Anda di halaman 1dari 36

Tinjauan Yuridis Perubahan Nama Seseorang Pada Akta Kelahiran Dalam

Hukum Perdata

Proposal Penelitian

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Seminar Proposal


Pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

OLEH:

NUR FARADITA

H1 A1 18241

BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankandi hadapan

panitia Seminar proposal pada program studi ilmu hukum bagian Kekhususan

Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.

JUDUL PENELITIAN : Tinjauan Yuridis Perubahan Nama Seseorang


Pada Akta Kelahiran Dalam Hukum Perdata
NAMA : Nur Faradita
NOMOR STAMBUK : H1A1 18241
PROGRAM STUDI : Ilmu Hukum/Hukum Perdata

Kendari, 2022

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Zahrowati, S.H., M.H. Nur intan, S.H., M.H.


NIP. 197606152008122002 NIP. 198004072008122001

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN-------------------------------------------------------ii
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------iii
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah---------------------------------------------1
B. Rumusan Masalah----------------------------------------------------8
C. Tujuan penelitian------------------------------------------------------9
D. Manfaat penelitian----------------------------------------------------9
E. Keaslian Penelitian---------------------------------------------------9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA------------------------------------------------------13


A. Tinjauan Umum Tentang Perubahan Nama-----------------------13
1. Pengaturan Perubahan Nama------------------------------------13
2. Pengertian Perubahan Nama-------------------------------------14
3. Prosedur Dan Tata Cara Perubahan Nama--------------------15
B. Kewenangan Pengadilan---------------------------------------------18
1. Kewenangan Relatif----------------------------------------------18
2. Kewenangan Absolut---------------------------------------------21
C. Tinjauan Umum Tentang Penetapan Dan Keputusan------------22
1. Pengertian Penetapan Dan Keputusan-------------------------22
2. Perbedaan Penetapan Dan Keputusan--------------------------27

BAB IIIMETODE PENULISAN----------------------------------------------------31


A. Tipe Penelitian--------------------------------------------------------31
B. Pendekatan Penelitian-----------------------------------------------31
C. Sumber dan Bahan Hukum-----------------------------------------33
D. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum--------------------------33
E. Langkah-Langkah Penelitian Hukum-----------------------------34
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia lahir di dunia ini membawa hak dan kewajiban pada dirinya.

Dalam Pasal 1-3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

dinyatakan bahwa setiap manusia berstatus sebagai orang dalam hukum,

artinya bahwa setiap manusia mempunyai wewenang untuk mempunyai hak-

hak khususnya wewenang untuk mempunyai hak-hak keperdataan. Dalam

menentukan status seseorang terdapat peristiwa-peristiwa atau kejadian

yaitukelahiran, perkawinan, pengakuan anak, pengesahan anak, perceraian,

kematian dan pergantian nama. Peristiwa-peristiwa itu merupakan hal yang

amat penting sehingga diperlukan suatu bukti tertulis, sedang untuk memiliki

bukti dalam status kejadian di atas maka seseorang harus mendaftarkan

peristiwa atau kejadian itu pada lembaga catatan sipil, dengan demikian orang

itu akan memperoleh bukti tertulis yang berupa Akta Catatan Sipil1.

Nama merupakan hal yang penting, karena nama dijadikan bukti diri

seseorang sebagai subyek hukum. Sehingga dari nama itu sudah dapat

diketahui keturunan siapa orang yang bersangkutan. Dimanasuatu nama sangat

penting dalam urusan pembagian warisan serta soal-soal lain yang

berhubungan dengan kekeluargaan. Tentang nama diatur dalam pasal 5a s/d 12

Kitab Undang-Undang Hukum Perdatayang menentukan tentang nama-nama,

perubahan nama-nama, dan perubahan nama-nama depan, akan tetapi dengan

adanya UU No. 4 tahun 1961 yang mengatur tentangpergantian nama, maka

1
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan Kedua, Liberty,
Jogjakarta, 1999, hlm. 122
pasal-pasal BW tentang nama yang telah diatur dalam undang-undang ini tidak

berlaku lagi.

Catatan sipil merupakan lembaga yang berwenang mendaftarkan nama

seseorang yang diterbitkan dalam bentuk akta yakni akta kelahiran. Akta ini

sangat penting bagi diri seseorang artinya, akta ini menunjukkan identitas,

kedudukan hukum dan status seseorang yang sebenarnya. Selain itu akta

kelahiran dapat membuktikan bahwa orang yang bersangkutan telah mencapai

umur tertentu sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-undang untuk

melakukan perbuatan hukum tertentu misalnya perkawinan. Akta kelahiran

juga dapat dijadikan bukti bahwa dirinya adalah ahli waris yang sah dari

seorang pewaris2.

Banyak berbagai permintaan masyarakat terkait dengan keinginan untuk

penambahan atau pembetulan nama. Terkait dengan ketiadaan daftar, hilang,

dipalsukan, diubah, tersobek, dimusnahkan, digelapkan atau cacat dan lain

sebagainya seperti yang tertuang dalam Pasal 13 KUHPerdata. Berdasarkan

hal-hal itu maka nama yang bersangkutan masih dapat diperbaiki dengan

mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal

pemohon (Pasal 14 KUHPerdata) mengingat akta kelahiran yang bersifat

krusial.

Pencatatan perubahan nama/perbaikan akta kelahiran tertera dalam pasal

52 undang-undang republik indonesia nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan

atas undang-undang republik indonesia nomor 23 tahun 2006 tentang

2
R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cetakan Ke 17, Pradnya
Paramitha, Jakarta, 2005, hlm. 13.
administrasi kependudukan. Pasal 52 UU 23/2006 mengatur bahwa pencatatan

perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat

pemohon.

Selanjutnya, perubahan nama tersebut wajib dilaporkan oleh orang yang

berubah namanya tersebut kepada instansi pelaksana (Dinas Kependudukan

dan Catatan Sipil) yang menerbitkan akta pencatatan sipil paling lambat 30 hari

sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan negeri oleh penduduk. Pejabat

pencatatan sipil selanjutnya akan membuatkan catatan pinggir pada register

akta pencatatan sipil dan kutipan akta pencatatan sipil. Setiap penduduk yang

melampaui batas waktu pelaporan peristiwa penting (perubahan nama) maka

akan dikenakan sanksi administratif berupa denda paling banyak Rp. 1 Juta

pasal 90 ayat (1) huruf j dan ayat 2 undang-undang nomor 23 tahun 2006.

Pasal 53 peraturan presiden nomor 96 tahun 2018 tentang persyaratan dan

tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil (Perpres 96/2018)

mengatur bahwa pencatatan perubahan nama penduduk harus memenuhi

persyaratan salinan penetapan pengadilan negeri, kutipan akta pencatatan sipil,

kartu keluarga, kartu tanda penduduk dan dokumen perjalanan bagi orang asing

Untuk akta kelahiran pemohon, nantinya akan tetap sama dengan akta

kelahiran yang lama. Namun akan ditambahkan catatan pinggir oleh petugas

catatan sipil mengenai perubahan nama tersebut. Dengan akta kelahiran

tersebut, si pemohon kemudian dapat mengurus perubahan namanya surat-

surat, seperti KTP, Sertifikat tanah ,surat-surat sehubungan perbankan dan lain

sebagainya.
Penggantian nama memiliki banyak kerugian, baik dari sisi negatif

maupun dari sisi positif. seperti yang muncul dari adanya penggantian nama

dari sisi negatif antara lain yaitu identitas ganda. Identitas ganda dapat terjadi

apabila seseorang mengalami perbedaan nama dan tidak segera melakukan

pencatatan atau perubahan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Sebelum dilakukan pencatatn dan perubahan dokumen kependudukan

seseorang yang memiliki perbedaan nama pada identitas didri namanya

memiliki dua identitas, dari sini maka akan memunculkan persoalan-persoalan

yang mungkin terjadi.

Nama adalah suatu hal yang harus dicantumkan kedalam suatu surat

keterangan yang menunjukkan pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan hukum

baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata. Kesalahan penulisan nama

pada surat keterangan dalam peristiwa hukum akan berakibat fatal. Banyak

orang yang sampai hari ini menyepelekan penyebutan nama atau merubah

nama sendiri dengan berbagai alasan. Hal tersebut akan berakibat fatal di

dalam hukum apabila orang tersebut salah dalam menyebutkan nama asli yang

tercantum dalam identitasnya. Kita harus bersyukur dengan memiliki nama

yang ada atau tercantum pada identitas kita sejak lahir karena nama merupakan

doa dan sebuah karunia yang kita dapatkan dari orang tua kita, nama itu akan

digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu contoh kasus adanya perbedaan nama antara di Akta Kelahiran

dengan di identitas lainnya adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Kolaka

Utara tepatnya di Dusun II Desa Latawe Kecamatan Wawo di Akta kelahiran


tertulis M. Ardiansyah sedangkan Kartu Identitas Penduduk (KTP) M.

Adriansyah perbedaan nama tersebut berakibat pada terjadinya identitas ganda

pada orang tersebut permasalahan yang dialami oleh Adri dari perbedaan nama

di Akta Kelahiran dan di KTP adalah pada saat ingin melakukan pendaftaran

umroh bersama orang tuanya dia tidak bisa melakukan pembuatan visa, karena

adanya perbedaan antara di akta kelahiran dengan KTP ataupun identitas

lainnya.

Kemudian banyak kerugian perdata dari perbedaan nama seseorang

apabila tidak dilakukan penyesuaian dalam 1 identitas, Hal tersebut menjadi

penting untuk dikaji karena berakibat hukum ataupun dapat membuat kerugian

apabila perbedaan nama terjadi, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih

jauh mengenai Tinjauan Yuridis Perubahan Nama Seseorang Pada Akta

Kelahiran Dalam Hukum Perdata.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah apa akibat hukum dari adanya perubahan nama seseorang pada Akta

Kelahiran dalam Hukum Perdata?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian sebagaimana

tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini bermaksud memperoleh data serta

jawaban yang berkaitan dengan permasalahan peneliti. Maka tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui akibat hukum dari adanya perubahan nama

seseorang pada Akta Kelahiran dalam Hukum Perdata.


D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan memberikan manfaat antara lain :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangan

pemikiran ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam pengembangan

hukum perdata mengenai perubahan nama pada pengadilan negeri.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan

kontribusi dan solusi bagi tenaga kerja dalam melakukan setiap kegiatan

kerja, serta penelitian ini di harapkan juga dapat menjadi acuan bagi rekan-

rekan mahasiswa yang akan melakukan penelitian dalam bidang yang

sama.

E. Keaslian Penelitian

Penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perubahan Nama

Seseorang Pada Akta Kelahiran Dalam Hukum Perdata”, memiliki keaslian yang

dapat dipertanggungjawabkan, berbagai hasil penelitian yang membahas tentang

Tinjauan Yuridis Perubahan Nama Seseorang Pada Akta Kelahiran Dalam

Hukum Perdata yang dilakukan oleh para peneliti, dari hasil penelusuran yang

telah dilakukan ada beberapa skripsi sebagai pembanding dalam rangka

kesempunaan penulisan Skripsi ini, yaitu :

a. FATSYA GITA SUBAGIA, dalam skripsinya yang berjudul :

PERMOHONAN PENETAPAN GANTI NAMA AKTA KELAHIRAN

ANAK ANGKAT (Tinjauan Yuridis Penetapan Pengadilan Negeri Kebumen

Nomor 28/Pdt.P/2019/PN.Kbm). Pada penelitian ini Permasalahan dalam


putusan ini adalah terkait pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan

permohonan penetapan ganti nama akta kelahiran anak angkat terhadap

Penetapan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor 28/Pdt.P/2019/PN.Kbm.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,

spesifikasipenelitian preskriptif analitis, teknik pengumpulan data studi

kepustakaan dengan inventasrisasi, data yang terkumpul disajikan dalam

bentuk teks naratif dan normatif kualitatif. Permohonan penetapan ganti nama

akta kelahiran anak angkat dalam kasus ini dikabulkan oleh hakim.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Penetapan Ganti

Nama Akta kelahiran Anak Angkat (Tinjauan Yuridis Penetapan Pengadilan

Negeri Kebumen Nomor 28/Pdt.P/2019/PN.Kbm) dapat ditarik kesimpulan

bahwa Pengadilan Negeri Kebumen berwenang menetapkan permohonan

tersebut berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

Tentang Kekuasaan Kehakiman. Hakim dalam mengabulkan permohonan

ganti nama akta kelahiran anak angkatmendasarkan pada Pasal 52 ayat 1 dan

2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

Kependudukan.

b. JIMMY ANDREAS LOW, dalam skripsinya yang berjudul ANALISIS

YURIDIS PENGGANTIAN NAMA PADA AKTA KELAHIRAN DI

PENGADILAN NEGERI PATI. Pada penelitian tersebutmengenai

permohonan penggantian nama, bagaimana pelaksanaannya, serta

pertimbangan Hakim dalam menerima atau menolak suatu permohonan

penggantian nama dan akibat hukum tentang hak-hak keperdataan yang ada
pada diri Pemohon. Dalam menerima atau menolak suatu permohonan

penggantian nama Hakim akan membaca dasar permohonan, apakah

permohonan penggantian nama itu berdasar atau tidak serta tidak melawan

hukum, setelah itu Hakim akan menuangkannya kedalam pertimbangan

Hakim sebelum hakim menerima atau menolak suatu permohonan

penggantian nama. Permohonan Penggantian nama yang diterima didasarkan

pada bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon serta

mempunyai alasan yang jelas dan tidak melanggar hukum. Selain itu

permohonan penggantian nama yang ditolak karena alasan yang tidak jelas

dikhawatirkan adanya penyelundupan hukum, maksudnya adalah ketika

Pemohon telah berhasil mengganti namanya dia akan menghilangkan jejak

baik perkara perdata atau perkara pidana.Akibat hukum yang terjadi pada diri

Pemohon tentang hak-hak keperdataan harus segera diperbaiki, setelah terbit

Penetapan dari Pengadilan Negeri,Pemohon diberi waktu paling lambat 30

(tiga puluh) hari untuk mengurus perbaikan akta kelahiran di Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai dasar mengurusdokumen penting

lainnya, diantaranya, akta kelahiran, KTP, KK, buku tabungan,sertifikat

tanah, paspor, atau dokumen penting lainnya.

Berbeda dengan penelitian skripsi tersebut diatas pada penelitian yang

dilakukan Tinjauan Yuridis Perubahan Nama Seseorang Pada Akta Kelahiran

Dalam Hukum Perdata.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Nama

1. Pengertian Nama
Nama adalah kata untuk menyebut atau memanggil orang (tempat,

barang dan sebagainya) yang biasanya untuk membedakan satu dengan yang

lainnya. Nama dapat dipakai untuk mengenali sekelompok atau hanya sebuah

benda dalam konteks yang unik maupun yang diberikan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nama dapat juga diartikan

sebagai kata yang berfungsi sebagai sebutan yang menunjukkan orang atau

sebagai penanda identitas seseorang. Nama juga merupakan kata- kata yang

menjadi label setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di dunia.

Munculnya nama diakibatkan dari kehidupan manusia yang kompleks dan

beragam, serta alam sekitar manusia yang berjenis-jenis.

Hadirnya nama tentunya tidak hanya sekedar tersurat saja, namun juga

tersirat, seperti mengandung pengharapan, kenangan, keindahan, kebanggaan,

menunjukkan sebuah identitas, menerangkan tingkat sosial, menerangkan

kepercayaannya atau agama yang dipeluknya, jenis kelamin dan lain

sebagainya. Secara garis besar tujuan adanya nama adalah sebagai pembatas

atau pembeda benda satu dengan yang lainnya, sebagai penerang ciri atau sifat

yang membedakan benda satu dengan yang lainnya, agar lebih nyaman dalam

menyebutkannya.

2. Fungsi Nama

a. Sebagai identitas seseorang.

b. Untuk membedakan panggilan seseorang.

c. Untuk membedakan satu orang dengan yang lainnya.


Memahami sebuah nama perlu adanya pengetahuan tersendiri.

Terkadang nama ada yang tidak memiliki makna namun referensinya ada,

sehingga perlu adanya sebuah pengetahuan agar dapat memahami makna

sebuah nama. Ketidakpahaman memahami makna dapat terjadi salah persepsi

dalam memaknai sebuah nama dan akibatnya dapat mengurangi keindahan

dan kesopanan. Bahasa yang bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang

sejalan dengan meningkatnya berbagai persepsi manusia terhadap dunia

sekitar maupun dunia dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu, tidak hanya

nama benda atau peristiwa saja yang terjadi penggantian, namun juga nama

baru yang muncul seiring perkembangan makna yang disebabkan pengaruh

budaya seperti akibat dari peristiwa dunia dan kemajuan teknologi3.

B. Tinjauan Umum Akta Kelahiran

1. Pengertian Akta Kelahiran

Akta sangatlah penting artinya karena dalam peristiwa penting seperti

kelahiran, perkawinan, perceraian disebutkan membawa akibat hukum bagi

kehidupan yang bersangkutan dan juga terhadap orang lain atau pihak ketiga.

Dengan adanya akta membawa kejelasan dan kepastian sesuatu hal secara

mudah. Akta kelahiran adalah identitas diri anak yang wajib diberikan sejak

kelahirannya. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya,

“Rechtsgeleerd Handwoordenboek”, kata akta itu berasal dari bahasa Latin

“acta” yang berarti geschrift atau surat.4 Menurut R. Subekti dan

3
https://www.ilmubahasa.co.id/2015/02/pengertian-nama-dalam-ilmu-bahasa.html diakses
pada 14 Desember 2021
4
S. J. Fockema Andreae, Rechtsgeleerd Handwoorddenboek, diterjemahkan oleh Waktar
Siregar, Bij J. B. Wolters uigeversmaatschappij, N. V. Groningen, Jakarta, 1951, hlm. 9.
Tjitrosoedibio dalam bukunya Kamus Hukum, bahwa kata “acta” merupakan

bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa Latin dan berarti

perbuatan-perbuatan.5

A.. Pitlo, mengartikan akta itu sebagai surat-surat yang ditandatangani

dibuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk

keperluan siapa surat itu dibuat.6 Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo,

bahwa akta adalah surat yang diberikan tanda tangan, yang memuat peristiwa-

peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan, yang dibuat

sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Bertitik tolak dari definisi

tersebut di atas, jelaslah bahwa tidaklah semua surat dapat disebut akta,

melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi syarat-syarat

tertentu pula baru dapat disebut akta.7

Syarat-Syarat Surat Dapat Disebut Akta:

a.Surat itu harus ditandatangani oleh pemilik akta.

Keharusan ditandatanganinya suatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan

dalam Pasal 1869 KUHPerdata yang berbunyi; “suatu akta, yang karena tidak

berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termasuk di atas, atau karena suatu

cacat dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan sebagai akta autentik,

5
R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta,
1980, Hlm.. 9
6
A. Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, terjemahan M. Isa Arif, Penerbit PT, Intermasa,
Jakarta, 1978, hlm.. 52
7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta,
2002, hlm. 106
namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan, jika

ditandatangani oleh pihak.”

Dari bunyi Pasal tersebut di atas, jelas bahwa suatu surat untuk dapat

disebut akta harus ditandatangani oleh pemilik akta. Jika tidak

ditandatangani oleh yang membuatnya, maka surat itu adalah bukan akta.

Dengan demikian jelaslah bahwa tulisan-tulisan yang tidak ditandatangani

oleh pemilik akta maka akta tidak bisa digunakan untuk pembuktian. Tujuan

dari keharusan ditandatanganinya suatu surat untuk dapat disebut akta adalah

memberi ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta, sebab tanda tangan

dari setiap orang mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak mungkin sama

dengan tanda tangan orang lain.

b. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau

perikatan.

Sesuai dengan peruntukan suatu akta sebagai alat pembuktian demi

kepastian siapa surat itu, maka jelas bahwa surat itu harus berisikan sesuatu

keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan. Peristiwa hukum

yang disebut dalam surat itu dan yang dibutuhkan sebagai alat pembuktian

haruslah merupakan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dapat

menjadi dasar suatu hak atau perikatan, atau jika surat itu sama sekali tidak

memuat suatu peristiwa hukum yang dapat menjadi dasar dari suatu hak

atau perikatan, maka surat itu bukanlah akta, sebab tidaklah mungkin surat

itu dapat dipakai sebagai alat bukti.

c.Surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti.


Syarat ketiga agar suatu surat dapat disebut akta yang dapat diperuntukkan

sebagai alat bukti, sehingga surat yang dibuat untuk menjadi bukti dapat

dipastikan dan tidak menimbulkan keraguan. Surat yang ditulis oleh seorang

pedagang untuk menegaskan suatu persetujuan yang telah dibuat untuk

pembuktian juga termasuk akta.

Pembuatan akta kelahiran dilakukan dalam waktu 60 (enam puluh) hari

sejak persalinan. Dengan demikian setiap kelahiran harus dilaporkan dengan

cepat, sehingga mendukung upaya pencacatan kependudukan secara akurat,

sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013.

Pembatasan jangka waktu pelaporan ini akan menentukan jenis akta kelahiran

yang dikeluarkan dan prosedur pembuatannya. Misalnya untuk pencatatan

kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun dilaksanakan dengan

menambahkan dua saksi dan denda Rp.50.000,- sesuai batas waktu yang telah

ditentukan Dinas Kependudukan setempat.8

Untuk pendaftaran setelah 60 hari tetapi kurang dari satu tahun dia

hanya membayar biaya cetak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Hal ini diatur dalam Peraturan

Daerah kabupaten Pati Nomor 21 Tahun 2009 tentang Penggantian Atas

Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 1999 tentang Retribusi Penggantian Biaya

Cetak Kartu Tanda Penduduk Dan Akta Catatan Sipil. Terkait dengan

pelaporan kelahiran yang terlambat setelah 60 hari tidak perlu melakukan

penetapan di Pengadilan.

8
Rusli Said, Pengantar Ilmu Kependudukan, Penerbit LP3S, Jakarta, 2012, hlm. 25
Dasar hukum pelaksanaan Akta Kelahiran Dispensasi adalah pasal 32

Undang-Undang nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan

dengan turunannya Peraturan Presiden nomor 96 Tahun 2018 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Catatan Sipil dan

Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 2 Tahun 2016 atas penggantian

Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 14 Tahun 2009 tentang

Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

Adapun persyaratan untuk memperoleh akta kelahiran anak yang diatur

dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yaitu :

1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan

menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

2) Pencatatan kelahiran dalam Register Akta Kelahiran dan penerbitan

kutipan Akta Kelahiran terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak

diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada

laporan orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari

kepolisian.

3) Pencatataan kelahiran penduduk warga Negara Indonesia dilakukan

dengan memenuhi syarat berupa:

a) Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran;

b) Nama dan identitas saksi kelahiran;

c) KK orang tua;

d) KTP orang tua; dan

e) Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua.


4) Pencatatan peristiwa kelahiran dilakukaan dengan memperhatikan:

a) Tempat domisili ibunya bagi penduduk warga Negara Indonesia;

b) Di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk Warga Negara Indonesia

c) Tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing;

d) Di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing

e) Orang Asing pemegang Izin Kunjungan; dan

f) Anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang

tuanya.

5) Formulir Surat Keterangan Kelahiran ditandatangani oleh pemohon dan

diketahui oleh Kepala Desa/Lurah. Kepala Desa/Lurah berkewajiban

meneruskan Formulir Surat Keterangan Kelahiran kepada UPTD Instansi

Pelaksana untuk diterbitkan kutipan Akta Kelahiran. Pejabat Pencatatan

Sipil pada Instansi Pelaksana/UPTD Instansi Pelaksana mencatatn dalam

Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran dan

menyampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau kepada pemohon.

6) Pencatatan kelahiran penduduk warga Negara Indonesia dilakukan dengan

tata cara;

a) Penduduk warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan

Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari

dokter/bidan/penolong kelahiran dan menunjukkan KTP ibu atau

bapaknya kepada Instansi Pelaksana.

b) Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam

Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran;


7) Pencatatan Kelahiran anak yang tidak diketahui asal usulnya atau

keberadaan orang tuanya dilakukan dengan tata cara:

a) Pelaporan/pemohon mengisi formulir surat keterangan kelahiran dengan

menyertakan Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian.

b) Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam

Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

c) Pencatatan kelahiran anak, memberikan keadilan terhadap anak, sebab

memperoleh perlindungan hak menurut hukum dan pada prinsipnya

pencatatan kelahiran adalah hanya sebuah catatan administratif dianggap

penting karena data yang ada di dalam akta kelahiran dapat digunakan

sebagai bukti jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau

klaim asuransi dan pengurusan hal administratif lainnya seperti

tunjangan keluarga, paspor, KTP, SIM, pengurusan perkawinan,

perizinan, mengurus beasiswa dan lain-lain.

Aspek hukum pelaksanaan pencatatan dalam usaha perlindungan anak

memberikan suatu keadaan bahwa pencatatan tersebut akan memberikan

bukti kedudukan anak baik itu statusnya, waktu kelahirannya maupun juga

orang tuanya. Sehingga pelaksanaan pencatatan tersebut dituangkan dalam

suatu bentuk akta yaitu akta kelahiran dan tanpa akta kelahiran, seseorang

tidak “ada” secara hukum, dengan demikian tidak memiliki akses legal yang

memberikannya hak perlindungan sebagai bagian dari suatu bangsa.9

1. Jenis Akta Kelahiran

9
Ibid, hlm.. 105
Akta kelahiran dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, sebagaimana di

kemukakan sebagai berikut :10

a. Akta kelahiran umum

Akta kelahiran umum adalah akta kelahiran yang diterbitkan berdasarkan

laporan kelahiran yang disampaikan dalam waktu yang ditentukan oleh

perundang-undangan, yakni 60 hari sejak peristiwa kelahiran untuk semua

golongan, kecuali golongan Eropa selama 10 hari. Inti dari akta kelahiran

umum adalah disampaikan dalam 60 hari sejak kelahiran.

b. Akta kelahiran istimewa

Akta kelahiran istimewa adalah akta kelahiran yang diterbitkan

berdasarkan laporan kelahiran yang disampaikan setelah melewati batas

waktu pelaporan yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan. Batas waktu yang dilampau adalah melebih 60 hari.

c. Akta kelahiran luar biasa

Akta kelahiran luar biasa adalah akta kelahiran yang diterbitkan oleh

Kantor Catatan Sipil pada Zaman Revolusi antara 1 Mei 1940 sampai

dengan 31 Desember 1949 dan kelahiran tersebut tidak di wilayah hukum

Kantor Catatan Sipil setempat.

d. Akta kelahiran tambahan

Akta kelahiran tambahan merupakan akta kelahiran yang dikeluarkan

oleh pejabat yang berwenang terhadap orang yang lahir pada tanggal 1

Januari 1967 s. d. 31 Maret 1983, yang tunduk pada Stb. 1920 No. 751

jo. 1927 No. 564 dan Stb. 1933 No. 75 jo. 1936 No. 607.
10
Sudikno Mertokusumo, Op. Cit. hlm.. 42-43
Secara umum akta kelahiran adalah suatu akta yang dikeluarkan oleh

pejabat yang berwenang, yang berkaitan dengan adanya kelahiran dalam

rangka memperoleh atau mendapat kepastian hukum terhadap kedudukan

hukum seseorang, maka perlu adanya bukti-bukti otentik yang dapat

dipedomani untuk membuktikan tentang kedudukan hukum seseorang itu.

2. Fungsi Akta Kelahiran

Sebagai salah satu surat kependudukan, akta kelahiran yang dikeluarkan

oleh kantor catatan sipil mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut.11

a. Menunjukkan hubungan hukum antara anak dan orang tuanya secara

sah di depan hukum, karena di dalam akta disebutkan nama bapak dan

ibu dari si anak.

b. Merupakan bukti kewarganegaraan dan identitas diri awal anak yang

dilahirkan dan diakui oleh Negara. Dengan adanya akta kelahiran ini,

anak secara yuridis berhak mendapatkan perlindungan hak-hak

kewarganegaraannya, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan,

hak atas pemukiman, dan hak atas sistem perlindungan sosial dan juga

hak waris.

Fungsi akta kelahiran dapat memberikan legalitas tentang anak

tersebut. Baik formal maupun material ini sangat penting untuk mencegah

terjadinya pemalsuan identitas, kekerasan terhadap anak, perkawinan di

bawah umur, pekerja anak. Fungsi lainnya untuk kepastian umur untuk

Sekolah, Paspor, KTP, dan hak politik pada pemilu.


11
Henry S. Siswosoediro, Mengurus Surat-Surat Kependudukan (identitas Diri), Visi Media,
Jakarta, 2008, hlm. 15
Fungsi akta kelahiran untuk negara yaitu mengetahui data anak secara

akurat di seluruh Indonesia untuk kepentingan perencanaan dan guna

menyusun data statistik Negara yang dapat menggambarkan demografi,

kecenderungan dan karakteristik penduduk serta arah penggantian sosial

yang terjadi. Bagi mereka yang lewat 60 hari s/d 1 tahun masih dapat

membuat akta kelahiran asal disetujui oleh Kepala Kantor Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil dengan terlebih dahulu mengajukan

permohonan pembuatan akta kelahiran tertulis kepada Kepala Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil, setelah itu Kepala Dinas memberikan

keputusan persetujuan tertulis kepada bagian catatan sipil untuk

penerbitan akta kelahiran. Bila sudah lebih dari 1 tahun harus melalui

penetapan pengadilan, yang biayanya tidak sedikit.

3. Manfaat Akta Kelahiran

Akta kelahiran mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting

dalam proses pembangunan nasional karena dapat memberikan manfaat bagi

individu dan pemerintah. Adapun manfaat akta kelahiran adalah sabagai

berikut:

a. Bagi pribadi/individu:

a) Menentukan status hukum seseorang;

b) Merupakan alat bukti yang paling kuat di muka dan hadapan hakim;

dalam HIR pasal 164 surat merupakan bukti yang pertama yaitu surat.

c) Memberikan kepastian tentang peristiwa itu sendiri.

b. Bagi Pemerintah:
a) Meningkatkan tertib administrasi Negara;

b) Merupakan penunjang.

c) Data bagi perencanaan pembangunan;

d) Pengawasan dan pengendalian.

Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum, maka semua akta-akta

didaftar dan dikeluarkan oleh catatan sipil akan dapat mempunyai kekuatan

pasti dan tidak dapat dibantah oleh pihak ketiga, karena akta-akta yang

dibuat oleh Lembaga Catatan Sipil adalah mengikat terhadap mereka yang

berkepentingan. Sebagaimana diketahui bahwa suatu Negara yang merupakan

Negara hukum (rechstaats), maka akan menghendaki pula adanya masyarakat

yang teratur, tertib, aman, dan tenteram. Memberikan kepastian hukum yang

sah tentang kejadian atau peristiwa yang dicatatkan.

C. Tinjauan Umum Tentang Perubahan Nama

1. Pengaturan Perubahan Nama

Pasal 52 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan mengatur bahwa perubahan nama dilaksanakan berdasarkan

penetapan pengadilan negeri tempat pemohon. Selanjutnya, perubahan nama

tersebut wajib didaftarkan oleh orang yang berubah namanya tersebut

kepada Catatan Sipil yang menerbitkan akta Pencatatan Sipil paling lambat

30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan negeri

oleh Penduduk. Catatan Sipil selanjutnya akan membuatkan catatan pinggir

pada register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan Sipil.
Berdasarkan Pasal 93 Ayat (2) Peraturan Presiden No. 25 Tahun

2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan

Pencatatan Sipil, dokumen-dokumen yang wajib dilengkapi dalam hal

pencatatan perubahan nama adalah:

a. Salinan penetapan pengadilan negeri tentang perubahan nama;

b. Kutipan Akta Catatan Sipil;

c. Kutipan Akta Perkawinan bagi yang sudah kawin;

d. Fotokopi Kartu Keluarga;

e. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk.

Prosedurnya adalah:

Pemohon mengisi dan menyerahkan Formulir Pelaporan Perubahan

Nama dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagaimana disebutkan di

atas kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana12.

2. Pengertian Perubahan Nama

Ganti nama atau perubahan nama merupakan sebuah peristiwa

penting kependudukan sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum

alinea ke-3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan (“UU 23/2006”)sebagaimana diubah denganUndang-

Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU

24/2013”).
12
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl732/prosedur-ganti-nama, diakses Selasa,
18 Januari 2021, Pukul 22:00 Wita.
Ganti nama atau perubahan nama juga termasuk kedalam definisi

peristiwa penting yang diatur di Pasal 1 angka 17 UU 24/2013, yaitu:

Peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang

meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan

anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan

status kewarganegaraan.

Pasal 52 UU 23/2006 mengatur bahwa pencatatan perubahan nama

dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat pemohon.

Selanjutnya, perubahan nama tersebut wajib dilaporkan oleh orang yang

berubah namanya tersebut kepada Instansi Pelaksana (“Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil”) yang menerbitkan akta pencatatan sipil

paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan

pengadilan negeri oleh penduduk. Pejabat Pencatatan Sipil selanjutnya akan

membuatkan catatan pinggir pada register akta pencatatan sipil dan kutipan

akta pencatatan sipil.

Pencatatan ganti nama yang Anda maksud di dalam Pasal 53

Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata

Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”)

disebut sebagai pencatatan perubahan nama penduduk, bahwa pencatatan

perubahan nama penduduk harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) salinan penetapan pengadilan negeri;

2) kutipan akta pencatatan sipil;

3) kartu keluarga (“KK”);


4) Kartu Tanda Penduduk-elektronik (“KTP-el”); dan

5) dokumen perjalanan bagi orang asing.

Jadi, perubahan atau penggantian nama itu harus dengan penetapan

pengadilan untuk selanjutnya dilaporkan pada Instansi Pelaksana (“Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil”).

3. Prosedur Dan Tata Cara Perubahan Nama

Pencatatan penggantian nama dilaksanakan berdasarkan penetapan

pengadilan, hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 52 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2013 atas penggantian Undang-Undang 23 Tahun 2006

tentang Administrasi Kependudukan jo. Pasal 93 ayat (2) Peraturan

Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara

Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Perpres No. 25/2008 yang

menyatakan demikian: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2013: “Pencatatan penggantian nama dilaksanakan berdasarkan penetapan

Pengadilan Negeri tempat pemohon”.

Pasal 93 ayat (2) Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 : Pencatatan

penggantian nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

memenuhi syarat berupa:

a. Salinan penetapan pengadilan negeri tentang penggantian nama;

b. Kutipan Akta Catatan Sipil;

c. Kutipan Akta Perkawinan bagi yang sudah kawin;

d. Fotokopi KK; dan

e. Fotokopi KTP.
Berikut ini adalah langkah-langkah penggantian nama :

1) Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan membuat surat

permohonan penggantian nama kepada Pengadilan Negeri di tempat

pemohon Surat permohonan ini nantinya akan digunakan untuk

mengeluarkan suatu bentuk penetapan dari Pengadilan Negeri tempat

mengajukan permohonan.

2) Salinan penetapan tersebut nantinya menjadi salah satu syarat yang

wajib dilampirkan ketika melaporkan pencatatan penggantian nama di

Instansi Pelaksana yang menerbitkan Akta Pencatatan Sipil yaitu Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil.

3) Selanjutnya Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir pada

register akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan Sipil.

Surat permohonan yang diajukan sebaiknya dibuat secara tertulis,

Jika dirasa tidak percaya diri untuk menuliskan permohonan karena merasa

kurang pandai menulis, maka permohonan dapat diajukan secara lisan

kepada ketua pengadilan untuk dicatat maupun menyuruh untuk mencatat.

Hal ini diatur dalam Pasal 118 ayat (1) dan Pasal 120 Herziene Indonesisch

Reglement (HIR) yang menjelaskan : Pasal 118 ayat (1) HIR: “Tuntutan

sipil, yang mula-mula harus diadili oleh pengadilan negeri, dimasukkan

dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh orang yang menggugat.”

Pasal 120 HIR: “Jika orang menggugat tidak pandai menulis, maka

tuntutan boleh diadukan dengan lisan kepada ketua pengadilan negeri,


ketua itu mencatat tuntutan atau menyuruh mencatatnya.” Gugatan yang

lebih diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis.13

Adapun mengenai gugatan lisan pada Pasal 120 HIR, menjelaskan

bahwa pasal tersebut hanya untuk memudahkan bagi mereka yang buta

huruf. Disampaikan secara lisan agar untuk memudahkan mereka dan

untuk menghindarkan mereka menjadi korban orang yang tidak jujur,

dalam artian yang meminta ongkos besar untuk menerbitkan surat

permintaan dan mengurus perkaranya. Oleh karena itu, sebaiknya surat

gugatan / permohonan yang disampaikan sebaiknya dalam bentuk tertulis.

Ada baiknya, permohonan diketik secara rapi agar mudah terbaca dan

untuk mengantisipasi agar surat permohonan tersebut tidak ditolak oleh

hakim karena gugatan yang ada dalam surat tersebut tidak jelas terbaca.

13
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta 1998, hlm. 20.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif.

Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum doktriner atau

penelitian perpustakaan yang mengkaji dokumen seperti peraturan perundang-


undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para

sarjana. Penelitian tersebut mengacu pada penelitian hukum (legal research).

Karakteristik penelitian hukum yakni mencari kebenaran pragmatik yang mana

suatu kebenaran didasarkan pada kesesuain antara yang ditelaah dengan aturan

yang ditetapkan.14 Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, dan doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal tersebut sesuai dengan karakter

preskriptif dari ilmu hukum15.

B. Pendekatan Penelitian

Suatu penelitian menggunakan beberapa pendekatan sebagai satu

kesatuan yang utuh, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach),

pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual

approach)16. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan undang-undang dan

konsep antara lain;

1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) digunakan untuk

mencari dan menemukan kerangka hukum dalam menentukan suatu

perbuatan tentang pembatalan perkawinan akibat salah satu pihak

memalsukan identitasnya dalam Ketentuan Perdata yaitu: Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 Tentang Administrasi Kependudukan, dan Peraturan Presiden

14
Peter Mahmud Marzuki, 2013, Penelitian Hukum, EdisiRevisi, Cetakan ke-8, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, ,h.93
15
Ibid,
16
Ibid, h.35
Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan Dan Tata

Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil.

2. Pendekatan Kasus (Case Approach) adalah pendekatan kasus dilakukan

dengan cara menelaah kasus-kasus terkait dengan isu yang sedang

dihadapi dan telah menjadi putusan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap. Kasus ini dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di

negara lain.

3. Pendekatan konseptual (conceptual approach) adalah merupakan

pendekatan melalui pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang dalam pendektan konsep maladministrasi, wewenang,

perizinan, serta konsep tanggung jawab dan gugat. Selanjutnya, penenlitan

ini menguji khususnya dalam Konsep tersebut juga secara universal

menelaah pandangan-pandangan hukum dari berbagai negara17.

Dengan demikian, dari kedua pendekatan tersebut dapat membangun

suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. Untuk

sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder.

C. Sumber dan Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer antara lain; Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006

17
Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, h.137
Tentang Administrasi Kependudukan, dan Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan Dan

Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku hukum termasuk

tesis dan disertasi hukum, jurnal-jurnal hukum, kamus-kamus hukum

dan komentar-komentar atas putusan pengadilan serta hasil penelitian

sebelumnya yang terkait dengan permasalahan.

3. Bahan Non Hukum

Selain itu juga penelitian tersebut menggunakan sumber bahan

non-hukum seperti halnya wawancara. Hasil wawancara tersebut

harus dituangkan secara tertulis yang berguna untuk membantu dan

menjelaskan permasalahan-permasalahan yang ada.

6.1

D. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Penelitian dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu pengumpulan bahan

bahan hukum (legal materials) dan pengkajian dan atau analisis terhadap

bahan bahan hukum. Pengumpulan bahan hukum dilakukan lewat

inventarisasi hukum positif dan penelusuran kepustakaan (studi pustaka)

terkait dengan masalah yang diteliti.

Terhadap semua bahan hukum yang sudah bisa dikumpulkan

kemudian dilakukan pengorganisasian dan pengklasifikasian bahan hukum

sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian dan sistematika


penyusunan hasil penelitian. Setelah semua bahan hukum diorganisasi dan

diklasifikasi kemudian dilakukan analisis dan atau interpretasi, melalui cara

ini diharapkan permasalahan dalam penelitian ini bisa dikaji dan dipecahkan

jawabannya.

E. Langkah-Langkah Penelitian Hukum

Dalam melakukan penelitian hukum dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminasi hal-hal yang tidak

relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan.

2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekitarnya dan dipandang

mempunyai relevansi juga bahan-bahan hukum dan non hukum.

3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-

bahan yang telah dikumpulkan.18

4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang telah dibangun

didalam kesimpulan.

Langkah-langkah ini sesuai dengan karakter ilmu hukum sebagai ilmu

yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif,

ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan

hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.19

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

18
Ibid, h.241.
19
Ibid, h. 251.
Andreae S. J. Fockema, Rechtsgeleerd Handwoorddenboek, diterjemahkan oleh
Waktar Siregar, Bij J. B. Wolters uigeversmaatschappij, N. V. Groningen,
Jakarta, 1951.
Dja’is Mochammad, Membaca dan Mengerti HIR, Universitas Diponegoro,
Semarang, 2010.
Harahap Yahya, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta 1998
Henry S. Siswosoediro, Mengurus Surat-Surat Kependudukan (identitas Diri),
Visi Media, Jakarta, 2008

Marzuki. Peter. Mahmud. 2013. Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan ke-8.
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, 2002.
M. Yahya Harahap, 2008. Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian Dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan
Pertama

Pitlo A., Pembuktian dan Daluarsa, terjemahan M. Isa Arif, Penerbit PT,
Intermasa, Jakarta, 1978
R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cetakan Ke 17, Pradnya
Paramitha, Jakarta, 2005
Rusli Said, Pengantar Ilmu Kependudukan, Penerbit LP3S, Jakarta, 2012
R. Soeparmono, 2005. Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Bandung :
Mandar Maju

Said Rusli, Pengantar Ilmu Kependudukan, Penerbit LP3S, Jakarta, 2012, hlm. 25
Siswosoediro Henry S., Mengurus Surat-Surat Kependudukan (identitas Diri),
Visi Media, Jakarta, 2008
Subekti R. dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Penerbit Pradnya Paramita,
Jakarta, 1980,
Sudikno Mertokusumo, 1998. Hukum Acara Perdata, Yogjakarta: Liberty

Yahya Harahap, 1998. Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta


B. Peraturan Perundang-undangan
UUD NRI Tahun 1945
burgerlijk wetboek voor indonesie ( Kitab undang-undang hukum perdata)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2018 Tentang
Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil.

C. Sumber Lainnya
https://www.ilmubahasa.co.id/2015/02/pengertian-nama-dalam-ilmu-bahasa.html
diakses pada 14 Desember 2021
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl732/prosedur-ganti-nama, diakses
Selasa, 18 Januari 2021, Pukul 22:00 Wita.

Darius Lekalawo, “Apa Perbedaan Putusan dan Penetapan”, (Online), 4 Mei


2015, (Dariuslekalawo.blogspot.co.id, diakses tanggal 19 Januari 2022).

H. Habiburrahman, “Teknik Pembuatan Putusan”, Makalah dalam Rangka


Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah bagi Hakim Peradilan Agama yang
Diselenggarakan oleh Komisi Yudisial RI, Di Savoy Homann Bidakara Hotel,
Bandung, Hari Jumat Tanggal 15 Februari 2013

Randang S. Ivan. 2016. “Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Identitas Domisili


Dalam Enentukan Kompetensi Relatif Pengadilan” lex Privatum, Vol. IV/No.
1/Jan/2016.

Anda mungkin juga menyukai