Anda di halaman 1dari 5

NAMA : CINDI EFRILITA

KELAS : TINGKAT I REGULER B

KASUS DILEMA DAN KONFLIK ETIK

A. CONTOH STUDI KASUS MENGENAI ISSU ETIK MORAL

Pada tanggal 29 Oktober 2012 jam 19.00 WIB, Ibu Dwi datang ke BPS
Bidan Lisa dengan keluhan perut kenceng-kenceng, mules-mules, serta
mengeluarkan darah segar pada jalan lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan
ternyata Ibu Dwi sudah mengalami pembukaan 7 dan bagian terendah janin adalah
letak kepala. Bidan mendiagnosa bahwa Ibu Dwi mengalami plasenta previa.
Segera bidan melakukan pertolongan pertama pada Ibu Dwi dan bayinya. Lalu
Bidan memberi saran pada keluarga Ibu Dwi untuk merujuk Ibu Dwi. Karena
kondisi bahaya Ibu Dwi. Kelurga menyetujui, dan akhirnya segera Bidan merujuk
Ibu Dwi dengan menggunakan mobil Bidan. Diperjalanan Ibu Dwi mengalami
pembukaan lengkap. sehingga mau tidak mau bidan harus melakukan pertolongan
persalinan untuk Ibu Dwi dalam mobil. beberapa saat kemudian bayi Ibu Dwi
dapat lahir tetapi Ibu Dwi mengalami HPP. Bidan sudah melakukan pertolongan
pada Ibu Dwi tapi Ibu Dwi tidak dapat diselamatkan. Keluarga Ibu Dwi meminta
pertanggung jawaban Bidan karena nyawa Ibu Dwi tidak bisa diselamatkan.
Keluarga Ibu Dwi menganggap Bidan tidak mempunyai keahlian di dalam bidang
kebidanan. Mendengar hal ini, warga disekitar BPS Bidan Lisa menuntut agar
Bidan Lisa di pindahkan dari lingkungan mereka supaya tidak terjadi hal yang
sama untuk ke dua kalinya. para warga tersebut sudah tidak mempunyai
kepercayaan lagi pada Bidan Lisa untuk menolong persalinan. Dan pada akhirnya
kasus ini di bawa ke meja hijau oleh keluarga Ibu Dwi. Pada kasus ini, kesalahan
tidak sepenuhnya terletak pada Bidan Lisa karena Bidan telah memberikan
pertolongan semaksimal mungkin pada Ibu Lisa dan bayinya. Keluarga Ibu Lisa
pun tidak terlalu tanggap dengan keadaan Ibu Lisa. Mereka telat membawa Ibu
Lisa untuk ke BPS.

B. CONTOH STUDI KASUS MENGENAI DILEMA MORAL

Seorang ibu primipara masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu.


Sewaktu dilakukan anamnese dia menyatakan tidak mau di episiotomi. Ternyata
selama kala II kemajuan kala II berlangsung lambat, perineum masih tebal dan
kaku. Keadaan ini di jelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada
pendiriannya menolak di episiotomi. Sementara waktu berjalan terus dan denyut
jatung janin menunjukan keadaan fetal distres dan hal ini mengharuskan bidan
untuk melakukan tindakan episiotomi, tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan
berharap bayinya selamat, sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa
dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasien, maka bidan akan di
hadapkan pada suatu tuntutan dari pasien. Sehingga ini merupakan gambaran dari
dilema moral. Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien,
bagaimana ditinjau dari segi etik dan moral. Bila tidak dilakukan tindakan, apa
yang akan terjadi pada bayinya?

C. CONTOH STUDI KASUS MENGENAI KONFLIK MORAL

Kasus 1 Ada seorang bidan yang berpraktik mandiri di rumah. Ada


seorang pasien inpartu datang ke tempat praktiknya. Status obstetrik pasien adalah
G1P0A0. Hasil pemeriksaan penapisan awal menunjukan persentasi bokong
dengan tafsiran berat janin 3900 gram, dengan kesejahteraan janin dan ibu baik.
Maka bidan tersebut menganjurkan dan memberi konseling pada pasien mengenai
kasusnya dan untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien dan keluarganya
bersikukuh untuk tetap melahirkan di bidan tersebut, karena pertimbangan biaya
dan kesulitan lainnya. Melihat kasus ini maka bidan dihadapkan pada konflik
moral yang bertentangan dengan prinsip moral dan otonomi maupun kewenangan
pada kebidanan. Bahwa sesuai Kepmenkes Republik Indonesia
900/menkes/sk/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan. Bidan tidak
berwenang memberikan pertolongan persalinan pada primigravida dengan
persentasi bokong di sisi lain ada prinsip nilai moral dan kemanusiaan yang
dihadapi pasien. Yaitu ketidakmampuan secara sosial ekonomi dan kesulitan yang
lain, maka bagaimana seorang bidan mengambil keputusan yang terbaik terhadap
konflik moral yang dihadapi dalam pelayanan kebidanan.

Kasus 2 Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami pendarahan


postpartum setelah melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut
menolak untuk diberikan suntikkan uterotonika. Bila ditinjau dari hak pasien atas
keputusan yang menyangkut dirinya maka bidan bisa saja tidak memberikan
suntikkan karena kemauan pasien. Tetapi bidan akan berhadapan dengan masalah
yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat dan harus diupayakan pertolongan
untuk merujuk pasien, dan yang lebih patal lagi bila pasien akhirnya meninggal
karena pendarahan. Dalam hal ini bisa dikatakan tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik. Walapun bidan harus memaksa pasiennya untuk disuntik Mungkin
itulah keputusan yang terbaik yang harus ia lakukan (dentology).

D. PENYELESAIAN MASALAH ISSU, DILEMA DAN KONFLIK


MORAL

Issu: Para Filsuf telah mencoba mengembangkan lima pendekatan berbeda


dalam hubungan dengan penyelesaian isu-isu moral

o Pendekatan Utilitarian
o Pendekatan Hak dan Kehendak Bebas
o Pendekatan Keadilan
o Pendekatan Kepentingan Bersama
o Pendekatan Kebaikan/Kebajikan

Kelima pendekatan di atas menyarankan bahwa pada saat kita


diperhadapkan dengan fakta yang diidentifikasi menjadi masalah moral, kita harus
menanyakan lima hal dalam diri sebelum mencoba untuk memecahkan masalah
itu. Tentu saja, metode ini tidak menjadi solusi otomatis bagi masalah-masalah
moral. Kemampuan mengidentifikasi hal-hal penting, kemudian mengkritisinya,
itulah yang disebut sebagai “Berpikir secara etis”. Kita harus tetap membuka mata
dan telinga, hati dan pikiran terhadap semua hal yang terjadi di sekeliling kita,
agar tetap peka dengan kenyataan dan dapat memberikan kontribusi yang positif
baik bagi pribadi maupun masyarakat.

Delima:

 Empat  tingkatan kerja pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan


ketika menghadapi dilema etik :
 Tingkatan I Keputusan dan tindakan : Bidan merefleksikan pada
pengalaman atau  pengalaman rekan kerja.
 Tingkat II Peraturan : berdasarkan kaidah kejujuran ( berkata benar ),
privasi , kerahasiaan dan kesetiaan ( menepati janji ). Bidan sangat
familiar, tidak meninggalkan kode etik dan  panduan praktek profesi.
 Tingkat III Ada 4 prinsip etik yang digunakan dalam perawatan praktek
kebidanan : 1.      Antonomy, memperhatikan penguasaan diri, hak
kebebasan dan pilihan individu. 2.      Beneticence, memperhatikan
peningkatan kesejahteraan klien, selain itu berbuat terbaik untuk orang
lain. 3.      Non maleticence, tidak melakukan tindakan yang menimbulkan
penderitaan apapun kerugian pada orang lain. 4.      Justice,
memperhatikan keadilan, pemerataan beban dan keuntungan. ( Beaucamo
& Childrens 1989 dan Richard, 1997)
 Tingkat IV Teori pengambilan keputusan yaitu: 1.      teori  utilitarisme
Teori utilitarisme mengutamakan adanya konsekuensi kepercayaan adanya
kegunaan. Dipercaya bahwa semua manusia mempunyai perasaan
menyenangkan dan perasaan sakit. Ketika keputusan dibuat seharusnya
memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan ketidaksenangan. Prinsip
umum dari utilitarisme adalah didasarkan bahwa tindakan moral
menghasilkan kebahagiaan yang besar bila menghasilkan jumlah atau
angka yang besar . 2.      teori deontology  Menurut Immanuel Kant:
sesuatu dikatakan baik dalam arti sesungguhnya adalah kehendak yang
baik, kesehatan, kekayaan, kepandaian adalah baik. Jika digunakan dengan
baik oleh kehendak manusia, tetapi jika digunakan dengan kehendak yang
jahat akan menjadi jelek sekali. Kehendak menjadi baik jika bertindak
karena kewajiban . Kalau seseorang bertindak karena motif tertentu atau
keinginan tertentu berarti disebut tindakan yang tidak baik. Bertindak
sesuai kewajiban disebut legalitas. 3.      teori hedonisme Menurut
Aristippos (433-355 SM) sesuai kodratnya setiap manusia mencari
kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Akan tetapi, ada batas
untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah menggunakan
kesenangan dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan 4.      teori
eudemonisme Menurut Aristippos (433-355 SM) sesuai kodratnya setiap
manusia mencari kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Akan
tetapi, ada batas untuk mencari kesenangan. Hal yang penting adalah
menggunakan kesenangan dengan baik dan tidak terbawa oleh kesenangan

 Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan
membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan
dalam strategi praktik kebidanan.

Konflik:

 Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias
dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang
lain, sebaiknya tatap muka.
 Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu
menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang
diambil.
 Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan
sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah
diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
 Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik
dapat ditekan serendah mungkin.
 Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang
yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan
positif pada perubahan.

Anda mungkin juga menyukai