B. Enzim DNA Ligase
DNA ligase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara
ujung 5’-fosfat dan 3’-hidroksil pada DNA saat terjadinya replikasi DNA, rekombinasi dan
kerusakan. Sacara biologis, DNA ligase diperlukan untuk menggabungkan fragmen okazaki
saat proses replikasi, menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis serta
berperan dalam proses reparasi DNA. DNA ligase merupakan enzim yang sangat berguna
baik di dalam sel maupun di luar sel. Untuk penggunaan di luar sel , penggabungan dengan
enzim restriksi telah membuat terobosan baru di bidang teknologi DNA rekombinan. Enzim
restriksi diibaratkan sebagai gunting yang memungkinkan untuk memotong DNA di tempat
yang spesifik. Kemudian DNA ligase berperan sebagai lem yang menyambung DNA yang
telah terpotong sehingga menjadi DNA yang fungsional.
C. Vektor
Sebagai salah satu cara untuk memanipulasi DNA di luar sel, para ilmuwan
dalam bioteknologi harus bisa membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok
dengan tempat DNA yang dimanipulasi. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang
membawa DNA ke dalam sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa genetika
berhasil maka di dalam vektor DNA hasil rekombinan hanya membawa DNA rekombinan
yang digabungkan dengan DNA vektor melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor, DNA
rekombinan tidak termutasi lagi membentuk DNA dengan sifat baru. Adapun contoh dari
vektor yang terdapat di alam adalah plasmid dan virus ataubacteriophage.
1. Plasmid
Plasmid adalah molekul DNA yang terpisah dan dapat bereplikasi secara independen dari
DNA kromosom. Di dalam satu sel bakteri, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan
ukuran yang sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting
untuk pertumbuhan sel tersebut. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan
agar dapat bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan
kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli
biologi molekuler Amerika Yosua Lederberg pada tahun 1952.
Pada awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh
DNA plasmid tersebut. Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat
menyandikan bakteriocin colicin. Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat
plasmid kloning membuat sistem penamaan tersebut berubah. Untuk standardisasi penulisan
plasmid, digunakan huruf "p" yang diikuti oleh inisial huruf kapital dan angka. Huruf kapital
diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat plasmid tersebut berasal ataupun dari
nama penemu plasmid tersebut. Sedangkan angka yang ada merupakan kode antara dua
laboratorium tempat plasmid tersebut dibuat. Contohnya: pBR322, "p" menyatakan plasmid,
BR merupakan laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari
Bolivar dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di
laboratorium mana plasmid ini dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dll.
Plasmid berfungsi sebagai alat penting dalam laboratorium genetika dan bioteknologi,
di mana mereka umumnya digunakan untuk memperbanyak (membuat banyak salinan) atau
mengekspresikan gen tertentu. Plasmid banyak tersedia secara komersial untuk penggunaan
tersebut. Gen dapat direplikasi dimasukkan ke salinan gen yang mengandung plasmid yang
membuat sel-sel resisten terhadap antibiotik tertentu dan situs kloning ganda (MCS, atau
polylinker), yang merupakan daerah pendek yang mengandung situs restriksi beberapa yang
umum digunakan memungkinkan penyisipan DNA mudah fragmen di lokasi tersebut.
Selanjutnya, dimasukkan ke dalam plasmid bakteri dengan proses yang disebut transformasi.
Kemudian, bakteri yang terkena antibiotik tertentu. Hanya bakteri yang mengambil salinan
plasmid bertahan hidup, karena plasmid membuat mereka bertahan. Secara khusus, gen
melindungi diekspresikan (digunakan untuk membuat protein) dan protein diekspresikan
memecah antibiotik. Dengan cara ini, antibiotik bertindak sebagai filter untuk bakteri yang
dimodifikasi. Kemudian bakteri tersebut dapat tumbuh dalam jumlah besar, dipanen, dan
segaris (sering menggunakan metode lisis alkali) untuk mengisolasi plasmid.
2. Bacteriophage
Salah satu vektor yang banyak digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah
bacteriophage atau faga yaitu virus yang menginfeksi bakteri. Seperti halnya virus, fage harus
menginfeksi bakteri yang menjadi inangnya. Setelah jumlahnya mencukupi, fage akan melisis
sel inang dan dapat menghasilkan banyak fage untuk setiap sel bakteri yang mengalami lisis.
Oleh karena itu jumlah fage menjadi sangat besar bila yang mengalami lisis adalah kumpulan
bakteri (koloni). Oleh karena itu vektor yang berupa bacteriophage sangat menguntungkan
jika DNA yang disisipkan ingin diperbanyak dalam jumlah besar. Kontruksi pustaka genom
juga banyak menggunakan fage sebagai vektornya. Selain kemampuan membawa DNA
sisipan lebih besar dari plasmid, penyimpanan fage relatif lebih mudah dibandingkan dengan
bakteri. Penggunaan fage sebagai vektor juga menguntungkan dalam proses penapisan untuk
mengisolasi suatu gen atau DNA, karena rasio copy DNA atau gen target terhadap genom
total fage jauh lebih tinggi daripada rasio copy DNA terhadap genom total bakteri bilamana
menggunakan plasmid sebagai vektornua. Selain itu proses purifikasi, denaturasi dan fiksasi
DNA di membrane pada saat persiapan hibridisasi dalam rangka penapisan DNA target, lebih
mudah pada fage yang menginfeksi bakteri sehingga membentuk plak (plaque) daripada
koloni bakteri yang mengandung plasmid.
D. Enzim Transkriptase Balik
Enzim transkriptase-balik adalah enzim yang secara alami digunakan oleh Retrovirus untuk
membuat copy DNA berdasarkan RNA-nya. Enzim transkriptase balik ditemukan oleh
Howard Temin dan David Baltimore secara terpisah pada tahun 1970 tidak lama setelah
penemuan enzim restriksi. Enzim transkriptase balik ini kemudian digunakan untuk
mengkonstruksi copy DNA yang disebut cDNA (complementary DNA) dengan
menggunakan mRNA sebagai cetakannya. Tujuan mengkonversi mRNA menjadi cDNA
adalah karena DNA sifatnya lebih stabil dari pada RNA. Setelah dikonversi, untai cDNA
tersebut dapat digunakan untuk PCR, sebagai probe untuk analisis ekspresi dan untuk
perbanyakan/ cloning sekuen mRNA. Jika seorang peneliti ingin mengekspresikan suatu
protein spesifik dalam sel yang tidak lazim memproduksi protein tersebut, satu cara
sederhana adalah dengan mentransfer cDNA yang mengkode protein tersebut ke sel resipien.
Saat ini, enzim transkriptase balik sudah diproduksi secara komersial. Ketersediaan enzim
transkriptase-balik ini telah memberikan kemudahan bagi para peneliti untuk mempelajari
gen yang bertanggung-jawab terhadap sifat-sifat tertentu.
E. Pustaka Genom
Pustaka genom merupakan sekumpulan sekuens (urutan) DNA dari suatu organisme yang
masing-masing telah diklon ke dalam vektor tertentu untuk memudahkan pemurnian,
penyimpanan, dan analisisnya. Pada dasarnya terdapat dua macam perpustakaan gen yang
dapat dikonstruksi, bergantung kepada sumber DNA digunakan. Jika DNA yang digunakan
adalah DNA genomik/kromosom, maka perpustakaan yang dihasilkan disebut perpustakaan
genom. Sementara itu, jika DNA yang digunakan merupakan hasil transkripsi balik suatu
populasi mRNA seperti yang umum dijumpai pada eukariot, maka perpustakaan yang
diperoleh dinamakan perpustakaan cDNA.
Proses dan Teknik Dasar Kloning DNA
Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi
DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut adalah
isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi
sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk
menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul
DNA rekombinan, pengklonaan vektor pembawa DNA rekombinan, dan identifikasi klon sel
yang membawa gen yang diinginkan. Bakteri merupakan sel inang yang paling umum
digunakan untuk mengklonaan gen, terutama karena mudahnya DNA dapat diisolasi dari dan
dimasukkan kembali ke dalam sel tersebut. Kultur bakteri juga tumbuh cepat dan secara cepat
mereplikasi setiap gen asing yang dibawanya.
1. Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan mempersiapkan dua jenis DNA yaitu plasmid bakteri yang akan
digunakan sebagai vektor dan DNA yang mengandung gen yang diinginkan. Plasmid yang
dipilih merupakan plasmid yang mengandung amp-R (gen pengkode sifat resisten terhadap
antibiotik amphisilin) dan lac Z (pengkode enzim β-galaktosidase). Kemudian dilakukan
perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis
seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti pemberian
lisozim. Langkah selanjutnya adalah lisis sel. Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat
dengan mudah diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan
yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau
dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan
perusakan membran nukleus.
Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya pembuangan
remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi menggunakan
fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan
secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan
sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan
DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan
penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan
CsCl.
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun
DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini
yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada umumnya
berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently
closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan kedua untainya
dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA
plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom.
Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan
DNA kromosom.
2. Pemotongan Molekul DNA
Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun
plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya enzim
restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau
bakteriofag l (faga temperat).
Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah sejauh beberapa pasang basa.
Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmen-
fragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak
sama panjang. Dua fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan
satu sama lain sehingga ujung runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky
end) atau ujung kohesif.
4. Bidang Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya penyelamatan
keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak.
Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan
dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala
industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah
tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia
meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri)
organik ini dilakukan menggunakan tanamanArabidopsis thaliana transgenik yang membawa
gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa
organik.
Keragaman metabolisme mikroba juga digunakan dalam menangani limbah dari sumber-
sumber lain. Pabrik pengolahan air kotor mengandalkan kemampuan mikroba untuk
mendegradasi berbagai senyawa organik menjadi bentuk nontoksik. Akan tetapi, peningkatan
jumlah senyawa yang secara potensial berbahaya yang dilepas ke lingkungan tidak lagi bisa
didegradasi oleh mikroba yang tersedia secara alamiah, hidrokarbon klorinasi merupakan
contoh utamanya. Para ahli bioteknologi sedang mencoba merekayasa mikroba untuk
mendegradasi senyawa-senyawa ini. Mikroba ini dapat digunakan dalam pabrik pengolahan
air limbah atau digunakan oleh para manufaktur sebelum senyawa-senyawa itu dilepas ke
lingkungannya.
5. Bidang Hukum dan Forensik
Pada kriminalitas dengan kekerasan, darah atau jaringan lain dengan jumlah kecil
dapat tertinggal di tempat kejadian perkara atau pada pakaian atau barang-barang lain milik
korban atau penyerangnya. Jika ada perkosaan, air mani dalam jumlah kecil dapat ditemukan
dari tubuh korban. Pengujian yang digunakan biasanya menggunakan antibodi untuk menguji
protein permukaan sel yang spesifik. Namun pengujian ini membutuhkan jaringan yang agak
segar dengan jumlah yang relatif banyak. Pengujian DNA dapat mengidentifikasi pelaku
dengan derajat kepastian yang jauh lebih tinggi karena urutan DNA setiap orang itu unik.
Analisis RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphims) dengan Southern blotting
merupakan metode ampuh untuk pendeteksian kemiripan dan perbedaan sampel DNA dan
hanya membutuhkan darah atau jaringan lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Misalnya
dalam kasus pembunuhan metode ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel DNA
dari tersangka, korban, dan sedikit darah yang dijumpai di TKP. Probe radioaktif menandai
pita elektroforesis yang mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya saintis forensik
menguji kira-kira lima penanda, dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji.
Akan tetapi, rangkaian penanda dari suatu individu yang demikian sedikitpun sudah dapat
memberikan sidik jari DNA atau pola pita spesifik yang berguna untuk forensik karena
probabilitas bahwa dua orang akan memiliki rangkaian penanda RFLP yang tepat sama
adalah kecil. Autoradiografi meniru jenis bukti yang disajikan kepada para juri dalam
pengadilan percobaan pembunuhan.
Seperti yang diungkapkan oleh analisis RFLP, DNA dari noda darah pada pakaian
terdakwa sama persis dengan sidik jari DNA korban tetapi berbeda dari sidik jari terdakwa.
Ini membuktikan bahwa darah dari pakaian terdakwa berasal dari korban bukan dari terdakwa
sendiri.