Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH KEBUDAYAN DAN ADAT ISTIADAT SUKU

DOMPU

Sejarah kebudayan dan Adat Istiadat Suku Dompu. Suku Dompu adalah salah satu etnis yang

terdapat di pulau Sumbawa kabupaten Dompu provinsi Nusa Tenggara Barat dengan populasi

diperkirakan lebih dari 80.000 orang. Penyebaran suku ini terdapat pada 4 kecamatan yakni

kecamatan Huu, kecamatan Dompu, kecamatan Kempo dan kecamatan Kilo.

A. SEJARAH

Menurut cerita rakya Dompu mengenai asal usul, bahwa dahulu kala di daerah ini merupakan

salah satu daerah bekas Kerajaan Dompu. Yang merupakan salah satu kerajaan tua. Hal ini

ditegaskan oleh seorang Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan

Kusuma Ayu. Yang dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Kerajaan Dompu, adalah

merupakan salah satu kerajaan tua di wilayah timur Indonesia.

Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum adanya kerajaan di daerah Dompu ini, telah ada

beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” (Raja kecil).

Pada masa itu ada 4 orang Ncuhi yang berkuasa, yaitu:

Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang kecamatan Hu`u)

Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang kecamatan Woja dan Dompu).

Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya.

Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah desa Riwo kecamatan Woja Dompu).

Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal adalah Ncuhi Hu`u.
B. MAKNA BAHASA MBOJO - DOMPU

Suku Mbojo – Dompu memiliki beragam bahasa dan dialek yang berasal dari berbagai wilayah di

suku Mbojo – Dompu tiap bahasa yang digunakan memiliki arti dan makna sendiri. Adapun

bahasa Mbojo – Dompu yang di maksud adalah sebagai berikut :

a. Kalembo ade

Kalembo Ade" adalah kata subyek yang selalu diucapkan dalam dioalog dou Mbojo – Dompu

yang makna dari kata kalembo ade itu sendiri akan berubah-ubah sesuai dengan kata obyek yang

dituju. Seperti dalam Bahasa Indonesia, ungkapan sering terbentuk dari berbagai unsur. ungkapan

kalembo ade ini selalu mewarnai kegiatan/alur berkomunikasi dalam keseharian warga Mbojo

Mbojo – Dompu. Frekuensi penggunaannya pun , boleh dikatakan, tiada hari tanpa ada ungkapan

kalembo ade , bahkan tiada jam tanpa ada kalembo ade.

Secara sederhana, dapat dikatakan maknanya adalah bersabar. Itu dipahami karena ungkapan itu

terbentuk dari kata kalembo (sabar) ade (hati). Jadi kalembo ade artinya bersabar yang berarti

keikhlasan hati nurani.

Setelah diadakan penelitian sederhana, tafsiran kita terhadap ungkapan kalembo ade, memang

beragam maknanya. Untuk tidak sekedar diperbincangkan, berikut ini, disajikan sebagai berikut:

1. Kalembo ade bermakna: tidak mudah putus-asa.

2. Kalembo ade bermakna: tidak tergesa-gesa.

3. Kalembo ade bermakna : teliti dan tekun,

4. Kalembo ade bermakna jengkel atau marah.

5. Kalembo ade bermakna: merendahkan diri.

6. Kalembo ade bermakna: mohon maaf.

7. Kalembo ade bermakna: tegur-sapa.


b. Nggahi Rawi Pahu

Nggahi rahi pahu merupakan Falsafa daerah yang diciptakan oleh orang-orang Dompu dulu, yang

sampai sekarang Kata Nggahi Rawi pahu dibumikan oleh Masyarakat dan pemerintah Kabupaten

Dompu sebagai ciri khas Daerah yang memiliki makna yang sangat dalam bila kita mengkajinya.

Arti yang sebenarnya dari kata Nggahi Rawi pahu adalah pertama, (Nggahi). Nggahi yang artinya

bilang/mengatakan sesuatu apa yang dipikirkan dan apa yang dilihat yang keluar dari mulut

seseorang. Kedua, Rawi; kata Rawi yang artinya “perbuatan/sikap” seseorang yang hasil dari apa

yang mereka katakana terus yang dapat diaplikasikan langsung melalui sikap atau perbuatan

seseorang. Dan yang ketiga, Pahu; kata pahu yang maknanya “bentuk/wujud” atau bukti nyata

dari apa yang dikatakan/bicarakan dan langsung dilakukan dengan sikap/perbuatan,sehingga tidak

sia-sia apa yang mereka katakana dihadapan orang lain.

c. Maja Labo Dahu

Mbojo memiliki semboyan yang dikenal dengan sebutan “Maja Labo Dahu”. Setiap aturan yang

berdasarkan budaya ataupun hasil karya manusia adalah tidak akan pernah lepas dari aturan tuhan,

mulai dari undang-undang Negara sampai pada tataran kebudayaan seperti yang dimilki oleh Bima

itu sendiri. Kata Maja berarti Malu, Labo berarti dan serta Dahu berarti Takut. Jika kita meninjau

kata di atas secara semantik atau maknawi, Maja (malu) bermaknakan bahwa orang ataupun

masyarakat Bima akan malu ketika melakukan sesuatu diluar daripada koridor tuhan, apakah itu

kejahatan, perbuatan dosa dan lain sebagainya baik yang berhubungan dengan manusia ataupun

terhadap tuhannya. Dahu (takut), hampir memilki proses interpretasi yang sama dengan kata Malu

tersebut. Sama-sama takut ketika melakukan sesuatu kejahatan ataupun keburukan. Sebagai

tambahan bahwa, orang Bima akan malu dan takut pulang ke kampung halaman mereka ketika

mereka belum berhasil di tanah rantauan.

d. Santabe
Kata Santabe yang artinya “permisi”. Setiap orang yang mau lewat dihadapan orang-orang duduk

dan ngumpul maka kata Santabelah yang harus kita sapa sebabagai bentuk tradisi budaya yang

saling menghargai orang lain.Bahasa yang digunakan suku Dompu adalah bahasa Dompu, atau

biasa disebut juga sebagai bahasa Nggahi Mbojo

C. UPACARA, ADAT, TRADISI, dan MAKANAN KHAS SUKU MBOJO - DOMPU

Secara umum kebudayaan keluarga suku Mbojo yang tinggal di mataram tetap dipertahankan

seperti Wa,a co’i, kapanca, nuzu bulan, akikah, khitan, compo sampari, compo baju, sunatan, do’a

rasu, silaturrahmi dan mbolo weki.

MAKANAN

Makanan yang dihidangkan dalam acara sunatan dan resepsi pernikahan dikombinasi antara

makan khas lombok dan khas bima seperti gule daging, sate, acar, palumara (singang), urap, dan

saronco hi’i. Sedangkan budaya seperti doa rasu, silaturahmi dan nuzul bulan tetap

mempertahankan makanan khas bima.

a. Upacara Adat dan Tradisi

Suku Mbojo – Dompu berbagai macam upacara adat dan tradisi yang dilakukan pada saat hari –

hari tertentu, antara lain :

1. Wa’a coi

Wa’a coi maksudnya adalah upacara menghantar mahar atau mas kawin, dari keluarga pria kepada

keluarga sang gadis. Dengan adanya uacara ini, berarti beberapa hari lagi kedua remaja tadi akan

segera dinikahkan. Banyaknya barang dan besarnya nilai mahar, tergantung hasil mufakat antara

kedua orang tua remaja tersebut. Pada umumnya mahar berupa rumah, perabotan rumah tangga,

perlengkapan tidur dan sebagainya. Tapi semuanya itu harus dijelaskan berapa nilai nominalnya.

Upacara mengantar mahar ini biasanya dihadiri dan disaksikan oleh seluruh anggota masyarakat di
sekitarnya. Digelar pula arak-arakan yang meriah dari rumah orang tua sang pria menuju rumah

orang tua perempuan. Semua perlengkapan mahar dan kebutuhan lain untuk upacara pernikahan

seperti beras, kayu api, hewan ternak, jajan dan sebagainya ikut dibawa.

2. Kapanca

Upacara Peta Kapanca adalah salah satu bagian dari prosesi perkawinan Adat Bima - Dompu.

Biasanya upacara ini dilaksanakan sehari sebelum dilaksanakan Akad Nikah dan Resepsi

perkawinan. Peta Kapanca adalah melumatkan Daun pacar (Inai) pada kuku calon pengantin

wanita yang dilakukan secara bergantian oleh ibu-ibu dan tamu undangan yang semuanya adalah

kaum wanita.

Makna dari upacara Kapanca ini merupakan peringatan bagi calon pengantin wanita bahwa dalam

waktu yang tidak lama lagi akan melakukan tugas dan fungsi sebagai ibu rumah tangga atau istri.

Disamping itu, Kapanca dimaksudkan untuk memberi contoh kepada para gadis lainnya agar

mengikuti jejak calon penganten wanita yang sedang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang

ratu yang akan mengakhiri masa lajangnya sehingga mereka dapat mengambil hikmah.

3. Nuzul Bulan

Nuzul Bulan adalah suatu acara yang dilaksanakan pada usia kehamilan 7 bulan yang bertujuan

untuk keselamatan dengan harapan bayi yang dikandung lahir sehat. Prosesi acara ini melibatkan

sesepuh yang telah lama tinggal di mataram. Makanan yang dihidangkan dalam acara ini adalah

pisang ambon, oha mina serta karaba, pangaha bunga, bolu dan mangonco (rujak). Rujak yang

dibuat oleh pihak acara diberikan kepada para undangan. Menurut kepercayaan masyarakat suku
Mbojo, jika rujak yang diberikan rasanya pedas maka anak yang dikandung adalah anak laki-laki.

Sedangka jika rujak yang diberikan rasanya manis maka anak yang dikandung adalah anak

perempuan.

4. Khitan

Upacara khitanan dalam adat Mbojo disebut upacara suna ro ndoso (Suna = sunat. Ndoso =

memotong atau meratakan gigi secara simbolis sebelum sunat). Biasanya upacara suna ro ndoso

dilakukan ketika anak berumur lima sampai tujuh tahun. Bagi anak perempuan antara dua sampai

dengan empat tahun. Upacara khitan bagi anak laki-laki disebut suna. Sedangkan bagi puteri

disebut”sa ra so”. Sebelum di khitan terlebih dahulu akan di lakukan compo sampari dan compo

baju pada anak laki – laki dan perempuan. Dalam acara khitan serta compo sampari dan compo

baju terdapat makanan yang sering disajikan seperti : uta janga puru (ayam bakar), sia dungga, uta

mbeca ro,o parongge,oha mina, kalo.

5. Compo sampari

Upacara compo Sampari atau pemasangan keris( memakaikan keris) kepada anak laki – laki yang

akan di Suna Ro Ndoso. Dilakukan oleh seorang tokoh adat, diawali dengan pembacaan do’a

disusul dengan membaca shalawat Nabi. Upacara ini digelar sebagai peringatan bahwa sebagai

anak laki – laki harus memiliki kekuatan dan keberanian yang dilambangkan dengan sampari

(keris).

6. Compo baju

Upacara compo baju yaitu upacara pemasangan baju kepada anak perempuan yang akan di saraso

ro ndoso. Baju yang akan dipasang sebanyak 7 lembar baju poro(Baju pendek) yang dilakukan

secara bergilir oleh para tokoh adat dari kaum ibu. Makna compo baju adalah merupakan

peringatan bagi anak, kalau sudah di saraso berarti sudah dewasa. Sebab itu harus menutup aurat

dengan rapi. Tujuh lembar baju adalah tujuh simbol tahapan kehidupan yang dijalani manusia

yaitu masa dalam kandungan, masa bayi, masa kanak – kanak, masa dewasa, masa tua, alam

kubur dan alam baqa(akherat).


7. Doa rasu

Doa rasu adalah suatu kebiasaan berdoa pada hari jum’at yang dilaksanakan pada pagi hari,

dimana maksud acara ini sebagai ungkapan rasa syukur dan sebagai tola bala agar keluarga

tersebut terhindar dari bencana dan mala petaka. Biasanya anak-anak dikumpulkan setelah sholat

subuh atau sebelum matahari terbit dan diberikan makan berupa karedo (bubur) yang diletakan di

atas nare yang dialasi daun pisang. Tempat makan diadakan doa rasu tergantung pada tujuan yang

membuat acara seperti di depan pintu bertujuan untuk memurahkan rejeki.

8. Silaturahmi

Silaturrahmi adalah suatu kebiasaan suku Mbojo mengunjungi keluarga atau kerabat untuk

mempererat tali persaudaraan. Bagi masyarakat suku Mbojo – Dompu mengadakan silaturahmi

berupa acara arisan, dimana masyarakat suku Mbojo – Dompu menyempatkan diri berkumpul

ditengah kesibukan mereka masing-masing dan dengan arisan itu mereka saling mengenal

sehingga ikatan persaudaraan mereka lebih erat. Pada acara ini makanan yang dihidangkan adalah

makanan khas Mbojo – Dompu yang dibuat oleh tuan rumah.

9. Mbolo weki

Mbolo weki adalah upacara musyawarah dan mufakat seluruh keluarga maupun handai taulan

dalam masyarakat untuk merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan

hajatan/rencana perkawinan yang akan dilaksanakan. Dalam tradisi khitanan juga demikian. Halhal yang
dimufakatkan dalam acara mbolo weki meliputi penentuan hari baik, bulan baik untuk

melaksanakan hajatan tersebut serta pembagian tugas kepada keluarga dan handai taulan. Bila ada

hajatan pernikahan, masyarakat dengan sendirinya bergotong royong membantu keluarga

melaksanakan hajatan. Bantuan berupa uang, hewan ternak, padi/beras dan lainnya. Dalam acara

mbolo weki ini biasanya di sajikan beberapa macam jajanan seperti bolu, dadar, pisang, binka

dolu.

SISTEM KEPERCAYAAN
Sebagian masyarakat suku Dompu memeluk agama Islam dan sebagian kecil memeluk agama

Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Mereka sangat menghormati ulama. Para

ulama merupakan golongan masyarakat yang dianggap terhormat dan terpandang, selain itu ada

golongan masyarakat yang terdidik dan memiliki ekonomi yang baik juga dianggap sebagai orang

terhormat.

RUMAH ADAT

Rumah traisional/adat suku Mbojo – Dompu terdiri dari dua jenis yaitu:

1. Uma Jompa berfungsi sebagai lumbung padi. Sebenarnya Uma Jompa ini tidak hanya suku Dompu

yang memilikinya, masyarakat Bima juga memiliki Uma Jompa yang bahkan lebih banyak dari

yang ada di wilayah Dompu.

2. Uma Panggu, rumah yang terbuat dari kayu atau papan, yang berbentuk panggung. Uma panggu

dapat dibedakan atas jenis konstruksinya, yaitu Uma Ceko yang merupakan rumah asli Dompu

dan Uma Pa’a Sakolo yang dibawa masyarakat migran Bugis yang dibangun di daerah pesisir

KERAJINAN
Kerajinan yang terkenal dari daerah Dompu, adalah kain tenun Muna, yaitu kain songket Dompu.

Biasanya kain songket Dompu ini dikerjakan oleh pihak perempuan. Kain tenun ini terkenal karena

keindahan dan kehalusan kainnya.

BUDAYA PEKERJAAN KESEHARIAN

Keseharian warga dompu banyak yang bertani, dan berternak kuda. Selainan memelihara kuda

mereka juga beternak sapi dan berkebun, menanam padi dan juga menanam rumput laut bagi mereka

yang tinggal di pesisir.

PAKAIAN ADAT

–> Pakaian adat suku dompu bagi kaum wanita yaitu Rimpu tembe, yang terdiri dari:

1. Rimpu Colo adalah rimpu yang dikenakan oleh kaum wanita yang sudah menikah dimana

seluruh badannya di tutupi tembe nggoli yang kelihatan hanyalah wajah, telapak tangan, dan

telapak kaki.

2. Rimpu Mpida adalah rimpu yang digunakan oleh kaum wanita yang masih gadis atau remaja,

dimana seluruh badan di tutupi tembe nggoli yang kelihatan hanya mata, telapak tangan dan

telapak kaki.
–> Sedangkan pakaian adat untuk kaum laki-laki adalah

a. Katente tembe adalah model celana pendek dari kain, badan di selubungkan dengan weri ditambah

sambolo. Pakaian ini biasa di pakai ketika ke sawah, ke gunung dan kesehariannya.

b. seiring perkembangan mereka mulai memakai baju koko, tembe (sarung) dan celana panjang.

TARIAN ADAT

Jenis-jenis tarian adat dari dompu yaitu :

a. Tari Sampela Ma Rimpu, yang menceritakan gadis Dompu yang hendak pergi mandi ke suatu

telaga dengan rimpu kain yang berwarna warni,

b. Tari Mama Ra Isi, menceritakan gadis-gadis Dompu mempersiapkan mama ra isi menjelang

kedatangan tamu.

c. Tari Muna Ra Medi, yang mengisahkan cara menenun mulai dari proses pembersihan kapas

kemudian membuat benang dari kapas hingga menjadi selembar kain, mencerminkan gadis-gadis

Dompu yang senantiasa mempertahankan, mengembangakan, melestarikan dan mempromosikan

hasil tenun.

Anda mungkin juga menyukai