Ajektif atau Hukum Formal dirumuskan oleh Henry Campbell Black, sebagai
berikut
2. Ajective Law : that part of law which provides a method for enforcing our
maintaining rights, or obtaining redress for their invasion
Inti dari rumusan-rumusan hukum substantive dan adjektif adalah pada hak-hak
dan kewajiban-kewajiban subyek hukum. Didalam hukum substantive hal itu
dirumuskan, sedangkan hukum adjektif memberikan edoman bagaimana
penegakannya atau mempertahankannya di dalam praktek (termasuk bagaimana
mengatasi pelanggaran terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut
Dari sudut fungsinya maka menurut W.L.G Lemaire, maka hukum formil bertuga
untuk mengakkan hukum materil, sebagai suatu kompleks kaedah-kaedah hukum.
Mengenai hal ini AM.Bos, menyatakan sebagai berikut, “hukum materil mengatur
hubungan antar manusia (misalnya erjanjian-perjanjian yang harus dilaksanakan).
Apabila aturan-aturan semacam itudilanggar, maka harus terjadi sesuatu. Hukum
materill harus “ditegakkan” dan hal itu terjadi didalam suatua acara. Acara
tersebut diatur dan aturan-aturannya disebut hukum formil, hukum formil adalah
ukum acara : hukum acara perdata, hukum acara pidana, dan hukum acara
pemerintahan)”.
G.W Paton juga menyinggung masalah pembedaan antara hukm materil (yang
disebutnya “substantive law”) dengan hukum formil (yang disebutnya “procuderal
law”). Salah satu dasar pembedaan yang tidak disetujuinya adalah bahwa
pembedaan tersebut dikembalikkan pada ruang lingkuo masing-masinghukum.
Hukum materil menentukan hak-hak (subyek hukum), sedangkan hukum formil
mengatur bagaimanakah acaranya apabila hak-hak tersebut dilinggar (remedies)
G.W Paton tidak menyetujui dasar pembedaan tersebut oleh karna