang susah. Satu contoh misalnya, konsep tentang “kursi”. Kalau
kita bertanya apa itu kursi dan kita menjawabnya atau menjelaskannya bahwa kursi
adalah tempat duduk, maka kita akan bertanya dengan konsep benda lain yang dapat
kita fungsikan sebagai tempat duduk, missal “lantai” atau “meja”. Lantas ketika kita
memberikan konsep kursi sebagai tempat duduk, apakah kursi sama dengan lantai atau
meja yang bisa juga berfungsi sebagai tempat duduk?
Penjelasan sebuah konsep itulah, kita sebut sebagai definisi. Pengertian definisi sendiri
dalam hal ini banyak yang masih tidak sama cara men”definisi”kannya. Satu contoh
misalnya di Wikipedia, definisi diartikan sebagai berikut:
Definisi adalah suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal, dan
biasanya lebih kompleks dari arti, makna, atau pengertian suatu hal. Ada berbagai
jenis definisi, salah satunya yang umum adalah definisi perkataan dalam kamus
(lexical definition). 
Ada juga yang mengartikan bahawa definisi adalah suatu batasan atau arti,
bisa juga dimaknai kata, frasa, atau kalimat yang
mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda,proses, atau
aktivitas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi ialah rumusan tentang ruang lingkup
dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi. Selain itu,
definisi juga diartikan sebagai uraian pengertian yang berfungsi
membatasi objek, konsep, dan keadaan berdasarkan waktu dan tempat suatu kajian.
Definisi merupakan usaha para ilmuwan untuk membatasi fakta dan konsep.

A. 1 .Unsur Penyusun Definisi


Suatu arti/makna kata tidak bisa langsung disebut sebagai definisi, karena
definisi mempunyai ciri-ciri khusus. Adapun arti/makna kata bisa diartikan sebagai
definisi jika terdapat unsur kata atau istilah yang didefinisikan, atau lazim disebut
definiendum. Selanjutnya, di dalam arti tersebut harus terdapat unsur kata, frasa,
atau kalimat yang berfungsi menguraikan pengertian, lazim disebut definiens, dan
tentunya juga harus ada pilihan katanya.
Pilihan kata tersebut ialah di mana definiens dimulai dengan kata benda,
didahului kata ada-lah. 
Misalnya kalimat Cinta adalah perasaan setia, bangga, dan prihatin dan
kalimat Mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi.
Yang kedua, definiens dimulai dengan selain kata benda umpamanya kata kerja atau
didahului kata yaitu.
Sebagai contoh Setia yaitu merasa terdorong untuk mengakui, memahami,
menerima, menghargai, menghormati, mematuhi, dan melestarikan. Kemudian,
definiens juga diharuskan memberi pengertian rupa atau wujud diawali
kata merupakan, seperti kalimat Mencintai merupakan tindakan terpuji untuk
mengakhiri konflik.
Adapun yang terakhir ialah bahwa definiens merupakan sebuah sinonim yang
didahului kata ialah.  Misalnya Pria ialah laki-laki.

A.2 .Syarat-Syarat suatu Definisi:


Dalam merumuskan definisi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan supaya
definisi yang dirumuskan itu baik dan betul-betul mengungkapkan pengertian yang
didefinisikan secara jelas dan mudah dimengerti. Syarat-syarat definisi secara umum
dan sederhana ada lima syarat, yaitu: 
1. Sebuah definisi harus menyatakan ciri-cir yang hakiki dari sesuatu yang
didefinisikan
2. Tidak boleh berputar-putar
3. Jangan terlalu luas dan terlalu sempit
4. Tidak dinyatakn secara negatif
5. Tidak dinyatakan dalam kalimat atau bahasa yang kabur pengertiannya atau
bahasa kiasan.
Syarat-syarat di atas biasanya digunakan dalam Definisi formal atau disebut juga
definisi terminologis, yaitu definisi yang disusun berdasarkan logika formal yang
terdiri tiga unsur. Struktur definisi ini berupa "kelas", "genus", "pembeda"
(deferensiasi).  Ketiga unsur tersebut harus tampak dalam definiens. Struktur formal
diawali dengan klarifikasi, diikuti dengan menentukan kata yang akan dijadikan
definiendium, dilanjutkan dengan menyebut genus, dan diakhiri dengan
menyebutkan kata-kata atau deskripsi pembeda.  Pembeda harus lengkap dan
menyeluruh sehingga benar-benar menunjukkan pengertian yang sangat khas dan
membedakan pengertian dari kelas yang lain. Contoh kalimat yang merupakan
definisi formal adalah Mahasiswa adalah pelajar di perguruan tinggi.
Lihat perbandingannya:
(a) Manusia adalah orang yang berakal budi (salah)  penggunaan sinonim
(b) Manusia adalah insan yang berakal budi (salah)  penggunaan sinonim dan
kiasan
(c) Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna (benar)
(d)Manusia adalah bagaikan hewan yang tidak pernah merasa puas (salah),
kata bagaikan dalam kalimat ini merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan dalam
definisi formal kiasan
(e) Pendidikan kewarganegaraan "tidak lain" adalah pembinaan pelajar agar
menjadi warga negara yang baik sehingga mampu hidup bersama dalam
masyarakat, baik sebagai anggota keluarga, masyarakat, maupun warga negara.
(salah) penggunaan kata negative: “tidak lain”
(f) Pendidikan kewarganegaraan adalah pembinaan pelajar agar menjadi
warganegara yang baik sehingga mampu hidup bersama
dalam keluarga, masyarakat, dan negara. (benar)

A.3 Klasifikasi Definisi


Definisi terdiri dari 3 macam
1. Definisi nominalis
2. Definisi realis
3. Definisi praktis

1. Definisi Nominalis
Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih
umum dimengerti. Jadi, sekadar menjelaskan kata sebagai tanda, bukan
menjelaskan hal yang ditandai. Definisi nominalis terutama dipakai pada
permulaan sesuatu pembicaraan atau diskusi. Definisi nominalis ada 6 macam,
yaitu definisi sinonim, definisi simbolik, definisi etimologik, definisi semantik,
definisi stipulatif, dan definisi denotatif. 
Dalam membuat definisi nominalis ada 3 syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Jika sesuatu kata hanya mempunyai sesuatu arti tertentu harus selalu
diikuti menurut arti dan pengertiannya yang sangat biasa,
b. Jangan menggunakan kata untuk mendefinisikan jika tidak tahu artinya
secara tepat
c. Jika arti sesuatu istilah menjadi objek pembicaraan maka harus tetap
diakui oleh kedua pihak yang berdebat. 

2. Definisi Realis /Definisi Formal


Definisi Realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah.
Jadi, bukan sekadar menjelaskan istilah, tetapi menjelaskan isi yang dikandung
oleh suatu istilah. Definisi realis ada 2 macam, yaitu:

i. Definisi Esensial
Definisi esensial, yakni penjelasan dengan cara menguraikan bagian-
bagian dasar yang menyusun sesuatu hal, yang dapat dibedakan antrra
definisi analitik dan definisi konotatif. Definisi analitik, yakni penjelasan
dengan cara menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang
mewujudkan esensinya. Definisi konotatif, yakni penjelasan dengan cara
menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri atas genus dan
diferensia. contoh: Psikologi berasal dari kata "psyche" berarti jiwa, dan
"logos" berarti ilmu, psikologi ialah ilmu jiwa. 

ii. Definisi Deskriptif.


Definisi deskriptif, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat
yang dimiliki oleh hal yang didefinisikan yang dibedakan atas dua hal,
definisi aksidental dan definisi kausal. Definisi aksidental, yakni
penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat
khusus yang menyertai hal tersebut, Definisi kausal, yakni penjelasan
dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi atau terwujud.
Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-
hal yang ditunjuk oleh suatu term. 
3. Definisi praktis 
Adalah penjelasan tentang sesuatu hal ditinjau dari segi kegunaan atau tujuan,
yang dibedakan atas 3 macam, definisi operasional, definisi fungsional, dan
definisi persuasif.
i. Definisi operasional, yakni penjelasan suatu term dengan cara menegaskan
langkah-langkah pengujian khusus yang harus dilaksanakan atau dengan
metode pengukuran serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat
diamati.
ii. Definisi fungsional, yakni penjelasan sesuatu hal dengan cara
menunjukkan kegunaan atau tujuannya.
iii. Definisi persuasif, yakni penjelasan dengan cara merumuskan suatu
pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain. Definisi persuasif pada
hakikatnya merupakan alat untuk membujuk atau teknik untuk
menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu. 

B. PENGERTIAN PENALARAN

Penalaran merupakan proses berfikir yang bertolak dari pengamatan indera yang
menghasilkansejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis
juga akan terbentuk suatu proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah
proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi
baru yang sebelumnya tidak pernah diketahhui. Proses inilah yang disebut
menalar.Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan
premis dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi.Untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah dapat digunakandua jenis penalaran yaitu Penalaran Deduktif dan
Penalaran Induktif.

a. Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa
umum, yang kebenarannya telah diketahu dan diyakini, dan berakhir pada suatu
kesimpulan atau pengetahuan yang baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini
diawali pembentukan teori, hipotesis, definisioprasional, instrumen dan
oprasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejalaterlebih dahulu harus
memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan
penelitian lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut,
konsepdan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala atau peristiwa.

b. Penalaran Induktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada peristiwa khusus
sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan yang baru yang bersifa umum.

Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif. Untuk
turun turun ke lapangan dan melakukan penelitian tidak harus memiliki konsep
secaracanggih tetapi cukup dengan mengamati lapangan dan dari pengamatan
lapanngan tersebut dapatditarik generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori
bukan merupakan prasyaratanmutlak tetapi kecermatan dalam menangkap gejala dan
memahami gejala merupakan kuncisukses untuk dapat mendeskripsikan gejala dan
melakukan generalisasi.

Hakikat Penalaran ,penalaran merupakan suatu kegiatan berfikir yang


mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenarannya. Penalaran
merapakan proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan.Ciri-ciri penalaran yaitu :

a. adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika (penalaran
merupakansuatu proses berfikir logis).
b. Sifat analitik dari proses berfikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
berfikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

BAB II
PEMBAHASAN
A. SILOGISME KATEGORIK

1.Pengertian

Silogisme kategorik adalah silogisme yang terdiri dari tiga proposisi kategoris,
yaitu dua buah premis dan sebuah konklusi. Hubungan antara term-term tidak
bersyarat.[1] Silogisme kategoris merupakan proses menggabungkan tiga proposisi,
dua menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.. Unsur-unsur penting yang
terdapat dalam silogisme kategoris adalah :
a. Tiga buah proposisi; premis mayor, premis minor dan konklusi
b. Tiga buah term; term Subjek (S), term predikat (P) dan term antara (M)

Premis mayor adalah premis yang didalamnya terdapat term predikat (P) yang
akan diperbandingkan dengan term antara (M). sedangkan premis minor didalamnya
terdapat term subjek (S) yang akan diperbandingkan dengan term antara (M). dan
kesimpulan adalah kebenaran baru yang diperoleh melalui proses penelaran yang
berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term mayor (P) dan term minor
(S).[2]
Contoh :

Premis mayor : Semua kendaraan umum (M) harus


memiliki izin trayek (P) Term minor : Semua bis
kota (S) adalah kendaraan umum (M) Kesimpulan
: Jadi, semua bis kota(S) harus
memiliki izin trayek (P)

Hubungan antara ketiga term tersebut (S-M-P) di dalam silogisme dapat


disederhanakan sebagai berikut :
M= P

S = M

S = P

2.Bentuk Silogisme Kategorik


Dalam memerhatikan kedudukan term pembandingan (M) dalam premis pertama
maupun dalam premis kedua, silogisme kategorik dapat dibedakan antara empat
bentuk atau empat pola, yakni sebagai berikut :

a.Silogisme Sub Pre


Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya dalam premis pertama sebagai
subjek dan dalam premis kedua sebagai predikat.

P
o
l
a
n
y
a

:
M PS M
SP
Contoh :
Semua manusia akan mati.
Rino adalah manusia.
Jadi, Rino akan mati
b.Silogisme Bis Pre
Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya menjadi predikat dalam
kedua premis. Polanya : PM
S
M
S
P
Contoh :
Semua orang yang berjasa terhadap
negara adalah pahlawan. Soekarno
adalah pahlawan.
Jadi, Soekarno adalah orang yang berjasa dalam negara.

c. Silogisme Bis Sub


Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya menjadi subjek dalam
kedua premis. Polanya : MP
M
S
S
P

Contoh :

Manusia
adalah
berbudaya.
Manusia itu
juga berakal
budi.
Jadi, semua manusia berakal budi adalah berbudaya.
d. Silogisme Pre Sub
Suatu bentuk silogisme yang term perbandingannya dalam premis utama sebagai
predikat dan dalam premis kedua sebagai subjek.
Polanya : PM

M
S
S
P
Contoh :
Semua influenza adalah penyakit.
Semua penyakit adalah mengganggu kesehatan.
Jadi, sebagian yang menggangggu kesehatan adalah influenza.
2. Hukum-hukum Silogisme Kategorik

Hukum-hukum dalam silogisme kategorik, yaitu:


a. Apabila dalaam satu premis partikular, kesimpulan harus
partikular juga, seperti: Semua yang halal dimakan
menyehatkan

Sebagian makanan
tidak menyehatkan, jadi
Sebagian makanan
tidak halal dimakan.
b. Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan
harus negatif juga, seperti: Semua korupsi tidak
disenangi
Sebagian
pejabat adalah
korupsi, jadi
Sebagian
pejabat tidak
disenangi
c. Dari dua premis yang sama-sama partikular, tidak sah diambil kesimpulan,
seperti:
Beberapa politikus tidak jujur
Banyak cendekiawan adalah politikus, jadi
Banyak cendekiawan tidak jujur.
Kesimpulan yang dihasilkan dari premis partikular tidak pernah menghasilkan
kebenaran yang pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti:
Sebagian besar pelaut
dapat menganyam tali
Hasan adalah pelaut,
Jadi, Kemungkinan besar Hasan dapat menganyam tali secara baik (tidak sah.)
d. Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan
apapun karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi
premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya
positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak
sah.Kerbau bukan bunga mawarKucing bukan bunga mawar (Tidak ada
kesimpulan)
e. Paling tidak salah satu term penengah harus tertebar (mencakup)

Dari dua premis yang term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan
kesimpulan yang salah, seperti
Semua
tanaman
membutuhka
n air
Manusia
membutuhka
n air
Jadi : manusia adalah tanaman

f. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat


yang ada di premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah. Seperti:
Kerb
au
adala
h
binat
ang
Kam
bing
buka
n
binat
ang
Jadi: kambing bukan binatang.

(Binatang pada konklusi merupakan term negatif, sedangkan pada premis


adalah positif)

g. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun
premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulannya menjadi
lain, seperti:
Bulan itu
bersinar di
langit
Januari
adalah
bulan
Jadi: januari bersinar di langit.

(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya
31 hari, sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi
bumi).

h. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subjek, term predikat dan term
middle. Apabila terdiri dari sebuah tema tidak bisa di turunkan konklusi, begitu
pula bila terdiri dari dua atau lebih dari tiga term seperti :
Tangan saya
menyentuh
meja Meja
menyentuh
lantai
Jadi, tangan saya menyentuh lantai (tidak sah)
( Dalam contoh tersebut terdapat empat term yaitu “tangan saya”. “menyentuh meja”,
“meja”, dan “menyentuh lantai”, jadi tidak ada konklusi yang dapat diambil.)
B. PROPOSISI MAJEMUK

Pengertian Proposisi Majemuk.


Selain dari apa yang dikenal dengan proposisi tunggal, dikenal juga bentuk proposisi
lain yang sangat komplek dan lebih bebas susunannya tidak terikat dengan bentuk
subyek dan predikat. Meskipun dapat dikatakan terdiri dari dua pengertian tetapi
pengertiannya dengan bentuk secara luas yang disebut dengan bagian. Bentuk
proposisi tersebut dikenal dengan sebutan proposisi majemuk.

Proposisi majemuk adalah suatu pernyataan yang terdiri atas hubungan dua bagian
yang dapat dinilai benar atau salah. Proposisi majemuk bentuknya luas dan bebas
tidak terikat adanya bentuk-bentuk tertentu yang berhubungan dengan kuantitas.
Yang menentukan adalah adanya hubungan, dan dengan adanya hubungan itu pula
yang dapat untuk mengungkapkan luas pengertian bagian pertama dan bagian kedua.
Dua bagian dalam proposisi majemuk disimbolkan dengan "p" untuk bagian pertama,
dan "q" untuk bagian kedua.
Contoh proposisi majemuk : 
 Budi adalah seorang sarjana hukum dan seorang sosiolog. Dirumuskan dengan
bentuk : p dan q.
 Barang siapa mencuri barang diancam dengan hukuman penjara. Dirumuskan
dengan bentuk : jika p maka q.
Bagian (Bentuk) Proposisi Majemuk.

Berdasarkan bentuk hubungan, proposisi majemuk dapat dibedakan menjadi 3


macam yaitu :

A. Proposisi Hipotetik.
Proposisi hipotetik adalah suatu pernyataan yang mempunyai hubungan
ketergantungan antara dua bagian, yang pertama sebagai anteseden dan kedua
sebagai konsekuen. Dalam proposisi hipotetik :
bagian pertama sebagai anteseden (An) disebut dengan premis yang disimbolkan
dengan "p", sedangkan bagian kedua sebagai konsekuen (Ks) disebut
dengan kesimpulan yang disimbulkan dengan "q". 

Hubungan ketergantungan dalam proposisi hipotetik adalah pengungkapan


pernyataan terjadinya sesuatu karena adanya sesuatu lain, yang disimbolkan
dengan "jika p maka q".
Contoh : Jika tidak ada acara lain, saya akan ke toko buku. 

Bentuk rumusan proposisi hipotetik ini dapat juga dilakukan dengan


mendahulukan konsekuen atas anteseden. Lebih bebas penggunaannya, karena
yang dipentingkan adalah bentuk hubungannya dapat dikembalikan dalam
rumusan awal.
Proposisi hipotetik yang mendahulukan konsekuen hanya khusus dalam
pernyataan biasa, adapaun pernyataan simbolik tetap dengan rumusan anteseden
terlebih dahulu  kemudian diikuti dengan konsekuen. Tidak dapat dibalik. 
Hubungan ketergantungan dalam proposisi hipotetik dapat berupa keseteraan,
persyaratan, atau kemungkinan.

Jenis Proposisi Hipotik.


Proposisi Hipotetik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Proposisi Ekuivalen. 
Proposisi Ekuivalen adalah pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
kesetaraan antara anteseden dan konsekuen. Hubungan ketergantungannya
dalam proposisi ekuivalen adalah berbentuk timbal balik.  Disimbolkan
dengan "jika p maka q dan jika q maka p" atau "p <=> q" yang dibaca p
ekuivalen q. 
Contoh :
apabila ukuran keempat sisi suatu kotak sama panjangnya, maka kotak itu
bujursangkar. Rumusan tersebut dapat juga dibalik : apabila kotak itu
bujursangkar, maka ukuran keempat sisi suatu kotak sama panjangnya. 

Proposisi ekuivalen dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 


1. Ekuivalen Kausalitas, yaitu pernyataan majemuk yang mempunyai
hubungan kesetaraan berupa sebab akibat.  
2. Ekuivalen Definisional, yaitu pernyataan majemuk yang mempunyai
hubungan kesetaraan berupa pembatasan arti. 
3. Ekuivalen Analitik, yaitu pernyataan majemuk yang mempunyai
hubungan kesetaraan berbentuk penguraian arti.

b. Proposisi Implikatif. 
Proposisi Implikatif adalah pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
persyaratan antara anteseden dan konsekuen. Hubungan persyaratan yang
dimaksudkan adalah dengan adanya anteseden pasti terwujud konsekuen, tapi
konsekuen belum tentu disebabkan adanya anteseden. Hubungan ketergantungan
dalam proposisi implikatif berbentuk hubungan persyaratan. Disimbolkan dengan
"jika p maka q dan q belum tentu karena p" atau "p =>q". 
Contoh : jika saya tidak punya uang maka saya tidak bisa membeli buku. 

Proposisi implikatif dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 


1. Implikasi Logis, yaitu pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
persyaratan atas dasar pertimbangan akal yang mengharuskan konsekuen
terjadi dengan terpenuhinya  anteseden. 
2. Implikasi Material, yaitu pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
persyaratan atas dasar isi yang dikandungnya dengan menetapkan konsekuen
pasti terjadi jika terpenuhi adanya anteseden.

c. Proposisi Problematik.
Proposisi problematik adalah suatu pernyataan yang hubungan ketergantungannya
bersifat kemungkinan antara anteseden dan konsekuen, dalam arti anteseden
terjadi belum tentu menyebabkan konsekuen, demikian juga konsekuen terjadi
belum tentu dikarenakan adanya anteseden. Hubungan ketergantungan dalam
proposisi problematik bersifat tidak pasti. Disimbolkan dengan "jika p mungkin
q dan jika q mungkin p". 
Contoh : jika memilih A sebagai direktur maka perusahaan terancam bangkrut.

B. Proposisi Disjungtif.
Proposisi disjungtif adalah pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
peng-atau-an antara dua bagian yang keduanya sebagai pilihan, yaitu bagian
pertama dan bagian kedua. Dalam disjungsi kedua pilihannya sama kedudukannya
sehingga dapat dibalik dan tidak mempengaruhi makna yang dikandungnya.
Hubungan peng-atau-an dalam proposisi disjungtif adalah pengungkapan
pernyataan untuk menentukan pilihan yang tiap bagiannya berkedudukan sama.
Dirumuskan dengan "p atau q". 
Contoh :
Baik murid itu laki-laki atau perempuan harus diperlakukan sama dalam
pendidikan. 

Jenis Proposisi Disjungtif.


Proposisi disjungtif dapat dibedakan menjadi menjadi 4 jenis, yaitu :

a. Disjungsi Eksklusif. 
Disjungsi eksklusif adalah kedua pilihanya tidak dapat bersatu tetapi ada
kemungkinan ketiga. Disjungsi eksklusif merupakan pernyataan majemuk yang
mempunyai hubungan peng-atau-an yang saling menyisihkan antara dua
bagian, yaitu antara bagian pertama (P1) dan bagian kedua (P2) tidak dapat
bersatu tetapi ada kemungkinan ketiga (K3) dalam arti bukan bagian pertama
dan bukan bagian ketiga.

b. Disjungsi Inklusif. 
Disjungsi inklusif adalah kedua pilihannya dapat bersatu tetapi tidak ada
kemungkinan ketiga. Disjungsi inklusif merupakan pernyataan majemuk yang
mempunyai hubungan pengatauan yang dapat merangkum antara dua bagian,
yaitu antara bagian pertama (P1) dan bagian kedua (P2) dapat bersatu sebagai
perpaduan (Pa) dan tidak ada kemungkinan ketiga.

c. Disjungsi Alternatif atau Disjungsi Kontradiktif. 


Disjungsi alternatif atau disjungsi kontradiktif adalah  kedua pilihannya tidak
dapat bersatu dan tidak ada kemungkinan ketiga. Disjungsi alternatif
merupakan pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan pengatauan yang
berlawanan penuh antara dua bagian, yaitu antara bagian pertama (P1) dan
bagian kedua (P2) tidak dapat bersatu dan tidak ada kemungkinan ketiga. Atau
bagian yang satu merupakan kebalikan dari bagian yang lain.

d. Disjungsi Kolektif. 
Disjungsi kolektif adalah kedua pilihannya dapat bersatu dan ada kemungkinan
ketiga.

C. Proposisi Konjungtif.
Proposisi konjungtif adalah pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
penyertaan antara dua bagian sebagai unsurnya. Dua bagian dalam konjungsi
adalah bagian pertama atau penyerta pertama (P1) dan bagian kedua atau penyerta
kedua (P2) yang kedudukannya sama. Hubungan penyertaan dalam proposisi
konjungtif merupakan pengungkapan pernyataan untuk menyebutkan dua unsur
atau penyertanya secara bersamaan dan yang berkedudukan sama, sehingga
keduanya jika ditukar tidak akan mengubah makna yang dikandungnya. Proposisi
konjungtif diungkapkan dengan "p dan q" dan disimbolkan dengan : p ^ q.
Contoh :
Budi adalah pendiri perusahaan Maju Mundur dan direktur pertama perusahaan. 
Jenis Proposisi Konjungtif.
Proposisi konjungtif dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Konjungsi Disjungtif.
Konjungsi disjungtif adalah pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
penyertaan antara dua bagian yang keduanya dapat dikembalikan dalam bentuk
pengatauan. Hubungan penyertaan dalam konjungsi disjungtif adalah penyebutan
dua unsur atau penyertanya berpangkal pada suatu himpunan semestanya menuju
himpunan bagian yang merupakan unsurnya. 

Konjungsi disjungtif dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 


Konjungsi Eksklusif, yang merupakan pernyataan dengan hubungan penyertaan
yang kedua bagiannya tidak dapat bersatu tetapi ada kemungkinan ketiga. 
Konjungsi Inklusif, yang merupakan peryataan dengan hubungan penyertaan
yang kedua bagiannya dapat bersatu tetapi tidak ada kemungkinan ketiga. 
Konjungsi Alternatif, yang merupakan pernyataan dengan hubungan penyertaan
yang kedua bagiannya tidak dapat bersatu dan tidak ada kemungkinan ketiga.

b. Konjungsi Predikatif. 
Konjungsi predikatif adalah pernyataan majemuk yang mempunyai hubungan
penyertaan berbentuk penyatuan antara dua bagian, dalam arti bagian pertama dan
bagian kedua merupakan suatu sebutan. Dua bagian sebagai unsur atau penyertaan
ini harus ada kedua-duanya.
Konjungsi predikatif tersebut biasa hanya disebut dengan konjungsi, sedangkan
bentuk konjungsi disjungtif pada dasarnya dapat dikembalikan dalam bentuk
disjungsi. Demikian jika dinyatakan disjungsi, maka yang dimaksudkan
adalah disjungsi inklusif, bukan disjungsi yang lain.
C.SILOGISME MAJEMUK DAN DILEMA
1. PENGERTIAN SILOGISME MAJEMUK DAN DILEMA
Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung, karena dalam silogisme
kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenaranya diambil secara sintetis dari dua
permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Silogisme pada umumnya yang
didefinisikan sebagai suatu bentuk penyimpulan secara deduktif berdasarkan hubungan
dua pernyataan yang melahirkan pernyataan lain sebagai kesimpulannya.
kesimpulandari dua macam keputusan ( yang mengandung unsur yang sama dan salah
satunya harus universal ) suatu keputusan yang ketiga yang kebenarannya sama dengan
dua keputusan yang mendahuluinya [1] . Dengan kata lain silogisme adalah merupakan
pola berpikir yang di susun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan .
Penyimpulan dalam bentuk silogisme ada empat macam, yaitu silogisme kategorik,
silogisme hipotetik, silogisme disyungtif, dan dilema
A. Silogisme Kategorik
Silogisme kategoris merupakan proses menggabungkan tiga proposisi, dua
menjadi dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.
Unsur-unsur penting yang terdapat dalam silogisme kategoris adalah :
a. Tiga buah proposisi; premis mayor, premis minor dan konklusi
b. Tiga buah term ( ketentuan) ; term Subjek (S), term predikat (P) dan term
antara (M)
Premis mayor adalah premis yang didalamnya terdapat term predikat (P) yang
akan diperbandingkan dengan term antara (M). sedangkan premis minor
didalamnya terdapat term subjek (S) yang akan diperbandingkan dengan term
antara (M). dan kesimpulan adalah kebenaran baru yang diperoleh melalui
proses penelaran yang berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term
mayor (P) dan term minor (S).[2]
Contoh :
Premis mayor : Semua kendaraan umum (M) harus memiliki izin trayek (P)
Term minor : Semua bis kota (S) adalah kendaraan umum (M)
Kesimpulan : Jadi, semua bis kota(S) harus memiliki izin trayek (P)
B. Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik atau silogisme pengandaian adalah semacam pola penalaran
deduktif yang mengandung hipotesis. Silogisme ini bertolak dari suatu pendirian
bahwa ada kemungkinan apa yang disebut dalam proposisi itu tidak ada atau
tidak terjadi. Premis mayornya mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis,
dan premis minornya mengandung pernyataan apakah kondisi pertama terjadi
atau tidak.
Contohnya :
Bila hujan, bumi akan basah
Sekarang bumi telah basah
Jadi hujan telah turun
C. Silogisme Disyungtif
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan
disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorik yang mengakui atau
mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor
Contohnya :
Hasan di rumah atau di pasar
Ternyata tidak di rumah
Jadi, Hasan di pasar.
D. Dilema
Dilema adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme
hipotetik dan silogisme disyungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri
dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disyungtif.
Konklusinya, berupa proposisi disyungtif, tetapi bisa proposisi kategorika. Dalam
dilema, terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinannya sama berat.
Adapun konklusi yang diambil selalu tidak menyenangkan. Bentuk penyimpulan
dilema sering digunakan dalam perbincangan untuk menuntut pada lawan bicara
mengambil kesimpulan yang sulit atau tidak menyenangkan.
Contoh :
Jika engkau berbuat adil, manusia akan membencimu. Jika engkau tidak berbat
adil, dewa-dewa akan membencimu. Sedangkan kau harus berbuat adil atau tidak
adil. Berbuat adil atau tidak engkau akan dibenci.
2. KESIMPULAN
Silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung. Dikatakan demikian
karena dalam silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya
diambil secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan.
a. Silogisme Kategorik, adalah proses penggabungan tiga proposisi, dua menjadi
dasar penyimpulan, satu menjadi kesimpulan.
b. premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari
term anteceden atau term konsekuen premis mayornya.
c. Silogisme Disyungtif, adalah silogisme yang premis mayornya keputusan
disyungtif sedangkan premis minornya keputusan kategorika yang mengakui
atau mengingkari salah satu alternatif yang di sebut oleh premis mayor.
d. Dilema, adalah argumentasi, bentuknya merupakan campuran antara silogisme
hipotetik dan silogisme disyungtif, hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri
dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu

D.KESESATAN BERPIKIR

Ilmu logika lahir bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam
usaha untuk menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak
yang mencoba membantah pemikirannya dengan para filusuf lainnya dengan
menunjukkan kesesatan penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas
kesesatan penalaran tersebut. Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berfikir
(fallacia atau fallacy).

Kesesatan berfikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya


tidak logis, salah arah dan menyesatkan. Ini karena adanya suatu gejala berfikir yang
disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Kesesatan relevansi timbul ketika seseorang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak
relevan pada premisnya atau secara logis kesimpulan tidak terkandung bahkan tidak
merupakan implikasi dari premisnya

Dalam sejarah perkembangan logika terdapat berbagai macam tipe kesesatan


dalam penalaran. Walaupun model klasifikasi kesesatan yang dianggap baku hingga
saat ini belum disepakati para ahli, mengingat cara bagaimana penalaran manusia
mengalami kesesatan sangat bervariasi, namun secara sederhana kesesatan dapat
dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material.
Kesalahan logis yang di dalam bahasa asing disebut fallacy (Inggris) atau drogreden
(Belanda), bukanlah kesalahan fakta seperti Pangeran Diponegoro wafat tahun 1950,
tetapi merupakan bentuk kesimpulan yang dicapai atas dasar logika, atau penalaran
yang tidak sehat, misalnya Dadang lahir di bawah bintang Scorpio, maka hidupnya akan
penuh penderitaan. Kesalahan logis dapat terjadi pada siapapun juga betapa tinggi
intelegensi seseorang ataupun betapa lengkapnya informasi yang dimilikinya, meskipun
semakin seseorang tahu bagaimana berpenalaran tertib, semakin kuranglah
kemungkinannya terjerumus ke dalam kesalahan logis.

A. Kesesatan Material

Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi)


penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang
menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan, dan juga dapat terjadi karena
memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya
(kesesatan relevansi). Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-
masing kata itu dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat
yang bersangkutan. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam
kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidakcermatan dalam
menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata dalam
sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan keseluruhan arti kalimatnya. Maka,
meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata
tersebut dapat bervanasi artinya. Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti
kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.

Berikut ini adalah beberapa bentuk kesesatan karena penggunaan bahasa

1. Kesesatan Aksentuasi Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu diwaspadai


karena ada suku kata yang harus diberi tekanan. Perubahan dalam tekanan terhadap
suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu kurangnya perhatian
terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti sehingga penalaran
mengalami kesesatan.
2. Kesesatan aksentuasi verbal Contoh: Serang (kota) dan serang (tindakan menyerang
dalam pertempuran). Apel (buah) dan apel bendera (menghadiri upacara bendera).
Mental (kejiwaan) dan mental (terpelanting). Tahu (masakan, makanan) dan tahu
(mengetahui sesuatu).

3. Kesesatan aksentuasi non-verbal Contoh sebuah iklan: "Dengan 2,5 juta bisa
membawa motor". Mengapa bahasa dalam iklan ini termasuk kesesatan aksentuasi
non-verbal (contoh kasus): Karena motor ternyata baru bisa dibawa (pulang) tidak
hanya dengan uang 2,5 juta tetapi juga dengan menyertakan syarat-syarat lainnya
seperti slip gaji, KTP, rekening listrik terakhir dan keterangan surat kepemilikan
rumah. Contoh ungkapan: '''Apa''' dan '''Ha'''. memiliki arti yang berbeda-beda bila: *
diucapkan dalam keadaan marah * diucapkan dalam keadaan bertanya * diucapkan
untuk menjawab panggilan.

4. Kesesatan Ekuivokasi Kesesatan ekuivokasi adalah kesesatan yang disebabkan


karena satu kata mempunyai lebih dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran terjadi
pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka terjadilah kesesatan penalaran.

5. Kesesatan Ekuivokasi verbal Adalah kesesatan ekuivokasi yang terjadi pada


pembicaraan dimana bunyi yang sama disalah artikan menjadi dua maksud yang
berbeda.

Contoh: bisa (dapat) dan bisa (racun ular). Seorang pasien berkebangsaan Malaysia
berjumpa dengan seorang dokter Indonesia. Setelah diperiksa, doktor memberi
nasihat, "Ibu perlu menjaga makannya." Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan
ayam?". Sang dokter menjawab "Bisa." Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan
ikan?". Sang dokter menjawab "Bisa." Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan
sayur?". Sang dokter menjawab "Bisa." Sang pasien merasa marah lalu membentak
"Kalau semua bisa (beracun), apa yang saya hendak makan.....?". contoh yang lain
adalah: Teh (tumbuhan, jenis minuman) dan teh (basa sunda - kata imbuhan) Buntut
(ekor) dan buntut (anak kecil yang mengikuti kemanapun seorang dewasa pergi)
Menjilat (es krim) dan menjilat (ungkapan yang dikenakan pada seseorang yang
memuji berlebihan dengan tujuan tertentu)
6. Kesesatan Ekuivokasi non-verbal Contoh: Menggunakan kain atau pakaian putih-
putih berarti orang suci. Di India wanita yang menggunakan kain sari putih-putih
umumnya adalah janda. Bergandengan sesama jenis pasti [homo]. Menggelengkan
kepala (berarti tidak setuju), namun di India menggelengkan kepala dari satu sisi ke
sisi yang lain menunjukkan kejujuran. Bahasa Tubuh dalam Pergaulan Sehari-hari.

7. Kesesatan Amfiboli Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang


dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya menjadi
bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau [term] tertentu dalam konteks
kalimatnya. Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya,
padalahal hanya satu saja makna yang benar sementara makna yang lain pasti salah.
Contoh: Dijual kursi bayi tanpa lengan. Arti 1: Dijual sebuah kursi untuk seorang
bayi tanpa lengan. Arti 2: Dijual sebuah kursi tanpa dudukan lengan khusus untuk
bayi. Penulisan yang benar adalah: Dijual kursi bayi, tanpa lengan kursi. Contoh lain:
Kucing makan tikus mati. * Arti 1: Kucing makan, lalu tikus mati * Arti 2: Kucing
makan tikus lalu kucing tersebut mati * Arti 3: Kucing sedang memakan seekor tikus
yang sudah mati. Panda eat shoots and leaves. * Arti 1: Panda makan, lalu
menembak, kemudian pergi. * Arti 2: Seekor panda memakan pucuk bambu dan
dedaunan. Ali mencintai kekasihnya, dan demikian pula saya! * Arti 1: Ali mencintai
kekasihnya, dan saya juga mencintai kekasih Ali. * Arti 2: Ali mencintai kekasihnya
dan saya juga mencintai kekasih saya.

8. Kesesatan Metaforis Disebut juga (''fallacy of metaphorization'') adalah kesesatan


yang terjadi karena pencampur-adukkan arti [kiasan] dan arti sebenarnya. Artinya
terdapat unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara kedua arti tersebut. Tetapi
bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya maka
terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga kesesatan karena analogi palsu.
Contoh: ''Pemuda'' adalah ''tulang punggung'' negara. Penjelasan kesesatan: Pemuda
di sini adalah arti sebenarnya dari orang-orang yang berusia muda, sedangkan tulang
punggung adalah arti kiasan karena negara tidak memiliki tubuh biologis dan tidak
memiliki tulang punggung layaknya mahluk vertebrata. Pencampur adukan arti
sebenarnya dan anti kiasan dari suatu kata atau ungkapan ini sering kali disengaja
seperti yang terjadi dalam dunia lawak Kesesatan metaforis ini dikenal pula dengan
nama kesesatan karena analogi palsu. Lelucon dibawah ini adalah contoh dari
kesesatan metaforis: Pembicara 1: Binatang apa yang haram? Pembicara 2: Babi P 1:
Binatang apa yang lebih haram dari binatang yang haram? P 2: ? P 1: Babi hamil!
Karena mengandung babi. Nah, sekarang binatang apa yang paling haram? Lebih
haram daripada babi hamil? P 2: ? P 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak
babinya anak haram.

9. Kesesatan Relevansi Kesesatan Relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena
argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi
terarah kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara)
yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya.
Kesesatan ini timbul apabila orang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan
premisnya. Artinya secara logika atau logis. Kesimpulan tersebut tidak terkandung
dalam atau tidak merupakan implikasi dari premisnya. Jadi penalaran yang
mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya hubungan logis antara
premis dan kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan adanya hubungan
- namun kesan akan adannya hubungan secara psikologis ini sering kali membuat
orang terkecoh.

10. Argumentum ad Hominem Tipe I (abusif) Argumentum ad Hominem Tipe I adalah


argumen diarahkan untuk menyerang manusianya secara langsung. Penerapan
argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang
menyatakan sebuah argumen. Hal ini keliru karena ukuran logika dihubungkan
dengan kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang yang sebenarnya tidak
relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya. Argumen ini juga dapat
menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap pribadi seseorang. Hal ini dapat
terjadi karena perkbedaan pandangan. Ukuran logika (pembenaran) pada sesat pikir
argumentum ad hominem jenis ini adalah kondisi pribadi dan karakteristik personal
yang melibatkan: gender, fisik, sifat, dan psikologi. Contoh 1: Tidak diminta
mengganti bohlam (bola lampu) karena seseorang itu pendek. Kesesatan: tingkat
keberhasilan pergantian sebuah bola lampu dengan menggunakan alat bantu tangga
tidak tergantung dari tinggi atau pendeknya seseorang. Contoh 2: Seorang juri lomba
menyanyi memilih kandidat yang cantik sebagai pemenang, bukan karena suaranya
yang bagus tapi karena parasnya yang lebih cantik dibandingkan dengan kandidat
lainnya, walaupun suara kandidat lain ada yang lebih bagus.
11. Argumentum ad Hominem Tipe II (sirkumstansial) Berbeda dari argumentum ad
hominem Tipe I, ad hominem Tipe II menitikberatkan pada perhubungan antara
keyakinan seseorang dan lingkungan hidupnya. Pada umumnya ad hominem Tipe II
menunjukkan pola pikir yang diarahkan pada pengutamaan kepentingan pribadi,
sebagai contoh: suka-tidak suka, kepentingan kelompok-bukan kelompok, dan hal-
hal yang berkaitan dengan SARA. Contoh 3: Pembicara G: Saya tidak setuju dengan
apa yang Pembicara S katakan karena ia bukan orang Islam. Perdebatan tentang
Pembicaraan poligami. Kesesatan: ketidak setujuan bukan karena hasil penalaran
dari argumentasi, tetapi karena lawan bicara berbeda agama. Bila ada dua orang yang
terlibat dalam sebuah konflik atau perdebatan, ada kemungkinan masing-masing
pihak tidak dapat menemukan titik temu dikarenakan mereka tidak mengetahui
apakah argumen masing-masing itu benar atau keliru. Hal ini terjadi ketika masing-
masing pihak beragumen atas dasar titik tolak dari ruang lingkup yang berbeda satu
sama lain. Contoh 4: Argumentasi apakah Isa adalah Tuhan Yesus (Kristen) ataukah
seorang nabi (Islam). Ini adalah sebuah contoh argumentasi yang tidak akan
menemukan titik temu karena berangkat dari keyakinan dan ilmu agama yang
berbeda Contoh 5: Dosen yang tidak meluluskan mahasiswanya karena
mahasiswanya berasal dari suku yang ia tidak suka dan sering protes di kelas, bukan
karena prestasi akademiknya yang buruk. Argumentum ad hominem Tipe I dan II
adalah argumentasiargumentasi yang mengarah kepada hal-hal negatif dan biasanya
melibatkan emosi.

12. Argumentum ad baculum Argumentum ad baculum (Bahasa Latin: baculus berarti


tongkat atau pentungan) adalah argumen ancaman mendesak orang untuk menerima
suatu konklusi tertentu dengan alasan, bahwa jika ia menolak akan membawa
akibat yang tidak diinginkan. Argumentum ad baculum banyak digunakan oleh
orang tua agar anaknya menurut pada apa yang diperintahkan, contoh menakut-
nakuti anak kecil: Bila tidak mau mandi nanti didatangi oleh wewe gombel (sejenis
hantu yang mengerikan). Sebagai alternatif orang tua mungkin dapat menggunakan
dilema konstruksi sederhana, agar anaknya mau mematuhi permintaan, Contoh:
Adik mau mandi dengan ayah atau dengan Filsafat Berpikir | 139 ibu? Di sini
pilihan yang diberikan sama akibatnya sehingga sulit untuk mengambil keputusan
karena yang manapun yang dipilih akan tetap sulit. Argumen ini dikenal juga
dengan argumen ancaman yang merupakan pernyataan atau keadaan yang
mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan jika
menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan. Contoh argumentum ad
baculum: Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tapi karena
kalau ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan datang dan mencubitnya.
Pengendara motor yang berhenti pada lampu merah bukan karena ia menaati
peraturan tetapi karena ada polisi yang mengawasi dan ia takut ditilang. Pegawai
bagian penawaran yang berbohong kepada pembeli agar produk yang ia jual laku,
karena ia takut dipecat bila ia tidak melakukan penjualan. Jenis argumentum ad
baculum yang juga dapat terjadi adalah mengajukan gagasan (yang seringkali
bersifat tuntutan) agar didengar dan dipenuhi oleh pihak penguasa, namun gagasan
itu didasari oleh penalaran yang sama sekali irasional dan argumen yang
dikemukakan tidak memperlihatkan hubungan logis antara premis dan
kesimpulannya. Penolakan mahasiswa akan skripsi sebagai syarat kelulusan dengan
alasan skripsi mahal dan menjadi "akal-akalan" dosen.

13. Argumentum ad misericordiam (Latin: misericordia artinya belas kasihan)


Argumentum ad misericordiam adalah sesat pikir yang sengaja diarahkan untuk
membangkitkan rasa belas kasihan lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh
pengampunan atau keinginan. Contoh: # Pengemis yang membawa anak bayi tanpa
celana dan digeletakkan tidur di trotoar. # Pencuri motor yang beralasan bahwa ia
miskin dan tidak bisa membeli sandang dan pangan.

14. Argumentum ad populum (Latin: populus berarti rakyat atau massa) Argumentum
ad populum adalah argumen yang menilai bahwa sesuatu pernyataan adalah benar
karena diamini oleh banyak orang. Contoh: * Satu juta orang Indonesia
menggunakan jasa layanan seluler X, maka sudah pasti itu layanan yang bagus. *
Semua orang yang saya kenal bersikap pro Presiden. Maka saya juga tidak akan
mengkritik Presiden. * Mana mungkin agama yang saya anut salah, lihat saja jumlah
penganutnya paling banyak di muka bumi.

15. Argumentum auctoritatis (alias: Argumentum ad Verecundiam) (Latin: auctoritas


berarti kewibawaan) Argumentum auctoritatis adalah sesat pikir dimana nilai
penalaran ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya.
Jadi suatu gagasan diterima sebagai gagasan yang benar hanya karena gagasan
tersebut dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal karena keahliannya. Sikap
semacam ini mengandaikan bahwa kebenaran bukan sesuatu yang berdiri sendiri
(otonom), dan bukan berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, melainkan
tergantung dari siapa yang mengatakannya (kewibawaan seseorang). Argumentasi ini
mirip dengan Kesesatan Argumentum ad Hominem 1 (argumentum ad hominem).
Bedanya dalam argumentum ad hominem yang menjadi acuan adalah pribadi orang
yang menyampaikan gagasan (dilihat dari disenangi atau tidak disenangi), maka
dalam argumentum auctoritatis ini dilihat dari siapa (posisinya dalam masyarakat
atau keahlianny atau kewibawaannya) yang mengemukakan. Contoh: * Apa yang
dikatakan ulama A pada kampanye itu pasti benar. * Apa yang dikatakan pastor B
dalam iklan itu pasti benar. * Apa yang dikatakan Rhoma Irama pasti benar. * Apa
yang dikatakan pak dokter pasti benar. * "Saya yakin apa yang dikatakan beliau
adalah baik dan benar karena beliau adalah seorang pemimpin yang brilian, seorang
tokoh yang sangat dihormati, dan seorang dokter yang jenius".

16. Appeal To Emotion Appeal to Emotion adalah argumentasi yang diberikan dengan
sengaja tidak terarah kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi dibuat sedemikian
rupa untuk menarik respon emosi si lawan bicara. Respon emosi bisa berupa rasa
malu, takut, bangga, atau sebagainya. Contoh 1: Pembicara G: Saya merasa aneh
mengapa Pejabat X tidak setuju dengan program kesejahteraan. Pembicara S: Mana
mungkin orang baik seperti beliau salah. Lihat saja kedermawanannya di masyarakat.
Contoh 2: "Pemuda yang baik dan budi luhur, sudah semestinya turut serta
berdemonstrasi!" 142 | Ainur Rahman Hidayat Contoh 3: "Pejabat Bank Indonesia
dituduh korupsi, tapi lihatlah, anaknya mengajukan pembelaan sambil berurai air
mata."

17. lgnoratio elenchi Ignoratio elenchi adalah kesesatan yang terjadi saat seseorang
menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Loncatan dari premis ke
kesimpulan semacam ini umum dilatarbelakangi prasangka, emosi, dan perasaan
subyektif.Ignoratio elenchi juga dikenal sebagai kesesatan red herring. Contoh: #
Kasus pembunuhan umat minoritas difokuskan pada agamanya, bukan pada tindak
kekerasannya. # Seorang pejabat berbuat dermawan; sudah pasti dia tidak tulus atau
mencari muka. # Saya tidak percaya aktivis mahasiswa yang naik mobil pribadi ke
kampus. # Sia-sia bicara politik kalau mengurus keluarga saja tidak becus.

18. Argumentum ad ignoratiam Argumentum ad ignoratiam adalah kesesatan yang


terjadi dalam suatu pernyataan yang dinyatakan benar karena kesalahannya tidak
terbukti salah, atau mengatakan sesuatu itu salah karena kebenarannya tidak terbukti
ada. Contoh 1: Saya belum pernah lihat Tuhan, setan, dan hantu; sudah pasti mereka
tidak ada. Contoh 2: Karena tidak ada yang berdemonstrasi, saya anggap semua
masyarakat setuju kenaikan BBM. Contoh 3: Diamnya pemerintah atas tuduhan
konspirasi, berarti sama saja menjawab "ya" (padahal belum tentu). Pernyataan di
atas merupakan sesat pikir karena belum tentu bila seseorang tidak mengetahui
sesuatu itu ada atau tidak bukan berarti sesuatu itu benar-benar tidak ada.

19. Petitio principii Petitio principii adalah kesesatan yang terjadi dalam kesimpulan
atau pernyataan pembenaran dimana didalamnya (premis) digunakan sebagai
kesimpulan dan sebaliknya, kesimpulan dijadikan premis. Sehingga meskipun
rumusan (teks atau kalimat) yang digunakan berbeda, sebetulnya sama maknanya.
Contoh: Belajar logika berarti mempelajari cara berpikir tepat, karena di dalam
berpikir tepat ada logika. Guru: "Kelas dimulai jam 7:30 kenapa kamu datang jam
8:30?" Murid: "Ya, karena saya terlambat.." Kesesatan petitio principii juga dikenal
karena pernyataan berupa pengulangan prinsip dengan prinsip.

20. Kesesatan non causa pro causa (post hoc ergo propter hoc atau false cause)
Kesesatan yang dilakukan karena penarikan penyimpulan sebab-akibat dari apa yang
terjadi sebelumnya adalah penyebab sesungguhnya suatu kejadian berdasarkan dua
peristiwa yang terjadi secara berurutan. Orang lalu cenderung berkesimpulan bahwa
peristiwa pertama merupakan penyeab bagi peristiwa kedua, atau peristiwa kedua
adalah akiat dari peristiwa pertama - padahal | urutan waktu saja tidak dengan
sendirinya menunjukkan hubungan sebab-akibat. Kesesatan ini dikenal pula dengan
nama kesesatan ''post-hoc ergo propter hoc'' (sesudahnya maka karenanya). Contoh:
Seorang pemuda setelah diketahui baru putus cinta dengan pacarnya, esoknya sakit.
Tetangganya menyimpulkan bahwa sang pemuda sakit karena baru putus cinta.
Kesesatan: Padahal diagnosa dokter adalah si pemuda terkena radang paru-paru
karena kebiasaannya merokok tanpa henti sejak sepuluh tahun yang lalu.
21. Kesesatan aksidensi Kesesatan aksidensi adalah kesesatan penalaran yang dilakukan
oleh seseorang bila ia memaksakan aturan-aturan atau cara-cara yang bersifat umum
pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat aksidental; yaitu situasi yang bersifat
kebetulan, tidak seharusnya ada atau tidak mutlak. Contoh: # Gula baik karena gula
adalah sumber energi, maka gula juga baik untuk penderita diabetes. # Orang yang
makan banyak daging akan menjadi kuat dan sehat, karena itu vegetarian juga
seharusnya makan banyak daging supaya sehat.

22. Kesesatan karena komposisi dan divisi Kesesatan karena komposisi terjadi bila
seseorang berpijak pada anggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi individu atau
beberapa individu dari suatu kelompok tertentu pasti juga benar (berlaku) bagi
seluruh kelompok secara kolektif. Contoh: # Badu ditilang oleh polisi lalu lintas di
sekitar jalan Sudirman dan Thamrin dan polisi itu meminta uang sebesar Rp. 100.000
bila Badu tidak ingin ditilang, maka semua polisi lalu lintas di sekitar jalan sudirman
dan thamrin adalah pasti pelaku pemalakan. # Maulana Kusuma anggota KPU
sekaligus dosen kriminologi di UI melakukan korupsi, maka seluruh anggota KPU
yang juga dosen di UI pasti koruptor. Kesesatan karena divisi terjadi bila seseorang
beranggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi seluru kelompok secara kolektif
pasti juga benar (berlaku) bagi individu-individu dalam kelompok tersebut. Contoh
1: Banyak pejabat pemerintahan korupsi. Yahya Zaini adalah anggota DPR, maka
Yahya Zaini juga korupsi. Contoh 2: Umumnya pasangan artis-artis yang baru
menikah pasti lalu bercerai. Dona Agnesia dan Darius adalah pasangan artis yang
baru menikah, pasti sebentar lagi mereka bercerai.

23. Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks Kesesatan ini bersumber pada
pertanyaan yang sering kali disusun sedemikian rupa sehingga sepintas tampak
sebagai pertanyaan yang sederhana, namun sebetulnya bersifat kompleks. Jika
diterapkan dalam kehidpan sehari-hari maksud dari kesesatan ini adalah karena
pertanyaan yang diajukan sangat kompleks, bukan hanya pertanyaan yang
memerlukan jawaban ya atau tidak. Contoh pertanyaan sederhana, dengan
pertanyaan ya atau tidak: Apakah kamu yang mengambil majalahku? ... Jawab ya
atau tidak. Pertanyaan ini sulit dijawab hanya dengan ya dan tidak, apalagi bila yang
ditanya merasa tidak pernah mengambilnya.

B. Kesesatan Formal Penalaran dapat sesat kalau bentuknya tidak tepat dan tidak
sahih. Kesesatan inilah yang disebut dengan kesalahan formal. Kesalahan formal
adalah kesalahan yang terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.
Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran
yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap
prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen (lihat
hukum-hukum silogisme). Sesat pikir tidak hanya terjadi dalam fakta-fakta saja,
melainkan juga dalam bentuk penarikan kesimpulan yang sesat dikarenakan tidak
dari premis-premisnya yang menjadi acuannya. Sesat pikir juga bisa terjadi ketika
menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya. Seperti: kucing berkumis, candra
berkumis. Jadi, candra Kucing. Sesat pikir juga terjadi dalam berbagai hal, seperti:

1. Definisi Kesesatan dalam definisi terjadi karena kata-katanya sulit, abstrak, negatif
dan mengulang; (kesesatan: mengulang apa yang didefinisikan). Contoh: Hukum waris
adalah hukum untuk mengatur warisan.

2. Klasifikasi Kesesatan dalam definisi terjadi pada dasar penggolongan yang tidak
jelas, tidak konsisten dan tidak bisa menampung seluruh fenomena yang ada. Contoh:
Musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi musim tanam, musim menyiangi,
musim hujan dan musim panen; (kesesatan: musim kemarau dan musim hujan bukanlah
kegiatan).

3. Perlawanan Kontraris hukumnya jika salah satu proposisi salah, berarti yang lain
tentu benar. Contoh: Jika semua karyawan korupsi dinilai salah, berarti semua karyawan
tidak korupsi pasti benar.

4. Dalam mengolah proposisi majemuk. Menyamakan antara proposisi hipotesis


kondisional dan prposisi kondisional. Contoh: Jika mencuri maka dihukum. Berarti jika
dihukum berarti dia mencuri.

C.Macam-Macam Kesesatan Formal


1. Fallacy of Four Terms (kekeliruan karena menggunakan empat term). Kekeliruan
berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme terjadi karena term penengah
diartikan ganda, sedangkan harusnya terdiri dari tiga term. Seperti : Semua perbuatan
mengganggu orang lain diancam dengan hukuman Menjual barang di bawah harga
tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi, menjual harga di bawah
tetangganya diancam dengan hukuman.

2. Fallacy of Undistributed Middle (kekeliruan karena kedua term penengah tidak


mencakup). Contoh kekeliruan berfikir karena tidak satupun dari kedua term penengah
mencakup: Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali Karena itu
tentulah ia banyak belajar.

3. Fallacy of Illicit Process (kekeliruan karena proses tidak benar). Kekeliruan berfikir
karena term premis tidak mencakup tapi dalam konklusi mencakup. Seperti: Kuda
adalah binatang, sapi bukan kuda. Jadi ia bukan binatang.

4. Fallacy of Two Negatife Premises (kekeliruan karena menyimpulkan dari dua premis
yang negatif) Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis
negative sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi. Contoh: Tidak satupun barang yang
baik itu murah dan semua barang di toko itu adalah tidak murah. Jadi, semua barang di
toko itu adalah baik. Filsafat Berpikir | 149

5. Fallacy of Affirming the Consequent (kekeliruan karena mengakui akibat).


Kekeliruan dalam berfikir dalam Silogisme Hipotetika karena membenarkan akibat
kemudian membenarkan sebabnya. Contoh: Bila pecah perang, harga barang-barang
naik. Sekarang harga barang naik, jadi perang telah pecah.

6. Fallacy of Denying Antecedent (kekeliruan karena menolak sebab). Kekeliruan


berpikir dalam Silogisme Hipotetika karena mengingkari sebab, kemudian disimpulkan
bahwa akibat juga tidak terlaksana. Contoh: Bila datang elang, maka ayam berlarian.
Sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.

7. Fallacy of Disjunction (kekeliruan dalam bentuk disyungtif). Kekeliruan berpikir


terjadi dalam Silogisme Disyungtif karena mengingkari alternatif pertama, kemudian
membenarkan alternatif lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternatif pertama
bisa juga tidak terlaksananya alternatif yang lain. Contoh: Dari menulis cerita atau pergi
ke Surabaya. Dia tidak pergi ke Surabaya, jadi dia tentu menulis cerita.

8. Fallacy of Inconstistency (kekeliruan karena tidak konsisten). Kekeliruan berfikir


karena tidak runtutnya pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang diakui
sebelumnya. Contoh: Tuhan adalah Mahakuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan
lain yang lebih kuasa dari Dia.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Karomani. 2009. Logika, Yogyakarta : Graha Ilmu.


Alex Lanur OFM, Logika Selayang Pandang, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1983

Basiq Djalil, Logika (Ilmu Mantiq), Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010

Burhanuddin Salam, Logika Formal (Filsafat Berpikir), Jakarta: Bina Aksara, 1988

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001

Hayon, Y.P, Logika, Prinsip-Prinsip Bernalar Tepat, Lurus, dan Teratur, Jakarta: ISTN,
2001 Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika; Asas-Asas Penalaran Sistematis,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996

Khaidir Anwar, Fungsi Dan Penerapan Bahasa, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1990

Mehra dan Burhan, Pengantar Logika Tradisional, Bandung: Binacipta, 1996

Mundiri, Logika, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Noam Chomsky, Cakrawala Baru Kajian Bahasa Dan Pikiran, Terj. Freddy Kirana,
Jakarta: PT Logs Wacana Ilmu, 2000

Noor Ms Bakry, Logika Simbolik, Khusus Materi Logika Himpunan, Yogyakarta:


Liberty, 1996 Partap Sing Mehra, Pengantar Logika Tradisional, Cet. ke-5,
Bandung: Binacipta, 1996 Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2002
Poespoprodjo, Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu, Bandung: Remadja
Karya, 1987

152 | Ainur Rahman Hidayat Poespoprodjo, W, Gilarso, T . EK, Logika Ilmu Menalar,
Dasar-Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, Jakarta: Pustaka
Grafika, 2006 Sirajuddin, Filsafat Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2004

Soekadijo, R.G, Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta: Penerbit
Gramedia Pustaka Utama, 2001

Sou’yb Joesoef, Logika Kaidah Berfikir Secara Tepat, Jakarta: PT Al-Husna Zikra,
2001 Sumaryono, Dasar-Dasar Logika, Yogyakarta: Kanisius, 1999 Surajiyo,
Asnanto, dkk., Dasar-dasar logika, Jakarta: Bumi aksara, 2006

Zainun Kamal, Ibnu Taimiyah Versus Para Filosof, Polemik Logika, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2006

Anda mungkin juga menyukai