SIROSIS HEPATIS
Oleh
Riwayat Sosial :
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, dengan keseharian
melakukan pekerjaan rumah. Kebiasaan : Merokok (-), minum minuman
ber-alkohol (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit, lemah
Vital signs :
TD : 80/60 mmHg
Nadi : 98x/menit, regular, teraba lemah
Laju nafas : 20x/menit
Suhu : 37,0℃ (axila)
SpO₂ : 98% tanpa O2
Status Interna :
Kepala : normocephalic, rambut hitam.
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
pupil isokor (+/+)
Hidung : septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-).
Telinga : discharge (-/-), ottorhea (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
sariawan (-)
Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1), sekret (-),
detritus (-).
Leher : simetris, trakea di tengah, pembengkakan KGB (-)
Thorax
Jantung :
o Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis tidak teraba
o Perkusi : batas jantung kesan normal
o Auskultasi : bunyi jantung SI – SII regular, murmur (-),
gallop (-)
Paru :
o Inspeksi : normochest, dada simetris, retraksi -
o Palpasi : gerak dada simetris
o Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
o Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, ascites
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : soepel, hepar lien sulit di evaluasi, turgor kulit baik,
nyeri tekan (+) regio epigastrium dan hipokondrium
Perkusi : timpani, shifting dullness (+)
Ekstremitas
Akral hangat basah merah di keempat eksterimas
CRT >3 detik
Oedem pretibial (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
(H2TL, Hitung jenis, Rapid test, GDS, UrCr, EKG) tgl 19-08-2020
Hb 7,2 g/dL
Ht 21%
Leukosit 14.000/mm3
Trombosit 234.000/mm3
Neutrofil 58
Limfosit 31
Monosit 10
Eosinofil 1
Basofil 0
Ureum 65 mg/dL
Creatinin 1,7 mg/dL
Planning Terapi
Follow up :
IGD
- IVFD RL cor 2 kolf --> selanjutnya Nacl 20 tpm
- Oksigen 3 lpm
- Inj. OMZ 40 mg 1 vial/12jam/IV
- pasang NGT, kateter urin
- sucralfat syr 4x2cth
- Rencana tranfusi PRC 3 bag (tanpa premedikasi)
- Lapor dr. Annelin Sp.PD, tidak perlu rontgen thoraks
Ruangan
- Aktivitas : Tirah baring
- Diet : Diit bubur biasa
- Tindakan Suportif : IVFD NaCl 20 tpm
- Medikamentosa :
Spironolacton tab 1x100mg
Propanolol tab 2x10mg
Furosemide tab 1x40mg
Lansoprazole tab 1x30mg
Sucralfat syr 3xC2
Amlodipin tab 1x10mg
Folket : pantau perubahan warna feses hingga
menjadi kuning, untuk pertimbangan
permberian propanolol.
SIROSIS HEPATIS
Definisi
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.
Gambaran morfologi dari SH meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik
antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen
(vena hepatika).
Klasifikasi
Secara fungsional :
a. Sirosis hati kompensata
Secara klinis sirosis disebut kompensata apabila tidak ditemukan
adanya asites, enselofati atau varises esofagus. Sering disebut sirosis
hati laten. Pada stadium ini belum terlihat gejala yang nyata. Biasanya
terdeteksi pada saat screening.
b. Sirosis hati dekompensata.
Disebut dengan sirosis hati aktif. Pada stadium ini biasanya
gejala seperti asites, edema, dan ikterus sudah jelas. Pada sirosis
dekompensata mengalami penurunan fungsi hati (trombositopenia,
hipoalbuminemia, hiperalbuminemia, koagulopati).
Secara etiologis :
a. Alkoholik
b. Bilier
c. Kardiac
d. Metabolik
Etiologi Sirosis
Seluruh penyakit hati yang bersifat kronis dapat mengakibatkan sirosis
hati. Etiologi tersering di negara barat adalah akibat konsumsi alkohol/ALD
(Alcoholic Liver Disease). Sementara di Indonesia, sirosis utamanya
disebabkan oleh hepatitis B dan/atau C kronis.
Penyebab lainnya berupa NASH (Non Alcoholic Steato Hepatitis) yang
dikaitkan dengan DM, malnutrisi protein, obesitas. Kemudian, Wilson disease,
galaktosemia, fibrosis kistik, hepatotoksis akibat obat/toksin, dan infeksi parasit
tertentu (schistosomiasis) juga merupakan etiologi sirosis.
Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan
kanker). Diseluruh dunia SH menempati urutan ketujuh penyebab kematian.
Penderita SH lebih banyak laku-laki, jika dibandingkan dengan wanita rasionya
sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata penderitanya terbanyak terbanyak golongan umur
30-59 dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Insidens SH di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebab SH sebagian besar adalah penyebab hati alkoholik dan non
alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Di Indonesia data prevalensi
penderita SH secara keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara,
penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka kejadian
SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9% dan hepatitis C
berkisar 38,7-73,9%.
Di Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada. Namun ada laporan
dari beberapa pusat pendidikan seperti di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit
Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2014). Di Medan, dalam kurun waktu 2
tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 207 pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam.
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit sirosis hati biasanya lambat, asimtomatis dan
seringkali tidak dicurigai sampai adanya komplikasi penyakit hati. Banyak
penderita sering tidak terdiagnosis sebagai sirosis hati.
Diagnosis sirosis hati asimtomatis biasanya dibuat secara insidental
ketika tes pemeriksaan fungsi hati (transaminase) atau pemeriksaan radiologi,
sehingga kemudian penderita melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsi
hati. Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya sudah dalam
stadium dekompensata, disertai adanya komplikasi seperti varises esofagus,
peritonitis bacterial spontan, atau ensefalopati hepatis.
Gambaran klinis dari penderita sirosis hati adalah mudah lelah,
anoreksia, berat badan menurun, ikterus, spider navy, splenomegali, asites,
kaput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomastia, hilangnya rambut
pubis dan ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), faetor hepaticus,
dupuytren’s contracture (biasanya pada sirosis akibat alkohol).
Tanda – tanda klinis yang umumnya dijumpai pada pasien sirosis, yaitu :
Adanya ikterus
Ikterus (kekuningan pada kulit dan mata) merupakan tanda bahwa
seseorang sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata
terjadi ketika hati tidak dapat menyerap bilirubin dengan baik. Ikterus dapat
menjadi petunjuk beratnya kerusakan hati. Ikterus terjadi paling sedikit
pada 60% penderita selama perjalanan penyakit.
Asites
Ketika hati kehilangan kemampuannya untuk memproduksi albumin,
cairan akan menumpuk pada kaki (edema) dan pada abdomen (asites).
Faktor utama penyebab asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat
dari hipoalbuminemia dan retensi garam dan air.
Menurut teori vasodilatasi primer, faktor patogenesis pembentukan
asites yang amat penting adalah hipertensi porta (gangguan lokal) dan
gangguan fungsi ginjal (faktor sistemik). Akibat vasokonstriksi dan
fibrotiasi sinusoid terjadi peningkatan resistensi sistem porta dan terjadi
hipertensi porta. Peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan
vasodilatasi splanchnic bed oleh vasodilator endogen yang menjadi
menetap. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan transudasi, terutama
di sinusoid dan kapiler usus, transudat kemudian berkumpul di rongga
peritoneum.
Pembesaran hati
Hati dapat membesar ke atas mendesak diafragma dan kebawah. Hati
membesar sekitar 2 – 3 cm dan biasanya menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan. Pada keadaan kronis, ukuran hati biasanya mengecil.
Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
menetap diatas nilai normal (>10 cmH20). Penyebab hipertensi portal
adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
membesar/mengecil
- Hipertensi portal
- Splenomegali
- Hipertensi portal
- Asites
- Hipertensi portal
- Caput medusa
- Peningkatan bilirubin
- Ikterus
(>3mg/dl)
Diagnosis
Pada stadium kompensata kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata bisa
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia / serologi dan pemeriksaan pencitraan lainnya. Pada stadium
dekompensata diagnosis tidak terlalu sulit karena gejala dan tanda klinisnya
biasanya sudah tampak dengan disertai komplikasi.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis, perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan yang diantaranya adalah :
Pemeriksaan klinis
Pasien biasanya datang dengan keluhan perut membesar, lalu disusul
dengan kaki yang membengkak. Umumnya pada penderita sirosis, asites
timbul lebih dulu daripada edema di kaki. Banyak penderita yang juga
mengeluh kemampuan jasmani menurun, mual, nafsu makan berkurang,
mata kuning, urin pekat, feses kehitaman.
Gejala dan tanda sirosis hati timbul karena adanya gangguan arsitektur
hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan parenkim hati
yang masing – masing memperlihatkan gejala klinis berupa kegagalan hati
(edema, ikterus, spider navy, ginekomastia, kerusakan hati, asites, eritema
palmaris) dan hipertensi portal (varises esofagus, splenomegali, perubahan
sumsum tulang, kaput medusa, asites, vena kolateral,kelainan sel darah tepi
berupa anemia, leukopenia, dan trombositopenia).
Kriteria hipertensi portal berupa : pelebaran vena porta melebihi 1,3 cm;
splenomegali disertai pelebaran vena lienalis melebihi 1 cm ; terjadinya
sistem kolateral yang terlihat salah satu atau lebih yaitu adanya vena
umbilikalis, vena koronaria, dan vena mesenterika inferior.
Berdasarkan kriteria Suharyono Soebandri, diagnosa sirosis dapat
ditegakkan berdasarkan 5 dari 7 tanda utama pada sirosis yang meliputi :
Spider navy, Eritema palmaris, Kolateral Vein, Asites, Splenomegali,
Inverse Albumin-Globulin, Hematemesis/Melena.
Albumin Menurun
Trombosit Menurun
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis yang sering dilakukan adalah foto
toraks, splenoportografi, percutaneous transhepatic portografi (PTP).
Kedua pemeriksaan terakhir biasa digunakan untuk penderita sirosis hati
dengan hipertensi portal.
b. Ultrasonografi (USG)
Untuk mendeteksi sirosis hati, USG kurang sensitif namun
cukup spesifik bila penyebabnya jelas. Gambaran USG memperlihatkan
ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau
heterogen pada sisi superficial, sedang pada sisi profunda ekodensitas
menurun. Dapat pula dijumpai pembesaran lobus caudatus,
splenomegali, dan vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil
dan dijumpai spelnomegali, asites tampak sebagai area bebas gema
(ekolusen) antara organ intra abdominal dengan dinding abdomen.
Pemeriksaan MRI dan CT konvensional bisa digunakan untuk
menentukan derajat beratnya SH, misal dengan menilai ukuran lien,
asites dan kolateral vascular.
c. Endoskopi
Pada pasien sirosis, biasanya dilakukan melalui gastroskopi.
Tampak adanya vena – vena yang menonjol sebagai bentuk dari varises
esofagus. Biasanya juga tampak mosaic pattern pada dinding lambung.
Penatalaksanaan
Untuk memberikan terapi terhadap penderita sirosis, perlu ditinjau apakah
sudah ada hipertensi portal dan kegagalan hati atau belum.
a. Pada sirosis tanpa kegagalan hati dan hipertensi portal, diberikan :
Diit tinggi kalori dan tinggi protein, sekitar 80 – 100 gr / hari.
Pemberian vitamin, seperti vitamin C, thiamin, riboflavin, dan vitamin
B12, essential phospholipid (EPL), dll. Makanan atau minuman yang
dilarang adalah yang mengandung alkohol, zat hepatotoksik, dan
makanan yang disimpan pada suhu udara lebih dari 48 jam.
Pencegahan
a. Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan
b. Tidak mengkonsumsi alcohol
c. Hindari penularan virus hepatitis
d. Gunakan jarum suntik sekali pakai
e. Melakukan vaksin hepatitis
f. Menjaga berat badan ideal
g. Makan makanan bergizi dan menjaga diet seimbang.
Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang sering ditemukan antara lain :
Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada SH adalah
hipoalbuminemia (penurunan fungsi sintesis pada hati) dan disfungsi
ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan dalam peritoneum.
Varises esofagus
30-70% pasien mengalami komplikasi ini. Angka kematiannya
mencapai 20-50%. Pencegahan untuk terjadinya perdarahan VE adalah
dengan pemberian obat golongan β blocker (propanolol) maupun ligasi
varises.
Ensefalopati hepatikum
Sekitar 28% penderita SH dapat mengalami komplikasi ensefalopati
hepatikum (EH) . Mekanisme terjadinya EH adalah akibat
hiperammonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari
intrahepatic portal-systemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan
glutamic.
Peritonitis bakterial spontan
Peritonitis bakterial spontan (SBP) merupakan komplikasi berat dan
Sering terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan
asites tanpa adanya fokus infeksi intraabdominal.
Sindroma hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal,
yang ditemukan pada SH tahap lanjut. Sindroma ini serinng dijumpai
pada penderita SH dengan asites refrakter
Prognosis
Sherlock berpendapat bahwa sirosis bukan merupakan suatu penyakit yang
progresif, dan dengan terapi yang adekuat akan terjadi perbaikan. Sedangkan
menurut Read Steigman, sekali terdapat sirosis dengan kegagalan faal hati dan
hipertensi portal, prognosa biasanya jelek.
Oleh karena itu, prognosis dapat ditetapkan melalui klasifikasi CHILD
TURCOTTE PUGH (CTP), sebagai berikut :
Nilai
Parameter
1 2 3
Ensefalopati - Terkontrol Kurang
dengan terapi terkontrol
Asites - Terkontrol Kurang
dengan terapi terkontrol
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (gr /l) >3,5 2,8-3,5 <2,8
INR <1,7 1,7-2,2 >2,2
DAFTAR PUSTAKA