Anda di halaman 1dari 13

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG PERLU

DAN DAPAT DIDIDIK

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar Dasar Pendidikan
yang dibina oleh Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I.

Oleh

Anggota Kelompok 1 :

1. Hasna Hanifah Nuraini


2. Arina Sabila
3. Ginola

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

Maret 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan sebaik-baiknya makhluk yang diciptakan oleh
Allah SWT yang dibekali dengan berbagai potensi, seperti : potensi untuk
berbuat baik, potensi cipta, dan potensi karya. Pada dasarnya manusia
memiliki sifat yang terbuka, hal ini dapat djabarkan bahwa manusia itu
berada dalam perjalanan hidup seperti melewati perkembangan dan
mengembangkan diri. Hakikatnya manusia itu belum bisa atau belum
selesai mewujudkan dirinya sendiri.
Dalam perjalanan hidup, manusia juga mengemban tugas untuk
menjadi manusia yang ideal, dalam hal ini ideal diartikan sebagaimana
dapat menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME, bersikap
dewasa serta memenuhi hakikat dirinya sendiri sebagai manusia. Maka
dari itu dibutuhkan adanya upaya untuk mewujudkan hal tersebut.
Pendidikan dari segi bahasa adalah perbuatan mendidik (hal, cara
dan sebagainya) dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik atau
pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, dan batin
(Poerwadarminto, 1991:250). Para pakar biasanya menggunakan istilah
tarbiyah, dalam bahasa arab. Penggunaan kata tarbiyah untuk arti
pendidikan (education) merupakan pengertian yang sifatnya ijtihad
(interpretable) (Nata, 2012:21). Hal yang sama diungkapkan oleh Abdul
Mujib bahwa: Pendidikan dalam bahasa arab biasanya memakai istilah
tarbiyah, ta'lim, ta'dib, riyadhah, irsyad, dan tadris (Mujib, 2006:10).
Adapun pendidikan dari segi istilah antara lain adalah: Pendidikan
sebagai setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan
kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepatnya
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh
orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari dan
sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa (Hasbullah,
2001:2). Hal senada juga dikatakan bahwa: Pendidikan merupakan
rangkaian usaha membimbing mengarahkan potensi hidup manusia yang
beruopa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar,
sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai
makhluk individual dan sosial serta hubunganya dengan alam sekitar di
mana ia hidup (Arifin, 1993:54), Dalam hal ini Herman. H Home dalam
Arifin, mengatakan bahwa Pendidikan harus dipandang sebagai suatu
proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar,
dengan sesama manusia dan dengan tabiat tertinggi kosmos (Arifin,
1993:12). Kalau kita liat dari segi masa depan maka pendidikan juga
terdapat proses humanissai seperti yang dikatakan oleh Idris
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam upaya mendewasakan manusia
melalui pengajaran dan pelatihan. . Pendidikan bertujuan agar seseorang
menjadi manusia ideal atau manusia dewasa. Sosok manusia ideal
tersebut antara lain adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME, bermoral/berakhlak mulia, cerdas, berperasaan,
berkemauan, mampu berkarya, dst. Telah kita pahami melalui uraian di
muka bahwa manusia dibekali Tuhan dengan berbagai potensi, yaitu:
potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk
mampu berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa dan potensi karya.
Terdapat hubungan yang sesuai  (matching) antara berbagai potensi yang
dimiliki manusia untuk dapat menjadi manusia (dewasa) dengan
keharusan manusia untuk mencapai kedewasaan.
Maka dari itu tujuan pendidikan sangat sesuai dengan apa yang
diemban manusia dalam perjalanan hidupnya. Pendidikan juga bisa
diartikan sebagai tuntunan atau arahan."Pendidikan merupakan seni untuk
membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang diwarisi
atau dikembangkan dari masa lampau oleh generasi bangsa". Carter V.
God (dalam Nurhiba : 2020). Jadi dengan adanya pendidikan diharapkan
manusia mampu mewujudkan tugasnya yaitu menjadikan dirinya sebagai
manusia yang ideal dan dewasa.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :
1. Mengapa manusia sebagai makhluk perlu dididik?
2. Mungkinkah manusia itu dapat dididik?

1.3.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai
sebagai berikut :
1. Mengetahui bahwa manusia sebagai makhluk yang perlu dididik.
2. Mengetahui bahwa manusia sebagai makhluk yang dapat dididik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Manusia Sebagai Mahkluk Yang Perlu Dididik


Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dibekali dengan akal dan
pikiran. Manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki derajat
paling tinggi di antara ciptaannya yang lain. Hal yang paling penting dalam
membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia dilengkapi
dengan akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas
hidupnya di dunia.
Ada berbagai pandangan yang menginterpretasikan manusia sebagai
makhluk, baik makhluk social, individual, politik, berakal, berbicara, dan lain
lain. Dalam kajian ini erat kaitannya dengan permasalahan pendidikan yang
mengasumsi- kan bahwa manusia harus dididik. Sebagaimana dijelaskan oleh
Tatang Syaripudin (2008), dan MI.Soelaeman (1985) bahwa eksistensi manusia
terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah ke masa depan untuk mencapai
tujuan hidupnya. Dengan demikian, manusia berada dalam perjalanan hidup,
dalam perkembangan dan pengembangan diri. Ia adalah manusia tetapi sekaligus
“belum selesai” mewujudkan dirinya sebagai manusia (prinsip historisitas).
Bersamaan dengan hal di atas, dalam eksistensinya manusia mengemban tugas
untuk menjadi manusia ideal. Sosok manusia ideal merupakan gambaran manusia
yang dicita-citakan atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal tersebut
belum terwujudkan melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan (prinsip
idealitas).
Menurut Tatang Syaripudin (2008; 16-18) mengapa manusia harus
mendidik diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus menga-ada-kan/menjadikan
diri itu hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Sebaik dan sekuat apa pun upaya
yang diberikan pihak lain (pendidik) kepada seseorang (peserta didik) untuk
membantunya menjadi manusia, tetapi apabila seseorang tersebut tidak mau
mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak akan memberikan konstribusi
bagi kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi manusia. Lebih dari itu, jika
sejak kelahirannya perkembangan dan pengembangan kehidupan manusia
diserahkan kepada dirinya masing-masing tanpa dididik oleh orang lain dan tanpa
upaya mendidik diri dari pihak manusia yang bersangkutan, kemungkinannya ia
hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Tatang Syaripudin baik dalam Tesis
maupun dalam Landasan Pendidikan (1994, 208) bahwa “Manusia belum selesai
menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak
dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan
mendidik diri. “Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”,
demikian kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson,
1959). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang
memberikan identitas kepada manusia dengan sebutan Animal Educandum (M.J.
Langeveld, 1980)
Pendidikan adalah proses mengubah sikap dan perilaku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
pelatihan. Jadi dalam hal ini pendidikan adalah proses atau perbuatan mendidik.
Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian
secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa untuk mencapai kedewasaanya. Selanjutnya Abu Ahmadi dan Nur
Uhbiyati (1991) mengemukakan definisi pendidikan sebagai berikut :
1. Menurut Prof. Hoogeveld, mendidik adalah membantu anak supaya
anak itu kelak cakap menyelesikan tugas hidupnya atas tanggung
jawab sendiri.
2. Menurut Prof. S. Bojonegoro, mendidik berarti memberi tuntutan
kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan
perkembangan, sampai tercapainnya kedewasaan dalam arti rohani dan
jasmani.
            Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang
dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai
kedewasaannya. Setelah menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan
dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya
pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga.
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Menurut Hederson,
Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai
hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik,
berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir.
 Dalam GBHN Tahun 1973, dikemukakan pengertian pendidikan, bahwa
pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk
mengembangkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia, yang
dilaksanakan didalam maupun diluar sekolah, dan berlangsung seumur hidup.
Eksistensi manusia bersifat terbuka, artinya bahwa manusia adalah
makhluk yang belum selesai mengadakan dirinya sendiri. Dengan demikian,
manusia berada dalam perjalanan hidup, dalam perkembangan dan
mengembangkan diri. Ia adalah manusia tetapi sekaligus “belum selesai”
mewujudkan dirinya sendiri. Bersamaan dengan hal di atas, dalam eksistensinya
manusia mengemban tugas untuk menjadi manusia ideal, yaitu manusia dewasa.
Bersamaan dengan hal di atas, dalam eksistensinya manusia mengemban
tugas untuk menjadi manusia ideal, yaitu manusia dewasa. Sosok manusia ideal
atau manusia dewasa merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang
seharusnya. Sebab itu, sosok manusia ideal atau kedewasaan tersebut belum
terwujudkan, melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.
Pada hakekatnya manusia adalah animal educable (binatang yang dapat
didik), animal educandum (binatang yang harus di didik) dan educandus (mahluk
yang dapat mendidik). Dari hakekat ini jelas bahwa pendidikan merupakan
keharusan mutlak bagi manusia. Oleh karena manusia itu perlu dididik, maka
dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pada waktu kehidupan permulaan (bayi/anak-
anak), mula-mula yang paling berperan adalah dari segi fisik, kemudian secara
berangsur-angsur segi rohani berganti memegang peranan penting. Perkembangan
fisik individu ditentukan oleh maturation (kematangan) dan learning (belajar).
Seorang anak akan dapat berjalan jika memiliki tulang-tulang kaki dan
otot yang cukup kuat disertai dorongan untuk berjalan adalah faktor kematangan.
Tetapi, kematangan itu sendiri belum cukup untuk memiliki kemampuan untuk
berjalan, ia harus belajar terus dibantu oleh orang lain. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang membutuhkan penyempurnaan
sebagai manusia melalui pendidikan, dan kebutuhan untuk mengembangkan
dirinya melalui upaya yang terus menerus, menggali potensi dengan proses
mendidik diri.
B. Manusia Sebagai Mahkluk Yang Dapat Dididik
Suatu fakta yang jarang orang mempertanyakan kembali tentang hakikat
manusia apakah harus dididik dan dapat dididik, karena ketidak pedulian orang
atau keawaman orang terhadap permasalahan pendidikan. Para ahli pendidikan,
kapanpun dan dimanapun akan berorientasi pada landasan filsafat antropologis
yang memberikan pandangan tentang potensi-potensi manusia yang dapat
dikembangkan melalui upaya pendidikan. Demikian pula, para ahli kedokteran
dan fisiologi akan lebih berkonsentrasi pada upaya menyelidiki tentang berbagai
rahasia yang ada pada fisik manusia, sehingga mampu menemukan berbagai obat
atau metode penyembuhan sakit fisik manusia.
Permasalahan apakah manusia akan dapat dididik ? Pertanyaan tersebut
menuntut jawaban dengan prinsip-prinsip Antropologis apakah yang
melandasinya? Untuk menjawab permasalahan tersebut, Anda dapat mengacu
kepada konsep hakikat manusia sebagaimana telah diuraikan terdahulu (point 1).
Berdasarkan itu, Tatang Syaripudin (1994), mengemukakan lima prinsip
antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu : (1)
prinsip potensialitas, (2). prinsip dinamika, (3) prinsip individualitas, (4) prinsip
sosialitas, dan (5) prinsip moralitas. MI. Soelaeman (1984) mengemukakan 3
prinsip, yaitu prinsip (1) individualitas, (2) sosialitas, dan (3) moralitas. Sementara
La Sulo (1994) mengemukakan 4 prinsip, (1) prinsip individualitas, (2) sosialitas,
(3) moralitas, dan (4) prinsip keberagamaan.
Prinsip keberagamaan tidak serta merta tercakup dalam prinsip moralitas,
sebab ada moral yang bersumber dari filsafat atau bentuk-bentuk moral ilmu
pengetahuan. Marilah kita ikuti uraian prinsip-prinsip antropologi yang
dikemukakan oleh Tatang Syaripudin dalam Tesis (1994), dan Landasan
Pendidikan (2008) berikut ini.
1. Prinsip Potensialitas. Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi
manusia ideal.
Sosok manusia ideal tersebut antara lain adalah manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, bermoral/berakhlak mulia, cerdas,
berperasaan, berkemauan, mampu berkarya, dst. Di pihak lain, manusia
memiliki berbagai potensi, yaitu: potensi untuk beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan YME, potensi untuk mampu berbuat baik, potensi cipta,
rasa, karsa, dan potensi karya. Sebab itu, manusia akan dapat dididik
karena ia memiliki potensi untuk menjadi manusia ideal.
2. Prinsip Dinamika. Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan
dalam rangka membantu manusia (peserta didik) agar menjadi manusia
ideal. Di pihak lain, manusia itu sendiri (peserta didik) memiliki dinamika
untuk menjadi manusia ideal. Manusia selalu aktif baik dalam aspek
fisiologik maupun spiritualnya. Ia selalu menginginkan dan mengejar
segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya. Ia
berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal, baik
dalam rangka interaksi/komunikasinya secara horisontal maupun vertikal..
Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat
didik.
3. Prinsip Individualitas Praktek pendidikan merupakan upaya membantu
manusia (peserta didik) yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi
dirinya sendiri. Dipihak lain, manusia (peserta didik) adalah individu yang
memiliki ke-diri-sendirian (subyektivitas), bebas dan aktif berupaya untuk
menjadi dirinya sendiri. Sebab itu, individualitas mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat dididik.
4. Prinsip Sosialitas Pendidikan berlangsung dalam pergaulan
(interaksi/komunikasi) antar sesama manusia (pendidik dan peserta didik).
Melalui pergaulan tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik
dan diterima peserta dididik. Telah Anda pahami, hakikatnya manusia
adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam
kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi huhungan pengaruh
timbal balik di mana setiap individu akan menerima pengaruh dari
individu yang lainnya. Sebab itu, sosialitas mengimplikasikan bahwa
manusia akan dapat dididik.
5. Prinsip Moralitas Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan
berdasarkan sistem norma dan nilai tertentu. Di samping itu, pendidikan
bertujuan agar manusia berakhlak mulia; agar manusia berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai dan normanorma yang bersumber dari agama,
masyarakat dan budayanya. Di pihak lain, manusia berdimensi moralitas,
manusia mampu membedakan yang baik dan yang jahat. Sebab itu,
dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
6. Prinsip Keberagamaan/religiusitas Bagi umat beragama meyakini bahwa
semua yang ada di alam semesta ini adalah diciptakan Tuhan Yang Maha
Esa, ini berbeda denga aliran evolusionistik yang berargumen bahwa
segala yang ada di dunia ini terjadi dengan sendirinya melalui proses
panjang dengan hukum alam. Mereka lupa bahwa evolusi dari binatang
tidak semua mencapai kesempurnaan, sementara evolusi manusia menuju
ke kesempurnaan. Ada dua atau lebih proses evolusi, dimana ada yang
menuju ke kehancuran dan ada yang tidak berevolusi, dan ada yang ke
kesempurnaan/ keunggulan. Realitas social, apakah mereka yang ada di
pedalaman atau yang tinggal dipinggiran kota, atau di metropolitan,
manusia selalu akan terikat dengan yang dianggap menguasai alam atau
lingkungannya, atau bahkan benda yang dianggap keramat karena
dianggap ada hubungan antara dia dengan benda tersebut. Persoalan ini
dapat dipahami dari sisi religiusitas seseorang, pada tataran mana
seseorang memiliki keyakinan tersebut, apakah dasarnya logika, perasaan,
intuisi, atau keyakinan dari hati sanubari. Permasalahannya adalah sampai
sejauhmana peranan religi dapat menuntun manusia untuk mencapai
kesempurnaan kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Agama yang diyakini seseorang, akan menjadi suatu paradigma berfikir
dan berbuat yang selaras dengan hukum-hukum agama, dan ini menuntun
dan mengembangkan seluruh proses kehidupan manusia baik aspek
internal maupun eksternal diri dan aspek social dan moral berkehidupan di
masyarakatnya.
Atas dasar berbagai asumsi di atas, jelas kiranya bahwa manusia akan dapat
dididik, sehubungan dengan ini M.J. Langeveld (1980) memberikan identitas
kepada manusia sebagai “Animal Educabile”. Dengan mengacu pada asumsi ini
diharapkan kita tetap sabar dan tabah dalam melaksanakan pendidikan. Andaikan
saja Anda telah melaksanakan upaya pendidikan, sementara peserta didik belum
dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, Anda seyogyanya tetap sabar
dan tabah untuk tetap mendidiknya. Dalam konteks ini, Anda justru perlu
introspeksi diri, barangkali saja terjadi kesalahan-kesalahan yang Anda lakukan
dalam upaya pendidikan tersebut, sehingga peserta didik terhambat dalam
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Demikianlah prinsip-prinsip yang
melandasi perlunya manusia mendapat bantuan pendidikan, yang tentunya tidak
mengabaikan prinsip-prinsip antropologis lainnya, selama prinsip tersebut
memperkuat kaidah-kaidah pentingnya pendidikan bagi manusia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia sebagai makhluk ciptaan yang pada hakikatnya belum bisa


mengadakan dirinya sendiri, sudah seharusnya menempuh usaha atau upaya untuk
dapat mewujudkan apa yang di harapkan pada dirinya. Oleh karena setiap
manusia perlu dididik supaya manusia bisa mencapai eksistensi sebagai manusia
yang sesuai. Dalam perjalanan hidup, manusia perlu mengembangkan dirinya
untuk menjadi manusia yang ideal. Maka dibutuhkannya seseorang(pendidik)
yang mampu mendidik seseorang lain (peserta didik) untuk mendorong adanya
perkembangan. Karena sejatinya manusia itu tidak sepenuhnya dapat mendidik
dirinya sendiri.

Manusia juga merupakan makhluk yang dapat dididik, karena manusia


sendiri memiliki keinginan untuk mengembangkan dirinya,Ia berupaya untuk
mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal, baik dalam rangka
interaksi/komunikasinya secara horisontal maupun vertikal. Karena hal inilah
manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat didik. Juga diharapkan sebagai
seseorang (pendidik) utuk berlaku sabar dan tabah untuk melakukan upaya
pendidikan kepada seseorang (peserta didik) agar mencapai tujuan pendidikan
yang diharapkan.
Daftar Rujukan

Ngeblog, Zakary. Filsafat Pendidikan : Manusia Perlu Dididik Dan Perlu


Mendidik Diri, dalam
http://zacaryngeblog.blogspot.com/2020/06/MANUSIA%20PERLU
%20DIDIDIK%20%20DAN%20PERLU%20MENDIDIK%20DIRI.html),
Diakses tanggal 12 Juni 2020.
Suyitno. Tanpa Tahun. Modul MANUSIA DAN PENDIDIKAN.
Maunah, Binti, Jurnal 14 “ Pendidikan Dalam Perspektif Struktural
Fungsional”,
Tulungagung : 2016.

Anda mungkin juga menyukai