Anda di halaman 1dari 16

PRAKTIKUM GEOGRAFI MANUSIA A

TOPIK 2 : MIGRASI, STRATEGI AKULTURASI, DAN ADAPTASI


MIGRASI ORANG BANDA KE KEPULAUAN KEI

Kelompok 4 :
Ahmadea Ghafari (1906377675)
Aisya Thalia Faz (1906377454)
Breilian Abdiel S. (1906348681)
Farah Surviawati (1906374710)
Najma Khofifah (1906377542)
Nurul Hidayati W.Z (1906374824)

DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. Orang Banda
Orang Banda atau dapat disebut orang Wandan atau Banda Ely merupakan
kelompok masyarakat yang berasal dari Pulau Banda Neira Maluku Tengah. Orang
Banda merupakan kelompok masyarakat yang berkeyakinan penuh terhadap Agama
Islam. Mereka taat dan menjalankan tradisi sesuai ajaran Islam. Kini orang Banda
menetap di wilayah Kei Besar Maluku Tenggara. Hal tersebut disebabkan karena adanya
penjajahan kolonial Belanda di wilayah Banda Neira yang mengharuskan orang Banda
meninggalkan tempat asalnya.
Orang Banda melakukan imigrasi untuk mempertahankan budaya dan tradisi
Islamnya pada saat itu. Sebelum singgah di Kei Besar, orang Banda singga di Pulau Kei
kecil yaitu Pulau Kur, Pulau Ohoimas, dan Pulau Rumadan. Namun wilayah tersebut
tidak sesuai dengan kebiasaan orang Banda yang gemar bercocok tanam. Mereka berpikir
untuk menetap di Kepulauan Aru dan Papua. Namun, Raja Dullah menahan orang Banda
meninggalkan Kepulauan Kei (terjadi negosiasi) yang pada akhirnya mereka menetap di
Kepulauan Kei Besar Maluku Tenggara hingga saat ini. Orang Banda hingga saat ini
memiliki tradisi yang untuk yaitu bagi orang yang akan berangkat haji harus melakukan
ziarah ke makam kramat dan mencari perempuan yang belum haid untuk menjaga
kamarnya selagi ia berangkat haji. Lalu ada pula tradisi Tarian Hadarat untuk menyambut
tamu yang datang ke Banda Ely.

Orang Banda. (sumber: https://sains.kompas.com/ )

1
Sekarang, seiring berjalannya waktu orang banda telah mengalami adaptasi dalam
melakukan kegiatan ekonomi selain bercocok tanam, yaitu berkebun, menjadi nelayan,
dan menjadi pengrajin. Begitu juga dengan fasilitas masyarakat untuk meningkatkan
status sosialnya sekarang sudah terdapat layanan puskesmas, sekolah, dan lainnya.
Masyarakat Kei sebagai penduduk asli Kepulauan Kei Maluku Tenggara memiliki nilai
budaya “Ain ni Ain” yang artinya satu memiliki satu. Dimana maksud budaya tersebut
adalah ketika ada kebudayaan lain masuk ke dalam masyarakat Kei, mereka akan
menerimanya. Masyarakat Kei menerima perbedaan kelompok budaya lain dan tidak
takut akan perpecahan karena baginya perbedaan merupakan ciri khas dan sebagai alat
penyeimbang dua kelompok.
Sebelum Orang Banda datang, masyarakat Kei sendiri menganut agama Hindu
dan tanpa ada paksaan menerima budaya Islam yang dibawa orang Banda dan justru
meyakini orang Banda tersebut suatu saat nanti dapat membantu masyarakatnya.

2. Akulturasi dan Masyarakat Kei


Akulturasi yang dikenalkan oleh Berry, memiliki 4 model yaitu Asimilasi yang
menghilangkan unsur kebudayaan aslinya, Separasi yang lebih memilih kebudayaan
aslinya tanpa berinteraksi dengan kebudayaan baru, Integrasi yang tetap mempertahankan
kebudayaan aslinya namun saling berinteraksi dengan kebudayaan baru, dan
Marginalisasi yang kemungkinan mempertahankan budaya asli dan menerima budaya
baru sangat kecil.

Empat Model Akulturasi Berry

2
Masyarakat Kei sebagai penduduk asli Kepulauan Kei Maluku Tenggara memiliki
nilai budaya “Ain ni Ain” yang artinya satu memiliki satu. Dimana maksud budaya
tersebut adalah ketika ada kebudayaan lain masuk ke dalam masyarakat Kei, mereka akan
menerimanya. Masyarakat Kei menerima perbedaan kelompok budaya lain dan tidak
takut akan perpecahan karena baginya perbedaan merupakan ciri khas dan sebagai alat
penyeimbang dua kelompok.
Sebelum Orang Banda datang, masyarakat Kei sendiri menganut agama Hindu
dan tanpa ada paksaan menerima budaya Islam yang dibawa orang Banda dan justru
meyakini orang Banda tersebut suatu saat nanti dapat membantu masyarakatnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pembahasan Pertanyaan
Adapun pembahasan dari pertanyaan mengenai adaptasi, strategi akulturasi, dan migrasi
Orang Banda ke Kepulauan Kei:

● Siapa kelompok masyarakat serta aspek-aspek kehidupan apa saja yang terlibat dalam
proses akulturasi?
Secara umum, kita semua mengetahui bahwa pada setiap masyarakat (tradisional),
adat dipahami sebagai kerangka kehidupan sosial yang bersifat holistik dan
berkesinambungan. Begitu juga yang dialami oleh masyarakat Kei di Maluku Tenggara
yang kemungkinan masing-masing dari mereka meyakini adanya suatu praktek adat pada
semangat Ain ni Ain (kebersamaan atau persaudaraan), walaupun hal tersebut diprediksi
dapat berpotensi menimbulkan konflik, karena perbedaan yang mereka alami. Secara
umum, masyarakat Kei terklasifikasi dalam tiga persekutuan adat, yakni, Lor Siw/ Ur
Siw (Siw Ifaak); Lor Lim (Lim Itel); dan Lor Labay, yang ketiga persekutuan
kemungkinan dipengaruhi oleh orang-orang Banda yang bermigrasi ke pulau Kei
tersebut, terutama Kei Kecil.
Orang Banda sendiri pada dasarnya merupakan suatu komunitas masyarakat yang
berkeyakinan penuh terhadap Agama Islam. Mereka taat dan menjalankan tradisi sesuai
ajaran Islam. Kini orang Banda menetap di wilayah Kei Besar Maluku Tenggara. Hal
tersebut disebabkan karena adanya penjajahan kolonial Belanda di wilayah Banda Neira
yang mengharuskan orang Banda meninggalkan tempat asalnya. Orang Banda hingga
saat ini memiliki tradisi yang untuk yaitu bagi orang yang akan berangkat haji harus
melakukan ziarah ke makam kramat dan mencari perempuan yang belum haid untuk
menjaga kamarnya selagi ia berangkat haji. Lalu ada pula tradisi Tarian Hadarat untuk
menyambut tamu yang datang ke Banda Ely.
Masyarakat persekutuan adat tersebut terorganisir dalam suatu komunitas
masyarakat yang diikat dalam hukum adat Larvul Ngabal (Ter Haar, 1953; Pattikayhatu,
1993). Hukum adat tersebut didapatkan dari gabungan dari dua hukum adat, yaitu hukum

4
Larvul yang ditetapkan di desa Elaar, Kei Kecil yang kemudian dikenal dengan nama Ur
Siw/Lor Siw, dan hukum adat Ngabal yang ditetapkan di desa Lerohoilim, Kei Besar.
Dan karena proses pertempuran, penaklukan dan perluasan wilayah kekuasaan, kedua
persekutuan masyarakat adat ini pada akhirnya sepakat untuk berdamai antara satu sama
lain dan menggabungkan kedua hukum adat tersebut menjadi Larvul Ngabal (Kudubun,
2012). Hal tersebutlah yang bisa kita sebut sebagai akulturasi atau bisa juga kita artikan
sebagai proses percampuran beberapa budaya, dan menghasilkan suatu kebudayaan baru,
tanpa menghilangkan unsur kebudayaan yang lama.

● Apa hambatan yang dialami oleh masing-masing kelompok masyarakat serta bagaimana
strategi adaptasi yang dilakukan?
Migrasi masyarakat banda diterima dengan baik oleh penduduk asli Kepulauan
Kei, tetapi penduduk asli Kepulauan Kei melarang adanya pernikahan campuran antara
penduduk asli dengan pendatang. Hal ini dikarenakan penduduk asli di Kepulauan Kei
menganggap pendatang sebagai adik kandung. Larangan ini juga dilakukan sebagai
bentuk dalam menjaga identitas penduduk asli.
Terdapat juga hambatan pada segi bahasa dari kedua masyarakat ini, dimana
masyarakat banda berbicara dalam bahasa banda atau yang dikenal dengan turwandan,
sedangkan mayoritas penduduk di Kepulauan Kei menggunakan bahasa kei atau Veveu
Evav atau Veu Evav. Bagi masyarakat Kei yang diidentifikasi sebagai penganut Hindu,
tanpa disadari terdapat sistem kasta yang terbentuk untuk membedakan antara penduduk
asli (ren-ren dan mel unakaran) dengan pendatang (mel marvutun/mardat/hasil tahit).
Untuk beradaptasi banyak masyarakat banda yang melakukan perniagaan, baik
membuat perahu dan periuk masak dari tanah, meriam mini, perhiasaan, dan kerajinan
tangan lainnya. Terdapat juga beberapa masyarakat yang memilih untuk bercocok tanam,
berkebun dan menjadi nelayan. Banda Eli merupakan situs pelabuhan terbaik, karena
masyarakat Banda Eli memiliki akses perdagangan antar pulau. Masyarakat banda juga
membangun beberapa fasilitas seperti fasilitas pelayanan yang meliputi fasilitas
kesehatan seperti puskesmas, fasilitas pendidikan seperti sekolah, dan sebagainya.

5
● Berdasarkan model akulturasi yang dikemukakan Berry, bagaimana gambaran proses
akulturasi di wilayah penelitian?
Berdasarkan model akulturasi yang dikenalkan oleh Berry, proses akulturasi
Orang Banda dengan Masyarakat Kei menginterpretasikan model akulturasi integrasi.
Model akulturasi integrasi sendiri memiliki makna ketika budaya yang masuk tetap
berinteraksi dengan budaya besar namun tetap mempertahankan budaya asli yang mereka
bawa.
Ketika Orang Banda masuk, mereka membawa budaya islam yang sangat
melekat, meskipun pada saat itu budaya yang ditanamkan oleh masyarakat Kei adalah
budaya hindu namun mereka tidak terpengaruh dan tetap teguh pada budaya islam yang
mereka bawa. Masyarakt Kei dan Orang Banda pun berinteraksi baik dan saling
bertoleransi antar perbedaan budaya tersebut.

Skema Model Akulturasi Orang Banda

● Hal-hal apa saja yang dapat menjadi indikator geografis dari proses berlangsungnya
migrasi, adaptasi, dan akulturasi?
Orang Banda Ely melakukan migrasi dari Pulau Banda Neira, Maluku Tengah
menuju Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara. Migrasi dilakukan karena adanya penjajahan
oleh kolonial Belanda di wilayah Banda Neira, kemudian orang Banda Ely memutuskan

6
untuk melakukan migrasi guna mempertahankan budaya dan tradisi Islam. Sebelum
memutuskan untuk menetap di Pulau Kei Besar, orang Banda Ely sempat singgah di
Pulau Kei kecil yaitu Pulau Kur, Pulau Ohoimas, dan Pulau Rumadan.
Menetapnya orang Banda Ely di Pulau Kei Besar menuntut mereka untuk
beradaptasi demi keberlangsungan hidup mereka disana. Pada kegiatan ekonomi, orang
Banda Ely yang mayoritas gemar bercocok tanam, kemudian beradaptasi dengan
melakukan kegiatan ekonomi lain seperti berkebun, menjadi nelayan, dan menjadi
pengrajin. Selain itu, dibangun fasilitas yang mendukung dalam meningkatkan status
sosial seperti dibangunnya pelayanan kesehatan (puskesmas), layanan pendidikan, dan
sebagainya.
Penduduk asli Pulau Kei Besar memiliki budaya “Ain ni Ain'' yang artinya
kebersamaan atau persaudaraan. Makna dari budaya tersebut yaitu masyarakat Kei
menerima kebudayaan lain dan tidak takut hal tersebut menjadi perpecahan. Masyarakat
Kei yang mayoritas memeluk agama Hindu menerima orang Banda Ely yang memeluk
agama Islam. Tradisi-tadisi bernuansa Islam yang dijalankan orang Banda Ely juga
diterima oleh Masyarakat Kei.
Dari proses migrasi, adaptasi, dan akulturasi yang dilakukan orang Banda Ely,
terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai indikator geografis, yaitu :
❖ Letak Pulau Banda Neira, Kepulauan Kei, dan Pulau Kei Besar
❖ Topografi Pulau Kei Besar
Pulau Kei Besar memiliki topografi berbukit dan bergunung membujur sepanjang
pulau, dengan ketinggian rata-rata antara 500-800 mdpl. Dataran rendah di Pulau
Kei Besar hanya jalur sepanjang pesisir pantai dengan jarak rata-rata dari pantai
berkisar hanya 100 meter. Kemiringan daratan di Pulau Kei Besar memiliki
kisaran antara 15-45 derajat dan lebih dari 45 derajat di beberapa titik, angka
tersebut menunjukan kategori kemiringan curam dan sangat curam. Topografi
ketinggian tersebut cocok untuk kegiatan bercocok tanam dan kegiatan nelayan
yang dilakukan orang Banda Ely karena Pulau Kei Besar memiliki ketinggian
rata-rata antara 500-800 mdpl dan jarak dataran rendah yang berdekatan dengan
pesisir pantai.

7
❖ Kegiatan Ekonomi masyarakat di Pulau Kei Besar
Orang Banda Ely yang awalnya bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Kemudian saat bermigrasi ke Pulau Kei Besar mereka melakukan
beberapa adaptasi dengan melakukan kegiatan ekonomi lain seperti menjadi
berkebun, menjadi nelayan, dan menjadi pengrajin.
❖ Fasilitas pelayanan yang dibangun
Adaptasi yang dilakukan orang Banda Ely salah satunya yaitu dengan
membangun beberapa fasilitas pelayanan guna mendukung peningkatan status
sosial. Fasilitas pelayanan yang dibangun meliputi fasilitas kesehatan seperti
puskesmas, fasilitas pendidikan seperti sekolah, dan sebagainya.
❖ Letak tempat bersejarah (Warminar, Tanjung Kramat, Masjid Al-Mukarram)
Tempat-tempat bersejarah memiliki tradisi atau cerita tersendiri. Warminar
merupakan tempat persinggahan pertama orang Banda Ely di Pulau Kei Besar,
kemudian tempat tersebut dijadikan tempat untuk melepas orang Banda Ely yang
akan menunaikan ibadah umroh atau haji dan menyambut orang Banda Ely
selepas menunaikan ibadah umroh atau haji. Tanjung Kramat merupakan kuburan
orang-orang yang memiliki tugas tinggi semasa hidupnya. Orang Banda Ely yang
akan berangkat haji harus melakukan ziarah terlebih dahulu ke Tanjung Kramat.
Masjid Al-Mukarram merupakan masjid pertama dan tertua di Pulau Kei Besar.

● Jelaskan dan gambarkan proses migrasi, strategi adaptasi, dan akulturasi yang
membentuk organisasi keruangan.

Sepanjang tahun 1994-1996, separuh dari para pemuda di Banda Eli yang sudah
menikah bermigrasi ke pulau-pulau lain untuk bekerja selama jangka waktu antara 1
bulan - 1 tahun (membentuk pola migrasi kerja musiman). Sebagian dari nafkah yang
diterima digunakan untuk membeli pakaian anak-anaknya dan berkontribusi dalam
pembangunan masjid-masjid di desa mereka. Dimana kebanyakan penghasilan yang
diperoleh dari luar merupakan cara untuk memperbaiki dan membangun kembali rumah
di tempat asal mereka dilahirkan. Jadi dapat diketahui bahwa migrasi yang dilakukan
orang-orang Banda Eli terjadi sebagai respon terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi

8
jangka pendek dan persiapan menuju ke tahap yang lebih matang untuk kehidupan
mereka.

Strategi adaptasi yang dilakukan orang Banda Eli di Kepulauan Kei demi
keberlangsungan hidup mereka disana yaitu orang Banda Eli yang kegiatan ekonominya
sebelum migrasi mayoritas bercocok tanam, kemudian beradaptasi dengan melakukan
kegiatan ekonomi lain seperti berkebun, menjadi nelayan, dan menjadi pengrajin. Selain
itu, dibangun fasilitas yang mendukung dalam meningkatkan status sosial seperti
dibangunnya layanan kesehatan (seperti puskesmas), layanan pendidikan (sekolah), dan
sebagainya.

Akulturasi terjadi karena adanya kontak diantara dua anggota yaitu antara budaya
Kei (sebagai tuan rumah) dan budaya Banda Eli (sebagai pendatang). Akulturasi yang
terjadi yaitu orang Banda yang masih memiliki bahasa mereka sendiri yaitu turwadan
walaupun sudah bermigrasi ke Kepulauan Kei (tidak terjadi asimilasi yang ditunjukkan
dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru). Hal
ini menunjukkan model akulturasi integrasi. Integrasi terjadi ketika individu
mempertahankan identitas budaya aslinya saat berinteraksi dengan budaya tuan
rumahnya. Pada model integrasi, dua budaya yang berbeda sukses bercampur dan
menyatukan dimensi budaya dari kedua kelompok untuk saling berinteraksi dimana
individu tidak kehilangan identitas budaya aslinya.

2. Hasil Peta
● Peta Penggunaan Tanah
Dari Peta Penggunaan Tanah ini kita dapat mengetahui adaptasi ekonomi Orang
Banda di Kepulauan Kei Besar. Jika dilihat, daerah Banda Eli ditutupi oleh hutan
dan pertanian yang sangat luas. Maka dari itu, Orang Banda menetap di
Kepulauan Kei Besar karena cocok dengan budayanya yang gemar bercocok
tanam. Seiring dengan berjalannya waktu, Orang Banda beradaptasi dengan
lingkungan sekitar yang dikelilingi oleh daerah pesisir sehingga beberapa dari
mereka memilih untuk bekerja sebagai seorang nelayan.

9
● Peta Aktivitas Manusia
Dari Peta Aktivitas Manusia ini kita dapat menganalisis bahwa Orang Banda tetap
mempertahankan budaya Islamnya dan beradaptasi melalui aktivitas pendidikan
dan kesehatan. Seperti yang sudah dijelaskan melalui film dokumenter mengenai
Orang Banda Eli, disebutkan bahwa mesjid tertua yaitu Al-Mukarammah masih
ada hingga saat ini dan sedang melalui renovasi, begitu juga telah terbangun
mesjid lainnya. Puskesmas pun telah dibangun di Desa Banda Eli sebagai bentuk
adaptasi dalam menjaga kesehatan di wilayah setempat, namun untuk Sekolah
mereka bersekolah di wilayah yang berdekatan, bukan Desa Banda Eli, meskipun
begitu mereka tetap berharap mendapatkan ilmu dan terus berkembang. Adapula
titik Tanjung Kramat di dusun Tuburlay yang menjadi tempat bersejarah Orang
Banda.

10
● Peta Migrasi Orang Banda
Peta ini menggambarkan awal mula Orang Banda Neira yang bermigrasi ke
Kepulauan Kei. Dimana di awali dengan bermigrasi ke Pulau Kur, Pulau
Ohoimas, dan Pulau Rumadan. Namun karena ketidak cocokan wilayah dengan
budaya bercocok tanamnya, mereka berencana pindah ke Pulau Aru dan Pulau
Papua. Tetapi hal tersebut tidak jadi dilakukan karena Orang Penting dari
Kepulauan Kei mereka Orang Banda untuk menetap dan pada akhirnya mereka
bersinggah di Desa Banda Eli Kepulauan Kei Besar.

11
12
BAB III
KESIMPULAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

1. Kesimpulan
Masuknya Orang Banda ke Kepulauan Kei membawa aspek agama, bahasa, dan
budaya dari masyarakat Banda. Aspek agama yang dibawa Orang Banda yaitu agama
islam, lalu aspek bahasa yaitu bahasa turwandan serta budaya masyarakat kei sendiri
yaitu budaya Ain ni Ain dan bahasa veveu evav. Aspek bahasa ini pada awalnya menjadi
penghambat proses interaksi antar dua kelompok, namun seiring berjalannya waktu justru
bahasa ini lah yang menjadi salah satu budaya yang dipertahankan oleh kedua kelompok.
Mereka saling mempertahankan budayanya, tetapi tetap berinteraksi satu sama lain yang
merupakan interpretasi model akulturasi integrasi.
Proses migrasi, adaptasi, dan akulturasi orang banda menghasilkan indikator
geografis seperti point of interest tempat bersejarah yaitu masjid Al-Mukarram,
Warminar, dan Tanjung Kramat. Ada pula topografi Kepulauan Kei yang mendukung
kehidupan orang Banda. Proses migrasi yang dilakukan orang banda termasuk migrasi
musiman, dimana sebelum akhirnya menetap di Kepulauan Kei mereka sudah melakukan
mobilisasi ke tempat-tempat lain namun kurang cocok. Hingga pada akhirnya mereka
dapat beradaptasi di Kepulauan Kei dengan mengembangkan pusat-pusat pelayanan
seperti puskesmas dan sekolah lalu menambah kegiatan ekonomi tidak hanya bercocok
tanam melainkan bernelayan, menjadi pengrajin, dan berkebun. Akulturasi integrasi
dilakukan ketika kedua kelompok, Banda dan Kei berinteraksi dan pada akhirnya
mempertahankan budayanya sendiri.

2. Tinjauan Pustaka
Menurut Berry, Akulturasi bisa didefinisikan sebagai porses perubahan budaya
dan psikologis yang terjadi akibat interaksi antara dua atau lebih kelompok budaya dan
anggota masing-masing kelompok etnik. (Berry, 2005). Setiap individu maupun
kelompok terlibat dalam akulturasi tersebut. Melihat variasi dari faktor-faktor (budaya
dan psikologis) beserta variabel-variabel yang adalah konsekuensi dari strategi yang
berbeda yang sudah dipilih, dapat menentukan strategi mana yang perlu dipilih.

13
Terdapat dua komponen yang ada pada akulturasi, yaitu attitudes dan behaviour.
Attitudes adalah kecenderungan individu dalam mengenal bagaimana cara melakukan
akulturasi. Sedangkan behaviour ialah aktivitas nyata yang ditunjukan individu. Pada
literatur acculturation attitudes, Berry mengajukan adanya struktur bidimensional,
terdapat dua kemungkinan dalam akulturasi yaitu memelihara budaya asli atau
mengadopsi budaya dominan (Arends-toth & Vijver, 144, 2006).
Berdasar pada itu, kami mengetahui terdapat 4 strategi akulturasi bagi kelompok
yang bermigrasi, yaitu strategi asimilasi, separasi, integrasi dan marginalisasi. Asimilasi
terjadi ketika budaya yang masuk ke dalam suatu wilayah dengan kebudayaan lain
menerapkan budaya lain di wilayah tersebut namun melupakan budayanya yang asli.
Separasi yaitu kebalikannya dari asimilasi, dimana budaya yang masuk tetap berpegang
teguh terhadap budaya aslinya dan tidak mau berinteraksi dengan budaya lain. Berbeda
dengan integrasi, budaya yang masuk tetap membawa budaya aslinya dan tetap
berinteraksi dengan budaya yang lain. Lalu yang terakhir yaitu marginalisasi, dimana
budaya yang masuk kemungkinan tidak membawa budaya aslinya dan tidak berinteraksi
dengan kebudayaan lain sehingga biasanya membentuk kebudayaan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

● Berry. Acculturation.
● Berry, J. W. (1997). Lead Article. Immigration, Acculturation and Adaptation.
● Rahmah, Nadia. (2015). AKULTURASI PADA MAHASISWA ASING DI UIN SUSKA
RIAU. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
http://repository.uin-suska.ac.id/6776/
● Utami, Lusia Savitri Setyo. (2016). Teori-teori Adaptasi Antar Budaya. Jurnal
Komunikasi, Universitas Tarumanagara.
https://journal.untar.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/17
● Kaartinen, Puisi Lisan Masyarakat Banda Eli.
● Kominfo Malra. (2020). Letak dan Kondisi Geografis. Pemerintah Kabupaten Maluku
Tenggara. https://malukutenggarakab.go.id/web/profil/letak-dan-kondisi-geografis.html
● Kudubun, Elly Esra. (2016). Kajian Sosio-Kultural Masyarakat Kei Tentang Konsep
Hidup Bersama Dalam Perbedaan. Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Jurnal Cakrawala ISSN 1693
6248. https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/view/665

14
● Mezawakim. (2015). Onotan Sarawandan; Tradisi Lisan Masyarakat Banda Eli dan
Banda
Elat.https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmaluku/onotan-sarawandan-tradisi-lisan-m
asyarakat-banda-eli-dan-banda-elat/

15

Anda mungkin juga menyukai