Anda di halaman 1dari 17

Memformulasikan Sistem Pengukuran Kinerja

Kantor Pemadam Kebakaran


ABSTRACT
Performance measurement systems are designed to monitor the implementation of an
organization’s plans and determine when the plans are unsuccessful. Performance measures
also have a significant role in managerial or internal control, in ensuring that organizations
are managed in the best interest of all stakeholders. To improve performance measurement
systems and accountability to different stakeholders, financial and non-financial indicators
should be developed for sector public organizations, particularly for all functional areas of a
municipality (police, education, health, sanitation, public transit, fire, etc.). This article
focuses on the formulate of performance measurement systems by municipal fire
departments. There are an expectation gap between public servants and direct users in
understanding the performance indicators of fire departments. To decreased it, the
performance indicators should based input, output, outcome, benefit, and impact aspects.
Value for money and balanced scorecard approach has achieved widespread recognition as
measuring all aspects of performance.
Keywords: performance indicators, input, output, outcome, benefit, and impact

LATAR BELAKANG MASALAH


Banyaknya komentar masyarakat tentang keberhasilan dan ketidakberhasilan
instansi pemerintah dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya menunjukkan
harapan dan kepedulian publik yang harus direspon. Namun, antara harapan masyarakat
terhadap kinerja instansi pemerintah dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola dan
pejabat pemerintahan sering berbeda. Artinya, terjadi kesenjangan harapan (expectation
gap) yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan antara instansi pemerintah dengan
para direct users dari masyarakat. Expectation gap merupakan kesenjangan yang terjadi
karena adanya perbedaan antara harapan masyarakat dengan apa yang sebenarnya
menjadi pedoman mutu manajemen suatu organisasi yang menyediakan layanan publik. Hal
ini sebagai akibat dari belum adanya sistem pengukuran kinerja formal yang dapat
menginformasikan tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah. Para pengelola
pemerintahan sering mempunyai mindset bahwa ukuran keberhasilan suatu instansi
pemerintah ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Jadi,
suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah
walaupun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih
berada jauh di bawah standar. Keberhasilan ini hanya ditekankan pada aspek input tanpa
melihat tingkat output maupun dampaknya. Sementara masyarakat mengharapkan
keberhasilan instansi pemerintah adalah tindakan nyata yang bisa meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Pada era reformasi saat ini, fenomena pengukuran keberhasilan yang hanya
menekankan pada input seperti di atas banyak mendapat sorotan tajam dari berbagai
pihak. Oleh karena itu dipertimbangkan untuk memperbaiki indikator keberhasilan suatu
instansi pemerintah agar lebih mencerminkan kinerja sesuangguhnya. Dalam modul
Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2000) dijelaskan bahwa
tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah harus memperhatikan seluruh aktivitas.
Tingkat keberhasilan harus diukur tidak semata-mata kepada input dari program instansi
tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan dampak dari program instansi
tersebut bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan
suatu instansi pemerintah akan lebih dilihat dari kemampuan instansi tersebut berdasarkan
sumber daya yang dikelolanya untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang telah
dituangkan dalam perencanaan strategis.
Dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah sangat
dibutuhkan adanya indikator yang jelas oleh stakeholders. Indikator kinerja adalah ukuran
kuantitaif dan / atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu
yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat
tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah
kegiatan selesai. Dengan demikian, tanpa adanya indikator kinerja, sulit bagi kita untuk
menilai tingkat keberhasilan dan ketidakberhasilan kebijaksanaan maupun program suatu
instansi pemerintah. Dengan indikator kinerja, suatu organisasi mempunyai wahana yang
jelas bagaimana dia akan dikatakan berhasil atau tidak berhasil di masa yang akan datang.
Indikator kinerja suatu organisasi hendaknya dapat dipahami secara sama baik oleh
manajemen maupun stakeholders, terutama direct users. Dengan indikator yang sama dan
pola pikir yang relatif sama maka penilaian keberhasilan diharapkan menggunakan kriteria
yang sama sehingga lebih obyektif. Indikator kinerja instansi pemerintah semestinya tidak
hanya dipahami pejabat atau aparatur instansi pemerintah (public servants), namun juga
penting bagi pihak lain seperti legislatif, investor, kreditur, institusi internasional, pengamat,
dan juga masyarakat umum. Jadi dengan adanya indikator yang jelas maka akan
menciptakan konsensus berbagai pihak baik internal maupun eksternal untuk menghindari
kesalahan interpretasi selama pelaksanaan program dan dalam menilai keberhasilan suatu
instansi pemerintah.
Kinerja instansi pemerintah bersifat multidimensional. Dalam arti, tidak ada indikator
tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan secara
komprehensif untuk semua jenis instansi pemerintah. Indikator kinerja yang dipilih akan
sangat tergantung pada faktor kritikal keberhasilan yang telah diidentifikasi. Beberapa
ukuran ukuran keberhasilan dapat diklasifikasikan dalam beberapa perspektif. Menurut
Gordon Roberton (2002) terdapat empat perspektif indikator keberhasilan instansi
pemerintah sebagaimana diadaptasi dari metodologibalanced scorecard, antara lain:
1. Perspektif Stakeholders dan Finansial
Perspektif ini melihat pada kinerja dari sudut pandang penyedia sumber daya dan
menunjukkan hasil dari apa yang ingin dicapai dalam perspektif lainnya.
2. Perspektif Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan indikator tentang bagaimana pelanggan melihat organisasi
dan bagaimana organisasi memandang mereka. Indikator yang dapat digunakan untuk
menilai bagaimana pelanggan memandang organisasi adalah tingkat kepuasan pelanggan
yang bisa diketahui melalui survei pelanggan, sikap dan perilaku mereka yang dapat
diketahui dari keluhan-keluhan yang mereka sampaikan.
3. Perspektif Proses Internal
Perspektif ini mencakup indikator produktivitas, kualitas, waktu penyerahan, waktu tunggu
dan sebagainya. Indikator ini memungkinkan kita untuk menentukan apakah proses telah
mengalami peningkatan, sejajar dengan benchmarks, dan atau mencapai target dan
sasaran.
4. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif ini memuat indikator tentang sampai seberapa jauh manfaat dari pengembangan
baru atau bagaimana hal ini dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan di masa depan.
Mengukur hasil dari tindakan dan aktivitas dalam perspektif ini mungkin tidak dapat
dilakukan karena hasilnya tidak segera dapat diketahui dan bersifat jangka panjang. Dalam
banyak kejadian, mungkin diperlukan ukuran pengganti sebagai indikator kinerja.

ORGANISASI SEKTOR PUBLIK MENGHADAPI KENDALA PENGUKURAN


KINERJA.
Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian tujuan melalui hasil-hasil yang ditampilkan
berupa produk, jasa atau suatu proses. Pada kebanyakan organisasi swasta, ukuran kinerja
ini adalah berupa tingkat laba. Namun organisasi sektor publik tidak bisa hanya
menggunakan ukuran laba ini untuk menilai keberhasilan organisasi karena memang tujuan
utama organisasi ini bukan memperoleh laba tetapi meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Selain itu output organisasi sektor publik pada umumnya
bersifat intangible dan indirect menjadi kendala tersendiri dalam melakukan pengukuran
kinerja. Beberapa kendala pengukuran kinerja organisasi sektor publik antara lain:
1. Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba.
Kinerja manajemen organisasi swasta yang bertujuan maksimalisasi laba bisa dinilai
berbasarkan rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan
misalnya return on investment, rasio pendapatan terhadap sumber daya yang digunakan,
rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio rentabilitas, dan rasio keuangan lainnya. Kinerja
organisasi sektor publik tidak bisa dinilai hanya berdasar rasio-rasio keuangan karena
sebenarnya organisasi ini tidak pernah adanet profit, karena memang bukan profit oriented.
2. Sifat output adalah kualitatif, intangible dan indirect.
Pada umumnya output organisasi sector publik tidak berwujud barang atau produk fisik,
tetapi berupa pelayanan. Sifat pelayanan ini cenderung
kualitatif,intangible, dan indirect sehingga sulit diukur.
3. Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara
langsung(discretionary cost center)
Dalam konsep akuntansi pertanggungjawaban, organisasi sektor publik merupakan sebuah
entitas yang harus diperlakukan sebagai pusat pertanggungjawaban (responsibility
centers). Karakteristik input (biaya) yang terjadi sebagian besar tidak bisa ditelusur atau
dibandingkan secara langsung dengan outputnya, sebagaimana sifat biaya
kebijakan (discretionary cost). Hal ini menyebabkan sulitnya ditetapkan standar sebagai
tolok ukur produktivitas. Tentu berbeda dengan Departemen Produksi perusahaan
manufaktur swasta yang merupakan pusat biaya teknik (engineered cost centers) dimana
pengukuran produktivitas bisa diukur berdasar standar tertentu karena bisa ditelusur atau
dibandingkan secara langsung antara input dengan outputnya.
4. Tidak beroperasi berdasar market forces sehingga memerlukan instrumen
pengganti mekanisme pasar.
Organisasi sektor publik tidak beroperasi sebagaimana pasar persaingan sempurna
sehingga tidak semua output yang dihasilkan tersedia di pasar secara bersaing. Oleh karena
tidak ada pembanding yang independen maka dalam mengukur kinerja diperlukan
instrumen pengganti mekanisme pasar.
5. Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat).
Organisasi sektor publik menyediakan jasa pelayanan bagi masyarakat yang sangat
heterogen. Mengukur kepuasan masyarakat yang mempunyai kebutuhan dan harapan yang
beraneka ragam tidaklah mudah dilakukan.

ARTI PENTING PENGUKURAN KINERJA PADA INSTANSI PEMERINTAH


Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dengan dilakukannya pengukuran kinerja maka
kita bisa memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat dan obyektif.
Selain itu kita juga bisa memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan
membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki
kinerja periode berikutnya. Terjadinya peningkatan atau penurunan produktivitas bisa
ditunjukkan dari kegiatan ini. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Informasi yang
termasuk dalam pengukuran kinerja antara lain (1) Efisiensi penggunaan sumber daya
dalam menghasilkan barang dan jasa; (2) Kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang
dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan);
(3) Hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; serta (4) Efektivitas
tindakan dalam mencapai tujuan.
Instansi pemerintah adalah organisasi yang pure non profit oriented. Kinerja instansi
pemerintah harus diukur dari aspek-aspek yang komprehensif baik finansial maupun non
finansial. Berbagai aspek yang harus diukur adalah: (1) kelompok masukan (input); (2)
kelompok proses (process); (3) kelompok keluaran (output); (4) kelompok hasil (outcome);
(5) kelompok manfaat (benefit); (6) kelompok dampak (impact). Selain itu ruang lingkup
pengukuran kinerja sangat luas. Pengukuran kinerja harus mencakup kebijakan (policy),
perencanaan dan penganggaran (planning and budgeting), kualitas (quality), kehematan
(economy), keadilan (equity), dan juga pertanggungjawaban (accountability).
Kantor Pemadam Kebakaran merupakan salah satu contoh instansi pemerintah yang
bertujuan melayani masyarakat. Tujuan organisasi seperti ini adalah serupa dengan tujuan
instansi pemerintah pada umumnya yaitu kepuasan bagi stakeholderseksternal yang
menyediakan sumber daya bagi organisasi. Namun seperti kebanyakan organisasi nirlaba
lainnya, identifikasi stakeholders eksternal lebih rumit daripada organisasi bisnis. Pelanggan
bagi organisasi nirlaba juga memiliki tuntutan yang lebih kompleks dan harapan yang selalu
berkembang. Kondisi ini menyebabkan kriteria tingkat keberhasilan Kantor Pemadam
Kebakaran dipahami dan diinterpretasikan secara tidak sama oleh pihak manajemen
maupun parastakeholders eksternal.

Expectation Gap Pengukuran Kinerja Kantor Pemadam Kebakaran.


“Kebakaran yang menimpa 19 rumah penduduk Desa Jetiskapuan Kecamatan Jati
Kabupaten Kudus Rabu (16/10) siang, merupakan bukti betapa loyo dan amburadul-nya
pelayanan mobil pemadam kebakaran (MPK). Sekaligus juga kurangnya persiapan aparat
pemerintah kabupaten (Pemkab) mengantisipasi musim kemarau 2002. Hal itu diungkapkan
penduduk desa setempat maupun tokoh masyarakat di Kudus menanggapi kebakaran di Desa
Jetiskapuan. Selain 19 rumah ludes terbakar dan rata dengan tanah, tiga rumah penduduk
dirobohkan untuk mencegah rumah lain ikut terbakar. Menurut Khambali, setelah mengetahui
terjadi kebakaran, ia bergegas meminjam telepon ke rumah dealer sepeda motor yang terletak
sekitar 700 meter dari lokasi kebakaran. Lalu menelepon ke pemadam kebakaran Pemkab
Kudus. Namun, baru satu jam kemudian muncul dua unit MPK” (Harian Kompas, 12 Oktober
2002)
Ilustrasi kasus di atas menunjukkan belum adanya kejelasan tentang indikator
kinerja atau keberhasilan suatu Dinas Pemadam Kebakaran. Sistem pengukuran kinerja
formal nampaknya belum ditetapkan sehingga tidak ada kriteria yang jelas bagaimana
sebenarnya Dinas Pemadam Kebakaran ini dinilai berprestasi atau gagal. Keluhan
masyarakat seperti yang terjadi di Kudus tersebut membuktikan tingkat pelayanan yang
tidak memuaskan. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Kasus di atas memberikan pelajaran yang
sangat berharga bahwa formulasi pengukuran kinerja harus memperhatikan keiinginan dan
harapan publik. Sungguh ironis jika suatu instansi dalam laporan pertanggungjawabannya
dinilai cukup berhasil tetapi masyarakat yang menikmati langsung jasanya justru banyak
yang mengeluh atas pelayanan yang diberikan. Lalu apa sebenarnya indikator keberhasilan
instansi seperti Kantor Pemadam Kebakaran tersebut ?. Apakah indikator ini mencerminkan
tujuan utama orgasisasi sektor publik yaitu pelayanan ?. Masalah ini cukup nyata dan
tentunya tidak bisa terus berlangsung, apalagi di tengah pemerintah sedang giat
mewujudkan good governance dengan sebenar-benarnya.
Banyaknya keluhan masyarakat terhadap jasa pelayanan Kantor Pemadam Kebakaran
mengindikasikan adanya harapan-harapan masyarakat yang tidak bisa terpenuhi oleh
Kantor Pemadam Kebakaran. Celakanya, keluhan ini terjadi dari tahun ke tahun, yaitu sejak
masa pemerintahan orde baru sampai era reformasi sekarang ini. Fenomena ini
menyiratkan kemungkinan adanya expectation gap yang cukup tinggi antara public
servant dengan masyarakat terutama direct users.
Permasalahan di atas memerlukan solusi berupa perumusan sistem pengukuran kinerja
yang mengintegrasikan kepentingan manajemen instansi dengan
harapanstakeholders eksternal terutama direct users. Dengan formulasi sistem pengukuran
kinerja yang harmonis dan responsive terhadap banyaknya keinginan stakeholdersini,
diharapkan bisa mengurangi gap (kesenjangan) antara apa yang diharapkan masyarakat
dengan apa yang dilakukan public servants sebagai abdi masyarakat (bukan hanya abdi
negara).
TUJUAN DAN FUNGSI KANTOR PEMADAM KEBAKARAN
Kantor Pemadam Kebakaran merupakan salah satu instansi pemerintah yang
keberadaannya hampir tidak pernah “tersentuh”. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara
P.U. No. 11/KPTS/2000 tanggal 1 Maret 2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen
Penanggulangan kebakaran disebutkan bahwa agar suatu kota terlindung dari bahaya
kebakaran, diperlukan kota tersebut dibagi-bagi menjadi wilayah-wilayah manajemen
kebakaran (WMK) dan tiap-tiap WMK tersebut membawahi Pos-pos Pemadam Kebakaran.
Penentuan WMK dan Pos pemadam kebakaran tersebut didasarkan pada potensi dan
kerawanan atas kebakaran. Beberapa propinsi membentuk Sekretariat bersama dengan
sarana dan prasarana yang bisa digunakan bersama tergantung daerah mana yang
kebetulan terjadi musibah kebakaran. Saat ini beberapa Pemprop tengah sibuk
mereorganisasi Kantor Pemadam Kebakaran sebagai respon terhadap Kepmen tersebut.
Pada dasarnya Kantor Pemadam Kebakaran mempunyai tujuan mewujudkan
pelayanan publik dalam setiap usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan
menciptakan sistem pencegahan dan penanggulangan yang efektif dan efisien. Selain itu
Kantor ini juga berperan besar dalam meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan
masyarakat terhadap bahaya kebakaran dan pentingnya upaya pencegahan dan
penanggulangannya dilaksanakan secara terpadu
Kantor Pemadam Kebakaran mempunyai dua fungsi utama. Pertama, fungsi
pencegahan kebakaran yaitu mengantisipasi dan melakukan usaha preventif agar tidak
terjadi atau mengurangi serta meminimkan risiko terjadinya kebakaran. Kedua, fungsi
penanggulangan kebakaran yaitu segala upaya dan tindakan penyelamatan pada saat
terjadinya musibah kebakaran secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu setiap Kantor
Pemadam Kebakaran hendaknya bisa merumuskan kebijakan teknis bidang Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran. Selain itu juga harus melaksanakan tugas teknis operasional
bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang meliputi pencegahan, pembinaan
dan penyuluhan, pengendalian operasional pemadaman serta sarana dan prasarana
pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Permasalahan yang umumnya digunakan “benteng pertahanan” Kantor Pemadam
Kebakaran pada saat kinerjanya dinilai jelek oleh masyarakat memang cukup klasik.
Beberapa permasalahan tersebut antara lain: (1) Kesulitan mencapai lokasi kebakaran; (2)
Volume kendaraan/lalu lintas pengguna jalan cukup padat; (3) Kondisi lingkungan yang
tidak menunjang operasional pemadaman kebakaran; (4) Kurangnya peralatan pemadaman
kebakaran. Dari berbagai permasalahan seperti ini sebetulnya Kantor Pemadam Kebakaran
memang tidak bisa berjalan sendiri tanpa koordinasi dengan Dinas atau instansi lain yang
berhubungan. Misalnya koordinasi dengan DLLAJR, PDAM, PT Telkom, dan masyarakat
tentunya.

KINERJA KANTOR PEMADAM KEBAKARAN


Seperti disampaikan di atas, Kantor Pemadam Kebakaran ini keberadaanya sangat
dekat di masyarakat hanya jika terjadi musibah kebakaran. Jika dalam kondisi normal tanpa
ada musibah kebakaran, seolah semua tidak berminat membicarakan apalagi
mendiskusikan. Namun demikian, bukan berarti kinerja pada instansi seperti ini tidak
penting. Kinerja Kantor Pemadam Kebakaran sering dinilai hanya dari
aspek input dan output. Instansi ini dinilai cukup berhasil jika bisa menyerap anggaran
100% (input) dan melaksanakan program tahunan (output), tanpa ada penilaian terhadap
aspek hasil (outcome), manfaat (benefit), dan juga dampak (impact). Idealnya memang
sistem pengukuran kinerja yang dipakai oleh Kantor Pemadam Kebakaran ini disusun
setelah memperoleh masukan dari lembaga konstituen (representasi masyarakat), sehingga
diperoleh suatu konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholders atas organisasi
tersebut dalam suatu indikator kinerja yang jelas. Namun, sampai saat ini cara seperti itu
belum dilakukan sehingga indikator kinerja yang digunakan masih bersifat subyektif dan
bukan hasil konsensus.
Dalam rangka menciptakan system pengukuran kinerja yang mencerminkan
akuntabilitas publik seharusnya organisasi setor publik mempertimbangkan indikator input,
indikator output, indikator outcome, indikator manfaat, indikator dampak. Indikator input
adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk
menghasilkan output. Indikator proses adalah segala besaran yang menunjukkan upaya
yang dilakukan dalam rangka mengolah input menjadi output. Indikator output adalah
sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan /
atau non fisik. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
output kegiatan pada jangka menengah. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait
dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator dampak adalah pengaruh yang
ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan berdasarkan asumsi yang
telah ditetapkan.
Perumusan indikator kinerja di atas tetap berpedoman pada tujuan, program dan
fungsi dari instansi yang ada. Karena setiap Kantor Pemerintah mempunyai karakteristik
yang berbeda, maka sudah barang tentu indicator kinerja setiap institusi akan berbeda-
beda. Dalam arti, tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan
tingkat keberhasilan secara komprehensif untuk semua jenis instansi pemerintah. Indikator
kinerja yang dipilih akan sangat tergantung pada faktor kritikal keberhasilan yang telah
diidentifikasi.
Indikator keberhasilan Kantor Pemadam Kebakaran mempunyai karakteristik yang sama
dengan organisasi sektor publik pada umumnya terutama yang yang pure non profit.
Indikator ini sangat berbeda dengan sektor bisnis karena sifat output yang dihasilkan
Kantor Pemadam Kebakaran ini lebih banyak bersifat intangible. Dengan demikian indikator
finansial saja tidak cukup untuk mengukur tingkat keberhasilan Dinas Kebakaran. Dalam
arti bahwa pengukuran keberhasilan Dinas Kebakaran mestinya dilakukan secara
komprehensif yang meliputi aspek finansial dan non finansial baik
bersifat tangible maupun intangible. Indikator keberhasilan yang didesaian harus
mempertimbangkan indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas baik dilihat dari sudut
stakeholders dan finansial maupun dari perspektif pelanggan . Pendekatan value for
money dan balance scorecard bisa digunakan sebagai alternatif pengukuran kinerja yang
efektif.
Sebagaimana dipaparkan di atas, Dinas Kebakaran mempunyai fungsi utama yaitu
pencegahan kebakaran dan pemadaman kebakaran. Pencegahan kebakaran meliputi semua
program, kebijakan, dan kegiatan yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kebakaran. Fungsi pemadaman kebakaran meliputi semua program, kebijakan, dan
kegiatan yang ditujukan untuk menanggulangi atau mengatasi kebakaran pada saat
bencana tersebut terjadi. Dalam rangka menilai tingkat keberhasilan Kantor Pemadam
Kebakaran ini hendaknya dipertimbangkan kedua fungsi utama tersebut. Dalam arti
terdapat indikator keberhasilan untuk program dan kegiatan pencegahan dan juga ada
indikator keberhasilan untuk program dan kegiatan pemadaman kebakaran. Masing-masing
fungsi ini bisa diklasikasikan dan diidentifikasi indikator keberhasilan pada input, proses,
output, outcome, manfaat, dan juga dampaknya.

PERUMUSAN INDIKATOR KINERJA KANTOR PEMADAM KEBAKARAN


Dengan mempertimbangkan harapan dan kebutuhan masyarakat serta mengacu
pada tujuan, program, dan fungsi utama Kantor Pemadam Kebakaran maka perumusan
indiKator kinerja bisa dilakukan dengan representatif. Sebagaimana fungsinya, pada
umumnya program Kantor Pemadam Kebakaran meliputi Program Pencegahan Kebakaran
dan Program Penanggulangan Musibah Kebakaran. Program pencegahan misalnya meliputi
Program pemeriksaan dan pengujian peralatan dan perlengkapan penanggulangan
kebakaran, Program pemeliharaan sarana dan prasarana, Program inspeksi alat pemadam
kebakaran di lapangan, Program pelatihan pegawai, Program penyuluhan masyarakat, dan
sebagainya. Sementara itu, Program Penanggulangan Musibah Kebakaran misalnya meliputi
program penyediaan pipa air untuk kebakaran (fire hydrants), Program pengadaan mobil
pemadam kebakaran, Program pengadaan helicopter, Program pemeriksaan kebakaran
pada daerah-daerah terpencil, Program pengadaan dan perbaikan sistem pengiriman kode
kebakaran, Program pengecekan kesiapan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki, dan
sebagainya.
Mengacu pada program sebagaimana dirumuskan, maka indikator kinerja bisa
ditetapkan. Indikator ini seharusnya juga dibuat untuk setiap fungsi yaitu indikator
fungsi Pencegahan Kebakaran dan indikator fungsi Penanggulangan Musibah Kebakaran.
Indikator kinerja yang dirumuskan mencakup aspek komprehensif antara lain input, output,
outcome, manfaat, dan dampak. Berikut contoh dan masukan tentang rumusan indikator
kinerja Kantor Pemadam Kebakaran.

INDIKATOR KINERJA DINAS PEMADAM KEBAKARAN


 FUNGSI PENCEGAHAN KEBAKARAN
Indikator Input \\ Fungsi Pencegahan Kebakaran
No. Deskripsi
1. Pengeluaran total untuk kegiatan pelatihan pegawai Kantor
Pemadam Kebakaran (KPK) harus efisien dan transparan .
2. Pengeluaran total Kantor Pemadam Kebakaran (KPK) untuk
kegiatan penyuluhan masyarakat kebakaran harus efisien dan
transparan.
3. Pengeluaran total Kantor Pemadam Kebakaran (KPK) untuk
kegiatan pencegahan kebakaran harus dipublikasikan.
4. Persentase jumlah pengeluaran yang digunakan untuk aktivitas
inspeksi (pengamatan lapangan) harus signifikan.
5. Persentase jumlah pengeluaran yang digunakan untuk aktivitas
pelatihan dan pendidikan pegawai harus signifikan.
6. KPK melaksanakan program pendidikan dan pelatihan serta
sistem rekruitmen yang terencana.
7. Pegawai KPK yang bekerja (berjaga-jaga) secara full
time (siang-malam) harus stand by
8. Jam kerja pegawai yang disediakan untuk kegiatan pencegahan
kebakaran harus mempunyai nilai tambah (value added).
9. Proporsi waktu menganggur (idle time) dari total jam kerja
efektif harus dikurangi.
10. Selama jam kerja efektif (jam 08.00-14.00) pegawai KPK tidak
boleh melakukan kegiatan yang kontraproduktif misalnya main
catur, main tenis meja, main kartu, jajan ke warung
11. KPK melakukan pengawasan lapangan dan perencanaan pra
kebakaran (Pre Fire Planning)
12. Mengembangkan sistem informasi yang berkaitan dengan
masalah pencegahan dan penanggulangan kebakaran dalam
menunjang efektivitas upaya pencegahan dan
penanggulangankebakaran
13. Melaksanakan kegiatan penelitian mengenai kualitas bahan,
konstruksi dan sarana pemadam kebakaran serta hal-hal lain
yang berkaitan dengan peningkatan efektivitas pencegahan dan
penanggulangan kebakaran melalui kerjasama dengan lembaga
penelitian, asosiasi profesi dan perguruan tinggi
14. Melaksanakan pemeriksaan atau pengujian alat-alat proteksi
kebakaran yang terpasang pada bangunan-bangunan.

Indikator Output \\ Fungsi Pencegahan Kebakaran


No. Deskripsi
1. KPK harus melaksanakan pemeriksaan atau pengujian alat-alat
proteksi kebakaran yang terpasang pada bangunan-bangunan.
2. Program-program pendidikan dan pelatihan harus dilaksanakan secara rutin.
3. Semua keluhan masyarakat (menyangkut kebakaran) ditangani.
4. KPK melakukan investigasi kebakaran sehingga bisa diidentifikasi
penyebabnya kebakaran.
5 Jumlah pegawai lapangan yang mahir setelah ada training meningkat.
6. KPK melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dalam rangka peningkatan
pelayanan masyarakat.
7. KPK mempunyai Sub Unit Kerja (Sub Dinas) yang menanganinya khusus
kegiatan pencegahan yaitu Sub Dinas Pencegahan.
8. KPK melakukan latihan rutin mengenai teknik penanggulangan kebakaran
dan penyelamatan (rescue)

9. Pembinaan kesehatan dan kebugaran baik dilaksanakan sendiri maupun


kerjasama dengan Dinas Kesehatan.

Indikator Outcome \\ Fungsi Pencegahan Kebakaran


No. Deskripsi
1. KPK mempunyai unit kerja yang harus mengantisipasi
kebakaran per 1.000 bangunan milik pemerintah.
2. KPK mempunyai unit kerja yang harus mengantisipasi kebakaran per 1.000
bangunan milik perusahaan swasta.
3. KPK mempunyai unit kerja yang harus mengantisipasi kebakaran per 1.000
unit rumah tinggal
4. KPK harus melakukan mengadakan intensifikasi pemeriksaan alat-alat
pemadam kebakaran yang ada pada masyarakat.
5. KPK harus mengusahakan terbangunnya Pos Kebakaran dengan menjalin
kerjasama dengan masyarakat dalam hal penyediaan tanah.
6. KPK harus bisa mengurangi jumlah kebakaran yang tidak diketahuinya.
7. Kegiatan inspeksi lapangan dilakukan setiap hari.
8. Kegiatan penyuluhan lapangan dilakukan seminggu minimal 3 kali
9. Pembinaan secara umum melalui tokoh-tokoh masyarakat, tokoh pemuda
dan lain-lain.
10. Pembentukan dan pembinaan SATLAKAR (Satuan Relawan Penanggulangan
Kebakaran)
11. Peningkatan pengetahuan mengenai teknik pemeriksaan dan pengujian
12. Peningkatan pengetahuan mengenai administrasi
13. Pemeliharaan Mobil Unit Pemadam Kebakaran secara memadai

Indikator Manfaat \\ Fungsi Pencegahan Kebakaran


No Deskripsi
1. Penyuluhan KPK bisa meningkatkan jumlah yang mengikuti
program asuransi bangunan.
2. Setelah dilakukan penyuluhan, tingkat kesadaran pegawai dalam
mengantisipasi kebakaran kantor bertambah
3. Setelah dilakukan penyuluhan, tingkat kesadaran masyarakat
dalam mengantisipasi kebakaran rumah tinggal bertambah
4. Kebakaran yang terjadi karena rusaknya kode terjadinya
kebakaran (telepon, alarm) harus diketahui KPK.
5. Kebakaran harus dapat dicegah oleh suatu kegiatan pelatihan
dan pendidikan
6. Peningkatan ketrapilan/kemampuan para petugas pelaksana dalam hal:
a. Ketrampilan teknis pemadaman (Fire Fighting)
b. Ketrampilan teknis pengujian alat-alat pemadam kebakaran dan
pengetahuan peralatan serta benda-benda berbahaya (inspektur
kebakaran).
c. Ketrampilan teknis rescue.

Indikator Dampak \\ Fungsi Pencegahan Kebakaran


No Deskripsi
1. Persentase kebakaran yang dapat dicegah oleh suatu kegiatan
inspeksi bertambah dari tahun ke tahun.
2. Sarana dan prasarana selalu dirawat dan siap sewaktu-waktu
dibutuhkan.
3. Tingkat keahlian pegawai KPK harus memenuhi standar
kompetensi
4. Proporsi pegawai yang dilatih dan kompeten minimal 80% dari
total pegawai KPK
5. Meningkatnya kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap
bahaya kebakaran
6. Proporsi terjadinya kebakaran pada daerah yang diinspeksi harus
relatif kecil

 FUNGSI PENANGGULANGAN KEBAKARAN


Indikator Input \\ Fungsi Penanggulangan Kebakaran
No. Deskripsi
1. Total pengeluaran KPK dalam menanggulangi bencana kebakaran harus
efisien dan transparan.
2. Prosentase jumlah pengeluaran untuk membayar gaji pegawai pemadam
kebakaran harus signifikan.
3. Prosentase jumlah pengeluaran untuk membeli peralatan pemadam
kebakaran harus signifikan.
2. KPK tidak boleh terlambat datang ke tempat terjadinya musibah kebakaran.
4. KPK harus mempunyai peralatan dan perlengkapan:
a. Mobil pemadam kebakaran
b. Helicopter
c. Fireboats
d. Lampu Sorot Tembus Asap
e. Masker Full face
f. Baju Tahan Panas
g. Jaket Tahan Panas
h. Helm anti api
6. Peralatan dan perlengkapan yang dimiliki harus siap digunakan setiap saat.
5. KPK mempunyai unit-unit pembantu pada kawasan yang menjadi tanggung
jawabnya.
6. Pegawai KPK harus siap pada saat ada panggilan kejadian kebakaran.
7. KPK harus selalu memperbaiki tipe sistem dan menambah jumlah boks
pelaporan sehingga sistem pengiriman kode kebakaran memadai
8. Persediaan air untuk memadamkan kebakaran harus selalu cukup.
9. Adanya sambungan pipa air di tepi jalan untuk keperluan kebakaran per mil
persegi.

Indikator Output \\ Fungsi Penanggulangan Kebakaran


No. Deskripsi
1. Pegawai harus selalu merespon dengan baik jika ada panggilan terjadinya
kebakaran
2. Pegawai KPK segera berangkat jika sudah ada kepastian terjadi musibah
kebakaran.
3. KPK bersedia melakukan penanggulangan kebakaran pada daerah-daerah
terpencil
4. Jumlah pipa air untuk kebakaran (fire hydrants) harus disediakan dengan
cukup memadai.
5. KPK mengadakan kerjasama dengan unit pemadaman kebakaran pemerintah
daerah lain dan BUMN-BUMN dalam operasional pemadaman kebakaran.

Indikator Outcome \\ Fungsi Penanggulangan Kebakaran


No. Deskripsi
1. Pegawai harus selalu merespon dengan baik jika ada panggilan
terjadinya kebakaran
2. Jika ada panggilan terjadinya kebakaran (sudah pasti) KPK
segera berangkat dengan peralatan lengkap..
3. Rata-rata waktu respon kurang dari 10 menit
4. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menempuh tempat kejadian
kebakaran tidak melebihi 15 menit
5. Rata-rata waktu untuk memadamkan kebakaran tidak melebihi 30 menit
6. Terjalinnya koordinasi instansional yang selaras dan terpadu dalam
menunjang setiap usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran
7. Terbinanya kemitraan antara masyarakat, Swasta dan Pemerintah Daerah
dalam usaha-usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

Indikator Manfaat \\ Fungsi Penanggulangan Kebakaran


No Deskripsi
1. Tingkat kerusakan dan kerugian bencana kebakaran relatif kecil
2. Institusi atau perusahaan yang mengalami kebakaran rata-rata
15 hari sudah beroperasi kembali
3. Jumlah korban akibat terjadinya kebakaran menurun dari tahun
ke tahun.
4. Mengurangi resiko baik korban jiwa maupun harta yang
disebabkan oleh bencana kebakaran
5. KPK harus mengetahui gejala-gejala penyebab kebakaran secara
tepat

Indikator Dampak \\ Fungsi Penanggulangan Kebakaran


No Deskripsi
1. Rasio keluhan masyarakat kurang 1% dari penduduk DIY.
2. Kerugian yang diderita dalam setiap kejadian kebakaran bisa
ditekan seminimal mungkin.
3. Peningkatan teknologi fasilitas penanggulangan
kebakaran setiap tahun
4. KPK memberi santunan sepantasnya kepada korban musibah
kebakaran.
METODE PENGUKURAN KINERJA KANTOR PEMADAM KEBAKARAN
Sebagaimana banyak dibahas dalam berbagai kajian akademik, bahwa pengukuran
kinerja pemerintah sering hanya mengacu pada input saja. Ukuran keberhasilan suatu
instansi pemerintah sering ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap
anggaran. Jadi, suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran
pemerintah walaupun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program
tersebut masih berada jauh di bawah standar. Keberhasilan ini hanya ditekankan pada
aspek input tanpa melihat tingkat output maupun outcomenya.
Dalam rangka memperoleh hasil pengukuran yang obyektif dan menyeluruh
mencakup semua aspek yang bersifat tangible maupun intangible maka metode pengukuran
kinerja harus didesaian sedemikian rupa sehingga bisa representatif selain juga applicable.
Beberapa metode bisa digunakan dalam pengukuran kinerja Kantor Pemadam Kebakaran
dengan modifikasi tertentu.
1. BALANCED SCORECARD
Mengukur kinerja Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan perspektif finansial, pelanggan,
proses internal, serta inovasi dan pembelajaran.
2. BENEFIT COST ANALYSIS
Mengukur kinerja Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan hubungan cost terhadap output,
manfaat, dan dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat baik yang
bersifat tangible (nyata) dan intangible (tidak nyata).
3. VALUE FOR MONEY
Mengukur kinerja Kantor Pemadam Kebakaran berdasarkan kriteria ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas.

4.3. FORMULASI APLIKATIF PENGUKURAN KINERJA


 BALANCED SCORCARD METHOD
Evaluasi
No Perspektif Realisasi
Indikator Selisih / Ket

1. Finansial Berpedoman
 Pengadaan peralatan Rp.xxx Rp xxx pada
 Pemeliharaan dan (anggaran) Rp xxx anggaran
perbaikan Rp xxx Rp xxx untuk menilai
 Dan sebagainya (anggaran) selisih dg
Rp xxx realisasi
(anggaran
2. Pelanggan
 Kepuasan masyarakat Rasio keluhan Data hasil Rasio
(korban bencana masyarakat keluhan= jml
Survey keluhan / jml
kebakaran) kurang dari x%
lapangan korban

 Kepedulian msyarakat Rasio keluhan


masyarakat Data hasil Rasio
atas manfaat Pemadam
Survey keluhan= jml
Kebakaran kurang dari x% keluhan / jml
lapangan
korban
 Penilaian petani terhadap Tk. Minimal
kualitas jasa Dinas kerugian yang Tk kerugian
Pemadam Kebakaran diderita Data hasil min.=
korban Survey prosentase
lapangan kerugian
terhadap total
asset korban
3. Proses Internal
 Ketepatan waktu proses Prosentase telp Perlu survey Menunjukkan
masuk dijwb lapangan aspek
dlm waktu pelayanan
maks 1 menit
 Pegawai terlatih dan
berkualitas Sedikitnya 1% Perlu survey Menunjukkan
peg lapangan lapangan kualitas
memenuhi pegawai
std kompetensi
 Ketersediaan sistem per
periode Perlu survey Seharusnya
Informasi yang mempunyai
dibutuhkan
lapangan
Sistem
dapat tersedia
dalam waktu database
maksimal 5 yang
menit memadai
4. Inovasi &
Pembelajaran Proporsi peg. Data hasil Proporsi ini
 Jumlah pelatihan yang dilatih Survey adalah
pegawai setahun minimal 80% lapangan
rasio
Benckmarks dg pegawai
 Lingkungan kerja yang kantor hukum Data hasil yang ikut
up to date swasta terbaik Survey pelatihan
min. 5x lapangan dg peg.
setahun
total
Peningkatan
 Jml. Peningkatan Lingkungan
teknologi kerja sangat
teknologi yg bisa Data tentang
sebesar 10% mempengaruhi
meningkatkan efisiensi pengadaan dan
setahun pemanfaatan produktivitas
teknologi maju
Adopsi fasilitas
teknologi yg
bisa
mengurangi
kelemahan
kerja
 BENEFIT COST ANALYSIS
Indikator Pernyataan Indikator Realisasi Keterangan
Harapan Harapan (Kuantitatif)
(Kualitatif)
Dampak Meningkatnya rasa Jumlah Data hasil Menunjukkan
aman masyarakat kebakaran Survey dampak
akan ancaman menurun lapangan ketenangan
kebakaran minimal 15% masyarakat
Manfaat Meningkatnya Peningkatan Data hasil Fungsi
kepedulian jumlah Survey pencegahan
masyarakat atas masyarakat lapangan menunjukkan
yang memasang keberhasilannya.
pentingnya
alat pemadam
pencegahan
kebakaran min.
kebakaran 10%
Outcome Meningkatnya Menurunkan Data hasil Kepuasan
pemenuhan keluhan Survey masyarakat atas
kebutuhan masyarakat lapangan kinerja Dinas
masyarakat atas min. 15% bias tercermin
musibah kebakaran dari sini.
Output Terlaksananya Terlaksana 10 Data hasil Sarana yang
pengadaan dan unit mobil Survey vital dalam
pemanfaatan sarana pemadam lapangan penanggukangan
kebakaran kebakaran
Input  Pengadaan
peralatan Rp.xxx Rp xxx Perbandingan
 Pemeliharaan dan (anggaran) anggaran
perbaikan Rp.xxx Rp xxx pengeluaran
 Dan sebagainya (anggaran)
dengan realisasi
Rp.xxx Rp xxx
(anggaran

 VALUE FOR MONEY


No Keterangan
1 Ekonomi (input value : input)
 Membandingkan biaya pengadaan peralatan dengan standar (anggaran)
yang ditetapkan
 Membandingkan biaya pemeliharaan peralatan dengan standar (anggaran)
yang ditetapkan
 Dan sebagainya
2. Efisiensi (output : input)
 Membandingkan biaya yang dikeluarkan dengan peningkatan pelayanan
yang diberikan
 Membandingkan jumlah pegawai yang terlatih dengan penurunan musibah
kebakaran
 Dan sebagainya
3. Efektivitas (tujuan:output)
 Tujuan: Mencegah dan menanggulangi musibah kebakaran dengan efektif
dan efisien
 Output: Jumlah keluhan masyarakat (korban) berkurang, jumlah musibah
kebakaran menurun, tingkat ketenangan masyarakat atas bahaya
kebakaran bertambah, kesadaran masyarakat tinggi, dsb.

PENUTUP
Kebakaran adalah bahaya sangat laten dan selalu terkait dengan kondisi, prilaku dan
budaya masyarakat serta dapat mengakibatkan penderitaan bagi yang terkena atau
mengalaminya. Dalam skala lebih luas dikaitkan dengan pembangunan, bahaya kebakaran
dapat membawa bencana besar dengan akibat yang lebih luas serta secara langsung akan
menghambat kelancaran pembangunan. Oleh karena itu, bahaya kebakaran tersebut harus
diantisipasi dengan berbagai upaya penanggulangan secara menyeluruh, sistematis, efektif
dan berkesinambungan.
Kantor Pemadam Kebakaran adalah instansi yang diberi amanah mencegah dan
menanggulangi kebakaran sedemikian rupa sehingga menurunkan risiko seminim mungkin.
Masyarakat sangat berharap Kantor Pemadam Kebakaran bekerja secara ekonomis, efisien,
dan efektif sehingga setiap saat jasanya diperlukan bisa memberikan pelayanan yang
memuaskan. Namun public servants ternyata mempunyai pola pikir yang tidak sama
sebagaimana harapan masyarakat.Expectation gap ini memang tidak bisa
dihindarkan (unavoidable). Namun, setidaknya dengan sistem pengukuran kinerja yang
akuntabel merespon kebutuhandirect users, kesenjangan ini bisa diminimalisir. Akhirnya,
selamat bekerja para pengelola Kantor Pemadam Kebakaran, semoga bisa benar-benar
menjadi abdi masyarakat.
•••••
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, “Loyo, Pelayanan Mobil Pemadam Kebakaran”, Harian Kompas, 18 Oktober 2002

Chaplin, James P. Dictionary of Psychology. New York: Dell Publishing Co., Inc., 1975.

Henley, D., et al. Public Sector Accounting and Financial Control. London: Chapman & Hall. 1993.

Jones, Rowan and Maurice Pendlebury. Public Sector Accounting. 4th Edition. London: Pitman Publishing.
1996.

Kloot, Louise. “Performance Measurement and Accountability in Victorian Local Government”, The
International Journal of Public Sector Management, Vol.12, issue 7, 1999

LAN & BPKP. Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Cetakan Pertama.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. 2000.

Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2002.

Mardiasmo, “Telaah Kritis terhadap Kebutuhan Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah”. Jurnal
Unisia. No.46/XXV/III/2002. hal.299-322.

Parry, Robert W., et al. “The Role of Service Efforts and Accomplishments Reporting in Total Quality
Management: Implications for Accountants”.Accounting Horizons. Vol.8 No.02. June 1994.
pp.25-43

Robertson, Gordon. “Revie Kinerja”. Lokakarya Revie Kinerja. BPKP dan Executive Education, 2002.

Rogers, Steve. Performance Management in Local Government. British: Longman Group UK Ltd, 1990.

Scott, Thomas W. and P. Tiessen. “Performance Measurement and Managerial Teams”, Accounting,
Organizations and Society 24., 1999, p.263-285.

Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.Pengukuran Kinerja Suatu
Tinjauan pada Instansi Pemerintah.Edisi 1. Jakarta: BPKP.2000.

Anda mungkin juga menyukai