Anda di halaman 1dari 29

 Pengertian Rekayasa Genetika

Rekayasa genetika atau rekombinan DNA adalah kumpulan teknik-teknik eksperimental


memungkinkan peneliti untuk mengisolasi, mengidentifikasi, dan melipatgandakan suatu
fragmen dari materi genetika (DNA) dalam bentuk murninya.Pemanfaatan teknik genetika di
dalam bidang pertanian diharapkan dapat memberihkan sumbangan,baik dalam membantu
memahami mekanisme-mekanisme dasar proses metabolisme tanaman maupun dari segi
aplikasi praktis seperti pengembangan tanaman-tanaman pertanian dengan sifat unggul .Yang
disebut terakhir bisa berupa pengklonan dan pemindahan gen-gen penyandi sifat-sifat
ekonomis penting pada tanaman,maupun pemanfaatan klon-klon DNA sebagai masker
(penanda) di dalam membantu meningkatkan efisiensi seleksi dalam program pemulihan
tanaman. Keunggulan rekayasa genetika adalah mampu memindahkan materi genetika dari
sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih
singkat. Melalui proses rekayasa genetika ini, telah berhasil dikembangkan berbagai
organisme maupun produk yang menguntungkan bagi kehidupan manusia.
Teknologi khusus yang digunakan dalam rekayasa genetika meliputi teknologi DNA
Rekombinan yaitu pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan
molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan
mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.

 Manfaat Rekayasa Genetika


1.      Untuk mengurangi biaya dan meningkatkan penyediaan sejumlah besar bahan yang
sekarang di gunakan di dalam pengobatan, pertanian dan industri.
2.      Untuk menggembangkan  tanaman – tanaman pertanian yang bersifat unggul namun
secara praktis.
3.      Untuk menukar gen dari satu organisme kepada organisme lainnya ,menginduksi sel
untuk membuat bahan-bahan yang sebelumnya tidak pernah dibuat.

 Prinsip dan Teknik Dasar Kloning DNA


Dasar dari pengembangan teknologi DNA Rekombinan adalah ditemukannya mekanisme
seksual pada bakteri yang telah dibuktikan pada tahun 1946. Konsekuensi dari mekanisme
seksual adalah:
1. Menyebabkan terbentuknya kombinasi gen-gen yang berasal dari dua sel yang berbeda.
2. Terjadi pertukaran DNA atau gen dari satu sel ke sel yang lain. Mekanisme seksual ini
tidak bersifat reproduktif atau tidak menghasilkan keturunan.
Asam nukleat yang merupakan sumber informasi genetika didalam setiap sel,adalah molekul
yang bisa dimanipulasi .Ada dua macam asam nucleat yaitu asam ribonucleat :Asam
ribonucleat ( RNA ) dan asam deoksiribonucleat (DNA).
Asam nukleat adalah molekul besar berupa utas rantai yang panjang.Rantai asam nukleat
disusun ole(fragmen) DNA organisme komponen-komponen yang terdiri dari :
1.      Gula pentosa berkarbon 5 ( yaitu gula ribosa pada RNA,dan gula Deoksiribosa pada
DNA)
2.      Gugus fosfat (PO4-2)
3.      Basa
            Transfer DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara,
yaitu konjugasi, transformasi, dan transduksi. DNA yang masuk ke dalam sel bakteri
selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk
kromosom rekombinan.
a.       Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel bakteri
lainnya (sel resepien) melalui kontak fisik antara kedua sel. Sel donor memasukkan sebagian
DNA-nya ke dalam sel resepien. Transfer DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel
donor. Sel resepien tidak memiliki pili seks. DNA dari sel resepien berpindah ke sel resipien
secara replikatif sehingga setelah proses ini selesai, sel jantan tidak kehilangan DNA. Ke dua
sel tidak mengalami peningkatan jumlah sel dan tidak dihasilkan sel anak. Oleh karena itu,
proses konjugasi disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual yang tidak reproduktif.
b.      Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di
sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar bakteri (DNA asing) dapat berupa potongan DNA
atau fragmen DNA yang berasal dari sel bakteri yang lain atau organisme yang lain.
Masuknya DNA dari lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara alami. Pada
tahun 1928 ditemukan strain bakteri yang tidak virulen dapat berubah sifatnya menjadi
virulen disebabkan adanya strain yang tidak virulen dicampur dengan sel-sel bakteri strain
virulen yang telah dimatikan. Tahun 1944 ditemukan bahwa perubahan sifat atau
transformasi dari bakteri yang tidak virulen menjadi virulen disebabkan oleh adanya DNA
dari sel bakteri strain virulen yang masuk ke dalam bakteri strain yang tidak virulen.
c.       Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui
perantaraan bakteriofage. Beberapa jenis virus berkembang biak di dalam sel bakteri. Virus-
virus yang inangnya adalah bakteri sering disebut bakteriofag atau fage. Ketika virus
menginfeksi bakteri, fage memasukkan DNA-nya ke dalam sel bakteri. DNA tersebut
kemudian akan bereplikasi di dalam sel bakteri atau berintegrasi dengan kromosom baketri.
DNA fage yang dikemas ketika membentuk partikel fage baru akan membawa sebagian DNA
bakteri yang menjadi inangnya. Selanjutnya jika fage tersebut menginfeksi bakteri yang lain,
maka fage akan memasukkan DNAnya yang sebagian mengandung DNA sel inang
sebelumnya. Jadi, secara alami fage memindahkan DNA dari satu sle bakteri ke bakteri yang
lain.
Unsur-unsur yang esensial diperlukan dalam kloning DNA adalah:
1.      Enzim retraksi (enzim pemotong DNA)
2.      Kloning vektor (pembawa)
3.      Enzim ligase yang berfungsi menyambung rantai DNA
Adapun proses-proses dasar dalam kloning DNA meliputi :
1.      Pemotongan DNA (DNA organisme yang diteliti dan DNA vektor)
2.      Penyambungan potongan-potongan (fragmen) DNA organisme dengan DNA vektor
menggunakan enzim ligase
3.      Transformasi rekombinan DNA (vektor + DNA sisipan) ke dalam sel bakteriEschericia
coli.
4.      Seleksi (screening) untuk mendapatkan klon DNA yang diinginkan.

 Perangkat teknologi DNA rekombinan


            Adapun perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya
enzim restriksi untuk memotong DNA, enzim ligase untuk menyambung DNA, vektoruntuk
menyambung dan mengklonkan gen di dalam sel hidup dimana vektor yang sering digunakan
diantarnya plasmid dan bakteriofag, pustaka genom untuk menyimpan gen atau fragmen
DNA yang telah diklonkan, serta enzim transkripsi balik untuk membuat DNA berdasarkan
RNA (cDNA).
A.       Enzim Restriksi
Enzim restriksi merupakan enzim yang memotong molekul DNA. Karena enzim ini
memotong di bagian dalam molekul DNA, maka enzim ini juga dinamakanendonuklease
restriksi. Enzim ini memotong (menghidrolisis) DNA pada rangka gula-fosfat tepatnya pada
ikatan fosfodiester. Enzim restriksi akan mengenali dan memotong DNA hanya pada urutan
nukleotida tertentu, biasanya sepanjang 4 hingga 6 pasang basa.
Enzim restriksi memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
a.       Enzim restriksi mengenali urutan nukleotida spesifik.
b.      Enzim restriksi memotong ikatan fosfodiester diantara basa spesifik, satu di setiap helai
DNA.
c.       Hasil dari masing-masing reaksi tersebut yakni dua buah fragmen DNA untai ganda.
d.      Enzim restriksi tidak membeda-bedakan antara DNA yang berasal dari organisme yang
berbeda.
e.       Sebagian besar enzim restriksi akan memotong DNA yang mengandung urutan
pengenalan mereka, tidak mempermasalahkan sumber DNA tersebut.
f.       Enzim restriksi merupakan bagian alami dari sistem pertahanan bakteri.
Enzim retriksi disebut juga endonuklease. Enzim-enzim ini memotong rantai ganda DNA
pada tempat-tempat tertentu. Cara kerja enzim restriksi adalah dengan mengenal
sekuens (urutan basa) tertentu pada DNA, kemudian baru melakukan pemotongan.
Ada tiga golongan enzim restriksi yang telah diketahui,yaitu enzim restriksi golongan
I, golongan II, dan golongan III. Enzim restriksi golongan I bekerja dengan mengenal
sekuens tertentu pada DNA, tetapi melakukan pemotongan di luar (di sekitar) sekuens
pengenal tersebut. Enzim restriksi yang berguna pada prosedur kloning DNA adalah enzim
restriksi dari golongan II karena golongan ini memotong DNA pada posisi yang tertentu di
dalam sekuens pengenal tadi.Enzim restriksi golongan tiga memiliki cara kerja yang mirip
dengan golongan I, dimana pemotongan yang tidak spesifik dilakukan di sekitar sekuens
pengenalnya.
Nama dari suatu enzim restriksi biasanya diambil dari nama bakteri asal enzim tersebut
diisolasi.Bakteria umumnya mensintesis satu atau lebih endonuklease yang dapat memotong
DNA.Endonuklease atau enzim restriksi ini berfungsi terutama mengahalangi adanya DNA-
DNA asing yang masuk ke dalam sel bakteri tersebut. DNA dari sel yang mensintesis enzim
restriksi itu sendiri terlindungi dari aksi enzim restriksinya karena sel tersebut juga
mensintesis enzim modifikasi yang merubah struktur dari sekuens pengenal enzim restriksi
tadi.
Adapun tabel di bawah ini menunjukkan jenis-jenis enzim restriksi yang biasa digunakan
dalam teknologi DNA Rekombinan:

Enzim Sumber Sekuens pengenal Situs pemotongan


Mikroorganisme
EcoRI Escherichia coli 5’GAATTC 5’---G AATTC---3’
3’CTTAAG 3’---CTTAA G---5’
EcoRII Escherichia coli 5’CCWGG 5’--- CCWGG---3’
3’GGWCC 3’---GGWCC---5’
BamHI Bacillus 5'GGATCC 5'---GGATCC---
amyloliquefaciens 3'CCTAGG 3'
3'---CCTAG G---
5'
HindIII Haemophilus 5'AAGCTT 5'---A AGCTT---3'
Influenzae 3'TTCGAA 3'---TTCGA A---5'
TaqI Thermus aquaticus 5'TCGA 5'---T CGA---3'
3'AGCT 3'---AGC T---5'
NotI Nocardia otitidis 5'GCGGCCGC 5'---GC GGCCGC-
3'CGCCGGCG --3'
3'---CGCCGG CG-
--5'
HinfI Haemophilus 5'GANTCA 5'---G ANTC---3'
influenzae 3'CTNAGT 3'---CTNA G---5'
Sau3A Staphylococcus 5'GATC 5'--- GATC---3'
aureus 3'CTAG 3'---CTAG ---5'
PovII* Proteus vulgaris 5'CAGCTG 5'---CAG CTG---3'
3'GTCGAC 3'---GTC GAC---5'
SmaI* Serratia 5'CCCGGG 5'---CCC GGG---3'
marcescens 3'GGGCCC 3'---GGG CCC---5'
HaeIII* Haemophilus 5'GGCC 5'---GG CC---3'
Aegyptius 3'CCGG 3'---CC GG---5'
HgaI[33] Haemophilus 5'GACGC 5'---NN NN---3'
gallinarum 3'CTGCG 3'---NN NN---5'
AluI* Arthrobacter luteus 5'AGCT 5'---AG CT---3'
3'TCGA 3'---TC GA---5'
EcoRV* Escherichia coli 5'GATATC 5'---GAT ATC---3'
3'CTATAG 3'---CTA TAG---5'
EcoP15I Escherichia coli 5'CAGCAGN25N 5'---
N CAGCAGN25NN --
3'GTCGTCN25NN -3'
3'---GTCGTCN25
NN---5'
KpnI[34] Klebsiella 5'GGTACC 5'---GGTAC C---3'
pneumoniae 3'CCATGG 3'---C CATGG---5'
PstI[34] Providencia stuartii 5'CTGCAG 5'---CTGCA G---3'
3'GACGTC 3'---G ACGTC---5'
SacI[34] Streptomyces 5'GAGCTC 5'---GAGCT C---3'
Achromogenes 3'CTCGAG 3'---C TCGAG---5'
SalI[34] Streptomyces albus 5'GTCGAC 5'---G TCGAC---3'
3'CAGCTG 3'---CAGCT G---5'
ScaI[34] Streptomyces 5'AGTACT 5'---AGT ACT---3'
Caespitosus 3'TCATGA 3'---TCA TGA---5'
SpeI Sphaerotilus natans 5'ACTAGT 5'---A CTAGT---3'
3'TGATCA 3'---TGATC A---5'
SphI[34] Streptomyces 5'GCATGC 5'---G CATGC---3'
Phaeochromogenes 3'CGTACG 3'---CGTAC G---5'
StuI[35][36] Streptomyces 5'AGGCCT 5'---AGG CCT---3'
Tubercidicus 3'TCCGGA 3'---TCC GGA---5'
XbaI[34] Xanthomonas 5'TCTAGA 5'---T CTAGA---3'
badrii 3'AGATCT 3'---AGATC T---5'

B. Enzim DNA Ligase
DNA ligase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara
ujung 5’-fosfat dan 3’-hidroksil pada DNA saat terjadinya replikasi DNA, rekombinasi dan
kerusakan. Sacara biologis, DNA ligase diperlukan untuk menggabungkan fragmen okazaki
saat proses replikasi, menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis serta
berperan dalam proses reparasi DNA. DNA ligase merupakan enzim yang sangat berguna
baik di dalam sel maupun di luar sel. Untuk penggunaan di luar sel , penggabungan dengan
enzim restriksi telah membuat terobosan baru  di bidang teknologi DNA rekombinan. Enzim
restriksi diibaratkan sebagai gunting yang memungkinkan untuk memotong DNA di tempat
yang spesifik. Kemudian DNA ligase berperan sebagai lem yang menyambung DNA yang
telah terpotong sehingga menjadi DNA yang fungsional.

C. Vektor
Sebagai salah satu cara untuk memanipulasi DNA di luar sel, para ilmuwan
dalam bioteknologi harus bisa membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok
dengan tempat DNA yang dimanipulasi. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang
membawa DNA ke dalam sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa genetika
berhasil maka di dalam vektor DNA hasil rekombinan hanya membawa DNA rekombinan
yang digabungkan dengan DNA vektor melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor, DNA
rekombinan tidak termutasi lagi membentuk DNA dengan sifat baru. Adapun contoh dari
vektor  yang terdapat di alam adalah plasmid dan virus ataubacteriophage.
1.      Plasmid
Plasmid adalah molekul DNA yang terpisah dan dapat bereplikasi secara independen dari
DNA kromosom. Di dalam satu sel bakteri, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan
ukuran yang sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting
untuk pertumbuhan sel tersebut. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan
agar dapat bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan
kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli
biologi molekuler Amerika Yosua Lederberg pada tahun 1952.
            Pada awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh
DNA plasmid tersebut. Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat
menyandikan bakteriocin colicin. Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat
plasmid kloning membuat sistem penamaan tersebut berubah. Untuk standardisasi penulisan
plasmid, digunakan huruf "p" yang diikuti oleh inisial huruf kapital dan angka. Huruf kapital
diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat plasmid tersebut berasal ataupun dari
nama penemu plasmid tersebut. Sedangkan angka yang ada merupakan kode antara dua
laboratorium tempat plasmid tersebut dibuat. Contohnya: pBR322, "p" menyatakan plasmid,
BR merupakan laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari
Bolivar dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di
laboratorium mana plasmid ini dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dll.
            Plasmid berfungsi sebagai alat penting dalam laboratorium genetika dan bioteknologi,
di mana mereka umumnya digunakan untuk memperbanyak (membuat banyak salinan) atau
mengekspresikan gen tertentu. Plasmid banyak tersedia secara komersial untuk penggunaan
tersebut. Gen dapat direplikasi dimasukkan ke salinan gen yang mengandung plasmid yang
membuat sel-sel resisten terhadap antibiotik tertentu dan situs kloning ganda (MCS, atau
polylinker), yang merupakan daerah pendek yang mengandung situs restriksi beberapa yang
umum digunakan memungkinkan penyisipan DNA mudah fragmen di lokasi tersebut.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam plasmid bakteri dengan proses yang disebut transformasi.
Kemudian, bakteri yang terkena antibiotik tertentu. Hanya bakteri yang mengambil salinan
plasmid bertahan hidup, karena plasmid membuat mereka bertahan. Secara khusus, gen
melindungi diekspresikan (digunakan untuk membuat protein) dan protein diekspresikan
memecah antibiotik. Dengan cara ini, antibiotik bertindak sebagai filter untuk bakteri yang
dimodifikasi. Kemudian bakteri tersebut dapat tumbuh dalam jumlah besar, dipanen, dan
segaris (sering menggunakan metode lisis alkali) untuk mengisolasi plasmid.
2.      Bacteriophage
Salah satu vektor yang banyak digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah
bacteriophage atau faga yaitu virus yang menginfeksi bakteri. Seperti halnya virus, fage harus
menginfeksi bakteri yang menjadi inangnya. Setelah jumlahnya mencukupi, fage akan melisis
sel inang dan dapat menghasilkan banyak fage untuk setiap sel bakteri yang mengalami lisis.
Oleh karena itu jumlah fage menjadi sangat besar bila yang mengalami lisis adalah kumpulan
bakteri (koloni). Oleh karena itu vektor yang berupa bacteriophage sangat menguntungkan
jika DNA yang disisipkan ingin diperbanyak dalam jumlah besar. Kontruksi pustaka genom
juga banyak menggunakan fage sebagai vektornya. Selain kemampuan membawa DNA
sisipan lebih besar dari plasmid, penyimpanan fage relatif lebih mudah dibandingkan dengan
bakteri. Penggunaan fage sebagai vektor juga menguntungkan dalam proses penapisan untuk
mengisolasi suatu gen atau DNA, karena rasio copy DNA atau gen target terhadap genom
total fage jauh lebih tinggi daripada rasio copy DNA terhadap genom total bakteri bilamana
menggunakan plasmid sebagai vektornua. Selain itu proses purifikasi, denaturasi dan fiksasi
DNA di membrane pada saat persiapan hibridisasi dalam rangka penapisan DNA target, lebih
mudah pada fage yang menginfeksi bakteri sehingga membentuk plak (plaque) daripada
koloni bakteri yang mengandung plasmid.
D.    Enzim Transkriptase Balik
Enzim transkriptase-balik adalah enzim yang secara alami digunakan oleh Retrovirus untuk
membuat copy DNA berdasarkan RNA-nya. Enzim transkriptase balik ditemukan oleh 
Howard Temin dan David Baltimore secara terpisah pada tahun 1970 tidak lama setelah
penemuan  enzim restriksi. Enzim transkriptase balik ini kemudian digunakan untuk
mengkonstruksi copy DNA  yang disebut cDNA (complementary DNA) dengan
menggunakan mRNA sebagai cetakannya. Tujuan mengkonversi mRNA menjadi cDNA
adalah karena DNA sifatnya lebih stabil dari pada RNA. Setelah dikonversi, untai cDNA
tersebut dapat digunakan untuk PCR, sebagai probe untuk analisis ekspresi dan untuk
perbanyakan/ cloning sekuen mRNA. Jika seorang peneliti ingin mengekspresikan suatu
protein spesifik dalam sel yang tidak lazim memproduksi protein tersebut, satu cara
sederhana adalah dengan mentransfer cDNA yang mengkode protein tersebut ke sel resipien.
Saat ini, enzim transkriptase balik sudah diproduksi secara komersial. Ketersediaan enzim 
transkriptase-balik ini telah memberikan kemudahan bagi para peneliti untuk mempelajari
gen yang  bertanggung-jawab terhadap sifat-sifat tertentu.
E.     Pustaka Genom
Pustaka genom merupakan sekumpulan sekuens (urutan) DNA dari suatu organisme yang
masing-masing telah diklon ke dalam vektor tertentu untuk memudahkan pemurnian,
penyimpanan, dan analisisnya. Pada dasarnya terdapat dua macam perpustakaan gen yang
dapat dikonstruksi, bergantung kepada sumber DNA digunakan. Jika DNA yang digunakan
adalah DNA genomik/kromosom, maka perpustakaan yang dihasilkan disebut perpustakaan
genom. Sementara itu, jika DNA yang digunakan merupakan hasil transkripsi balik suatu
populasi mRNA seperti yang umum dijumpai pada eukariot, maka perpustakaan yang
diperoleh dinamakan perpustakaan cDNA.
 Proses dan Teknik Dasar Kloning DNA
Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi
DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut adalah
isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi
sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk
menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul
DNA rekombinan, pengklonaan vektor pembawa DNA rekombinan, dan identifikasi klon sel
yang membawa gen yang diinginkan. Bakteri merupakan sel inang yang paling umum
digunakan untuk mengklonaan gen, terutama karena mudahnya DNA dapat diisolasi dari dan
dimasukkan kembali ke dalam sel tersebut. Kultur bakteri juga tumbuh cepat dan secara cepat
mereplikasi setiap gen asing yang dibawanya.
1.      Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan mempersiapkan dua jenis DNA yaitu plasmid bakteri yang akan
digunakan sebagai vektor dan DNA yang mengandung gen yang diinginkan. Plasmid yang
dipilih merupakan plasmid yang mengandung amp-R (gen pengkode sifat resisten terhadap
antibiotik amphisilin) dan lac Z (pengkode enzim β-galaktosidase). Kemudian dilakukan
perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis
seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti pemberian
lisozim. Langkah selanjutnya adalah lisis sel. Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat
dengan mudah diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan
yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau
dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan
perusakan membran nukleus.
Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya pembuangan
remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi menggunakan
fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan
secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan
sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan
DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan
penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan
CsCl.
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun
DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini
yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada umumnya
berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently
closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan kedua untainya
dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA
plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom.
Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan
DNA kromosom.
2.      Pemotongan Molekul DNA
Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun
plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya enzim
restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau
bakteriofag l (faga temperat).
Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah sejauh beberapa pasang basa.
Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmen-
fragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak
sama panjang. Dua fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan
satu sama lain sehingga ujung runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky
end) atau ujung kohesif.

3.      Ligasi Molekul–molekul DNA


Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus
menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA
genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah
berbentuk linier.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in vitro.
Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan
DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut
sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi
ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada
ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil
transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal
semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi
menggunakan DNA ligase.
Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada suhu ini ikatan
hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil
dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut.  Oleh karena itu, ligasi
biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi yang diperpanjang.
Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor, khususnya
plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah
dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan
menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa
cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml),
perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’
pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor,
atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’.
4.      Transformasi Sel Inang
Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan
DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut menggunakan teknik
elektroforesis. Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik
telah terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan,
campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat.
Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA
rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak
terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini
dinamakan transformasikarena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu
setelah dimasuki molekul DNA rekombinan.
Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh M. Mandel dan A.
Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya, transformasi pada beberapa
spesies bakteri lainnya yang mempunyai sistem transformasi alami seperti Bacillus
subtilis telah dapat dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah
dimanfaatkan untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada medium
minimal) menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan menggunakan
preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian transformasi dilakukan
menggunakan perantara vektor, yang selanjutnya juga dikembangkan pada
transformasi E.coli. 
Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan kalsium klorid
(CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag l. Pada
tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang diperlakukan
dengan CaCl2 dapat juga mengambil DNA plasmid. Frekuensi transformasi tertinggi akan
diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di dalam larutan CaCl2 pada suhu 0 hingga 5ºC.
Perlakuan kejut panas antara 37 dan 45ºC selama lebih kurang satu menit yang diberikan
setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl2 tersebut dapat meningkatkan frekuensi
transformasi tetapi tidak terlalu esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah
efisiensi transformasinya daripada molekul DNA kecil.
5.      Pengklonaan Sel dan Gen Asing
Bakteri hasil transformasi ditempatkan pada medium nutrient padat yang mengandung
amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan memastikan
bahwa hanya bakteri yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena adanya resistensi
dari amp-R. Sedangkan X-gal akan memudahkan identifikasi koloni bakteri yang
mengandung gen asing yang disisipkan. X-gal ini akan dihidrolisis oleh β-
galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni bakteri yang
mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna biru. Tetapi jika suatu
plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam gen lacZ-nya maka koloni sel yang
mengandung DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa menghasilkan
β-galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.

6.      Identifikasi Klon Sel yang Membawa Gen yang Diinginkan


Setelah tumbuh membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA rekombinan
diidentifikasi menggunakan metode hibridisasi asam nukleat. Dalam pengujian hibridisasi
DNA, DNA dari virus atau sel akan didenaturasi dengan larutan basa sehingga kedua untai
DNA-nya terpisah. Untai–untai tunggal DNA dilekatkan pada medium solid, misalnya
membran nitroselulosa atau nilon, sehingga untai–untai tersebut tidak bersatu kembali. DNA
akan menempel pada membran melalui tulang punggung gula- fosfatnya sehingga basa
nitrogennya terletak menjulur kearah keluar. Untuk mengkarakterisasi atau mengidentifikasi
DNA target, maka pada membran ditambahkan molekul DNA dan RNA untai tunggal yang
disebut probe dan didalam larutan buffer. Akibatnya, akan terbentuk ikatan hidrogen di
antara basa–basa yang komplementer. Probe yang dinamai sedemikian rupa karena
digunakan untuk mencari sekuens DNA, diberi label dengan suatu gugus reporter. Reporter
bisa berupa isotop radioaktif atau enzim yang kehadirannya mudah dideteksi.
Setelah mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur cair
dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut dalam jumlah
besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk mengidentifikasi gen yang serupa
atau identik di dalam DNA dari sumber lain.
Pengklonaan DNA dalam sel tetap merupakan metode terbaik untuk mempersiapkan gen
tertentu atau urutan lainnya dalam jumlah banyak. Akan tetapi terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan dalam pengklonaan sel sehingga dapat mempermudah prosesnya,
diantaranya:
a.      PCR (Polymerase Chain Reaction)
Ketika sumber DNA sedikit atau tidak murni, suatu metode yang disebut PCR bisa
melakukan lebih cepat dan lebih selektif. PCR adalah suatu metode untuk
mengamplifikasi/disalin beberapa kali sekuens gen (urutan DNA) target secara eksponensial
in vitro. Pada reaksi ini dibutuhkan: DNA target, sepasang primer, polimerase DNA yang
termostabil, buffer reaksi dan alat thermal cycler.
Prinsip dasar dari teknik PCR tersebut merupakan adanya enzim DNA polimerase yang
digunakan untuk membuat cetakan dari segmen DNA yang diinginkan.
Proses PCR terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
1)       Denaturasi adalah proses penguraian materi genetik (DNA/RNA) dari bentuk heliksnya
yang dipisahkan dengan suhu 90-96oC.
2)      Annealing (pelekatan) atau hibridisasi adalah suatu proses penempelan primer ke
DNA template yang sekarang hanya dalam satu untai.
3) Polimerisasi (sintesis) adalah suatu proses pemanjangan rantai DNA baru yang dimulai
dari  primer.
Aplikasi dari PCR yaitu:
1)       Mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen.
2)        Untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui dari
mana spesies tersebut berasal.
3)        DNA atau RNA yahg telah dianalisis dengan menggunakan teknik PCR digunakan
untuk meneliti penerapannya dalam bidang klinik dan obat-obatan forensik, mengembangkan
teknik-teknik dalam bidang genetika dan untuk mendiagnosa.
4)        Untuk membuat cDNA library, yaitu sebuah set dari hasil kloning yang mewakili
sebanyak mungkin mRNA dari suatu tipe sel tertentu dengan waktu tertentu. Pembuatan
cDNA library tersebut menggunakan teknik Transverse Replication PCR.
PCR telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran, seperti dalam pengobatan
berbagai penyakit menular (deteksi berbagai bakteri, virus, jamur dan parasit), keganasan sel
(misalnya carcinoma, limfoma, leukimia, retinoblastoma), kelainan genetika (Sickel cell
anemia, β-thalassemia, Duchenne’s muscullar dystrophy, cystic fibrosis, hemophilia A, Tay-
Sachs disease dan phenylketonuria) dan kedokteran kehakiman.
b.      Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik yang mengukur laju perpindahan atau pergerakan partikel-
partikel bermuatan dalam suatu medan listrik.  Elektroforesis adalah suatu teknik yang
menggunakan medan listrik untuk memisahkan molekul berdasarkan ukuran. Elektroforesis
digunakan untuk mengamati hasil amplifikasi dari DNA. Karena mengandung fosfat yang
bermuatan negatif, DNA akan bergerak menuju elektroda positif dalam medan listrik. Prinsip
alat ini adalah kecepatan migrasi molekul DNA berbeda-beda tergantung pada beberapa
faktor diantaranya ukuran molekul. DNA bermigrasi di dalam gel padat yang terletak di
dalam larutan penyangga yang dialiri arus listrik. Hasil elektroforesis yang terlihat adalah
terbentuknya band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi dan menunjukkan
potongan-potongan jumlah pasangan basanya.
Teknik elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel.  Perpindahan partikel
pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, komposisi
dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik dan sebagainya.  Semakin kecil
partikel tesebut, maka pergerakan atau migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel
mengandung jaringan kompleks berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat
bergerak melalui matriks tersebut.
Di dalam elektroforesis digunakan sumber arus listrik searah (DC), ruang untuk elektroforesis
(Comb, Well, platform dan cetakan wadah gel), larutan buffer (bufferionik dan loading
buffer), matriks elektroforesis, marker dan gel.
c.      Sekuens DNA
Molekul DNA rekombinan yang memperlihatkan hasil positif dalam reaksi hibridisasi dengan
fragmen pelacak sangat diduga sebagai molekul yang membawa fragmen sisipan atau bahkan
gen yang diinginkan. Namun, hal ini masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan bahwa fragmen tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan kloning. Analisis
antara lain dapat dilakukan atas dasar urutan (sekuens) basa fragmen sisipan.
Penentuan urutan (sekuensing) basa DNA pada prinsipnya melibatkan produksi seperangkat
molekul/fragmen DNA yang berbeda-beda ukurannya tetapi salah satu ujungnya selalu sama.
Selanjutnya, fragmen-fragmen ini dimigrasikan/dipisahkan menggunakan elektroforesis gel
poliakrilamid atau polyacrylamide gel electrophoresis(PAGE) agar pembacaan sekuens dapat
dilakukan. Di bawah ini akan diuraikan sekilas dua macam metode sekuensing DNA.
1)       Metode Maxam-Gilbert
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan
oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA
yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat
radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik
untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa
spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin.
Pengaturan masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen
DNA yang bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan
bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format
menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan
menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan
empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan
ujung C.
2)       Metode Sanger
Dewasa ini metode sekuensing Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena ada
metode lain yang jauh lebih praktis, yaitu metode dideoksi yang dikembangkan oleh A.
Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga.
Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA
polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut adalah kemampuannya untuk
menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP
dengan ddNTP. Jika molekul dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C
nomor 2 gula pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan
gugus OH pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester.
Artinya, jika ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka
polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung
molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan dasar pemikiran itu sekuensing DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan pada
empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi DNA
dapat berlangsung. Namun, pada masing-masing reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP
sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di tempat -tempat tertentu sesuai dengan
ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA
yang ukurannya bervariasi tetapi ujung 3’nya selalu berakhir dengan basa yang sama.
Sebagai contoh, dalam reaksi yang mengandung ddATP akan diperoleh fragmen-fragmen
DNA dengan berbagai ukuran yang semuanya mempunyai basa A pada ujung 3’nya. 
Selama bertahun-tahun telah banyak sekuens DNA yang ditentukan oleh para ilmuwan di
seluruh dunia, dan saat ini kebanyakan jurnal ilmiah mempersyaratkan penyerahan sekuens
DNA terlebih dahulu untuk keperluan pangkalan data publik sebelum mereka menerima
naskah selengkapnya dari para penulis/ilmuwan. Pengelola pangkalan data akan saling
bertukar informasi tentang sekuens-sekuens yang terkumpul dan menyediakannya untuk
akses publik sehingga semua pangkalan data yang ada akan menjadi nara sumber yang sangat
bermanfaat.
Sekuens-sekuens baru terus bertambah dengan kecepatan yang kian meningkat. Begitu pula,
sejumlah perangkat lunak komputer diperlukan agar data yang tersedia dapat dimanfaatkan
dengan lebih baik.
Ketika sekuens suatu fragmen DNA telah diketahui, hanya ada sedikit sekali gambaran yang
dapat diperoleh dari sekuens tersebut. Analisis sekuens perlu dilakukan untuk mengetahui
beberapa karakteristik pentingnya seperti peta restriksi, rangka baca, kodon awal dan kodon
akhir, atau kemungkinan tempat promoternya. Di samping itu, perlu juga dipelajari hubungan
kekerabatan suatu sekuens baru dengan beberapa sekuens lainnya yang telah terlebih dahulu
diketahui. Biasanya, analisis semacam itu dilakukan menggunakan paket-paket perangkat
lunak.
 Penerapan Rekayasa Genetika Dalam Kehidupan Manusia
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Penerapan rekayasa
genetika dalam kehidupan manusia menghasilkan berbagai produk yang dapat meningkatkan
kesejahteraan umat manusia sesuai dengan kebutuhannya. Produk teknologi tersebut berupa
organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang dalam bahasa
Inggris disebut dengan Genetically Modified Organism (GMO). Namun, sering kali pula
aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme
transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik.
Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh
kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh pemanfaatan
organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan
manusia.
1.       Bidang Pertanian dan Peternakan
Teknik bioteknologi tanaman di bidang pertanian telah dimanfaatkan terutama untuk
memberikan karakter atau sifat baru pada berbagai jenis tanaman. Teknologi rekayasa
genetika tanaman memungkinkan pengintegrasian gen-gen yang berasal dari organisme lain
untuk perbaikan sifat tanaman. Beberapa contoh aplikasi rekayasa genetika di bidang
pertanian adalah mengembangkan tanaman transgenik yang memiliki sifat: 1) toleran
terhadap zat kimia tertentu (tahan herbisida); 2) tahan terhadap hama dan penyakit tertentu;
3) mempunyai sifat-sifat khusus (misalnya tomat yang matangnya lama, padi yang
memproduksi beta-karoten dan vitamin A, kedelai dengan lemak tak jenuh rendah, kentang
dan pisang yang berkhasiat obat, dll.); 4) dapat mengambil nitrogen sendiri dari udara (gen
dari bakteri pemfiksasi nitrogen disisipkan ke tanaman sehingga tanaman dapat memfiksasi
nitrogen udara sendiri); dan 5) dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan buruk
(kekeringan, cuaca dingin, dan tanah dengan kandungan garam tinggi).
Teknologi pemindahan gen atau transformasi gen untuk mendapatkan tanaman transgenik
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Contoh transfer gen secara
langsung adalah perlakuan pada protoplas tanaman dengan eletroporasi atau dengan
polyethyleneglycol (PEG), penembakan eksplan gen dengan gene gun atau di vortex dengan
karbit silikon. Teknik pemindahan gen secara tak langsung dilakukan dengan bantuan
bakteri Agrobacterium tumefaciens.
1)      Metode elektroporasi.
Metode transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi
dari protoplas, perlakuan polythyleneglycol (PEG) pada protoplas dan kombinasi antara dua
perlakuan tersebut diatas. PEG memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik
dengan protoplas, juga melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuklease.
Sedangkan elektroporasi dengan perlakukan listrik voltase tinggi meyebabkan permeabilitasi
tinggi untuk sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA
mudah penetrasi kedalam protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti semula
dalam beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik. Jagung dan padi telah berhasil
dengan sukses ditransformasi melalui elektorporasi dengan efisien antatar 0,1 – 1 %. Salah
satu kelemahan penggunaan protoplas sebagai eksplan untuk transformasi adalah sulitnya
regenerasi dari protoplas, dan variasi somaklonal akibat panjang periode kultur
2)      Karbid silikon (silicon carbide)
Metode transfer gen lain yang kurang umum digunakan dalam transformasi tanaman tetapi
telah dilaporkan berhasil mentransformasi jagung, dan turfgrass adalah penggunaan karbid
silikon (silicon carbide). Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan
serat silicon carbide dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan kedalam
tabung Eppendorf, kemudian dilakukan pencampuran dan pemutaran dengan vortex. Serat
karbid berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro injection ) untuk memudahkan transfer
DNA kedalam sel tanaman. Metode ini telah digunakan dan menghasilkan tanaman jagung
transgenik yang fertil.
3)      Penembakan partikel (Particle bombardment)
Teknik paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan metoda gene gun
atau particle bombardment. Metode transfer gen ini dioperasikan secara fisik dengan
menembakkan partikel DNA-coated langsung ke sel atau jaringan tanaman. Dengan cara
partikel dan DNA yang ditambahkan menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA
melarut dan tersebar dalam secara independen. Telah didemonstrasikan bahwa teknik ini
efektif untuk metransfer gen pada bermacam–macam eksplan. Penggunaan senjata
gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan
sel selama proses  penembakan berlangsung. Penggunaan particle bombardment membuka
peluang dan kemungkinan lebih muda dalam memproduksi tanaman transgenik dari berbagai
spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi dengan Agrobacterium, khususnya tanaman
monokotil seperti padi, jagung, dan turfgrass..
4)      Metode transformasi yang dilakukan atau diperantara oleh Agrobacterium tumefaciens.
Dari banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media
vektorAgrobacterium tumefaciens paling sering digunakan untuk melakukan transformasi
tanaman, terutama tanaman kelompok dikotil. Bakteri ini mampu mentransfer gen kedalam
genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf disc) atau bagian lain
dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA
plasmid Ti disebut T-DNA (transfer DNA ) yang berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman
dan berintegrasi kedalam genom tanaman. Karena Agrobacterium tumefaciensmerupakan
patogen tanaman maka A. tumefaciens yang digunakan sebagai vektor untuk transformasi
tanaman adalah jenis bakteri yang plasmid Ti telah dilucuti virulensinya (disarmed), sehingga
sel tanaman yang ditransformasi oleh Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan
membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik.
Teknik transformasi melalui media vektor Agrobacterium pada tanaman dikotil telah berhasil
dengan baik tetapi sebaliknya tidak umum digunakan pada tanaman monokotil. Namun
beberapa peneliti telah melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium berhasil
metransformasi tanaman monokotil seperti jagung dan padi
Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha,
dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang
melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta
ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta
ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan
transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung
687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah),
kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah).
Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia
adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan
pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan
pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan melalui revolusi
gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang dicapai
dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian
juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata.
Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk
pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.
Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA
rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan
dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue
tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi
menggunakan teknologi DNA rekombinan.
 Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine
somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine somatotropine atau rPST), dan ayam
(chicken growth hormone). Penemuan ternak transgenik yang paling menggegerkan dunia
adalah ketika keberhasilan kloning domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.
2.   Bidang Perkebunan, Kehutanan, dan Florikultur
Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi
saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan karet
transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik
yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat dan juga ketahanan
tanaman terhadap hama, dengan mengintroduksi gen Bt yang berhubungan dengan ketahanan
serangga hama hasil isolasi bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang dapat memproduksi
protein kristal yang bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat
mematikan serangga hama (Macintosh et al., 1990). Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri
gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari
bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Sejak diketahui potensi
dari protein kristal atau cry Btsebagai agen pengendali serangga, semakin banyak
dikembangkan isolasi Bt yang mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini
telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga
yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal
tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik yaitu mematikan
serangga dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan.
Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur
kayu lebih baik. Selain itu Fasilitas Uji Terbatas Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) menghasilkan tanaman sengon (Albazia falcataria) transgenik
pertama di dunia pada tahun 2010 lalu. Kayu sengon bernilai ekonomis yang digunakan
untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, perabotan rumah tangga, pagar, hingga pulp
dan kertas. Akar tunggangnya yang kuat, sehingga baik ditanam di tepi kawasan yang mudah
terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah (Sengonisasi) di sekitar daerah
aliran sungai (DAS). Tanaman sengon transgenik yang mengandung
gen xyloglucanase terbukti tumbuh lebih cepat dan mengandung selulosa lebih tinggi
daripada tanaman kontrol. Tanaman ini berpotensi tumbuh lebih cepat saat dipindah ke
lapangan.
Florikultur merupakan ilmu  yang mempelajari bagaimana cara budidaya bunga. Florikultur
merupakan praktek budidaya Hortikultura dan tumbuhan atau tanaman untuk kebun, bunga
segar untuk industri potong-Bunga dan dalam pot untuk digunakan dalam ruangan.
Hortikultura melibatkan ilmu bunga dan budidaya tanaman dan diFloristry  dengan
menggunakan teknik biokimia, fisiologi, pemuliaan tanaman serta berbagai produksi  hasil
tanaman, Florikultur selalu mencari hal-hal baru  bagaimana cara menghasilkan tanaman
dengan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan mereka untuk melawan
dampak lingkungan. Di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek
transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama serta lebih tahan terhadap serangan
hama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik
lainnya dengan warna bunga yang diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.
 3.      Bidang Farmasi dan Industri
Di bidang farmasi, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat
dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya penyembuhan
sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam
penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi
penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih
efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut
diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya
memerlukan cara kultivasi biasa. Dengan mentransfer gen untuk produk protein yang
dikehendaki ke dalam bakteri, ragi, dan jenis sel lainnya yang mudah tumbuh di dalam kultur
seseorang dapat memproduksi protein dalam jumlah besar, yang secara alami hanya terdapat
dalam jumlah sangat sedikit.
1)      Pembuatan insulin melalui proses rekayasa genetika
Insulin adalah suatu hormon polipetida yang diproduksi dalam sel-sel β kelenjar
Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasi kadar gula darah (kadar gula
darah dijaga 3,5-8,0 mmol/liter). Hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal
juga sebagai sebutan insulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami
gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan
hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai
sebutan insulin eksogen. Kekurangan insulin dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes
mellitus tergantung insulin (diabetes tipe I). Insulin terdiri dari 51 asam amino. Molekul
insulin disusun oleh 2 rantai polipeptida A dan B yang dihubungkan dengan ikatan disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Adapun proses pembuatan insulin dengan menggunakan plasmid pada bakteri sebagai vektor
pengklon (pembawa DNA) sebagai berikut:
a.       Pengisolasian vektor dan DNA sumber gen
Rangkaian DNA yang mengkode insulin dapat diisolasi dari gen manusia yang sebelumnya
telah ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium. Vektor yang digunakan berupa plasmid dari
bakteri Escherichia coli. Plasmid merupakan molekul DNA kecil, sirkuler, dapat bereplikasi
sendiri dan terpisah dari kromosom bakteri. Adapun plasmid yang digunakan mengandung
gen:
·         Amp-R yang terbukti memberikan resistensi pada sel inang terhadap antibiotik
amphisilin.
·         LacZ yang mengkode enzim β-galaktosidase yang menghidrolisis gula laktosa.
Plasmid ini memiliki pengenalan tunggal untuk enzim restriksi endonuklease yang digunakan
dan urutan ini terletak dalam gen lacZ.
1)      Penyelipan DNA ke dalam vector
·         Plasmid maupun DNA manusia dipotong dengan menggunakan enzim restriksi yang
sama dimana enzim ini memotong DNA plasmid pada tempat restriksi tunggalnya dan
mengganggu gen lacZ.
·         Mencampurkan fragmen DNA manusia dengan plasmid yang telah dipotong
·          Penambahan enzim ligase untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya.
2)      Pemasukan plasmid ke dalam sel bakteri
·         Plasmid yang telah termodifikasi dicampurkan dalam kultur bakteri
·         Bakteri akan mengambil plasmid rekombinan secara spontan melalui proses
transformasi namun tidak semua bakteri yang akan mengambil plasmid rekombinan yang
diinginkan
3)      Pengklonaan sel dan gen asing
Bakteri hasil transformasi ditempatkan pada medium nutrient padat yang mengandung
amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan memastikan
bahwa hanya bakteri yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena adanya resistensi
dari amp-R. Sedangkan X-gal akan memudahkan identifikasi koloni bakteri yang
mengandung gen asing yang disisipkan. X-gal ini akan dihidrolisis oleh β-
galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni bakteri yang
mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna biru.
Tetapi jika suatu plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam genlacZ-nya maka
koloni sel yang mengandung DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak
bisa menghasilkan β-galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.
4)      Identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan
Setelah tumbuh membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA rekombinan
diidentifikasi menggunakan probe asam nukleat. Probe adalah rantai RNA atau rantai tunggal
DNA yang diberi label isotop radioaktif atau bahan fluorescent dan dapat berpasangan
dengan basa nitrogen tertentu dari DNA rekombinan. Pada langkah pembuatan insulin ini
probe yang digunakan adalah RNAd dari gen pengkode insulin pankreas manusia. Untuk
memilih koloni bakteri mana yang mengandung DNA rekombinan, caranya adalah
menempatkan bakteri pada kertas filter lalu disinari dengan ultraviolet. Bakteri yang memiliki
DNA rekombinan dan telah diberi probe akan tampak bersinar.
Setelah mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur cair
dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut dalam jumlah
besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk mengidentifikasi gen yang serupa
atau identik di dalam DNA dari sumber lain.
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang
digunakan juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard
cheese) yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari
organisme transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa
makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini
banyak menggunakan produk organisme transgenik.

4.       Bidang Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya penyelamatan
keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak.
Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan
dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala
industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah
tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia
meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri)
organik ini dilakukan menggunakan tanamanArabidopsis thaliana transgenik yang membawa
gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa
organik.
Keragaman metabolisme mikroba juga digunakan dalam menangani limbah dari sumber-
sumber lain. Pabrik pengolahan air kotor mengandalkan kemampuan mikroba untuk
mendegradasi berbagai senyawa organik menjadi bentuk nontoksik. Akan tetapi, peningkatan
jumlah senyawa yang secara potensial berbahaya yang dilepas ke lingkungan tidak lagi bisa
didegradasi oleh mikroba yang tersedia secara alamiah, hidrokarbon klorinasi merupakan
contoh utamanya. Para ahli bioteknologi sedang mencoba merekayasa mikroba untuk
mendegradasi senyawa-senyawa ini. Mikroba ini dapat digunakan dalam pabrik pengolahan
air limbah atau digunakan oleh para manufaktur sebelum senyawa-senyawa itu dilepas ke
lingkungannya.
           
5.       Bidang Hukum dan Forensik
            Pada kriminalitas dengan kekerasan, darah atau jaringan lain dengan jumlah kecil
dapat tertinggal di tempat kejadian perkara atau pada pakaian atau barang-barang lain milik
korban atau penyerangnya. Jika ada perkosaan, air mani dalam jumlah kecil dapat ditemukan
dari tubuh korban. Pengujian yang digunakan biasanya menggunakan antibodi untuk menguji
protein permukaan sel yang spesifik. Namun pengujian ini membutuhkan jaringan yang agak
segar dengan jumlah yang relatif banyak. Pengujian DNA dapat mengidentifikasi pelaku
dengan derajat kepastian yang jauh lebih tinggi karena urutan DNA setiap orang itu unik.
Analisis RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphims) dengan Southern blotting
merupakan metode ampuh untuk pendeteksian kemiripan dan perbedaan sampel DNA dan
hanya membutuhkan darah atau jaringan lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Misalnya
dalam kasus pembunuhan metode ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel DNA
dari tersangka, korban, dan sedikit darah yang dijumpai di TKP. Probe radioaktif menandai
pita elektroforesis yang mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya saintis forensik
menguji kira-kira lima penanda, dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji.
Akan tetapi, rangkaian penanda dari suatu individu yang demikian sedikitpun sudah dapat
memberikan sidik jari DNA atau pola pita spesifik yang berguna untuk forensik karena
probabilitas bahwa dua orang akan memiliki rangkaian penanda RFLP yang tepat sama
adalah kecil. Autoradiografi meniru jenis bukti yang disajikan kepada para juri dalam
pengadilan percobaan pembunuhan.
            Seperti yang diungkapkan oleh analisis RFLP, DNA dari noda darah pada pakaian
terdakwa sama persis dengan sidik jari DNA korban tetapi berbeda dari sidik jari terdakwa.
Ini membuktikan bahwa darah dari pakaian terdakwa berasal dari korban bukan dari terdakwa
sendiri.

 Dampak dari Penerapan Rekayasa Genetika


Meskipun terlihat begitu besar memberikan manfaat dalam berbagai bidang kehidupan
manusia yang tentunya memberikan dampak positif bagi kesejahteraan umat manusia, produk
teknologi DNA rekombinan (organisme transgenik beserta produk yang dihasilkannya) telah
memicu sejumlah perdebatan yang menarik sekaligus kontroversial apabila ditinjau dari
berbagai sudut pandang. Adapun kontroversi pemanfaatan produk rekayasa genetika antara
lain dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan.
1.      Aspek Sosial
a.        Aspek agama
Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan
sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian
pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan
menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh
mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-
organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan
mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan
universal. Demikian juga,  xenotransplantasi(transplantasi organ hewan ke tubuh manusia)
serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai
sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.
b.      Aspek etika dan estetika
Penggunaan bakteri E. coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan
produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi
sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E
coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya
diisolasi dari tinja manusia.
2.        Aspek Ekonomi
Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan
serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu
transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajat kemanisan jauh lebih tinggi daripada
gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan
pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak
goreng canola dari tanaman rapeseedstransgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan
dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri
minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme
transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak
sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung
tulang.
3.      Aspek Kesehatan
a.       Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan
kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai
contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara
alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Rekayasa
genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen atau toksin baru yang
semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik,
misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah
ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan
pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang
sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman,
hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya
genetik lainnya di dalam pangan manusia.
Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan
kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum
Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya.
Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga
ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.
b.      Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik
yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan
penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh,
gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab
kencing nanah Neisseria gonorrhoeae (GO). Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap
antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik
itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan
tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita
GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar
protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom,
dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999
dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom
dari bahan karet transgenik.
Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada
hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi
pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena
yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan
bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang
telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua
tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.
4.      Aspek Lingkungan
a.      Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli
yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah
hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman
transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat
menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja(Danaus plexippus) sehingga
dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya
plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat
di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang
berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-
kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah
kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah
terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman
bagi eksistensi plasma nutfahnya.
b.      Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidopterasetelah 10 tahun
ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah,
misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran
gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan
organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat
mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.
c.       Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada
mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah
selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor
lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan
lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi. 
Tanaman transgenik dapat menghasilkan protease inhibitor di dalam sari bunga sehingga
lebah madu tidak dapat membedakan bau berbagai sari bunga. Hal ini akan mengakibatkan
gangguan ekosistem lebah madu di samping juga terjadi gangguan terhadap madu yang
diproduksi.
d.      Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknyabarrier
species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan
adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
e.       Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma
liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk.
Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih
disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan
mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak
cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain,
terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik
tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan
pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri
bagi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Dinata, Deden. 2009. Bioteknologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Edi, Syahmi. 2014. Pengantar Bioteknologi. Medan: FMIPA UNIMED
Smith, John E. 1990. Prinsip Bioteknologi. Jakarta: Gramedia
Subra, Rao. 1994. Rekayasa Genetika. Jakarta: UI-Press
Welsh, James R.1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai