Anda di halaman 1dari 4

Nama : Meyke Dwi Yoga Pratama

NIM : D600200093
Kelas : B

Kajian Tarjih “Peduli Lindungi Diri” Ustadz H. Maryono, S.Pd.


Jumat, 17 September 2021

Perawatan proteksi diri merupakan salah satu program yang dicanangkan pemerintah
untuk melindungi diri dari virus covid 19. Rencananya, untuk melindungi masyarakat
Indonesia dari dampak wabah tersebut. Kami mendukung proyek ini untuk kebaikan
bersama. Namun, program ini untuk menyelamatkan diri dari wabah. Yang perlu diperhatikan
adalah kebahagiaan dan penebusan akhirat dengan perawatan diri yang paling berharga. Jika
dia bisa menjaga dirinya dari segala macam dosa dan kemaksiatan, maka keberuntungannya
di akhirat ada di sana. Seorang Muslim juga percaya pada rasa sakit dan kehilangan, dan jika
dia tidak mau mengurus dirinya sendiri, itu akan menjadi kerugiannya sendiri. Dalam QS.
Asy Syams ayat 9-10 artinya "Sesungguhnya yang menang adalah yang mensucikan jiwa.
Yang kalah justru yang mengotorinya."Di dalam tafsir ilmu kasir, keberuntungan itu terletak
jika orang itu mau melindungi dirinya dengan menaati Allah SWT, beramal sholeh,
membersihkan diri dari akhlak-akhlak hina dan tercela.
Tidak ada gunanya harta dan anak di akhirat kecuali orang-orang yang menghadap
Allah dengan hati yang suci. Sebaliknya, jika mereka mengotori hati mereka dengan tidak
mengikuti petunjuk Allah, maka hati mereka akan tercemar dan merasa kotor karena dosa-
dosa yang telah mereka lakukan. Oleh karena itu, pembersihan pikiran dapat dicapai dengan
peningkatan iman dan perbuatan baik. Ini akan menjadi yang terbaik. Pada saat yang sama,
orang yang mengotori jiwanya, ia akan melakukan hal-hal yang buruk, kekafiran, dan
kemaksiatan. Untuk menjaga kebersihan jiwa ini, seseorang harus menjaga diri sendiri,
karena ini termasuk sikap merawat dan melindungi umat Islam agar tetap aman di akhirat.
Sikap peduli lindungi diri dalam kehidupan sehari-hari ada 4:
1. Taubat
Maka orang-orang yang menjaga diri, mereka menyadari bahwa mereka memiliki
kesalahan dan dosa, dan yang terbaik dari mereka yang salah dan berdosa adalah mereka
yang bertaubat kepada Allah. Bertobat berarti berhenti berbuat dosa. Dia merasakan
pertobatan penuh penyesalan atas dosa-dosa masa lalu. Kemudian dia akan selamanya
memutuskan untuk tidak pernah melakukan dosa masa lalu. Jika dia tidak peduli dan tidak
ingin melindungi dirinya sendiri, dia tidak akan bertobat kepada Allah. Bagi yang bertaubat,
maka Allah akan menjamin keberuntungan dan keselamatan yang besar. qs. An-nur ayat 31
artinya QS. An-nur ayat 31 yang artinya “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung.”
Ayat yang mulia ini mengisyaratan bahwa keberuntungan dan kesuksesan jika dia mau
bertaubat kepada Allah, karena dia merasa seseorang hamba yang lemah, maka allah akan
mengampuni dosanya, bahkan akan masuk surganya Allah seperti dalam QS. At-tahrim ayat
8 yang artinya “Hai orang –orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat
yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-
kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, ...”
Dalam ayat ini Allah mengingatkan hanya kepada orang yang beriman yang mampu
bertaubat kepada Allah, dengan bertaubat Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan
menjadikan orang itu masuk surga, itu merupakan keberuntungan. Taubat juga dilakukan
para nabi, manusia pertama, maka kita sebagai keturunan pun dianjurkan untuk melakukan
taubat. Nabi Muhammad SAW juga melakukan taubat, Allah juga sudah menjamin masuk
surga, tapi nabi tidak henti hentinya bertaubat kepada allha swt. Seperti H.R Muslim 2702
yang artinya “Dari Ibnu Umar RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Manusia
bertaubatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya 100 kali setiap
hari.” Kemudian kita melihat bahwa kita tidak memiliki jaminan surga, tentu saja kita
memiliki lebih banyak dosa, dan kita harus melangkah lebih jauh dengan lebih banyak dosa.
Padahal, Allah selalu menerima taubatnya, membuka tangannya untuk menerima taubat
hambanya siang dan malam. “Dari Abu Musa Abdullah ibn Qais al Asy’ari ra, dari Nabi
SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Ta’ala itu membentangkan tangan-Nya di waktu malam
untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang, dan juga
membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat
kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah
barat” (HR. Muslim 4954)
Hadits ini memberikan gambaran bagi kita semua. Allah tidak pernah berhenti
mengulurkan tangannya untuk menerima pengakuan hamba-Nya, baik itu kesalahan
hambanya siang atau malam. Kita tidak bisa menunda taubat, artinya Allah selalu membuka
tangan-Nya sampai hari kiamat. Taubat ini dilakukan terus menerus oleh Nabi dan para
sahabat dan pengikutnya, dan digembar-gemborkan keberuntungan bagi mereka. Siapa yang
akan menerima pertobatan dan dengan demikian menerima keselamatan? Yaitu orang-orang
yang mengamalkan Rukun Taubat:
1. Berhenti dari perbuatan dosa.
2. Menyesali dosa, penyesalan dibutuhkan seseorang agar ia senantiasa sadar dan
ingat akan keburukan yang dilakukan.
3. Bertekad untuk tidak mengulangi lagi dosa yang telah lalu sepanjang usianya.
4. Kalau dosa berkaitan dengan hak alami (sesama) maka harus diselesaikan
kepada yang bersangkutan misalkan berkaitan dengan hutang.
Selain rukun-rukun taubat itu adalah beristighfar kepada Allah SWT.

2. Murakabah (merasa diawasi oleh Allah SWT)


Seorang muslim yang memiliki sikap peduli lindungi diri, dia harus memiliki sikap
murakabah. Ia akan merasa senantiasa dalam pengawasan Allah dalam segala gerak-geriknya,
meyakini Allah mengetahui sesuatu yang dia rahasiakan, memantau perbuatan yang dia
lakukan. Sehingga ia akan selalu merasakan keagungan Allah dan kesempurnaanNya, tentram
ketika mengingatNya, merasakan ketenangan ketika mentaatiNya, dan berpaling dari
selainNya. Orang yang meyakini hal ini maka ia merasakan keagungan dan kesempurnaan
Allah SWT, maka dia akan terpacu untuk mentaatinya, ia kan menjaga diri dari berpaling
kepadaNya. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 235 “...dan ketahuilah
bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepadaNya, dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Ayat ini mengingatkan kepada kita penegasan Allah mengetahui apa yang tersembunyi di
dalam hati seorang manusia.
Di ayat lain, QS. Mujadilah ayat 7 “Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu,
Tidakkah, kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit
dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang
keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya.
Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak,
melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan
memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW:
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak bisa
(seakan-akan) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu...” (HR Bukhari : 50) Ini
adalah tingkatan ihsan tertinggi dari murakabah. Dan jalan murakabah senantiasa dilalui oleh
para nabi, para sahabat nabi sepanjang hayatnya hingga ia mampu mencapai derajat
almukarabit (orang yang paling dekat kepada Allah SWT)
Sikap murakabatullah itu mampu melindungi diri, jadi orang yang mempunyai sikap
peduli lindungi diri harus merasa diawasi oleh Allah. Sehingga seseorang ketika memiliki
sikap murakabatullah, peduli lindungi diri karena merasa diawasi oleh Allah SWT ia akan
menjaga diri dari dosa dan maksiat dari akhlak yang rendah. Ia akan menjaga diri dari sesuatu
yang membinasakan dan merugikan meskipun tidak diawasi oleh manusia tetapi ia yakin
bahwa Allah SWT melihat mereka. Sikap mukarabatullah mampu menahan diri dari berbuat
kemaksiatan. Sikap iman peduli lindungi diri dengan merasa murakabatullah (merasa
diawasi) oleh Allah ini mampu menahan diri dari kecurangan dan kejahatan.
Ketika tidak memiliki sikap murakabatullah maka semua pengawas, semua penjaga ini tidak
ada artinya. Maka, sifat peduli lindungi diri ini ada ketika ia merasa diawasi oleh Allah SWT.
Bagaimana cara agar bisa merasa diawasi oleh Allah SWT? Tentu harus meyakini bahwa
pandangan Allah itu lebih cepat dari pada pandangan manusia.

3. Muhasabah (Mengevaluasi/mawas diri)


Seorang muslim yang memiliki sikap peduli lindungi diri, senantiasa beramal siang dan
malam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan dunia adalah tempat
beramal, maka ia akan melihat, merenungkan, dan mengevaluasi amal apa yang telah dia
lakukan pada hari-harinya. Oleh sebab itu seorang muslim mengetahui dunia itu sebagai
tempat beramal maka ia akan senantiasa melihat, merenungkan, mengevaluasi amalan-
amalan yang dilakukan. Ada 3 perkara diantaranya adalah;
1. Melihat amalan wajib, dia seperti seorang pedagang yang menghitung pokok modalnya.
Perkara keuntungan tidak wajib, yang penting modal pokoknya kembali
2. Melihat amalan sunah, dia seperti seorang pedagang mengevaluasi keuntungan hasil
usahanya. Untung hasil usaha kan sunah. Karena tidak harus untung asal kebutuhan modal
pokoknya terpenuhi.
3. Melihat dosa dan kesalahan, dia sepertii pedagang yang mengevaluasi kerugiannya,
seorang pedagang yang menghitung kerugian itu orang yang sangat teliti.
Hasilnya kalau ada amalan wajib yang kurang maka ia akan memaksa dirinya
melaksanakan amalan wajib. Ketika terjadi kekurangan amalan sunah, ia akan menambah
amalan sunah itu. Jika seorang muslim terdapat dosa, ia akan beristighfar untuk menutup
kekurangan itu. Inilah peduli lindungi diri dengan muhasabah terhadap diri-sendiri dengan
cara pembinaan, pembersihan dan penyucian diri, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-
Hasyr : 18) Sikap ini tidak akan terjadi tanpa ia mengevaluasi, memusahabah amalannya.

4. Mujahadah (bersungguh-sungguh)
Ia akan menyadari sebesar musuh itu hawa nafsunya sendiri, karena hawa nafsu itu
selalu mengajak kepada kejahatan, memerintahkan kepada burukan.
Maka jihad ini akan menundukkan hawa nafsu, kemalasan. Kita harus besungguh-sungguh
untuk mengalahkan kemalasan, dengan cara memaksa diri kita. Rasul mengajarkan kita
berlindung dari sifat malas untuk berangkat dari sesuatu yang wajib. Kita harus mengalahkan
kebodohan, maka Allah memberi pendengaran, penglihatan agar ia bisa mengalahkan
kebodohan, jadi menuntut ilmu termasuk dari jihad.

Anda mungkin juga menyukai