Anda di halaman 1dari 45

DIKTAT

PRAKTIKUM BAURAN

KIMIA ANORGANIK


Disusun oleh:
Drs. Danar Purwonugroho, M.Si.
Drs. Mohammad Misbah Khunur, M.Si.
Dra. Sri Wardhani, M.Si.
Dr. Tutik Setianingsih, M.Si
Darjito, SSi., M.Si.
Dr. rer. nat. Rachmat Triandi Tjahjanto, M.Si.
Siti Mutrofin, S.Si., M.Sc.
Yuniar Ponco Prananto, S.Si., M.Sc., Ph.D.




JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
Tata Tertib Praktikum Kimia Anorganik (Bauran)

1. Praktikum dilakukan dengan sistem bauran menggunakan gabungan prkatek


dilaboratorium dengan fasilitas daring yaitu Google Classroom (GCR) maupun
dengan media Zoom atau G-meet.
2. Setiap praktikan wajib terdaftar dan mengikuti aktifitas di GCR. Pastikan anda
mengikuti setiap pengumuman di GCR.
3. Briefing, materi praktikum, ujian pendahuluan, pretes, dan laporan diberikan dan
dikumpulkan di GCR masing-masing kelas atau di asisten masing-masing.
4. Setiap kelas memiliki jadwal praktikum masing-masing:
Kelas A: Senin, 07.30 – 10.10 WIB
Kelas B: Selasa, 12.05-14.45 WIB
Kelas C: Rabu, 07.30 – 10.10 WIB
Kelas D: Kamis, 07.30 – 10.10 WIB
5. Selama masa UTS, tidak ada praktikum. Apabila jadwal praktikum berbenturan
dengan hari libur nasional, atau libur universitas, maka jadwal praktikum diundur
di minggu berikutnya atau diganti di jadwal lain yang disepakati oleh praktikan
dan asisten/dosen.
6. Penilaian meliputi: ujian pendahuluan (15%), pretes (10%), praktek (40%),
laporan (15%), dan UAP (20%). Tindakan kecurangan, termasuk plagiasi atau
kerjasama plagiasi, akan mendapatkan nilai nol di setiap komponen nilai di materi
praktikum tersebut.
7. Ujian pendahuluan diberikan setelah praktikan mendapatkan briefing dan
penjelasan tentang materi K3 Kimia oleh asisten/dosen dengan kisi materi
meliputi: pengetahuan tentang bahan kimia, simbol bahaya, APD dan APAR,
limbah dan kecelakaan kerja, serta pengetahuan tentang prosedur kerja
pemakaian alat laboratorium.
8. Praktikan diperkenankan mengikuti praktikum apabila ujian pendahuluan
mendapat nilai lebih besar daripada 60 (dari 100). Jika nilai ujian pendahuluan
tersebut belum memenuhi syarat maka akan dilakukan ujian remidi hingga
dinyatakan lulus dengan nilai maksimal 60.
9. Ujian akhir praktikum akan dilakukan secara tertulis dan daring, kecuali bila
kondisi memungkinan untuk luring.
10. Setiap keterlambatan pengumpulan tugas, laporan, atau ujian, akan
mendapatkan sanksi pengurangan nilai sebesar 20% dari nilai awal yang
didapatkan praktikan. Apabila keterlambatan melebihi 12 jam dari batas waktu,
maka praktikan dianggap tidak mengumpulkan.
11. Ijin ketidakhadiran dalam praktikum daring dapat diberikan berdasarkan surat
dokter atau surat ijin tertulis dari Jurusan/Fakultas/Universitas. Kepada
mahasiswa yang demikian, dapat diberikan praktikum susulan secara terpisah,
maupun diikutkan di kelas yang lain apabila memungkinkan.

Hal – hal lain yang belum dijelaskan dalam diktat ini akan ditentukan kemudian dan
dikondisikan sedemikian rupa sehingga tujuan akhir praktikum dapat terpenuhi tanpa
melanggar protokol kesehatan selama praktikum bauran dilakukan.

2
FORMAT PENULISAN DAN PENILAIAN LAPORAN PRAKTIKUM

Cover Laporan Praktikum


Diketik dan di-print, berisi Judul Percobaan, Logo UB, Nama dan NIM mahasiswa,
Kelas praktikum, Tanggal Percobaan.

Bab 1. Pendahuluan (bobot 15%)


1.1 Tujuan Percobaan
(sebagaimana tertera di diktat)
1.2 Tinjauan Pustaka
(relevan dengan percobaan, obyektif, sumber primer dan terpercaya,
min 50% pustaka terbit setelah 2010, penulis sitasi mengikuti APA)
Bab 2. Metode Percobaan (bobot 15%)
2.1 Alat dan Bahan
(sebagaimana tertera di diktat)
2.2 Skema Kerja
(diagram alir, isi mengacu di diktat)
Bab 3. Hasil dan Pembahasan (bobot 40%)
3.1 Hasil
(tabel hasil pengamatan/percobaan, perhitungan, dan/atau grafik)
3.2 Pembahasan
(analisa prosedur, analisa hasil, persamaan/mekanisme tugas)
Bab 4. Penutup (bobot 10%)
4.1 Kesimpulan
(menjawab tujuan percobaan, tidak ada lagi pembahasan)
4.2 Saran
(memperbaiki kinerja atau meningkatkan hasil)
Daftar Pustaka (bobot 10%)
(mininal 5, hanya berupa buku teks, laporan resmi lembaga pemerintah, atau
artikel jurnal, dengan tahun terbit setelah 2005, ditulis sesuai petunjuk di
lampiran 2)
Lampiran (bobot 10%)
(berisi data primer/detil perhitungan hasil percobaan atau tugas sesuai petunjuk
diktat/asisten)

Catatan:
Laporan di-tulis tangan di lembar A4, sesuai format di atas.
Setiap bab diawali dengan halaman baru.
Pastikan tulisan tangan dan gambar anda mudah dibaca oleh asisten/dosen.
Batas pengumpulan: 48 jam setelah praktikum selesai.
Laporan lengkap di-scan dan dijadikan satu file dalam bentuk pdf, dengan contoh
format nama file: Kelas-A_Perc-1_Nama-mhs.

3
JADWAL PRAKTIKUM
Pertemuan Topik Materi
1 Briefing praktikan, K3 Kimia
2 Ujian Pendahuluan
3 Tutorial
4 Sintesis Senyawa Kompleks Logam Transisi
5 Penentuan Komposisi Senyawa Kompleks dengan Metode JOB
6 Reaktivitas Ion-ion Logam Transisi Deret Pertama
7 Sintesis Garam Kalsium dari Batu Gamping
8 Pemisahan Senyawa Anorganik dari Campuran
9 Penentuan Keasaman Mineral Alam
10 Isolasi Oksida Logam dari Lumpur
Reaktifitas Senyawa Kompleks Logam Transisi dengan Ligan
11
Bidentat
Studi Adsorpsi dengan Metode Batch: pengaruh jenis adsorben dan
12
adsorbat
13 Studi Adsorpsi dengan Metode Batch: pengaruh pH dan lama kontak
14 UAP

DOSEN PENGAMPU PRAKTIKUM


KELAS A : Yuniar Ponco Prananto, PhD
Drs. Mohammad Misbah Khunur, MSi
KELAS B : Darjito, SSi, MSi
Drs. Mohammad Misbah Khunur, MSi
KELAS C : Yuniar Ponco Prananto, PhD
Drs. Mohammad Misbah Khunur, MSi
KELAS D : Drs. Danar Purwonugroho, MSi
Drs. Mohammad Misbah Khunur, MSi

PRANATA LABORATORIUM:
Soerjani Widyastuti, S.Kom.

4
Percobaan di Praktikum Kimia Anorganik

PENDAHULUAN : Kesehatan dan Keselamatan Kerja

PERCOBAAN I : Sintesis K3[Cr(C2O4)3].3H2O

PERCOBAAN II : Penentuan Komposisi Senyawa Kompleks

PERCOBAAN III : Reaktivitas Ion Logam Transisi Deret Pertama

PERCOBAAN IV : Pembuatan CaSO4 dari Batu Gamping

PERCOBAAN V : Pemisahan Senyawa Anorganik dari Campuran

PERCOBAAN VI : Penentuan Keasaman Mineral Alam

PERCOBAAN VII : Isolasi Alumina (Al2O3) dari Lumpur

PERCOBAAN VIII : Reaksi Senyawa Kompleks Etilendiamin

PERCOBAAN IX : Studi Adsorpsi dengan Metode Batch – 1

PERCOBAAN X : Studi Adsorpsi dengan Metode Batch – 2

5
PENDAHULUAN
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Catatan: untuk praktikum daring, K3 Kimia tidak diterapkan secara langsung namun
diharapkan praktikan memahami sistem K3 ini sehingga dapat digunakan dalam
kegiatan praktikum luring. Untuk informasi tambahan tersaji di modul Ringkasan
MSDS Bahan Kimia Praktikum Kimia Anorganik.

Kebijakan Sistem K3 di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya


“Dalam rangka menjalankan dan memenuhi visi dan misinya, Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Brawijaya berkomitmen untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
kepada segenap sivitas akademika, mahasiswa, dan pihak lain yang terkait di
lingkungan kerja dan laboratorium Jurusan Kimia FMIPA. Oleh karena itu, Jurusan
Kimia FMIPA menerapkan beberapa kebijakan untuk menjaga keberlangsungan
fungsi dan peran setiap personal dalam menjalankan tugasnya masing-masing serta
mendukung pencapaian K3 yang lebih baik.
1. Menjadikan semangat K3 sebagai bagian dari perilaku dan standar kerja di
lingkungan Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya
2. Berperan aktif dalam merencanakan, menerapkan, dan mengevaluasi prosedur
dan standar K3 di lingkungan kerjanya masing-masing
3. Berperan aktif dalam mendukung pengembangan kompetensi SDM dalam
rangka peningkatan kualitas penerapan K3 di lingkungan kerjanya masing-
masing.”

Laboratorium Kimia Anorganik


Laboratorium Kimia Anorganik terletak di Gedung Kimia Barat Lantai 2 dan
memiliki dua akses pintu, yaitu pintu masuk utama di sisi Barat dan tangga darurat di
sisi Timur. Denah laboratorium disajikan di Gambar 1.

6
Gambar 1. Denah Gedung Kimia Barat Lantai 2, Lab. Kimia Anorganik berada
di sisi Timur.

Pelajari dan kenali situasi dan lokasi di dalam dan sekitar laboratorium, misalnya
zona kuning, zona merah, area limbah, lemari asam, pintu keluar, saklar listrik utama,
lokasi kotak P3K, lokasi APAR (alat pemadam api ringan), lokasi safety shower,
emergency exit dan assembly point. Beberapa contoh rambu bahaya disajikan di
Gambar 2.

Gambar 2. Contoh rambu bahaya di laboratorium kimia.

Alat Proteksi Diri (APD)


Penggunaan APD bersifat wajib dalam setiap kegiatan di Laboratorium Kimia
Anorganik yang berhubungan dengan bahan kimia secara langsung atau pekerjaan
lainnya yang berpotensi bahaya. APD merupakan suatu alat yang dipakai tenaga kerja
dengan maksud menekan atau mengurangi resiko masalah kecelakaan akibat kerja
yang akibatnya dapat timbul kerugian bahkan korban jiwa atau cedera. APD bukanlah
alat pencegahan kecelakaan namun berfungsi untuk memperkecil tingkat resikonya.
APD berfungsi melindungi pemakainya dalam melaksanakan pekerjaannya dan
sekaligus memperkecil akibat/resiko yang mungkin timbul.
APD yang digunakan bervariasi tergantung jenis pekerjaan dan potensi
bahayanya. Setiap mahasiswa dan asisten yang akan praktikum luring di Laboratorium
Kimia Anorganik wajib memenuhi standar minimal keselamatan kerja, meliputi jas
laboratorium lengan panjang, sepatu tertutup, masker, kaca mata laboratorium, dan
sarung tangan. Individu yang berambut panjang wajib mengikat rambutnya sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu jalannya aktifitas di lab. Sarung tangan (sesuai
kelasnya) wajib digunakan saat bekerja dengan bahan kimia korosif, iritan, dan
berbahaya, misalnya asam, basa, pelarut organik, garam transisi atau logam berat, dll.

Potensi Kecelakaan Kerja di Laboratorium Kimia


Potensi kecelakaan kerja di dalam laboratorium dapat berasal dari faktor internal
dan eksternal. Faktor internal berasal dari individu yang bekerja, misalnya kelelahan,
tidak fit, tidak fokus atau sulit konsentrasi, ceroboh, dan tidak serius dalam bekerja.
Sedangkan faktor eksternal meliputi:

7
(1) bahan kimia padat dan cair,
(2) sumber energi dan jaringan listrik,
(3) fasilitas bangunan (meja, kursi, ventilasi, dll)
(4) peralatan (alat gelas, elektronik, instrumentasi, dll),
(5) posisi/tata letak (ergonomis) dan tata ruang, dan
(6) sistem kerja yang berlaku.
Peran setiap individu dalam menjaga kesehatan dan stamina sangat penting
dalam menurunkan pengaruh faktor internal, sementara faktor eksternal dapat
dikondisikan melalui penerapan sistem K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan
Laboratorium Kimia Anorganik. Misalnya lokasi dan tata letak untuk praktikum
diusahakan sedemikian rupa sehingga tersedia cukup ruang untuk melakukan
pekerjaan dengan aman dan nyaman. Terlalu banyak praktikan dalam satu area perlu
dihindari. Peralatan yang tersedia juga harus memenuhi standar dan terjamin aman
selama digunakan. Kondisi fisik dari peralatan dan laboratorium serta lingkungan
sekitar juga berkontribusi terhadap terjadinya kecelakan kerja di laboratorium. Instalasi
listrik yang ala kadarnya, modifikasi alat yang tidak sesuai standar, kondisi meja
praktikum/lemari asam yang rusak, hingga polusi suara dapat mengganggu aktifitas
dan konsentrasi praktikan. Penyediaan sarana dan prasarana yang aman dan kondusif
adalah tanggung jawab manajemen laboratorium.
Kecelakaan kerja sangat tidak diharapkan dan harus dicegah secara sistematis.
Ada dua hal penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu (1) terjadi secara kebetulan
dan (2) kondisi kerja yang tidak aman. Kecelakaan yang terjadi secara kebetulan
dianggap sebagai kecelakaan dalam arti asli (genuine accident) dimana sifatnya tidak
dapat diramalkan dan berada di luar kendali manejemen laboratorium. Misalnya,
praktikan menjatuhkan bahan kimia karena kaget saat terjadi gempa bumi. Sedangkan
untuk kondisi kerja yang tidak aman meliputi faktor-faktor sebagai berikut:
(a) peralatan yang tidak terlindungi secara benar,
(b) peralatan yang rusak,
(c) prosedur yang berbahaya di sekitar peralatan laboratorium yang tidak aman
(misal karena terlalu penuh),
(d) cahaya ruangan yang tidak memadai, suram, dan kurang penerangan,
(e) ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup, atau sumber
udara tidak murni.
Dengan mengidentifikasi faktor-faktor ini, kita dapat meminimalkan kondisi yang tidak
aman, misalnya dengan cara membuat daftar kondisi fisik dan mekanik yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Faktor lain yang dapat meningkatkan potensi resiko kecelakaan kerja yaitu suhu,
tekanan, dan konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Ketika suhu yang tinggi
diperlukan untuk melakukan suatu aktifitas maka harus dipastikan alat yang digunakan
sudah terkalibrasi sehingga suhu yang digunakan sesuai dengan pengukuran. Area di
sekitar alat tersebut juga harus dikondisikan aman, misalnya bahan kimia dijauhkan
dan peralatan gelas atau ATK yang tidak dipakai dapat disingkirkan sehingga tidak
mengganggu aktifitas tersebut. Apabila diperlukan, sarung tangan penahan panas
dapat digunakan. Selain suhu, tekanan di atas 1 atm terkadang diperlukan untuk
8
mempercepat reaksi, akan tetapi apabila tekanan sistem melampaui batas alat yang
diperkenankan maka dapat terjadi letupan atau bahkan ledakan yang berakibat fatal.
Sedangkan untuk konsentrasi bahan kimia, semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan, semakin tinggi pula resiko bahayanya. Meskipun di Praktikum Kimia
Anorganik hanya menggunakan konsentrasi yang relatif encer, saat menggunakan
bahan tersebut kita tetap wajib memperhatikan potensi bahaya dari setiap bahan,
misalnya korosif, mudah terbakar, penyebab iritan, dll. Oleh karena itu, penggunaan
APD yang seperti kaca mata lab dan sarung tangan sangat disarankan. Pengambilan,
pemindahan, dan pembuangan bahan kimia juga harus memperhatikan prosedur yang
sudah ditetapkan. Apabila praktikan ragu, dapat berkomunikasi terlebih dahulu dengan
asisten/laboran/dosen.
Setiap kejadian kecelakaan kerja, baik minor maupun mayor, termasuk
kerusakan alat gelas, harus dilaporkan melalui asisten/laboran/dosen koordinator dan
didokumentasikan untuk keperluan lebih lanjut. Informasi yang dicatat meliputi: (1)
tanggal dan waktu kejadian, (2) nama korban/pelaku, (3) sumber kecelakaan dan
penjelasan kejadian, (4) penangangan, dan (5) foto/video (khususnya bila skala
mayor). Setiap informasi kecelakaan kerja dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
perbaikan manajemen K3 di laboratorium.
Asisten diharapkan lebih proaktif dalam mendampingi praktikan saat bekerja di
laboratoium. Praktikan juga diharapkan berkonsentrasi saat praktikum dan sedapat
mungkin menghindari aktifitas tidak penting lainnya misalnya bercanda, chatting, dll.
Selain itu, aktifitas makan, minum, atau merokok dilarang di dalam laboratorium. Saat
beraktifitas di laboratorium, sangat disarankan untuk tidak bekerja sendirian di
laboratorium, tidak menggunakan headset/headphone, bercanda secara berlebihan,
atau melakukan aktifitas yang membahayakan diri sendiri atau rekan kerja. Selain itu,
aktifitas khusus seperti pelarutan asam dari larutan yang pekat atau pengambilan
pelarut organik (volatile) dari botol utama wajib dilakukan di dalam lemari asam untuk
menghindari paparan kabut atau uap yang bersifat korosif. Bila bahan kimia jatuh
mengenai kulit, segera bilas kulit yang terpapar dengan air mengalir dan beri tahu
asisten. Bila bahan kimia jatuh mengenai pakaian, lepaskan dan cuci kulit di bawahnya
dengan air. Jangan menggosok-gosok mata atau anggota badan lain dengan
tangan yang mungkin sudah terkontaminasi bahan kimia.

Pengetahuan Bahan Kimia dan Simbol Bahayanya


Menurut NEPA dan NFPA (Amerika Serikat), setiap bahan kimia harus dilengkapi
dengan diagram warna berbentuk belah ketupat (Gambar 3) yang menyatakan tingkat
bahaya suatu bahan dari tingkat 0 (aman) sampai 4 (berbahaya). Setiap kode angka
tersebut memiliki kondisi (a) bahaya kesehatan atau health (biru), (b) bahaya
kebakaran atau fire (merah), dan (c) bahaya reaktifitas atau reactivity (kuning) yang
berbeda-beda (Tabel 1). Semakin tinggi angka yang tertera maka potensi bahaya
bahan kimia juga semakin tinggi. Selain itu, bahaya spesifik juga ditambahkan di
bagian bawah diagram (putih), misalnya OXY (oxidizer), ACID (acid), ALK (alkali),
COR (corrosive), dan W (use no water), BIO (biohazard), dll.

9
Berdasarkan wujud zatnya, bahan kimia yang tersedia di Laboratorium Kimia
Anorganik terbagi dalam bahan kimia cair dan bahan kimia padat. Sedangkan
berdasarkan kemurniannya, bahan kimia terbagi atas bahan kimia murni (sesuai
kondisi saat pembelian) atau bahan kimia hasil preparasi. Bahan kimia hasil preparasi
biasanya memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari bahan kimia murni dan disiapkan
sesuai keperluan teknis praktikum di laboratorium. Sedangkan bahan kimia murni
disimpan dalam wadah asli dari supplier dan umumnya memiliki label informasi sifat
bahan, misalnya nama bahan, rumus kimia bahan, berat molekul (Mr), densitas,
konsentrasi (%), dll.

Gambar 3. Beberapa contoh label dari bahan kimia berdasarkan NEPA-USA


(dari kiri ke kanan: NaOH, H2C2O4, HNO3, benzamida).

Tabel 1. Simbol dan kode tingkat bahaya bahan kimia menurut NEPA-USA.
Tingkat Bahaya kesehatan Bahaya kebakaran Bahaya reaktifitas
(health) (fire) (reactivity)
0 Tidak berbahaya Tidak dapat terbakar Stabil
LD50 > 2000 mg/Kg
1 Penyebab iritasi atau Dapat dibakar tapi memerlukan Stabil pada suhu
cedera ringan pemanasan terlebih dahulu normal tapi tidak stabil
LD50 = 500-2000 mg/Kg FP > 93°C (200°F) pada suhu tinggi
2 Pemaparan intensif dan Perlu sedikit pemanasan Tidak stabil, bereaksi
terus menerus berakibat sebelum bahan dapat terbakar hebat karena
serius, kecuali ada 38 < FP < 93 °C perubahan suhu dan
pertolongan tekanan, tapi tidak
LD50 = 50-500 mg/Kg meledak
3 Berakibat serius atau Cair atau padat, dapat Mudah meledak karena
cedera permanen pada dinyalakan pada suhu biasa sumber yang kuat misal
pemaparan singkat (ruang) suhu tinggi atau
meskipun ada pertolongan FP < 23°C (BP ≥ 38°C) getaran
LD50 = 5-50 mg/Kg FP > 23°C (BP < 38°C)
4 Penyebab kematian, Segera menguap dalam Mudah meledak pada
cedera fatal, meskipun keadaan normal dan dapat suhu normal, sensitif
ada pertolongan terbakar secara cepat terhadap panas dan
LD50 ≤ 5 mg/Kg FP < 23°C (73°F) mekanik
BP > 38°C (100°F)
FP: flash point; BP: boiling point

Informasi rinci tentang sifat fisika-kimia, klasifikasi dan potensi bahaya, cara
penanganan dari setiap bahan kimia dapat diperoleh di MSDS (Material Safety Data
Sheet) atau Lembar Keselamatan Bahan. Kode bahan kimia dan nomer kontak
produsen juga tersedia di MSDS tersebut. Khususnya Praktikum Anorganik, informasi
MSDS tersaji di modul “Ringkasan MSDS Bahan Kimia Praktikum Kimia Anorganik”
yang terpisah dengan diktat ini.

10
Sedangkan berdasarkan sifat alamiahnya, bahan kimia juga dapat
dikategorikan menjadi (Gambar 4) bahan kimia mudah meledak (explosive), mudah
terbakar (flammable), mudah mengoksidasi (oxidise), korosif (corrosive), beracun
(toxic), berbahaya untuk kesehatan (health hazard), mudah mengiritasi (irritant),
berbahaya untuk lingkungan (environment hazard), dan gas bertekanan tinggi
(pressured gas). Satu bahan kimia dapat memiliki lebih dari satu kategori bahaya
misalnya: asam nitrat termasuk bahan korosif dan bersifat oksidator. Informasi lebih
rinci tentang Gambar 4 disajikan di Lampiran 1.

Gambar 4. Piktogram sifat bahaya bahan kimia.

Setiap wadah atau botol berisi bahan kimia yang digunakan dalam praktikum
harus dilabeli dengan informasi yang lengkap untuk menjamin bahwa bahan yang
digunakan adalah tepat dan tidak salah ambil. Selanjutnya, wadah atau botol tersebut
harus ditutup dengan sempurna, ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau, jauh
dari sumber api, aman dari goncangan sehingga menurunkan resiko terjadinya
tumpahan atau kebocoran wadah, misalnya pecah karena tersenggol. Informasi yang
ditulis di botol meliputi: (1) nama bahan kimia, bila perlu rumus senyawanya, (2)
konsentrasi, (3) label bahaya, (4) nama pemilik, dan (5) tanggal pembuatan.
Bahan kimia yang dipakai bersama disediakan di rak-rak di meja kerja masing-
masing. Reagen-reagen khusus yang diperlukan dan tidak tersedia di meja kerja akan
dijelaskan oleh asisten (misalnya larutan asam berada di lemari asam). Setiap botol
bahan kimia harus memiliki label yang menunjukkan isinya (nama bahan kimia dan
konsentrasinya) dan tanda bahayanya. Dilarang menggunakan bahan kimia dari botol

11
tak berlabel. Botol bahan yang telah dipakai harus dikembalikan ke rak. Tidak
diperkenankan memindahkan botol dari tempat semula.
Untuk prosedur penyimpanan, secara umum bahan kimia cair harus dipisahkan
dengan bahan kimia padat. Pemisahan berdasarkan nama bahan sesuai urutan abjad
hanya berlaku untuk kepentingan administrasi saja, tetapi tidak berlaku untuk prosedur
teknis. Dalam konteks praktikum, mahasiswa tidak menerapkan prosedur
penyimpanan tersebut, namun pengetahuan ini ini dapat membantu dalam
pencegahan kecelakaan kerja.
Baik bahan kimia cair maupun padat, penyimpanan harus memperhatikan kelas
dan potensi bahaya sehingga bahan kimia yang tidak cocok (incompatible) tidak boleh
disimpan dalam satu lokasi atau berdekatan, misalnya aseton tidak boleh disimpan
berdekatan dengan asam sulfat, asam nitrat, basa kuat; asam asetat tidak boleh
disimpan berdekatan dengan asam nitrat, asam perklorat, hidrogen peroksida, KMnO4,
dll. Apabila dua atau lebih bahan yang incompatible disimpan dalam satu lokasi
dan/atau berdekatan, maka potensi bahaya akan semakin tinggi sebagai akibat
adanya reaksi spontan dari uap (atau sentuhan) bahan-bahan tersebut. Secara
sederhana, acuan penyimpanan bahan kimia incompatible disajikan di Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi ketidakcocokan sifat bahan kimia saat penyimpanan


Cairan Asam Asam Basa dan Bahan
Sifat bahaya
mudah terbakar organik anorganik Alkali pengoksidasi
Cairan mudah terbakar X X X
Asam organik X X X
Asam anorganik X X X
Basa dan Alkali X X X
Bahan pengoksidasi X X
(X): jangan disimpan dalam satu lokasi dan/atau berdekatan

Kebersihan dan Pengendalian Limbah


Setelah melakukan aktifitas (saat praktikum luring) di laboratorium, pastikan
membersihkan peralatan gelas dan merapikan meja kerja. Sampah dibuang sesuai
kategorinya masing-masing, yaitu sampah kaca, sampah kertas, dan limbah bahan
kimia. Sebelum mencuci peralatan gelas, limbah cairan dan padatan harus
dikumpulkan ke dalam wadah limbah yang sudah disediakan, sesuai dengan labelnya.
Limbah bahan kimia di laboratorium kimia anorganik dipisah menjadi empat kategori,
masing-masing ditampung dalam wadah terpisah, yaitu:
A) Asam-basa, garam anorganik tak berbahaya,
contoh: HNO3, HCl, H2SO4, NaOH, KOH, NaCl, CaCl2, MgSO4, Na2SO4.
B) Senyawa organik, contoh: aseton, metanol, etanol.
C) Senyawa organoklorida, contoh: CHCl3, CH3Cl, C6H5Cl.
D) Logam toksisitas tinggi, contoh:
larutan yang mengandung ion Cd, Cr, Pb, Hg, Mo, Ni, Se, Ag, As, Co, Cu.
Limbah asam-basa (A) dapat dibuang ke saluran pembuangan setelah pH limbah
dinetralkan melalui penambahan NaOH atau HNO3 dan diperiksa dengan kertas pH.
Limbah lainnya (B, C, D) tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan. Pastikan
berkoordinasi dengan asisten/laboran perihal pengendalian limbah laboratorium.

12
PERCOBAAN I
Pembuatan Kalium Trioksalatokromat(III) Trihidrat
(K3[Cr(C2O4)3].3H2O)

1. Pendahuluan
Senyawa kompleks K3[Cr(C2O4)3] atau K3[Cr(ox)3] dibuat berdasarkan
persamaan kimia belum setimbang berikut:

Cr2O72-(aq) + H2C2O4(aq) + C2O42-(aq) ® [Cr(C2O4)3]3-(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Krom(III) pada senyawa kompleks tersebut diperoleh dari krom(VI), Cr2O72-, melalui
reaksi reduksi oleh H2C2O4. Adanya ion oksalat, C2O42-, yang merupakan ligan
pengkelat yang lebih kuat dari ligan H2O, maka krom(III) akan membentuk ion
kompleks dengan ligan oksalat, [Cr(C2O4)3]3-.
Keberhasilan pembuatan senyawa kompleks dapat diketahui berdasarkan
data-data analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kadar unsur dapat dilakukan
untuk menentukan rumus empirik senyawa kompleks, diikuti dengan karakterisasi sifat
magnet, daya hantar, spektra IR, spektra UV-vis, dan sebagainya.

2. Tujuan Percobaan:
Mempelajari pembuatan dan karakterisasi senyawa kompleks K3[Cr(C2O4)3].

3. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan:
• Gelas kimia 50 mL
• Corong gelas
• Gelas ukur 25 mL
• Gelas arloji
• Pengaduk gelas
• Kertas saring
• Botol semprot
• Pipet tetes
• Timbangan analitik
• Pemanas listrik
• Pengaduk listrik
• Spektrofotometer UV-vis atau FTIR atau melting point apparatus
Bahan-bahan yang digunakan:
• K2Cr2O7
• K2C2O4.H2O
• H2C2O4.2H2O
• CrCl3.6H2Os

13
4. Prosedur Percobaan
• Buatlah larutan kalium oksalat monohidrat (2,3 g; 12,5 mmol) dan asam oksalat
dihidrat (5,5 g; 43,6 mmol) dalam air (110-120 mL).
• Aduk larutan yang telah dibuat dengan pengaduk magnet, kemudian tambahkan
padatan kalium dikromat (1.9 g; 6,45 mmol) sedikit demi sedikit.
• Setelah larut, pekatkan larutan sampai mendekati kering. Kemudian tambahkan
10 mL etanol 95% ke larutan pekat sambil diaduk.
• Dinginkan larutan pekat tersebut (dengan bantuan es batu) selama 15–30 menit
hingga diperoleh kristal hijau gelap dari kalium trioksalatokromat(III) trihidrat.
• Saring kristal yang diperoleh dengan kertas saring, cuci dengan 2 x 10 mL etanol
95%.
• Pindahkan kertas saring di atas gelas arloji, keringkan dengan cara diangin-
anginkan di suhu ruang selama 30 menit kemudian timbang massanya dengan
neraca analitik.

Karakterisasi (pilih salah satu)


• Buatlah spektra UV-vis larutan (2x10-4 M) senyawa kompleks K3[Cr(C2O4)3],
kemudian bandingkan dengan spektra UV-vis larutan (2x10-4 M) kalium dikromat,
atau krom(III) klorida, atau krom(III) nitrat!
• Lakukan analisa dengan FTIR atas padatan yang diperoleh pada bilangan
gelombang 4000 – 500 cm-1! Bandingkan dengan spektra IR dari kalium dikromat
dan asam oksalat (bisa diambil dari literatur)!
• Lakukan uji titik leleh (pipa kaliper) kristal hasil sintesis dan kalium dikromat,
bandingkan hasilnya!
• Lakukan uji kelarutan dengan air, kloroform, aseton, dan etanol!

Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)


• Tuliskan reaksi lengkap pembuatan senyawa kompleks K3[Cr(C2O4)3.
• Tentukan Do ion kompleks [Cr(C2O4)3]3-.

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. kristal hasil sintesis, massa, dan rendemennya
b. spektra UV-Vis / FTIR atau data uji titik leleh atau data kelarutan

14
PERCOBAAN II
Penentuan Komposisi Senyawa Kompleks dengan
Metode Job

1. Pendahuluan
Untuk mempelajari interaksi antara molekul yang satu dengan yang lain dalam
suatu larutan dapat dilakukan tanpa memisahkan hasil interaksi itu menjadi senyawa
stabil. Hal ini banyak dilakukan dalam mempelajari komposisi senyawa kompleks.
Sebagai contoh ion Ni2+ dan NH3 dalam air menghasilkan beberapa jenis spesies,
antara lain [Ni(NH3)(H2O)5]2+, [Ni(NH3)2(H2O)4]2+, dst hingga [Ni(NH3)6]2+. Dari berbagai
spesies kompleks itu hanya spesies [Ni(NH3)6]2+ saja yang dapat dipisahkan meskipun
penyelidikan secara spektrofotometri dan potensiometri menunjukkan bahwa spesies-
spesies yang lain juga ada dalam larutan.
Salah satu metoda penentuan komposisi kompleks adalah metoda variasi
kontinyu atau sering disebut juga metoda JOB yang menggunakan pengukuran
spektrofotometri UV-Vis. Selain harus memenuhi aturan pengukuran spektrofotometri
UV-Vis, metode ini mensyaratkan kondisi antara lain: konsentrasi total dari logam dan
ligan, pH larutan, dan kekuatan ionik dari larutan harus dijaga pada nilai yang tetap
selama percobaan. Selain itu, hanya satu jenis kompleks ([MLn]) yang dominan ada
dalam larutan selama percobaan, sehingga metode ini tidak sesuai untuk kompleks
yang memiliki dua jenis ligan non-akuo dalam satu senyawa ([ML(1)nL(2)1-n]).
Secara umum, metoda ini menjelaskan cara mengevaluasi harga n untuk
kesetimbangan reaksi kompleks satu jenis ligan (M = logam, L = ligan):
K
M + nL MLn (1)

Harga n dari persamaan (1) di atas dapat ditentukan melalui pengukuran serapan
dengan spektrofotometer pada sederetan larutan yang mengandung berbagai
konsentrasi M dan L yang setiap larutan itu mempunyai konsentrasi total (M + L) sama.
Jika dari data serapan setiap larutan pada panjang gelombang tertentu dibuat kurva
hubungan antara serapan dengan fraksi mol L (X) dalam larutan, maka kurva
maksimum akan tercapai pada fraksi mol dimana komposisi untuk dihasilkannya
kompleks MLn terpenuhi. Dari hasil ini harga n dapat ditentukan.
Secara teknis terlebih dahulu dibuat larutan M dan L yang konsentrasinya
masing-masing M molar. Kemudian dibuat juga sederetan larutan campuran M dan L
dengan cara memvariasi volume larutan M dan L. Andaikan akan dibuat campuran
sebanyak 1 liter, maka pembuatan campuran itu dapat dilakukan dengan cara
menambahkan X liter larutan L ke dalam (1-X) liter larutan M, (0 < X < 1).
Andaikan konsentrasi M, L, dan MLn setelah terjadi kesetimbangan masing-
masing dinyatakan dengan simbol C1, C2, dan C3, maka setiap larutan dapat
dinyatakan:
C1 = M(1 - X) - C3 (2)
C2 = MX - nX3 (3)
n
C3 = K.C1.C2 (4)

15
K adalah tetapan kesetimbangan reaksi (1). Syarat tercapainya kondisi maksimum
dalam kurva C3 versus X adalah:
dC3
=0 (5)
dX

Penjabaran secara matematis akan dihasilkan persamaan:


X
n= (6)
1-X
Kemudian dari hasil X dimana harga C3 maksimum, maka n dapat dihitung dengan
persamaan (6).

Sekarang perlu ditentukan harga X dimana diperoleh harga C3 maksimum. Untuk


keperluan itu digunakan persamaan hukum Lambert-Beer:
A = x.C. L, (7)
dimana: A = absorbansi
x = koefisien ekstensi molar
C = konsentrai molar
L = ketebalan larutan (sel)

Koefesien ekstensi larutan M, L, dan MLn pada panjang gelombang tertentu


dinyatakan masing-masing E1, E2, dan E3. Jika serapan larutan merupakan jumlah
serapan dari seluruh spesies yang ada, yaitu serapan terukur Ameas, maka:
Ameas = (x1C1 + x2C2 + x3C3) (8)
Jika tidak ada interaksi antara M dan L, yaitu C3 = 0, maka serapan menjadi:
AZ+L = [x1M(1-X) + x2MX] (9)
dimana M adalah konsentrasi molar dari larutan M dan L.
Perbedaan antara Ameas dan AZ + L diberi simbol Y, maka:
Y = [(x1C1 + x2C2 + x3C3) - x1 M (1-X) - x2MX] l (10)
Persamaan (10) menunjukkan bahwa harga X dimana harga C3 maksimum diperoleh
pada harga Y maksimum, jika x3 > x1 dan pada harga Y minimum, jika x3 > x1.

Dalam percobaan ini, M adalah ion Fe3+ dan L adalah ligan ion tiosianat (NCS-).
Kompleks yang dihasilkan adalah:
Y = Ameas - (1-X) AZ (11)
3+
AZ adalah serapan larutan Fe dengan konsentrasi M molar. Untuk mengevaluasi
harga n dalam [Fe(H2O)6-n(SCNn]3-n, dibuat kurva hubungan antara Y sebagai ordinat
dengan X sebagai aksis pada panjang gelombang tertentu. Kurva maksimum akan
terjadi pada fraksi mol X tertentu. Dari harga X tersebut, maka dengan persamaan (6)
dapat ditentukan harga n nya. Karena komposisi kompleks yang ditentukan lebih dari
satu spesies, maka kurva akan dibuat dari data yang dihasilkan pada beberapa
panjang gelombang yang sesuai dengan perbedaan komplek [Fe(H2O)6-n(SCN)n]3-n
yang ada.

16
2. Tujuan Percobaan
Mempelajari cara penentuan komposisi senyawa kompleks besi(III)-tiosianat
menggunakan metoda JOB.

3. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan:
• 1 set spektrofotometer UV-Vis
• 10 buah tabung reaksi 10 mL
• 1 buah pipet ukur 10 mL
• Botol semprot
• Rak tabung reaksi
Bahan-bahan kimia yang digunakan:
• Logam nitrat (pilih salah satu): Besi(III) nitrat atau Kobalt(II) nitrat
• KSCN
• Asam nitrat

4. Prosedur Percobaan
• Dari larutan stok yang diberikan oleh asisten, siapkan larutan Fe3+ dan larutan
NCS- masing-masing dengan konsentrasi 3 x 10-3 M, larutan HNO3 dengan
konsentrasi 0,500 M, dan siapkan juga 10 buah tabung reaksi 10 mL.
• Buatlah 10 larutan masing-masing dengan komposisi sebagai berikut:
Larutan Volume Fe3+(mL) Volume NCS-(mL) Volume HNO3(mL)
1. 0 16 4
2. 1 15 4
3. 3 13 4
4. 5 11 4
5. 7 9 4
6. 9 7 4
7. 11 5 4
8. 13 3 4
9. 15 1 4
10. 16 0 4

• Carilah panjang gelombang maksimum dari setiap larutan tersebut pada 350-700
nm, kemudian ukurlah serapan dari semua larutan itu pada setiap panjang
gelombang maksimum yang telah diperoleh.
• Hitunglah harga Y (persamaan 11) pada setiap panjang gelombang untuk semua
larutan tersebut diatas.
• Buatlah kurva hubungan antara Y dengan X untuk setiap panjang gelombang yang
diberikan.
• Dari harga X yang memberikan kurva maksimum, tentukan harga n untuk
kompleks [Fe(H2O)6-n(SCN)n]3-n yang ada dalam larutan.
• Lakukan prosedur yang sama untuk untuk [Co(H2O)6-n(SCN)n]2-n.

17
Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)
1. Jabarkan persamaan (5) sehingga didapatkan persamaan (6).
2. Dengan deferensiasi persamaan (10), tunjukkan bahwa harga Y maksimum pada
saat harga C3 juga maksimum.
3. Jelaskan fungsi penambahan asam nitrat, apakah bisa digunakan jenis asam
lainnya?
4. Jelaskan hibridisasi dan gambarkan kemungkinan struktur geometri dari senyawa
kompleks [Fe(H2O)6-n(SCN)n]3-n atau [Co(H2O)6-n(SCN)n]2-n yang diperoleh!

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. Data absorbansi saat penentuan lambda maksimum dan nilai lambda maks.
b. Data absorbansi larutan tiap fraksi mol yang diukur pada lambda maks.
c. Gambar grafik hubungan fraksi mol dengan absorbansi.
d. Harga n dari sampel [Fe(H2O)6-n(SCNn]3-n atau [Co(H2O)6-n(SCN)n]2-n.

18
PERCOBAAN III
Reaktivitas Ion Logam Transisi Deret Pertama

1. Pendahuluan
Unsur transisi deret pertama adalah unsur-unsur logam transisi yang terletak
pada periode paling atas dalam kelompok logam transisi pada tabel periodik unsur.
Unsur-unsur tersebut antara lain Sc, Ti, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn. Unsur–
unsur ini memiliki elektron valensi pada orbital d sehingga memiliki beberapa sifat
seperti katalis, warna larutan dan kemagnetannya.
Unsur-unsur ini meskipun struktur geometri senyawa kompleksnya lebih mudah
diprediksi daripada senyawa kompleks golongan lantanida, dari kiri ke kanan
mempunyai jumlah elektron valensi, jumlah elektron pada orbital d, muatan inti efektif,
jari–jari kation yang berbeda–beda sehingga memiliki reaktifitas yang berbeda
terhadap anion tertentu.
Pada beberapa kasus, reaktifitas ion-ion logam transisi berhubungan dengan
sifat kekerasan dan kelunakan dari kation dan anionnya. Reaktifitas suatu senyawa
dapat diamati dari adanya perubahan warna maupun terbentuknya endapan.
Reaktifitas suatu senyawa khususnya yang mengandung ion logam transisi tergantung
beberapa faktor, misalnya muatan dan jari-jari ion, serta konfigurasi elektron di orbital
d.
Reaktifitas berbeda dengan kestabilan, dimana reaktifitas lebih ditekankan pada
kecepatan terjadinya suatu reaksi kimia dengan zat lain sedangkan kestabilan
difokuskan pada besarnya nilai K yang dihasilkan suatu reaksi. Suatu senyawa dapat
bersifat labil akan bereaksi lebih cepat daripada senyawa yang inert.
Melalui percobaan ini diharapkan praktikan dapat mempelajari beberapa sifat
larutan dan reaksi dari senyawa transisi deret pertama.

2. Tujuan Percobaan
Mempelajari reaktifitas ion-ion logam transisi.

3. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan:
• Tabung reaksi 10 buah
• Rak tabung reaksi
• Pipet tetes
• Botol semprot
• Gelas ukur 5 mL
Bahan-bahan yang digunakan:
• Titanium(IV) nitrat atau titanium(IV) klorida
• Kromium(III) klorida atau kromium(III) nitrat
• Mangan(II) klorida atau mangan(II) nitrat atau mangan(II) asetat
• Amonium besi(II) sulfat atau besi(II) sulfat atau besi(II) perklorat
• Besi(III) nitrat atau besi(III) klorida

19
• Kobalt(II) klorida atau kobalt(II) nitrat atau kobalt(II) perklorat
• Nikel(II) klorida atau nikel(II) nitrat atau nikel(II) perklorat
• Tembaga(II) klorida atau tembaga(II) nitrat atau tembaga(II) sulfat
• Seng(II) klorida atau seng(II) nitrat

4. Prosedur Percobaan
• Tambahkan larutan NaOH 1M sedikit demi sedikit ke dalam 3 mL larutan Mn+ 0,5M
secara berlebih (berdasarkan stoikiometri masing-masing ion logam).
• Goyang-goyangkan tabung reaksi dan catat perubahan yang terjadi. Lakukan hal
yang sama untuk larutan logam lainnya.
• Ulangi percobaan pertama untuk semua larutan Mn+ namun dengan pereaksi:
- NaOH 10M
- KSCN 1M
- NH4OH 1M
- Na2CO3 1M
• Ulangi percobaan di atas untuk satu larutan sampel yang tidak diketahui. Tentukan
logam yang terkandung dalam larutan sampel tersebut!

Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)


1. Tuliskan persamaan reaksi dari semua reaksi di atas! Jelaskan peran konsep
HSAB dalam memprediksi reaksi yang terjadi tersebut!
2. Berikan keterangan perubahan kimia yang menyertainya misal perubahan warna,
suhu, atau endapan!
3. Berdasarkan hasil percobaan dan analisa anda, berikan kesimpulan anda tentang
perbedaan reaktifitas ion logam transisi deret pertama terhadap pereaksi tsb dan
faktor yang mempengaruhinya!

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. Tabel pengamatan (semua reaksi yang dilakukan)
b. Kandungan ion logam transisi dari sampel
c. Persamaan reaksi dari semua hasil pengamatan, setara dan lengkap termasuk
informasi keadaan senyawa, misal (s), (aq), dst.

20
PERCOBAAN IV
Pembuatan Kalsium Sulfat dari Batu Gamping

1. Pendahuluan
Batuan gamping banyak terdapat di Indonesia. Gamping mempunyai rumus
kimia CaCO3 dengan kandungan utama yaitu mineral kalsit dan aragonit. Zat lain yang
bersifat pengotor dan secara alami berada di batuan gamping antara lain silika, oksida
besi, dan oksida magnesium. Batu gamping dapat terlarutkan oleh air hujan lebih
mudah dibandingkan dengan batuan yang lainnya. Di bawah pengaruh tekanan yang
tinggi, batu gamping termetamorfosakan menjadi batuan metamorf marble. Pada
kondisi tertentu, kalsit yang terdapat di dalam batu gamping berubah struktur menjadi
batuan dolomit (CaMg(CO3)2).
Selain sebagai bahan baku bangunan atau monumen, gamping sangat
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku bahan kimia multiguna, diantaranya
yaitu kalsium sulfat. Kalsium sulfat umumnya berwarna putih, tergantung mineral
pengotornya, dengan derajad kekerasan 1,5–2.0 dan berat jenis 2,31–2,35. Kalsium
sulfat termasuk garam kalsium yang mudah mengendap dengan nilai Ksp 2,4.10-5.
Secara alami, mineral kalisum sulfat dapat berupa senyawa anhidrat, hemihidrat,
maupun dihidrat. Kalsium sulfat dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembuat
semen portland, bahan baku kapur tulis, bahan utama plaster (hiasan gedung) atau
penambah kekerasan untuk bahan bangunan, koagulan dalam industri tahu, dll.
Sedangkan senyawa kalsium sulfat anhidrat juga dapat digunakan sebagai bahan
pengering komersial.

2. Tujuan Percobaan
Mempelajari pembuatan dan karakterisasi kalsium sulfat dari batu gamping.

3. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan:
• Oven dan tanur
• ayakan 100 mesh
• pemanas listrik + pengaduk magnet
• gelas kimia 250 ml
• gelas ukur 100 ml
• tabung reaksi
• sendok spatula
• neraca analitik
• gelas arloji
• erlenmeyer 250 ml
• kertas pH indikator universal
Bahan-bahan yang digunakan:
• batu gamping
• asam klorida

21
• natrium sulfat
• aquades
• kalium tiosianat

4. Prosedur Percobaan
• Timbang 5,0 g batu gamping yang sudah ditumbuk halus (kira-kira 100 mesh),
kemudian dipanaskan dalam tanur pada 9000C selama 1 jam (disiapkan oleh
asisten, simpan dalam desikator).
• Siapkan dua seri larutan berisikan campuran 50 mL akuades dan 25 mL HCl 1M
(2:1 v/v). Ke dalam masing-masing larutan, tambahkan 2,0 gram serbuk hasil
pentanuran.
• Aduk kedua larutan dengan kecepatan sedang selama 15 menit (dengan
pengaduk magnet), kemudian saring dengan kertas saring. Pekatkan filtrat secara
perlahan dengan cara memanaskan larutan tapi jangan sampai terbentuk endapan
(awas: larutan mengandung asam klorida!). Cek pH larutan!
• Setelah larutan dingin, tambahkan setetes demi setetes 20 mL H2SO4 1M (ke
larutan pertama) dan 20 mL Na2SO4 1M (ke larutan kedua) sambil diaduk perlahan
hingga terbentuk padatan putih.
• Saring endapan yang terbentuk (cek pH filtrat) kemudian keringkan dalam oven
pada 1050C selama 30 menit. Setelah dingin (simpan di dalam desikator), timbang
padatan yang diperoleh. Hitung rendemen yang diperoleh!

Karakterisasi
a. Larutkan sedikit padatan hasil sintesa dalam asam sulfat dan tetesi dengan KSCN
1M. Amati perubahan yang terjadi?
b. Lakukan analisa FTIR (4000-500 cm-1) dan bandingkan hasilnya dengan spektra
FTIR gamping dan kalsium sulfat dari pustaka!

Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)


1. Apa fungsi pentanuran? Tulis persamaan reaksinya!
2. Pada saat ditambah akuades dan HCl, impuritis apa yang tidak larut?
3. Tulis persamaan reaksi di setiap tahapan sintesis!
4. Bandingkan massa dan rendemen produk antara kedua metode pengendapan,
manakah yang lebih efektif?
5. Gabungkan hasil uji kualitatif dan spektra IR yang dihasilkan dari kedua metode
pengendapan tersebut, manakah yang menghasilkan produk yang lebih murni?

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. Massa kalsium sulfat yang diperoleh dan rendemen
b. Persamaan reaksi setiap tahapan
c. Hasil uji kualitatif dan spektra FTIR

22
PERCOBAAN V
Pemisahan Senyawa Anorganik dari Campuran

1. Pendahuluan
Bila dua zat atau lebih dalam campuran tidak terjadi reaksi secara kimia, maka
hasil campuran dalam setiap komponen zat memiliki sifat-sifat dasar yang tetap. Jika
satu komponen dari campuran ada dalam jumlah yang lebih besar, maka campuran
dalam hal ini merupakan zat tak murni dan komponen yang lebih kecil sebagai
pengotor sisa dari jumlah komponen yang lebih besar.
Pemisahan komponen dari campuran, termasuk pemurnian zat adalah masalah
yang sering dihadapi dalam kimia. Dasar pemisahan komponen dari suatu campuran
adalah bahwa setiap komponen memiliki perbedaan sifat dasar. Komponen-
komponen dari campuran zat murni adalah unsur-unsur atau senyawa. Setiap unsur
atau senyawa mempunyai sifat dasar, sehingga sifat dasar tersebut dapat
diidentifikasi. Pada keadaan temperatur dan tekanan yang sama, sifat-sifat dasar dari
setiap zat murni adalah identik. Salah satu contoh, gula pada keadaan normal adalah
wujud padat tersusun dari kristal transparan dalam bentuk yang sama. Kristal gula
lebih kecil dari butiran gula beraturan, tetapi ukuran partikel bukan merupakan sifat
dasar dari gula.
Di percobaan ini, akan dipelajari teknik pemisahan campuran ke dalam
komponen-komponen zat, tidak dengan identifikasi dari zat (diasumsikan komponen
tersebut sudah diketahui sebelumnya). Beberapa teknik pemisahan berdasarkan
perbedaan sifat fisika adalah destilasi, ekstraksi, filtrasi, dekantasi, sentrifugasi,
magnetisasi, dan sublimasi.
Destilasi adalah pemurnian campuran dengan pemanasan zat sampai zat
mencapai titik didih, pendinginan zat dan pengumpulan uap zat. Pemisahan dua zat
atau lebih memiliki perbedaan titik didih. Semua titik didih dapat direduksi dengan
pengurangan tekanan pada cairan. Ekstraksi adalah pengubahan suatu zat dari
campuran yang menyebabkan kelarutan zat lebih besar dalam pelarut yang diberikan.
Filtrasi adalah proses pemisahan endapan atau padatan tersuspensi dari cairan
(umumnya dengan bantuan kertas saring). Apabila pemisahan padatan tersebut
dilakukan dengan menuangkan cairan secara langsung tanpa kertas saring, maka
disebut dekantasi. Sentrifugasi adalah proses pemisahan padatan tersuspensi dari
cairan dengan pusingan campuran pada kecepatan tinggi. Sedangkan sublimasi
adalah sifat dasar dari beberapa zat melalui fase padat ke fase gas tanpa melewati
fase cair (ingat tidak semua zat memiliki sifat ini). Oleh sebab itu, jika komponen dari
campuran sublimat, maka sifat ini digunakan untuk memisahkan komponen zat dari
senyawa lain (contoh zat yang menyublim: iodin, naftalen, dan amonium klorida).
Magnetisasi (bukan istilah resmi) merupakan pemisahan komponen padat dari
campurannya berdasarkan perbedaan sifat kemagnetan.
Di percobaan ini, campuran yang akan dipisahkan mengandung salah satu atau
beberapa senyawa berikut, yaitu natrium klorida, magnesium klorida, amonium klorida,
barium(II) sulfat, dan atau silikon dioksida.

23
Tabel: Sifat-sifat bahan / sampel percobaan

Mr Kelarutan (g) Titik leleh Bentuk /


Zat
(g/mol) dalam 100 g air (0C) Warna Zat

NaCl 58,5 359 (250C) 801 Kristal / bening


H2C2O4* 90,03 14,3 (250C) 101,5 Kristal / bening
SiO2 60,1 0,012 (200C) 1650 Serbuk / putih
MgCl2* 95,2 54,3 (200C) 714 Kristal / bening
CaCO3 100,09 0,015 (250C) 825 Serbuk / putih
Ket: * = anhidrat

2. Tujuan Percobaan
Mempelajari teknik–teknik pemisahan senyawa anorganik dari campuran secara
fisika.

3. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan:
• Gelas kimia
• Gelas arloji
• Pengaduk gelas
• Oven
• Kertas saring
• Desikator
• Penjepit besi
• Botol semprot
Bahan-bahan yang digunakan:
• Kertas pH universal
• Asam oksalat anhidrat
• Natrium klorida
• Magnesium klorida
• Kalsium karbonat
• Silikon dioksida
• Kalsium klorida
• Akuades

4. Prosedur Percobaan
• Keringkan cawan porselin kosong dalam oven (dilakukan oleh asisten), simpan di
desikator dan timbang (sebagai massa cawan kosong) hingga massanya konstan.
Siapkan juga dua kertas saring dan timbang massanya.
• Masukkan 2,00 gram sampel dari campuran tiga zat ke gelas kimia 25 mL,
misalnya campuran NaCl-H2C2O4-SiO2 atau MgCl2-H2C2O4-CaCO3 (variasi massa
diserahkan ke asisten dan praktikan sudah mengetahui komponen dalam
campurannya).

24
• Tuangkan 5 mL akuades ke dalam gelas kimia yang berisi padatan dan aduk
selama 5 menit. Saring larutan, tampung filtrat dalam gelas kimia lainnya dan
pisahkan residunya.
• Filtrat kemudian ditambah dengan larutan CaCl2 1M tetes demi tetes hingga tidak
terbentuk endapan lagi (cek pH dengan kertas pH universal), sedangkan residu
dikeringkan dalam oven (±105 0C kurang lebih 45–60 menit) hingga diperoleh
massa konstan.
• Endapan dari hasil penambahan larutan CaCl2 kemudian dipisahkan, filtrat
(ditampung di cawan porselen) diuapkan di dalam oven (±105 0C) hingga diperoleh
padatan, dan residu juga dikeringkan dalam oven pada ±105 0C hingga diperoleh
massa konstan (ingat: residu yang didapatkan berupa kalsium oksalat).
• Hitung persentase masing-masing zat di dalam campuran dengan menggunakan
rumus berikut:
massa komponen (g)
% komponen = x 100%
massa sampel (g)

Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)


a. Sebutkan sifat-sifat kimia dari bahan yang digunakan dalam percobaan ini
(misalnya sifat keasaman/kebasaan, sifat reduksi/oksidasi) dan sifat bahaya
bahan (korosif, karsinogenik, mudah terbakar, dll). Apakah informasi sifat – sifat
tersebut dapat membantu anda dalam pemisahan komponen tersebut? Bila iya,
sebutkan di bagian mana informasi tersebut bermanfaat!
b. Hitunglah kadar (% massa) masing-masing unsur dalam senyawa tersebut!
c. Tuliskan reaksi kimia semua tahapan pemisahan yang dilakukan!

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. Tabel pengamatan di setiap tahap pemisahan.
b. Massa setiap komponen yang diperoleh.

25
PERCOBAAN VI
Penentuan Keasaman dari Mineral Alam

1. Pendahuluan
Indonesia, khususnya Jawa Timur memiliki banyak sekali mineral alam seperti
zeolit (Turen), piropilit (Pantai Selatan), pasir (pantai utara), gamping, bentonit, kaolin,
dll. Beberapa mineral alam memiliki manfaat yang cukup besar dalam dunia industri,
misalnya sebagai adsorben dan katalis. Eksplorasi mineral seringkali didasarkan atas
ketersediaan (abundance), kandungan zat dan pengotornya, serta sifat fisika dan
kimia dari mineral tersebut.
Untuk mengetahui kandungan dan sifat suatu mineral maka harus dilakukan
karakterisasi. Salah satu karakterisasi sederhana dari suatu mineral adalah penentuan
keasaman. Keasaman suatu mineral dapat ditentukan dengan metode titrimetri asam
basa. Beberapa mineral alam memiliki tingkat keasaman yang berbeda karena setiap
mineral memiliki perbedaan dalam gugus aktifnya. Dengan adanya aktivasi, keasaman
permukaan suatu mineral alam juga dapat berubah.

2. Tujuan Percobaan
Menentukan tingkat keasamaan dari mineral alam.

3. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan:
• erlenmeyer 100mL
• kertas pH universal
• statif + buret
• penjepit besi
• corong gelas
• oven
• ayakan 100 mesh
• gelas kimia 100 mL
• gelas ukur 25 mL
• satu set shaker
• sendok spatula
• pengaduk gelas
• neraca analitik
• gelas arloji
• cawan / kurs porcelin
• botol semprot
• kertas saring
Bahan-bahan yang digunakan:
• asam klorida
• asam oksalat dihidrat
• natrium hidroksida
26
• akuades
• indikator pp
• mineral alam (zeolit, bentonit, kaolin, dll)

4. Prosedur Percobaan
• Timbang 0,5 g mineral alam yang sudah ditumbuk halus (kira-kira 100 mesh),
pindahkan ke dalam erlenmeyer kemudian tambahkan 25 mL HCl 2M.
• Kocok dengan shaker pada 250 rpm selama 15 menit dan setelah itu diamkan
sejenak pada suhu ruang.
• Saring padatan dengan kertas saring, kemudian cuci padatan dengan akuades
hingga pH filtrat sama dengan pH akuades (dengan bantuan kertas indikator pH
universal).
• Keringkan padatan dalam oven pada 105-110ºC selama 1 jam, kemudian
dinginkan dalam desikator.
• Sambil menunggu padatan kering, siapkan 100 mL larutan NaOH 1M. Lakukan
pembakuan larutan NaOH 1M tersebut dengan larutan asam oksalat 1M.
• Setelah padatan kering, ambil masing-masing 0,20 g dan masukkan ke dalam dua
erlenmeyer berbeda, kemudian tambahkan 10 mL akuades dan goyang-
goyangkan wadah beberapa saat.
• Dengan bantuan indikator pp, titrasi larutan sampel dengan NaOH 1M (sesuai
hasil pembakuan) hingga terjadi perubahan warna.
• Lakukan hal yang sama untuk sampel sejenis yang tidak diaktivasi atau sampel
mineral alam lainnya (sampel tanpa aktivasi hanya dipreparasi dengan cara
mencuci sampel dengan akuades terlebih dahulu kemudian dikeringkan dalam
oven)

Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)


a. Jelaskan mengapa NaOH harus dibakukan terlebih dahulu! Sebutkan syarat-
syarat larutan yang wajib dibakukan sebelum digunakan dalam titrasi!
b. Jelaskan konsep asam permukaan dari suatu padatan anorganik, berikan
contohnya!
c. Bagaimanakah pengaruh aktivasi terhadap keasaman permukaan suatu mineral
alam?

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


d. Volume asam oksalat rata-rata saat pembakuan
e. Molaritas NaOH hasil pembakuan
f. Volume titrasi rata-rata NaOH tiap sampel (aktivasi dan tanpa aktivasi)
g. Nilai keasaman tiap sampel (aktivasi dan tanpa aktivasi)

27
PERCOBAAN VII
Isolasi Alumina (Al2O3) dari Lumpur

1. Pendahuluan
Aluminium oksida atau alumina merupakan komponen utama dalam mineral
bauksit. Alumina memiliki kekerasan 9 dalam skala Mohs. Hal ini menyebabkan
alumina banyak digunakan sebagai bahan abrasif untuk menggantikan intan yang jauh
lebih mahal. Beberapa jenis ampelas, dan pembersih CD/DVD juga menggunakan
aluminium oksida.
Selain dari mineral, alumina dapat diekstraksi dari bahan lumpur. Tanah atau
lempung adalah akumulasi partikel mineral yang ikatan antar partikelnya lemah, yang
terbentuk karena pelapukan dari batuan. Ikatan lemah tersebut disebabkan oleh
pengaruh karbonat / oksida yang tersenyawa diantara partikel, atau karena adanya
bahan organik. Umumnya di dalam tanah mengandung banyak mineral misalnya
alumina (Al2O3) dan silika (SiO2) dalam jumlah yang dominan, serta oksida logam
lainnya dari golongan alkali (Na2O, K2O), alkali tanah (MgO, CaO) dan sedikit oksida
logam dari transisi (Fe2O3, TiO2, dll).
Isolasi alumina dari lumpur harus memperhatikan keberadaan dan sifat alumina
dan senyawa lainnya, sehingga proses isolasi dapat berlangsung efektif dan
menghasilkan alumina dengan kemurnian yang tinggi. Kalsinasi dapat digunakan
sebagai salah satu pengkondisi awal sebelum tanah lempung digunakan dalam
percobaan ini. Alumina hasil isolasi dapat dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR
untuk mengindentifikasi gugus fungsi yang ada di sampel atau dengan AAS untuk
mengukur kadar Al dan kandungan logam lain yang ada di sampel.

2. Tujuan Percobaan
Mempelajari isolasi oksida logam (alumina) dari lumpur dan mengkarakterisasi
senyawa yang dihasilkan dengan FTIR.

3. Alat dan Bahan


a. Alat-alat yang dipergunakan
- Gelas kimia 50mL
- Gelas ukur 10mL
- Pemanas listrik + pengaduk magnet
- Neraca analitik
- Kertas pH indikator universal
- Botol semprot
- Corong gelas
- Gelas arloji
- Oven
- Desikator
b. Bahan-bahan yang dipergunakan
- Lumpur kering hasil kalsinasi
- NaOH
28
- HCl
- KBr
- Akuades
- Kertas saring

4. Prosedur Percobaan
a. Metode basa
• Metode ini dilakukan dua kali (duplo) sehingga harus disiapkan dua sampel.
• Ambil dengan teliti 2,50 g lumpur kering yang sudah dikalsinasi, tempatkan di
gelas kimia 50 mL, dan tambahkan 15 mL larutan NaOH 2M, aduk dengan
pengaduk magnet selama 30 menit. Kemudian pisahkan endapan dengan
kertas saring, lalu pindahkan filtrat ke gelas kimia 50 mL.
• Tambahkan larutan HCl 2M sedikit demi sedikit hingga pH 8, gunakan kertas
pH indikator universal.
• Panaskan larutan (70°C) tersebut hingga terbentuk endapan, kemudian
dinginkan larutan hingga suhu kamar dan pisahkan endapan yang terbentuk
dengan kertas saring.
• Cuci endapan dengan akuades hingga pH air hasil pencucian netral, kemudian
endapan dipanaskan dalam oven pada 110°C selama 1 jam atau hingga berat
konstan, kemudian simpan di dalam desikator.
• Catat massa endapan akhir yang diperoleh kemudian lakukan analisa dengan
FTIR, bandingkan data anda dengan spektra standar Al2O3 dan SiO2, atau
dengan spektra lumpur kering (disiapkan oleh asisten).

b. Metode asam
• Metode ini dilakukan dua kali (duplo) sehingga harus disiapkan dua sampel.
• Ambil dengan teliti 2,50 g lumpur kering yang sudah dikalsinasi, tempatkan di
gelas kimia 50 mL dan tambahkan 15 mL larutan HCl 2M.
• Selanjutnya, tutup gelas kimia dengan gelas arloji, aduk perlahan (dengan
pengaduk magnet) dan panaskan larutan (70°C) dengan pemanas listrik
selama 30 menit di lemari asam.
• Setelah dingin, pisahkan endapan dengan kertas saring, lalu pindahkan filtrat
ke gelas kimia 50 mL.
• Tambahkan larutan NaOH 2M sedikit demi sedikit hingga pH 3, gunakan kertas
pH indikator universal.
• Pisahkan endapan yang terbentuk kemudian filtrat ditambahkan NaOH 2M
hingga pH 8.
• Pisahkan endapan yang terbentuk dengan kertas saring dan cuci endapan
dengan akuades hingga pH air hasil pencucian netral.
• Keringkan endapan dalam oven pada 110°C selama 1 jam atau hingga berat
konstan, kemudian simpan di dalam desikator.
• Catat massa endapan akhir yang diperoleh kemudian lakukan analisa dengan
FTIR, bandingkan data anda dengan spektra standar Al2O3 dan SiO2, atau
dengan spektra lumpur kering (disiapkan oleh asisten).

29
Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)
h. Jelaskan tahap-tahap isolasi di kedua metoda di atas, beserta reaksinya!
d. Jelaskan manakah metode isolasi yang lebih baik diantara kedua metode tersebut
berdasarkan rendemen dan kemurniannya!

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. Massa dan kadar Al2O3 dalam sampel lumpur
b. Spektra IR senyawa hasil isolasi dari kedua metoda

30
PERCOBAAN VIII
Reaksi Senyawa Kompleks Etilendiamina

1. Pendahuluan
Etilendiamina (IUPAC: 1,2-diaminoethane), atau disingkat dengan en,
merupakan ligan kelat bidentat yang cukup banyak dikenal dan mudah membentuk
senyawa kompleks dengan logam transisi, misalnya [Co(en)3]3+. Senyawa kompleks
etilendiamin relatif mudah disintesis, yaitu dengan mereaksikan larutan logam dan
larutan en pada berbagai rasio. Banyaknya ligan en yang digunakan dalam reaksi
tersebut berpengaruh terhadap senyawa yang dihasilkan. Selain itu, keberadaan asam
akan mempengaruhi kestabilan spesi en di dalam larutan sehingga en dapat relatif
mudah terlepas atau bahkan sulit berikatan dengan ion logam pusat.
Ion logam yang akan digunakan di percobaan ini adalah Ni(II) dan Cu(II). Kedua
ion logam ini memiliki konfigurasi elektron pada orbital d, warna, dan jari-jari ion yang
berbeda sehingga diperkirakan kedua jenis ion logam tersebut menunjukkan hasil
senyawa kompleks dan reaktifitas yang berbeda, salah satunya adalah fenomena efek
Jahn-Teller. Analisa kuantitatif kedua larutan logam ini sederhana yaitu dengan
menggunakan spectronic 20

2. Tujuan Percobaan
Mempelajari pengaruh ion logam, rasio mol M(II):en, dan derajad keasamaan
terhadap sifat dan karakter dari senyawa kompleks etilendiamina.

3. Alat dan Bahan


a. Alat-alat yang digunakan:
- Gelas kimia atau erlenmeyer 50 mL
- Gelas arloji
- Neraca analitik
- Tabung suntik 1 mL
- Spectronic-20 dan kuvet
- Pipet tetes
- Batang pengaduk gelas
- Gelas ukur atau pipet volume
b. Bahan-bahan yang digunakan:
- Nickel(II) klorida heksahidrat
- Tembaga(II) klorida dihidrat
- Etilendiamina pa (r = 0,90 g/cm3)
- HCl 2M
- Akuades

4. Prosedur Percobaan
• Siapkan larutan Ni(II) klorida 0,5M dan Cu(II) klorida 0,5M masing-masing
sebanyak 100 mL (hitung massa yang diperlukan)

31
• Ambil 20 mL masing-masing larutan logam dan pindahkan dalam enam gelas
kimia 50 mL yang berbeda, beri label misalnya Ni-1, Cu-1, Ni-2, Cu-2, dst.
• Ke dalam larutan logam pertama (Ni-1 dan Cu-1), tambahkan 0,67 mL larutan en
(dengan tabung suntik 1 mL) dan aduk hingga homogen.
• Ke dalam larutan logam kedua (Ni-2 dan Cu-2), tambahkan 1,34 mL larutan en
(dengan tabung suntik 1 mL) dan aduk hingga homogen.
• Ke dalam larutan logam ketiga (Ni-3 dan Cu-3), tambahkan 2,0 mL larutan en
(dengan tabung suntik 1 mL) dan aduk hingga homogen.
• Ukur absorbansi setiap larutan tersebut dan larutan blanko (larutan logam tanpa
penambahan en) dengan spectronic-20 pada panjang gelombang maksimum
(penentuan λmaks dan kurva standar disiapkan oleh asisten).
• Setelah data terkumpul, buatlah hubungan nilai absorbansi dengan ketiga rasio
yang berbeda untuk dua larutan logam tersebut dalam satu grafik. Bandingkan
data absorbansi dari kedua larutan logam tersebut.
• Selanjutnya, tambahkan tetes demi tetes HCl 2M (di lemari asam) ke setiap larutan
logam yang sudah diukur hingga warna larutan kembali seperti warna larutan
logam awal (kualitatif), catat banyaknya tetes yang ditambahkan!

Tugas (dirangkum dalam laporan praktikum)


1. Tuliskan reaksi yang terjadi pada percobaan ini!
2. Jelaskan peran HCl dalam percobaan ini! Apakah dapat digunakan asam kuat
lainnya, misal asam nitrat atau asam sulfat?
3. Mengapa terjadi perubahan warna ketika larutan logam ditambahkan en dan HCl?

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. Data absorbansi
b. Jumlah tetes HCl yang ditambahkan

32
PERCOBAAN IX
Studi Adsorpsi dengan Metoda Batch
(Pengaruh Jenis Adsorben dan Adsorbat)
1. Pendahuluan
Menurut IUPAC, adsorpsi didefinisikan sebagai peningkatan konsentrasi suatu
zat pada antarmuka lapisan terkondensasi dan cair atau gas karena operasi kekuatan
permukaan. Secara umum, adsorpsi adalah suatu peristiwa penyerapan pada lapisan
permukaan atau antar fasa, di mana molekul dari suatu materi (adsorbate) terkumpul
pada bahan pengadsorpsi (adsorbent).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (a) adsorpsi fisika yang disebabkan
oleh gaya van der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk
cairan) yang ada pada permukaan adsorben; dan (b) adsorpsi kimia yang terjadi
karena adanya reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben.
Adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adsorben (jenis, sifat,
massa, luas permukaan, ukuran/volume pori), adsorbat (muatan, sifat, konsentrasi),
pH larutan, lama kontak, suhu, kecepatan pengadukan/pengocokan, dll.
Metoda batch merupakan metoda yang sering digunakan untuk adsorpsi karena
sederhana dan mudah dilakukan. Terkadang, adsorben dapat diregenerasi. Banyak
mineral alam maupun material terbarukan di Indonesia yang berpotensi untuk
digunakan sebagai adsoben. Saat ini, material Upsalite merupakan zat yang memiliki
daya adsorpsi tertinggi dengan luas permukaan mencapai 800 m2/gram. Upsalite
mampu menurunkan kelembaban udara di sekitarnya dari 95% menjadi 5%.

2. Tujuan
Mempelajari pengaruh massa adsorben dan jenis adsorbat pada proses adsorpsi
dengan metode batch.

3. Bahan dan Alat


• Bahan:
- Adsorben (karbon aktif, zeolit, kitosan, atau biomassa)
- Adsorbat (zat warna alami, mis: kunir, ekstrak pandan; zat warna buatan, mis:
carmine, methyl orange; larutan ion logam, mis: dari golongan alkali-alkali tanah-
transisi atau logam berat)
- HCl atau NaOH untuk pengkondisi pH larutan
- Aluminium foil
• Alat:
- Corong gelas
- Gelas kimia 100 mL
- Oven
- Erlenmeyer 250 mL
- pH universal / pH meter
- Mesin shaker
- Spectronic 20 / UV-Vis
- AAS Shimadzu
- Alat pemusing (sentrifuse)

33
4. Prosedur Percobaan
A. Pengaruh adsorben (variasi massa adsorben)
Siapkan serangkaian erlenmeyer berisi 100 mL larutan yang mengandung
adsorbat dengan konsentrasi yang telah diketahui (misal: larutan methyl orange atau
Cu(II) dengan konsentrasi 100 ppm). Ukur dan catat pH larutan. Tambahkan adsorben
yang sudah diaktivasi (misal karbon aktif, zeolit, atau kitosan) ke dalam setiap
erlenmeyer dengan variasi massa (g): 0,10; 0,20; 0,30 dan 0,40 secara simultan
kemudian tutup erlenmeyer dengan alumnium foil. Lakukan pengocokan dengan
shaker pada suhu ruangan dengan kecepatan 250 rpm selama 20 menit. Segera
setelah selesai, pisahkan larutan (supernatan) dari adsorben menggunakan mesin
pemusing (centrifuge) selama 2 menit. Ukur dan catat pH larutan. Selanjutnya, ukur
konsentrasi larutan (sebelum dan setelah absorpsi) dengan Spectronic 20 atau AAS
(sesuai jenis adsorbat), encerkan sesuai kebutuhan. Lakukan percobaan ini dua kali.

B. Pengaruh adsorbat (variasi jenis adsorbat)


Siapkan serangkaian erlenmeyer berisi 100 mL larutan yang mengandung
adsorbat dengan konsentrasi yang telah diketahui (misal: 100 ppm larutan zat warna,
atau larutan Ni(II) vs Cu(II) vs Zn(II)). Ukur dan catat pH larutan. Tambahkan 0,25 g
adsorben yang sudah diaktivasi (misal karbon aktif atau zeolit) ke dalam setiap
erlenmeyer secara simultan kemudian tutup erlenmeyer dengan alumnium foil.
Lakukan pengocokan dengan shaker pada suhu ruangan dengan kecepatan 250 rpm
selama 20 menit. Segera setelah selesai, pisahkan larutan (supernatan) dari adsorben
menggunakan mesin pemusing (centrifuge) selama 2 menit. Ukur dan catat pH larutan.
Selanjutnya, ukur konsentrasi larutan (sebelum dan setelah absorpsi) dengan
Spectronic 20 atau AAS (sesuai jenis adsorbat), encerkan sesuai kebutuhan. Lakukan
percobaan ini dua kali.

C. Kondisi optimum (setiap parameter uji)


Penentuan kondisi optimum adsorpsi disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara
parameter vs persen adsorpsi. Kapasitas adsorpsi tidak dilakukan di percobaan ini
karena kapasitas adsorpsi harus dilakukan pada semua kondisi optimum. Persen
adsorpsi (%) dan kapasitas adsorpsi (Qc) dihitung dengan rumus:

!"–!$ %&' %) * +
% adsorpsi Cu2+ = x 100% Qc = mg/g
!" ,

keterangan:
Co = konsentrasi zat sebelum adsorpsi (mg/L)
Cs = konsentrasi zat sesudah adsorpsi (mg/L)
V = volume larutan (L)
W = massa adsorben (g)

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


e. Data konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi (dengan AAS atau UV Vis)
f. Data pH larutan sebelum dan sesudah adsorpsi
g. Data persen adsorpsi (%) dan nilai SD-nya.

34
PERCOBAAN X
Studi Adsorpsi dengan Metoda Batch
(Pengaruh pH dan Lama Kontak)
1. Pendahuluan
Menurut IUPAC, adsorpsi didefinisikan sebagai peningkatan konsentrasi suatu
zat pada antarmuka lapisan terkondensasi dan cair atau gas karena operasi kekuatan
permukaan. Secara umum, adsorpsi adalah suatu peristiwa penyerapan pada lapisan
permukaan atau antar fasa, di mana molekul dari suatu materi (adsorbate) terkumpul
pada bahan pengadsorpsi (adsorbent).
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (a) adsorpsi fisika yang disebabkan
oleh gaya van der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk
cairan) yang ada pada permukaan adsorben; dan (b) adsorpsi kimia yang terjadi
karena adanya reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben.
Adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adsorben (jenis, sifat,
massa, luas permukaan, ukuran/volume pori), adsorbat (muatan, sifat, konsentrasi),
pH larutan, lama kontak, suhu, kecepatan pengadukan/pengocokan, dll.
Metoda batch merupakan metoda yang sering digunakan untuk adsorpsi karena
sederhana dan mudah dilakukan. Terkadang, adsorben dapat diregenerasi. Banyak
mineral alam maupun material terbarukan di Indonesia yang berpotensi untuk
digunakan sebagai adsoben. Saat ini, material Upsalite merupakan zat yang memiliki
daya adsorpsi tertinggi dengan luas permukaan mencapai 800 m2/gram. Upsalite
mampu menurunkan kelembaban udara di sekitarnya dari 95% menjadi 5%.

2. Tujuan
Mempelajari pengaruh pH dan lama kontak pada proses adsorpsi dengan
metode batch.

3. Bahan dan Alat


• Bahan:
- Adsorben (karbon aktif, zeolit, kitosan, atau biomassa)
- Adsorbat (zat warna alami, mis: kunir, ekstrak pandan; zat warna buatan, mis:
carmine, methyl orange; larutan ion logam, mis: dari golongan alkali-alkali tanah-
transisi atau logam berat)
- HCl atau NaOH untuk pengkondisi pH larutan
- Aluminium foil
• Alat:
- Corong gelas
- Gelas kimia 100 mL
- Oven
- Erlenmeyer 250 mL
- pH universal / pH meter
- Mesin shaker
- Spectronic 20 / UV-Vis
- AAS Shimadzu
- Alat pemusing (sentrifuse)

35
4. Prosedur Percobaan
A. Pengaruh pH larutan
Siapkan serangkaian erlenmeyer berisi 100 mL larutan yang mengandung
adsorbat dengan konsentrasi yang telah diketahui (misal: larutan methyl orange atau
Cu(II) dgn konsentrasi 100 ppm). Kondisikan pH larutan dengan larutan HCl 0,1M atau
NaOH 0,1M sehingga bervariasi yaitu 4, 5, 6, 7 (untuk adsorban ion logam) atau 5, 6,
7, 8 (untuk adsorbat zat warna). Tambahkan 0,25 gram adsorben yang sudah
diaktivasi (misal karbon aktif atau zeolit) ke dalam setiap erlenmeyer secara simultan
kemudian tutup erlenmeyer dengan alumnium foil. Lakukan pengocokan dengan
shaker pada suhu ruangan dengan kecepatan 250 rpm selama 20 menit. Segera
setelah selesai, pisahkan larutan (supernatan) dari adsorben menggunakan mesin
pemusing (centrifuge) selama 2 menit. Ukur dan catat pH larutan. Selanjutnya, ukur
konsentrasi larutan (sebelum dan setelah absorpsi) dengan Spectronic 20 atau AAS
(sesuai jenis adsorbat), encerkan sesuai kebutuhan. Lakukan percobaan ini dua kali.

B. Pengaruh lama kontak (duplo)


Siapkan serangkaian erlenmeyer berisi 100 mL larutan yang mengandung
adsorbat dengan konsentrasi yang telah diketahui (misal: larutan methyl orange atau
Cu(II) dgn konsentrasi 100 ppm). Ukur dan catat pH larutan. Tambahkan 0,25 g
adsorben yang sudah diaktivasi (misal karbon aktif atau zeolit) ke dalam setiap
erlenmeyer secara simultan kemudian tutup erlenmeyer dengan alumnium foil.
Lakukan pengocokan dengan shaker pada suhu ruangan dengan kecepatan 250 rpm
selama 10, 20, 30 menit. Segera setelah selesai, pisahkan larutan (supernatan) dari
adsorben menggunakan mesin pemusing (centrifuge) selama 2 menit. Ukur dan catat
pH larutan. Selanjutnya, ukur konsentrasi larutan (sebelum dan setelah absorpsi)
dengan Spectronic 20 atau AAS (sesuai jenis adsorbat), encerkan sesuai kebutuhan.
Lakukan percobaan ini dua kali.

C. Kondisi optimum (setiap parameter uji)


Penentuan kondisi optimum adsorpsi disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara
parameter vs persen adsorpsi. Kapasitas adsorpsi tidak dilakukan di percobaan ini
karena kapasitas adsorpsi harus dilakukan pada semua kondisi optimum. Persen
adsorpsi (%) dan kapasitas adsorpsi (Qc) dihitung dengan rumus:

%&' %) * +
% adsorpsi Cu2+ = (Cs-Co)/Co x 100% Qc = mg/g
,

Co = konsentrasi zat sebelum adsorpsi (mg/L)


Cs = konsentrasi zat sesudah adsorpsi (mg/L)
V = volume larutan (L)
W = massa adsorben (g)

Hasil (data) yang dikumpulkan ke asisten:


a. Data konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi (dengan AAS atau UV Vis)
b. Data pH larutan sebelum dan sesudah adsorpsi
c. Data persen adsorpsi (%) dan nilai SD-nya.

36
PUSTAKA YANG DISARANKAN UNTUK DIJADIKAN
REFERENSI (berdasarkan urutan tahun)

1. Housecroft, C.E. & Sharpe, A.G. (2018). Inorganic Chemistry, 5th ed. Boston, USA:
Pearson.
2. National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine. (2016). Chemical
Laboratory Safety and Security: A Guide to Developing Standard Operating
Procedures. Committee on Chemical Management Toolkit Expansion: Standard
Operating Procedures. Washington, DC: The National Academies Press.
3. Miessler, G.L., Fischer, P.J. & Tarr, D.A. (2014). Inorganic Chemistry, 5th ed.
Boston USA: Pearson.
4. Shriver, D. et al. (2014). Shriver & Atkin's Inorganic Chemistry, 6th ed. New York,
USA: W.H. Freeman & Co.
5. Lisic, E. (2013). Introduction to Coordination Chemistry. Pennsylvania, USA: Infinity
Publishing.
6. Lide, D.R., (ed.). (2010). CRC Handbook of Chemistry and Physics, 90th ed. (CD-
ROM Version 2010). Boca Raton, USA: CRC Press/Taylor and Francis.
7. Huheey, J.E., Keiter, E.A. & Keiter, R.L. (2009). Inorganic Chemistry: Principles of
Structure and Reactivity, 4th ed. Cambridge, UK: Harper.
8. Woollins J.D. (2009). Inorganic Experiments, 3rd revised ed. Weinheim, Germany:
Wiley - VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.
9. King, R.B. (ed). (2006). Encyclopedia of Inorganic Chemistry, 2nd ed. New Jersey,
USA: John Wiley & Sons, Ltd.
10. Connelly, N.G., Damhus, T., Hartshorn, R.M. & Hutton, A.T. (2005). Nomenclature
of Inorganic Chemistry, IUPAC Recommendation. London, UK: RSC Publishing.
11. Yang, R.T. (2003). Adsorbents: Fundamentals and Applications, 1st ed. New
Jersey, USA: John Wiley & Sons.
12. Carson, P. & Mumford, C. (2002). Hazardous Chemicals Handbook, 2nd ed. Oxford,
UK: Butterworth-Heinemann.
13. Girolami, G.S., Rauchfuss, T.B. & Angelici, R.J. (1999). Synthesis and Technique
in Inorganic Chemistry-A Laboratory Manual, 3rd ed., California, USA: University
Science Book.
14. Greenwood, N.N. & Earnshaw, A. (1997). Chemistry of The Elements, 2nd ed.
Oxford: Butterworth-Heinemann.
15. Vogel, A.I & Svehla, G. (1996). Vogel’s Qualitative Inorganic Analysis, 7th ed.
Harlow, UK: Longman.

37
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penjelasan piktogram klasifikasi sifat bahan kimia

MUDAH MELEDAK
Bahan kimia yang sensitif terhadap perubahan kondisi dan dapat
meledak pada kondisi tertentu karena tekanan, suhu tinggi, getaran,
goncangan, atau pengaruh mekanik lainnya. Hindari dari gesekan,
panas, goncangan, dan percikan api. Contoh: ammonium dikromat,
benzoyl klorida, ammonium nitrat, kalium nitrat, kalium perklorat.
MUDAH MENYALA/TERBAKAR
Bahan yang mudah terbakar secara spontan, batasi kontak dengan
udara. Gas yang mudah terbakar, misalnya asetilena, hindari
pembentukan campuran gas-udara yang mudah terbakar dan
jauhkan dari sumber api. Bahan padat yang sensitif terhadap uap air
karena dapat membentuk gas mudah terbakar, misalnya logam alkali, natrium
borohidrida, aluminium alkil, sehingga jauhkan dari kontak dengan uap-air atau air.
Cairan mudah terbakar yaitu cairan dengan flash point dibawah 21C, misalnya
butane, metanol, aseton, asetonitril, sehingga jauhkan dari api atau percikan apai
dan sumber-sumber panas.
OKSIDATOR
Bahan ini adalah pengoksidasi kuat dan dapat membakar bahan-
bahan lain yang mudah terbakar atau dapat menimbulkan api yang
sulit dipadamkan. Jauhkan dari bahan-bahan yang mudah terbakar.
Sifat oksidatornya menurun seiring berkurangnya konsentrasi atau
ketika dilarutkan dalam air. Contoh: potassium permanganat, sodium peroksida,
natrium hidrida, hidrogen peroksida.
KOROSIF
Bahan kimia ini dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh dan
bahan-bahan non-organik lain. Semakin tinggi konsentrasinya
dan/atau semakin kuat sifat asam-basanya, semakin kuat daya
korosifnya. Hindari kontak dengan kulit, mata, pakaian, dan jangan
sampai menghirup uap/kabut yang keluar saat membuka wadahnya. Contoh: semua
larutan asam dan basa kuat, potassium hidrogen diflourida, sulfuril klorida.
BERACUN
Bahan ini beracun dan dapat menyebabkan kematian jika masuk ke
sistem pencernaan tubuh atau terhirup. Gunakan sarung tangan dan
masker ketika menggunakan bahan ini. Sisa bahan harus dibuang
dengan wadah khusus dan jangan sampai bocor. Hindari kontak fisik
dengan tubuh dan segera ke dokter apabila terkontaminasi bahan ini. Contoh:
arsen(III) oksida, merkuri(II) klorida, dimetil sulfoksida, dimetil fenol, natrium sianida,
dll.

38
BERBAHAYA UNTUK KESEHATAN
Bahan ini berbahaya bagi tubuh manusia dalam jangka pendek
maupun panjang, apabila terhirup maupun masuk dalam sistem
pencernaan. Bahan ini dapat bersifat karsinogenik (penyebab
kanker) maupun mutagenik (penyebab mutasi genetik) bagi tubuh
bahkan fatal (menghambat metabolisme jaringan tertentu) apabila terpapar dalam
dosis tinggi. Gunakan sarung tangan dan masker ketika menggunakan bahan ini.
Batasi kontak langsung dengan tubuh, bila terkontaminasi segera hubungi dokter.
Contoh: garam kadmium, garam timbal, bensena, vinil klorida, asbes, dll.
IRITASI
Bahan ini dapat menimbulkan iritasi pada kulit, mata, dan organ
pernafasan, melalui kontak langsung maupun tidak langsung
(misalnya asap produk dekomposisi). Hindari kontak langsung
dengan kulit dan mata. Jangan menghirup uapnya. Apabila kulit dan
mata mengalami iritasi, bilas dengan air mengalir beberapa menit hingga iritasi
menjadi ringan. Beberapa bahan iritasi harus disendirikan dan tidak bercampur
dengan bahan oksidator. Banyak bahan kimia yang masuk kategori ini dan sifat
iritansinya meningkat seiring tingginya konsentrasi. Contoh: natrium dihidrogen
fosfat, dinatrium hidrogen fosfat, sodium karbonat.
GAS BERTEKANAN
Bahan kimia yang termasuk di kategori ini semuanya ditempatkan
dalam wadah bertekanan, dapat berupa gas (murni maupun
campuran) yang dimampatkan, gas cair, atau gas terlarut. Resiko
bahaya dikarenakan efek tekanan maupun sifat alamiah dari gas
tersebut yang mudah terbakar. Letupan dan ledakan tabung gas dapat terjadi
apabila terjadi kebocoran (container leakage), disimpan dalam suhu tinggi dalam
jangka lama, dibuka secara mendadak dengan laju tinggi, tekanan berlebih, maupun
apabila tersulut percikan api/listrik. Beberapa gas bertekanan memiliki suhu sangat
rendah sehingga beresiko membakar kulit karena suhu dingin yang ekstrem.
Contoh: gas klorin, gas nitrogen, dan gas asetilen.
BERBAHAYA UNTUK LINGKUNGAN
Bahan ini membawa dampak negatif ke lingkungan hidup khususnya
dan manusia pada umumnya (secara tidak langsung). Keberadaan
bahan ini di lingkungan dapat menyebabkan polusi air dan tanah
yang berakibat fatal bagi kehidupan biota di alam. Contoh: garam
merkuri, garam timbal, asbes, bahan pestisida (DDT, perchlorinated biphenyls,
polyfluoroalkyl, dll), bahan deterjen (alkilbensenasulfonat, dll), formaldehida, asam-
asam kuat, garam sianida, minyak, pelarut organik (fenol, bensena, toluena),
amonium benzoat, dll.

39
Lampiran 2. Pedoman Penulisan Daftar Pustaka
Daftar pustaka ditulis secara alpabetik berdasarkan nama belakang penulis pertama.
Disarankan penulisan mengikuti kaidah APA.

A. Pustaka dalam bentuk Buku dan Buku Terjemahan:


- Buku
Penulis, tahun, Judul Buku (ditulis tebal), volume (jika ada), edisi (jika ada),
nama penerbit dan kota penerbit.
- Buku Terjemahan
Penulis asli, tahun buku terjemahan, Judul Buku Terjemahan (ditulis tebal),
volume (jika ada), edisi (jika ada), (diterjemahkan oleh: nama penerjemah), nama
penerbit terjemahan dan kota penerbit terjemahan.
- Artikel dalam Buku
Penulis artikel, tahun, Judul Artikel (ditulis tebal), nama editor, Judul Buku
(ditulis miring), volume (jika ada), edisi (jika ada), nama penerbit, kota penerbit.

B. Pustaka dalam bentuk artikel dalam majalah ilmiah:


Penulis, tahun, Judul Artikel (ditulis tebal), Nama Majalah (ditulis miring),
nomor, volume, halaman, nama penerbit, kota penerbit.

C. Pustaka dalam bentuk artikel dalam seminar ilmiah:


- Artikel dalam prosiding seminar
Penulis, tahun, Judul Artikel (ditulis tebal), Judul Prosiding Seminar (ditulis
miring), kota seminar.
- Artikel seminar namun tidak dimuat dalam prosiding seminar:
Penulis, tahun, Judul Artikel (ditulis tebal), Judul Prosiding Seminar (ditulis
miring), kota seminar, tanggal seminar.

D. Pustaka dalam bentuk Skripsi / Tesis / Disertasi:


Penulis, tahun, Judul (ditulis tebal), Skripsi / Tesis / Disertasi (ditulis miring), nama
fakultas / program pasca sarjana, universitas, kota.

E. Pustaka dalam bentuk Laporan Penelitian:


Peneliti, tahun, Judul Laporan Penelitian (ditulis tebal), Nama Laporan / Proyek
Penelitian (ditulis miring), nama institusi, dan kota.

F. Pustaka dalam bentuk artikel dalam surat kabar:


Penulis, tahun, Judul Artikel (ditulis tebal), Nama Surat Kabar (ditulis miring),
tanggal terbit dan halaman.

G. Pustaka dalam bentuk dokumen paten:


Penemu, tahun, Judul Paten (ditulis tebal), paten negara, nomor paten.

H. Pustaka dalam bentuk artikel dalam internet (online):


(Tidak diperkenankan melakukan sitasi artikel dari internet yang tidak ada nama
penulisnya atau dari blog/laman individu non instansi)
- Artikel ilmiah versi online
Penulis, tahun, Judul Artikel (ditulis tebal), Nama Instansi (ditulis miring dan
lengkap), nomor (bila ada), volume (bila ada), halaman (bila ada), alamat laman,
diakses tanggal.

40
- Artikel umum popular non ilmiah / gambar / data versi online
Penulis, tahun, Judul Artikel (ditulis tebal), alamat laman, diakses tanggal.

CATATAN:
a. Nama penulis lebih dari satu kata
Jika nama penulis terdiri atas 2 nama atau lebih, cara penulisannya
menggunakan nama keluarga atau nama utama diikuti dengan koma dan singkatan
nama-nama lainnya masingmasing diikuti titik.
Contoh: Soeparna Darmawijaya ditulis: Darmawijaya, S.
Shepley L. Ross ditulis: Ross, S. L.

b. Nama yang diikuti dengan singkatan


Nama utama atau nama keluarga yang diikuti dengan singkatan, ditulis sebagai
nama yang menyatu.
Contoh: William D. Ross Jr., ditulis: Ross Jr., W.D.
Ronnie McDouglas ditulis: McDouglas, R.

c. Nama dengan garis penghubung


Nama yang lebih dari dua kata tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dirangkai dengan garis penghubung.
Contoh: Jefri Al-Buchori ditulis: Al-Buchori, J.
Ruud van Nieselrooy ditulis: van Nieselrooy, R.

d. Penulisan gelar kesarjanaan/kebangsawanan/kepangkatan


Gelar kesarjanaan/kebangsawanan/kepangkatan dan gelar lainnya, misal kyai
haji, tidak boleh dicantumkan dalam penulisan nama, kecuali dalam ucapan
terima kasih atau kata pengantar.

e. Untuk penulis kedua dst, hanya ditulis nama belakang saja kemudian diikuti
singkatan dari nama depan dan atau nama tengah.

f. Apabila nama penulis sama, maka diurutkan dari tahun yang lama, sedangkan
untuk kasus anonim (atau penulis dan tahun yang sama), apabila lebih dari satu
maka wajib diberi tambahan superscript a, b, dst (contoh Anonima, 2010;
Effendya, 2008, Effendyb, 2008, dst).

g. Untuk penulis (dari luar negeri) lebih dari satu, istilah “and” diganti dengan
“dan”, sedangkan “et.al” diganti dengan dkk. Penggunaan “dkk” di Daftar
Pustaka hanya berlaku untuk penulis lebih dari empat orang, sedangkan di
bagian Tinjauan Pustaka hanya berlaku untuk penulis lebih dari dua orang.

41
Lampiran 3. Contoh Instruksi Kerja Penggunaan Alat dan
Instrumentasi di Laboratorium Kimia Anorganik

3.1 Instruksi Kerja di Lemari Asam


Fungsi: (a) sebagai tempat penyiapan larutan yang bersifat korosif, pekat, atau
menghasilkan uap/gas berbahaya, (b) sebagai tempat mereaksikan bahan-bahan
kimia yang bersifat korosif, pekat, atau menghasilkan uap/gas berbahaya,
1. Sebelum menggunakan lemari asam (fumehood), pastikan anda sudah
menggunakan APD yang sesuai (jas laboratorium, kaca mata safety, sarung
tangan, dan masker bila perlu).
2. Nyalakan tombol exhaust fan (dan lampu bila kondisi ruangan gelap) yang ada
di lemari asam kemudian buka kaca lemari asam separuhnya.
3. Pastikan kondisi di dalam lemari asam cukup aman untuk bekerja, misal ada
ruang yang cukup untuk bekerja, singkirkan botol atau bahan kimia yang tidak
digunakan, kaca lemari asam tidak dibuka terlalu lebar.
4. Setelah kondisi dirasa aman, siapkan alat dan bahan yang akan anda gunakan
di dalam lemari asam.
5. Lanjutkan pekerjaan sesuai prosedur, tetap fokus dan berhati-hati saat bekerja,
hindari senda gurau atau bergerombol di depan lemari asam.
6. Setelah pekerjaan selesai, rapikan dan bersihkan lemari asam. Jangan
membuang sampah atau limbah bahan kimia di saluran lemari asam.
7. Matikan tombol exhaust fan dan lampu, kemudian tutup kaca lemari asam.

3.2 Instruksi Kerja Pemanas (hotplate) + Pengaduk Listrik


Fungsi: (a) untuk memanaskan/menguapkan/memekatkan larutan dalam gelas kimia.
(b) untuk memanaskan media reaksi (misalnya pasir atau minyak) sesuai suhu yang
diinginkan, (c) untuk memanaskan reaksi kimia sesuai suhu yang diinginkan, (d) di
pemanas yang dilengkapi pengaduk listrik, untuk mengaduk atau memanaskan
sekaligus mengaduk reaksi kimia.
1. Letakkan pemanas listrik di meja kerja anda (atau di dalam lemari asam bila
anda bekerja dengan larutan korosif atau menghasilkan uap berbahaya),
pastikan permukaan meja rata dan kering.
2. Bersihkan permukaan pemanas dari kotoran dengan lap atau tisu kering dan
bila perlu, siapkan alat bantu lain (misalnya statif) di sekitar pemanas listrik.
3. Pasang kabel power di lokasi yang tersedia dan nyalakan pemanas listrik (putar
/ klik tombol ON). Amati sebentar, untuk memastikan pemanas listrik menyala
dengan baik dan aman digunakan.
4. Letakkan gelas kimia berisi larutan di atas pemanas listrik di posisi tengah,
hindari menggunakan lebih dari satu gelas kimia untuk setiap pemanas listrik.
5. Atur suhu sesuai kebutuhan dengan mengubah tombol pengatur suhu (di
beberapa alat pemanas listrik hanya dalam satuan skala, bukan suhu yang
sesungguhnya).
6. Untuk pemanas yang juga dilengkapi dengan pengaduk listrik, atur kecepatan
pengadukan dengan mengubah tombol pengatur kecepatan pengadukan

42
secara perlahan sesuai kebutuhan (umumnya kecepatan pengadukan dalam
satuan skala).
7. Setelah reaksi selesai, secara berurutan matikan tombol pengatur kecepatan
pengadukan, tombol pengatur suhu, dan ubah ON/OFF ke tombol OFF.
8. Kemudian pindahkan gelas kimia dari permukaan pemanas listrik (hati-hati:
permukaan dan gelas kimia panas).
9. Setelah dingin, bersihkan pemanas listrik dari pengotor yang ada dengan kertas
tisu atau lap kering.
10. Lepaskan kabel power dan atur secara rapi. Kembalikan pemanas listrik ke
tempat semula.

3.3 Instruksi Kerja Desikator


Fungsi: mengeringkan/mendinginkan sampel dalam kondisi vakum tanpa pengaruh
dominan dari udara luar.
1. Pastikan letak desikator di atas meja tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.
2. Dekatkan tubuh anda ke arah desikator, (bila Anda bukan kidal) peluk badan
desikator dengan tangan kiri, buka tutup desikator dengan tangan kanan ke
arah samping kiri secara perlahan.
3. Letakkan tutup desikator di atas meja (pastikan area bagian pinggir tutup tidak
menempel meja terlalu banyak).
4. Atur kondisi di dalam desikator sehingga ada ruang kosong untuk sampel Anda.
5. Pastikan bahan pengering (gel silika) masih dalam kondisi baik dan layak pakai.
6. Masukkan sampel anda, gunakan alat bantu penjepit atau sarung tangan tahan
panas bila wadah sampel dalam kondisi panas atau baru keluar dari oven/tanur.
7. Segera tutup kembali desikator dari arah samping, geser secara perlahan. Bila
perlu, tambahkan vaselin atau zat pelicin lain di area pertemuan tutup dan bibir
desikator sebelum desikator ditutup kembali.
8. Pastikan sampel di dalam desikator tidak berlebih, sesuai kapasitas desikator.
9. Untuk pengambilan sampel dari desikator, buka kembali tutup desikator
sebagaimana petunjuk di atas, letakkan tutup di atas meja.
10. Ambil sampel anda dan segera tutup kembali desikator sebagaimana petunjuk
di atas.
11. Bersihkan desikator apabila ada tumpahan sampel atau pengotor lainnya
(misalnya sisa kertas atau sisa stiker), dan ganti dengan gel silika yang baru
bila perlu.

3.4 Instruksi Kerja Neraca Analitik (OHauss Pioneer)


Fungsi: menimbang bahan secara analitis (empat angka di belakang koma)
1. Jangan pindahkan neraca analitik dari tempatnya. Kalibrasi secara rutin
dilakukan oleh PLP/petugas yang ditunjuk. Kapasitas maksimum 210 gram.
2. Nyalakan neraca analitik, tekan tombol ON kemudian diamkan sejenak hingga
muncul angka stabil.

43
3. Setelah muncul angka nol koma nol (0,0), buka/geser tutup kaca dan letakkan
wadah sampel di posisi tengah. Apabila tidak muncul angka nol, tekan TARE
(tanda >0/T<).
4. Masukkan bahan ke dalam wadah secara perlahan (jangan sampai ada
ceceran bahan) dan timbang sesuai kebutuhan, tutup kaca dan tunggu sejenak
saat pembacaan massa bahan yang ditimbang.
5. Nilai pembacaan adalah angka yang muncul secara stabil (tidak berubah-ubah).
Hindari adanya getaran atau goyangan di sekitar neraca analitik.
6. Setelah pembacaan selesai, buka tutup kaca dan pindahkan wadah berisi
bahan tersebut.
7. Bersihkan permukaan timbangan dan area lain yang kotor dengan kertas tisu
kering kemudian tutup/geser kembali kaca.
8. Apabila sudah tidak ada penimbangan lagi hari itu, matikan neraca analitik
dengan menekan tombol OFF.

3.5 Instruksi Kerja Oven


Fungsi: mengeringkan sampel dan peralatan gelas dalam keadaan basah.
1. Pasang kabel oven ke sumber listrik (stop-kontak) yang tersedia kemudian
nyalakan tombol ON yang ada di oven tersebut.
2. Atur suhu yang akan digunakan dengan memutar tombol pengatur suhu di
bagian atas oven (misalnya diatur pada suhu 110 °C).
3. Buka pintu oven kemudian masukkan peralatan gelas di rak-rak yang tersedia
dan atur sedemikian rupa supaya aman dan tidak gampang berjatuhan bila ada
goyangan.
4. Apabila anda mengeringkan sampel, gunakan gelas arloji atau cawan petri atau
wadah non-plastik lain yang proporsional (supaya sebaran sampel lebih luas)
sehingga sampel tidak bersentuhan langsung dengan bagian dalam oven dan
proses pengeringan bisa berlangsung lebih efektif.
5. Tutup dan kunci oven tersebut, tunggu beberapa saat sesuai kebutuhan.
6. Buka oven (hati-hati udara panas yang keluar dari oven), ambil sampel atau
perlatan gelas yang sudah kering (awas panas) dengan penjepit kayu atau
sarung tangan anti panas.
7. Tutup kembali dan kunci oven tersebut, apabila oven sudah tidak digunakan
lagi, ubah pengaturan suhu oven menjadi suhu ruang. Tunggu beberapa saat
sebelum mematikan oven (gunakan tombol OFF). Cabut kabel oven dari
sumber listrik.

44
Lampiran 4. Alat Pemadam Kebakaran Ringan (APAR)

Kelas Api dan Tipe APAR

Petunjuk Penggunaan APAR

45

Anda mungkin juga menyukai