Tinjauan Pustaka Migrain
Tinjauan Pustaka Migrain
TINJAUANPUSTAKA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIV. ALKHAIRAAT PALU 18 Januari 2021
TINJAUAN PUSTAKA
“MIGRAIN”
Disusun Oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
A. BAB 1 : PENDAHULUAN................................................................................1
B. EPIDEMIOLOGI................................................................................................1
C. KLASIFIKASI....................................................................................................2
D. ETIOLOGI..........................................................................................................3
E. KAJIAN ANATOMI...........................................................................................5
F. PATOMEKANISME...........................................................................................8
G. MANIFESTASI KLINIS..................................................................................13
H. KRITERIA DIAGNOSIS..................................................................................14
I. DIAGNOSIS BANDING...................................................................................16
J. PENATALAKSANAAN...................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
BAB 1
PENDAHULUAN
Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP) merupakan
perasaan sensori dan/atau emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan baik yang sudah terjadi maupun yang berpotensi terjadi. Salah satu
alasan tersering pasien mengunjungi ahli neurologi adalah nyeri kepala atau cephalgia.(1)
The International Headache Society (IHS) pada tahun 2013 membagi nyeri kepala
menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri
kepala primer adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang jelas dan tidak berhubungan
dengan penyakit lain, mencakup migraine, tension-type headache, dan trigeminal
autonomic cephalalgias (TACs). Sedangkan nyeri kepala sekunder terjadi akibat
gangguan organik lain, seperti infeksi, trauma, tumor, trauma, gangguan homoeostasis,
dan penyakit sistemik lain.(2)
Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai dengan
sakit kepala berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan dengan adanya aura
yang timbul sebelum atau setelah nyeri kepala.(3)
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
• Arteria Karotis
Arteria karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna.
Arteri karotis eksterna mendarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteri
karotis eksterna adalah arteri meningea media yang memperdarahi srtuktur-struktur
dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri
karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri karotis interna juga mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk ke
dalam orbita dan mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan
sinus-sinus udara. Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada
permukaan lateral. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus pre-sentralis
dan post-sentralis. Korteks audiotorius, somestetik, motorik, dan pramotorik
disuplai oleh arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi
integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Arteri serebri anterior
memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nucleus kaudatus dan
putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum,
dan bagian-bagian lobus frontalis dan perietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. (1)
• Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga
tengkorak melalui foremen magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri nantinya
akan Bersatu membentuk arteri basilaris yang terus berjalan sampai setinggi otak
tengah dan bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang system vertebrobasiliaris ini memperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, midbrain, dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya mendarahi Sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ- organ vestibular. Arteri
karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri
serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea,
arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior. Kedua arteri vertebralis
bergabung membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan
dengan kedua arteri interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk
suatu sirkulus Willisi. (1)
Cranium atau tulang tengkorak adalah sekumpulan tulang yang saling
berhubungan satu sama lain yang di dalamnya terdapat cavum cranii yang berisi otak
atau encephalon. Cranium dibagi menjadi neurocranium dan viscero-cranium, yang
melindungi otak adalah neurocranium dan yang membentuk tulang wajah adalah
viscerocranium. Disebelah profunda dari cranium terdapat lembaran jaringan ikat
yang juga berfungsi melindungi otak disebut meninges yang terdiri dari atas 3 lapis
yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater. Selain itu kulit kepala, otot, tendon,
dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih superficial juga ikut berperan
dalam melindungi otak. (1)
Dari semua struktur cranium tersebut, ada yang memiliki reseptor peka nyeri dan
ada yang tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi menjadi
struktur peka nyeri ekstrakranial dan intrakranial. Struktur peka nyeri ekstrakranial
antara lain kulit kepala, otot kepala, tendon, fascia, arteri ekstrakranial, periosteum,
sinus paranasalis, rongga hidung, rongga orbita, dan nervus cervicalis (C2 dan C3).
Sedangkan struktur peka nyeri intracranial antara lain sinus venosus (sinus sagitalis),
duramater, arteri meningea media, nervus cranialis (trigeminus, facialis,
glossofaringeus, dan vagus), dan arteri sirkulus Willisi. Sedangkan struktur kranial
yang tidak peka nyeri antara lain tulang kepala, parenkim otak, ventrikel, dan plexus
choroideus.(1, 7)
Gambar 1. Struktur Peka Nyeri Intrakranial
Apabila terjadi rangsangan yang melibatkan reseptor peka nyeri pada struktur cranium
maka akan menyebabkan nyeri kepala atau cephalgia. Jika nyeri kepala melibatkan
struktur di dua per tiga fossa cranium anterior (supratentorium) maka nyeri akan
diproyeksikan ke daerah frontalis, temporalis, dan parietalis yang diperantarai oleh nervus
trigeminal, dan jika nyeri kepala melibatkan struktur di daerah fossa cranii posterior
(infratentorial) maka nyeri akan diproyeksikan ke daerah occipitalis, leher, dan belakang
telinga yang diperantarai oleh nervus cervicalis atas C1, C2, dan C3.(7, 8)
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif
yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif
dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 ± 3 beramifikasi
pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars
oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial,
pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti
sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.(7)
Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferendari C2
selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga
akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari
pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital darikepala dan
yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini
disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah
kaudal. Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke
pars kaudal.(1, 7)
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.(8)
V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater
bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular
dan otot menguyah.(8)
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga
tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.(8)
Saraf servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus
inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki
cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longis simus capitisda n
splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf
ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas
serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan
masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan
the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf
lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit
kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3
memberi cabang lateral ke longissimus capitisda n splenius. Ramus ini membentuk 2
cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang
mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. (1, 7)
Pada nyeri kepala migraine, walaupun patomekanisme defek anatomi belum dapat
ditentukan secara pasti, diyakini bahwa adanya perangsangan pada saraf yang hiperaktif
dan pembuluh darah yang berdilatasi di intracranial, memicu pengeluaran sitokin
proinflamasi yang merangsang reseptor nyeri intracranial dan di perivaskular (nervus
trigeminus), yang kemudian dipersepsikan sebagai nyeri kepala unilateral daerah
frontotemporal dengan kualitas yang berdenyut. Pembahasan ini akan lebih detail pada
bagian patomekanisme.
BAB III
MIGRAINE
3.1 Definisi
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,
bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau
fotofobia dan fonofobia
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut Nuprin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang
paling sering dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipton, Steward, dan Korff
(1997) menyatakan bahwa migren mengenai hampir 30 juta orang di Amerika Serikat dan
menyebabkan kerugian langsung dan tidak langsung lebih dari 13 milyar US$ per tahun.
Diperkirakan 14% dari populasi dunia menderita migren dan pada tahun 2010-2011
diperkirakan sekitar 8,3% dari 2,7 juta jiwa penduduk Kanada dilaporkan terdiagnosis
dengan migren.(4)
Prevalensi migren di Kanada menunjukkan 23 hingga 26% dapat terjadi pada wanita
dan 7,8 hingga 10% pada pria.6 Rasio prevalensi perempuan terhadap pria dengan migren
sangat bervariasi sesuai usia, dimana sebelum usia 12 tahun, migren lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Setelah pubertas, migren
semakin sering dijumpai pada perempuan dan pada usia 20 tahun, rasio perbandingan
perempuan terhadap laki-laki adalah sekitar 2:1.(1, 4)
Migren diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan daripada laki-
laki dan paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari 40 tahun, cenderung
dijumpai dalam satu keluarga dan diperkirakan memiliki dasar genetik. Sekitar 70%
hingga 80% penderita migren memiliki anggota keluarga dekat yang menderita nyeri
kepala.(1) Di Indonesia maupun negara berkembang lainnya, prevalensi penderita migren
cukup sulit diketahui secara pasti karena sebagian besar penderita tidak terdiagnosis dan
terobati dengan baik.
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat
4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura. Namun, dalam
migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara
umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga
meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti
malas (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike
episodes). Pada pasien dengan kelainan genetic Cadasil (cerebral autosomal dominant
arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul
migrane dengan aura.
Namun ada beberapa faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migren,
antara lain(2, 5, 6):
1. Riwayat anggota keluarga dengan riwayat nyeri kepala (faktor genetik diyakini
kuat berpengaruh terhadap munculnya migrain)
2. Perubahan hormon (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya pada
fase luteal siklus menstruasi, kehamilan, menarke, menopause, dan penggunaan
kontrasepsi oral
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah dan natrium nitrat),
vasokonstriktor (keju dan coklat), serta zat tambahan pada makanan (monosodium
glutamat dan pemanis buatan sakarin)
4. Stres berlebih, dan faktor psikologis lainnya seperti
5. Faktor fisik dan siklus tidur tidak teratur,
6. Rangsang sensorik (cahaya silau/berkedip dan bau menyengat),
7. Alkohol dan merokok
D. KLASIFIKASI
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migraine dengan aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala
unilateral, mual,dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi
nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2. Migraine tanpa aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya
hampir sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi
kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri
kepala berlangsung selama 4-72 jam.
Migren tanpa aura
Migren dengan aura
Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor migraine
Cyclical vomiting
Migren Abdominal
Vertigo paroksismal Benigna pada Anak
Migren retinal
Komplikasi migren
Migren Kronik
Status Migrenosus (serangan migren > 72 jam)
Aura persisten tanpa infark
Migrenous infark
Migrene-Triggered Seizure
Probable Migrain
Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan pokok terutama migrain dalam
kelompok migrain tanpa aura dan migraine dengan aura.
E. PATOMEKANISME
Mekanisme pasti terjadinya migrain belum sepenuhnya diketahui, dan sampai saat ini
masih terus berkembang. Hal ini diakibatkan banyaknya faktor genetik dan lingkungan
serta proses neurovaskular yang terjadi pada migrain turut memberikan kontribusi
terhadap kejadian penyakit. Prinsip utama yang dapat dipahami disini bahwa, adanya
perangsangan pada struktur peka nyeri intracranial (seperti yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya) oleh stimulasi mekanis, kimia, dan gangguan autoregulasi
neurovaskular menyebabkan terstimulasinya nosiseptor yang ada di struktur peka nyeri.
Asal nosiseptor tersebut terbagi dua bagian, untuk struktur supratentorial berasal dari
nervus trigeminus pars ophtalmica, dan untuk infratentorial berasal dari nervus spinalis
C1-C3. Belum jelasnya mekanisme migraine membuat para pakar neurologi melakukan
penelitian yang berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang menjelaskan
terjadinya migrain. Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut.
1. Teori Vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya
migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai
denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi
terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini
dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial.Teori vaskular
merupakan teori pertama yang berkembang pada sejarah penelitian migrain. Teori
ini dikembangkan oleh Wolf dkk tahun 1940-an yang mengemukaan bahwa
adanya gangguan kaliber pembuluh darah menyebabkan terjadinya nyeri kepala
migren. Disebutkan bahwa dengan adanya faktor pencetus oleh mekanisme yang
belum diketahui, menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah serebral.
Hal ini menjelaskan timbulnya aura pada sebagian kasus di mana ambang untuk
terjadinya aura rendah. Setelah vasokonstriksi, diikuti dengan vasodilatasi
pembuluh darah yang menekan dan mengaktifkan nosiseptor perivaskular di
intracranial, yang mencetuskan terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala yang terjadi
bersifat unilateral dengan kualitas berdenyut, disebabkan oleh perangsangan saraf
nyeri di dinding pembuluh darah.(7, 9, 10)
Namun, teori ini masih belum dapat menjelaskan gejala prodromal dan gejala lain
yang terjadi sebelum serangan migrain. Selain itu, obat-obat yang dapat
meredakan nyeri kepala, tidak semuanya bekerja melalui vasokonstriksi pembuluh
darah, dan belakangan diketahui dengan penelitian menggunakan teknik
pencitraan mutakhir untuk melihat aliran darah otak, ditemukan bahwa kejadian
migrain tanpa aura memiliki aliran darah serebral yang konstan pada sebagian
besar pasien.(7, 9, 10)
Belakangan diteliti lebih lanjut oleh Schoonman dkk, disimpulkan bahwa
vasodilatasi pembuluh intrakranial tidak berperan dalam patogenesis migrain,
kemudian oleh Elkind dkk didapatkan bahwa mekanisme nyeri kepala sangat
ditentukan oleh diameter dinding pembuluh darah ekstrakranial. Dalam
penelitiannya (Elkind dkk) didapatkan aliran darah frontotemporal meningkat
pada subjek dengan nyeri kepala dibandingkan dengan kontrol (P<0,005), dan
nyeri kepala mereda setelah diberikan ergotamin tartrat disertai dengan penurunan
alirah darah frontotemporal, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.(7,
9, 10)
F. MANIFESTASI KLINIS
Migraine tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi
serangan selama 4-72jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti
dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. (2)
Fase I Prodroma
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan
pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman,
bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah
terlalu kuat, sulit/malas berbicara. (2,3,12)
Fase II Aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan
bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang
dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada
ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali
dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan
autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.(2,3,12)
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit
otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk
waktu yang panjang.(2,12)
G. DIAGNOSIS
Migreine tanpa aura
Migraine tanpa aura (common migraine) maupun migraine klasik (classic
migraine) sepenuhnya berdasarkan gejala klinik. Gejala yang paling utama adalah
adanya keluhan nyeri kepala unilateral di regio frontotemporal (meskipun nyeri
bilateral juga terdapat pada sebagian kecil kasus), yang terjadi secara tiba-tiba akibat
faktor pencetus dengan kualitas berdenyut berintensitas nyeri sedang-berat. Adapun
kriteria diagnosis untuk migraine tanpa aura adalah sebagai berikut(2, 3) :
A. Sedikitnya terdapat 5 serangan nyeri kepala, DAN memenuhi criteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau sudah
diobati namun belum berhasil)
C. Nyeri kepala disertai dua dari empat ciri-ciri berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang-berat
4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau aktivitas di luar kebiasaan rutin
(berjalan atau menaiki tangga)
D. Selama serangan nyeri kepala, minimal terdapat satu dari gejala berikut
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain
Migreine dengan aura
Migraine dengan aura (classic migraine). Aura sendiri diartikan sebagai gejala
disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh dalam jangka waktu < 60 menit
yang dapat terjadi sebelum serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus), pada
saat serangan atau setelah serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan
aura, yaitu(2, 3) :
A. Sedikitnya dua serangan nyeri kepala yang memenuhi criteria B dan C
B. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel berikut :
1. Visual
2. Sensorik
3. Bicara dan/atau bahasa
4. Motorik
5. Batang Otak
6. Retinal
C. Sedikitnya dua dari empat karakteristik berikut :
1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama ≥ 5
menit, dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan
2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit
3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral
4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai dengan
criteria migrain tanpa aura
D. Tidak berkaitan dengan nyeri kepala akibat penyakit lain dan Transient Ischemic
Attack (TIA) telah disingkirkan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit
komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit
pengobatannya. (3)
Pemeriksaan Radiologi
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru
pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat
keparahan sakit kepala,asien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten,
adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap
pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala
neurologis kontralateral.(3)
I. DIAGNOSIS BANDING
Migrain termasuk nyeri kepala primer yang dimana penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Untuk mendiagnosisnya pun menurut PERDOSSI cukup
dengan gejala klinis saja sesuai kriteria diagnosis yang telah ditetapkan. Sehingga,
butuh pengenalan lebih lanjut mengenai gejala dan tanda khas dari migrain agar dapat
membedakannya dengan nyeri kepala tipe lain. Berikut adalah tabel perbandingan
masing-masing nyeri kepala yang dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
migrain.
Tabel 1. Diagnosis Banding Migrain12
J. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penanganan migrain terbagi dalam terapi farmakologis dan non-
farmakologis. Di mana untuk terapi non-farmakologis adalah dengan menghindari faktor
pencetus serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/ tidur berlebih), makanan
yang merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan, perubahan cuaca.(3)
Untuk terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan terapi
profilaksis. Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut. Terapi lini
pertama adalah sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan sampai sedang
atau serangan berat atau berespons baik terhadap obat yang sama, dapat dipakai golongan
analgesik atau NSAID yang dijual bebas. Dosis obat lini 1 yang dapat diberikan yaitu(3) :
Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam
Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari
Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari
Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh lebih
dari 5 hari
Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal
Sodium naproksen 275 – 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari
Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi pilihan pada
pasien dengan status migrenosus (serangan migrain >72 jam)
Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif terhadap
analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan dan
dihidroergotamin (DHE). Golongan triptan digunakan pada migren sedang sampai sedang
atau migren ringan sampai sedang yang tidak responsif terhadap analgesik atau NSAID.
Sedangkan golongan dehidroergotamin seperti alkaloid ergot (ergotamin tartat) walaupun
efikasinya tidak lebih baik dari triptan namun golongan tersebut memiliki rekurensi yang
lebih rendah pada beberapa pasien. Selain itu, alkaloid ergot dapat menginduksi drug
overuse headache sangat cepat pada dosis sangat rendah sehingga penggunaannya
dibatasi hanya sampai 10 hari per bulan dan tidak boleh diberikan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskuer dan cerebrovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan
masa laktasi. Obat golongan triptan bekerja dengan cara agonisasi dari reseptor 5HT IB/ID
seperti sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral, atau derivat ergot seperti
ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral, subkutan ataupun rektal.(13)
Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migren akut untuk mengatasi nausea
dan potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi analgesik.
Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja sedangkan
domperidon 10 mg untuk anak-anak.(13)
Terapi profilaktik umumnya diindikasikan apabila pasien mengalami lebih dari dua
kali serangan migren per bulan atau yang aktivitas sehari-harinya terganggu akibat nyeri
kepala. Obat yang dapat digunakan antara lain amitriptilin, propranolol, dan nadolol
sebagai lini pertama. Untuk lini kedua dapat digunakan topiramat, gabapentin,
venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, dan riboflavin. Untuk lini ketiga, dapat
dipakai flunarizin,pizotifen, dan natrium divalproat. Beberapa pertimbangan khusus
sebelum dokter memberikan profilaktik meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit
kardiovaskuler, gangguan mood, insomnia, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi
rendah terhadap efek samping medikasi.(13)
BAB IV
KESIMPULAN
1. Hartwig M WL. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015. p. 1063-101.
2. (IHS) IHS. Headache Classification. International Headache Society. 2013;33(9):629-
808.
3. Arifputra A AT. Migrain. In: Chris Tanto d, editor. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p. 967.
4. Ramage-Morin PL GH. Prevalence of migraine in the canadian household population.
. Canada: Stat Can. 2014.
5. un-Edelstein C MA. "Foods and supplements in the management of migraine
headaches". The Clinical Journal of Pain 2009;25(5):446-52.
6. Lay CB, SW "Migraine in women". Neurologic Clinics 2009;27(2):503-11.
7. Guyton. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier; 2009.
8. Netter FM. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders; 2011.
9. Cutrer F, Charles, A. The Neurogenic Basis of Migraine. Headache: The Journal of
Head and Face Pain. 2008;48:1411-4.
10. Shevel E. The Extracranial Vascular Theory of Migraine. HeadacheMedscape.
2011;51(3):409-17.
11. Goadsby, P. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol. 2012 Aug;
15(Suppl 1): S15–S22.
12. Ropper, A., Brown, R. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8 th. USA :
McgrawHill; 2005
13. Anurogo D. Penatalaksanaan migren. RS PKU Muhammadiyah Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, 2012.