Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN SARAF

TINJAUANPUSTAKA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIV. ALKHAIRAAT PALU 18 Januari 2021

TINJAUAN PUSTAKA

“MIGRAIN”

Disusun Oleh:

Ella Anggi Famela S.Lalusu


13 19 777 14 378

Pembimbing:

dr. Ruslan Ramlan Ramli Sp.S


dr.Masita Mucthar M.Biomed

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN KEDOKTERAN SARAF

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ella Anggi Famela S.Lalusu

Stambuk : 13 19 777 14 378

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

Judul Referat : Migrain

Bagian : Ilmu Kedokteran Saraf

Bagian Ilmu Kedokteran Saraf

RSU Anutapura Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, 18 Januari 2021

Pembimbing Asisten Pembimbing

dr. Ruslan Ramlan Ramli ,Sp.S dr.Masita Mucthar M.Biomed


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

A. BAB 1 : PENDAHULUAN................................................................................1

B. EPIDEMIOLOGI................................................................................................1

C. KLASIFIKASI....................................................................................................2

D. ETIOLOGI..........................................................................................................3

E. KAJIAN ANATOMI...........................................................................................5

F. PATOMEKANISME...........................................................................................8

G. MANIFESTASI KLINIS..................................................................................13

H. KRITERIA DIAGNOSIS..................................................................................14

I. DIAGNOSIS BANDING...................................................................................16

J. PENATALAKSANAAN...................................................................................17

K. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI.................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20
BAB 1
PENDAHULUAN

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain (IASP) merupakan
perasaan sensori dan/atau emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan baik yang sudah terjadi maupun yang berpotensi terjadi. Salah satu
alasan tersering pasien mengunjungi ahli neurologi adalah nyeri kepala atau cephalgia.(1)
The International Headache Society (IHS) pada tahun 2013 membagi nyeri kepala
menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri
kepala primer adalah nyeri kepala tanpa penyebab yang jelas dan tidak berhubungan
dengan penyakit lain, mencakup migraine, tension-type headache, dan trigeminal
autonomic cephalalgias (TACs). Sedangkan nyeri kepala sekunder terjadi akibat
gangguan organik lain, seperti infeksi, trauma, tumor, trauma, gangguan homoeostasis,
dan penyakit sistemik lain.(2)
Migrain diartikan sebagai nyeri kepala berulang yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti dengan kelainan yang kompleks (neruovaskular) ditandai dengan
sakit kepala berulang, unilateral, dan pada beberapa kasus dikaitkan dengan adanya aura
yang timbul sebelum atau setelah nyeri kepala.(3)

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Anatomo dan Fisiologi


Struktur kepala yang sensitif terhadap nyeri dalam kranium adalah sinus
venosus contohnya sinus sagitalis, arteri meningea media dan anterior, dura pada
basal tengkorak, trigeminal, nervus vagus dan glosofaringeal, arteri carotid interna
proksimal dan cabang-cabang dekat sirkulus willisi, periaqueductal gray matter
batang otak, nukleus sensori dari thalamus. Thalamus bertindak sebagai pusat
sensori yang primitif dimana individu dapat secara samar merasakan nyari, tekanan,
raba, getar, dan suhu yang ekstrim, tetapi tidak dapat ditentukan tempatnya.
Sedangkan parenkim otak sendiri tidak sensitif terhadap nyeri. Aliran darah yang
menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari arteri
vertebralis.

• Arteria Karotis
Arteria karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna.
Arteri karotis eksterna mendarahi wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteri
karotis eksterna adalah arteri meningea media yang memperdarahi srtuktur-struktur
dalam di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri
karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri karotis interna juga mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk ke
dalam orbita dan mendarahi mata dan isi orbita lainnya, bagian-bagian hidung dan
sinus-sinus udara. Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran pada
permukaan lateral. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus pre-sentralis
dan post-sentralis. Korteks audiotorius, somestetik, motorik, dan pramotorik
disuplai oleh arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi
integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut. Arteri serebri anterior
memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nucleus kaudatus dan
putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum,
dan bagian-bagian lobus frontalis dan perietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. (1)

• Arteri vertebralis
Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga
tengkorak melalui foremen magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri nantinya
akan Bersatu membentuk arteri basilaris yang terus berjalan sampai setinggi otak
tengah dan bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang system vertebrobasiliaris ini memperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, midbrain, dan sebagian diensefalon. Arteri serebri
posterior dan cabang-cabangnya mendarahi Sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis, dan organ- organ vestibular. Arteri
karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri
serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea,
arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior. Kedua arteri vertebralis
bergabung membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan
dengan kedua arteri interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk
suatu sirkulus Willisi. (1)
Cranium atau tulang tengkorak adalah sekumpulan tulang yang saling
berhubungan satu sama lain yang di dalamnya terdapat cavum cranii yang berisi otak
atau encephalon. Cranium dibagi menjadi neurocranium dan viscero-cranium, yang
melindungi otak adalah neurocranium dan yang membentuk tulang wajah adalah
viscerocranium. Disebelah profunda dari cranium terdapat lembaran jaringan ikat
yang juga berfungsi melindungi otak disebut meninges yang terdiri dari atas 3 lapis
yaitu duramater, arachnoidmater, dan piamater. Selain itu kulit kepala, otot, tendon,
dan jaringan ikat atau fascia kepala yang letaknya lebih superficial juga ikut berperan
dalam melindungi otak. (1)
Dari semua struktur cranium tersebut, ada yang memiliki reseptor peka nyeri dan
ada yang tidak memiliki reseptor nyeri. Yang memiliki reseptor nyeri dibagi menjadi
struktur peka nyeri ekstrakranial dan intrakranial. Struktur peka nyeri ekstrakranial
antara lain kulit kepala, otot kepala, tendon, fascia, arteri ekstrakranial, periosteum,
sinus paranasalis, rongga hidung, rongga orbita, dan nervus cervicalis (C2 dan C3).
Sedangkan struktur peka nyeri intracranial antara lain sinus venosus (sinus sagitalis),
duramater, arteri meningea media, nervus cranialis (trigeminus, facialis,
glossofaringeus, dan vagus), dan arteri sirkulus Willisi. Sedangkan struktur kranial
yang tidak peka nyeri antara lain tulang kepala, parenkim otak, ventrikel, dan plexus
choroideus.(1, 7)
Gambar 1. Struktur Peka Nyeri Intrakranial

Apabila terjadi rangsangan yang melibatkan reseptor peka nyeri pada struktur cranium
maka akan menyebabkan nyeri kepala atau cephalgia. Jika nyeri kepala melibatkan
struktur di dua per tiga fossa cranium anterior (supratentorium) maka nyeri akan
diproyeksikan ke daerah frontalis, temporalis, dan parietalis yang diperantarai oleh nervus
trigeminal, dan jika nyeri kepala melibatkan struktur di daerah fossa cranii posterior
(infratentorial) maka nyeri akan diproyeksikan ke daerah occipitalis, leher, dan belakang
telinga yang diperantarai oleh nervus cervicalis atas C1, C2, dan C3.(7, 8)
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif
yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif
dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 ± 3 beramifikasi
pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars
oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial,
pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti
sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.(7)
Terdapat over lapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferendari C2
selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga
akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari
pada kepala dan leher bagian atas. 
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital darikepala dan
yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini
disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah
kaudal. Lain halnya dengansaraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke
pars kaudal.(1, 7) 
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.(8)
V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater
bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular
dan otot menguyah.(8)
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga
tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.(8)

Gambar 2. Proyeksi Nyeri pada Supratentorium dan Infratentorium

Saraf servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus
inferiorda n rectus capitis posterior majorda n minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki
cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longis simus capitisda n
splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf
ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas
serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan
masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan
the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf
lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit
kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3
memberi cabang lateral ke    longissimus capitisda n splenius. Ramus ini membentuk 2
cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang
mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. (1, 7)
Pada nyeri kepala migraine, walaupun patomekanisme defek anatomi belum dapat
ditentukan secara pasti, diyakini bahwa adanya perangsangan pada saraf yang hiperaktif
dan pembuluh darah yang berdilatasi di intracranial, memicu pengeluaran sitokin
proinflamasi yang merangsang reseptor nyeri intracranial dan di perivaskular (nervus
trigeminus), yang kemudian dipersepsikan sebagai nyeri kepala unilateral daerah
frontotemporal dengan kualitas yang berdenyut. Pembahasan ini akan lebih detail pada
bagian patomekanisme.

BAB III
MIGRAINE

3.1 Definisi
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,
bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau
fotofobia dan fonofobia

B. EPIDEMIOLOGI
Menurut Nuprin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang
paling sering dialami. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lipton, Steward, dan Korff
(1997) menyatakan bahwa migren mengenai hampir 30 juta orang di Amerika Serikat dan
menyebabkan kerugian langsung dan tidak langsung lebih dari 13 milyar US$ per tahun.
Diperkirakan 14% dari populasi dunia menderita migren dan pada tahun 2010-2011
diperkirakan sekitar 8,3% dari 2,7 juta jiwa penduduk Kanada dilaporkan terdiagnosis
dengan migren.(4)
Prevalensi migren di Kanada menunjukkan 23 hingga 26% dapat terjadi pada wanita
dan 7,8 hingga 10% pada pria.6 Rasio prevalensi perempuan terhadap pria dengan migren
sangat bervariasi sesuai usia, dimana sebelum usia 12 tahun, migren lebih sering terjadi
pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Setelah pubertas, migren
semakin sering dijumpai pada perempuan dan pada usia 20 tahun, rasio perbandingan
perempuan terhadap laki-laki adalah sekitar 2:1.(1, 4)
Migren diperkirakan dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan daripada laki-
laki dan paling sering terjadi pada perempuan berusia kurang dari 40 tahun, cenderung
dijumpai dalam satu keluarga dan diperkirakan memiliki dasar genetik. Sekitar 70%
hingga 80% penderita migren memiliki anggota keluarga dekat yang menderita nyeri
kepala.(1) Di Indonesia maupun negara berkembang lainnya, prevalensi penderita migren
cukup sulit diketahui secara pasti karena sebagian besar penderita tidak terdiagnosis dan
terobati dengan baik.

C. ETIOLOGI

Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita migraine memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat
4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura. Namun, dalam
migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara
umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga
meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti
malas (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike
episodes). Pada pasien dengan kelainan genetic Cadasil (cerebral autosomal dominant
arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul
migrane dengan aura.
Namun ada beberapa faktor atau pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya migren,
antara lain(2, 5, 6):
1. Riwayat anggota keluarga dengan riwayat nyeri kepala (faktor genetik diyakini
kuat berpengaruh terhadap munculnya migrain)
2. Perubahan hormon (esterogen dan progesterone) pada wanita, khususnya pada
fase luteal siklus menstruasi, kehamilan, menarke, menopause, dan penggunaan
kontrasepsi oral
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah dan natrium nitrat),
vasokonstriktor (keju dan coklat), serta zat tambahan pada makanan (monosodium
glutamat dan pemanis buatan sakarin)
4. Stres berlebih, dan faktor psikologis lainnya seperti
5. Faktor fisik dan siklus tidur tidak teratur,
6. Rangsang sensorik (cahaya silau/berkedip dan bau menyengat),
7. Alkohol dan merokok

D. KLASIFIKASI
Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Migraine dengan aura
Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan
adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala
unilateral, mual,dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi
nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.
2. Migraine tanpa aura
Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya
hampir sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi
kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri
kepala berlangsung selama 4-72 jam.
 Migren tanpa aura
 Migren dengan aura
 Sindrom periodik pada anak yang pada umumnya menjadi prekursor migraine
 Cyclical vomiting
 Migren Abdominal
 Vertigo paroksismal Benigna pada Anak
 Migren retinal
 Komplikasi migren
 Migren Kronik
 Status Migrenosus (serangan migren > 72 jam)
 Aura persisten tanpa infark
 Migrenous infark
 Migrene-Triggered Seizure
 Probable Migrain
Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan pokok terutama migrain dalam
kelompok migrain tanpa aura dan migraine dengan aura.

E. PATOMEKANISME
Mekanisme pasti terjadinya migrain belum sepenuhnya diketahui, dan sampai saat ini
masih terus berkembang. Hal ini diakibatkan banyaknya faktor genetik dan lingkungan
serta proses neurovaskular yang terjadi pada migrain turut memberikan kontribusi
terhadap kejadian penyakit. Prinsip utama yang dapat dipahami disini bahwa, adanya
perangsangan pada struktur peka nyeri intracranial (seperti yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya) oleh stimulasi mekanis, kimia, dan gangguan autoregulasi
neurovaskular menyebabkan terstimulasinya nosiseptor yang ada di struktur peka nyeri.
Asal nosiseptor tersebut terbagi dua bagian, untuk struktur supratentorial berasal dari
nervus trigeminus pars ophtalmica, dan untuk infratentorial berasal dari nervus spinalis
C1-C3. Belum jelasnya mekanisme migraine membuat para pakar neurologi melakukan
penelitian yang berkesinambungan dan menghasilkan beberapa teori yang menjelaskan
terjadinya migrain. Berikut penjelasan dari teori-teori tersebut.

1. Teori Vaskular
Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya
migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai
denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi
terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini
dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial.Teori vaskular
merupakan teori pertama yang berkembang pada sejarah penelitian migrain. Teori
ini dikembangkan oleh Wolf dkk tahun 1940-an yang mengemukaan bahwa
adanya gangguan kaliber pembuluh darah menyebabkan terjadinya nyeri kepala
migren. Disebutkan bahwa dengan adanya faktor pencetus oleh mekanisme yang
belum diketahui, menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah serebral.
Hal ini menjelaskan timbulnya aura pada sebagian kasus di mana ambang untuk
terjadinya aura rendah. Setelah vasokonstriksi, diikuti dengan vasodilatasi
pembuluh darah yang menekan dan mengaktifkan nosiseptor perivaskular di
intracranial, yang mencetuskan terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala yang terjadi
bersifat unilateral dengan kualitas berdenyut, disebabkan oleh perangsangan saraf
nyeri di dinding pembuluh darah.(7, 9, 10)
Namun, teori ini masih belum dapat menjelaskan gejala prodromal dan gejala lain
yang terjadi sebelum serangan migrain. Selain itu, obat-obat yang dapat
meredakan nyeri kepala, tidak semuanya bekerja melalui vasokonstriksi pembuluh
darah, dan belakangan diketahui dengan penelitian menggunakan teknik
pencitraan mutakhir untuk melihat aliran darah otak, ditemukan bahwa kejadian
migrain tanpa aura memiliki aliran darah serebral yang konstan pada sebagian
besar pasien.(7, 9, 10)
Belakangan diteliti lebih lanjut oleh Schoonman dkk, disimpulkan bahwa
vasodilatasi pembuluh intrakranial tidak berperan dalam patogenesis migrain,
kemudian oleh Elkind dkk didapatkan bahwa mekanisme nyeri kepala sangat
ditentukan oleh diameter dinding pembuluh darah ekstrakranial. Dalam
penelitiannya (Elkind dkk) didapatkan aliran darah frontotemporal meningkat
pada subjek dengan nyeri kepala dibandingkan dengan kontrol (P<0,005), dan
nyeri kepala mereda setelah diberikan ergotamin tartrat disertai dengan penurunan
alirah darah frontotemporal, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.(7,
9, 10)

2. Teori Neurovaskular/ Trigeminovaskular Sistem


Teori neurovaskular pada prinsipnya menjelaskan bahwa adanya
migrain disebabkan oleh mekanisme neurogenik yang kemudian menyebabkan
gangguan perfusi serebral.
Adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang
ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP
(calcitonin gene-related peptide). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel
mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga
menimbulkan inflamasi steril pada neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral
dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah.(9,11)
Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang
bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem saraf simpatis, aktifasi
sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar
epinefrin.
Selanjutnya, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal sehingga terjadi
peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan
menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah
di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila
terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada
migren.(9,11)

3. Teori Cortical Spreading Depression (CSD)


Cortical Spreading Depression (CSD) merupakan teori yang pertama kali
dikemukakan oleh Leao (1944) yang menjelaskan mekanisme migrain dengan aura.
CSD adalah gelombang neuron eksitatorik pada substansia grisea korteks dari daerah
cetusan asal (biasanya dimulai di regio occipital) dengan kecepatan rambat 2-6 mm/
menit, yang kemudian menyebabkan periode refrakter pada area yang telah dilewari
arus. Depolarisasi yang terjadi ini menyebabkan terjadinya fase aura, yang kemudian
mengaktifkan nervus trigeminal, yang menyebabkan fase nyeri kepala. Mekanisme
neurokimia yang terjadi selama fase perambatan yaitu pengeluaran kalium ke
ekstrasel, atau pengeluaran glutamat (asam amino eksitatorik) dari jaringan saraf. Hal
ini menyebabkan terjadinya depolarisasi yang merambat dan merangsang jaringan
sekitarnya untuk mengeluarkan neurotrasnmitter eksitatorik juga, sehingga terjadilah
CSD. Pada pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) terlihat bahwa aliran
darah cenderung berkurang selama fase aura/CSD. Fase ini juga menurunkan laju
metabolisme sel. Walaupun selama CSD terjadi perambatan impuls saraf disertai
penurunan laju metabolisme yang menyebabkan terjadinya aura, adakalanya oligemia
yang terjadi tidak mencapai ambang dalam mencetuskan aura seperti yang terjadi
pada migrain tanpa aura.
Adanya perambatan CSD kemudian mengaktivasi sistem trigeminovaskular, yang
selanjutnya akan merangsang nosiseptor pada pembuluh darah duramater untuk
mengeluarkan zat pemicu nyeri, seperti calcitonin-gene related peptide (CGRP),
substansia P, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan neurokinin A, yang kemudian
berperan dalam terjadinya sterile inflammation dan mekanisme nyeri.
Sebagai tambahan, melalui beberapa jalur mekanisme, CSD meningkatkan
ekspresi gen pengkode siklooksigenase (COX-2), Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α),
interleukin 1β, dan enzim metaloproteinase. Aktivasi metaloproteinase menyebabkan
kerusakan sawar darah otak, yang menyebabkan pengeluraran kalium, nitrit oksida,
adenosin, dan produk lain yang dihasilkan akibat CSD mejangkau dan merangsang
ujung sarafbebas nervus trigeminal terutama pada perivaskular duramater.

F. MANIFESTASI KLINIS
 Migraine tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi
serangan selama 4-72jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti
dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. (2)

 Migraine dengan aura


Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut
aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu
makan muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami
hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat
cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan
gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari
sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan
dan tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum sakit
kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya sakit kepala.
Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh
kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada
penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap serangan
migran adalah sama.(2)
Migraine bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian
menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun. Migraine dengan aura
dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:

 Fase I Prodroma
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan
pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman,
bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah
terlalu kuat, sulit/malas berbicara. (2,3,12)

 Fase II Aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan
bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang
dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia),
kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada
ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali
dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang, dengan kehilangan
autoregulasi lanjut dan kerusakan responsivitas CO2.(2,3,12)

 Fase III sakit kepala


Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang
dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi,
beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.(2,12)

 Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit
otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk
waktu yang panjang.(2,12)

G. DIAGNOSIS
 Migreine tanpa aura
Migraine tanpa aura (common migraine) maupun migraine klasik (classic
migraine) sepenuhnya berdasarkan gejala klinik. Gejala yang paling utama adalah
adanya keluhan nyeri kepala unilateral di regio frontotemporal (meskipun nyeri
bilateral juga terdapat pada sebagian kecil kasus), yang terjadi secara tiba-tiba akibat
faktor pencetus dengan kualitas berdenyut berintensitas nyeri sedang-berat. Adapun
kriteria diagnosis untuk migraine tanpa aura adalah sebagai berikut(2, 3) :
A. Sedikitnya terdapat 5 serangan nyeri kepala, DAN memenuhi criteria B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau sudah
diobati namun belum berhasil)
C. Nyeri kepala disertai dua dari empat ciri-ciri berikut :
1. Lokasi unilateral
2. Berdenyut
3. Intensitas nyeri sedang-berat
4. Keadaan diperberat oleh aktivitas fisik atau aktivitas di luar kebiasaan rutin
(berjalan atau menaiki tangga)
D. Selama serangan nyeri kepala, minimal terdapat satu dari gejala berikut
1. Mual dan/atau muntah
2. Fotofobia dan fonofobia
E. Tidak berkaitan dengan penyakit lain
 Migreine dengan aura
Migraine dengan aura (classic migraine). Aura sendiri diartikan sebagai gejala
disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh dalam jangka waktu < 60 menit
yang dapat terjadi sebelum serangan nyeri kepala (sebagian besar kasus), pada
saat serangan atau setelah serangan. Adapun kriteria diagnosis migraine dengan
aura, yaitu(2, 3) :
A. Sedikitnya dua serangan nyeri kepala yang memenuhi criteria B dan C
B. Satu atau lebih gejala aura yang reversibel berikut :
1. Visual
2. Sensorik
3. Bicara dan/atau bahasa
4. Motorik
5. Batang Otak
6. Retinal
C. Sedikitnya dua dari empat karakteristik berikut :
1. Sedikitnya satu gejala aura yang berkembang secara bertahap selama ≥ 5
menit, dan/atau dua atau lebih gejala aura yang terjadi berurutan
2. Gejala aura berlangsung selama 5-60 menit
3. Sedikitnya satu gejala aura yang terjadi bersifat unilateral
4. Gejala aura bersamaan atau diikuti dengan gejala nyeri kepala sesuai dengan
criteria migrain tanpa aura
D. Tidak berkaitan dengan nyeri kepala akibat penyakit lain dan Transient Ischemic
Attack (TIA) telah disingkirkan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit
komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit
pengobatannya. (3)

 Pemeriksaan Radiologi
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru
pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat
keparahan sakit kepala,asien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten,
adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap
pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala
neurologis kontralateral.(3)

I. DIAGNOSIS BANDING
Migrain termasuk nyeri kepala primer yang dimana penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Untuk mendiagnosisnya pun menurut PERDOSSI cukup
dengan gejala klinis saja sesuai kriteria diagnosis yang telah ditetapkan. Sehingga,
butuh pengenalan lebih lanjut mengenai gejala dan tanda khas dari migrain agar dapat
membedakannya dengan nyeri kepala tipe lain. Berikut adalah tabel perbandingan
masing-masing nyeri kepala yang dipertimbangkan sebagai diagnosis banding
migrain.
Tabel 1. Diagnosis Banding Migrain12

Tipe Lokasi Umur Gejala Klinik Faktor


Pencetus

Migrain Fronto- Dewasa Nyeri sedang- Cahaya,


tanpa aura temporal muda, kadang berat, suara,
(uni- anak-anak berdenyut alkohol,
bilateral) gangguantidur

Migrain Sama Sama dengan Sama dengan Sama dengan


dengan aura dengan atas atas atas + atas
gangguan
sensorik,
visual, otonom

Cluster Orbito- Dewasa muda Nyeri hebat, Tidak


Headache temporal dan laki-laki tidak diketahui
(Nyeri dewasa (90%) berdenyut, pasti, alkohol
kepala lakrimasi, pada beberapa
kluster) rinore, injeksio kasus
konjungtiva

Tension Fronto- Dewasa Tertekan, Kelelahan,


Headache Oksipital, muda, usia terikat tali, stress psikis
( Nyeri menyeluruh pertengahan, tidak
kepala terkadang berdenyut,
ketegangan anak-anak, berlangsung
) wanita>pria berhari-hari,
bulan, tahunan

Temporal Unilater- Usia >50 Nyeri Tidak ada


Arteritis bilateral di tahun berdenyut,
(Giant-Cell regio kemudian
Arteritis temporalis persisten dan
terasa terbakar,
nyeri tekan
arteri

Neuralgia Unilateral, Usia Nyeri seperti Mengunyah,


Trigeminal mengikuti umumnya 60- tertusuk, berat, berbicara,
persarafan 70 tahun dan muncul menyikat gigi,
sensorik mendadak menyentuh
n.trigeminus area/lokasi
pada kepala nyeri

J. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penanganan migrain terbagi dalam terapi farmakologis dan non-
farmakologis. Di mana untuk terapi non-farmakologis adalah dengan menghindari faktor
pencetus serangan, seperti perubahan pola tidur (kurang tidur/ tidur berlebih), makanan
yang merangsang, cahaya terlalu terang, stres, kelelahan, perubahan cuaca.(3)
Untuk terapi farmakologis, dibagi dalam dua bagian, yaitu terapi abortif dan terapi
profilaksis. Terapi abortif bertujuan untuk menangani serangan nyeri akut. Terapi lini
pertama adalah sebagai obat abortif nonspesifik untuk serangan ringan sampai sedang
atau serangan berat atau berespons baik terhadap obat yang sama, dapat dipakai golongan
analgesik atau NSAID yang dijual bebas. Dosis obat lini 1 yang dapat diberikan yaitu(3) :
 Paracetamol 100-600 mg/ 6-8 jam
 Aspirin 500-1000 mg/ 6-8 jam, maksimal 4 gram/ hari
 Ibuprofen 400-800 mg/ 6 jam, maksimal 2,4 gr/ hari
 Ketorolac 60 mg IM tiap 15-30 menit, maksimal 120 mg/hari, tidak boleh lebih
dari 5 hari
 Potasium diklofenak 50 mg-100 mg/hari, dosis tunggal
 Sodium naproksen 275 – 550 mg/ 2-6 jam, dosis maksimal 1,5 gr/ hari
 Steroid seperti dexametahson atau methylprednisolon dapat menjadi pilihan pada
pasien dengan status migrenosus (serangan migrain >72 jam)
Terapi lini kedua adalah sebagai obat abortif spesifik apabila tidak responsif terhadap
analgesik dan NSAID (obat abortif nonspesifik) seperti golongan triptan dan
dihidroergotamin (DHE). Golongan triptan digunakan pada migren sedang sampai sedang
atau migren ringan sampai sedang yang tidak responsif terhadap analgesik atau NSAID.
Sedangkan golongan dehidroergotamin seperti alkaloid ergot (ergotamin tartat) walaupun
efikasinya tidak lebih baik dari triptan namun golongan tersebut memiliki rekurensi yang
lebih rendah pada beberapa pasien. Selain itu, alkaloid ergot dapat menginduksi drug
overuse headache sangat cepat pada dosis sangat rendah sehingga penggunaannya
dibatasi hanya sampai 10 hari per bulan dan tidak boleh diberikan pada pasien dengan
penyakit kardiovaskuer dan cerebrovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kehamilan, dan
masa laktasi. Obat golongan triptan bekerja dengan cara agonisasi dari reseptor 5HT IB/ID
seperti sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral, atau derivat ergot seperti
ergotamin 1-2 mg yang dapat diberikan secara oral, subkutan ataupun rektal.(13)
Pemberian antiemetik diberikan pada serangan migren akut untuk mengatasi nausea
dan potensi emesis, diduga obat-obat antiemetik meningkatkan resorpsi analgesik.
Metoklopramid 20 mg direkomendasikan untuk dewasa dan remaja sedangkan
domperidon 10 mg untuk anak-anak.(13)
Terapi profilaktik umumnya diindikasikan apabila pasien mengalami lebih dari dua
kali serangan migren per bulan atau yang aktivitas sehari-harinya terganggu akibat nyeri
kepala. Obat yang dapat digunakan antara lain amitriptilin, propranolol, dan nadolol
sebagai lini pertama. Untuk lini kedua dapat digunakan topiramat, gabapentin,
venlafaksin, kandesartan, lisinopril, magnesium, dan riboflavin. Untuk lini ketiga, dapat
dipakai flunarizin,pizotifen, dan natrium divalproat. Beberapa pertimbangan khusus
sebelum dokter memberikan profilaktik meliputi ada tidaknya hipertensi atau penyakit
kardiovaskuler, gangguan mood, insomnia, kejang, obesitas, kehamilan, dan toleransi
rendah terhadap efek samping medikasi.(13)

K. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Pada umumnya migren dapat sembuh sempurna jika dapatmengurangi paparan atau
menghindari faktor pencetus,dan meminum obat yang teratur. Tetapi berdasarkan
penelitian dalam beberapa studi, terjadi peningkatan resiko untuk menderita stroke pada
pasien riwayat migren, terutama pada perempuan. Namun, hingga saat ini masih
kontroversial dan diperdebatkan.(1)
Komplikasi dari migrain yaitu meningkatnya resiko untuk terserang stroke.
Didapatkan bahwa pasien migrain baik perempuan maupun laki-laki beresiko 2-5 kali
untuk mendapatkan stroke subklinis serebellum, terutama yang mengalami migrain
dengan aura. Selain itu, migrain juga dapat memicu timbulnya komplikasi penyakit
metabolik pada seseorang seperti diabetes melitus dan hipertensi, dyslipidemia, dan
penyakit jantung iskemik.(13)

BAB IV
KESIMPULAN

Migraine adalah nyeri kepala


berulang dengan manifestasi
serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala
unilateral, berdenyut,
intensitas sedang atau berat,
bertambah berat
dengan aktivitas fisik yang
rutin dan diikuti dengan
nausea dan/atau fotofobia dan
fonofobia.
Migraine secara umum dibagi
menjadi 2 yaitu migraine
klasik dan migraine umum
dimana
migraine umum 5 kali lebih
sering terjadi daripada
migraine klasik.
1
Migraine dapat terjadi pada
18% dari wanita dan 6% dari
pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada
diantara umur 25-55 tahun.
Migraine timbul pada 11%
masyarakat Amerika Serikat
yaitu kira-kira 28 juta orang.
Migraine lebih sering terjadi
pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak
perempuan sebelum usia 12
tahun, tetapi lebih sering
ditemukan pada
wanita setelah pubertas, yaitu
paling sering pada kelompok
umur 25-44 tahun.
3,9

Migraine biasanya disebabkan


oleh faktor genetik dimana 70-
80% penderita migraine
memiliki anggota keluarga inti
dengan riwayat migraine.
3
Migraine dapat dipicu oleh
keadaan
kurang tidur, stress, perubahan
pola makan, setelah makan
makanan tertentu, akibat
perubahan
suhu, dan sebagainya.
Penatalakasanaan migraine
mencakup penatalaksanaan
abortif dan profilaktif, baik
secara
medikamentosa dan non-
medikamentosa. Tujuan dari
tatalaksana migraine adalah
untuk
meredakan serangan
migraine serta mencegah
serangan yang berikutnya
atau menurunkan
frekuensi kekambuhan. Obat
pilihan dalam terapi abortif
untuk saat ini adalah golongan
triptan,
seperti sumatriptan. Sedangkan
untuk terapi profilaktif dapat
digunakan golongan beta-
blocker,
calcium channel blocker,
antidepresan, dan
antikonvulsan.
4,
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartwig M WL. Nyeri. In: Price S WL, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2015. p. 1063-101.
2. (IHS) IHS. Headache Classification. International Headache Society. 2013;33(9):629-
808.
3. Arifputra A AT. Migrain. In: Chris Tanto d, editor. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014. p. 967.
4. Ramage-Morin PL GH. Prevalence of migraine in the canadian household population.
. Canada: Stat Can. 2014.
5. un-Edelstein C MA. "Foods and supplements in the management of migraine
headaches". The Clinical Journal of Pain 2009;25(5):446-52.
6. Lay CB, SW "Migraine in women". Neurologic Clinics 2009;27(2):503-11.
7. Guyton. Guyton textbook of Medical Physiology. USA: Elsevier; 2009.
8. Netter FM. Atlas Anatomi Manusia. USA: Elsevier saunders; 2011.
9. Cutrer F, Charles, A. The Neurogenic Basis of Migraine. Headache: The Journal of
Head and Face Pain. 2008;48:1411-4.
10. Shevel E. The Extracranial Vascular Theory of Migraine. HeadacheMedscape.
2011;51(3):409-17.
11. Goadsby, P. Pathophysiology of migraine. Ann Indian Acad Neurol. 2012 Aug;
15(Suppl 1): S15–S22.
12. Ropper, A., Brown, R. Adams and Victor’s Principles of Neurology ed 8 th. USA :
McgrawHill; 2005
13. Anurogo D. Penatalaksanaan migren. RS PKU Muhammadiyah Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, 2012.

14. 1. Adams and Victor’s


Neurology.
15. 5. Chawla J. Migraine
Headache: Differential
Diagnoses & Workup.
[Internet]; 2010 Jun 3
16. [cited 2010 Sept 15].
Available from:
http://emedicine.medscap
e.com/article/1142556-
17. diagnosis
18. 6. CURRENT
Diagnosis & Treatment in
Family Medicine.
19. 7. Brunton, LL.
Goodman and Gilman’s
Pharmacology. Boston:
McGraw-Hill. 2006.
20. 8. Gladstein. Migraine
headache-Prognosis.
[Internet]; 2010 Jun 3
[cited 2010 Sept 15].
21. Available from:
22. http://www.umm.edu/
patiented/articles/
how_serious_migraines_0
00097_2.htm
23. 9. Blanda, M. Migraine
headache. [Internet]; 2010
Jul 12 [cited 2010 Sept
16]. Available
24. from:
http://emedicine.medscap
e.com/article/792267-
overview
25. 10. Chawla J. Migraine
headache: Follow-up.
[Internet]; 2010 Jun 3
[cited 2010 Sept 16].
26. Available from:
http://emedicine.medscap
e.com/article/1142556-
followup
27. 21
28. Kepanitraan Klinik
Ilmu Penyakit Saraf
29. Periode 23 Agustus
2010 – 26 September
2010
30. Fakultas Kedokteran
UPH – Siloam Hospital
Lippo Village
31.

Anda mungkin juga menyukai