Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

PEMASARAN BISNIS PENDIDIKAN

“Tolak Ukur Pengalaman dan Perilaku Tenaga Kependidikan Dalam

Membangun Customer Relationship Melalui Kepuasan,

Value (Nilai) Dan Kualitas”

Dosen Pengampu : SITI ANTIN MARIANTIN, M.E

Disusun oleh

TAUFIK HIDAYAH SAPUTRA


1238.20.0998

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

STIT AL KIFAYAH RIAU

Angkatan 2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT. yang

telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta innayah-Nya. Shalawat dan

salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW. Dengan

memahami isi-isinya diharapkan bagi semua pembaca makalah ini dapat

memahami pembahasan dan penjelasan mengenai “Tolak Ukur Pengalaman dan

Perilaku Tenaga Kependidikan Dalam Membangun Customer Relationship

Melalui Kepuasan, Value (Nilai) Dan Kualitas” yang dituangkan dalam

makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa membantu menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi kami khususnya dan bagi semua pihak yang

membacanya. Dan semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif

dalam proses belajar dan mengajar. Kami sadar, bahwa makalah ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mohon maaf bila ada informasi yang

salah dan kurang lengkap. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca mengenai makalah ini agar kedepannya kami dapat membuat makalah

yang lebih baik lagi.

PENYUSUN

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1

1.1........................................................................Latar Belakang Masalah 1

1.2..................................................................................Rumusan Masalah 3

1.3...................................................................................................Tujuan 3

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................4

2.1............................................................... Prilaku Tenaga Kependidikan 4

2.2......................Tolak Ukur Pengalaman Perilaku Tenaga Kependidikan 11

2.3........Membangun Customer Relationship melalui kepuasan, value

(nilai) dan kualitas..........................................................................14

2.4.....................................The Key Of Customer Relationship Marketing 27

BAB III PENUTUP .....................................................................................30

3.1...........................................................................................Kesimpulan 30

3.2.....................................................................................................Saran 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................31-32

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenaga kependidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam

penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan

mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan memberikan

pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Salah satu unsur tenaga kependidikan

adalah tenaga pendidik/ tenaga pengajar yang tugas utamanya adalah mengajar.

Tenaga pendidik yang dimaksud penulis adalah guru. Guru merupakan faktor

yang sangat penting dalam pendidikan, karena guru menjadi tokoh teladan bagi

siswa. Oleh sebab itu, guru harus memiliki perilaku dan kemampuan yang

memadai untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

Berdasarkan UU No.14 Tahun 2005 menyatakan “Bahwa guru adalah pendidik

yang profesional, profesi adalah pekerjaan profesi sebagai pendidik harus

memiliki keterampilan desain pembelajaran, selain dia harus memfasilitasi dirinya

dengan seperangkat pengalaman, keterampilan dan pengetahuan tentang keguruan

sesuai keilmuan yang ditekuninya.”

Tolak ukur tingkat kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari sisi

pendidikannya.Pendidikan mempunyai hubungan yang erat bagi kemajuan dan

kesejahteraan suatu bangsa. Karena dengan pendidikan yang baik akan

meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi lebih baik. Selain itu

1
dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi maka masyarakat akan

mendapatkan kelayakan dan kesejahteraan hidup. Masyarakat yang mempunyai

pendidikan yang tinggi dapat dengan mudah untuk mengatasi berbagai masalah

ataupun melakukan penemuan-penemuan baru yang dapat digunakan untuk

kepentingan orang banyak.

Guru harusmengetahuibahwa yang dianggap baik saat ini belum tentu

benar di masa yang akan datang. Oleh karena itu, guru dituntut selalu

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menunjang profesinya. Ia

harus peka terhadap perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan dan

pengajaran.

Customer relationship management (CRM) berfokus pada merawat

hubungan pelanggan. Membangun dan mengelola hubungan antara perusahaan

atau organisasi dan stakeholder. CRM membutuhkan penyusunan seluruh

perusahaan strategi bisnis, termasuk semua penjualan dan saluran komunikasi,

untuk pemeliharaan sistematis hubungan pelanggan. Fokusnya adalah berorientasi

pada produk, berorientasi layanan dan berorientasi pelanggan, dan nilai yang

tinggi dikaitkan dengan kegunaan pelanggan.Tujuan dari semua kegiatan CRM

adalah untuk memperoleh dan meningkatkan nilai pelanggan (yaitu, kepuasan

pelanggan dan loyalitas pelanggan) serta profitabilitas pelanggan selama seluruh

waktu hubungan pelanggan (customer lifetime value).

Customer relationship marketing merupakan salah satu strategi yang

digunakan oleh perusahaan dengan memanfaatkan sumber-sumber internal

(seperti teknologi, karyawan, dan proses) untuk menciptakan keunggulan

2
kompetitif dan meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan yang mengelola

informasi konsumen dengan baik dipercaya akan mendapatkan keunggulan

kompetitif yang dalam bentuk jangka panjang (Mohammed & Rashid, 2012; Bhat

& Darzi, 2015). Strategi yang diterapkan untuk mencapai hal tersebut ialah

dengan menciptakan hubungan yang stabil dan baik dengan konsumen. Dalam

hubungan yang baik, perusahaan akan mendapatkan loyalitas dari konsumen

(Mohammed & Rashid, 2012).

1.1. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

a) Bagaimana mengetahui prilaku tenaga kependidikan ?

b) Bagaimana mengetahui Tolak ukur pengalaman perilaku tenaga


kependidikan ?
c) Bagaimana Membangun Customer Relationship melalui kepuasan,
value (nilai) dan kualitas
1.2. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang dibuat, maka tujuan pembuatan

makalah ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui prilaku tenaga kependidikan

b) Untuk mengetahui. tolak ukur pengalaman perilaku tenaga kependidikan


d) Untuk mengetahui Customer Relationship melalui kepuasan, value
(nilai) dan kualitas
c) Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pemasaran Bisnis
Pendidikan

3
4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1........................................................... Prilaku Tenaga Kependidikan

Perilaku kerja inovatif bagi guru dan tenaga kependidikan merupakan

perilaku guru dan tenaga kependidikan untuk menampilkan, mempromosikan dan

mengimplementasikan ide baru di dalam pekerjaan, kelompok dan sekolah (Yuan

& Woodman, 2010). Tentu saja perilaku kerja inovatif ini sangat penting agar

keberhasilan pekerjaan menjadi lebih optimal. Guru yang mampu berinovasi akan

mampu menciptakan hal baru dalam pembelajaran.

Inovasi dapat dilakukan dalam persiapan pembelajaran, kegiatan belajar

mengajar maupun pelaksanaan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui terdapat enam belas variabel yang mempengaruhi perilaku

kerja inovatif bagi guru dan tenaga kependidikan di Indonesia. Selain itu, terdapat

enam variabel intervening yang mempengaruhi perilaku kerja inovatif guru atau

tenaga kependidikan. Dari jumlah ini tentunya masih ada banyak variabel lain

yang bisa diteliti oleh peneliti selanjutnya dalam kaitan dengan perilaku kerja

inovatif guru dan tenaga kependidikan. Penjelasan dari masing-masing variabel

yang mempengaruhi perilaku kerja inovatif diuraikan dibawah ini.

Enam belas variabel yang mempengaruhi perilaku kerja inovatif dalam

lembaga pendidikan adalah kepemimpinan intrapreneurship, budaya sekolah

5
(Wibowo & Saptono, 2017). Quality Work Life (QWL), penggunaan teknologi

informasi dan komitmen organisasional (Elshifa et al., 2019). Ability/kemampuan

(Riani et al., 2017). Soft skill, hard skill, organisasi pembelajar (Hutagalung et al.,

2020) dan (Goestjahjanti, Purwanto, et al., 2020). Proaktif personality,

pemberdayaan psikologis (Helmy & Pratama, 2018). Creative self-efficacy

(Helmy & Pratama, 2018)dan (Sunardi et al., 2019). Motivasi (Monoyasa et al.,

2017)

Dan (Nasir et al., 2019). Kepemimpinan transformatif, knowledge sharing

(Suhana et al., 2019), dan iklim organisasi (Izzati, 2018).

Variabel yang diteliti oleh lebih dari seorang peneliti untuk melihat

pengaruhnya terhadap perilaku kerja inovatif adalah variabel soft skill, hard skill,

organisasi pembelajar, self-efficacy, dan motivasi. Lima variabel ini telah diteliti

oleh dua peneliti sejak tahun 2017. Sementara sebelas variabel lainnya baru

diteliti oleh seorang peneliti. Melihat data ini tentu saja masih banyak kesempatan

melakukan penelitian untuk mengkaji pengaruh suatu variabel terhadap kinerja

guru dengan memperhatikan novelty penelitian. Melihat data di atas,diketahui

bahwa untuk meningkatkan perilaku kerja inovatif dalam lembaga pendidikan

dapat dilakukan dengan peningkatan kepemimpinan intrapreneurship, budaya

sekolah, QWL, penggunaan teknologi informasi, komitmen organisasional,

ability, soft skill, hard skill, organisasi pembelajar, proaktif personality,

pemberdayaan psikologis, creative self-efficacy, motivasi, kepemimpinan

transformatif, knowledge sharing dan iklim organisasi. Hal ini dapat dicontohkan

6
bahwa ketika komunikasi diantara warga sekolah berjalan lancar, maka perilaku

kerja inovatif jugaakan semakin meningkat. Contoh lain adalah ketika budaya

positif seperti saling menghargai terjadi di sekolah, maka warga sekolah akan

lebih berinovasi dalam bekerja. Akan tetapi ada beberapa temuan yang menarik

karena terdapat perbedaan hasil penelitian.

Kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap perilaku

kerja inovatif (Suhana et al., 2019). Akan tetapi penelitian Manoyasa justeru

pengaruhnya tidak signifikan. Guru tidak bisa memiliki ide untuk berinovasi

apabila hanya dipengaruhi oleh kepemimpinan transformatif, guru butuh motivasi

untuk mendapatkan ide tersebut (Monoyasa et al., 2017). Variabel motivasi dalam

penelitian ini menjadi variabel intervening yang sempurna.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kepala sekolah perlu

menerapkan kepemimpinan transformatif dalam melaksanakan kepemimpinan.

Akansangat baik lagi apabila guru dan tenaga kependidikan memiliki motivasi

yang tinggi dalam bekerja. Iklim kerja berpengaruh signifikan terhadap perilaku

kerja inovatif menurut penelitian izzati, akan tetapi berpengaruh tidak signifikan

menurut Riani. Pekerjaan pada organisasi pelayanan (sekolah) terikat pada aturan

pemerintah (tupoksi) sehingga iklim sudah terbentuk sesuai dengan peraturan

tersebut. Iklim kerja organisasi bersifat pelayanan berbeda dengan perusahaan

yang bertujuan mencari laba (Riani et al., 2017). Walau demikian iklim kerja yang

kondusif sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan.

7
Dari temuan penelitian ini juga diketahui enam variabel memediasi

variabel lain mempengaruhi perilaku

kerja inovatif. Enam variabel intervening itu adalah komitmen organisasi, hard

skill, soft skill, self-efficacy, motivasi dan knowledge sharing. Hasil penelitian ini

maksudnya adalah enam variabel ini menjadi perantara pengaruh suatu variabel

mempengaruhi perilaku kerja inovatif. Contohnya penelitian Elshifa dkk yang

menyatakan bahwa komitmen organisasi memediasi pengaruh QWL terhadap

perilaku kerja inovatif. Maksudnya ketika seorang guru memiliki QWL yang

bagus

dan ditunjang oleh komitmen organisasi yang baik, maka perilaku kerja

inovatifnya akan semakin tinggi. Beberapa variabel yang memediasi variabel lain

mempengaruhi perilaku kerja inovatif adalah variabel komitmen organisasi

memediasi pengaruh variabel QWL dan penggunaan teknologi(Elshifa et al.,

2019).

Variabel hard skill dan soft skill memediasi pengaruh variabel organisasi

pembelajar(Goestjahjanti, Purwanto, et al., 2020). Selanjutnya, (Helmy &

Pratama, 2018)menemukan variabel self-efficacy memediasi pengaruh variabel

proactive personality dan pemberdayaan psikologis. Seterusnya (Monoyasa et al.,

2017) menemukan variabel motivasi memediasi pengaruh variabel kepemimpinan

transformasional dan (Suhana et al., 2019) menemukan variabel knowledge

sharing memediasi variabel kepemimpinan transformatif terhadap perilaku kerja

inovatif. Dari uraian di atas diketahui faktor yang mempengaruhi perilaku

8
kerja inovatif bagi guru dan tenaga kependidikan adalah kepemimpinan

intrapreneurship, budaya sekolah, Quality Work Life (QWL), penggunaan

teknologi informasi, komitmen organisasional, ability/kemampuan, soft skill, hard

skill, organisasi pembelajar, proaktif personality, pemberdayaan psikologis,

creative self-efficacy, motivasi, kepemimpinan transformatif, knowledge sharing

dan iklim organisasi. Berdasarkan jumlah ini tentu masih banyak variabel lain

yang bisa diteliti untuk melihat faktor yang mempengaruhi perilaku kerja inovatif

guru dan tenaga kependidikan khususnya di Indonesia. Variabel yang Dipengaruhi

Perilaku Kerja Inovatif . Berdasarkan hasil penelitian diketahui dua variabel

dipengaruhi oleh perilaku kerja inovatif dalam lembaga pendidikan. Dua variabel

itu adalah kinerja (Hutagalung et al., 2020); (Karim, 2019); (Nasir et al., 2019);

(Tibahary & Muliana, 2018) dan OCB (Riani et al., 2017). Secara umum terlihat

bahwa perikaku kerja inovatif berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja.

Akan tetapi hasil penelitian Manoyasa menyatakan bahwa perilaku kerja inovatif

berpengaruh negatif terhadap kinerja.

Pengaruh positif dan signifikan maksudnya adalah perilaku kerja inovatif

yang semakin tinggi akan meningkatkan kinerja. Penelitian Manoyasa justeru

sebaliknya, perilaku kerja inovatif justeru menurunkan kinerja. Hal ini disebabkan

dalam berinovasi guru membutuhkan tenaga, waktu dan uang. Guru yang

berinovasi dengan mengikuti seminar, waktu pelaksanaanya sering bersamaan

dengan jam mengajar, sehingga akan menurunkan kinerja mereka. Inovasi juga

membutuhkan perhatian khusus terhadap pelaksanaan inovasi tersebut. Perhatian

9
khusus ini menjadikan perhatian untuk pelaksanaan tugas utama menjadi

menurun, sehingga kinerja juga menurun (Monoyasa et al., 2017).

Meskipun demikian, penulis melihat guru dan tenaga kependidikan harus

selalu memiliki inovasi dalam bekerja terutama saat pandemi ini. Penelitian Riani

justeru menyatakan bahwa perilaku kerja inovatif tidak signifikan pengaruhnya

terhadap OCB. Hal ini disebabkan bahwa di sekolah atau organisasi publik

pekerjaannya sebatas tupoksi yang telah baku sehingga sulit melakukan inovasi.

Dengan melakukan pekerjaan yang bersifat rutin dan baku perilaku OCB tidak

ingin dilakukan. Guru yang melaksanakan OCB secara umum tidak memperoleh

tunjangan, maka perilaku ini tidak ditampilkan (Riani et al., 2017). Meski

demikian, penulis melihat bahwa perilaku kerja inovatif penting dimiliki oleh

guru dan tenaga kependidikan dalam bekerja. Selain menjadi variabel yang

berpengaruh langsung terhadap kinerja dan OCB, perilaku kerja inovatif juga

menjadi variabel intervening. Beberapa variabel yang dimediasi oleh perilaku

kerja inovatif terhadap kinerja adalah variabel soft skill, hard skill, organisasi

pembelajar (Hutagalung et al., 2020) dan variabel motivasi (Nasir et al., 2019).

Temuan ini berarti bahwa untuk soft skill, hard skill, organisasi pembelajar dan

motivasi dapat meningkatkan kinerja ketika dimediasi oleh perilaku kerja inovatif.

Guru yang memiliki motivasi tinggi ditambah memiliki inovasi akan

meningkatkan kinerja mereka. Melihat hal ini tentu saja perilaku kerja inovatif

10
penting dimiliki oleh guru dan tenaga kependidikan. Inovasi Dalam Pembelajaran

Oleh Guru Selain melihat faktor yang mempengaruhi suatu variabel terhadap

variabel perilaku kerja inovatif, dan pengaruh perilaku kerja inovatif terhadap

suatu variabel, juga ditemukan artikel perilaku inovasi dalam pembelajaran.

Inovasi penting untuk mengembangkan potensi, kreatifitas dan membentuk

perilaku siswa (Asrul, 2020) dan (Tibahary & Muliana, 2018). Semakin guru

berinovasi dalam mengajar akan semakin meningkatkan prestasi siswa. Beberapa

inovasi yang dapat dilakukan guru adalah penerapan metode pembelajaran,

pemanfaatan sumber belajar dan disain pembelajaran (Asrul, 2020). Metode

pembelajaran sebaiknya digunakan guru secara bervariasi. Guru yang mampu

memvariasikan penerapan metode mengajar akan menjadikan siswa selalu

bersemangat belajar karena mereka menerima pelajaran dengan cara baru. Variasi

penerapan metode mengajar ditambah penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi akan lebih meningkatkan semangat siswa untuk belajar.

Selain penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi, guru dapat

berinovasi dengan memberikan contoh nyata kepada siswa. Inovasi guru dalam

membentuk kepribadian siswa dapat dilakukan dengan memberikan contoh nyata

(Noviani, 2020). Contoh nyata yang diberikan guru menjadikan siswa dapat

belajar langsung dari guru. Guru akan menjadi sosok yang mampu untuk di gugu

dan di tiru. Guru diharapkan tidak hanya mampu memberikan contoh tetapi

mampu menjadi contoh untuk diteladani. Guru yang memiliki inovasi akan

menerapkan metode dan strategi mengajar yang bervariasi. Beberapa model

pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi siswa adalah model CTL,

11
Kooperatif dan kuantum (Tibahary & Muliana, 2018). Selain itu, strategi PPR,

bermain peran, TGT dan ARCS serta simulasi dan penggunaan media cerita,

flash, komik dan media cincin juga meningkatkan kemampuan siswa

(Hidayatullah et al., 2017). Inovasi dalam penerapan metode mengajar bervariasi

tersebut telah terbukti dapat meningkatkan prestasi siswa.

Dilihat dari sudut seorang kepala sekolah, untuk menumbuhkan perilaku

inovatif guru dapat dilakukan dengan cara pendelegasian tugas-tugas (Pramitha,

2020). Kepala sekolah yang mampu mendelegasikan tugas dengan baik akan

menjadikan guru merasa bertanggungjawab. Tanggung jawab ini yang akan

menjadikan guru berinovasi agar pekerjaan yang dibebankan dapat berhasil. Guru

yang berpengalaman cenderung lebih mudah berinovasi (Rahman, 2018).

Berdasarkan sifatnya inovasi dapat terjadi dari atasan ke bawahan atau sebaliknya.

Inovasi yang bersifat bottom up (dari bawah ke atas) biasanya lebih langgeng

karena direncanakan dan dilaksanakan oleh tim pelaksana di tingkat bawah.

Inovasi dalam pendidikan harus melibatkan semua unsur agar berjalan dengan

baik (Srilaksmi & Indrayasa, 2020). Sementara inovasi yang bersifat top down

membutuhkan waktu agar guru sebagai pelaksana memahami maksud dan

petunjuk teknis pelaksanaan inovasi tersebut. Berdasarkan uraian di atas diketahui

bahwa inovasi dalam pembelajaran dapat dilakukan guru dalam penerapan metode

mengajar dan desain pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat diterapkan

diantaranya CTL, kooperatif dan kuantum. Memberikan contoh langsung kepada

siswa juga bagian dari inovasi dalam pembelajaran. Penggunaan berbagai media

12
pembelajaran juga merupakan bagian dari inovasi dalam kegiatan belajar

mengajar.

2.2. Tolak Ukur Pengalaman Perilaku Tenaga Kependidikan

Guru yang profesional adalah suatu tolak ukur untuk mengetahui

komptensi dan pengalaman perilaku pada tenaga kependidikan.

Berikut ini adalah beberapa tolak ukur pengalaman perilaku tenaga

kependidikan.

1. Seorang guru memiliki latar belakang pendidikan sekurang-sekurangnya

setingkat sarjana. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 disebutkan

bahwa untuk dapat memangku jabatan guru minimal memiliki kualifikasi

pendidikan D4/S1. Ketentuan ini telah mendorong guru untuk berusaha

meningkatkan kualiafikasi akademiknya. Dalam beberapa kasus terdapat

ketidakselarasan dan inkonsistensi program studi yang dipilih oleh

mereka. Misalnya, yang berpendidikan D3 Bimbingan konseling,

mengambil jurusan berbeda karena alasan pragmatis atau yang lain.

2. Seorang guru adalah seorang ahli. Sebagai seorang ahli, maka seorang

guru harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam (kemampuan

kognisi atau akademik tingkat tinggi) berkaitan dengan substansi mata

pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dia harus sanggup

mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan tentang

berbagai fenomena yang kaitan dengan mata pelajaran yang diampunya.

Misalnya, mampu berkomunikasi bahasa Inggris, mampu menjelaskan,

mendeskripsikan, memprediksikan dan mengendalikan tentang berbagai

13
fenomena yang berhubungan dengan Bahasa Inggris, walaupun dalam hal

ini mungkin tidak sehebat ahli bahasa.

3. Seorang guru dituntut untuk menunjukkan keterampilannya secara unggul

dalam bidang pendidikan dan pembelajaran (kemampuan pedagogik),

seperti: keterampilan menerapkan berbagai metode dan teknik

pembelajaran, teknik managemen kelas, keterampilan memanfaatkan

media dan sumber belajar, dan sebagainya. Keterampilan pedagogik inilah

yang justru akan membedakan guru dengan ahli lain dalam bidang bahasa

yang terkait. Untuk memperoleh keterampilan pedagogik , di perlukan

bakat tersendiri juga diperlukan latihan dan belajar secara sistematis dan

berkelanjutan.

4. Seorang guru diharapkan mampu menuliskan (literary skills) segala

sesuatu yang berhubungan bidang keilmuan dan bidang yang berkaitan

dengan pendidikan dan pembelajaran, misalnya kemampuan membuat

laporan penelitian, makalah, menulis buku dan kegiatan literasi lainnya.

5. Seorang guru dapat bekerja dengan kualitas tinggi. Pekerjaan sebagai

seorang guru termasuk dalam bidang jasa atau pelayanan (service).

Pelayanan yang berkualitas dari seorang guru ditunjukkan melalui

kepuasan dari para pengguna jasa guru yaitu siswa. Kepuasaan siswa

sebagai pihak yang dilayani guru terletak pada pencapaian prestasi belajar,

serta berkembangnya segenap potensi yang dimiliki oleh para siswa

dengan optimal melalui proses pembelajaran yang kondusif. Untuk bisa

14
memberikan kepuasan ini tentunya dibutuhkan kesungguhan, kerja keras

dan cerdas dari guru itu sendiri.

6. Seorang guru mampu berperilaku sesuai kode etik profesi serta dapat

bekerja dengan standar yang tinggi. Pemerintah sudah menggariskan

standar-standar yang berkaitan dengan tugas guru. Seorang guru tentunya

diharapkan mengejar standar yang lebih tinggi.

7. Seorang guru mampu membangun rasa kesejawatan dengan rekan

seprofesi untuk bersama-sama membangun profesi dan menegakkan kode

etik profesi.

2.3. Membangun Customer Relationship melalui kepuasan,


value (nilai) dan kualitas

Komponen-Komponen CRM CRM memiliki pendekatan kepada tiga

komponen yang penting dalam customer service, yaitu:

1) One-to-one marketing, prosesnya dipermudah oleh internet menggantikan

pemasaran massal tradisional serta meningkatkan efisiensi. One-to-one marketing

membutuhkan metode untuk membedakan pelanggan melalui segmentasi lifetime

value, berinteraksi dengan pelanggan, dan juga memberikan produk dan layanan

yang customized.

2) Enterprise relationship marketing, merupakan aspek tambahan untuk

memperluas perusahaan dengan mengikutsertakan pelanggan dan unit eksternal

lainnya.

3) Lifetime customer value (LTV), berusaha memaksimalkan total customer

equity dengan mengelola pelanggan sebagai aset. Terdapat beberapa penggerak

15
utama dari LTV yang sangat penting bagi organisasi, seperti jumlah transfer yang

dilakukan pelanggan yang dapat dilacak oleh perusahaan atau jangka waktu dari

customer relationship. 9 c. Tujuan CRM Secara umum dapat dikatakan bahwa

tujuan setiap strategi CRM adalah untuk mengembangkan hubungan yang

menguntungkan dengan pelanggan. Beberapa perusahaan melakukannya dengan

menghilangkan biaya hubungan tersebut, misalnya dengan mengalihkan

pelanggan ke layanan mandiri berbasis web. Perusahaan lainnya melakukannya

dengan meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari hubungan pelanggan,

contohnya dengan menjual produk dan jasa tambahan kepada pelanggan. Tujuan

inti CRM ditunjukkan oleh kepala anak panah pada ujung kanan rantai nilai CRM,

yaitu profitabilitas pelanggan.10 9 A. B. Susanto, Loc. Cit. hlm.,26-27. 10 Francis

Buttle, Op. Cit., hlm. 56. 13 d. Tahapan Rantai Nilai CRM Model ini

mengidentifikasi lima tahap penting dalam pengembangan dan penerapan strategi

CRM. Secara singkat, kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Analisis portofolio pelanggan Tahap ini melibatkan analisis terhadap basis

pelanggan secara aktual dan potensial untuk mengidentifikasi pelanggan

mana yang ingin dilayani di masa mendatang. Secara strategis, daftar

teratas akan menjadi pelanggan yang signifikan termasuk mereka yang

akan menghasilkan keuntungan (nilai) di masa mendatang.

2. Keintiman pelanggan Pada tahap ini dapat dikenali identitas, riwayat,

tuntutan, harapan, dan pilihan pelanggan.

3. Pengembangan jaringan Untuk mengidentifikasi, menjelaskan, dan

mengelola hubungan dengan anggota jaringan dengan perusahaan.Hal ini

16
termasuk organisasi-organisasi dan orang-orang yang berkontribusi pada

penciptaan dan penyampaian proposisi nilai untuk pelanggan

terpilih.Jaringan dapat mencakup anggota dari luar seperti supplier, mitra

dan pemilik/inverstor, dan juga pihak internal yang penting, yaitu pegawai.

4. Pengembangan proposisi nilai Tahap ini melibatkan pengidentifikasian

sumber-sumber nilai bagi pelanggandan penciptaan suatu proposisidan

pengalaman yang memenuhi kebutuhan, harapan, dan pilihan mereka.

5. Mengelola siklus hidup pelanggan Siklus hidup pelanggan adalah

perjalanan pelanggan dari status „suspek‟ menjadi „pendukung‟.

Pengelolaan siklus hidup membutuhkan perhatian pada proses dan

struktur.

 Proses,

Bagaimana perusahaan mulai mengerjakan proses-proses penting

dari penguasaan, perawatan, dan pengembangan 14 pelanggan, serta

bagaimana perusahaan akan mengukur kinerja dari strategi CRM-nya?

Struktur, bagaimana perusahaan akan mengorganisasi dirinya untuk

mengelola hubungan pelanggan? Faktor Pendukung CRM Bagian ini

berfokus pada empat kondisi yang mendukung pengembangan dan

penerapan strategi CRM. Kondisi-kondisi tersebut antara lain pimpinan

dan budaya, data dan teknologi informasi (TI), SDM, dan proses.

1) Pimpinan dan budaya Pimpinan sangat penting bagi keberhasilan

penerapan CRM karena beberapa alasan:

17
a) Pimpinan memutuskan apakah CRM difokuskan pada tujuan strategis,

operasional, atau analisis

b) Biaya implementasi CRM bisa sangat mahal

c) Pimpinan perlu memprioritaskan program CRM

d) Pimpinan memberikan pengawasan

e) Pimpinan meniadakan sekat-sekat bangunan fungsional Sedangkan

budaya organisasi adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang

membantu individu-individu dalam memahami fungsi organisasi

sehingga memberikan norma perilaku kepada mereka di dalam

organisasi. Pada dasarnya, budaya organisasi tersusun dari nilai-nilai

bersama yang diakui secara luas dan dipegang secara kuat.

2) Data dan teknologi informasi Kondisi utama kedua yang

mendukung penerapan CRM adalah data dan teknologi informasi.

Definisi untuk CRM menekankan pentingnya data pelanggan yang

berkualitas.Penguasaan, penyimpanan, peningkatan, perawatan,

pendistribusian, dan penggunaan informasi pelanggan merupakan

elemen yang sangat penting bagi strategi CRM.

a) SDM Banyak komentator meyakini bahwa SDM adalah elemen

yang paling penting pada kinerja strategi CRM.Mengapa

demikian? a) SDM mengembangkan strategi CRM

b) SDM memilih solusi TI

c) SDM menerapkan dan menggunakan solusi TI

18
d) SDM lintas fungsi saling berkoordinasi satu sama lain untuk

menjalankan CRM

e) SDM membuat dan menyimpan database pelanggan

f) SDM merancang proses pemasaran, penjualan dan pelayanan

g) SDM memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kepuasan

dan perawatan pelanggan ketika mereka berinteraksi dengan

pelanggan.

3) Proses Proses adalah cara dimana segala sesuatu dilakukan oleh

perusahaan. Dari perspektif CRM, proses perlu dirancang dan

dioperasikan sehingga mereka berkontribusi bagi penciptaan nilai

atau setidaknya tidak merusak nilai yang telah diciptakan bagi

pelanggan.Kondisi tersebut mengimplikasikan efisiensi (biaya

rendah) maupun efektivitas (penyampaian hasil yang

diinginkan).Arti Penting CRM CRM merupakan strategi yang baik

untuk tetap dapat menjalin hubungan dengan pelanggan yang

sudah ada sebelumnya, karena dapat menekan pengeluaran

berlebih dan tidak dibutuhkan, serta dapat menarik pelanggan yang

baru. Oleh sebab itu, usaha untuk memahami dan mengerti

kebutuhan-kebutuhan para pelanggan sangat dibutuhkan untuk

menjaga kepercayaan pelanggan dan meningkatkan nilai loyalitas

pelanggan terhadap perusahaan. Indikator CRM meliputi:

1. Continuity marketing

2. One-to-one marketing

19
3. Partnering program

Konsep Dasar Loyalitas Konsumen Loyalitas pelanggan

merupakan aset penting yang senantiasa dipertahankan oleh

perusahaan karena pelanggan yang loyal akan memberikan

keuntungan tersendiri bagi perusahaan karena biaya yang harus

dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan

baru lebih besar jika dibandingkan dengan biaya untuk

mempertahankan pelanggan lama, namun didalam proses untuk

mendapatkan pelanggan yang loyal dibutuhkan upaya antara

pelanggan dengan perusahaan. Loyalitas itu sendiri merupakan

hasil evaluasi dari kinerja perusahaan mengenai apakah pelanggan

merasa puas ataupun tidak merasa puas.

 Pengertian Loyalitas Konsumen

Oliver mendefinisikan loyalitas (loyalty) sebagai komitmen yang dipegang

secara mendalam untuk membeli atau mendukung kembali produk atau jasa yang

disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran berpotensi

menyebabkan pelanggan beralih. Loyalitas disamakan atau bahkan didefinisikan

sebagai persentase dari total pembelanjaan dalam suatu kategori produk atau

jasa.Loyalitas adalah bukti dari emosi yang mentransformasikan perilaku

pembelian berulang menjadi suatu hubungan. Jika pelanggan tidak merasakan

adanya kecintaan atau kedekatan pada penyedia jasa atau organisasi lain, maka

hubungan antara pelanggan dan perusahaan tidak memiliki karakteristik suatu

hubungan.

20
 Kategori Loyalitas Konsumen

Terdapat 4 kategori kemungkinan loyalitas konsumen, yaitu:

1. No Loyalty

No loyalty terjadi bila sikap dan perilaku pembelian ulang

konsumen sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada 2

kemungkinan penyebab: pertama, sikap yang lemah dapat terjadi apabila

suatu produk atau jasa baru diperkenalkan atau pemasarnya tidak mampu

mengkomunikasikan produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan

dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan

serupa. Konsekuensinya pemasar mungkin akan sungkan membentuk

sikap yang positif terhadap produk atau perusahaan, tetapi pemasar dapat

mencoba menciptakan spurious loyalty melalui pemilihan lokasi yang

strategis.

2. Spurious Loyalty Spurious loyalty ditandai dengan pengaruh non sikap

terhadap perilaku, misalnya norma subyektif dan faktor situasional. Situasi

ini dapat dikatakan inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagai

merek dan kategori produk dengan keterlibatan rendah sehingga

pembelian ulang dilakukan atas dasar pertimbangan situasional seperti

faktor diskon dan familiarity (dikarenakan penempatan produk yang

21
stratgeis pada rak pajangan, lokasi outlet di pusat pembelanjaan). Selain

itu dalam konteks produk industrial, pengaruh sosial (social influence)

juga dapat menimbulkan spurious loyalty, contohnya pemasok bisa

mendapatkan banyak pesanan ulang karena hubungan interpersonal yang

harmonis antara pemasok dan pelanggannya. Jika disertai kualitas produk

20Ibid.,hlm. 38 18 yang baik dan komunikasi pemasaran maka ikatan

sosial tersebut dapat memperkuat loyalitas konsumen.

3. Latent Loyalty Latent loyalty terjadi apabila terdapat sikap yang kuat

disertai pola pembelian ulang yang lemah. Hal ini disebabkan oleh

pengaruh faktor-faktor non sikap yang sama kuat atau bahkan cenderung

lebih kuat dari pada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang,

contohnya: bisa saja seseorang bersikap positif terhadap rumah makan

tertentu, namun tetap saja mencari variasi karena pertimbangan harga atau

preferensi terhadap berbagai variasi makanan.

4. Loyalty Loyalty adalah situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap

produk atau perusahaan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

Situasi loyalty inilah yang paling diharapkan oleh para pemasar.21 c.

Tahapan Loyalitas Proses seorang calon pelanggan menjadi pelanggan

yang loyal terhadap perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan.

Griffin membagi tahapan loyalitas pelanggan menjadi seperti berikut:

1. Terduga (suspect), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli

barang atau jasa perusahaan, tetapi sama sekali belum mengenal

perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan.

22
2. Prospek (prospect), merupakan orang-orang yang memiliki kebutuhan

akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk

membelinya. Meskipun belum melakukan pembelian, para prospek telah

mengetahui keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan

karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut

kepadanya.

3. Prospek terdiskualifikasi (disqualified prospects), yaitu prospek yang telah

mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai

kebutuhan akan barang atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai

kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.

4. Pelanggan mula-mula (first time customer), yaitu pelanggan yang membeli

untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi pelanggan yang baru.

5. Pelanggan berulang (repeat customer), yaitu pelanggan yang telah

membeli produk yang sama sebanyak dua kali atau lebih, atau membeli

dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda

pula.

6. Klien Klien membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan

dibutuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis

pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka

tidak terpengaruh oleh produk pesaing.

7. Pendukung (advocates) Seperti halnya klien, pendukung membeli barang

atau jasa yang ditawarkan dan yang dibutuhkan, serta melakukan

pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong teman-teman

23
mereka agar membeli barang atau jasa perusahaan atau merekomendasikan

perusahaan tersebut pada orang lain. Dengan begitu, secara tidak langsung

mereka telah melakukan pemasaran dan membawa pelanggan untuk

perusahaan.

8. Mitra, merupakan bentuk hubungan yang paling kuat antara pelanggan dan

perusahaan, dan berlangsung terus-menerus karena kedua pihak

melihatnya sebagai hubungan yang saling menguntungkan.

 Tolak Ukur Loyalitas

Ada dua cara utama untuk mendefinisikan dan mengukur kesetiaan, yaitu

berdasarkan perilaku dan sikap konsumen.

1. Perilaku konsumen yang loyal (behavioural loyalty) diukur berdasarkan

perilaku beli konsumen yang ditunjukkan dengan tingginya frekuensi

konsumen datang ke sebuah toko atau membeli suatu produk. Ada dua

dimensi yang harus dikaji dalam kaitannya dengan perilaku loyal ini.

Pertama, apakah konsumen masih aktif? Kedua, apakah konsumen masih

membelanjakan uang mereka untuk membeli produk atau jasa?

2. Sikap loyal (attitudinal loyalty) diukur dengan mengacu pada komponen-

komponen sikap, seperti keyakinan, perasaan, dan kehendak untuk

melakukan pembelian. Konsumen yang lebih menyukai salah satu

supplier, melibatkan diri dengan bisnis supplier itu serta berkomitmen

untuk berbelanja di sana dikategorikan sebagai konsumen yang bersikap

loyal.Untuk mengukur loyalitas diperlukan beberapa atribut, yaitu:

1. Mengatakan hal yang positif tetang perusahaan kepada orang lain

24
2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran

3. Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama ketika

melakukan pembelian jasa

4. Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan dalam

beberapa tahun mendatang Josee Bloemer (1998) mengemukaan enam

indikator yang bisa digunakan ntuk mengukur loyalitas konsumen, yaitu:

a) Mengatakan hal-hal positif kepada orang lain

b) Merekomendasikan kepada seseorang yang membutuhkan

informasi

c) Mendorong teman-teman dan kerabat untuk menikmato layanan

d) Mempertimbangkan sebagai pilihan pertama untuk membeli

 Konsep Dasar Kepuasan Konsumen

Kepuasan pelanggan secara keseluruhan merupakan suatu veriabel

gabungan yang terdiri dari sebuah kompilasi yang diperhitungkan atau sebuah

perkiraan dari berbagai faktor yang berbeda yang terlibat dalam hubungan antara

perusahaan dengan pelanggannya.

Secara spesifik bisa dikatakan bahwa beberapa elemen dari penawaran

pelanggan bisa diterima secara positif sementara beberapa lainnya diterima secra

negatif kerena tidak bisa memenuhi harapan-harapan pelanggan. Ketika pelanggan

mengalami kepuasan “total” mereka merasa bahwa mereka telah terlibat dalam

lebih dari transaksi bisnis biasa, mereka mungkin akan merasa bahwa mereka

telah diperlakukan berbeda dibandingkan perlakuan yang mereka terima dari

perusahaan lain. Walaupun perbedaan-perbedaan tersebut tidak kentara dan

25
mungkin tidak tampak jelas oleh orang lain, pelanggan yang bersangkutan bisa

merasakan perbedaannya.

Kepuasan pelangan yang terus-menerus mengarah pada pembinaan

hubungan yang baik. Sebagai hasil dari perasaan yang bagus dan benar-benar

terpuasakan, besar kemungkinan pelanggan akan melakukan pembelian-

pembelian yang lain dan memberikan keuntungan lebih kepada perusahaan,

sehingga akan tercipta hubungan yang lebih kuat dalam jangka panjang.

a. Pengertian Kepuasan Konsumen

Kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhannya.

Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk keistimewaan dari suatu brang atau

jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, memberikan tingkat kenyamanan yang terkait

dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah

harapan atau pemenuhan kebutuhan melebihi harapan pelanggan. menyatakan

bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang

dipilih sekurangkuranya sama atau melampaui harapan pelanggan sedangkan

ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan pelanggan

(dalam Wijaya, 2009).

b. Teknik Pengukuran Kepuasan Ada sejumlah metode untuk mengukur kepuasan

pelanggan, yaitu:

1. Survei berkala Survei berkala dapat melacak kepuasan pelanggan secara

langsung dan juga mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat

pembelian kembali dan kemungkinan atau kesediaan responden untuk

merekomendasikan suatu perusahaan dan merek kepada orang lain.

26
2. Mengamati tingkat kehilangan pelanggan dan menghubungi pelanggan

yang berhenti membeli atau beralih ke pemasok lain untuk mengetahui

alasannya.

3. Mempekerjakan pembelanja misterius untuk berperan sebagai pembeli

potensial dan melaporkan titik kuat dan lemah yang dialaminya dalam

membeli produk perusahaan maupun produk pesaing.28 c. Teori Kepuasan

(The Expectacy Disconfirmation Model) Teori yang menjelaskan

bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the

expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan

dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara

Pengaruh Nilai Pelanggan dan Kualitas Layanan terhadap Loyalitas

Pelanggan, Melalui Kepuasan Pelanggan pada harapan konsumen sebelum

pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk

yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk, maka ia

memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product

performance). Produk akan berfungsi sebagai berikut:

1. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, inilah yang disebut

sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi,

maka konsumen akan merasa puas.

2. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai

konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak

memberikan rasa puas, dan produk tersebut pun tidak mengecewakan

konsumen. Konsumen akan memiliki perasaan netral.

27
3. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, inilah yang disebut

sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang

berfungsi buruk, tidak sesuai dengan harapan konsumen akan

menyebabkan kekecewaan, sehingga konsumen merasa tidak puas.

Menurut Lovelock dan Wright (2007:107) ada empat indikator kepuasan

pelanggan adalah sebagai berikut:

1. Kepuasan terhadap kualitas

2. Kepuasan terhadap harga

3. Kepuasan terhadap layanan

4. Kepuasan keseluruhan pelanggannya.,

2.4. The Key Of Customer Relationship Marketing

( Kunci dari pemasaran hubungan pelanggan )

Relationship marketing digunakan sebagai strategi pemasaran yang

berupaya menjalin hubungan jangka panjang dengan para pelanggan.

Keberhasilan relationship marketing dengan mempertahankan hubungan yang

kokoh dan saling menguntungkan dapat membangun transaksi dan menciptakan

loyalitas pelanggan.

Komunikasi merupakan kunci dari hubungan antara pebisnis dengan

konsumen agar tujuan utama relationship marketing tercapai. Seperti

meningkatkan hubungan yang kuat antara pemasar dan pelanggan serta

menjadikan pelanggan yang acuh tak acuh menjadi lebih loyal. Salah satu yang

28
dapat dilakukan untuk menerapkan relationship marketing, yaitu dengan

menggunakan email marketing, seperti free email marketing DocoBlast. Dengan

email marketing dapat mengirim konten yang berguna untuk konsumen dan lebih

personalisasi tanpa mengganggu konsumen. Dan agar dapat mempererat

hubungan pebisnis dengan konsumen.

Untuk melakukan relationship marketing, kunci suksesnya adalah :

1. Kepercayaan

Kepercayaan secara umum dipandang sebagai unsur mendasar bagi

keberhasilan hubungan. Tanpa adanya kepercayaan suatu hubungan tidak akan

bertahan dalam jangka panjang. Kepercayaan penting karena menyediakan dasar

untuk kerjasama masa depan dan keyakinan salah satu pihak yang kebutuhannya

akan digenapi di masa depan dengan tindakan yang dilakukan oleh pihak lain.

Karena kegagalan terbesar dalam hubungan antara konsumen dan pemasar

adalah kurangnya kepercayaan. Contohnya, kepercayaan harus pebisnis jaga

terkait konten email marketing yang diberikan. Dengan mengatakan sejujurnya

mengenai kelebihan produk Anda.

2. Komunikasi

Komunikasi bisa berjalan efektif jika informasi yang benar dan tepat

dengan mudah tersampaikan kepada konsumen, sehingga konsumen bisa

mengambil keputusan memilih sesuai dengan kebutuhannya. Menghubungkan

komunikasi dengan konten email marketing salah satunya yaitu dengan pemilihan

kata atau kalimat dalam email marketing, misalkan dalam bentuk artikel atau

newsletter. Menggunakan kata-kata atau kalimat yang akan membuat konsumen

29
tertarik sehingga segera memutuskan untuk memilih produk yang ditawarkan.

Didalam komunikasi, informasi harus tersalurkan dengan baik kepada komunikan

(konsumen) agar efek dari informasi tersebut dapat dirasakan.

Kesimpulannya, relationship marketing dapat berjalan dengan baik jika

komunikasi antar pebisnis dengan konsumen berjalan efektif.

Sehingga konsumen menaruh rasa percaya terhadap produk yang ditawarkan dan

tak segan-segan untuk memilih produk yang ditawarkan.

30
31
BAB III

PENUTUP

3.1.......................................................................................... Kesimpulan

Perilaku kerja inovatif bagi guru dan tenaga kependidikan merupakan

perilaku guru dan tenaga kependidikan untuk menampilkan, mempromosikan dan

mengimplementasikan ide baru di dalam pekerjaan, kelompok dan sekolah (Yuan

& Woodman, 2010). Tentu saja perilaku kerja inovatif ini sangat penting agar

keberhasilan pekerjaan menjadi lebih optimal. Guru yang mampu berinovasi akan

mampu menciptakan hal baru dalam pembelajaran.

Guru yang profesional adalah suatu tolak ukur untuk mengetahui

komptensi dan pengalaman perilaku pada tenaga kependidikan.

3.2. Saran

Kepuasan pelanggan secara keseluruhan merupakan suatu veriabel

gabungan yang terdiri dari sebuah kompilasi yang diperhitungkan atau sebuah

perkiraan dari berbagai faktor yang berbeda yang terlibat dalam hubungan antara

perusahaan dengan pelanggannya.

Secara spesifik bisa dikatakan bahwa beberapa elemen dari penawaran

pelanggan bisa diterima secara positif sementara beberapa lainnya diterima secra

negatif kerena tidak bisa memenuhi harapan-harapan pelanggan. Ketika pelanggan

mengalami kepuasan “total” mereka merasa bahwa mereka telah terlibat dalam

lebih dari transaksi bisnis biasa, mereka mungkin akan merasa bahwa mereka

telah diperlakukan berbeda dibandingkan perlakuan yang mereka terima dari

perusahaan lain.

32
DAFTAR PUSTAKA

Rusdiana. (2015). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.Hamzah,


Nur. (2009).Pendidikdan Tenaga Kependidikan. Jurnal MEDTEK ,volume
1.Matin.(2013). Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan. Jakarta: PT
RajaGrafindoPersadaWukir. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam
Organisasi Sekolah.Yogyakarta: Multi Presindo. (2010).
Jurnal Ekonomi
13(2), 315–335. http://jurnal.stie-
mandala.ac.id/index.php/relasi/article/view/120
Nasir,
N., Halimatussakdiah, H., Suryani, I., Zuhra, S. E., Armia, S., & Mahdani, M.
(2019). How Intrinsic
Motivation and Innovative Work Behavior Affect Job Performance. Advances in
Social Science, Education
and Humanities Research
292(Agc), 606–612. https://doi.org/10.2991/agc-18.2019.91
Noviani, D. Z. (2020). Inovasi Kurikulum Terhadap Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Di Sekolah
Umum. Jurnal TAUJIH
13(01), 17–37.
Palevi, M. R., Saputri, P. A., & Vebrianto, R. (2020). Ruang kelas virtual:
pembelajaran dengan pemanfaatan
permainan online Hago. JPPI (Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia), 6(1), 7.
https://doi.org/10.29210/02019410
Pramitha, D. (2020). Kepemimpinan kyai di pondok pesantren modern:
Pengembangan organisasi, team
building, dan perilaku inovatif. Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan,
8(2), 147–154.
https://doi.org/10.21831/jamp.v8i2.33058
Rahman, K. (2018). Inovasi Pendidikan Keahlian Sekolah Menengah Kejuruan
Berbasis Pesantren di Kabupaten
Banyuwangi. 6(2), 225–252.
Rajagukguk, B. (2009). Paradigma Baru dalam Mendidik Anak. Jurnal
Tabularasa, 6(1), 77–86.
Riani, C., Siti Astuti, E., & Nayati Utami, H. (2017). Pengaruh Ability dan Iklim
Organisasi Terhadap
Perilaku Inovatif dan Organization Citizenship Behavior (Studi pada Tenaga
Pranata Laboratorium
Pendidikan (PLP) di Politeknik Negeri Malang). Profit, 11(02), 24–33.
https://doi.org/10.21776/ub.profit.2017.011.02.3
Sari, M., & Asmendri. (2020). Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam
Penelitian Pendidikan IPA.
Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang IPA Dan Pendidikan IPA, 6(1), 41–53.

33
https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/naturalscience/article/view/
1555/1159
Schermerhorn, J. R., Hunt, J. G., Osborn, R. N., & Uhl-Bien, M. (2010).
Organizational Behavior
(11th ed.).
Wiley: New Jersey.
Srilaksmi, N. K. T., & Indrayasa, K. B. (2020). Inovasi Pendidikan Dalam
Meningkatkan Strategi Mutu
Pendidikan. Pintu: Pusat Penjaminan Mutu, 1(1), 28–35.
Suhana, S., Udin, U., Suharnomo, S., & Mas’ud, F. (2019). Transformational
Leadership and Innovative
Behavior: The Mediating Role of Knowledge Sharing in Indonesian Private
University. International
Journal of Higher Education, 8(6), 15–25. https://doi.org/10.5430/ijhe.v8n6p15
Sunardi, S., Sunaryo, W., & Laihad, G. H. (2019). Peningkatan Keinovatifan
Melalui Pengembangan
Kepemimpinan Transformasional dan Efikasi Diri. Jurnal Manajemen
Pendidikan, 7(1), 740–747.
https://doi.org/10.13841/j.cnki.jxsj.2013.01.021
Tibahary, A. R., & Muliana. (2018). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Scolae:
Jourma; of Pedagogy, 1(1), 54–
http://eprints.ums.ac.id/29613/4/04._BAB_I.pdf
http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2013/04/Materi.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/11976/2/EM198741.pdf
http://eprints.stainkudus.ac.id/980/5/5.%20BAB%20II.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai