Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

“TANTANGAN PROFESIONALISME GURU”


DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PROFESI
KEPENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU
Prof. Drs. Ahmad Suriansyah, M.Pd., Ph.D
Maimunah, M.Pd

DISUSUN OLEH
KELAS 2D PGSD
KELOMPOK 5
Muhammad Ferdiansyah 2010125110009
Fahri Fajrul Falah 2010125310015
Annisa Hasanah 2010125220052
Ida Ayu Astuti 2010125320030
Indah Nurlinasari 2010125320033
Nanda Maulida Salsabila 2010125320026

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya kami
diberi kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Profesi Kependidikan. Makalah yang berjudul “Tantangan Profesionalisme Guru” ini
yang kami buat sebagai media pembelajaran.
Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala
saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan memberi gambaran ataupun menjadi referensi kita dalam
mengenal dan mempelajari tentang Profesi Kependidikan. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................3
A. Tantangan-Tantangan Pendidikan di Abad ke-21......................................................................3
B. Bagaimana Menjadi Guru di Tengah perubahan yang Sangat Cepat.........................................6
C. Four Cs Competences Memasuki Abad ke-21............................................................................8
D. Pengertian Era 4.0...................................................................................................................18
E. Strategi Pemilihan Media Pembelajaran Bagi Seorang Guru...................................................29
F. Pengertian Media Pembelajaran.............................................................................................30

A. Peningkatan Kualitas Guru.......................................................................................................31


B. Peningkatan Materi.................................................................................................................32
C. Peningkatan dalam Pemakaian Metode..................................................................................32
D. Peningkatan Sarana.................................................................................................................33
E. Peningkatan Kualitas Belajar....................................................................................................33

A. PROFESIONALISME GURU........................................................................................................34
B. Kompetensi Profesionalisme Guru..........................................................................................35
C. Standarisasi Sertifikasi Guru....................................................................................................36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan rangkaian proses pemberdayaan potensi dan kompetensi
individu untuk menjadi manusia berkualitas yang berlangsung sepanjang hayat. Proses ini
dilakukan tidak sekedar untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menggali,
menemukan, dan menempapotensi yang dimiliki, tapi juga untuk mengembangkannya
dengan tanpa menghilangkan karakteristik masing-masing. Untuk itu sistem pendidikan
bangsa yang berpenduduk lebih dari 200juta manusia ini harus dirancang sedemikian rupa
sehingga kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkannya mampu bersaing
dengan negara-negara lain di tengah kelindan dan kompetisi globalisasi. Untuk
mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas pun tidak mudah, haruslah SDM ini
diperoleh dari pendidikan yang bermutu unggul. Dan bagaimana pendidikan bermutu
unggul ini didapatkan? Tentunya pendidikan unggul ini diperoleh dari guru yang bermutu
unggul juga ( guru yang profesional ).
Dalam dunia pendidikan khususnya, guru adalah sebagai kekuatan pembebasan
(liberating Force), karena posisi dan peranannya adalah untuk mengajar dan membimbing
peserta didik supaya menjadi manusia yang berkualitas dalam hal memiliki ilmu
pengetahuan, watak bermartabat, dan berguna bagi masyarakat. Atau dalam adagium
Jawa yang berarti “digugu lan ditiru” (orang yang diikuti dan dicontoh. Sehingga,
Kompetensi yang dituntut dari guru profesional adalah memiliki kebiasaan dan
kemampuan ilmiah dalam merancang, melaksanakan, menemukan kekuatan dan
kelemahan dalam kegiatan pengembangan, serta memanfaatkannya untuk kegiatan
perbaikan berikutnya.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen merupakan tuntutan
dari pentingnya keberadaan guru dan dosen sebagai pendidik yang harus dihargai kerja
dan pengabdiannya untuk mencerdaskan bangsa. Di samping itu, Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sitem Pendidikan Nasional yang mensyaratkan bahwa untuk
menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata
pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu

1
dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru secara terencana, terarah dan
berkesinambungan.
Oleh karena itu, isu yang paling hangat dibicarakan sampai sekarang, dalam dunia
pendidikan nasional adalah rendahnya kualitas mutu pendidikan. Mengenai rendahnya
mutu pendidikan yang berhubungan dengan kualitas pendidikan adalah masih rendahnya
NEM, lulusan pendidikan nasional masih kalah bersaing dengan lulusan dari negeri
tetangga dan kurangnya kualifikasi lulusan pendidikan dalam negeri yang tidak masuk
dunia kerja, masih rendahnya kualitas moral generasi muda yang ditandai semakin
meningkatnya tindakan kriminal yang dilakukan oleh kalangan generasi muda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud karakteristik guru abad 21?
2. Apa yang dimaksud tuntutan revolusi industry 4.0?
3. Apa saja media pembelajaran seorang guru?
4. Apa saja yang menjamin mutu pendidikan?
5. Apa yang dimaksud profesionalisme guru?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu karakteristik guru abad 21.
2. Mengetahui maksud tuntutan revolusi industry 4.0.
3. Mengetahui apa saja media pembelajaran guru.
4. Mengetahui apa saja yang menjamin mutu pendidikan.
5. Mengetahui apa maksud profesionalisme guru.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tantangan-Tantangan Pendidikan di Abad ke-21

Arus globalisasi sudah berjalan dan tidak bisa dihindari oleh siapapun di dunia, karena
jumlah penduduk yang kian membesar dan kini sudah mencapai jumlah yang jauh melampaui
batas tertinggi penghuni dunia. Oleh sebab itu, sudah sangat biasa di abad ke-21 ini, bahwa
sebuah negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya,
sementara negara tersebut, pada saat yang sama mengalami over product untuk aspek
lainnya. Ketergantungan sebuah negara pada negara lainnya, tidak terhenti dengan salung
membeli dan menjual, tapi juga akan berkembang memasuki wilayah investasi untuk
mengembangkan sebuah industri. Dan ketika memasuki investasi, ada dua faktor yang akan
mereka bawa, yakni modal keuangan dan modal alat teknologi. Untuk kedua faktor tersebut
diperlukan sumber daya manusia yang handal untuk bisa mengoperasikan teknologitersebut
serta yang bisa mengelola uang dengan baik. Tidak mungkin semua SDM akan dibawa dari
negara investor, dan mereka akan menggunakan sumberdaya manusia yang ada di negara
tujuan investasi. Untuk kepentingan inilah, maka SDM Indonesia harus dipersiapkan,
sehingga mereka compatible dengan kekuatan SDM negara lainnya, terutama negara investor
yang membawa modal uang dan teknologi.

Untuk bisa melahirkan SDM cerdas berdaya saing dan mampu beradaptasi dengan
berbagai kemajuan di abad ke-21, maka pendidikan harus melakukan berbagai perbaikan
dalam berbagai aspek. Setidaknya ada dua aspek yang bisa dilihat untuk merumuskan model
pembelajaran di abad ke-21, yaitu dari aspek pekerjaan yang akan di-hunting oleh para
alumni, dan juga aspek siswanya sendiri yang mengalami banyak perubahan psikologis dan
sosiokultural akibat kemajuan teknologi. Dalam aspek pasar kerja, setidaknya ada tiga
argumentasi kenapa kebijakan pendidikan dan pembelajaran kini harus dievaluasi dan
kemudian diubah.

1. Pada abad ke-20 yang baru lalu, isu pendidikan masih di sekitar akses, mutu dan
relevansi, sehingga kebijakannya adalah penambahan ruang kelas, guru, dan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) untuk mendukung pembiayaan, agar merata antara negeri
dan swasta. Kemudian, kebijakan mutu dikembangkan untuk bisa memperbaiki
outcome pendidikan sehingga prestasinya meningkat, bisa diapresiasi oleh para
pengguna luusan, dan mereka bisa diterima oleh pasar kerja dengan baik. Sejalan
dengan itu, maka kebijakan ketiga adalah relevansi antara program pendidikan dengan
kebutuhan pasar. Dengan demikian, semakin besar program vokasi maka akan
semakin baik bagi sebuah bangsa. Kini, persaingan pendidikan bukan hanya dalam
negeri tapi sudah regional dan bahkan global. Dan Indonesia masih belum
membanggakan dalam konteks ini, kendati mungkin ada perbaikan. Keikutsertaan
Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA) sejak tahun
2000 yang lalu umpamanya, masih belum memperlihatkan peningkatannkualitas yang
membanggakan. Hasil penilaian dalam tes matematika dan sains untuk anak usia 15

3
tahun dari 72 negara OECD yang dilakukan tahun 2015 yang lalu, Indonesia berada
pada posisi 62, jauh ditinggalkan oleh Vietnam yang sudah menembus angka 10 besar
bersama dengan Singapore yang berada pada peringkat pertama. Hasil penelitian
Stanford University yang dilaksanakan tahun 2008[3], menyimpulkan bahwa tes PISA
ini bisa dijadikan sebagai acuan, karena peningkatan peringkat dalam tes PISA
dengan peningkatan rata-rata skor akhir sebuah negara, berkorelasi posisitf dengan
peningkatan GDP (Gross Domestic Product) negara tersebut. Sebagai sebuah sistem
penilaian, PISA mengembangkan instrumen penilaian sains dan matematika, untuk
sebahagiannya mengukur critical thinking dan Problem solving. Dengan demikian,
dalam soal-soal tersebut ada beberapa indikator yang mengukur kemampuan dua
kompetensi penting tersebut untuk kemajuan sebuah bangsa. Teori bahwa pendidikan
berkorelasi dengan ekonomi semakin memperoleh pembenaran. Untuk itulah, maka
perbaikan sektor pendidikan menjadi semakin signifikan untuk kemajuan sebuah
bangsa.
2. Perubahan fundamental dalam ekonomi, pekrjaan dan aktifitas bisnis telah mengubah
pola kerja dan juga tempat kerja. Dalam beberapa dekade terakhir ekonomi berbasis
manufaktur dengan berbagai upaya modernisasi manajemennya, kini telah berubah
lagi dan diganti dengan ekonomi yang didorong oleh informasi, sains dan teknologi,
serta inovasi dan kreatifitas. Proporsi aktifitas di wilayah pengelolaan, pemasaran,
networking dan juga pemanfaatan teknlogi informasi sebagai pendukung utama
bisnis, baik pemasaran, negosiasis, rapat dan pengambilan keputusan, serta data center
dan sistem kontrol, kini sudah melebihi proporsi pekerjaan manufakturnya sendiri,
yang sudah diubah dengan mekanisasi dan komputerisasi. Dengan demikian, tidak
berlebihan kalau di negara-negara maju, proporsi jasa dalam bisnis sudah mencapai
80 %, dibanding dengan proses manufakturnya sendiri. Dengan demikian, sektor jasa
berkembang sangat cepat, penghasilannya sangt tinggi, dan juga pekerjaan-pekerjaan
yang membutuhkan skil, ketrampilan dan keahlian di berbagai industri baru, karena
hampir seluruh pekerjaan berdimensi interkoneksi global, baik dalam proses
pengadaan maupun penjualan dan purna jual. Dalam konteks perekonomian
interkoneksi global ini, perusahaan sudah berubah bagaimana mengorganisasikan
seluruh sumber daya bisnisnya dan bagaimana melakukan bisnisnya. Seluruh kegiatan
bisnis memerlukan dukungann teknologi, baik pada aspek manajemen, desentralisasi
kewenangan pengambilan keputusan, sharing informasi dan optimalisasi tim task
force, jejarning lintas organisasi, dan inventory serta penyusunan pekerjaan in time.
Oleh sebab itu, seluruh SDM hasil pendidikan menengah atau tinggi, vokasi atau
akademik, harus menguasai teknologi, bersahabat dengan teknologi dan memiliki
budaya teknologi, sehingga bisa beradaptasi dengan pasar global.
3. Perubahan fundamental dalam ekonomi, pekerjaan dan bisnis, kini telah mendorong
berkembangnya berbagai permintaan pasar tenaga kerja dengan keragaman
ketrampilan dan keahlian dari sumber daya manusia yang akan memasuki pasar
tenaga kerja. Saat ini, dan ini benar-benar tidak pernah terjadi sebelumnya, setiap 
orang harus mampu menampilkan kemampuan menyelesaikan pekerjaan non rutin,
yang memerlukan kreatifitas, jika dia memiliki keinginan untuk sukses. Sementara
ketrampilan, kreatifitas dan kemampuan melakukan critical thinking untuk kemajuan
perusahaan, sebenarnya tidak semuanya baru. Ketrampilan tersebut juga sudah mulai
dikembangkan di akhir abad ke-20. Akan tetapi, kkompetensi tersebut, kreatifitas,
inovasi dan kemamouan melakukan hal baru di era abad ke-21 ini, bukan sesuatu
yang harus berimplikasi hadiah, tetapi itu harus duah menjadi kriteria dasar yang
semua pekerja harus mampu melakukan inovasi-inovasi tersebut. Seseorang tamatan
sekolah menengah umpamanya, apakah akan langsung memasuki pasar kerja, dia

4
akan menjadi tenaga kerja yang benar-benar menjadi tenaga operator pelaksanan
pekerjaan. Akan tetapi, jika dia memasuki program vocational, community college
atau universitas, maka dia harus melatih diri untuk kemudian menjadi orang kreatif,
inovatif, bisa menyelesaikan masalah, bisa berkomunikasi dengan pegawai lainnya,
bukan saja soal kemampuan berbahasa tapi penguasaan teknologi yang mereka
gunakan dalam bisnis, bisa bekerjasama dan bisa memperoleh informasi secara cepat,
sehingga perkembangan apapun di luar perusahannya bisa diikuti dengan baik. Inilah
tuntutan hari ini, tidak saja untuk kemajuan perusahaan tapi juga untuk kehidupan
sehari-hari.

Sementara dalam aspek siswa, banyak perubahan yang terjadi pada mereka karena perubahan
teknologi yang selalu disuguhkan pada mereka setiap hari, dan bahkan setiap saat.
Perubahan-perubahan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mereka menyukai ada kontrol. Para siswa generasi abad ke-21 tidak menyukai terikat
oleh jadwal-jadwal tradisional, dan juga tidak menyukai duduk di dalam kelas untuk
belajar, atau duduk di dalam kantor untuk bekerja. Sebaliknya mereka lebih menyukai
untuk belajar sendiri dengan menggunakan alat komunikasi yang bisa menjangkau
dunia yang tak terbatas. Dengan caranya sendiri, mereka akan memperoleh informasi
dari berbagai sumber di dunia. Dengan demikian, mereka harus dikontrol target
pencapaian pengetahuannya, proses belajarnya dan hasil yang mereka dapatkan.
2. Mereka juga menyukai banyak pilihan. Untuk mata pelajaran project, yakni tugas
melakukan mini riset, mereka akan menggunakan teknologi untuk memperoleh
banyak informasi. Mereka harus diberi kebebasan untuk memilih metode dan teknik-
tekniknya, untuk mereka jalani dan pada akhirnya akan mampu menyiapkan laporan,
sebagaimana para siswa atau mahasiswa yang melakukannya secara tradisional.
3. Mereka adalah orang-orang yang menyukai ikatan kelompok dan ikatan sosial, hanya
saja mereka membangun group melalui media sosial mereka, dan oleh karenanya
kelompok mereka lintas bangsa, negara, budaya dan bahkan agama. Mereka memiliki
jejaring internasional yang dinamis, dan jika mereka manfaatkan untuk menjadikan
jejaringnya sebagai peer group-nya, maka mereka akan memiliki pengelaman
keilmuan yang jauh lebih baik, daripada tutorial atau mentoring dalam satu kelas di
sekolah tradisional.
4. Mereka adalah orang-orang terbuka, melalui tradisi jejaringnya mereka terbelajarkan
untuk menjadi terbuka, karena dalam jaringannya semua penganut agama ada dan
terkelompokkan, ada yang Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan juga Kong Hu Chu,
atau bahkan mungkin ada yang atheis, tapi komunikasi mereka tetap berjalan dan
tidak terganggu oleh perbedaan-perbedaan tersebut.
5. Kemudian Ian Jukes menambahkan bahwa anak-anak generasi milenium ke-3 ini juga
memiliki beberapa distingsi dari generasi sebelumnya. Berbagai kekhasan mereka itu
adalah sebagai berikut.

1. Mereka terbiasa dengan teknologi digital. Mereka adalah orang-orang yang sudah
sangat terbiasa dengan teknologi digital. Mereka adalah kelompok sosial yang mampu
memperbesar fungsi-fungsi teknologi digital dengan fungsi yang lebih besar, dari
sekedar komunikasi, sumber informasi, atau publikasi produk dan layanan jasa. dan
karena kebiasaan-kebiasaannya yang selalu lekat dengan alat komunikasi tersebut,
mereka akan memiliki kreatifitas untuk optimalisasi penggunaan teknologi tersebut
untuk kebaikan hidup masyarakat.

5
2. Mereka berfikir berbeda tentang teknologi. Generasi sebelumnya, memiliki kebiasaan
kalau ada teknologi baru, mereka pelajari, pertimbangkan baru kemudian mereka
pakai. Generasi milenial sekarang tidak mempedulikan itu, ketika ada teknologi baru,
mereka langsung gunakan, dan mereka jadikan mitra hidupnya. Oleh sebab itu, ketika
ada google, mereka tidak pelajari apa itu google atau yahoo, tapi mereka langsung
manfaatkan sebagai sumber informasi, sumber belajar, dan berbagai manfaat lain
untuk mereka belajar atau lainnya.
3. Mereka lebih menyukai eksperimen-eksperimen dalam pemanfaatan teknologi, jika
gagal dalam satu kali penggunaan, mereka akan coba lagi, dan terus mencoba sampai
mereka berhasil. Mereka termasuk generasi pemberani dengan risiko, sehingga
menyukai ujicoba tersebut, sampai mereka berhasil. Kebiasaan tersebut mereka
lakukan, karena anak-anak sekarang melihat hidup dalam ketidak pastian. Orang tua
mereka kerja keras untuk membiayai hidup mereka, karena khawatir dengan hari esok
yang belum pasti, dan belum diketahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu, kalau
mereka punya waktu, mereka akan habiskan untuk bersenang-senang. Inilah karakter
generasi milenial, yang mulai mengenal kehidupan dunia di abad ke-21 ini.

Bagaimana mendidik mereka, mempersiapkan mereka untuk penerus peradaban dunia,


mereka harus memiliki responsibility terhadap sustainabilitas peradaban dunia, harus mampu
bekerjasama lintas bangsa, negara, budaya dan agama. Pada saat yang sama, mereka juga
sudah sangat dimudahkan dengan teknologi yang rata-rata orang Indonesia menghabiskan
waktu 5.5 jam perhari untuk membuka dan membaca smartphone-nya.[7] Akan tetapi, hasil
survey McKinsey, memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia masih di bawah Singapura,
Filipina dan Thailand dalam penggunaan internet, dengan hanya 34% dari total penduduk,
sementara Amerika Serikat sudah mencapai 87%. Akan tetapi pengguna media sosial seperti
facebook, twiter dan istagram, penetrasi masyarakat Indonesia melampaui Amerika Serikat. [8]
Kemudian, mereka juga harus mampu mengembangkan jejaring kerjasama antar bangsa,
harus menjadi orang kreatif dan inovatif, memiliki rasa percaya diri yang baik, mampu
berkomunikasi dan meyakinkan mitra kerjanya dengan baik, serta tetap memiliki patriotisme
yang kaut di tengah arus globalisme yang mempengaruhi cara berfikir masyarakat dunia kini
dan esok.

B. Bagaimana Menjadi Guru di Tengah perubahan yang Sangat Cepat

Sukses menjadi guru di era perubahan ini tidak cukup hanya dengan peningkatan
profesionalisme yang ditandai dengan sertifikasi dan tunjangan profesi, kehadiran dan jumlah
jam mengajar guru di kelas, tapi harus dilakukan reframing rancangan pendidikan dan
pembelajaran yang komprehensif, baik dari aspek lingkungan belajar, yakni ruang kelas yang
mendukung proses pembelajaran, memiliki perpustakaan kelas, kursi dan meja belajar yang
mudah diubah formasinya, perpustakaan utama, laboratorium serta sarana lain yang
mendukung untuk siswa melakukan aktifitas, baik olah raga, bermain, istirahat dan juga
tempat untuk para siswa makan dan minum. Kemudian, sekolah juga harus memiliki konsep
yang jelas tentang pengembangan profesi para guru, baik sistem peningkatan karir, insentif
yang sesuai dengan produktifitas para guru, Sistem penugasan guru sebagai sebua profesi,
baik untuk mengajar, medampingi siswa belajar, mengeevaluasi pencapaian belajar siswa,
dan juga perlindungan para guru dalam melaksakan tugas profesinya sebagai guru.
Kurikulum dan pembelajaran, standar dan penilaian.

Dalam konteks kurikulum, sekolah harus memfasilitasi para siswanya belajar sains,
ekonomi, sosial, sejarah dan kewarganegaraan, di samping bahasa internasional. Kemudian
6
sekolah juga harus melakukan perubahan disain kurikulumnya untuk membina para siswanya
agar memiliki kesadaran global, mengetahui dan sadar akan pentingnya manajemen
keuangan, prosedur melakukan bisnis dan juga harus menjadi kelompok sosial yang tidak
buta entrepreneurship, keasadaran tentang perlunya hidup sehat, dan juga kesadaran akan
perlunya menjaga dan memelihara lingkungan, menjaga dan mengkonservasi hutan sebagai
sumber mata air, memproduksi oksigen, memelihara dan menjaga kebersihan udara dari
polusi, yang semuanya itu tidak mungkian akan menjadi tambahan subject matter baru, tapi
bisa diinsersi dalam kegiatan ekstra kurikuler, atau menjadi pokok bahasan dalam mata
pelajaran yang relevan, atau ilustrasi dalam proses belajar mata pelajaran sains, matematika
dan sosial. Kesadaran globalisme menjadi bagian penting dalam redisain kurikulum dan
pembelajaran yang harus dikembangkan untuk generasi milenium ke-3 ini, karena penduduk
dunia yang semakin besar, sumber daya alam yang semakin terbatas untuk memenuhi hajat
hidup umat manusia, moblitas penduduk dunia yang semakin dinamis, dan kompetisi yang
semakin ketat.

Perancangan ulang program pendidikan tersebut dikembangkan dalam rangka


menghasilkan para alumni yang memeiliki krieteria utama untuk bisa sukses dalam karir dan
profesi. Pendidikan harus bisa menghasilkan para alumni yang menguasai core subjects sains,
matematika, sosial, sejarah, dan kewarganegaraan, serta berbagai skil, pola fikir, pola
pandang dan sikap yang sesuai dengan pekermbangan abad ke-21. Kemudian mereka juga
harus memiliki kompetensi untuk bisa akses informasi, dan media, ketrampilan yang bisa
mereka gunakan untuk memasuki pasar kerja, serta memiliki kesadaran untuk menjadi
pembelajar sepanjang hayat, serta menjadi orang kreatif dan inovatif dalam bidang apapun
mereka berkarya. Inilah kompetensi-kompetensi utama yang harus dimiliki setiap pelajar dan
mahasiswa yang akan memasuki pasar kerja di era milenium ketiga, era globalisme, dan
kolaborasi internasional, serta dalam era digital dan pemanfaatan teknologi yang jauh lebih
besar dari zaman era milenium ke-2 yang baru lalu.

Akan tetapi, tidak semua kompetensi tersebut menjadi bagian program pembelajaran
sebagai core subject dalam kurikulum sekolah, karena di samping harus slim, kurikulum juga
selalu menggunakan pendekatan cabang keilmuan, karena pendidikan adalah mengubah cara
berfikir, bersikap, bertindak serta membina keahlian yang semuanya hanya bisa dilakukan
dengan pendekatan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, banyak kompetensi yang
dimandatkan pada proses pembelajaran, yakni proses pembelajaran, ilustrasi penjelasan
konsep keilmuan, serta proses pemahaman ilmu, pelatihan penguasaan teknologi, bahkan
buku teks yang memerlukan penjelasan ilustratif, bukan sesuatu yang bebas nilai, semuanya
harus menjadi bagian dalam proses mengubah prilaku siswa, yang harus dikontrol oleh guru,
sebagaimana leingkungan dan budaya sekolah, harus didasarkan pada kebutuhan pencapaian
tujuan pendidikan. Dengan demikian, proses pembelajaran memiliki dua sisi mata pisau,
yakni peningkatan kompetensi berbasis ilmu dan teknologi, serta peningkatan kompetensi
berbasis aktifitas belajar. Ketika guru memerintahkan siswa untuk melakukan peer review
dengan teman sekelas, pada hakikatnya dia sedang mendorong para siswanya untuk
memahami secara mendalam bahan ajar yang mereka pelajari, menerimanya sebagai
kebenaran baru dan membiasakannya dalam kehidupan profesi serta sosial mereka, dan pada
saat yang sama, dia juga melatih interpersonal mereka, melatiha berkomunikasi, melatih
sikap terbuka dan bahkan dilatih untuk bisa menerima orang lain.

Demikian pula, ketika mereka melakukan praktik di laboratorium, apakah praktik


pembuktian atau pelatihan penggunaan sebua alat, maka pada hakikatnya mereka sedang
melatih skil dan ketrampilan dengan alat teknologi tersebut yang dalam taksonomi Bloom

7
berada pada level 14 dan 15 practicing dan adapting, tapi pada saat yang sama juga dilatih
untuk menjadi orang yang selalu berfikir persisting, listening to other, striving for accuracy,
dan bahkan melatih kecerdasan interpersonal dengan melatih komunikasi yang saling
menghargai dengan para tutor, laboran dan peer groupnya. Dengan demikian, beberapa
bagian dalam teori behaviorisme, bahwa guru harus mengontrol lingkungan sebagai bagian
penting dalam proses yang terjadi dalam black box, tetap harus menjadi bagian penting
sehingga tidak ada satu detik pun yang tidak berguna bagi anak, sejak mereka masuk pintu
gerbang sekolah. Persiapan masuk kelas, di dalam kelas, waktu istirahat dan juga waktu
mereka di rumah ibadah, bahkan waktu mereka sedang berada di kantin sekolah, adalah
waktu-waktu produktif untuk mengubah behaviour mereka, baik cara berfikir, bersikap dan
bertindak, atau bahkan meningkatkan skil dan ketrampilan mereka.

Sebagaimana sudah dikemukakan dalam bahasan tentang optimalisasi proses pedagogi


dengan pedagogi multiliteracy, dengan mencoba menginsersi empat (4) aspek dalam proses
pembelajaran sains, sosial, dan bahasa, yakni taxonomy of thinking, Taxonomy Bloom,
Multiple Intelligence dan habit of mind. Kendati mungkin masih tumpang tindih antara satu
dengan lain, karena dikembangkan secara parsial, namun setidaknya pendidikan terus
berupaya merespon kemajuan peradaban dunia, dan tidak hanya terpaku dengan satu
Taxonomy Bloom, yang fokus pada perubahan prilaku melalui sains, sosial, teknologi dan
juga bahasa yang dipelajari siswa di sekolah. Multiliteracy pedagogi mencoba menawarkan
kompetensi-kompetensi yang nyta diperlukan untuk pengembangan profesi di abad milenia,
yang lebih flexible, responsif dan juga sesuai dengan keperluan bekerja dalam dunia yang
lintas budaya dan bahasa.

Begitu banyak kompetensi dan ketrampilan yang diidentifikasi merupakan kompetensi


yang paling  urgen di abad milenia ini, baik competence of thinking, multiple intelligence,
maupun habit of mind, selain taxonomy bloom yang selama ini menjadi acuan dalam
pengembangan proses pembelajaran di dalam kelas. Akan tetapi, para pendidik yang
tergabung dalam National Education Assosiation (NEA), yang berpusat di USA, melihat
bahwa Critical Thinking and problem solving, Communication, Collaboration dan Creativity
and innovation, merupkan empat kompetensi yang paling sustainable  sebagai variabel yang
dituntut oleh setiap perusahaan dan dibutuhkan oleh setiap profesional.  Mereka
menyebutnya sebagai Four C’s , atau empat C. Dalam buku yang diterbitkan NEA
berjudul  Preparing 21st Century Students for a Global Societyâ, Dennis Van Roekel,
presiden asosiasi menjelaskan bahwa berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di
USA dalam sepuluh tahun terakhir, bahwa kehidupan manusia di dunia sekarang ini sangat
kompleks dibanding dengan 50 tahun lalu, karena mobilitas antara negara yang dilakukan
masyarakat dunia saat ini, interaksi sosial yang semakin mengglobal, komunikasi sosial yang
lintas negara, bangsa, budaya dan agama dengan menggunakan media virtual yang sangat
cepat, formasi pekerjaan yang terbuka sangat lebar dalam berbagai variasi formasi yang
sangat dinamis. Berbagai tantangan dalam dunia kerja yang sudah tidak memerlukan para
pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutinitas adminsitratif, tapi sebaliknya para
pekerja profesional  dituntut untuk lebih banyak melakukan innovasi dan kreatifitas dalam
pengembangan bisnis, berkomunikasi dengan berbagai mitra usaha lintas negara, bangsa,
budaya, agama dan bahasa. oleh sebab itulah, para siswa harus dipersiapkan dengan
empatkompetensi, yakni critical thinking, comunication, collaboration, creativity and
innovation.Tanpa mengabaikan berbagai kompetensi lainnya, keempat kompetensi ini
menjadi fokus yang jauh lebih kuat untuk tugas guru di abad ke-21 ini.

8
C. Four Cs Competences Memasuki Abad ke-21

Critical Thinking

Critical thinking di Indonesia sering dipadankan berfikir kritis. Akan tetapi, secara
pragmatis berfikir kritis sering juga difahami berbeda oleh para pemakainya. Ada yang
dengan sangat mudah untuk mendefinisikan berfikir kritis adalah berfikir untuk selalu
berbeda dengan kebijakan dari pejabat publik. Kalau seseorang mampu selalu berfikir
berbeda dengan keputusan kebijakan pejabat publik, sering dikatakan bahwa dia itu kritis.
Padahal belum tentu kebijakannya itu melenceng dari visi dan misi institusi, sehingga
kritiknya tidak memperoleh respon publik. Gaya berfikir kritis seperti ini, tidak bisa dijadikan
acuan untuk para siswa, karena tidak produktif. Kemudian, ada juga yang mampu memilihi
dari berbagai kebijakan, keadaan, atau perkembangan yng terlihat keluar dari regulasi,
kebijakan, atau arah pegembangan institusi, sehingga diasumsikan akan menjadi sebuah
petaka atau bencana besar atau kecil. Akan tetapi, dia hanya bertendensi untuk
mempertanyakan yang berujung pada menyalahkan para pengambil kebijakan atau
keputusan, sehingga berakhir dengan chaos karena mampu mempengaruhi kelompok-
kelompok lain untuk melakukan strike. Gaya seperti ini, juga kurang produktif karena tidak
memberikan jalan keluar untuk melakukan perbaikan ke depan untuk kemajuan institusi.

Sejalan dengan itu, maka Emily R. Lai menncoba menawarkan sebuah pengertian yang
dipengaruhi oleh dua cara pandang philosofi dan psikologi. Menurut cara pertama, berfikir
kritis diartikan sebagai “cara berfikir yang bertujuan, berbasis regulasi, teori, konsep, dan
hasil analisis terhadap data, serta menggunakan berbagai kriteria yang jelas dan terukur.Inilah
pendekatan philosofis untuk mengidentifikasi critical thinking, yang sedikitpun tidak
menyinggung soal comon sense, justru dalam pendekatan filosofis menuntut tagihan-tagihan
teori, konsep dan regulasi, serta prosedur analisis yang metodologis berbasis data empirik.
Pendekatan filosofis melihat pada kebenaraan proses dan prosedur, serta integritas berfikir
yang disandarkan pada teori dan regulasi. Sementara dalam pandangan psikologi, critical
thinking sering dimaknai dengan “penggunaan ketrampilan atau strategi kognitif untuk
meningkatkan probabililitas pencapaian outcome yang diharapkan. Definisi yang
dikemukakan oleh aliran psikologi tidak mengabaikan urgensinya teori, regulasi, data dan
metodologi, karena diikat dengan kata-kata ketrampilan kognitif, yang mewakili semuanya,
tapi kelebihan psikologi adalah fokus pada desirable outcome, yakni peningkatan hasil yang
diharapkan.

Dengan demikian, untuk berfikir kritis tidak cukup hanya mampu berfikir berbeda
dengan kebijakan publik, keputusan pimpinan institusi, tapi justru adalah berfikir konstruktif
untuk membawa perubahan terhadaap keadaan yang diasumsikan akan merugikan institusi
karena pelambatan ataau karena jalaannya yang keliru berdasarkan regulasi, teori atau
konsep. Kemudian, critical thinking juga memerlukan metodologi berfikir yang sainstifik,
berbasis data, teori, regulasi dan konsep, serta analisis obyektif dengan teknik dan metode
yang bisa dipetnggung dakwakan. Ketrampialn itulah yang harus dilatihkan pada para siswa
dan mahasiswa, yang untuk ini, tidak ada mata kuliahnya, tidak ada waktu khusus untuk
melatih mereka, tapi menjadi kunnci sukses mereka sebagai profesional, dan kunci sukses
dunia untuk merajut peradaban di masa yang akan datang. Oleh sebab itulah, dalam tulisan
ini, critical thinking dimasukkan dalam salah satu agenda strategis melatih para siswa dan
mahasiswa melalui proses pembeljaran, dan menyatu pada subject matter, matematika, sains,
sosial dan bahasa.

9
Sejalan dengan itu, Dennis Van Roekel dalam guideline book untuk para guru yang
berada dalam asosiasinya, menjelaskan, setidaknya ada empat kompetensi dasar yang harus
dimiiki para siswa dan mahasiswa agar memiliki kompetensi critical thinking dengan baik,
yakni, mampu menyampaikan argumentasi logis secara efektif, mampu berfikir sistemik,
mampu merumuskan kesimpulan, dan mampu melakukan problem solving secara efektif.

1. Kemampuan memformulasi pemikiran secara rasional baik leogika deduktif ataupun


induktif yang sesuai dengan kebutuhan formulasi penyelesaian masalah ataupun
sebuah usulan. Analisis dimulai dengan teori, atau regulasi, atau idealitas, dan
dielaborasikan secara lebih detail, baru kemudian mengemukakan data, fakta atau
kenyataan empirik, dan kemudian aanalisis kesenjangan antara regulasi dengan
implementasi, antara idealitas dengan realitas dan seterusnya, sehingga bisa
diformulasikan masalahnya. Itulah cara berfikir deduktif. Akan tetapi, jika berfikir 
induktif, dimulai dengan berbagai kenyataan, lalu disandingkan dengan regulasi, teori
atau harapan, dan kemudian dianalisis kesenjangannya sehingga bisa diformulasikan
permasalahannya.
2. Kemudian, mampu menjaga koherensi fakta antara satu dengan yang lain, dan mampu
mensinergikan fakta-fakta tersebut, sehingga menjadi satu kesatuan, untuk dianalisis
langkah-langkah pernyelesaian masalahnya, atau langkah-langkah pembaharuan yang
akan dikembangkan atau apapun idenya. Dengan demikian, dia mampu menjaga
hubungan dialektika antara satu fakta dengan lainnya, dan antara fakta dengan
masmalah, dan antara masalah dengan solusinya.
3. Kemudian mampu merumuskan kesimpulan yang diawali dengan pengumpulan data
yang sesuai, menganalisis data, lalu merumuskan kesimpulan berbasis data dan
didukung dengan teori, serta menyesuaikan kesimpulan tersebut pada regulasi, teori
atau konsep, dan menjaga konsistensi analisis masalah dengan argumentasi yang
melatarblakangi masalah tersebut.
4. Dan terakhir setiap siswa dan mahasiswa harus dilatih untuk mampu menyelesaikan
masalah,  yakni bahwa kesimpulan tersebut mampu menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi institusi, dan pemikiran tersebut merupakan salah satu solusi
menyelesaikan permasalahan institusinya, baik dalam aspek SDM, keuangan, infra
struktur, maupun kemajuan perusahaan, institusi atau korporasi agar bisa jauh lebih
perform dari yang sudah berkembang saat itu.

Kompetensi tersebut harus diperoleh oleh setiap siswa dan mahasiswa agar mereka bisa
memasuki pasar kerja global, baik pada tingkat ASEAN, APEC, maupun pada tingkat global
yang akan terus bergerak seiring denganperkembangan cepat dari teknologi informasi,
sehingga dunia menjadi border less, dan mobilitas manusia di dunia bukan antar kota dalam
sebuah negara, tapi antar negara di dunia. Akan tetapi, kompetensi ini tidak ada mata
pelajaran atau mata kukiahnya, tidak ada paket trainingnya, dan kini menjadi mandat guru
yang harus dilatihkan pada para siswa dalam proses pembelajaran sains, matematika, IPS dan
bahasa di dalam kelas. Oleh sebab itu, maka kini dikembangkan multiliteracy pedagogy, agar
para guru memiliki integritas untuk menjadikan mata pelajarannya sebagai wahana berlatih
critical thinking.

Communication

Komunikasi adalah kunci sukses dalam posisi apapun. Jika komunikasi seseorang itu
baik, menggunakan bahasa yang difahami oleh semua orang, bisa meyakinkan para penerima,
pesannya singkat, jelas dan sesuai dengan target outcome yang diharapkan, maka semua

10
pesan akan tersampaikan dan akan mempengaruhi penerima untuk mengikuti atau setidaknya
tidak melakukan penolakan terhadap informasi tersebut. Dalam bisnis apapun, dalam profesi
apapun,  komunikasi merupakan salah satu bagian yang sangat vital. Komunikasi adalah
proses penyampaian informsi atau sebuah pemahaman umum dari seseorang terhadap orang
lain. Proses komunikasi akan melibatkan pengirim pesan, penerima pesan, konten pesan, dan
media atau channel. media komunikasi bisa berbentuk face to face conversation, telephone
call, email or written report.  Komunikasi akan terganggu jika bahasa yag digunakan tidak
atau kurang difahami oleh dua fihak yang berkomunikasi, atau suasana bising, atau sikap
penerima yang kurang respek pada pengirim, atau penerima dalam keadaan emosi sehingga
pesan-esan tidak bisa diterima secara utuh.

Sekolah atau perguruan tinggi harus melatih ketrampilan komunikasi para siswa dan
mahasiswanya, agar mampu berkomunikasi dengan baik, bisa diterima di pasar kerja, dan
mampu mendorong serta meningkatkan bisnis perusahaan atau institusi tempat mereka
berkarir. Akan tetapi, kompetensi komunikasi ini juga tidak ada mata pelajarannya dan juga
tidak ada mata kuliahnya selain pada program studi ilmu komunikasi. Dan ketrampilan ini
menjadi sangat penting bagi semua siswa dan mahasiswa dari program studi apapun, karena
semua mereka akan berkarya dan kompetensi komunikasi akan mereka gunakan dalam karya
mereka sebagai profesional. Oleh sebab itu, pembinaan kompetensi komunikasi juga menjadi
mandat dalam proses pembelajaran pada semua subject matter. Ketrampilan yang harus
dilatihkan pada para siswa dalam proses pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut.

1. Mengartikulasikan pemikiran dan gagasan dengan jelas, simpel dan mudah difahaami,
baik dalam bahasa lisan, tulisan atau komunikasi nonverbal lainnya, dengan
menggunakan berbagai bentuk saluran yang efektif menyamaikan pesan.
2. Mendengarkan uraian yang disampaikan penyampai pesan, apapun isi pesan tersebut,
apakah pengetahuan baru, nilai-nilai baru, sikap-sikap baru, atau pesan-pesan lain
untuk dikerjakan bersama. Komunikasi di sekolah atau perguruan tinggi masih
didominasi oleh komunikasi guru dengan siswanya, dosen dengan mahasiswanya, tata
usaha dengan para siswa dan/atau mahasiswa, serta antar siswa serta mahasiswa
sendiri. Ketrampilan tersebut, baik sebagai pengirim mauun penerima pesan, akan
mereka gunakan kelak ketika sudah memasuki dunia profesi kekaryaan.
3. Menggunakan komunikasi untk berbagai tujuan, apakah untuk penyampaian kabar,
intruksi, memotivasi, meyakinkan seseorang untuk mengikuti pemikirannya, atau
mempengaruhi seseorang untuk beralih mengikuti cara pandang dan
kecenderungannya.
4. Melatih penggunaan berbagai media komunikasi berbasis teknologi sesuai kemajuan
teknologi informasi, dengan memahami berbagai keuntungan dan kerugiannya. Ketika
seorang guru atau dosen menyampaikan pesa pembelajarannya di internet, pada saat
yang sama dia sedang melatih para siswa atau mahasiswanya menggunakan media
internet sebagai channel komunikasinya. Demikian pula ketika para guru atau dosen
ketika meminta para siswa atau mahasiswanya, menyampaikan tugasnya juga melalui
channel dunia maya tersebut.
5. Melatih komunikasi dalam konteks sosial berbeda dengan menggunakan pendekatan
budaya dan bahasa yang berbeda. Para siswa dan mahasiswa harus dilatih untuk
komunikasi dengan channel multilingual, serta pendekatan multi budaya dengan
attitude multikultural.

Sebagaimana melatih kemahiran critical thinking yang diintegrasikan dalam subject


mater, demikian pula pelatihan ketrampilan komunikasi yang harus dikontrol oleh guru dan

11
dosen dalam proses pembelajaran mata pelajaran atau mata kuliah jurusan atau keahlian.
Dengan demikian sumber belajar utama adalah ruang kelas dalam waktu belajar, dan program
pelatihan ketrampilan komunikasi ada dalam proses pembelajaran tersebut. Akan tetapi, ada
potensi lain untuk pembelajaran dan pelatihan ketrampilan komunikasi di luar kelas, yang
bisa dan harus dikontrol oleh guru atau dosen, yakni penugasan dan pelaporan tugas.
Penugasan bisa menggunakan channel internet dan bisa diakses dengan android, demikian
pula dengan pelaporannya. Dengan demikian, guru dan dosen sudah melatih dua skil
sekalian, ketrampilan komunikasi tulis, dan ketrampilan penggunaan media elektronik untuk
sebagai saluran informasinya. bahkan bisa berkembang menjadi tiga atau empat keuntungan,
dengan penggunaan multilingual jika mitra komunikasinya beraasal dari komunitas
multilingual, dan juga pendekatan multikultural jika mitra komunikasinya berasal dari
masyarakat lintas budaya.

Collaboration

Berbagai perusahaan seringkali melakukan kerjasama, apakah dengan membentuk


konsorsium untuk melakukan proyek yang sangat besar, atau hanya mengembangkan
kerjasama dengan saling membantu sama lain dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan, atau
melakukan kerjasama untuk mengembangkan sebuah bisnis antara produsen, distributor dan
pemasaran. Semuanya itu sngat dimungkinkan untuk terjadi saat ini, apalagi dalam dunia
modern yang sudah sangat didukung oleh infra struktur komunikasi yang memudahkan
proses pembicaraan, negosiasi dan pembicaraan sharing antara satu dengan lainnya.
Kerjasama, tidak hanya di korporasi swasta tapi juga di intitusi pemerintah, satu kementerian,
tidak bisa melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik tanpa didukung oleh kementrian
lainnya. Kementrian Agama yang memiliki tugas dan fungsi menyelenggarakan ibadah haji,
harus bekerjasama dengan kementrian perhubungan, kementrian kesehatan serta lembaga-
lembaga lain, bahkan dengan korporasi swasta untuk penyediaan berbagai kepentingan teknis
dalam pelaksanaan pelayanan ibadah haji bagi masyarakat. Kolaborasi adalah ketrampilan
yang harus dimiliki setiap orang, baik untuk menjadi pengusaha, entreprenuer, maupun
sebagai pegawai negeri sipil.

Kolaborasi tiada lain adalah kerjasama dengan melakukan pertukaran informasi,


mengembangkan berbagai pilihan kegiatan dan pekerjaan bersama, melakukan sharing
sumber daya, meningkatkan kapasitas dari masing-masing organisasi untuk mencapai tujuan
bersama, dan dikembangkan melalui jejaring kerja, koordinasi dan kooperasi antar institusi,
organisasi dan korporasi dalam melaksanakan sebuah pekerjaan. Tiga komponen penting
dalam kolaborasi adalah jejaring kerja, koordinasi dan kerjasama (cooperation).

Jejaring kerja adalah mengembangkan jejaring dengan sesama mitra kerja untuk
bertukar informasi, dan untuk melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Jejaring 
kerja itu bisa dilakukan antar instansi dalam satu kota yang sama, antar kota, provinsi dan
bahkan antar negara dan bangsa, yang dilakukan untuk bisa saling memahami satu sama lain,
serta dapat melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mengembangkan kolaborasi di antara
mereka, dalam rangka melaksanakan sebuah proyek, pekerjaan dan kegiatan bisnis untuk
mencapai tujuan dan keuntungan bersama.

Bersamaan dengan pengembangan jejaring kerja adalah koordinasi, yakni melakukan


pertukaran informasi, mengembangkan alternatif kegiatan yang akan dikerjakan bersama,

12
apakah dimulai dari pembicaraan penyamaan persepsi, menentukan langkah dan tindakan dan
baru menentukan tindakan atau aksi-akis bisnis yang dapat membawa keuntungan bersama
antar seluruh pihak yang melakukan kerjasama, dan tetap dalam langkah-langkah untuk
mencapai tujuan bersama. Koordinasi memerlukan keterlibatan organisational yang lebih
dalam dari sekedar jejaring, karena sudah harus melibatkan banyak sumber daya yang
diperlukan dalam bekerja. Oleh sebab itu, dalam koordinasi hubungan organisasi sudah jauh
lebih bersahabat satu sama lain, dan seluruh penghalang komunikasi dieliminasi dan bahkan
dikurangi, sudah banyak waktu dialokasikan dan sudah lebih saling percaya antara satu
dengan lain.

Sementara cooperation adalah pertukaran informasi, mengembangkan pilihan-pilihan


aksi dalam kegiatan bisnis organisasi, melakukan sharing sumber daya yang saling
menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama. Keterlibatan masing-masing organisasi
dalam cooperation sudah semakin besar, masing-masing harus share sumber daya manusia,
keuangan, teknologi, staf,  property, akses pada sumber daya orang dalam organisasi, dan
bahkan alat-alat dari masing-masing organisasi. pada level ini, sebaiknya kollaborasi sudah
dilengkapi dengan perjanian teknis tertulis sehingga masing-masing memiliki dasar legal
dalam pemanfaatan semua sumber daya organisasi. Dalam cooperation dedikasi waktu dari
masing-masing organisasi sudah semakin besar, kepercayaan harus sudah meningkat bahkan
diikat dengan legal base kerjasama teknis melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS), dan bahkan
akses informasi, orang dan property harus dibuka sesuai perjanjian.

Inilah hakikat kolaborasi yang merupakan model bisnis di abad milenia, bahkan
dalam kolaborasi diharapkan masing-masing organisasi memberikan dedikasinya yang
terbaik, mengalokasikan waktu yang banyak sesuai keperluan proyek, saling percaya satu
sama lain dan mengembangkan bisnis yang saling menguntungkan agar bisa sustainable.
Dalam kolaborasi, masing-masing organisasi iktu bertanggung jawab kemajuan, kemunduran
dan risiko dalam setiap pekerjaan, semua dilakukan bersama untuk mencapai tujuan bersama,
sebagaimana mereka juga share dalam penghasilan, pendapatan dan bahkan bonus pekerjaan
secara fair.

Berbeda dengan dua kompetensi critical thinking dan komunikasi, kompetensi


kolaborasi memerlukan bantuan kurikulm tertulis dalam pembelajaran, dan bisa masuk
disisipkan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, dan Bahasa Ingris, dilakukan secara interseksional, yakni semuanya
manyatu dalam kesatuan program, tapi menyebar dalam beberapa mata pelajaran. Dalam IPS
sendiri menyebar pada geografi, ekonomi dan bahkan mungkin sejarah. Sementara dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Bahasa Ingris, lebih pada penekanan
kesadaran akan pentingnya menjaga patriotisme di tengah-tengah dorongan diaspora,
sementara bahasa Inggris lebih pada ketrampilan bagaimana bernegosiasi dan mempengaruhi
orang lain. Akan tetapi, insersi tersebut akan lebih mudah pada ilustrasi bukan coe content of
learning, karena aga sukar menjaga konsistensi keilmuannya. Kendati demikian, kolaborasi
juga bisa dilatihkan dalam proses pembelajaran melalui teknik Problem Based Learning
(PBL) dalam IPS, umpamanya ketika memasuki pokok bahasan yang relevan.

Creativity and Innovation

Ada yang berpendapat bahwa kreativitas adalah bawaan dan diahirkan, dengan demikian
hanya sedikit saja orang kreatif di dunia ini. Akan tetapi para ahli pendidikan tidak
mempercayai itu, sehingga masih dirancang bagaimana mempersiapkan anak-anak bangsa

13
kreatif melalui proses pendidikan. Kreatif sendiri bermakna kemampuan untuk melahirkan
sebuah gagasan, konsep baru untuk menyelesaikan sebuah masalah, atau kemampuan
melahirkan prototype baru untuk melahirkan sebuah produk baru yang akan dihasilkan. [16]
Pengertian di atas, setidaknya menyiratkan empat kriteria untuk seseorang dikatakan orang
kreatif, yakni sebagai berikut.

1. Kemampuan berfikir divergen yang bisa memberikan solusi berbeda dari yang lain
tentang sebuah masalah.
2. Memiliki ilmu yang cukup dan memiliki pengalaman masa lalu yang relevan
3. Memiliki kemampuan untuk komunikasi sehingga bisa bertukar informasi dengan
koleganya.
4. Memiliki kapasitas dalam berfikir kritis dan memiliki kemampuan analis yang baik.

Untuk melahirkan anak kreatif diperlukan lingkungan yang mendukung, pelatih yang
memiliki kompetensi, pelatihan yang cukup, dan individual yang pekerja keras.  Dengan
demikian, kini sudah tidak diperdebatkan lagi, bahwa kreatifitas itu dibentuk bukan
dilahirkan.

Kreatifitas selalu berdampingan dengan inovasi, karena keduanya hampir sama, bahwa
kreatifitas menuntut ada pemikiran baru, gagasan baru untuk penyelesaian masalah. Dan
kreatifitas juga terkait dengan prototype baru, dan produk baru sebagai alternatif untuk
memperbaiki produk yang sudah ada. Dengan demikian dalam proses berfikir kreatif ada fase
melahirkan sebuah formula baru, dan ada proses implementasi formula tersebut untuk bisa
dipakai dalam penyelesaian masalah. Dengan demikian orang kratif bukan orang hanya
berfikir imajinatif, tapi yang menggunakan hasil pemikirannya untuk menyelesaikan masalah,
bukan untuk melahirkan masalah. Demikian pula halnya dengan inovasi, sebagaimana
diartikan Mark Rogers bahwa inovasi adalah “sesuatu yang benar-benar baru dan benar-
benar ada pengembangan yang signifikan dikerjakan oleh perusahaan untuk melahirkan nilai
tambah baik bagi perusahaan maupun bagi pengguna dan pemakai produk. Dalam inovasi
selalu dituntut ada proses kreatif, hanya fokusnya adalah nilai tambah, baik bagi perusahaan
atau institusi maupun bagi para pemakai. Sementara proses kreatifitas biasanya diorientasikan
untuk melahirkan formula baru dalam rangka menyelesaikan masalah. Akan tetapi, Akbar
Fadaee and Haitham Obaid Abd Alzahrh dengan mudah membedakan, bahwa kreatiftas itu
adalah proses melahirkan ide baru, gagasan baru, formula baru dan model baru, sementara
inovasi adalah cara baru dalam mengoperasikan formula baru tersebut. Dengan demikian,
inovasi selalu datang setelah lahir karya-karya kretif. Hanya saja, kreatifitas tidak akan diakui
sebagai sebuah karya kreatif kalau belum ada bukti produk baru dan model baru yang benar-
benar distingtif dan membawa perubahan, sehingga ada juga definisi keratifitas itu adalah
bringing imagination in to being. Kesimpulan tersebut sejalan dengan teori yang
dikembangkan Dennis Van Roekel, yang menurutnya hubungan antara kretaifitas dan inovasi
terdiri dari tiga tahap, berfikir kreatif, bekerja kreatif dan melaksanakan pekerjaan dengan
inovasi baru. Penjelasan Ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Berfikir kreatif, yakni melatih para siswa dan mahasiswa untuk brainstorming supaya
memperoleh ide dan masukan yang sangat luas. Kemudian merumuskan ide, baik ide
incremental, yakni ide kreatif mengikuti arus, maupun radikal, yakni ide kreatif
melawan arus. an terakhir mengelaborasi, menganalisis dan mengevaluasi ide-ide
yang sudah dirumuskan untuk dikembangkan secara lebih luas dengan upaya yang
maksimal.

14
2. Bekerja kreatif, yakni melatih para siswa dan mahasiwa untuk mengembangkan,
melaksanakan, mengkomunikasikan ide-ide baru pada orang lain. Kemudian terbuka
dengan masukan-masukan, demonstrasikan ide-ide baru dalam pelaksanaan
pekerjaan, dan perhatikan kekurangan-kekurangannya untuk diperbaiki kemudian.
3. Laksanakan inovasi, yakni implementasikan ide-ide baru dengan cara baru dan
pastikan bahwa cara-cara baru tersebut akan membawa kebaikan bagi institusi atau
bagi para pelanggan aau pengguna jasa.

Sebagaimana kompetensi critical thinking dan komunikasi, kompetensi kreatifitas dan


inovasi juga harus dilatihkan pada para siswa dan mahasiswa dalam kelas dan di luar kelas.
Pelatihan kedua kompetensi dasar tersebut dapat dilakukan dengan Problem Based Learning
(PBL) pada subject matter yang relevan apakah dalam IPA, IPS, matematika, Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan atau bahkan mungkin pada mata pelajaran Pendidikan
Agama, atau bahkan olah raga. Pelatihan kedua komptensi dasar tersebut tidak difasilitasi
dengan pokok bahasan pada mata pelajaran tertentu. Maksimal masuk dalam konten
pembelajaran lewat cara-cara pelaksanaan tugas, baik mencari data, menganalisis data,
menyimpulkan, dan mmpresentasikan kesimpulan hasil belajar mereka.

10 Ide Reformasi Pedagogi Memasuki Abad ke-21

Reformasi pedagogi ini dikemukakan oleh tim penulis dari lembaga kajian, riset dan
pengembangan pendidikan bernama Innovation Unit yang berkantor di London UK. Buku ini
ditulis sebagai sebuah gagasan menghadapi era milenia yang karakteristik generasinya
berbeda jauh dengan generasi abad ke-20 yang baru lalu. Proses pendidikan di masa sebelum
ini, sangat terikat oleh kelas, dibatasi oleh empat bidang dinding, diatur waktu masuk, belajar,
istirahat dan pulang, serta diatur jadwal pelajaran, frekwensi belajar pada setiap mata
pelajaran. Siswa terikat dengan buku teks yang dianjurkan dalam kurikulum dan guru, terikat
pada perencanaan yang dikembangkan guru dan sekolah, dan siswa harus belajar apa saja
yang disajikan guru walaupun sudah menguasainya. Kini dikembangkan ide-ide baru yang
mungkin bisa relevan dengan kebutuhan abad ke-21, ketik sumber belajar sudah sangat
ragam, mudah diakses, murah dan memungkinkan sisa mempelajarai bahan-bahan ajar
melampaui batas-batas yang direncanakan oleh kurikulum dan guru. Ide-ide tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Open up lesson (Pembelajaran yang terbuka). Kebiasaan di banyak kelas di banyak


sekolah, proses pembelajaran siswa diatur dan dikuasai oleh guru. Guru
menyampaikan topik bahasan, materi pelajaran, kadang mereka menjelaskan
materinya itu lalu memberikan tes. Padahal belum tentu sajian tersebut sesuai dengan
apa yang dibutuhkan siswa, sehingga motivasi mereka menurun, siswa mmenjadi
tidak bergairah belajar, waktu terbuang sia-sia, hanya karena guru kurang memahami
kebutuhan siswanya belajar. Sebaiknya biarkan para siswa dan/atau mahasiswa
menetapkan sendiri, apa yang mau mereka pelajari dalam rangka mencapai tujuan
yang sudah dirumuskan oleh guru, dan guru cukup memberikan dukungan serta
pendampingan dengan lebih dekat, sehingga mereka merasa memperoleh perhatian
serius dari gurunya. Siswa harus dihargai kebebasannya untuk mempelajari apa
dengan cara bagaimana, tapi dibebani tanggung jawab pncapaian kompetensi standar
(learning objectives) yang sudah ditetapkan dalam program pembelajaran yang
dirancang guru. Sebaliknya guru hanya mendampingi mereka belajar, dan interaksi
antara siswa dengan guru bisa lebih dekat dan lebih bermakna.

15
2. Think outside the Classroom box. Kelas tradisional biasanya disusun secara rapi, para
siswa duduk di atas bangku atau kuri dengan meja-meja kecil menghadap pada guru,
dan guru berperan untuk menyampaikan pelajaran pada mereka. Kini paradigmanya
sudah berubah, perkembangan ekonomi, sain dan teknologi dan bahkan peradaban
dunia bergerak sangat cepat. Sementara para siswa dilingkari oleh sumber-sumber
informasi sains dan teknologi yang mudah diakses. Dengan demikian, sangat besar
kemungkinan siswa masuk kelas sudah membawa banyak informasi yang mereka
akses di dunia maya, dan bahkan kelas menjadi arena untuk mengejar informasi sains
dan teknologi untuk mereka pelajari, bukan sebagai arena untuk memaparkan
informasi sains dan teknologi. Dengan demikian, tidak boleh berpretensi dan bahkan
mendisain kelas untuk tempat guur presentasi, tapi biarkan kelas sebagai arena bagi
para siswa mencari ilmunya sendiri sesuai dengan apa yang mereka butuhkan untuk
mereka pelajari. Guru hanya memfasilitasi dengan perpustkaan kelas, modul, buku
teks, serta buku-buku pendukung, dan yang terpenting akses internet, serta
menyediakan beberapa PC untuk para siswa yang tidak membawa laptop atau ipad.
3. Get Personal. Biasanya dalam dunia pendidikan ada klasifikasi siswa berkebutuhan
khusus, dan mereka dilayani secara khusus oleh guru. Kini semua anak berkebutuhan
khusus, dan memerlukan pelayanan yang khusus pula. Tidak bisa semua anak dalam
satu kelas yang sama, dan dalam waktu yang sama, dalam mata pelajaran yang sama
belajar materi yang sama dari satu orang guru, karena bisa saja apa yang
dipresentasikan guru sudah difahami dengan baik oleh sebahagian siswa, dan masih
dibutuhkan oleh sebahagiaan yang lain, sehingga pada hari itu siswa tertentu menjadi
orang merugi, karena tidak memperoleh apa yang mereka butuhkan. Dan tidak akan
cukup waktu jika guru harus mempresentasikan semua yang ingin diketahui oleh para
siswa, karena masing-masing mereka memiliki kebutuhan berbeda. Oleh sebab itu,
layanan pada siswa di dalam kelas harus lebin personal, biarkan mereka pelajari apa
yang mereka ingin pelajari dari program yang dipersiapkan guru, dan guru harus
melayaninya dengan pendampingan serta membantu memvalidasi kesimpulan yang
mereka sudah rumuskan.
4. Tap in to Students digital expertise. Siswa harus dibiasakan penggunaan internet
sebagai sumber belajar, interaksi siswa dengan guru atau dosen bisa menggunakan
media-media komunikasi digital, guru bisa memberikan tugasnya lewat internet, dan
para siswa/mahasiswa menyampaikan tugas-tugasnya juga lewat media yang sama.
Mereka bisa sharing informasi sesama temannya melalui media sosial, facebook, WA,
Twitter, Istagram atau lainnya. Dan banyak sekolah mengizinkan para siswanya
menggunakan android untuk akses bahan-bahan ajaranya sebagi substitusi terhadap
laptop yang mungkin harganya lebih mahal.
5. Get Real With The Project. Kini para siswa sekolah menengah sudah dibiasakan
dengan tugas-tugas penelitian dalam skema mini research. Kegatan tersebut biasa
disebut sebagai proyek. Proyek dalam tradisi akademik merupakan kebijakan yang
sangat baik, karena para siswa dilatih untuk melakukan kajian dan analisis satu fokus
secara komprehensif multi disiplin dan melampaui batas-batas keilmuan dari masing-
masing disiplin. Project semacam ini, di samping mampu meningkatkan kematangan
keilmuan para siswa, juga mereka terlatih untuk bekerja teamwork, berlatih mengelola
waktu untuk bekerja, dan pada tahap akhir mempresentasikan hasil karyanya dalam
forum sekolah dengan ragam pendengar dan pemerhati. Ketrampilan dan semua
kompetensi tersebut akan sangat diperlukan untuk bisa sukses dalam karir dan profesi
kelak setelah mereka meninggalkan sekolah.
6. Expect students to be Teachers. Memberi kepercayaan pada para siswa agar berperan
sebagai guru terhadap teman-teman sebayanya dalam proses pembelajaran di dalam

16
kelas.  Tugas guru adalah memberikan pendampingan, bimbingan dan bantuan serta
pelatihan pada para siswa mencakup tugas transformasi pengetahuan yang sangat
luas, serta melatih ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan profesi mereka.  Akan
tetapi, di antara siswa juga ada sebahagian kecil atau bahkan mungkin sebahagian
besar sudah memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sangat luas dan variatif
dengan usahanya sendiri akses pada berbagai sumber belajar, training atau lainnya.
Dalam konteks seperti inilah, maka guru dapat memerankan para siswa untuk menjadi
guru dalam peer group nya atau tutor sebaya, khususnya terhadap teman sekelas
mereka, dan bahkan mungkin menjadi guru untuk gurunya sendiri. Cara seperti ini
akan sangat memungkinkan para siswa membentuk dan mengembangkan
pendidikannya sendiri, tanpa dibatasi hanya oleh kurikulum yang disiapkan sekolah.
7. Help Teachers to be Students, yakni membantu atau mengingatkan guru untuk
menjadi siswa, atau untuk menjadi pembelajar dan terus tak henti belajar kendati
sudah menjadi seorang guru. Abad ke-21 menantang anak muda untuk menjadi
pembelajar yang baik, mereka dituntut untuk senantiasa menjadi pembelajar dan bisa
belajar dari kesalahan yang pernah dilakukannya. Mereka harus menjadi pembelajar
independent, bukan karena atas perintah guru, bukan karena tugas sekolah, tapi
belajar atas dorongan dirinya sendiri, dan proses pembelajaran adalah milik mereka,
bukan milik sekolah atau guru. Mereka harus terbiasa dengan proses pembelajaran
yang fleksibel, menggunakan strategi yang berbeda-beda, dan terus mengikuti
perubahan dunia yang sangat cepat. JIka para siswa mampu mencapai perubahan-
perubahan secara cepat dan independent, maka guru harus mampu mengimbangi
perubahan tersebut. Hanya satu jalan terbaik bagi guru adalah menjadi pembelajar
terus menerus, dalam istilah yang lebih ekstrim, guru harus siap sesekali menjadi
siswa.
8. Measure What Matters (Pengukuran hasil Belajar, apakah itu). Pengukuran, apa yang
hendak kita ukur pasti adalah bahan-bahan yang sudah diajarkan, dan bagaimana
melakukan penguuran, akan sangat mempengaruhi cara mengajar. Oleh sebab itu,
wajar dipertanyakan apakah pengukuran itu dilakukan untuk memastkan apakah para
siswa sudah menjadi sesuatu yang diinginkan. Padahal, perkembangan di luar sekolah
sedemikian maju dan para siswa secara indivdual dituntut untuk bisa mengikuti
kemajuan di luar sekolah agar bisa masuk dunia prorfesi dengan baik. Dengan
demikian untuk apa penilaian dan pengukuran hasil belajar, karena target mereka
adalah profesi di luar sekolah, dan terus berkembang setiap saat. Dengan demikian,
pengukuran dan penilaian hasil belajar menjadi tidak signifikan, karena
perkembangannya dinamis sekali dan kurikulum belum mampu mengikuti perubahan
tersebut. Kendati demikian, tulisan ini tidak sedang menafikan penilaian, tapi sedang
mengilustrasikan bahwa pendidikan itu sangat dinamis, dan siswa bisa lebih maju dari
pada kurikulum dan juga bisa lebih maju daripada gurunya sendiri. Oleh sebab
penilaian dan pengukuran harus dilakukan setiap saat, terus menerus, dan tidak
tergantung pada kurikulum kelas atau sekolah, tapi justru mereka lakukan sendiri
dalam proses pembelajaran.
9. Works with Families not Just Children. Bekerja dengan keluarga tidak hanya dengan
anak-anak. Sudah diakui secara luas, bahwa keterlibatn orang tua dalam pendidikan
anak, berkorelasi positif yang sangat kuat dengan prestasi siswa. Beberapa sekolah
melakukan kerjasama dengan orang melalui berbagai cara agar anak mereka menjadi
yang terbaik sesuai mereka mampu. Dan bahkan beberapa sekolah melakukan
kerjasama dengan keluarga untuk kepentingan yang jauh lebih besar, bukan sekedar
pencapaian prestasi akademik anak-anaknya, tapi justru berdiskusi untuk mendisain

17
kurikulum yang dapat memenuhi tantangan eksternal sekolah untuk profesi mereka
kelak.
10. Power to the Student, yakni sharing kekuatan untuk para siswa, suara siswa, yakni
mereka dapat mengatakan apa saja yang ingin mereka katakan sebagai wujud
pemahamannya terhadap isue atau situasi yang dialami atau dihadapinya. Bahkan,
para siswa boleh diberi kesempatan untuk ikut melakukan kontrol terhadap sekolah,
agar terus melakukan perbaikan dalam peningkatan kontribusinya terhadap para siswa
yang belajar di sekolah tersebut. Tradisi pedagogik tersebut akan ampu
menghantarkan para siswa pada kedewasaan, sehingga tidak gagal penyesuaian diri di
masyarakat, dengan bekal pengetahuan-pengetahuan praktis dalam kehidupan sekolah
atau kampus.

D. Pengertian Era 4.0


Industri 4.0 adalah nama otomasi dan pertukaran data terkini dalam
teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk
segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif.1
Istilah 4.0 awal mula
istilah era ini adalah terjadinya revolusi industri di seluruh dunia, yang mana
merupakan sebuah revolusi industri keempat. Dikatakan sebagai sebuah
revolusi, karena perubahan yang terjadi memberikan efek besar kepada
ekosistem dunia dan tata cara kehidupan. Revolusi industri 4.0 bahkan
diyakini dapat meningkatkan perekonomian dan kualitas kehidupan secara
signifikan. Revolusi Industri 4.0 Mulai dicetuskan pertama kali oleh
sekelompok perwakilan ahli berbagai bidang asal Jerman, pada tahun 2011
lalu di acara Hannover Trade Fair. Dipaparkan bahwa industri saat ini telah
memasuki inovasi baru, dimana proses produksi mulai berubah pesat.
Pemerintah Jerman menganggap serius gagasan ini dan tidak lama
menjadikan gagasan ini sebuah gagasan resmi. Setelah resminya gagasan ini,
pemerintah Jerman bahkan membentuk kelompok khusus untuk membahas
mengenai penerapan Industri 4.0 .
Pada 2015, Angella Markel mengenalkan gagasan Revolusi Industri 4.0

18
di acara World Economic Forum (WEF). Jerman sendiri menggelintirkan
modal sebesar €200 juta untuk menyokong akademisi, pemerintah, dan
pebisnis untuk melakukan penelitian lintas akademis mengenai Revolusi
Industri 4.0. Tidak hanya Jerman yang melakukan penelitian serius mengenai
Revolusi Industri 4.0, namun Amerika Serikat juga menggerakkan Smart
Manufacturing Leadership Coalition (SMLC), sebuah organisasi nirlaba yang
terdiri dari produsen, pemasok, perusahaan teknologi, lembaga pemerintah,
universitas dan laboratorium yang memiliki tujuan untuk memajukan cara
berpikir di balik Revolusi Industri 4.0.
Revolusi Industri 4.0 menerapkan konsep automatisasi yang dilakukan
oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya.
Dimana hal tersebut merupakan hal vital yang dibutuhkan oleh para pelaku
industri demi efisiensi waktu, tenaga kerja, dan biaya. Penerapan Revolusi
Industri 4.0 di pabrik-pabrik saat ini juga dikenal dengan istilah Smart
Factory. Tidak hanya itu, saat ini pengambilan ataupun pertukaran data juga
dapat dilakukan on time saat dibutuhkan, melalui jaringan internet. Sehingga
proses produksi dan pembukuan yang berjalan di pabrik dapat termotorisasi
oleh pihak yang berkepentingan kapan saja dan dimana saja selama terhubung
dengan internet.
Bila kita melihat kembali Revolusi Industri 3.0 dimana merupakan titik
awal dari era digital revolution, yang memadukan inovasi di bidang
Elektronik dan Teknologi Informasi. Perkembangan Revolusi Industri 3.0 ke
Revolusi Industri 4.0 sangat signifikan, hal baru yang sebelumnya tidak
pernah ada di era Revolusi Industri 3.0 mulai ditemukan. Para ahli meyakini
era ini merupkan era dari Revolusi Industri 4.0, dikarenakan terdapat banyak
inovasi baru di Industri 4.0, diantaranya Internet of Things (IoT), Big
Data, percetakan 3D, Artifical
Intelligence (AI), kendaraan tanpa
pengemudi, rekayasa genetika, robot dan mesin pintar. Salah satu hal terbesar
didalam Revolusi Industri 4.0 adalah Internet of Things.
IoT (Internet of Things) memiliki kemampuan dalam menyambungkan
dan memudahkan proses komunikasi antara mesin, perangkat, sensor, dan
manusia melalui jaringan internet. Contoh kecil, sebelumnya di era Revolusi
Industri 3.0 kita hanya dapat mentransfer uang melalui ATM atau teller bank,

19
saat ini kita dapat melakukan transfer uang dimana saja dan kapan saja selama
kita terhubung dengan jaringan internet. Cukup dengan aplikasi yang ada di
dalam gadget kita dan koneksi internet, kita dapat mengontrol aktifitas
keuangan kita dimanapun dan kapanpun.
Selain Internet of Things, ada juga istilah Big Data yang berperan
penting dalam Revolusi Industri 4.0. Big data adalah seluruh informasi yang
tersimpan di cloud computing. Analitik data besar dan komputasi awan, akan
membantu deteksi dini cacat dan kegagalan produksi, sehingga
memungkinkan pencegahan atau peningkatan produktivitas dan kualitassuatu produk
berdasarkan data yang terekam.2 Perkembangan era 1.0 hingga
4.0 dapat digambarkan seperti di bawah ini:
Di era 4.0 atau era digitalisasi ini, arus informasi kian deras dan tidak
dapat dibendung karena semua orang bebas membuat dan menggunakan
informasi, sama halnya yang dikatakan oleh Lon Safko bahwa, “di era digital
semua orang bisa menjadi produser terhadap informasi yang dia miliki.3
Pengembangan Guru Profesional Di Era 4.0
Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia (SDM) jangka
panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban
manusia di dunia. Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah
guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan
strategis. Hal ini disebabkan karena guru yang berada di barisan terdepan
dalam pelaksanaan pendidikan. Guru yang langsung berhadapan denganpeserta didik
untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus
mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan keteladanan. Guru
adalah praktisi pendidikan yang sesungguhnya.
Dengan terbukanya saluran informasi, maka tidak adanya pembatasan
terhadap akses informasi menyebabkan perubahan drastis dalam konstelansi
kehidupan manusia. Begitupula dengan profesi keguruan yang didalam
kegiatannya memiliki pengembangan dalam melakukan interaksi dengan peserta
didiknya.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan
yang berkualitas. Guru dalam era teknologi informasi dan komunikasi
sekarang ini bukan hanya sekadar mengajar (transfer of knowledge)
melainkan harus menjadi manajer belajar. Hal tersebut mengandung arti,

20
setiap guru diharapkan mampu menciptakan kondisi belajar yang menantang
kreativitas dan aktivitas siswa, memotivasi siswa, menggunakan multimedia,
multimetode dan multisumber agar mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
Menanggapi persoalan tersebut, dalam peningkatan kualitas
pengajaran, guru harus bisa mengembangkan tiga intelegensi dasar siswa.
Yaitu, intelektual, emosional dan moral, tiga unsur itu harus ditanamkan pada
diri murid sekuat-kuatnya agar terpatri di dalam dirinya. Hal lain yang harus
diperhatikan guru adalah dimensi spiritual siswa. Intelektual siswa harus luas,
agar ia bisa menghadapi era global dan tidak ketinggalan zaman apalagi
sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi emosional dan spiritual pelajar harus
terdidik dengan baik, agar bisa melahirkan perilaku yang baik dan siswa bisa
bertahan di antara tarik-ulur pengaruh demoralisasi di era global dengan
prinsip spiritualnya.
Di samping itu, untuk mempertahankan profesinya, guru juga harus
memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi
keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, mampu berkomunikasi
baik dengan peserta didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif,
mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya. Dengan
demikian, tantangan guru di era global tidak akan menggusurnya pada posisi
yang tidak baik.
Peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi
keberhasilan pendidikan, terutama dalam menghadapi pendidikan di era
revolusi industri 4.0. Keberadaan dan peningkatan profesional guru menjadi
wacana yang sangat penting. Pendidikan di era revolusi industri 4.0 menuntut
adanya penataan manajemen pendidikan yang baik dan professional. Guru
yang profesional menekankan pada kemampuan guru dalam mentransfer ilmu
pengetahuan, kemampuan guru dalam merancang strategi, dan kemampuan
guru dalam mengimplemetasikan pembelajarannya
Menurut Jufri (2013) bahwa guru profesional merupakan profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbin, mengarahkan,
melatih, menilai mengevaluasi peserta didik. Sikap dan profesional guru di
dalam pendidikan mempunyai peran untuk mempersiapkan peserta didik
menjadi generasi yang mampu menguasai keahlian yang mantap.

21
Menurut Kunandar, ada beberapa tantangan globalisasi yang harus
disikapi guru dengan mengedepankan profesionalismenya, yaitu:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan
mendasar. Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri secara
responsif, arif dan bijaksana. Responsif artinya guru harus bisa menguasai
dengan baik produk IPTEK, terutama yang berkaitan dengan dunia
pendidikan. Tanpa penguasaan IPTEK yang baik, maka guru menjadi
tertinggal dan menjadi korban IPTEK serta menjadi guru yang “isoku iki”
(aku cuma bisa ini).
2. Krisis moral yang melanda Indonesia. Akibat pengaruh IPTEK dan
globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Melalui pendidikan, guru memiliki tantangan tersendiri untuk
menanamkan nilai-nilai moral pada generasi muda.
3. Krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran dan
kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Akibat perkembangan industri
dan kapitalisme, maka muncul masalah-masalah sosial dalam masyarakat.
Mereka yang lemah secara pendidikan, akses dan ekonomi akan menjadi
korban.
Ini merupakan tantangan guru untuk merespons realitas ini melalui
dunia pendidikan. Sebab, sekolah merupakan lembaga pendidikan formal
yang sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat, sehingga harus mampu
menghasilkan peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi
bagaimanapun.
Berbagai kegiatan di dalam masyarakat hanya menerima para
profesional, artinya barang siapa yang tidak profesional tidaka akan survive.
Karena mereka tidak mampu berkompetisi dengan orang lain yang lebih
profesional atau juga profesi ainnya yang lebih kompetitif. Jika profesi gurutidak
kompetitif dan tidak profesional, maka degna sendirinya akan berakibat
kepada mati atau hilangnya profesi tersebut dari masyarakat. Hal ini tentunya
sangat bertentangan dengan masyarakat abad 21 (merupakan satu kesatuan
dari masyarakat teknologi, masyarakat terbuka, dan masyarakat madani) yang
menuntut adanya perkembangan manusia, dan itu tidak mungkin tanpa
adanya guru yang profesional. Guru-guru yang profesional inilah yang
diharapkan dapat membawa atau mengantar peserta didiknya mengarungi

22
dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki masyarakat abad 21
yang melek ilmu pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif. Jika guru
tidak mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin mereka dapat
membantu dan membimbing peserta didiknya mengarungi dunia pengetahuan
dan teknologi tersebut.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh guru yang profesional
bukanlah pengetahuan yang setengah-tengah tetapi merupakan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tuntas, karena ilmu pengetahuan dan
teknologi itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai
ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan setengah-setengah akan tercecer dan
tidak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia
akan berada jauh di belakang, dan akhirnya akan tertinggal dari profesinya.
Jadi jelaslah bahwa profesi guru adlaah suatu profesi yang harus terus-menerus
berkembang karena praktis pendidikan akan terus menerus terjadi
dan unik bagi setiap individu dan masyarkaat di dalam situasi dan waktu yang
berbeda sesuai dengan perkembanga ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sinyalemen ini memberikan makna bahwa guru sebagai pelaku proses
pendidikan harus terus menerus mengubah diri, sehingga mereka memiliki
ilmu pengeratahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah sebagai
profesional kependidikan.
Selain itu, karena profesi guru merupakan suaut profesi untuk
membantu dan membimbing perkembangan anak didik (manusia), mak
ahubungan natara manusia dengan manusia menjadi penting untk
diperhatikan dalam rangka pengembangan profesionalisme guru. Dengan
kata lain, pengembangan diri guru sebagai profesional kependidikan harus
dapat membantu guru bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang
kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah tetapi tidak kalah pentingnya untuk
membantu mereka memiliki kepribadian yang matang dan terus
berkembang. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat,
tuntas dan tidak setengah-setengah, serta didukung dengan kepemilikan
kepribadian yang prima, maka diharapkan guru akan terampil
membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dan akhirnya melalui proses pendidikan yang profesional yang dilaksanakan
oleh pelaku-pelaku (khususnya guru yang profesional dengan

23
karakteristiknya tersebut di atas), maka peserta didik dapat dibantu dean
dibimbing untuk mampu berkompetitif di masyarakat abad 21 yang ditandai
dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi secara cepat.
Proses pengembangan profesionalisme guru ini dapat ditumbuhkembangkan
bukanhanya untuk berlangsung di LPTK tetapi juga harusterjadi di dalam praktek-
praktek pendidikan lainnya (pre-service and inservice). Bersama-sama dengan usaha-
usaha lain (misalnyakerjasmaa dengan
organisasi profesi), lembaga-lembaga pre-service danin-service harus
menjaid satu kesatuan yang tidak terpisahka, membangun kerja sama dan
saling mendukung untuk melahirkan guru-guru yang profesional dalam
rangka menyajikan proses pendidikan yang profesional bagi anak didik agar
dapat berperan aktif dalam kehidupan masyarakat abad 21.5
Setidaknya terdapat tiga karakteristik yang harus dimiliki masyarakat
di abad 21, karena pada abad inilah era insustri 4.0 semakin berkembang. Tiga
karakteristik yang harus dimiliki adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat Teknologi
Masyarakat teknologi yang dimaksud adalah suatu masyarakat yang telah
melek teknologi dan menggunakan berbagai aplikasi teknologi, sehingga
dapat mengubah cara berpikir, bertindak bahkan mengubah bentuk dan
pola hidup manusia yang sama sekali berlainan dengan kehidupan
sebelumnya. Dalam masyarakat seperti itu, peran pendidikan dan guru
sangat penting dan strategis, terutama dalam memberikan bimbingan,
dorongan, Semangat, fasilitas kepada masyarakat dan peserta didik untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan menggunakan teknologi.
Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah peran pendidikan dalam
memberikan arahan dan bimbingan agar penguasaan teknologi tidak
menjadi bumerang bagi masyarakat, yang disebabkan kurangnya
penghayatan terhadap etika.
2. Masyarakat Terbuka
Lahirnya teknologi komunikasi yang demikian maju, membuat dunia
menjadi satu seolah tanpa sekat, sehingga komunikasi antar pribadi
menjadi makin dekat dan hampir tanpa hambatan, yang pada akhirnya
melahirkan masyarakat terbuka. Dalam masyarakat terbuka, antara bangsa
satu dengan bangsa lain dapat saling mempengaruhi dalam berbagai hal,

24
termasuk mempengaruhi budaya bangsa lain. Hal itu mengancam
kehidupan masyarakat lain oleh karena adanya kemungkinan penguasaan
atau dominasi oleh mereka yang lebih kuat, yang berprestasi dan yang
memiliki modal terhadap masyarakat yang lemah, tidak berdaya dan
miskin. Untuk itu, dalam masyarakat terbuka diperlukan manusia yang
mampu mengembangkan kapasitasnya agar menjadi manusia dan bangsa
yang kuat, ulet, kreatif, disiplin, dan berprestasi, sehingga tidak menjadi
korban dan tertindas oleh zaman yang penuh dengan persaingan.
3. Masyarakat Madani
Masyarakat madani merupakan wujud dari suatu masyarakat terbuka, di
mana setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan menggunakan teknologi,
berkarya, berprestasi dan memberikan sesuatu sesuai dengan kapasitasnya.
Masyarakat madani tumbuh dan berkembang bukan dengan sendirinya danbukan
tanpa upaya terencana, tetapi masyarakat yang dibangun melalui
pendidikan. Kunci terwujudnya masyarakat madani adalah pendidikan,
karena melalui pendidikan dapat dibangun sumberdaya yang berkualitas
dengan kepribadian yang sesuai dengan budaya serta kesadaran individu
hidup berdampingan untuk mencapai tujuan bersama.6
Revolusi industri 4.0 dimana teknologi telah menjadi basis dalam
kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas dan tidak terbatas akibat
perkembangan internet dan teknologi digital. Oleh karena itu, ada 4 tahap
perkembangan profesional guru yaitu: era pra-profesional, era profesional
otonom, era profesional kolegial dan era profesional, dimana di era 4.0
menuntut peran guru yang semakin tinggi dan optimal. Empat tahap
perkembangan profesionalisme guru adalah sebagai berikut:
1. Era Pra-Profesional
Di era ini, mengajar dianggap sebagai pekerjaan yang hanya
membutuhkan keterampilan teknis yang sederhana namun sarat dengan
tuntutan administrative. Oleh karena itu, seorang dapat menjadi guru
mengajar. Pembimbingan masih sebatas pemberian semangat dan juga
memanfaatkan kemampuan sendiri.
2. Era Profesional Otonom
Era ini berawal pada abad 60 an ketika profesi guru sudah lebih baik

25
dibandingkan dengan era sebelumnya. Guru dipandang sebagai
pekerjaan profesional. Profesional Otonom meningkatkan status guru
dan juga gaji guru.
3. Era Profesional Kolegial
Era ini mulai saat terjadi ledakan pengetahuan di tahun 80an, meluasnya
tuntutan kurikulum, meningkatknya jumlah siswa berkebutuhan khusus
di kelas biasa dan perubahan lingkungan yang cepat.
4. Era Profesional (era 4.0)
Dimulai abad 21, di saat sekolah dituntut lebih memperhatikan pasar atau
konsumen yang kompetitif. Pekerjaan guru menjadi lebih kompleks yaitu
tidak hanya berkaitan dengan pengajaran, namun juga pengembangan
hubungan dengan orang tua dan komunitas sekolah.
Guru di era 4.0 memiliki karakteristik yag spesifik dibanding guru di
abad sebelumnya, antara lain: Memiliki semangat juang dan etos kerja yang
tinggi, mampu memanfaatkan iptek sesuai tuntutan lingkungan sosial dan
budaya sekitar, berperilaku profesional tinggi dalam mengemban tugas dan
menjalani profesi, memiliki wawasan ke depan yang luas dan tidak satu
pandangangan dalam melihat permasalahan, mengemban prinsip kerja
bersaing dan bersanding.7
Peranan Profesi Keguruan Dalam Menghadapi Tantangan Di Era 4.0
Mengingat strategisnya peran guru dalam pendidikan, apalagi di eraglobal ini, maka
kebutuhan akan guru yang berkualitas menjadi sebuah
keniscayaan demi masa depan bangsa yang gemilang. Kebutuhan akan guru
yang berkualitas yang semakin tinggi saat ini harus disikapi secara positif
oleh para pengelola pendidikan guru. Respons positif ini harus ditunjukkan
dengan senantiasa meningkatkan mutu program pendidikan yang
ditawarkannya. Perbaikan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
ini jelas akan membawa dampak positif bagi penciptaan guru yang berkualitas
kelak di kemudian hari.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dinyatakan
bahwa Guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada jalur pendidikan formal.
Profesi menjadi seorang guru menjadi profesi yang tidak akan pernah

26
tergantikan oleh perkembangan teknologi yang sangat luar biasa. Meskipun
setiap orang saat ini dapat menimba ilmu dari berbagai sumber melalui
kecanggihan teknologi yang serba digital. Namun, seorang guru tetap
dibutuhkan karena profesi yang mulia ini bukan hanya berfungsi untuk
mentransfer ilmu pengetahuan saja melainkan juga menanamkan nilai-nilai
kehidupan serta keteladanan yang tidak bisa dipelajari dari saluran informasi
apapun.
Berikut ini beberapa tantangan yang harus disikapi dan dipahami oleh
guru di lembaga pendidikan terutama dalam menghadapi era revolusi industri
4.0, antara lain sebagai berikut:
a. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi
yang begitu pesat.
b. Moral, adab, dan tingkah laku yang telah mengalami kepunahan.
c. Kritisnya kemasyarakatan diantaranya kriminalitas, kekerasan,
pengangguran, dan banyaknya warga miskin. Krisis personalitas sebagai
warga negara Indonesia yang berdaulat.
d. Perdagangan bebas yang meraja lela, baik di tingkat ASEAN, Asia Pasifik
dan mendunia.
Keadaan tersebut, tentunya sangat memerlukan dan membutuhkan guru
yang memiliki yang idealis,berkompeten dan berpendidikan yang tinggi,
dalam rangka membekali peserta didiknya dengan berbagai kemampuan yang
dibutuhkan untuk melawan arus atau era yang sedang dan terus berubah.
Maka tidak heran jika seorang guru merupakan faktor terpenting dalam
menerapkan dan mengembangkan pendidikan dan tentunya tidak terlepas dari
beberapa upaya yang harus dilakukannya, antara lain:
a. Guru mampu menguasai materi pelajaran, ilmu pengetahun, informasi dan
teknologi yang akan digunakan dan diajarkannya kepada peserta didik.
b. Guru mencerminkan tingkah laku dan sikap yang dapat diteladani peserta
didknya.
c. Guru mempunyai kecintaan dan komitmen terhadap profesinya sebagai
pendidik.
d. Guru menguasai berbagai macam metode dan strategi yang akan
digunakannya dalam pembelajaran dan teknik penilaian.
e. Guru bersikap terbuka dalam menghadapi pembaharuan dan wawasan

27
dalam pengembangan kompetensi dirinya, terutama dalam hal
pembaharuan.
Memasuki era revolusi indutri 4.0, tugas guru tidaklah semakin ringan,
setidaknya guru haruslah mampu mempersipkan dan meningkatkan
kemampuan yang dimiliki dengan baik dalam menghadapi era tersebut,
setidaknya ada 4 upaya yang harus dilaksanakannya, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Wardiman Djojonegoro, yaitu:
a. Memiliki kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Mampu bekerja secara profesioanl dengan otoritas mutu dan keunggulan.
c. Menghasilkan karya-karya unggul yang mamu bersaing secara global
sebagai hasil dari keahlian dan profesionalnya dan di era 4.0
d. Mempunyai karakteristik masyarakat teknologi, masyarakat madani yang
secara keseluruhan berpegaruh pada visi, misi dan tujuan pendidikan.
Pertumbuhan teknologi akan berpengaruh pada cara dan bentuk hidup
manusia.
Dengan demikian, hendaknya guru meningkatkan kualifikasi keilmuan
dan akademis yang dimilikinya, mengubah kearifan dan kebijaksanaan yang
masih bertumpu pada pola-pola klasik, memperbaiki sikap dan tingkah laku
yang selama ini dilakukannya dihadapan peserta didik, dan melek akan
perkembangan dan kemajuan teknologi yang berkembang dengan pesat.
Guru haruslah mampu mengambil sisi positif dan mengantisipasi sisi
negatif dari perkembangan informasi dan teknolgi di era industri 4.0 yang
sangat berdampak pada proses pembelajarannya. Apabila hal tersebut tidak
disikapi dan dicermati dengan baik maka akan sia-sia. Kehadiran smartphone
saat ini salah satunya telah menjadikan peserta didik mudah dan cepat dalam
mendapatkan informasi terbaru yang up to date dan hal ini sangat
berpengaruh dalam KBM yang dilakukan oleh guru jika tidak ditindak lanjuti
dengan cepat.
Aplikasi tersebut, memang diciptakan untuk memberikan kemudakan
bagi peserta didik berbuat dan bekerja serta memberikan kebahagiaan dan
kesenangan bagi penggunanya. Artinya, kemajuan dan perkembangan
tersebut, hendaknya disikapi dan ditindak lanjuti, serta dijadikan sebagai
sumber pendukung dalammeningkatkan dan mengembangkan pendidikan

28
agar lebih baik dan relevan serta sesuai dengan kebutuhan peserta didik di era revolusi
industry 4.0.
E. Strategi Pemilihan Media Pembelajaran Bagi Seorang Guru

Profesi guru merupakan pekerjaan sangat mulia dan mempunyai nilai luhur di
masyarakat, yang memerlukan keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, pengembangan
pengetahuan, penyediaan sarana/insititusi, dan asosiasi. Namun, berbagai penilaian dan
persepsi khalayak umum tentang eksistensi guru sebagai “jabatan fungsional” dan “pekerja
profesional” banyak yang meragukan, tidak percaya sepenuhnya terhadap kemampuan dan
kualitas dalam mengemban tugasnya sebagai pengajar.

Oleh karena itu, kesadaran dan kearifan para guru untuk memahami serta mematuhi berbagai
dimensi keprofesian guru adalah sesuatu yang mutlak dimiliki oleh seorang guru, ketika
publik semakin menuntut keahlian layanan pembelajaran yang mendidik. Media
Pembelajaran, merupakan salah satu perangkat pembelajaran yang harus dimiliki guru dan
secara operasional dikuasai guru. Karena Media pembelajaran sebagai sarana untuk
memperjelas, memudahkan, mengeffektifkan proses belajar mengajar di kelas. Media
pembelajaran seorang guru dapat berupa, lap top, LCD, OHP, internet, yang saat ini sedang
tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.

Dengan hal tersebut sudah menjadi kewajiban guru meningkatkan kualitasnya dengan
semakin memperdalam penguasaan tehnologi tersebut dalam aplikasinya. Guru yang buta
tehnologi/gaptek, tidak memahami tehnologi khususnya tehnologi IT, digital kesulitan
mentransfer  materi  kepada  siswa dan effektifitas pembelajaran terganggu. Media
pembelajaran bagian tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi mencapai tujuan
pendidikan pada umumnya dan tujuan di sekolah.

Guru sering salah dan kurang tepat dalam memilih media pembelajaran, dan seorang guru
dituntut harus mampu untuk dapat menggunakan, mengembangkan ketrampilan, membuat
media pembelajaran, maka dari itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang
media pembelajaran. Kompetensi yang harus dimiiki guru dalam memilih media
pembelajaran antara lain meliputi, media sebagai alat komunikasi guna mengeffektifkan
PBM, fungsi media dalam mencapai tujuan pendidikan, seluk beluk proses belajar, hubungan
antara metode mengajar dan media pengajaran, pemilihan dan penggunaan media
pembelajaran, nilai dan manfaat media pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran.

Tujuan seorang guru memilih media pembelajaran antara lain untuk mendemonstrasikan,
menjadikan siswa merasa akrab dengan media tersebut, memberi gambaran atau penjelasan
tentang materi secara lebih konkrit, dan membuktikan bahwa media pembelajaran dapat
berbuat lebih dari yang bisa dilakukan. Dasar pertimbangan untuk memilih media sangatlah
sederhana, yakni memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak.

Mc.Cornnel (1974) mengatakan bila media pembelajaran itu harus sesuai pakailah “ If The
Media Fits, Use It”. Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologi
yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunan media adalah sebagai
berikut : motivasi, emosi, perbedaan individual, tujuan pembelajaran, organisasi isi, persiapan
sebelum belajar, partisipasi umpan balik, penguatan (reinforcement), latihan dan
pengulangan, dan penerapan. Hasil nya seorang guru yang tepat dalam pemilihan media

29
pembelajaran membuat effektifitas pembelajaran tercapai dan hasil belajar siswa memuaskan,
hal tersebut disebabkan siswa mudah, cepat memahami materi yang disampaikan guru.

Media pembelajaran sebagai sarana, alat untuk mengeffektifkan proses transfer materi kepada
siswa agar siswa dapat memahami materi, menerima materi, menguasai materi dengan baik,
jelas, mudah, sehingga proses belajar mengajar berlangsung dengan baik. Media belajar saat
ini memunyai perangkat tehnologi tinggi, canggih, sehingga seorang guru harus menguasai,
dapat mengaplikasi alat tersebutdalam prodes belajar mengajar. Selain sarana prasarana, jenis
media belajaran mempunyai tehnologi tinggi, isi program dalam tehnologi tersebut harus
dikuasai oleh seoarang guru misanya program, excel, words, power point, digital, email dll.
Dengan menguasai tehnologi internet, digital guru dapat memilih strategi yang cocok untuk
setiap materi pelajaran yang diberikan kepada siswa. Diperlukan cara yang tepat untuk
menentukan strategi apa yang benar dalam menentukan media pembelajaran yang digunakan
dalam menyampaikan materi.

Dasar strategi pertimbangan untuk memilih media sangatlah sederhana, yaitu memenuhi
kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak. Mc.Cornnel (1974) mengatakan
bila media pembelajaran itu harus sesuai, pakailah “ If The Media Fits, Use It”. Dari segi
teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologi yang perlu mendapat
pertimbangan dalam strategi pemilihan dan penggunan media pembelajaran yakni: motivasi,
emosi, perbedaan individual, tujuan pembelajaran, organisasi isi, persiapan sebelum belajar,
partisipasi umpan balik, penguatan (reinforcement), latihan pengulangan, dan penerapan.

Hasil nya guru yang tepat dalam strategi pemilihan media pembelajaran effektifitas
pembelajaran tercapai dan hasil belajar siswa memuaskan, sebab siswa mudah, cepat
memahami materi yang disampaikan guru melalui media pembelajaran.

Sering guru dalam memilih media pembelajaran dalam menyampaikan suatu materi tidak
tepat, salah pilih, sehingga effektifitas transfer materi dalam proses belajar mengajar tidak
tercapai. Setiap alat dalam media pembelajaran mempunyai karakteristik sendiri-sendiri,
sehingga tidak semua materi cocok menggunakan alat dan sarana media tersebut. Guru
kadang kala semua materi disampaikan dengan model satu alat, sarana media pembelajaran
nya apa saja, padahal setiap materi mempuyai isi program, karakteristik materi sesuai
bidangnya seperti IPA, IPS, Matematika, Biologi, Fisika, PPKn, Ekonomi, Anthropogi,
Sosiologi, Agama, dan Geografi.

Untuk itu diperlukan strategi pemilihan yan tepat, cocok oleh seorang guru dalam
menentukan media pembelajaran apa yang sesuai dengan materi yang telah dirancang dalan
satuan pembelajaran. Guru yang baik adalah guru yang dapat melayani peserta didik dengan
Good Customer, baik dalam masalah penguasaan materi, metode penyampaian tepat, sabar,
menguasai tehnologi pembelajaran termasuk Media Pembelajaran yang yang sesuai dengan
topik pembelajaran. Maka guru saat ini tidak boleh buta tehnologi dan pengetahuan tetapi
harus menguasai, dapat mengaplikasikan dalam Proses Belajar Mengajar.

F. Pengertian Media Pembelajaran.

Dalam dunia pengajaran, untuk mencapai agar terdapat eefektifitas dan effesiensi, maka
diperlukan suatau alat bantu yang dikenal dengan istilah “Media Belajar” Media adalah
perantara atau pengantar dari pengiri (guru) kepenerima pesan (siswa) Media pengajaran

30
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (message),
merangsang fikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong
proses belajar belajar. Sebagai pembawa pesan media pengajaran (penyalur) pesan, media
pengajaran harus dikuasai dan difahami oleh guru yang lebih penting dapat memudahkan
pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru.

Dengan demikian penggunaan media pembelajaran sangat penting, karena hakekatnya


merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Tujuan akhir dari pemilihan media
pengajaran adalah bahwa penggunaan media pembelajaran dapat memungkinkan siswa
berinteraksi dengan media yang guru pilih.

Pemilihan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar sejalan dengan dengan
tindakan seorang guru dalam menghadapi keaneka ragaman siswa dalam belajar, seorang
guru memiliki banyak pilihan dalam menentukan media pembelajaran apa yang tepat,
cocok.antara lain:

1. Ciptakan rancangan kelas yang multidiminsional, dan rancanagn pembelajaran yang


menggambarkan keragaman kemampuan belajar.
2. Buat rancangan waktu belajar fleksibel.
3. Kelompokkan siswa berdasarkan basis kemampuannya.
4. Persiapkan strategi pembelajaran untuk kelompok sesuai dengan spesifikasi nya
dengan strategi yang tepat.
5. Gunakan tutorial teman sebaya dan belajar bersama untuk menambah kemampuan
dan pengalaman masing-masing siswa. ( Kauchak, 1998 :8).

A. Peningkatan Kualitas Guru

Guru yang memiliki posisi yang sangat penting dan strategi dalam pengembangan
potensi yang dimiliki peerta didik. Pada diri gurulah kejayaan dan keselamatan masa
depan bangsa dengan penanaman nilai-nilai dasar yang luhur sebagai cita-cita
pendidikan nasional dengan membentuk kepribadian sejahtera lahir dan bathin, yang
ditempuh melalui pendidikan agama dan pendidikan umum. Oleh karena itu harus
mampu mendidik diperbagai hal, agar ia menjadi seorang pendidik yang proposional.
Sehingga mampu mendidik peserta didik dalam kreativitas dan kehidupan sehari-
harinya. Untuk meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran, perlu
ditingkatkan melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Mengikuti Penataran
Menurut para ahli bahwa penataran adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman
untuk meningkatkan keahlian guru menyelarasikan pengetahuan dan keterampilan
mereka sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang-
bidang masing-masing.[16][16] Sedangkan kegiatan penataran itu sendiri di tujukan:
a. Mempertinggi mutu petugas sebagai profesinya masing-masing.
b. Meningkatkan efesiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang optimal.
c. Perkembangan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.[17]
Jadi penataran itu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, keahlian dan
peningkatan terutama pendidikan untuk menghadapi arus globaliasi.
31
2. Mengikuti Kursus-Kursus Pendidikan
Hal ini akan menambah wawasan, adapun kursus-kursus biasanya meliputi
pendidikan arab dan inggris serta computer.
3. Memperbanyak Membaca
Menjadi guru professional tidak hanya menguasai atau membaca dan hanya
berpedoman pada satu atau beberapa buku saja, guru yang berprofesional haruslah
banyak membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan
disampaikan sehingga sebagai pendidik tidak akan kekurangab pengetahuan-
pengetahuan dan informasi-informasi yang muncul dan berkembang di dalam
mayarakat.
4. Mengadakan Kunjungan Kesekolah Lain (studi komperatif)
Suatu hal yang sangat penting seorang guru mengadakan kunjungan antar sekolah
sehingga akan menambah wawasan pengetahuan, bertukar pikiran dan informasi
tentang kemajuan sekolah. Ini akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang
dimilikinya serta mengatai permasalahan-permasalahan dan kekurangan yang terjadi
sehingga peningkatan pendidikan akan bisa tercapai dengan cepat.
5. Mengadakan Hubungan Dengan Wali Siswa
Mengadakan pertemuan dengan wali siswa sangatlah penting sekali, karena dengan
ini guru dan orang tua akan dapat saling berkomunikasi, mengetahui dan menjaga
peserta didik serta bisa mengarahkan pada perbuatan yang positif. Karena jam
pendidikan yang diberikan di sekolah lebih sedikit apabila dibandingkan jam
pendidikan di dalam keluarga.

B. Peningkatan Materi

Dalam rangka peningkatan pendidikan maka peningkatan materi perlu sekali


mendapat perhatian karena dengan lengkapnya meteri yang diberikan tentu akan
menambah lebih luas akan pengetahuan. Hal ini akan memungkinkan peserta didik
dalam menjalankan dan mengamalkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan baik
dan benar. Materi yang disampaikan pendidik harus mampu menjabarkan sesuai yang
tercantum dalam kurikulum. Pendidik harus menguasai materi dengan ditambah
bahan atau sumber lain yang berkaitan dan lebih actual dan hangat. Sehingga peserta
didik tertarik dan termotivasi mempelajari pelajaran.

C. Peningkatan dalam Pemakaian Metode

Metode merupakan alat yang dipakai untuk mencapai tujuan, maka sebagai salah satu
indicator dalam peningkatan kualitas pendidikan perlu adanya peningkatan dalam
pemakaian metode. Yang dimakud dengan peningkatan metode disini, bukanlah
menciptakan atau membuat metode baru, akan tetapi bagaimana caranya
penerapannya atau penggunaanya yang sesuai dengan materi yang disajikan, sehingga
mmperoleh hasil yang memuaskan dalam proses belajar mengajar. Pemakaian metode
ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga
peserta didik tidak akan merasa bosan dan jenuh atau monoton. Untuk itulah dalam
penyampaian metode pendidik harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

32
1) Selalu berorientasi pada tujuan
2) Tidak hanya terikat pada suatu alternatif saja
3) Mempergunakan berbagai metode sebagai suatu kombinasi, misalnya:
metode ceramah dengan tanya jawab.
Jadi usaha tersebut merupakan upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada peserta
didik diera yang emakin modern.

D. Peningkatan Sarana

Sarana adalah alat atau metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka
meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara pendidik dan
peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.[18] Dari segi sarana
tersebut perlu diperhatikan adanya usaha meningkatkan sebagai berikut:
1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan
2) Mengerti pengunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belaja
mengajar
3) Pembuatan media harus sederhana dan mudah
4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang akan
diajarkan.
Semua sekolah meliputi peralatan dan perlengkapan tentang sarana dan prasarana, ini
dijelaskan dalam buku “Admitrasi Pendidikan” yang disusun oleh Tim Dosen IP IKIP
Malang menjelaskan: sarana sekolah meliputi semua peralatan serta perlengkapan
yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, contoh: gedung
sekolah (school building), ruangan meja, kursi, alat peraga, dan lain-lainnya.
Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak langung
menunjang jalannya proses belajar mngajar atau pendidikan di sekolah, sebagai
contoh: jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan semuanya
yang berkenaan dengan sekolah.[19]

E. Peningkatan Kualitas Belajar

Dalam setiap proses belajar mengajar yang dialami peserta didik selamanya lancar
seperti yang diharapkan, kadang-kadang mengalami kesulitan atau hambatan dalam
belajar. Kendala tersebut perlu diatasi dengan berbagai usaha sebagai berikut:
1) Memberi Rangsangan
Minat belajar seseorang berhubungan dengan perasaan seseorang. Pendidikan harus
menggunakan metode yang sesuai sehingga merangsang minat untuk belajar dan
mempelajari baik dari segi bahasa maupun mimic dari wajah dengan memvariasikan
setiap metode yang dipakai. Dari sini menimbulkan yang namanya cinta terhadap
bidang studi, sebab pendidik mampu memberikan ransangan terhadap peserta didik
untuk belajar, karena yang disajikan benar-benar mengenai atau mengarah pada diri
peserta didik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya setelah peserta
didik terangsang terhadap pendidikan maka pendidik tinggal memberikan motivasi
secara kontinew. Oleh karena itu pendidik atau lembaga tinggal memberikan atau
menyediakan sarana dan prasarana saja, sehingga peserta didik dapat menerima

33
pengalaman yang dapat menyenangkan hati para peserta didik sehingga menjadikan
peserta didik belajar semangat.
2) Memberikan Motivasi Belajar
Motivasi adalah sebagai pendorong peserta didik yang berguna untuk menumbuhkan
dan menggerakkan bakat peserta didik secara integral dalam dunia belajar, yaitu
dengan diambil dari sisitem nilai hidup peserta didik dan ditujukan kepada penjelasan
tugas-tugas.
Motivasi merupakan daya penggerak yang besar dalam proses belajar mengajar,
motivasi yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa:
b. Memberikan penghargaan.
Usaha-usaha meyenangkan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi yang
bagus, baik berupa kata-kata, benda, simbul atau berupa angka (nilai). Penghargaan
ini bertujuan agar peserta didik selalu termotivasi untuk lebih giat belajar dan mampu
bersaing dengan teman-temannya secara sehat, karena dengan itu pendidik akan
mudah meningkatkan kualita pendidikan.
b. Memberikan hukuman.
Pemberian hukuman ini bersifat mendidik artinya bentuk hukuman itu sendiri
berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan.
c. Mengadakan kompetisi dan lomba.
Pengadaan ini dipergunakan untuk meningkatkan prestasi peserta didik untuk
membantu peserta didik dalam pembentukan mental yang tangguh selain
pembentukan pengetahuan.untuk membantu proses pengajaran yang selalu dimulai
dari hal-hal yang nyata bagi siswa.

A. PROFESIONALISME GURU

Profesionalisme guru memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap


keberlangsungan dan efektivitas proses belajar mengajar. Oleh sebab itu guru dituntut
untuk bisa menyelami kondisi psikis para siswa ketika ia memberikan pelajaran. Dan
lebih dari itu bisa mengatasi setiap permasalahan-permasalahan etis yang timbul di
dalam kelas.
Pendekatan humanistik merupakan sebuah kemestian yang harus dilakukan oleh
seorang guru supaya bisa menciptakan suasana dialogis ingklusive antara siswa
dengan guru. Sehingga terjadi suatu kedekatan emosional yang erat. Berkaitan dengan
teori humanistik ini Hamachaek mengatakan bahwa guru-guru yang efektif adalah
guru-guru yang “manusiawi”, yang mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih
demokratis daripada autokratik, dan mereka harus mampu berhubungan dengan
mudah dan wajar dengan para siswa baik secara perorangan maupun kelompok
(Wasty Soemanto, 1990: 220).
Eksistensi guru sebagai seorang pendidik memperoleh banyak tantangan, baik itu dari
siswa maupun dari masyarakat. Hal ini lebih disebabkan oleh kurang
profesionalimenya guru dalam melancarkan efektihitas belajar dan mengajar.
Sehingga wibawa para guru di mata murid-murid kian jatuh. Murid-murid masa kini
khususnya yang menduduki sekolah-sekolah menengah pada umumnya hanya

34
cenderung menghormati para guru  karena ada udang di balik batu. Sebagian siswa-
siswa di kota menghormati guru karena ingin mendapat nilai yang tinggi atau naik
kelas dengan peringkat tinggi tanpa kerja keras. Sebagian lainnya lagi menghormati
guru agar mendapat dispensasi “harap dan maklum” apabila telat menyerahkan tugas
(Muhibbin Syah,1995:  221). 
Sikap dan prilaku masyarakat seperti itu memang tidak sepenuhnya tanpa alas an yang
bersumber dari para guru. Ada sebagian guru yang terbukti memang berpenampilan
tidak mendidik, ada yang memberikan hukuman biadab (corporial punishment) di luar
batas norma pendidikan dan ada juga guru yang melakukan pelecehan seksual
terhadap murid perempuannya. Fenomena-fenomena yang terjadi itu secara filosofis
memang bersumber dari diri seorang yang mempunyai predikat ”guru”  yang
merupakan sosok publik figure dalam dunia pendidikan.
Di satu sisi banyak aksi-aksi penyudutan terhadap para guru, namun di sisi lain
banyak mendapatkan penghargaan dan pujian. Hal ini karena jasa seorang guru sangat
besar dalam menciptakan kemajuan zaman. Salah seorang pemikir barat mengatakan
tidak ada guru maka tidak ada tekhnologi, tidak ada tehnologi maka manusia akan
hancur dibodohi oleh dunia. Pendapat di atas tidak keliru karena guru memainkan
paran yang sangat penting dalam pentas kehidupan global. Adanya sebuah lagu
khusus tentang guru dan banyaknya muncul puisi-puisi dari para penyair kenamaan
adalah bukti yang sangat kuat terhadap jasa-jasa yang diberikan oleh guru yang tidak
bisa dihitung secara materi. Karena itu guru adalah orang yang memberikan ilmu,
memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membimbing murid untk
mencapai tujuan pendidikan (Witheringthon, 1991: 85)

B. Kompetensi Profesionalisme Guru

Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.


Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris cukup banyak dan yang lebih relevan
dengan pembahasan ini ialah kata proficiency dan ability yang memiliki arti kurang 
lebih sama yaitu kemampuan. Hanya proficiency lebih sering digunakan orang untuk
menyakan kemampuan berperingkat tinggi.
Istilah professional aslinya dalah  kata – kata dari profession (pekerjaan) yang berarti
sangat mampu melakukan pekerjaan. Berdasarkan pertimbangan arti di atas, maka
pengertian guru professional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan  dengan
kemampuan tinggi (profesionsi) sebagai sumber kehidupan. Kebalikannya adalah
guru amatir yang di Barat  disebut sub-profesional seperti teacher-aid (asisten guru).
Di negara-negara maju khususnya Australia, asisten guru ini dikaryakan untuk
membantu professional dalam mengelola kelas, tetapi tidak mengajar. 
    Dengan peran dan profesionalismenya sebagai pengajar, guru diharapakan mampu
mendorong setiap anak untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui
berbagai sumber dan media dan mampu membantu anak secara efektif, dapat
mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber media belajar
(Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono, 1991: 99)
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki 
keanekaragaman kecakapan yang bersifat psikologis yang meliputi (Muhibbin Syah :
230):

35
1.    Kompetensi Kognitif (kecakapan ranah cipta)
Kompetensi ranah cipta merupakan sebuah kemestian yang harus dimiliki setiap calon
guru dan guru professional. Di mana kompetensi kognitif ini mengandung
pengetahuan yang bersifat deklaratif dan prosedural. Pengetahuan deklaratif
(declarative knowledge ) merupakan pengetahuan yang berisfat statis normative
dengan tatanan yang jelas yang diungkapkan secara lisan (oral). Sedangkan
pengetahuan prosedural (prosedural knowledge) yang juga bersemayam dalam otak
itu juga pada dasarnya  adalah pengetahuan praktis dan dinamis  yang mendasari
keterampilan melakukan sesuatu. Pengetahuan dan keterampilan ranah cipta dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori, yatu: Kategori pengetahuan
kependidikan/keguruan dan kategori pengetahuan bidang studi yang menjadi mata
pelajaran yang akan diajarkan guru.
2.    Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa)
Kompetensi ranah afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar
untuk didentifikasi. Kompetensi ranah ini sebenarnya meliputi seluruh fenomena
perasaan dan emosi seperti; cinta, benci, senang dan sedih dan sikap-sikap tertentu
terhadap diri sendiri dan orang lain. Sikap dan perasaan itu meliputi: 
a.    Self concept dan self esteem
b.    Self efficacy dan contextual efficacy
c.    Attitude of self acceptance dan others acceptrance
3.    Kompetensi psikomotor (kecakapan ranah karsa)
Kompetensi psikomotor guru meliputi segala keterampilan atau kecakapan yang
bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan  dengan tugas-tugasnya selaku
pengajar. Guru yang professional memerlukan penguasaan yang prima atas sejumlah
keterampilan ranah karsa yang ber;angsung yang berakitan dengan bidang studi
garapannya.
Secara garis besar, kompetensi ranah karsa  guru terdiri atas dua kategori, yaitu:
Kecakapan fisik umum dan kecakapan fisik khusus. Kecakapan fisik umum
direflesikan  dalam brntuk gerakan dan tindakan umum jasmani guru seperti duduk,
berdiri, berjalan dan lain sebagainya yang tidak langsung berkaitan dengan kreatifitas
mengajar. Kompetensi ranah karsa ragam ini selayaknya direflesikan oleh guru sesuai
dengan kebutuhan dan tata krama yang berlaku. Adapun kecakapan ranah karsa guru
yang khusus meliputi ketrampilan-ketrampilan ekspresi verbal (pernyataan lisan) dan
nonverbal  tertentu yang direfleksikan oleh guru terutama ketika mengolah ekpresi
proses belajar mengajar.

C. Standarisasi Sertifikasi Guru

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru


dan dosen atau bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada
guru dan dosen sebagai tenaga professional. Sertifikasi guru merupakan
amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang
diperoleh melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan
symposium.

36
Namun sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara
pendidikan dan lembaga pelatihan setelah lulus uji kompetensi yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau
lembaga sertifikasi. Sertifikasi guru bertujuan untuk menentukan
tingkat kelayakan seorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran di sekolah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik
bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji sertifikasi.
Sedangkan manfaat dai sertifikasi guru tidak hanya terkait dengan
kualitas semata, lebih jauh lagi dari itu, sertifikasi guru juga berakses
pada peningkatan kesejahtraan guru yang selama ini banyak disindir
sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, tapa imbalan uang untuk
kesejahtraannya yang layak dan juga tanpa bintang dari pemerintah,
inilah beberapa manfaat sertifikasi guru :
1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten,
yang dapat merusak citra profesi guru.
2. Melindugi masyarakat dari praktik praktik pendidikan yang tidak
professional dan tidak berkualitas

1. Meningkatkan kesejahtraan guru.

Ada dua sasaran yang menjadi tujuan dalam proses sertifikasi :


Pertama mereka para lulusan sarjana pendidikan maupun non
pendidikan yang menginginkan guru sebagai pilihan profesinya. Kedua
para guru dalam jabatannya. Bagi para lulusan sarjana pendidikan
maupun non kependidikan yang menginginkan guru sebagai pilihan
profesinya, sebelum mengikuti proses sertifikasi mereka harus terlebih
dahulu mengikuti tes awal dan kemudian menempuh pendidikan profesi
baru mengikuti proses sertifikasi.
Setelah mereka lulus uji kompetensi, maka mereka dikatakan
sebagai guru berspektif profesi. Oleh sebab itu harus ada mekanisme
khusus bagi lulusan S-1 kependidikan yang tidak ingin menjadi guru dan
‘pintu’ masuk bagi lulusan dari non-pendidikan yang ingin masuk
menjadi guru. Adapun bagi mereka yang sudah menjabat guru, terdapat
beberapa syarat yang harus dilalui. Secara yuridis dasar hukum
kewajiban sertifikasi bagi guru, tertuang dalam pasal 11 UUGD yang
menjelaskan, bahwa sertifikasi pendidik hanya diberikan kepada guru
yang telah memenuhi persyaratan.
Adapun persyaratan untuk memperoleh sertifikasi pendidikan,
menurut pasal 9 UUGD, bahwa guru tersebut harus memiliki kualifikasi
pendidikan minimal program sarjana [S-1] atau program diploma empat
[D-IV]. Secara normative berdasarkan ketentuan tersebut tidak ada
alaternatif lain untuk mengikuti sertifikasi selain harus berpendidikan
sarjana atau diploma empat. Menurut ketentuan Rancangan Peraturan
Pemerintah, bahwa bagi para guru yang sudah memiliki pendidikan
minimal sarjana dikatagorikan dalam dua kelompok,
Pertama bagi guru yang memiliki sertifikasi pendidikan S1/D4
kependidikan atau memilki kualifikasi pendidikan S1/D4 nonkependidikan
yang telah menempuh akta mengajar yang relevan
langsung dapat mengikuti sertifikasi guru melalui uji kopetensi sesuai

37
jenjang dan jenis pendidikan sampai dinyatakan lulus dan memperoleh
sertifikasi pendidik; kedua, bagi guru yang memiliki kualifikasi
pendidikan S1/D4 non-kependidikan yang belum memiliki akta
mengajar yang relevan langsung wajib mengikuti pendidikan profesi
dengan mempertimbangkan penilaian hasil belajar melalui pengalamanAda dua
sasaran yang menjadi tujuan dalam proses sertifikasi :
Pertama mereka para lulusan sarjana pendidikan maupun non
pendidikan yang menginginkan guru sebagai pilihan profesinya. Kedua
para guru dalam jabatannya. Bagi para lulusan sarjana pendidikan
maupun non kependidikan yang menginginkan guru sebagai pilihan
profesinya, sebelum mengikuti proses sertifikasi mereka harus terlebih
dahulu mengikuti tes awal dan kemudian menempuh pendidikan profesi
baru mengikuti proses sertifikasi.
Setelah mereka lulus uji kompetensi, maka mereka dikatakan
sebagai guru berspektif profesi. Oleh sebab itu harus ada mekanisme
khusus bagi lulusan S-1 kependidikan yang tidak ingin menjadi guru dan
‘pintu’ masuk bagi lulusan dari non-pendidikan yang ingin masuk
menjadi guru. Adapun bagi mereka yang sudah menjabat guru, terdapat
beberapa syarat yang harus dilalui. Secara yuridis dasar hukum
kewajiban sertifikasi bagi guru, tertuang dalam pasal 11 UUGD yang
menjelaskan, bahwa sertifikasi pendidik hanya diberikan kepada guru
yang telah memenuhi persyaratan.
Adapun persyaratan untuk memperoleh sertifikasi pendidikan,
menurut pasal 9 UUGD, bahwa guru tersebut harus memiliki kualifikasi
pendidikan minimal program sarjana [S-1] atau program diploma empat
[D-IV]. Secara normative berdasarkan ketentuan tersebut tidak ada
alaternatif lain untuk mengikuti sertifikasi selain harus berpendidikan
sarjana atau diploma empat. Menurut ketentuan Rancangan Peraturan
Pemerintah, bahwa bagi para guru yang sudah memiliki pendidikan
minimal sarjana dikatagorikan dalam dua kelompok,
Pertama bagi guru yang memiliki sertifikasi pendidikan S1/D4
kependidikan atau memilki kualifikasi pendidikan S1/D4 nonkependidikan
yang telah menempuh akta mengajar yang relevan
langsung dapat mengikuti sertifikasi guru melalui uji kopetensi sesuai
jenjang dan jenis pendidikan sampai dinyatakan lulus dan memperoleh
sertifikasi pendidik; kedua, bagi guru yang memiliki kualifikasi
pendidikan S1/D4 non-kependidikan yang belum memiliki akta
mengajar yang relevan langsung wajib mengikuti pendidikan profesi

dengan mempertimbangkan penilaian hasil belajar melalui pengalaman

sebelum mengikuti sertifikasi guru melalui koppetensi sesuai jenjang


dan jenis pendidikan sampai dinyatakan lulus dan memperoleh
sertifikasi pendidikan.
Menurut Mukhlas Samani, bahwa uji kompetensi terdiri dari dua
tahapan, yaitu menempuh tes tertulis dan tes kinerja yang dipadukan
dengan self appraisal, portofolio dan dilengkapi dengan peer appraisal.
Materi tes tertulis dan tes kinerja, portofolio dan peer appraisal
didasarkan pada indikator essensial kompetensi guru sesuai tuntutan

38
minimum UUGD dan peraturan pemerintah No.19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional. Pendidikan serta RPP guru sebagi agen pembelajaran.
Penilaian sertfikasi terdiri dari:
1. Tes Tertulis
Tes tertulis digunakan untuk mengungkap pemenuhan tuntutan
standar minimal yang harus dikuasai guru dalam kompetensi pedagogik
dan kompetensi profesional. Tes tulis ini merupakan alat ukur berupa
satu selt pernyataan untuk mengukur sampel perilaku kognitif yang
diberikan secara tertulis dan jawaban yang diberikan juga secara tertulis
dapat dikategorikan ke dalam tes dikotomi menjadi benar dan salah
2. Tes Kinerja
Tes kinerja menurut para ahli adalah jenis tes yang paling baik
untuk mengukur kinerja seseorang dalam melaksanakan suatu tugas
atau profesi tertentu. Secara umum tes kinerja dapat digunakan sebagai
alat untuk mengungkapkan gambaran menyeluruh dari akumulasi
kemampuan guru sebagai sinergi dari keempat kemampuan dasar.
Tes kinerja merupakan gambaran dari kemampuan guru dalam
proses pembelajaran mulai dari penilaian persiapan pembelajaran,
penilaian dalam melaksanakan pembelajaran, dan penilaian dalam
menutup pembelajaran. Dan penilaian dalam menutup pembelajran
beserta aspek aspeknya. Tes kinerja akan dapat maksimal apabila uji
sertifikasi dilakukan pada latar kelas sesungguhnya (real teaching) dan
bukan hanya sekedar simulasi (mikro teaching).
a. Penilaian persiapan pembelajaran, penilaian kinerja guru

dalam melaksanakan pembelajaran lebih bersifat penilaian

atau pernyataan yang dijabarkan dari empat kompetensi dasar dan


subkompetensi guru sebagai agen pembelajaran yang profesional.
Selanjutnya subkompetensi tersebut dalam suatu indikator esensial
dijabarkan lagi secara lebih rinci menjadi beberapa deskriptor.
Meyakinkan bahwa jawaban atas pertanyaan dan penyataan yang ada
dalam self Apprasial, diperlukan adanya bukti yang mendukung dalam
bentuk portofolio. Portofolio ini dapat berupa hasil karya guru yang
monumental selama mengelola pembelajaran, surat
keterangan/sertifikat/ piagam penghargaan/ karya ilmiah, ataupun
hasil kerja siswa dalam periode tertentu.
4. Peer Apprasial
Peer Apprasial bentuk penilaian sejawat yang terkait dengan
kompetensi guru secara umum. Terutama menyangkut pelaksanaan
tugas mengajar sehari-hari dalam interval waktu tertentu. Dalam hal ini
penilaian dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau guru senior sejenis
yang ditunjuk. Peran Peer Apprasial sebagai pendukung informasi yang
diperoleh melalui alat ukur tes tertulis, tes kinerja, self Apprasial, dan
portofolio.
Kompetensi guru yang diungkap melalui instrumen Peer Apprasial
ini terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas
b. Keteladanan dalam bersikap dan berperilaku
c. Kesopanan dan kesantunan dalam bergaul

39
d. Etos kerja sebagai guru
e. Keterbukaan dalam menerima kritik dan saran
f. Penguasaan bidang studi yang diajarkan
g. Kemampuan dalam membuat perencanaan pembelajaran
h. Kemampuan dalam menilai hasil belajar siswa
i. Kemampuan dalam memanfaatkan sarana dan prasarana
belajar
j. Kemampuan melaksanakan program remedial dan
pengayaan
k. Pengembangan diri sebagai guru
l. Keaktifan membimbing peserta didik dalam kegiatan
akademik maupun non akademik
m. Kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama.
Penilai Peer Apprasial dapat juga dilakukan dengan meminta
komentar secara tertulis terhadap guru yang dinilai. Hal ini
dimaksudkan untuk mem-probing lebih lanjut, dengan pertimbangan,
barangkali ada keterangan yang belum dapat direkam melalui pilihan
skor.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa uji dalam sertifikasi dapat
dilakukan dengan melalui empat tahap yaitu: tes tulis, tes kinerja, self
apprasial dalam bentuk portofolio dan peer apprasial. Sehingga nantinya
dalam uji sertifikasi dapat lebih transparan dan lebih terjamin kualitas
pendidik yang sebenarnya karena melalui uji sertifikasi secara
menyeluruh.

40
41

Anda mungkin juga menyukai