Anda di halaman 1dari 8

IDENTITAS BUKU

Buku Utama (satu)


Judul Buku : Perencanaan Bahasa dan Sastra Indonesia
Penulis : Dr. Anas Ahmadi, M.Pd
Penerbit : Graniti, Gresik
Cetakan : Pertama, Maret 2020
Tebal : 87 halaman
ISBN : 978-6025-811-56-2
Buku : Elektonik (E-Book)

SAMPUL BUKU
1.1. Latar Belakang
Buku ini berjudul Perencanaan Bahasa dan Sastra Indonesia oleh Penulis Prof. Dr. Anas
Ahmadi, M.Pd. Di dalam buku ini terdapat 5 bab yang berisi tentang Historisme Perencanaan
Bahasa, Pihak Yang Berperan Dalam, Perencanaan Bahasa Dan Sastra, Tipe Perencanaan
Bahasa Dan Sastra, Pemetaan Sastra Di Indonesia, Problematika Pemetaan Sastra. Tebalnya
87 halaman dan penerbit Greniti, Gresik.
Dalam buku ini menjelaskan bahwa perencanaan bahasa sebagai usaha bukan saja
untuk melestarikan pengarahan bahasa yang baik, tetapi juga untuk menghilangkan konflik-
konflik bahasa. Konflik bahasa dapat mengakibatkan konflik fisik
Sementara itu, bahasa minoritas lambat laun kehilangan penuturnya yang
akhirnya bahasa itu punah.

BAB I. HISTORISME PERENCANAAN BAHASA


Historisme adalah gagasan perencanaan bahasa.
Perencanaan bahasa adalah suatu usaha untuk memengaruhi fungsi, struktur, atau
penyerapan satu bahasa atau jenisnya di dalam sebuah pembicaraan masyarakat.

A. Manusia dan Bahasa


Manusia tidak lepas dari bahasa. Manusia tanpa bahasa memang bisa berkomunikasi.
Manusia dan bahasa saling berhubungan.
Melalui bahasa banyak hal yang bisa dilakukan. Dalam konteks yang positif, manusia
bisa berkomunikasi dengan manusia yang lain dalam koridor politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Namun, di sisi lain, penggunaan bahasa yang tidak tepat dan disalahgunakan bisa
menyebabkan terjadinya pertengkaran, peperangan, dan juga pembunuhan.

B. Manfaat Pembelajaran Perencanaan Bahasa dan Sastra


- Memberikan pemahaman secara teoretis, metodologis, dan praktis tentang
perencanaan bahasa dan sastra Indonesia
- Untuk peneliti, sebagai rujukan penunjang dalam penelitian
- Untuk memahami perkembangan bahasa
BAB II. PIHAK YANG BERPERAN DALAM PERENCAAAN BAHASA DAN SASTRA

Cobarrubias (1983:41) memberikan gambaran bahwa pihak yang berperan dalam


perencanan bahasa dan sastra, yakni perencana bahasa, pembuat/penentu kebijakan bahasa,
pendidik, dan legislator dan media.

A. Perencana Bahasa dan Sastra


Perencana bahasa dan sastra adalah pihak yang memiliki peran penting dalam hal
perencanaan bahasa dan sastra. Perencana bahasa dan sastra adalah pihak yang merancang
strategi dalam perencanaan bahasa dan sastra serta politik yang berkait dengan bahasa dan
sastra. Contoh : pemerintah , peneliti, masyarakat.

B. Penentu Kebijakan
Penentu kebijakan ialah orang/kelompok orang yang memiliki kekuasaan dalam
hal memberikan/menentukan kebijakan berkait dengan konteks perencanaan bahasa dan
sastra. penentu kebijakan dalam hal ini biasanya pejabat pemerintah yang memiliki kekuatan
langsung dalam melakukan eksekusi terhadap hal yang berkait dengan masalah perencanaan
bahasa dan sastra.

C. Pendidik
Pendidik adalah sosok yang langsung bersinggungan dengan audiens, yakni
mahasiswa ataupun murid. Pendidik adalah eksekutor yang memiliki peran penting dalam hal
penerapan hasil dari perencanaan bahasa dan sastra. Seorang pendidik dalam proses
pembelajaran memberikan pemahaman kepada mahasiswa ataupun mahasisw adalam
kaitannya dengan bahasa dan sastra.

D. Legislator
Legislator adalah orang yang memiliki keterlibatan agak jauh dalam hal
perencanaan bahasa dan sastra. Legislator memiliki kedekatan dengan penentu kebijakan
sebab legislator adalah sang penentu kebijakan.
E. Media

Media dalam hal ini adalah media massa. Sebagai salah satu saluran informasi yang
langsung bergesekan dengan masyarakat. Secara umum, media massa terbagi menjadi dua,
yakni media massa milik negara dan swasta.

BAB III, TIPE PERENCANAAN BAHASA DAN SASTRA

1. Perencanaan Status Sosial Bahasa


Perencanaan status sosial bahasa berkait dengan bagaimana status bahasa di suatu
negara. Perencanaan status sosial bahasa adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi
bahasa tersebut. Tentunya, ketika bahasa tersebut mati dan tidak dilakukan upaya dalam
rangka pemertahanan bahasa, misal saja dengan melakukan pengorpusan, pencatatan,
pendokumentasian bahasa.

2. Perencanaan Korpus
Perencanaan korpus berkait dengan strategi actor perencana bahasa dalam
kaitannya dengan pengodean bahasa yang terdapat dalam suatu negara. Pengodean
bahasa tersebut dilakukan agar bahasa yang terdapat di negara tersebut bisa tertata,
terdokumentasi, dan bisa terlacak kondisinya. Jika ditemukan bahasa yang berada
dalam kondisi kritis, bahasa tersebut memerlukan penanganan ekstra dari perencana
bahasa dan penentu kebijakan.
Perencanaan korpus bahasa dilakukan oleh perencana bahasa mulai dari
tahapan awal, yakni pengidentiikasian data bahasa, pengklasiikasian bahasa,
pereduksian data bahasa, penganalisisan/ pencatatan data bahasa, dan
pemveriikasian data bahasa. Karena itu, perlu koordinasi dengan pejabat setempat
agar peneliti bisa lebih mudah dalam mendapatkan akses transportasi ke wilayah
tersebut.

3. Perencanaan Bahasa dalam Pendidikan


Perencanaan bahasa dalam kaitannya dengan pendidikan berhubungan tiga
hal. Pertama, penentu kebijakan dalam hal ini pimpinan lembaga dan pendidik.
4. Perencanaan Prestise Bahasa
Perencanaan prestise bahasa berkait dengan bagaimana pemerintah sebagai sang penentu
kebijakan bisa menaikkan martabat dan prestise bahasa. Melalui kebijakan pemerintah, suatu bahasa
bisa menaik kelasnya dan juga bisa turun kelas. Karena itu, prestise suatu bahasa dan juga jatuhnya
suatu bahasa juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah.

BAB IV, PEMETAAN BAHASA DAN SASTRA


A. Sastra dan Sastra Indonesia: Selayang Pandang
Jika ditelusur secara historis, sastra merupakan dunia yang multiinterpretatif. Sastra
sebagai artefak di dalamnya mengandung pemikiran yang masuk dalam ranah filsafat,
perilaku yang masuk dalam ranah psikologi, sosial kemasyarakatan yang masuk dalam ranah
sosiologi; budaya yang masuk dalam ranah antropologi; perempuan yang masuk dalam ranah
feminisme/gender; laki—laki yang masuk dalam ranah maskulinisme. Selain itu, masih
banyak ilmu pengetahuan yang di dalamnya terdapat dalam karya sastra. Sastra merupakan
dunia estetis.
Sastra sebagai artefak pemikiran sang pengarang tidak lepas dari kematian (Ahmadi,
2019) yang datang dalam ketidakpastian. Namun, manusia pasti akan menemui kematian
sebagai bentuk dari perjalanan terakhir manusia dalam menjalani kesejatian kehidupan.
(Anwar, 2011).

B. Eksistensi Sastrawan Jawa Timur


Mendefinisikan sastrawan Jawa Timur bukanlah hal yang mudah, tetapi secara sederhana,
sastrawan Jawa Timur ialah sastrawan yang berasal dari Jawa Timur. Pertama, sastrawan
Jawa Timur ialah sastrawan yang lahir di Jawa Timur dan besar di Jawa Timur. Kedua,
sastrawan Jawa Timur ialah sastrawan yang lahir di Jawa Timur, tetapi besar tidak di Jawa
Timur. Ketiga, sastrawan Jawa Timur ialah sastrawan yang bertempat tinggal di Jawa Timur,
meskipun dia tidak lahir di Jawa Timur.

C. Tentang Penelitian Pemetaan di Jatim, Selayang Pandang


Berdasarkan hasil telusuran peneliti, ditemukan dua penelitian pemetaan sastrawan
Jawa Timur. Dalam hal ini, kategori penelitian tentang pemetaan terbagi menjadi tiga
kategorial, yaknik (1) sastrawan Jawa Timur, (2) sastrawan Indonesia di Jawa Timur, ataupun
(3) sastra Indonesia di Jawa Timur.

D. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian Studi sastra sebagai bagian dari studi sosial-humaniora lebih
cenderung mengarah pada pendekatan kualitatif.

E. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian yang berbasis lapangan, Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua
langkah. Pertama, studi dokumentasi. Studi dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan data
kesastraan yang berkait dengan konteks psikologi lokal masyarakat Jawa. Kedua, studi
etnograis. Sebagaimana studi etnograi yang dilakukan oleh etnografer, studi etnograis dalam
penelitian ini adalah studi lapangan dalam rangka menggali data kesastraan

F. Teknik Wawancara
Pertama, wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur merupakan wawancara yang
digunakan oleh etnografer dalam menggali data dari informan. Kedua, wawancara tidak
terstruktur. Istilah wawancara tidak terstruktur mengacu pada strategi wawancara yang lebih
terkesan informal dan pertanyaan yang dimunculkan dalam wawancara tidak kaku dalam
mengikuti instrument penelitian yang berkait dengan wawancara.

G. Triangulasi
Melalui triangulasi, seorang peneliti bisa mengenali, memahami, dan memberikan
perbaikan ataupun tambahan terhadap penelitiannya jika dirasa ada yang kurang benar secara
prosedur penelitian ataupun kurang benar secara interpretasi penelitian
BAB V. PROBLEMATIKA PEMETAAN SASTRA

A. Menyoal Pemetaan Sastra


Berbicara masalah pemetaan, sastra Memang terkesan ketinggalan dengan bahasa. sastra memang
kalah dari segi prioritas jika dibandingkan dengan bahasa. Hal ini memang tidak bisa dibandingkan
dengan sastra yang memang dasar hukumnya kurang kokoh dibandingkan dengan bahasa.

B. Menelisik Pemetaan Sastrawan Di Indonesia


Ada tiga faktor utama yang berkait dengan sulitnya pemetaan sastrawan di Indonesia.
Pertama, pendataan sastrawan Indonesia yang terkendala oleh pendanaan. Kedua, koordinasi
antara peneliti, penyelenggara kegiatan pertemuan sastrawan, dan sastrawan dalam hal
pertemuan. Ketiga, dari sisi skala prioritas. Jika ditinjau secara mendetil, skala prioritas untuk
sastra di Indonesia terkesan masih bukan yang menduduki skala prioritas. Kita bisa
memahami itu dengan melihat fakta yang ada di Indonesia. Lihat saja, dari sisi riset, untuk
kategori studi kesastraan masih jarang

Anda mungkin juga menyukai