Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TAREKAT-TAREKAT DI DUNIA ISLAM

Disusun Oleh Kelompok 8 :


1. Dhya’u Hadyatil Azkiya/200501111
2. Miftahul Hayatul Fadillah/200501110
3. Mira Dwi Novianti/200501112
4. Muhammad Yudi/200501109
5. Putri Zulfa Ersa Meylina/200501113

Dosen Pembimbing : Dr. H. A. Amir Aziz, M. Ag

KELAS II C / EKONOMI SYARIAH


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKUKTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2020/2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf, dengan judul “Tarekat-Tarekat Di Dunia Islam”

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Mataram,22 April 2021

Kelompok 8

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................II
DAFTAR ISI .......................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................4
A. Latar Belakang .........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................5


A. Pengertian Tarekat ....................................................................................................5
B. Sejarah Perkembangan Tarekat..................................................................................6
C. Macam-Macam Tarekat.............................................................................................9
D. Tujuan Dan Ajaran Yang Terkandung Didalam Tarekat...........................................13
E. Sislsilah Dalam Tarekat.............................................................................................17
F. Kedudukan Tarekat Dalam Islam..............................................................................19
BAB III PENUTUP..............................................................................................................20
A. KESIMPULAN..........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................21

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tarekat merupakan bagian dari ilmu tasawuf. Namun tak semua orang yang mempelajari
tasawuf terlebih lagi belum mengenal tasawufakan faham sepenuhnya tentang tarekat. Banyak
orang yang memandang tarekat secara sekilas akan menganggapnya sebagai ajaran yang
diadakan di luar islam (bid’ah), padahal tarekat itu sendiri merupakan pelaksanaan dari
peraturan-peraturan syari’at isalm yang sah. Namun perlu kehati-hatian juga karena tidak sedikit
tarekat-tarekat yang dikembangkan dan di campuradukkan dengan ajaran-ajaran yang
menyeleweng dari ajaran islam yang benar. Oleh sebab itu, perlu diketahui bahwa ada
pengklasifikasian antara tarekat muktabarah (yang dianggap sah) dan ghairu muktabarah (yang
tidak dianggap sah).
Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya yang dalam
hal ini disebut Murid, dengan masuknya seorang murid pada tarekat beserta bimbingan spiritual
bagi murid, sehingga murid selalu terbimbing yang pada akhirnya akan muncul sebuah dampak
yang positif akan berubahnya nilai-nilai spiritualisasi pada diri seorang murid
Al-Qur’an sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang baik (AL-Akhlak al-
Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini melalui dzikir, yang mana dzikir adalah
bagian perintah dalam Al-Qur’an yang dalam penyebutannya tidak sedikit atau berulang-ulang,
bahkan dalam Al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa dzikir adalah sebuah cara untuk
memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa inilah yang menjadi tujuan inti orang
bertarekat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Yang Dimaksud Dengan Tarekat ?


2. Bagaimana Sejarah Timbulnya Tarekat ?
3. Berapa Macam-Macam Tarekat ?
4. Apa Tujuan Dan Ajaran Yang Terkandung Didalam Tarekat Tarekat ?
5. Bagaimana Silsilah Dalam Tarekat?
6. Bagaimana Kedudukan Tarekat Dalam Islam ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tarekat

Tarekat menurut pengertiannya secara bahasa sangat banyak sekali, namun yang sesuai
dengan tema catatan ini ada tujuh, yaitu jalan, petunjuk, cara, sistem atau al-uslub, madzhab atau
aliran, keadaan atau al-haal, tiang tempat berteduh. Sedangkan pengertian tarekat menurut istilah
adalah metode khusus yang dipakai oleh para salik (penempuh jalan sufi) menuju taqarrub
kepada Allah SWT. melalui tahapan-tahapan tertentu yang disebut dengan Maqamaat.

Pada perkembangan selanjutnya, tarekat memiliki dua pengertian yaitu Pertama, metode
pemberian bimbingan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua sebagai
wadah persaudaraan kaum sufi yang disebut dengan sufi’s brotherhood yang ditandai dengan
lembaga formal, seperti zawiyah, ribath, khanaqah, dan sebagainya. Dari aspek lain, tarekat
mempunyai tiga sistem, yaitu sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan, dan sistem hierarki, seperti
khalifah tawajjuh, khalifah suluk, syaikh atau mursyid, wali atau Quthb.

Secara harfiah, tharîqah berarti “jalan” mempunyai arti sama dengan syari‘ah. Banyak kosa
kata yang dapat diartikan dengan jalan, seperti sabil, shirat, manhaj, atau minhaj, suluk, atau
maslak, nusuk atau mansak. Jadi tarekat yang berasal dari bahasa Arab, yaitu “thariqah”
memiliki banyak pengertian, satu di antaranya seperti dikemukakan di atas, yakni jalan,
sedangkan dalam bahasa Indonesia bermakna “jalan”, yakni jalan menuju kebenaran. Dari segi
terminologi, pengertian tarekat dapat dilihat dari ungkapan Zamakhsyari Dhofier yang
mengartikannya sebagai suatu kelompok organisasi (dalam lingkungan Islam tradisional) yang
melakukan amalan-amalan zikir tertentu dan menyampaikan sumpah yang formulanya telah
ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut.

Sementara itu, Trimingham mendefinisikannya sebagai suatu metode praktis untuk


menuntun, membimbing seorang murid secara berencana dengan jalan pikiran dan tindakan,
yang terkendali secara terus menerus kepada suatu rangkaian tingkatan (maqamat) untuk dapat
merasakan hakekat yang sebenarnya. Pengertian yang hampir sama dikemukakan al-Jurjânî,
yaitu jalan atau tingkah laku tertentu bagi orang-orang yang berjalan (beribadah) kepada Allah
malalui pos (manazil), hingga sampai kepada tingkat lebih tinggi yang disebut stasiun
(maqamat)”. Lebih jauh, Harun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus
ditempuh sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan, yang kemudian mengandung
arti organisasi, syaikh, upacara ritual dan bentuk zikir sendiri. Pengertian lain tentang tarekat
dikemukakan ‘Abbas Husayn Basri, yaitu suatu jalan yang ditempuh berdasarkan syariat Allah
dan peraturannya, mengikuti perintah Rasul SAW. Yang datang dengan segala petunjuk dan
cahaya kebenaran.

5
Dalam Al-Qur’an, kata tarekat dikaitkan dengan makna literal maupun makna simbolik.
Sebagai contoh, perintah Allah untuk tetap istiqomah di atas tarekat agar dianugerahi air yang
berlimpah (sebagai simbol keberlimpahan ilmu pengetahuan), pada Q.S. Al-Jin [72]: 16,

‫َوَأن لَّ ِو ا ْستَقَا ُموا َعلَى الطَّ ِر‌يقَ ِة َأَل ْسقَ ْينَاهُم َّما ًء َغ َدقًا‬

Dan sekiranya mereka mengokohkan diri di atas thariqah, sungguh Kami akan benar-benar
memberikan pada mereka air yang menyegarkan. – Q.S. Al-Jin [72]: 16

Atau pada Q.S. Thaahaa [20]: 77,

‌َ ‫ْر بِ ِعبَا ِدي فَاضْ ِر‌بْ لَهُ ْم طَ ِر‌يقًا فِي ْالبَحْ ِ‌ر يَبَسًا اَّل تَخَافُ د‬
‫َر ًكا َواَل ت َْخ َش ٰى‬ ‌ِ ‫َولَقَ ْد َأوْ َح ْينَا ِإلَ ٰى ُمو َس ٰى َأ ْن َأس‬

Dan sungguh, telah Kami wahyukan pada Musa, ‘Tempuhlah perjalanan di malam hari
bersama para hamba-hamba-Ku, buatlah untuk mereka jalan kering di laut (thariqan fil bahr).
Janganlah mencemaskan akan tersusul, dan janganlah menjadi takut. – Q.S. Thaahaa [20]: 77

Dalam ayat tersebut, Allah menggunakan kata “thariqah” sebagai simbol perintah agar
manusia menjalani kehidupannya di dunia dengan membuat jalan kering di laut: yaitu
mengarungi lautan kehidupan duniawi tanpa terbasahi atau tenggelam di dalamnya. Dalam
makna yang lebih dalam, Allah menjadikan sejarah Nabi Musa a.s. sebagai perlambang: Musa
melambangkan jiwa kita yang telah mendapatkan pertolongan dan penguatan dari Allah, kaum
Bani Israil melambangkan hawa nafsu diri kita, dan pembebasan seluruh Bani Israil dari
perbudakan di negeri Mesir melambangkan pembebasan hawa nafsu dan syahwat kita dari
perbudakan di negeri jasadiah menuju ke tanah yang dijanjikan.

B. Sejarah tarekat

Sejarah islam menunjukan bahwa tarekat-tarekat sejak bermunculan pada abad ke-12 (abad
ke-6 H), mengalami perkembangan pesat. Dapat dikatakan bahwa dunia islam sejak abad
berikutnya (1317H), pada umumnya dipengaruhi oleh tarekat. Tarekat-tarekat tampak memegang
peranan yang cukup besar dalam menjaga eksistensi dan ketahanan umat islam, setelah mereka
dilabrak secara mengerikan oleh gelombang-gelombang serbuan tentara Tartar ( kota Bagdad
dimusnahkan tentara Tartar itu pada 1258 M atau 656 H). Sejak penghancuran demi
penghancuran yang dilakukan oleh tentara Tartar itu, islam yang diperkirakan akan lenyap, tetapi
mampu bertahan, bahkan dapat merembes memasuki hati turunan para penyerbu itu dan
memasuki daerah-daerah baru.

Pada umumnya sejak kehancuran kota Bagdad para anggota tarekatlah yang berperan dalam
penyebaran islam. Tarekat-tarekatlah yang menguasai kehidupan umat islam selama zaman
pertengahan sejarah islam (abad ke-13 samapi abad ke-18 atau ke-17 sampai 12 H). Pengaruh
tarekat mulai mengalami kemunduran, serangan-serangan terhadap tarekat yang dulunya
dipelopori oleh Ibnu Taimiyah (w. 1327 M/ 1728) terdengar semakin gencar dan kuat pada masa
modern. Tokoh-tokoh pembaharu dalam dua abad terakhir ini pada umumnya memandang

6
bahwa salah satu diantara sebab-sebab mundur dan lemahnya umat islam adalah pengaruh
tarekat yang buruk, antara lain menumbuhkan sikap taqlid, sikap fatalistis,orientasi yang
berlebihan kepada ibadah dan akhirat, dan tidak mementingkan ilmu pengetahuan.

Tarekat sebagai sebuah kelanjutan kegiatan sufisme baru muncul pada abad 5 H atau 13
Masehi. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tokoh sufi atau nama pendiri yang lahir pada abad
itu.Pada periode ini tasawuf memiliki aturan-aturan, prinsip-prinsip, dan sistem khusus;
sedangkan sebelumnya tasawuf diterapkan secara individual disana-sini tanpa adanya ikatan satu
sama lain.Ini terjadi karena didasari amalan-amalan kaum sufi bukan lagi pada dirinya saja akan
tetapi telah memperhatikan aspek sosial, sehingga al-mukimin mir’at al-mukminin “orang
mukmin adalah cermin bagi sesamanya” menjadi pedoman yang sangat baik di dalam hubungan
sosial. Dari kegiatan sosial yang berkembang inlah muncul sikap baru dari kaum sufi untuk
merubah tingkah atau pola kaum sufi sebagai kelompok eksklusif menjadi gerakan massa yang
menyebarkan ajarannya ke seluruh tingkat masyarakat.Bahkan ada beberapa gerakan tarekat
yang juga melibatkan diri pada kegiatan politik seperti Tarekat Sanusiyah yang menentang
penjajahan Italian di Libya, Tarekat Tijaniyah yang menentang penjajahan Perancis di Afrika
Utara serta Tarekat Safawiyah yang mendirikan Kerajaan Safawi di Persia.

Awal kemuculan tarekat, ditandai dengan munculnya tarekat Qadariyah yang dikembangkan
oleh Syaikh Abdul Qadir Jailani di Asia Tengah Tibristan tempat kelahiran dan kegiatannya,
kemudian berkembang ke Iran, Turki, Arab Saudi sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, India dan Tiongkok. Muncul pula Tarekat Rifa’iyah di Maroko dan Aljazair. Disusul
Tarekat Suhardawiyah di Afrika Utara, Afrika Tengah, Sudan dan Nigeria

Organisasi Tarekat dalam sejarah pernah mempunyai pengaruh yang cukup besar di dunia
Islam. Setelah khalifah Abbasiyah runtuh oleh bangsa Mongol tahun1258 M, tugas memelihara
kesatuan Islam dan menyiarkan Islam ke tempat-tempat yang jauh beralih ke tangan sufi,
termasuk ke Indonesia. Ketika berdiri Daulah Usaminayah, peranan tarekat sangat besar baik
dalam bidang politik maupun militer. Demikian juga Afrika Utara, peranan Tarekat Sanusiyah
sangat besar terutama di negeri Aljazair dan Tunisia, sedangkan di Sudan berpengaruh Tarekat
Syadziliyah. Khusus di Indonesia, pengembangan Islam pada abad ke-16 dan selanjutnya,
sebagian besar adalah atas usaha kaum sufi sehingga tidak heran pada waktu itu pemimpin-
pemimpin spiritual di Indonesia bukanlah ahli syariah tetapi syaikh tarekat.

Mengenai sejarah singkat keberadaan tarekat yang ada, telah dibahas. Selanjutnya perlu
dibahas mengenai tarekat-tarekat yang muktabarah (sah) dalam artian tidak melenceng dari
ketentuan agama khususnya yang berkembang di Indonesia. Contoh tarekat yang tidak
muktabarah seperti tarekat atau aliran Ahmadiyah di India yang dibawa oleh Mirza Ghulam
Ahmad. Pada dasarnya mereka meyakini bahwa ada kitab selain al-Qur’an yakni Tadzkirah, dan
hal seperti ini jelas melanggar syariat agama.

7
Tarekat pada awalnya merupakan salah satu bagian dari ajaran tasawuf. Para sufi
mengajarkan ajaran pokok tasawuf, yaitu syariat, terekat, hakikat, dan Ma’rifat, yang pada
akhirnya. Masing-masing ajaran tersebut berkembang menjadi satu aliran yang berdiri sendiri.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam hadis, yang maknannya bahwa syariat adalah
perkataanku, tarekat adalah perbuatanku, dan hakikat adalah batinku. Menurut Muhammad al-
Aqqas, tasawuf berasal Islam karena sudah ada dasarnya dalam ayat-ayat AL-Quran, sehingga
diakui sebagai ajaran yang benar. Martin Van Bruiness melakukan penelitian yang menyatakan
bawah tarekat sebagai suatu intuisi belum ada sebelum abad ke-8 H/14 M berarti bahwah tarekat
merupakan sebuah ajaran baru yang tidak ada dalam ajaran Islam yang asli. Namun demikian,
bila dilihat secara mendalam ternyata ajaran-ajaran pokoknya memiliki keterkaitan akar yang
kuat sampai kepada Rasulullah.

Kata tarekat yang secara harfiyah berarti jalan mengacu kepada sistem latihan meditasi
maupun amalan (muroqobah, zikir wirid dan sebagainya) yang dihubungkan dengan sederat guru
sufi dan organisasi yang tumbuh di sekitar metode sufi. Ditinjau dari segi historis, kapan dan
tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai suatu lembaga, sulit diketauhi dengan pasti. Namun
Harun Nasution menyatakan bahwa setelah Al-Ghozali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya
dikatakan sesat, tasawuf berkembang di dunia Islam, tetapi perkembangannya melalui tarekat.
Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan unuk melestarikan ajaran-
ajaran tasawuf gurunya. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebut ribat
(disebut juga zawiyah, hangka, atau pekir). Ini merupakan tempat para murid berkumpul
melestarikan ajaran tasawufnya, ajaran tasawuf walinya dan ajaran tasawuf syaikhnya.

Menurut Hamzah Ya’qub, timbulnya tarekat disebabkan beberapa faktor, yaitu sinyalemen
Rasullullah Saw. Mengemukakan bahwa Islam akan terpecah-pecah menjadi beberapa
firqahfirqah yang jumlahnya lebih banyak kaum Yahudi dan Nasrani, sebagaimana bunyi hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Sinyalemen Rasulullah di atas beserta maknanya memang
telah terbukti, yaitu dengan timbulnya aliran-aliran kalam, mazhab fiqih dan aliran tasawuf
dengan nama tarekat. Penulis memahami kalau seandainya ungkapan Rosul ini yang akan
dijadikan faktor timbulnya tarekat, rasanya kurang tepat sebab hadis Nabi ini merupakan prediksi
Rosul terhadap umat Islam yang membawa suatu ajaran yang membentuk persatuan serta
kesatuan umat dengan ajaran yang dibawanya.

Dengan demikian, prediksi ini tidak ada kolerasinya dengan faktor yang menyebabkan
timbulnya tarekat. Adanya pengaruh dari luar, seperti agama kristen dengan paham menjauhi
kehidupan dunia dan mengasingkan dunia dan mengasingkan diri dalam biarabiara, agama budha
dengan paham nirwana, agama hindu dengan paham kecendrungan meninggal dunia dan
mendekati tuhan. Penulis kurang setuju balau dikatakan bahwa ada kesamaan antara tarekat
dalam Islam dengan ajaran yang ada di agama lain; lalu disimpulkan bahwa tarekat Islam itu
muncul karena faktor dari luar Islam. Tarekat yang muncul dalam Islam murni bersumber dari
ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah.

8
C. Macam-macam tarekat

Secara umum Thoriqoh terbagi menjadi beberapa cabang:

1. Thoriqoh Naqsabandiyah

Pendiri Thoriqoh Naqsabandiyah ialah Muhammad bin Baha’uddin Al-Huwaisi Al


Bukhari (717-791 H). Ulama sufi yang lahir di desa Hinduwan – kemudian terkenal dengan
Arifan. Pendiri Thorikoh Naqsabandiyah ini juga dikenal dengan nama Naksyabandi yang
berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib.
Kata ‘Uwais’ ada pada namanya, karena ia ada hubungan nenek dengan Uwais Al-Qarni, lalu
mendapat pendidikan kerohanian dari wali besar Abdul Khalik Al-Khujdawani yang juga
murid Uwais dan menimba ilmu Tasawuf kepada ulama yang ternama kala itu, Muhammad
Baba Al-Sammasi.

Thoriqoh Naqsabandiyah mengajarkan zikir-zikir yang sangat sederhana, namun lebih


mengutamakan zikir dalam hati daripada zikir dengan lisan.

Pokok-pokok ajaran Thoriqoh Naqsabandiyah:

• Berpegang teguh dengan akidah ahli Sunnah


• Meninggalkan Rukhshah
• Memilih hukum yang azimah
• Senantiasa dalam muraqabah
• Tetap berhadapan dengan Tuhan
• Senantiasa berpaling dari kemegahan dunia.
• Menghasilkan makalah hudur (kemampuan menghadirkan Tuhan dalam hati).
• Menyendiri di tengah-tengah ramai serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi
faedah.
• Berpakaian dengan pakaian orang mukmin biasa.
• Zikir tanpa suara.
• Mengatur nafas tanpa lali dari Allah
• Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW

Syarat-syarat untuk menjadi pengikutnya :

 I’tiqad yang benar


 Menjalankan sunnah Rasulullah
 Menjauhkan diri dari nafsu dan sifat-sifat yang tercela
 Taubat yang benar
 Menolak kezaliman
 Menunaikan segala hak orang

9
 Mengerjakan amal dengan syariat yang benar
2. Thoriqoh Qadariyah
Pendiri Tarekat Qadiriyah adalah Syeikh Abduk Qadir Jailani, seorang ulama yang zahid,
mazhab Hambali. Ia mempunyai sebuah sekolah untuk melakukan suluk dan latihan-latihan
kesufian di Baghdad. Pengembangan dan penyebaran Tarekat ini didukung oleh anak-
anaknya antara lain Ibrahim dan Abdul Salam. Thoriqoh Qodariyah berpengaruh luas di
dunia timur. Pengaruh pendirinya ini sangat banyak meresap di hati masyarakat yang
dituturkan lewat bacaan manaqib. Tujuan dari bacaan manaqib adalah untuk mendapatkan
barkah, karena abdul Qadir jailani terkwenal dengan keramatnya.

Dasar pokok ajaran Thariqoh Qadariyah yaitu:

 Tinggi cita-cita
 Menjaga kehormatan
 Baik pelayanan
 Kuat pendirian
 Membesarkan nikmat Tuhan
3. Thoriqoh Sadziliyah
Pendiri Tarekat Sadziliyah adalah Abdul Hasan Ali Asy-Syazili, seorang ulama dan sufi
besar. ilahnya, ia masih keturunan Hasan, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti
Rasulullah SAW. Ia dilahirkan pada 573 H di suatu desa kecil di kawasan Maghribi. Ali
Syazili terkenal sangat saleh dan alim, tutur katanya enak didengar dan mengandung
kedalaman makna. Bahkan bentuk tubuh dan wajahnya, menurut orang-orang yang
mengenalnya, konon mencerminkan keimanan dan keikhlasan. Sifat-sifat salehnya telah
tampak sejak ia masih kecil.

Pokok ajaran Thoriqoh Sadziliyah yaitu:

• Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai


• Mengikutu sunnah dalam segala perbuatan dan perkataan
• Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dan membelakang
• Ridho dengan pemberian Allah sedikit atau banyak
• Kembali kepada Allah baik senang maupun sedih.

Tarekat Syaziliyah merupakan Tarekat yang paling mudah pengamalannya. Dengan kata lain
tidak membebani syarat-syarat yang berat kepada Syeikh Tarekat. Kepada mereka
diharuskan:

 Meninggalkan segala perbuatan maksiat.


 Memelihara segala ibadah wajib, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan lain-
lain.

10
 Menunaikan ibadah-ibadah sunnah semampunya.
 Zikir kepada Allah SWT sebanyak mungkin atau minimal seribu kali dalam sehari
semalam dan beristighfar sebanyak seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.
 Membaca shalawat minimal seratus kali sehari-semalam dan zikir-zikir yang lain.

4. Tarikat Rifaiyah

Pendirinya Tarikat Rifaiyah adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifai. Ia lahir di
Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H (1106 M), sedangkan sumber lain
mengatakan ia lahir pada tahun 512 H (1118 M). Sewaktu Ahmad berusia tujuh tahun,
ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syeikh
Trarekat. Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut ia juga berguru pada pamannya
yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al Wasiti, terutama tentang Mazhab Fiqh Imam Syafi’i. Dalam
usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah 9 sebagai
pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.

Ciri khas Tarekat Rifaiyah ini adalah pelaksanaan zikirnya yang dilakukan bersama-sama
diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai
suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan,
antara lain berguling-guling dalam bara api, namun tidak terbakar sedikit pun dan tidak
mempan oleh senjata tajam.

4. Tarikat Khalawatiyah
Tarikat Khalawatiyah ialah suatu cabang dari tarikat Suhrawadiyah yang didirikan di
Bagdad oleh Abdul Qadir Suhrawardi dan Umar Suhrawardi, yang tiap kali menamakan
dirinya golongan Siddiqiyah, karena mereka menganggap dirinya berasal dari keturunan
Khalifah Abu Bakar. Bidang usahanya yang terbesar terdapat di Afghanistan dan India.
Memang keluarga Suhrawardi ini termasuk keluarga Sufi yang ternama. Abdul Futuh
Suhrawardi terkenal dengan nama Syeikh Maqtul atau seorang tokoh sufi yang oelh kawan-
kawannya diberi gelar ulama, dilahirkan di Zinjan, dekat Irak pada tahun 549 H.

Suhrawardi yang lain bernama Abu Hafas Umar Suhrawardi, juga seorang tokoh sufi
terbesar di Bagdad, pengarang kitab “Awariful Ma’arif”, sebuah karangan yang sangat
mengagumkan dan sangat menarik perhatian Imam Ghazali, sehingga seluruh kitab itu di
muat pada akhir karya “Ihya Ulumuddin” yang oleh tarikat Suhrawardiyah serta cabang-
cabangnya dijadikan pokok pegangan dalam suluknya, dan Suhrawardani ini meninggal pada
tahun 638 H .

5. Tarikat Khalidiyah
Cabang Naqsabandiyah di Turkestan mengaku berasal dari tarekat Thaifuriyah dan
cabang-cabang yang lain terdapat di Cina, Kazan, Turki, India, dan Jawa. Disebutkan dalam

11
sejarah, bahwa tarekat itu didirikan oleh Bahauddin 1334 M. Dalam pada itu ada suatu
cabang Naqsabandiyah di Turki, yang berdiri dalam abad ke XIX, bernama Khalidiyah.

Menurut sebuah kitab dari Baharmawi Umar, dikatakan, bahwa pokok-pokok tarekat
Khalidiyah Dhiya’iyah Majjiyah, diletakkan oleh Syeikh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi, yang
lama bertempat tinggal di Mekkah. Kitab ini berisi silsilah dan beberapa pengertian yang
digunakan dalam tarekat ini, setengahnya tertulis dalam bentuk sajak dan setengahnya tertulis
dalam bentuk biasa. Dalam silsilah dapat dibaca, bahwa tawassul tarekat inidimulai dengan
Dhiyauddin Khalid.

6. Tarikat Sammaniyah
Nama tarikat ini diambil daripada nama seorang guru tasawwuf yang masyhur, disebut
Muhammad Samman, seorang guru terikat yang ternama di Madinah, pengajarannya banyak
dikunjungi orang-orang Indonesia di antaranya berasal dari Aceh, dan oleh karena itu
terikatnya itu banyak tersiar di Aceh, bisa disebut terekat sammaniyah. Ia meninggal di
Madinah pada tahun 1720 M. Sejarah hidupnya dibukukan orang dengan nama Manaqib
Tuan Syeikh Muhammad Samman, ditulis bersama kisah Mi’raj Nabi Muhammad, dalam
huruf arab, disiarkan dan dibaca dalam kalangan yang sangat luas di Indonesia sebagai
bacaan amalan dalam kalangan rakyat.

7. Tarikat Rifa’iyah
Tidak banyak kita mengetahui tentang tarekat ini, meskipun namanya terkenal di
Indonesia karena tabuhan rebana, yang namanya di Aceh rapa’i, perkataan yang terambil dari
Rifa’i, pendiri dan penyiar terekat ini, begitu juga dikenal orang Sumatera permainan debus,
menikam diri dengan sepotong senjata tajam, yang diiringi zikir-zikir tertentu.

Akhmad ibn Ali Abul Abbas, yang dianggap pencipta daripada terekat Rifa’iyah itu. Ia
meninggal di Umm Abidah pada 22 Jumadil Awal 578 H, sedang tanggal lahirnya
diperselisihkan orang. Dalam kitab-kitab tua tulisan tangan, yang masih terdapat di sana sini
di seluruh Indonesia, kita masih mendapati ajaran-ajaran Ahmad Rifa’i ini, meskipun
gerakan ini tidak begitu kelihatan lagi hidup dalam masyarakat. Tarekat Rifa’iyah ini, yang
mula-mula berdiri di Irak kemudian tersiar luas ke Basrah, sampai ke Damaskus dan Istanbul
di Turki. Cabang-cabangnya yang terdapat di Syiria ialah Hariyah, Sa’diyah dan Sayyadiyah,
dll. Terutama dalam abad yangke XIX Masehi. Cabang Sa’diyah di syiria didirikan oleh
Sa’duddin Jibawi, yang bercabang pula, masing-masing didirikan oleh dan bernama Abdus
Salamiyah dan Abdul wafaiyah.

8. Tarikat ‘Aidrusiyah
Salah satu daripada tarekat yang masyhur dalam kalangan Ba’alawi ialah Al’aidurusiyah,
terutama dalam tasawuf aqidah. Hampir tiap-tiap buku tasawuf menyebut nama Al- aidrus
sebagai salah seorang sufi yang ternama. Keluarga Al’Ahidus banyak sekali melahirkan

12
tokoh-tokoh Sufi yang terkemuka, diantaranya, di antaranya S. Abdur Rahman Bin Mustafa
Al’Aidus, yang pernah menjadi pembicaraan Al-Jabarti dalam sejarahnya. Al-Jabarti
menerangkan, bahwa S.Abdur Rahman berlimpah-limpah ilmunya, ahli yang
mempertemukan hakekat dan syariat sejak kecil ia telah menghafal Al’Quran 30 jus.

9. Tarikat Al-Haddad
Sayyid Abdullah bin Alwi Muhammad Al-Haddad dianggap salah seorang qutub dan
arifin dalam ilmu Tasawuf. Banyak ia mengarang kitab-kitab mengenai ilmu tasawuf dalam
segala bidang, dalam aqidah, tarekat, dsb. Bukan saja dalam ilmu tasawuf, tetapi juga dalam
ilmu-ilmu yang lain banyak ia mengarang kitab. Kitabnya yang bernama : “Nasa’ihud
Diniyah”, sampai sekarang merupakan kitab-kitab yang dianggap penting. Muraqabah
termasuk wasiat Al-Haddad yang penting. Muraqabah artinya selalu diawasi Tuhan, dan
orang yang sedang melakukan suluk hendaknya selalu Muraqabah dalam gerak dan diamnya,
dalam segala masa dan zaman, dalam segala perbuatan dan kehendak, dalam keadaan aman
dan bahaya, di kala lahir dan di kala tersembunyi, selalu menganggap dirinya berdampingan
dengan Tuhan dan diawasi oleh Tuhan. Jika beribadah itu seakan-akan dilihat Tuhan, jika ia
tidak melihat Tuhan pun, niscaya Tuhan dapat melihat dia dan memperhatikan segala amal
ibadahnya. Ak-Hadad mengatakan bahwa Muraqabah itu termasuk maqam dan manzal, ia
termasuk maqam ihsan yang selalu dipuji-puji oleh nabi Muhammad.

10. Tarikat Tijaniyah


Salah satu terekat yang terdapat di Indonesia di samping tarekat-tarekat yang lain ialah
tarekat Tijaniyah. Dalam tahun beberapa rekat ini masuk ke Indonesia tidak diketahui orang-
orang secara pasti, tetapi sejak tahun 1928 mulai terdengar adanya gerakan ini di Cirebon.
Seorang Arab yang tinggal di Tasikmalaya, bernama Ali bin Abdullah At-Tayib Al-Azhari,
berasal dari Madinah, menulis sebuah kitab yang berjudul “Kitab Munayatul Murid”
(Tasikmalaya, 1928 M), berisi beberapa petunujk mengenai hakikat ini, dan kitab itu terdapat
tersebar luas di Cirebon khususnya, dan di Jawa barat umumnya.

Pendirinya seorang ulama dari Algeria, bernama Abdul Abbas bin Muhammad bin
Mukhtar At-Tijani, lahir di ‘Ain Mahdi pada tahun 1150 H, (1737-1738 M). Diceritakan
bahwa dari bapaknya ia keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, sedang nama Tijani adalah
dari Tijanah dari keluarga ibunya. Terekat ini mempunyai wirid yang sangat sederhana, dan
wazifah yang sangat mudah.

D. Tujuan Dan Ajaran Yang Terkandung Didalam Tarekat

Tujuan tarekat adalah mendekatkan diri kepada Allah agar bisa melihat (ma‘rifah) atau
bahkan bersatu (al-ittihad) dengan Allah (tajalli). Allah adalah Zat Yang Maha Suci, bersifat
immateri. Sesuatu yang bersifat immateri dan suci hanya dapat didekati oleh yang bersifat
immateri dan suci pula, inilah yang dikenal dengan ruh manusia. Ruh yang suci bisa menjadi

13
kotor, apabila tubuh manusia tempat ruh bersemayam dikotori hawa nafsu yang tidak terkendali.
Untuk mengendalikan hawa nafsu diperlukan upaya mengosongkan diri dari ketergantungan
terhadap kelezatan dunia (takhalli), kemudian diisi dengan sifat-sifat yang baik (tajalli). Latihan
pengendalian ini melalui jalan panjang, sulit dan memerlukan kesabaran yang dikenal dengan
maqam (stasiun). Langkah awal yang harus dilalui apabila seseorang menyadari bahwa dirinya
tidak luput dari kesalahan (dosa) dan bertekad untuk meninggalkan kesalahan-kesalahan tersebut
(taubat). Langkah selanjutnya adalah memasuki kehidupan zuhud (zuhd).

1. Zuhud (zuhd)
Kaitannya dengan pandangan para sufi tentang kehidupan dunia di atas, Ahmad ibn
Hanbal (w.751/1350) memberikan pengertian zuhud ke dalam tiga tahapan, yakni
meninggalkan segala yang haram (zuhud orang awam), meninggalkan hal-hal yang
berlebihan dalam masalah yang halal (zuhud orang khawas) dan meninggalkan apa saja yang
dapat memalingkan diri dari Allah (zuhud orang ‘arifin). Dari tahapan yang dikemukakan
Ahmad ibn Hanbal di atas diketahui bahwa ternyata zuhud mengandung unsur karakteristik
yang kondusif dan tidak berpihak sama sekali kepada kemiskinan. Meninggalkan hal-hal
yang haram dapat diartikan menuntut seseorang untuk mencari kekayaan secara halal, tulus,
melalui kerja keras, bukan dengan suap, korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat merugikan
orang lain.
Menghindari hal-hal yang berlebihan sekalipun diperoleh dengan halal, akan memotivasi
orang untuk bersikap hemat, hidup sederhana, dan tidak pamer. Pendapat lain dikemukakan
Abû Darda’ (w. 32/652), seorang sahabat Nabi yang menjadi hakim, penunggang kuda yang
gagah berani dan pedagang di Madinah. Dalam konteks zuhud ia mengatakan: Yang paling
membuatku gembira ialah ketika berdiri diambang pintu mesjid. Setelah itu aku berdagang,
sehingga dalam sehari aku mendapatkan laba tiga dinar, sementara aku tetap mendirikan salat
di mesjid. Aku juga mengatakan bahwa Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Tetapi aku lebih suka tidak termasuk orang yang dilalaikan perniagaan
dan jual beli sehingga lalai berzikir kepada Allah. Siapa yang mencari harta dengan cara
yang halal lalu meletakkannya pada haknya, maka akan dapat membersihkan dosa-dosa
sebagaimana air yang membersihkan tanah dari batu yang licin.
Zuhud tidak berarti tidak mempunyai etos kerja, atau bukan berarti meninggalkan
bekerja. Dalam hal ini al-Kalabazi berkata : Para sufi sepakat tentang keharusan bekerja bagi
seorang untuk mencari bekal hidupnya di dunia, misalnya dengan berdagang, bertani dan
sebagainya yang di halalkan menurut syariat dan dilakukan dengan memelihara diri dari
syubhat. Bekerja hendaknya dilakukan dengan tujuan untuk tolong-menolong dan berbuat
baik kepada sesama manusia. Bekerja wajib hukumnya bagi orang-orang yang mempunyai
tanggung jawab kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian
ajaran zuhud mengandung nilai sifat hemat dan hidup sederhana, dapat menahan diri untuk
tidak diperbudak harta dan kekuasaan, memanfaatkan harta untuk hal-hal yang produktif,
sehingga harta dapat dimanfaatkan bukan saja sebagai aset ekonomi, tetapi bisa mewujudkan
keadilan sosial dalam bentuknya yang luhur, misalnya menolong mereka yang tidak mampu.

14
2. Warak (wara‘)
Ajaran tarekat lainnya yang harus diamalkan para pengikutnya adalah sikap warak
(wara‘). Pengertian yang sederhana tentang warak disajikan Ibrahim ibn Adham (w.
165/782), seorang bangsawan dari keluarga kerajaan dan hidup dalam kemewahan. Ia
mendefinisikan wara‘ sebagai upaya untuk meninggalkan segala sesuatu yang meragukan
(syubhat) dan segala sesuatu yang tidak bermanfaat serta berlebihan. Sementara itu Sufyan
al-Tsauri (w. 161/782), seorang yang warak lagi zuhud dan memiliki akhlak mulia,
mengatakan: “Apa yang ada keraguan dalam hatimu tinggalkanlah.” Adapun Hâris al-
Muhasibî (w. 243/856), salah seorang guru al-Junayd berkata bahwa seseorang yang warak
akan berdenyut dan bergetar urat di ujung jari tangannya apabila mengambil makanan yang
di dalamnya mengandung syubhat. Pandangan ini menegaskan bahwa seseorang tidak boleh
ragu-ragu dan harus tegas terhadap yang haram. Ketegasan terhadap yang haram akan
menumbuhkan hidup suci, dan melahirkan manusia yang tulus dan jujur.
3. Fakir (faqr)
Di samping sikap warak, sikap fakir (faqr) juga merupakan salah satu ajaran penting yang
terdapat dalam tarekat. Dari sisi terminologinya, fakir diartikan kemiskinan, walaupun makna
hakikinya adalah tidak meminta lebih dari apa yang menjadi kebutuhan dirinya. Kemiskinan
yang dimaksud bukanlah hidup miskin, tetapi seperti dipahami Abû Hafaz (w. 265/879)
bahwa seseorang merasa fakir terus-menerus di hadapan Allah, yaitu cara yang paling baik
bagi seorang hamba untuk menemui Tuhannya adalah dengan terus menerus fakir kepada-
Nya dalam setiap keadaan, mematuhi Sunnah dalam semua amal perbuatan serta mencari
rezeki dengan cara yang halal.
Dengan demikian dapat dipahami dan disadari bahwa kekayaan yang dimiliki sendiri,
tetapi milik Allah yang hanya dititipkan kepada dirinya. Karena menyadari bahwa harta itu
adalah titipan Allah, maka wajarlah seseorang itu merasa fakir karena sebenarnya ia tidak
memiliki apa-apa. Seorang pengikut tarekat malu meminta lebih banyak dari apa yang sudah
diberi Allah. Ia mensyukuri apa yang dimiliki dan menerima apa yang sudah diberikan Allah.
Dengan mengamalkan sikap fakir, akan menjauhkan diri dari sifat angkuh, rakus dan tamak,
menghindari persaingan tidak sehat dalam mencari harta dan jabatan serta meninggalkan
kecurangan-kecurangan dalam berusaha.
4. Sabar (Shabr)
Ajaran tarekat berikutnya adalah sabar (shabr). Bentuknya dalam dua macam, yakni sabar
terhadap apa yang diupayakan, yaitu sabar dalam menjalankan perintah Allah serba menjauhi
larangan-larangan-Nya dan sabar terhadap apa yang tanpa diupayakan, yaitu sabar menjalani
ketentuan Allah yang menimbulkan kesukaran baginya.Seseorang yang sabar dalam
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta sabar menerima cobaan Allah
adalah seumpama melaksanakan jihâd al-akbar (perang suci besar) yang terus menerus
melawan hawa nafsu dari berbagai kecenderungan jiwa rendah. Zû al-Nûn al-Misrî (w.
214/829), seorang yang zuhud lagi warak, mendefenisikan sabar sebagai “menjauhi
pelanggaran dan tetap bersikap rela merasakan sakitnya penderitaan, dan sabar juga
menampakkan kekayaannya ketika ditimpa kemiskinan di lapangan kehidupan”.
15
Sementara menurut Abu al-Hasan ibn Salam berkata: “Orang yang sabar itu ada
tingkatannya, Mutashabbir, Shâbir dan Shabbâr. Tingkat yang pertama dinamakan
Mutashabbir, yaitu orang yang sabar fî Allah, dalam menjalankan perintah Allah.
Tandatandanya ialah bahwa ia terkadang sabar, terkadang merasa lemah, terkadang putus
asa. Tingkatan yang kedua dinamakan Shâbir, yaitu orang yang sabar fî Allah wa li Allah,
dalam menjalankan perintah Allah. Ia menjalankan perintah Allah semata-mata karena Allah.
Tanda-tandanya ialah bahwa ia tidak pernah putus asa, tetapi terkadang merasa lemah,
terkadang mengeluh kepada makhluk dan dikhawatirkan pada suatu waktu ia putus asa dan
hilang kesabarannya. Tingkatan yang ketiga dinamakan Shabbâr, yaitu orang yang sabar fî
Allah, wa li Allah, wa bi Allah, dalam menjalankan perintah Allah. Ia menjalankan perintah
Allah semata-mata karena Allah, dan dengan pertolongan-Nya. Tanda-tandanya ia tidak
pernah merasa lemah dan tidak pernah putus asa dari kasih sayang Allah.57 Dengan memiki
sifat sabar akan mendorong seseorang memiliki pendirian yang kokoh, tidak mudah
terombang-ambing, memiliki keteguhan jiwa atau keteguhan hati dalam menghadapi
kesulitan dalam kehidupan.
5. Tawakal
Al-Qusyairî menjelaskan bahwa ada tiga tanda orang yang bertawakal kepada Allah,
yakni tidak meminta-minta, tidak menolak sesuatu pemberian dan tidak menahan sesuatu.
Tawakal dapat dilukiskan laksana seekor burung meninggalkan sarangnya di pagi hari
dengan perut kosong, tetapi ketika pulang, perutnya sudah kenyang, yang dapat dipastikan
burung itu sudah bekerja keras sejak pagi. Sebagaimana juga Rasulullah SAW., pernah
menegur seorang sahabat Nabi yang tidak menambatkan untanya terlebih dahulu ketika
menemui beliau di mesjid dengan alasan telah bertawakkal kepada Allah. Nabi meluruskan
kekeliruannya tentang arti tawakal tersebut dengan menyuruh sahabat tadi menambatkan
untanya baru bertawakal kepada putusan Allah.
Ajaran ini dapat diartikan bahwa harus bekerja keras lebih dahulu kemudian hasilnya
diserahkan kepada Allah. Ketika Hamdun al-Qassar ditanya tentang makna tawakal, ia
menjelaskan: Tawakkal adalah jika engkau punya sepuluh ribu dirham, dan engkau punya
hutang seperenam dirham, engkau tetap merasa cemas kalau-kalau engkau mati sementara
hutangmu itu belum terbayar. Dan jika engkau punya hutang sepuluh ribu dirham dan tidak
mampu mewariskan harta yang cukup untuk hutangmu, engkau tidak putus asa bahwa Allah
niscaya akan menyelesaikan hutangmu itu”.
Sementara Sahl ibn ‘Abd Allah mengatakan “tawakal merupakan keadaan rohani (hâl)
Nabi Muhammad SAW., dan ikhtiar adalah Sunnahnya. Maka barang siapa yang tetap
keadaannya berarti janganlah meninggalkan Sunnahnya”. Oleh sebab itu, tawakal bukan
berarti penyerahan kepada nasib atau keadaan, tetapi penyerahan tersebut harus didahului
dengan usaha keras (di sini dapat diartikan seperti bangun tengah malam) dan keputusannya
diserahkan mutlak kepada Allah (berdoa). Karenanya, kalangan pengikut tarekat yakin
bahwa mereka harus berusaha keras dengan amalan-amalan yang kemudian berserah kepada
Allah dengan harapan bisa mencapai makrifat (ma‘rifah). Sifat tawakal akan mengandung
nilai mendorong seseorang untuk hidup tenang dan tentram sera tidak gelisah.
16
6. Rida (Ridha)
Ajaran lain dari tarekat adalah sikap rida (ridha). Zu al-Nun al-Misri (w. 214/829)
menyebutkan ada tiga pengertian rida. Pertama, tidak punya pilihan sebelum diputuskannya
ketetapan Allah. Kedua, tidak merasakan kepahitan setelah diputuskannya ketetapan Allah.
Ketiga, tetap merasakan gairah cinta di tengah-tengah cobaan Allah.
Sementara Ibn ‘Ata’ berkata “Rida ialah ketentraman hati akan segala ketentuan yang
merupakan pilihan Allah yang Qadim atas hamba-Nya, karena ia mengetahui bahwa Allah
tidak menentukan sesuatu atas hamba-Nya itu, kecuali yang terbaik baginya, maka ia pun
ridla kepada-Nya”. Dari pendapat di atas bisa dipahami bahwa ridla adalah sikap tidak
menyesal dan berputus asa kalau mengalami kegagalan, dan tidak sombong dan angkuh
kalau usahanya berhasil. Rida mengandung nilai untuk tidak mudah putus asa dan kecewa
karena apapun hasil yang diperoleh adalah yang utama dan terbaik menurut Allah. Apabila
nilai-nilai ajaran tarekat seperti diuraikan di atas dapat dapat diamalkan setiap individu
mempunyai sifat hemat, tulus, jujur, tidak rakus dan tamak, mempunyai pendirian yang
tegas, tenang, rela menerima pemberian Allah dan selalu merasa diawasi Allah maka akan
melahirkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Pada masyarakat yang adil dan sejahtera
dapat dipastikan tidak akan ditemukan kompetisi yang tidak sehat dalam mengejar atribut-
atribut kebesaran duniawi, tidak akan muncul korupsi, kolusi dan nepotisme, manipulasi
arogansi, fitnah dan kesombongan dan lain-lain. Ajaran tarekat dapat menumbuhkembangkan
sekaligus mendorong masyarakat untuk mencapai kehidupan yang adil dan sejahtera.
E. Silsilah dalam Tarekat
Seperti fungsi sanad dalam hadis, keberadaan silsilah dalam tarekat berfungsi menjaga
validitas dan otentisitas ajara mistik agar tetap merujuk pada sumbernya yang pertama,
Rasulullah Muhammad Saw. Kebanyakan tarekat mengaitkan silsilah mereka kepada Rasulullah
Saw melalui sahabat Ali bin Abi Thalib, kecuali Naqsyabandi yang melalui Abu Bakar Siddiq.
Di bawah Imam Ali terdapat empat khalifah: Imam Hasan, Hussein, Kumayl bin Ziyad, dan
Hasan al-Bashri. Dua imam yang pertama adalah anak-anak Imam Ali Kw. Kedua imam itu
memiliki khalifah dari jalur keturunan mereka. Mereka dikenal sebagai aimah ahl bayt.
Sedangkan Imam Hasan alBashri memiliki beberapa khalifah, dua di antaranya yang terkenal
adalah: Abd al-Wahid bin Zayd dan Habib ‘Ajami atau Habib alFarsi. Terdapat banyak salasul.
Rabbani menyebutkan setidaknya ada lebih dari 40 salasul.

Dua belas salasul yang terkenal adalah:

1. Silsilah Qadiriyah.
Nama ini merujuk pada Abd al-Qadir alJailani , ia adalah khalifah dar Abu Said
Makhzumi, khalifah dari Abu al-Hasan Ali al-Qarshi, khalifah dari Abu al-Farah alTartusi,
khalifah dari Junayd al-Baghdadi bersambung terus sampai Imam Ali. Al-Jailani meminta
jubah kekhalifahan melalui jaringan keturunan Imam Hasan bin Abi Thalib dengan 11
jaringan di antaranya.

17
2. Silsilah Yasuya.
Dipimpin oleh Ahmad Yasui yang dikenal sebagai “Syaikh of Turkistan”. Dia adalah
khalifah Yusuf Hamdani, khalifah Ali Farmadi (Syaikh Abu Hamid alGazali), khalifah Abd
al-Qasim Gorgani, khalifah Abu Usman Maghribi, khalifah Abu Katib, khalifah Abu Ali
Rodbari, khalifah Junayd Baghdadi terus hingga ke Imam Ali. Ahmad Yasui juga
memperoleh jaringan ke Imam Ali dari para syaikh melalui Muhammad Hanafiyah, anak
Imam Ali dari istri lainnya.
3. silsilah Naqshabandiyah.
Dinamai dengan nama Bahau al-Din Naqshaband. Dia adalah khalifah Amir Syed Kalal,
khalifah Muhammad Samasi, khalifah Ali Ramatani, khalifah Mahmud Abu Khayr Faghnavi,
khalifah Arif Regviri, khalifah Abd alKhaliq Ghayidwani, khalifah Yusuf Hamdani, khalifah
Ali farmadi, khalifah Abu al-Qasim Gorgani, yang berjaring ke atas dengan Junayd al-
Baghdadi dengan 3 jaringan di antaranya. Abu al-Qasim juga berjaringan ke atas dengan Abu
Bakar melalui Abu al-Hasan Khargani, Abu Yazid al-Bistami, dan Ja’far Shiddiq.
4. Silsilah Nuriyah.
Dinamai dengan Syaikh Abu al-Hasan Nuri. Dia adalah khalifah dari Sari Saqti.
5. Silsilah Khazruyah.
Diambil dari nama Ahmad Khazruya yang merupakan khalifah dari Hatim Asum,
khalifah Saqiq Balkhi, khalifah Muhammad Ali Ishqi, khalifah Ibrahim Adham yang
menerima kekhalifahan dari Fudhayl bin Ayyas sebagaimana Imam Muhammad Baqir, cucu
Imam Hussein.
6. Silsilah Shattariyah.
Dari Muhammad Arif, khalifah Muhammad Ali Ishqi, khalifah Syaikh Khuda Qali
Mawara alnahri, khalifah Abd al-Hasan al-Ishqi, khalifah Abi Mudhaffar Mawlana Turk
Tusi, khalifah Bayazid al-Ishqi, khalifah Muhammad Maghribi, khalifah Abu Yazid al-
Bistami hingga Imam Ali.
7. Silsilah Sadat Karram.
Pemimpin silsilah ini adalah Jalal alDin Bukhari, khalifah leluhurnya dari imam-imam
Ahl al-Bayt dengan 15 jejaring antara dia dan Imam Ali. Dia menerima lebih dari 2 jubah
kekhalifahan. Satu dari Syaikh Rukun al-Din Suhrawardi, cucu dari Bahau al-Din Multan,
yang lain dari Syaikh Nasir al-Din khalifah dari Nizam al-Din Awlia, khalifah Baba Farid al-
Din Ganjshaker, khalifah dari Qutb alDin Bakhtiar, khalifah Muin al-Din Ajmeri.
8. silsilah Zahidiyah.
Dari Badr al-Din Zahid yang merupakan khalifah Sadr al-din Samarqand, khalifah Abd
al-Qasim, khalifah Qutb al-Din Abd al-Majid, khalifah Abu Ishaq Gazruni, khalifah Hussain
Bazyar dari Herat, khalifah Muhammad Roem, khalifah Junayd Baghdadi hingga ke Imam
Ali.
9. Silsilah Anshariyah.
Dimulai dari Abd Allah Anshari, khalifah dari Abd al-Hasan Qirqani, khalifah Abi Yazid
Bistami. Dia juga menyambung dari Abu al-Abbas Qassab, khalifah dari Abu Muhammad

18
Abd Allah Tabri, khalifah Abu Muhammad al-Dariri, khalifah Junayd Baghdadi hingga ke
Imam Ali.
10. Silsilah Safwiyah.
Dari Safi’ al-Din Ishaq, khalifah Zahid, khalifah Jamal al-Din Tabrizi, khalifah Shihab al-
Din Abhari, khalifah Rukun al-Din Sajjazi, khalifah Qurb al-Din Abhari, khalifah Abu Najib
Suhrawardi yang menyambung hingga ke Junayd Baghdadi sampai ke Imam Ali.
11. Silsilah Idrusiyah.
Dari Mir Abd Allah al-Makki Idrusi, dia adalah khalifah dari Abu Bakar, khalifah Abd
al-Rahman, khalifah dari Syaikh Mawla, khalifah Ali, khalifah Syaikh Alwi, khalifah
Muhammad bin Ali, khalifah Abu Muhammad Maghribi, berjenjang ke atas sampai ke
Junayd Baghdadi. Syaikh Idrus juga menerima kekhalifahan dari silsilah Suhrawardi.
12. Silsilah Qalandariyah.
Silsilah ini berada di beberapa syaikh yang memiliki beberapa silsilah. Dikenal dengan
Qalandariyah karena anggotanya merupakan kaum Qalandari (kaum sufi mabuk). Beberapa
Qalander adalah: Muhammad Qalander, Syaikh Haidar Qalander, Hussein Balkhi, Syaikh
Tabrizi, Fakhr al-Din Iraqi, dll.
F. Kedududkan tarekat dalam islam

Tarekat adalah bagian dari sisi iman dan ihsan dari seluruh bangunan Ad-Diin. Tarekat
adalah jalan, atau metode, untuk memahami esensi-esensi, berbagai hakikat dari agama. Dan,
karena Ad-Diin tidak bisa dipisahkan dari takdir kehidupan masing-masing yang sedang dijalani,
maka thariqah pun menjadi jalan untuk memahami hakikat kehidupan.

Pada akhirnya, jalan pulang kepada Allah (taubat) ini pun menjadi jalan untuk mengenali
secara hakiki siapa diri kita masing-masing, kenapa dan untuk apa kita dianugerahi sebuah
eksistensi, dan memahami dengan sungguh-sungguh betapa berharganya nilai kita di mata Allah
Ta’ala.

Melangkah masuk ke dalam wilayah esensi agama untuk meraih pemahaman mendasar, atau
melangkah di atas jalan tarekat, sesungguhnya merupakan sebuah implikasi logis bagi siapa pun
yang ingin memahami Ad-Diin Al-Islam, kehidupan masing-masing, atau diri sendiri dengan
lebih mendalam dan lebih hakiki. Melalui tarekat seseorang berangkat dari wilayah “ritual
agama” ke wilayah “pelaksanaan ritual agama dengan fondasi pemahaman hakiki”.

BAB III
PENUTUP

19
A. Kesimpulan

Tarekat merupakan bentuk praktik ibadah yang diajarkan secara khusus kepada orang
tertentu. Misalnya, Rasulullah mengajarkan wirid atau zikir yang perlu diamalkan oleh Ali ibn
Abi Thalib. Kemudian kemunculan tarekat sendiri diawali dengan pengklasifikasian antara
syariat, tahriqat, haqiqat, dan makrifat oleh para sufi. Barulah pada abad ke-5 Hijriyah atau 13
Masehi muncul tarekat sebagai kelanjutan dari pemikiran kaum sufi tersebut. Sedangkan
kehadiran tarekat di Indonesia sama tuanya dengan kehadiran Islam. Namun hanya ada beberapa
tarekat yang bisa masuk dan berkembang di Indonesia. Dalam perkembangannya, tarekattarekat
terpecah menjadi banyak sesuai guru dan keadaan lingkungan masingmasing. Ada 41 macam
tarekat-tarekat yang dianggap sah, adapun yang berkembang di Indonesia antara lain; Tarekat
Qadiriyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat
Syattariyah, Tarekat Sammaniyah, Tarekat Tijaniyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah

Sejarah Islam mencatat bahwa proses perjalanan tarekat dimulai dari munculnya tasawuf
pada abad ke-3/4 H kendatipun hanya diamalkan sebagai kegiatan pribadi, tanpa ada ikatan satu
sama lain. Tetapi pada abad ke-6/7 H, tasawuf mulai memiliki metode dan aturan khusus,
semisal adanya sekelompok murid dengan seorang syaikh berkumpul secara periodik di suatu
khanqah, dalam acara tertentu (zikir, khalwat), dan dari sinilah tasawuf berubah bentuk menjadi
organisasi yang disebut tarekat. Tarekat sebagai suatu aliran dalam Islam tidak terlepas dari
kritik. Ajaran zuhud, warak, fakir, sabar, tawakkal, dan zikir, dikritik sebagai ajaran yang hanya
mementingkan kehidupan spiritual, tidak mendorong kehidupan dunia. Pada hakikatnya, stigma
yang melekat pada tarekat seperti diungkapkan di atas bersumber dari terjadinya distorsi
pelaksanaan praktik-praktik ajaran tarekat terutama oleh mereka yang mempunyai
kecenderungan tidak tulus, yang justru merusak nama dan tujuan baik tarekat. Ajaran tarekat
seperti zuhud, warak, fakir, sabar, tawakkal, ridla dan zikir bukan saja hanya mengandung aspek
spritual tetapi juga mengandung nilai dimensi sosial yang tinggi, seperti hidup hemat dan
sederhana, tidak tamak dan arogan, mencintai keadilan dan kejujuran, mencintai antar sesama,
memiliki ketulusan dan kebeningan hati, selalu mawas diri dan memiliki etos kerja yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

20
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiBnsmX0ZvwAhUP7
3MBHcrRBe4QFjAUegQIKRAD&url=https%3A%2F%2Fwww.cnnindonesia.com%2Fgaya-hidup
%2F20200424150733-289-496977%2Fbagaimana-posisi-tarekat-dalam-
islam&usg=AOvVaw3_b7scMHbFy_S5Oe5b32Pd
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjMy9q-
0ZvwAhXTbCsKHYJ8B5IQFjADegQIBBAD&url=https%3A%2F%2Fwww.qudusiyah.org%2Fid
%2Ftarekat%2Fkonsep-thariqah%2Fthariqah-islam%2F&usg=AOvVaw14sFJ5jSPSv4IUMR8uAjO4
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjMy9q-
0ZvwAhXTbCsKHYJ8B5IQFjAJegQIBxAD&url=https%3A%2F%2Fcore.ac.uk%2Fdownload%2Fpdf
%2F229578668.pdf&usg=AOvVaw1q0nckYKcGU0G-gMi-Eb-r

21

Anda mungkin juga menyukai