Anda di halaman 1dari 5

Sistem Pendidikan di Singapura

Dalam perkembangannya, Singapura secara konsisten dapat mencapai kualitas


unggul dalam bidang pendidikan. Selama lebih dari empat puluh tahun, Singapura
telah melewati beberapa tahapan perkembangan yaitu masa survival (1959-1978),
efisinesi (1979-1996), kemampuan (1997- 2011), dan studentcentric, values-driven
(2012) (Ministry of Education, Singapore, 2012a dalam Mok, 2008). Selama itu,
Singapura sangat memperhatikan keunikan geopolitik dan kurangnya sumber daya
alam yang dimiliki. Tahapn-tahapan tersebut juga merupakan respon dari
perkembangan zaman, dimana Singapura selalu berusaha untuk menyesuaikan visi
Negara dengan tuntutan zaman (Ng, 2017). Dalam mempersiapkan era baru,
pemerintah Singapura secara terbuka menyatakan pentingnya reformasi pendidikan
dalam rangka mempersiapakn warga negaranya untuk lebih kompetitif dan kompeten
di era global. Gagasan “Thinking schools, learning nation” (TSLN) yang pertama kali
diperkenalkan oleh Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong pada Juli 1997
menjadi tema sentral bagi arus utama reformasi pendidikan di Singapura. Konsep
“thinking schools” berhubungan dengan pendidikan sekolah untuk menanamkan
kemandirian dan keterampilan berpikir kritis siswa, sedangkan “learning nation”
bertujuan untuk menumbuhkan kebiasaan belajar berkelanjutan, sehingga sesuai
dengan tantangan perubahan di era globalisasi dan informasi (Mok, 2008). Strategi
utama perwujudan gagasan TSLN adalah 1.) Pengajaran secara eksplisit keterampilan
berpikir kritis dan kreatif; 2.) Pengurangan konten mata pelajaran; 3.) Revisi model
penilaian; dan 4.) Penekanan pada proses bukan pada outcome (Ministry of
Education, 1997).

Visi TSLN dianggap sebagai deskriptor komprehensif sistem pendidikan secara


keseluruhan untuk menghadapi tantangan abad 21. Singapura dianggap terlalu kecil
untuk memberikan pengaruh bagi penciptaan agenda global masa depan dunia, maka
kualitas sumber daya manusia menjadi sangat krusial untuk persiapan dalam
menghadapi tantangan masa depan. Secara umum, disatu sisi, gagasan TSLN
diperkenalkan sebagai upaya reformasi pendidikan dalam rangka merespon perubahan
yang muncul karena ekonomi global, serta untuk mempersiapkan Negara dan
warganya dalam perwujudan era ekonomi pengetahuan disisi yang lain (Mok, 2008).
Selanjutnya, sebagai kelanjutan dari TSLN, gagasan teach less, learn more (TLLM),
juga diajukan. Konsep TLLM berfokus pada pedagogi kelas yang mengupayakan agar
guru dapat melakukan refleksi tentang cara mengajar di kelas dan apa yang diajarkan
dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar siswa dalam lingkungan yang
mendukung budaya berbagi secara terbuka sekaligus menekankan pentingnya
mengurangi jumlah materi yang diberikan untuk memberikan ruang bagi aktivitas
refleksi. Guru diharapkan melakukan aktivitas refleksi secara mendalam terkait
dengan tugas dan pekerjaan mereka, sehingga dapat memunculkan ide-ide inovatif
proses pembelajaran.

Hak untuk melakukan proses pembelajaran ada pada guru dan sekolah dengan
tugas sekolah sebagai penyedia dukungan untuk meningkatkan pedagogi guru dalam
melibatkan siswa. Pada level sistem, Kementerian Pendidikan Singapura bersifat
sangat fleksibel dengan melepaskan kontrol dan memfasilitasi guru dan sekolah dalam
melakukan tugasnya. Tujuan utama reformasi ini adalah untuk menguatkan aktivitas
profesional guru dengan penguatan kepemimpinan, kurikulum pembelajaran dan
praktik pedagodi guru. Kebijakan TSLN dan TLLM diharapkan dapat menguatkan
pengembangan profesionalisme berbasis nilai dalam komunitas mengajar di sekolah,
yang didasari oleh identitas guru yang kuat, etos profesional bersama, dan proses
pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga diharapkan budaya kolaborasi dan
berbagi tanggung jawab antar sesama guru akan menguat, dimana para guru tersebut
dapat mengorganisasikan dan mengembangkan diri dalam komunitas yang
memelihara keunggulan budaya profesionalisme guru (Low, 2011).

Melalui visi TSLN dan TLLM, sekolah-sekolah di Singapura mempunyai tugas


untuk mentrasformasi diri menjadi sekolah unggul. Dengan konsep desentralisasi
pendidikan, sekolahsekolah tersebut diberikan otonomi yang lebih luas, sehingga
dapat lebih fleksibel dan responsive dalam memenuhi kebutuhan siswa. Pemerintah
juga mendorong diversifikasi sistem pendidikan untuk mewadahi perbedaan dan
keanekaragaman karakteristik siswa. Untuk itu, kepala sekolah didorong untuk
menjadi Chief Executif Organization (CEO) di sekolah yang bertugas memimpin
anggotanya, mengelola sistem sekolah dan menciptakan inovasi pendidikan (Tee Ng
& Chan, 2008) 74 - Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume
7, No. 1, Juni 2019

Untuk mendukung realisasi sekolah unggul sekaligus menjaga jaminan mutu,


mulai tahun 2000, model penilaian sekolah mengalami perubahan. Perangkingan
sekolah menengah berubah menjadi sistem pengelompokan yang lebih lunak. Namun,
yang lebih signifikan saat ini, semua level pendidikan di Singapura, termasuk pada
level sekolah dasar, menengah dan lanjutan, diminta untuk melakukan penilaian diri
dengan menggunakan konsep The School Excellence Model (SEM). The School
Excellence Model (SEM) adalah model penilaian diri sekolah yang diadaptasi dari
berbagai model mutu yang digunakan oleh organisasi bisnis, yaitu The European
Foundation of Quality Management (EFQM), The Singapore Quality Award (SQA)
dan The American Malcolm Baldrige National Quality Award model (MBNQA).
Berbagai usaha dilakukan untuk menyelaraskan SEM dengan SQA, sehingga sekolah
diharapkan dapat memposisikan diri sesuai dengan pedoman nasional format
organisasi unggul.

SEM bertujuan untuk menyediakan alat yang secara obyektif dapat


mengidentifikasi dan mnegukur kekuatan sekolah dan area yang dapat dikembangkan
lebih lanjut. SEM juga memungkinkan dilakukannya benchmarking kepada sekolah-
sekolah sejenis, menstimulasi aktivitas pengembangan yang dapat secara apositif
berpengaruh pada peningkatan mutu sekolah yang pada akhirnya berkontribusi pada
kualitas sIstem pendidikan secara umum. Core values SEM menekankan pada
pentingnya kepemimpian sekolah yang berkarakter dengan tujuan yang jelas,
penempatan kepentingan siswa sebagai prioritas utama, dan memposisikan guru
sebagai kunci utama terwujudnya kualitas pendidikan. SEM mengakui pentingnya
proses pembelajaran yang berfokus pada siswa dalam rangka mencapai hasil yang
unggul. SEM juga beranggapan bahwa hasil pembelajaran tidak hanya diukur dan
dilihat pada pencapaian akademik semata. Performa akademik sekolah memang
penting dan perlu dilanjutkan namun sekolah unggul harus tetap menyediakan
pendidikan yang holistic dan berkualitas (Tee Ng & Tan, 2010).
SEM pada dasarnya menggambarkan sebuah sekolah unggul dimana pemimpin
mengarahkan staf, merencanakan strategi dan mendistribusikan sumber daya dengan
sistematis dan diidentifikasi secara jelas yang ditujukan untuk proses pembelajaran
yang berfokus pada siswa dengan merancang target-target, memonitor dan mengelola
performanya. Enablers ini selanjutnya dapat menghasilkan kepuasan staf dan
stakeholder sekaligus memberikan pengaruh pada masyarakat, yang kesemuanya
berkontribusi pada pencapaian tujuan sekolah dan kualitas pendidikan (Tee Ng &
Chan, 2008). Ketiga gagasan reformasi pendidikan di Singapura tersebut mampu
Studi komparatif reformasi, sehingga Singapura menjadi salah satu negara dengan
perekonomian paling kokoh di Asia dengan kualitas sumber daya manusia yang siap
berkompetisi dalam mengahadapai tantangan era globalisasi.

Pendidikan Wajib di Singapura

Di Singapura, pendidikan wajib mencakup enam tahun sekolah dasar, empat


tahun sekolah menengah, dan satu hingga tiga tahun sekolah pasca sekolah menengah.
Prasekolah, yang disebut taman kanak-kanak, bersifat sukarela dan ditawarkan oleh
Kementerian Pendidikan dan penyedia swasta. Sistem instruksional dikendalikan
secara terpusat dengan kurikulum dan silabus yang dikembangkan dengan baik untuk
setiap kursus yang disesuaikan dengan ujian akhir kursus.

Pada akhir tahun keempat sekolah dasar, siswa mengikuti tes berbasis sekolah
yang menentukan level (band) apa yang akan dipelajari siswa untuk bahasa Inggris,
matematika, bahasa ibu, dan sains selama dua tahun ke depan.

Di akhir tahun keenam sekolah dasar, ketika siswa berusia sekitar 12 tahun, siswa
mengikuti Ujian Meninggalkan Sekolah Dasar (PSLE) dalam bahasa Inggris,
matematika, bahasa ibu, dan sains. Berdasarkan hasil ini, siswa diterima di salah satu
dari empat jalur di sekolah menengah.

Standar dan Kurikulum

Kementerian Pendidikan Singapura mengawasi pengembangan kurikulum


nasional, yang mencakup “Hasil Pendidikan yang Diinginkan”. Hasil yang diinginkan
adalah keunggulan siswa dalam keterampilan hidup, keterampilan pengetahuan, dan
pengetahuan disiplin mata pelajaran yang disusun menjadi delapan keterampilan inti
dan nilai: pengembangan karakter, keterampilan manajemen diri, keterampilan sosial
dan kooperatif, literasi dan numerasi, keterampilan komunikasi, keterampilan
informasi, keterampilan berpikir. dan kreativitas, dan keterampilan penerapan
pengetahuan.

Kurikulum sekolah dasar difokuskan untuk memastikan bahwa siswa memiliki


pemahaman yang baik tentang bahasa Inggris, bahasa ibu (pengajaran dalam bahasa
ibu tersedia untuk siswa yang berbahasa Cina, Melayu dan Tamil), dan matematika.

Ada juga beberapa elemen kurikulum tambahan, antara lain pendidikan


kewarganegaraan dan moral, pelayanan pastoral dan bimbingan karir, pendidikan
nasional, pendidikan jasmani dan pekerjaan proyek. Ilmu pengetahuan dan ilmu sosial
digabungkan dalam fase selanjutnya dari pendidikan dasar.

Meskipun siswa diurutkan ke dalam kelompok yang dimulai di sekolah


menengah, ada kurikulum nasional untuk siswa berusia 12-16 yang pada dasarnya
sama di seluruh kelompok, dengan siswa di jalur yang lebih sulit diharapkan untuk
tampil pada tingkat kompetensi yang lebih tinggi.

Mata pelajaran inti pada fase ini termasuk bahasa Inggris; bahasa bahasa ibu;
matematika; ilmu; literatur; sejarah; geografi; seni, kerajinan dan desain; dan
teknologi dan ekonomi rumah tangga.

Mahasiswa juga diwajibkan untuk melanjutkan pendidikan di beberapa mata


pelajaran non-ujian: pendidikan kewarganegaraan dan moral, pendidikan jasmani,
musik dan perakitan. Di sekolah menengah atas, siswa menghabiskan minimal
delapan jam seminggu untuk mata pelajaran tingkat “A” mereka (mata pelajaran ini
dipilih oleh setiap siswa) dan tambahan empat jam seminggu untuk kewarganegaraan
dan pendidikan moral, perakitan dan pendidikan jasmani.

Mahasiswa terikat universitas juga menyelesaikan pekerjaan proyek


interdisipliner yang dimaksudkan untuk mempromosikan pemecahan masalah
kolaboratif, literasi dan komunikasi, serta keterampilan berpikir kreatif.

Kementerian Pendidikan memiliki kendali besar atas bagaimana kurikulum


diimplementasikan. Karena mendorong peralihan dari pengajaran berdasarkan
ceramah guru dan hafalan siswa ke yang menekankan keterlibatan dan kreativitas
siswa, pejabat kementerian bertemu secara teratur dengan para pemimpin sekolah dan
mengembangkan serangkaian luas peluang pengembangan profesional bagi para guru
saat mereka meluncurkan sistem baru. Namun, dalam beberapa tahun terakhir,
kementerian telah berusaha untuk melonggarkan kendali mereka atas kurikulum,
mendorong sekolah untuk mempertimbangkan kurikulum sebagai kerangka kerja, dan
untuk menyesuaikan serta bekerja dalam kerangka tersebut untuk memenuhi
kebutuhan siswa mereka. Sekolah menengah juga didorong untuk mengembangkan
kursus tambahan untuk menghadirkan cita rasa yang berbeda di sekolah mereka;
siswa memilih sekolah menengah mereka, dan sering kali memilih sekolah yang
pendekatan uniknya sesuai dengan minat mereka.

Penilaian dan Kualifikasi

Guru melakukan penilaian berkelanjutan terhadap siswanya di semua tingkat


pendidikan. Sehari-hari, penilaian ini bersifat informal dan berdasarkan pada
pekerjaan siswa di dalam dan di luar kelas. Di akhir sekolah dasar (usia 12), semua
siswa mengikuti Ujian Meninggalkan Sekolah Dasar (PSLE).

Sekolah menempatkan siswa ke dalam tingkat ujian yang terpisah berdasarkan


mata pelajaran yang mereka ambil di kelas lima dan enam sekolah dasar. Nilai ujian
mereka membantu siswa menentukan kelompok mana yang akan mereka ikuti di
pendidikan menengah pertama, serta sekolah mana yang akan mereka ikuti.

Siswa dapat meminta agar nilai ujian mereka dikirim ke hingga enam sekolah
menengah pertama, yang memilih siswanya berdasarkan peringkat PSLE mereka.
Kementerian Pendidikan membantu menempatkan siswa yang tidak diterima ke
sekolah pilihan mereka. Pita tersebut dikategorikan sebagai khusus, ekspres, teknis
normal atau akademik normal.

Kementerian juga mengizinkan beberapa sekolah untuk mempraktikkan


Penerimaan Sekolah Langsung, menerima siswa berdasarkan prestasi lain sebelum
hasil PSLE dirilis, untuk memberikan keragaman yang lebih besar i „bakat dan minat
siswa.

Pendidikan menengah atas, yang dikenal di Singapura sebagai pendidikan pasca


sekolah menengah, dimulai pada usia 16 tahun setelah empat tahun sekolah menengah
pertama. Siswa diterima di sekolah menengah atas berdasarkan hasil ujian tingkat
Cambridge GCE “O” mereka, atau hasil tingkat “N” jika mereka berada dalam
kelompok “normal”. Siswa dengan hasil ujian yang dipersyaratkan dapat memilih di
antara tiga jenis sekolah: sekolah menengah pertama, institut terpusat, dan politeknik.
Dua jenis sekolah pertama menawarkan pendidikan pra-universitas; Perguruan tinggi
junior menyediakan program studi dua tahun yang mengarah ke Cambridge General
Certificate of Advanced Level (GCE “A” level), sementara institut terpusat
mengharuskan siswa untuk hadir selama tiga tahun sebelum mengambil ujian tingkat
GCE “A”. Politeknik menawarkan pelatihan kerja tiga tahun yang mengarah ke
diploma.

Siswa mengikuti ujian nasional di akhir sekolah dasar, menengah, dan pasca-
sekolah menengah. Ujian ini berfungsi sebagai pintu gerbang ke pendidikan
menengah pertama, menengah atas, dan tinggi. Ujian Meninggalkan Sekolah Dasar
(PSLE) menilai kesesuaian untuk sekolah menengah dan menyortir siswa ke dalam
program studi sekolah menengah yang sesuai. Tingkat GCE “O” dan “N” menentukan
jenis pendidikan pasca sekolah menengah yang dapat diikuti siswa, dan tingkat GCE
“A” menentukan jalur siswa dalam pendidikan tinggi.

dafpus
Jurnal Pembangunan dan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 7, No. 1,
Juni 2019 (70-79)

http://www.mcalumni.org/sistem-pendidikan-di-singapura/#:~:text=Sistem
%20Pendidikan%20di%20Singapura%20%E2%80%93%20Di,tahun%20sekolah
%20pasca%20sekolah%20menengah.&text=Berdasarkan%20hasil%20ini%2C
%20siswa%20diterima,empat%20jalur%20di%20sekolah%20menengah.

Anda mungkin juga menyukai