Introduction (Pengantar)
Mempelajari ilmu etnografi sebagai studi tentang budaya dan pemahaman terhadap budaya
Mempelajari proses penelitian etnografi, prinsip metodologi dan etika etnografis, serta mengetahui
bagaimana melakukan kerja lapangan dengan etnografis
Mengetahui cara menganalisis dan menafsirkan data etnografis yang dikumpulkan
Memahami dan mengetahui cara menulis dan mengevaluasi penelitian dengan studi etnografis
Proses Penelitian
PENELITIAN Menganalisis dan
menafsirkan data
Etnografi ETNOGRAFI etnografis
Further
Findings Conclusion Recommendation
Researches
Area Of Interest
Penelitian ini menyelidiki bagaimana aspek sosial-budaya Cina mempengaruhi manajemen kontrol
perusahaan di Indonesia, dimana perusahaan manufaktur yang pemiliknya merupakan orang Indonesia yang
masih memiliki garis keturunan Cina, yang mana membentuk manajemen kontrol melalui perbedaan budaya,
etnis, sejarah, politik dan aspek lainnya. Tujuan penelitian ini yaitu mengeksplorasi apakah kepercayaan
pemilik perusahaan terhadap budaya Cina konsisten dengan Confucianism (fondasi kebudayaan Cina)
mempengaruhi desain dan operational MCS perusahaan para pebisnis Cina-Indonesia.
Phenomena
Fenomena dalam penelitian ini adalah ditemukannya bahwa Orang Indonesia dengan garis keturunan Cina
merupakan pemilik dari sebagian besar perusahaan swasta di Indonesia, meskipun merupakan bagian dari
etnis minoritas dan selalu mendapat diskriminasi. Penelitian ini menghubungkan nilai-nilai budaya yang telah
tertanam dalam diri pengusaha Cina dengan sosialisasi selama masa kanak-kanak dan kemudian memeriksa
bagaimana interaksi mereka dengan budaya Jawa dari karyawan pribumi, ketegangan etnis antara pengusaha
dan karyawan, dan faktor organisasi dan ekonomi mempengaruhi pengendalian manajemen.
Theorical Foundation
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori cultural contingency masa kini yang dikemukakan oleh
Bhimani (1999) yang menyatakan bahwa dua pendekatan konvensional yang biasa digunakan yaitu structural
contingency dan culture based ideational theories. Cultural contingency berbasis pada survei, sering
menggunakan konstruksi budaya dari Hofstede (1980), kemudian perlu dilengkapi dengan teori efek sosial,
sosiologi kelembagaan baru, dan sejarah akuntansi 'baru', meskipun asumsi mereka berbeda tentang sistem
kontrol homogen, sifat pengendalian, metodologi penelitian yang sesuai, dan fokus analisisnya.
Penggabungan budaya nasional sangat penting karena memperkenalkan gagasan ideasional (Bhimani,
1999). Anggapan bahwa orang berperilaku serupa menurut keanggotaannya dalam masyarakat yang lebih
luas mengasumsikan kepercayaan budaya mempengaruhi tindakan dan persepsi manusia.
Methodology
Penelitian ini menggunakan kombinasi metode emik dan etik yang digunakan untuk menghasilkan
perbandingan yang beralasan dengan penelitian nometetik tentang budaya dan kontrol dalam tradisi
kontingensi budaya. Asumsi ontologis di sini adalah bahwa praktik MCS adalah produk dari individu, yang
bernegosisasi dan membangun hubungan sosial (Hopper & Powell, 1985). Asumsi epistemologis adalah
bahwa pemahaman berasal dari pengamatan dekat interaksi sehari-hari dan penjelasan individu - maka teori
dasar untuk menganalisis data untuk menguji kategori dan hubungan sebelumnya dan membentuk yang baru
(Strauss & Corbin, 1998).
Data and Method
Data penelitian berasal dari wawancara, dokumen, dan observasi partisipan (Mason, 1996; Spradley, 1980).
Wawancara semi-terstruktur berulang, yaitu '' conversations with a purpose '' (Burgess, 1984, dalam Mason,
1996) diadakan dengan empat pemilik dan karyawan dengan posisi penting, termasuk konsultan. Wawancara
lebih lanjut dilakukan dengan lima pengusaha Tionghoa dari perusahaan lain, empat pengusaha pribumi yang
berurusan dengan bisnis Tionghoa, dan seorang intelektual Islam pribumi. Wawancara awal membuat peneliti
peka terhadap masalah eksplorasi dalam wawancara berikutnya. Wawancara dengan pemilik Tionghoa
mengeksplorasi etnis, kontrol, identitas sosial Tionghoa, kerentanan sosial, solidaritas, kesejahteraan
keluarga, apa arti organisasi bagi mereka, nilai-nilai pribadi, dan masa depan mereka. Konsultan manajemen
dan pengusaha Cina memberikan wawasan tentang manajemen di perusahaan Cina. Asisten peneliti telah
terlatih melakukan beberapa wawancara dengan pengusaha pribumi dan intelektual Islam untuk mendorong
kejujuran tentang persepsi pribumi.
Dokumen yang dipelajari termasuk grafik akuntansi sistem dan prosedur, laporan terkait, formulir anggaran,
buku kas, dan laporan keuangan. Peneliti memiliki akses penuh atas data ini dan partisipan memberikan
pemahaman awal tentang proses kerja, namun analisis wawancara dan observasi menjadi lebih penting untuk
merumuskan temuan. Catatan lapangan yang ditulis selama atau segera setelah setiap sesi tentang situasi,
diskusi, dan frasa serta istilah asli dilakukan crosschecked dengan data wawancara untuk meningkatkan
keseimbangan dan meningkatkan keandalan dan validitas data
Menggunakan Grounded Theory analysis untuk membantu menafsirkan, memverifikasi, mengatur dan
membuat konsep data, dan menghasilkan proposisi teoretis. Grounded Theory dikembangkan oleh dua
sosiolog, Barney Glaser dan Anselm Strauss pada 1960-an tetapi pendekatan metodologis mereka kemudian
berbeda (Parker & Roffey, 1997). Grounded Theory dihasilkan oleh interaksi yang terus menerus antara
pengumpulan dan analisis data berdasarkan pertanyaan yang diajukan dan membuat perbandingan,
kemudian membandingkan properti dan dimensi konsep yang muncul dari data dengan insiden, objek, atau
tindakan tertentu yang berasal dari literatur sebelumnya, atau pengalaman peneliti, untuk memungkinkan
makna konsep diperiksa dan dikembangkan.
Findings
Penelitian ini menemukan bahwa nilai-nilai Jawa dan Tionghoa Indonesia serupa. Nilai-nilai Cina jen, yang
artinya kepercayaan pribadi, reputasi, ikatan keluarga, serupa dengan nilai-nilai etiket Jawa yaitu rukun,
keduanya mengasumsikan ikatan sosial timbal balik yang menopang hubungan. Keduanya menundukkan hak
individu untuk kepentingan Bersama untuk menjaga ketertiban dan harmoni sosial, dan menekankan hierarki
sosial. Etiket Jawa mengatur perilaku sesuai dengan hierarki sosial. Dalam budaya jawa mensyaratkan
kewajiban timbal balik antara pemimpin dan bawahan, dan kepatuhan, sesuai dengan nilai-nilai Cina li dan
hsiao. Pengecualian adalah slamatan (ritual dan mistisisme) Jawa dan kewajiban agama. Namun,ini bukan
masalah yang signifikan. Masalah MCS dalam situasi multietnis sering dikaitkan dengan perbedaan budaya.
Namun, nilai-nilai pemilik Tionghoa dan karyawan pribumi saling melengkapi: sejarah diskriminasi negara dan
perbedaan kekayaanlah yang memicu ketegangan etnis.
Conslusion
Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan penelitian sebelumnya yang mengklaim bahwa bisnis milik Cina
memiliki partisipasi anggaran yang rendah, sentraliasi, kecenderungan kontrol subjectif dan lebih banyak
fokus pada penghargaan kelompok. Mengenai Apakah manajer Cina menunjukkan orientasi jangka panjang
mengenai perencanaan dan penghargaan tidak dapat dipastikan dalam penelitian ini.
Recommendation
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam metodologis, peneliti berharap dapat mengkombinasikan metode
pengumpulan data etnografi dengan versi grounded theory untuk analisis data, kemudian menggabungkan
wawasan etik dan emik tentang budaya dan MCS. Tujuannya adalah untuk melengkapi dan mengembangkan
pekerjaan survei yang lebih konvensional - bukannya mengabaikannya.
Further Researches
Penelitian berikutnya diharapkan dapat dilakukan berdasarkan etnografi sehingga nantinya mampu
mengidentifikasi masalah dan konsep dari bawah ke atas untuk meningkatkan survei, tetapi ini lebih dari
sekadar tahap percontohan. Peneliti dalam hal ini dapat mentriangulasi teori dan metode dan menghindari
mengistimewakan kuantitatif atas kualitatif atau etik atas emic. Penelitian semacam itu dapat secara
menguntungkan menggabungkan teori Efek Sosial, Sosiologi Kelembagaan, dan Sejarah masa kini. Peneliti
berharap studi akuntansi yang melibatkan budaya terlibat lebih langsung dengan dasar yang kaya teori dan
metode dalam antropologi dan etnografi,