Anda di halaman 1dari 22

Portofolio Kasus

SIROSIS HEPATIS

Oleh

dr. Reni Meilansari Telaumbanua

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSHD KOTA BENGKULU
KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
2020/2021
Kasus
Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sawah Lebar Baru Ratu Agung Bengkulu Kota
Masuk RS : 19 Desember 2020
Keluar RS : 23 Desember 2020

Keluhan Utama : BAB hitam dan muntah berwarna merah kehitaman

Riwayat Penyakit Sekarang : (alloanamnesis)


Pasien datang dengan keluhan BAB hitam (+) sejak kemarin, berdarah
(+), berlendir (+), konsistensi lunak (+), muntah berwarna merah kehitaman
(+) sejak hari ini , dengan frekuensi 2x, mata tampak kuning (+/+) yang
muncul perlahan, demam (-), batuk (-), pilek (+), gelisah (+), lemas (+)
yang dirasakan terus menerus, mual (+), muntah (+), perut membesar (+),
BAK lancar (+), riw. perjalanan luar kota (-), disertai bengkak pada kedua
kaki (+/+).

Riwayat Penyakit Dahulu :


- sebelumnya pasien pernah dirawat di RSHD 18 hari yang lalu, dengan
keluhan yang sama dan mendapat tranfusi 4 kantong, karena sakit
anemia ec gastritis erosive.
- Riw. HT (+) kurang lebih 5 tahun
- Riw. DM (-)
- Riw. Penggunaan obat NSAID (+), sekarang sudah berhenti
- Alergi makanan (-)
- Alergi obat (-)
Riwayat Penggunaan Obat :
- Obat-obatan yang rutin diminum oleh pasien saat ini adalah
Spironolakton, Lansoprazole, Sucralfat syr

Riwayat Penyakit Keluarga :


Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial :
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, dengan keseharian
melakukan pekerjaan rumah. Kebiasaan : Merokok (-), minum minuman
ber-alkohol (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit, lemah
Vital signs :
 TD : 80/60 mmHg
 Nadi : 98x/menit, regular, teraba lemah
 Laju nafas : 20x/menit
 Suhu : 37,0℃ (axila)
 SpO₂ : 98% tanpa O2

Kesadaran : Compos Mentis


GCS : E4 V5 M6

Status Interna :
 Kepala : normocephalic, rambut hitam.
 Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
pupil isokor (+/+)
 Hidung : septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-).
 Telinga : discharge (-/-), ottorhea (-/-)
 Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
sariawan (-)
 Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1), sekret (-),
detritus (-).
 Leher : simetris, trakea di tengah, pembengkakan KGB (-)

Thorax
 Jantung :
o Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis tidak teraba
o Perkusi : batas jantung kesan normal
o Auskultasi : bunyi jantung SI – SII regular, murmur (-),
gallop (-)
 Paru :
o Inspeksi : normochest, dada simetris, retraksi -
o Palpasi : gerak dada simetris
o Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
o Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Abdomen
 Inspeksi : cembung, ascites
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : soepel, hepar lien sulit di evaluasi, turgor kulit baik,
nyeri tekan (+) regio epigastrium dan hipokondrium
 Perkusi : timpani, shifting dullness (+)

Ekstremitas
 Akral hangat basah merah di keempat eksterimas
 CRT >3 detik
 Oedem pretibial (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
(H2TL, Hitung jenis, Rapid test, GDS, UrCr, EKG) tgl 19-08-2020
 Hb 7,2 g/dL
 Ht 21%
 Leukosit 14.000/mm3
 Trombosit 234.000/mm3

 Neutrofil 58
 Limfosit 31
 Monosit 10
 Eosinofil 1
 Basofil 0

 Rapid test non-reaktif

 GDS 143 mg/dL

 Ureum 65 mg/dL
 Creatinin 1,7 mg/dL

 EKG sinus ryhthm

(H2TL, HbsAg, Anti HCV, USG) tgl 21-08-2020


 Hb 10,5 g/dL
 Ht 29%
 Leukosit 10.700/mm3
 Trombosit 101.000/mm3

 HbsAg (-) negative


 Anti HCV (-) negative
 USG tampak gambaran sirosis

Planning Terapi
Follow up :
IGD
- IVFD RL cor 2 kolf --> selanjutnya Nacl 20 tpm
- Oksigen 3 lpm
- Inj. OMZ 40 mg 1 vial/12jam/IV
- pasang NGT, kateter urin
- sucralfat syr 4x2cth
- Rencana tranfusi PRC 3 bag (tanpa premedikasi)
- Lapor dr. Annelin Sp.PD, tidak perlu rontgen thoraks

Ruangan
- Aktivitas : Tirah baring
- Diet : Diit bubur biasa
- Tindakan Suportif : IVFD NaCl 20 tpm
- Medikamentosa :
Spironolacton tab 1x100mg
Propanolol tab 2x10mg
Furosemide tab 1x40mg
Lansoprazole tab 1x30mg
Sucralfat syr 3xC2
Amlodipin tab 1x10mg
Folket : pantau perubahan warna feses hingga
menjadi kuning, untuk pertimbangan
permberian propanolol.

SIROSIS HEPATIS
Definisi
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.
Gambaran morfologi dari SH meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik
antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen
(vena hepatika).

Klasifikasi
Secara fungsional :
a. Sirosis hati kompensata
Secara klinis sirosis disebut kompensata apabila tidak ditemukan
adanya asites, enselofati atau varises esofagus. Sering disebut sirosis
hati laten. Pada stadium ini belum terlihat gejala yang nyata. Biasanya
terdeteksi pada saat screening.
b. Sirosis hati dekompensata.
Disebut dengan sirosis hati aktif. Pada stadium ini biasanya
gejala seperti asites, edema, dan ikterus sudah jelas. Pada sirosis
dekompensata mengalami penurunan fungsi hati (trombositopenia,
hipoalbuminemia, hiperalbuminemia, koagulopati).

Secara etiologis :
a. Alkoholik
b. Bilier
c. Kardiac
d. Metabolik

Etiologi Sirosis
Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis
hati. Etiologi tersering di negara barat adalah akibat konsumsi alkohol/ALD
(Alcoholic Liver Disease). Sementara di Indonesia, sirosis utamanya
disebabkan oleh hepatitis B dan/atau C kronis.
Penyebab lainnya berupa NASH (Non Alcoholic Steato Hepatitis) yang
dikaitkan dengan DM, malnutrisi protein, obesitas. Kemudian, Wilson disease,
galaktosemia, fibrosis kistik, hepatotoksis akibat obat/toksin, dan infeksi parasit
tertentu (schistosomiasis) juga merupakan etiologi sirosis.

Penyebab Sirosis Hepatis

Hepatitis B dan C (menjadi penyebab sirosis terbanyak)


Alkohol
Kolestasis (sirosis bilier primer atau sekunder, kolangitis
sklerosing primer)
Penyakit Vaskuler (Sirosis Kardiak)
Penyakit Metabolik (Hemokromatosis, penyakit Wilson,
stetopatitis non alkoholik)
Kriptogenik (Apabila penyebab diatas sudah disingkirkan)

Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan
kanker). Diseluruh dunia SH menempati urutan ketujuh penyebab kematian.
Penderita SH lebih banyak laku-laki, jika dibandingkan dengan wanita rasionya
sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak terbanyak golongan umur
30-59 dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Insidens SH di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebab SH sebagian besar adalah penyebab hati alkoholik dan non
alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia data prevalensi
penderita SH secara keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara,
penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka kejadian
SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9% dan hepatitis C
berkisar 38,7-73,9%.
Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada. Namun ada laporan
dari beberapa pusat pendidikan seperti di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2014). Di Medan, dalam kurun waktu 2
tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 207 pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam.

Patofisiologi

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-ireversibel pada


parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat adanya cedera
fibrosis), pembentukan nodul degenerative ukuran mikronodul sampai
makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya
jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi
jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular berakibatpembentukan vaskular
intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika)
dan eferen (vena hepatika), dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan
antara produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks
ekstraseluler terdiri dari jaringan kolagen (terutama tipe I, III, dan V),
glikoprotein, dan proteoglikan. Terjadinya fibrosis hatidisebabkan adanya
aktivasi dari sel stellate hati. Sel – sel stellate berada dalam ruang
perisinusoidal hati. Aktivasi ini dipicu oleh faktor pelepasan yang dihasilkan
hepatosit dan sel kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama matrix
ekstraselluler (ECM) setelah terjadinya cedera pada hepar. Pembentukan ECM
disebabkan adanya pembentukan jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan oleh
sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti transforming growth
factor β (TGF-β) dan tumor necrosis factors TNF α).
Deposit ECM di space of disse akan menyebabkan perubahan bentuk
dan memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian
mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga
material yang seharusnya dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk
ke aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk
ke darah. Proses ini akan menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi
hepatoselular.

Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit sirosis hati biasanya lambat, asimtomatis dan
seringkali tidak dicurigai sampai adanya komplikasi penyakit hati. Banyak
penderita sering tidak terdiagnosis sebagai sirosis hati.
Diagnosis sirosis hati asimtomatis biasanya dibuat secara insidental
ketika tes pemeriksaan fungsi hati (transaminase) atau pemeriksaan radiologi,
sehingga kemudian penderita melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsi
hati. Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya sudah dalam
stadium dekompensata, disertai adanya komplikasi seperti varises esofagus,
peritonitis bacterial spontan, atau ensefalopati hepatis.
Gambaran klinis dari penderita sirosis hati adalah mudah lelah,
anoreksia, berat badan menurun, ikterus, spider navy, splenomegali, asites,
kaput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomastia, hilangnya rambut
pubis dan ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), faetor hepaticus,
dupuytren’s contracture (biasanya pada sirosis akibat alkohol).

Tanda – tanda klinis yang umumnya dijumpai pada pasien sirosis, yaitu :
 Adanya ikterus
Ikterus (kekuningan pada kulit dan mata) merupakan tanda bahwa
seseorang sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata
terjadi ketika hati tidak dapat menyerap bilirubin dengan baik. Ikterus dapat
menjadi petunjuk beratnya kerusakan hati. Ikterus terjadi paling sedikit
pada 60% penderita selama perjalanan penyakit.
 Asites
Ketika hati kehilangan kemampuannya untuk memproduksi albumin,
cairan akan menumpuk pada kaki (edema) dan pada abdomen (asites).
Faktor utama penyebab asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat
dari hipoalbuminemia dan retensi garam dan air.
Menurut teori vasodilatasi primer, faktor patogenesis pembentukan
asites yang amat penting adalah hipertensi porta (gangguan lokal) dan
gangguan fungsi ginjal (faktor sistemik). Akibat vasokonstriksi dan
fibrotiasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi sistem porta dan terjadi
hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan
vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilator endogen yang menjadi
menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan transudasi, terutama
di sinusoid dan kapiler usus, transudat kemudian berkumpul di rongga
peritoneum.
 Pembesaran hati
Hati dapat membesar ke atas mendesak diafragma dan kebawah. Hati
membesar sekitar 2 – 3 cm dan biasanya menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan. Pada keadaan kronis, ukuran hati biasanya mengecil.
 Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
menetap diatas nilai normal (>10 cmH20). Penyebab hipertensi portal
adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.

Adapun tanda-tanda dan penyebab sirosis hati :


Tanda dan Penyebab Sirosis Hepatis
TANDA PENYEBAB

- Spider nevi - Peningkatan estradiol


- Eritema palmaris - Gangguan metabolisme
hormon seks
- Muerche’s line - Hipoalbuminemia
- Jari Dupuytren - Poliferasi fibroplastik dan
gangguan deposit kolagen
- Colateral vein - Tekanan intraabdomen
yang meningkat oleh
akumulasi cairan yang
menekan dinding perut

- Ginekomastia - Estradiol meningkat

- Ukuran hati: - Hipertensi portal

membesar/mengecil
- Hipertensi portal
- Splenomegali
- Hipertensi portal
- Asites
- Hipertensi portal
- Caput medusa
- Peningkatan bilirubin
- Ikterus
(>3mg/dl)

Diagnosis
Pada stadium kompensata kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia / serologi dan pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium
dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda klinisnya
biasanya sudah tampak dengan disertai komplikasi.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis, perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan yang diantaranya adalah :
Pemeriksaan klinis
Pasien biasanya datang dengan keluhan perut membesar, lalu disusul
dengan kaki yang membengkak. Umumnya pada penderita sirosis, asites
timbul lebih dulu daripada edema di kaki. Banyak penderita yang juga
mengeluh kemampuan jasmani menurun, mual, nafsu makan berkurang,
mata kuning, urin pekat, feses kehitaman.
Gejala dan tanda sirosis hati timbul karena adanya gangguan arsitektur
hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan parenkim hati
yang masing – masing memperlihatkan gejala klinis berupa kegagalan hati
(edema, ikterus, spider navy, ginekomastia, kerusakan hati, asites, eritema
palmaris) dan hipertensi portal (varises esofagus, splenomegali, perubahan
sumsum tulang, kaput medusa, asites, vena kolateral,kelainan sel darah tepi
berupa anemia, leukopenia, dan trombositopenia).
Kriteria hipertensi portal berupa : pelebaran vena porta melebihi 1,3 cm;
splenomegali disertai pelebaran vena lienalis melebihi 1 cm ; terjadinya
sistem kolateral yang terlihat salah satu atau lebih yaitu adanya vena
umbilikalis, vena koronaria, dan vena mesenterika inferior.
Berdasarkan kriteria Suharyono Soebandri, diagnosa sirosis dapat
ditegakkan berdasarkan 5 dari 7 tanda utama pada sirosis yang meliputi :
Spider navy, Eritema palmaris, Kolateral Vein, Asites, Splenomegali,
Inverse Albumin-Globulin, Hematemesis/Melena.

Tes laboratorium pada sirosis hepatis

Jenis pemeriksaan Hasil

Aminotransferase ALT dan Normal atau sedikit meningkat


AST

Alkali fosfatase/ ALP Sedikit menigkat

Gamma-glutamil transferase Korelasi dengan ALP : spesifik sangat


ϪGT khas akibat alcohol sangat meningkat

Bilirubin Meningkat pada sirosis hati lanjut


prediksi penting mortalitas

Albumin Menurun

Globulin Meningkat terutama IgG

Waktu protombin Memanjang / penurunan produksi faktor


Natrium darah V/VII dari hati

Trombosit Menurun

Leukosit dan neutrofil Menurun

Anemia Makrositik, normositik, dan mikrositik

Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya :


 Serologi virus hepatitis
- HBV : HbSAg, HBeAg, Anti HBc, HBV-DNA
- HCV : Anti HCV, HCV-RNA
 Auto antibody (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis
 Saturasi transferrin dan feritinin untuk hemokromatosis
 Ceruloplasmin dan copper untuk penyakit Wilson
 Alpha 1- antitrypsin
 AMA untuk sirosis bilier primer
 Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer
 Pemeriksaan urine : dalam urine terdapat urobilinogen, juga terdapat
bilirubin bila didapati ikterus pada penderita. Pada penderita dengan
asites, ekskresi natrium dalam urine berkurang, pada keadaan berat
ekskresinya kurang dari 3 mEq (0,1 g).
 Pemeriksaan tinja : mungkin terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen.
Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah.

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis yang sering dilakukan adalah foto
toraks, splenoportografi, percutaneous transhepatic portografi (PTP).
Kedua pemeriksaan terakhir biasa digunakan untuk penderita sirosis hati
dengan hipertensi portal.
b. Ultrasonografi (USG)
Untuk mendeteksi sirosis hati, USG kurang sensitif namun
cukup spesifik bila penyebabnya jelas. Gambaran USG memperlihatkan
ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau
heterogen pada sisi superficial, sedang pada sisi profunda ekodensitas
menurun. Dapat pula dijumpai pembesaran lobus caudatus,
splenomegali, dan vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil
dan dijumpai spelnomegali, asites tampak sebagai area bebas gema
(ekolusen) antara organ intra abdominal dengan dinding abdomen.
Pemeriksaan MRI dan CT konvensional bisa digunakan untuk
menentukan derajat beratnya SH, misal dengan menilai ukuran lien,
asites dan kolateral vascular.
c. Endoskopi
Pada pasien sirosis, biasanya dilakukan melalui gastroskopi.
Tampak adanya vena – vena yang menonjol sebagai bentuk dari varises
esofagus. Biasanya juga tampak mosaic pattern pada dinding lambung.

Penatalaksanaan
Untuk memberikan terapi terhadap penderita sirosis, perlu ditinjau apakah
sudah ada hipertensi portal dan kegagalan hati atau belum.
a. Pada sirosis tanpa kegagalan hati dan hipertensi portal, diberikan :
 Diit tinggi kalori dan tinggi protein, sekitar 80 – 100 gr / hari.
 Pemberian vitamin, seperti vitamin C, thiamin, riboflavin, dan vitamin
B12, essential phospholipid (EPL), dll. Makanan atau minuman yang
dilarang adalah yang mengandung alkohol, zat hepatotoksik, dan
makanan yang disimpan pada suhu udara lebih dari 48 jam.

b. Pada sirosis dengan kegagalan hati dan hipertensi portal :


 Istirahat yang cukup, sebaiknya aktivitas fisik dibatasi, dianjurkan bed
rest.
 Pengaturan makanan yang seimbang, misalnya cukup kalori (1500 –
2000 kalori), protein 1 – 2 gr/kgbb/hari dan vitamin, diet rendah garam
(konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol / hari), batasi juga
konsumsi cairan < 1 liter / hari.
 Pemberian diuretik
Bila selama 3 – 4 hari dengan pengobatan diitetik tidak ada
respon atau penurunan berat badan > 1 kg, maka perlu diberikan obat
diuretik. Diuretik sebaiknya tidak diberikan bila kadar bilirubin serum
dan kreatinin serum meninggi, sebab akan memperburuk fungsi ginjal
dan hati, serta tidak akan terjadi diuresis sebagaimana yang diharapkan.
Pemberian spironolactone (aldacton) sebagai antagonis
aldosteron yang bekerja menghambat reabsorpsi natrium dan klorida
serta menghambat ekskresi kalsium dimulai dengan dosis 100-200 mg /
hari dan dapat di naikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari bila tidak ada
respon.
Kontraindikasi pemberian diuretika adalah perdarahan
gastrointestinal, penderita dengan muntah – muntah, atau dengan diare,
prekoma / koma hepatikum. Karena bila diberikan, akan timbul
hipokalemia, hiponatremi, alkalosis hipokloremik, dan koma hepatikum
sekunder.
 Parasintesis
Menurut Conn (1982) dan Sherlock (1989), ada dua tujuan
parasintesis, yaitu parasintesis diagnostik dan parasintesis terapeutik.
Parasintesis diagnostik bertujuan untuk mengevaluasi cairan asites,
pemeriksaan terhadap jumlah sel dan hitung jenis, protein, dan
mikroorganisme. Sedangkan parasintesis terapeutik untuk mengeluarkan
cairan asites.
Indikasi dilakukannya parasintesis adalah apabila terjadi
distensi abdomen dan keadaan asites menimbulkan rasa sesak pada
pasien, sirosis hati Child B, protrombin > 40%, kadar bilirubin < 10 mg
%, trombosit > 40.000/mm3, kreatinin < 4 mg%, Na urin lebih dari 10
mEq / 24 jam.
Parasintesis cairan total dapat dilakukan 4 - 6 liter per hari,
tetapi tetap harus diberikan substitusi albumin infus 6 - 8 gr/liter cairan
yang dikeluarkan.Pemberian infus albumin bertujuan untuk mencegah
terjadinya peningkatan aktivitas plasma renin, gangguan faal ginjal, atau
hiponatremi yang berat, serta tidak menimbulkan gangguan volume
plasma sebagai akibat hipovolemik.
Setelah parasintesis total dan pemberian albumin, untuk
mencegah terbentuknya kembali asites sebaiknya dilanjutkan dengan
pemberian diuretika. Diuretika yang diberikan adalah spironolacton 200
mg / hari, atau furosemide 40 mg / hari pada penderita tanpa gangguan
faal ginjal. Sedangkan penderita dengan gangguan faal ginjal dapat
diberikan spironolacton 300 mg / hari dan furosemide 8 mg / hari, atau
disesuaikan dengan respon penderita.
 Bila terjadi ensefalopati hepatik, laktulosa dapat membantu pasien untuk
mengeluarkan ammonia.

c. Tatalaksana sirosis kompensata


 Hepatitis B diterapi dengan lamivudin, tenofovir, adefovir atau
entecavir.
 Hepatitis C diterapi dengan pegylated interferon dan ribafirin
 Sirosis bilier primer diterapi dengan UDCA (ursodeoxycholat acid)
 Hepatitis autoimun diterapi dengan steroid

d. Terapi antiviral pada sirosis dekompensata


 Hepatitis B
- Berdasarkan panduan dari The European Association For Study Of
The Liver disebutkan bahwa obat antiviral oral efektif untuk
memperbaiki fungsi hati dan meningkatkan kelangsungan hidup
pasien sirosis dekompensata, khususnya apabila diberikan seawal
mungkin.
- Obat antiviral dapat ditoleransi pasien dengan baik dan tanpa efek
samping yang signifikan.
- Mengingat pertimbangan resistensi maka antiviral lini pertama yang
direkomendasikan adalah tenovir (Ricovir 1x300 mg) atau entecavir
(Baraclude 1 x 0,5 – 1 mg)
 Hepatitis C
- Pasien dengan hepatitis C yang akan menjalani transplantasi hati
direkomendasikan untuk terapi antiviral
- Dosis pegylated interferon dan ribavirin dimulai dengan dosis kecil

Terapi asites pada sirosis hepatis :

Kondisi Klinis Terapi

Sirosis pre-asites Tidak perlu pengobatan


Restriksi ringan (80-120 mmol/hari)

Asites ringan Restriksi garam (80-120 mmol/hari)


Spironolakton dosis bertahap (100-400
mg/hari)

Asites sedang-berat Restriksi garam (80-120 mmol/hari)


Spironolakton dosis bertahap (100-400
mg/hari)
Furosemid dosis bertahap (40-160 mg/hari)

Asites refrakter Parasentesis dan penggantian volume plasma


Diuretik
TIPS

Hiponatremia - Kadar natrium serum <125 mmol/l ;


hentikan obat diuretic
- Kadar natrium serum <120 mmol/l;
ekspansi volume plasma
- Hiper / euvolume; restriksi cairan
- Vasopressin V2 receptor antagonist

Pencegahan
a. Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan
b. Tidak mengkonsumsi alcohol
c. Hindari penularan virus hepatitis
d. Gunakan jarum suntik sekali pakai
e. Melakukan vaksin hepatitis
f. Menjaga berat badan ideal
g. Makan makanan bergizi dan menjaga diet seimbang.
Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang sering ditemukan antara lain :
 Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada SH adalah
hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan disfungsi
ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum.
 Varises esofagus
30-70% pasien mengalami komplikasi ini. Angka kematiannya
mencapai 20-50%. Pencegahan untuk terjadinya perdarahan VE adalah
dengan pemberian obat golongan β blocker (propanolol) maupun ligasi
varises.
 Ensefalopati hepatikum
Sekitar 28% penderita SH dapat mengalami komplikasi ensefalopati
hepatikum (EH) . Mekanisme terjadinya EH adalah akibat
hiperammonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari
intrahepatic portal-systemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan
glutamic.
 Peritonitis bakterial spontan
 Peritonitis bakterial spontan (SBP) merupakan komplikasi berat dan
Sering terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan
asites tanpa adanya fokus infeksi intraabdominal.
 Sindroma hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal,
yang ditemukan pada SH tahap lanjut. Sindroma ini serinng dijumpai
pada penderita SH dengan asites refrakter

Prognosis
Sherlock berpendapat bahwa sirosis bukan merupakan suatu penyakit yang
progresif, dan dengan terapi yang adekuat akan terjadi perbaikan. Sedangkan
menurut Read Steigman, sekali terdapat sirosis dengan kegagalan faal hati dan
hipertensi portal, prognosa biasanya jelek.
Oleh karena itu, prognosis dapat ditetapkan melalui klasifikasi CHILD
TURCOTTE PUGH (CTP), sebagai berikut :

Kriteria CHILD TURCOTTE PUGH/CTP

Nilai
Parameter
1 2 3
Ensefalopati - Terkontrol Kurang
dengan terapi terkontrol
Asites - Terkontrol Kurang
dengan terapi terkontrol
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (gr /l) >3,5 2,8-3,5 <2,8
INR <1,7 1,7-2,2 >2,2

CTP – A : 5 – 6 POIN (BAIK)


CTP – B : 7 – 9 POIN (SEDANG)
CTP – C : 10 – 15 POIN (BURUK)

Pada penderita SH dengan CTP-A menunjukkan penyakit hatinya


terkompensasi baik yaitu 1 tahun dan 2 tahun sebesar 100%, dan 85%.
Sedangkan CTP-B yaitu 1 tahun 2 tahunnya sebesar 81% dan 60%. Pada CTP-
C yaitu 1 tahun dan 2 tahun berturut-turut adalah 45% dan 35%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schuppan D, Afdhal NH. Liver cirrhosis. The Lancet. 2008 Mar


8;371(9615):838-51.
2. Tsochatzis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver cirrhosis. The Lancet. 2014
May 17;383(9930):1749-61.
3. Geramizadeh B, Keramati P, Bahador A, Salahi H, Nikeghbalian S,
Dehghani SM, Malek-Hosseini SA. Congenital Hepatic Fibrosis and Need
for Liver Transplantation. International journal of organ transplantation
medicine. 2010;1(2):98.
4. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi
I,Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th
ed.Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia.2009. Page 668-673.2.
5. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in
thesetting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.
18(3):299-302.3.
6. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
PoernomoBoedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
KedokteranUniversitas Airlangga. 2007. Page 129-1365.
7. David C Wolf. 2012. Cirrhosis.http://emedicine.medscape.com/article/
185856-overview#showall.Diaksespada tanggal30 Mei 2012.6.
8. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta :
FK UI, 2007.
9. Setiati Siti,Idrus, Aru, Marcellius, Bambang, Arif. 2014. Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta;Interna Publishing
10. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing, 2009.
11. Sujono, Hadi. Gastroenterologi. Edisi pertama. Bandung : P.T. Alumni,
2013. Hal : 613 - 647.

Anda mungkin juga menyukai