Anda di halaman 1dari 4

Khutbah Jumat pertama

،ُ‫ش ِر ْي َك لَه‬ َ ‫ش َه ُد َأنْ اَل اِلَهَ اِاَّل هللا َو ْح َدهُ اَل‬ ْ ‫ َأ‬،‫ضبِ ِه َو َع َذابِ ِه‬ َ ‫ي َأ ْك َر َم َمنْ اِتَّقَى بِ َم َحبَّتِ ِه َوَأ ْو َع َد َمنْ َخالَفَهُ بِ َغ‬ ْ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ الَّ ِذ‬
‫ق لِيُ ْظ ِه َرهُ َعلَى ال ِّد ْي ِن ُكلِّ ِه‬
ِّ ‫سلَهُ بِا ْل ُهدَى َوال ِّد ْي ِن ا ْل َح‬ َ ‫ َأ ْر‬،ُ‫س ْولُه‬ ُ ‫سيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬ َ َّ‫ش َه ُد َأن‬ ْ ‫ َوَأ‬،
َ ‫ َو َعلَى َألِ ِه َو‬،‫س ْو ِل هللا َو َخ ْي ِر َخ ْلقِ ِه‬
َ‫ص ْحبِ ِه الَّ ِذيْن‬ ُ ‫شفِ ْي ِعنَا َوقُ َّر ِة َأ ْعيُنِنَا ُم َح َّم ٍد َر‬ َ ‫سيِّ ِدنَا َو َحبِ ْيبِنَا َو‬ َ ‫سلِّ ْم َعلَى‬ َ ‫ص ِّل َو‬ َ ‫اَللَّ ُه َّم‬
‫َأ‬
‫ َّما بَ ْع ُد‬،‫سبِ ْيلِ ِه‬َ ‫جا َهد ُْوا فِ ْي‬، َ
ْ ‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُم ْوتُنَّ اِاَّل َوَأ ْنتُ ْم ُم‬
َ‫سلِ ُم ْون‬ َّ ‫ اِتَّقُ ْوا هللاَ َح‬، َ‫اض ُر ْون‬ ِ ‫فَيَا اَيُّ َها ا ْل َح‬.

Hadirin, jama’ah shalat Jumat yang dimuliakan oleh Allah ta’ala.

Ucapan syukur marilah kita haturkan kepada Allah swt, Dzat yang telah melimpahkan nikmat
karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tersanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, utusan
yang membawa rahmat bagi alam semesta.

Melalui mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri kami pribadi, dan umumnya kepada
jama’ah kesemuanya untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ta’ala. Dengan
cara menjalankan perintah-Nya, serta menjahui larangan-Nya.

Hadirin, sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah ta’ala.

Dewasa ini banyak orang memperbincangkan generasi milenial. Generasi milenal adalah
generasi yang lahir di era kemajuan teknologi komunikasi yang semakin pesat. Mulai dari ia
tumbuh, kemajuan teknologi media sudah menjadi bagian hidupnya. Tak pelak jika, media
komunikasi memengaruhi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik generasi milenial ini. Oleh
karena itu, generasi ini memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap teknologi.

Di satu sisi, generasi milenial adalah generasi yang memiliki keunikan tersendiri, khususnya
dalam menerima dan mentransfer informasi. Hal ini berbeda dengan generasi-generasi
sebelumnya. Rentang usianya generasi milenial itu, kini di kisaran antara 15–34 tahun.
Umumnya mereka saat ini menginjak remaja dan pemuda.

Pada intinya, generasi milenial adalah generasi yang dilahirkan dalam konteks masyarakat yang
sudah terkepung oleh kemajuan teknologi media. Karena karakterisitik generasi ini memang
tidak bisa dipisahkan oleh media, tentu media sosial yang kini tengah booming menjadi hal yang
sangat berpengaruh dalam sikap dan perilakunya, namun perlu memperoleh perhatian. media
sosial pun rentan terhadap ajaran radikalisme, intoleransi, dan fanatisme. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa generasi milenial merupakan sebuah kelompok yang rentan terhadap
pengaruh ajaran radikalisme dan intoleransi.

Hadirin, hafidhakumullah.

Di satu sisi, gerakan radikalisme dan intoleransi di atas kerap kali berlindung di balik agama,
bahkan mereka menggunakan sosial media untuk menebarkan ajaran-ajarannya. Kelompok
radikal sangat paham bahwa generasi milenial adalah generasi yang masih memungkinkan bisa
dipengaruhi dengan ajaran radikalisme. Akibatnya, radikalisme dan intoleransi ini pun menjamur
di media sosial.

Misalnya, media sosial digunakan sebagai alat untuk melakukan ujaran kebencian. Kita miris
jika mengamati berbagai komentar netizen (warga pengguna internet) yang beberapa kali tidak
menjunjung nilai etika komunikasi yang baik. Malah media sosial dijadikan sarana untuk
melakukan ruang ujaran kebencian dan provokasi sana sini.
Perilaku di atas, salah satunya terjadi karena pemahaman agama yang kurang utuh dan
mendalam. Tren ini sering ditemukan pada generasi yang belajar agama secara instan dan
literalis, sehingga menimbulkan pemahaman yang dangkal dan radikal.

Banyaknya kelompok-kelompok agama yang berkarakter demikian menandakan semakin tidak


sedikit orang-orang yang mudah dikader dan direkrut menjadi bagian dari gerakan radikalisme.
Radikalisme, ekstrimisme, serta ujaran kebencian tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai kasih
sayang yang diajarkan agama. Dalam konteks agama Islam, diajarkan bahwa keberagaman
bukanlah menjadi dalih sebagai pengabsah konflik dan kekerasan. Akan tetapi, justeru perbedaan
harus disikapi secara bijaksana dan sebagai sarana untuk saling mengenal.
Terkait hal ini, Allah ta’ala berfirman:

ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوُأنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬


‫ش ُعوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم ِعن َد هللاِ َأ ْتقَا ُك ْم ِإنَّ هللاَ َعلِي ٌم‬ ُ َّ‫يَا َأيُّ َها الن‬
)31 :‫َخبِي ٌر (الحجرات‬

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (Q.S. Al- Hujurat: 13)

Ayat di atas memberikan penekanan pada perlunya saling mengenal. Karena semakin kuat
pengenalan satu pihak kepada selainnya, maka akan semakin terbuka peluang untuk saling
memberi manfaat. Perkenalan ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah
dengan cara saling menarik pelajaran dan pengalaman dari pihak lain.

Di era global yang serba maju ini, tantangan generasi milenial kian kompleks. Jika mereka tidak
membekali diri dengan pemahaman agama yang benar, mereka akan mudah dipengaruhi oleh
ajakan yang menyesatkan. Oleh karena itu, generasi milenial perlu membekali diri dengan
pemahaman agama yang baik dan komprehensif agar tidak mudah dipengaruhi dan direkrut oleh
kelompok radikal.

Oleh karena itu, jadilah generasi yang inklusif dan aktif memberikan bibit kebaikan dan
kedamaian. Jangan menjadi generasi yang aktif memberikan bibit kebencian, yang berpotensi
memicu terjadinya konflik. Untuk itulah, bijak bermedia sosial perlu diimpelementasikan dalam
keseharian. Santun dalam bertutur kata juga harus diterapkan. Jangan merasa benar sendiri,
karena manusia itu pada dasarnya makhluk yang berproses, yang bisa melakukan kesalahan.

Ma’asyiral Muslimin, jama’ah Jumat yang dimuliakan Allah ta’ala.


Di negara ini, suatu hal yang tidak dapat kita pungkiri bersama adalah bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang plural dan multikultural. Baik dari segi suku, ras, agama, adat-istiadat, dan
budaya. Dalam satu suku pun, masih ada perbedaan dialek bahasa, tata nilai, norma, dan
sebagainya. Demikian halnya dalam beragama, sesama Muslim pun berbeda-beda pula dalam
praktik keagamaan, penafsiran, dan metode dakwahnya.

Oleh karena itu, sikap inklusif sangat perlu untuk diejawantahkan. Sikap ini memperoleh
dalihnya karena realitas bangsa ini yang heterogen. Sikap inklusif ini akan mendorong perbuatan
yang terbuka terhadap berbagai perbedaan di sekitar kita. Tidak mudah menjustifikasi, menuduh,
dan menyesatkan terhadap mereka yang berasal dari kelompok yang berbeda.

Nabi Muhammad dalam kehidupannya telah mencontohkan bagaimana hidup rukun dengan umat
lain. Misalnya melalui kesepakatan piagam Madinah. Piagam ini diwujudkan guna menjamin
dan melindungi masing-masing agama dan kepercayaan yang ada di Madinah pada masa itu.
Nabi Muhammad saw sama sekali tidak menggunakan pemaksaan dan kekerasan kepada umat
lain. Lebih dari itu, Nabi Muhammad mencontohkan akhlak dan etika yang luhur dan mulia.

Hal ini sebagaimana termaktub dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi (384-458
H) dalam karyanya yang berjudul al-Sunan al-Kubra:

ِ َ‫سو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم ِإنَّ َما بُ ِع ْثتُ ُألتَ ِّم َم َم َكا ِر َم اَأل ْخال‬
‫ق (رواه‬ ِ ‫عَنْ َأبِى ُه َر ْي َرةَ َر‬
ُ ‫ض َى هللاُ َع ْنهُ قَا َل قَا َل َر‬
)‫البيهقي‬

Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Sungguh, aku diutus
tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (H.R. al-Baihaqi)

Oleh karena itu, sudah saatnya generasi milenial memiliki pemahaman yang komprehensif
terhadap ajaran agamanya. Menjadi kelompok masyarakat yang berperhatian terhadap literasi
media dan berkontribusi terhadap tumbuhnya budaya yang saling menghormati dan terbuka
terhadap berbagai keberagaman. Tidak lain karena, masa depan bangsa ini akan ditentukan oleh
generasi milenial yang kini tengah berproses.

Jika mereka cakap bermedia serta memiliki pemahaman keagamaan yang baik, maka ruang-
ruang publik dan media sosial akan bertebaran pesan kedamaian dan persatuan. Sebaliknya jika,
kedua sikap tersebut tidak dimiliki oleh generasi muda, maka keragaman Indonesia serta NKRI
akan terancam.

Oleh karena itu, kemajuan teknologi dan informasi harus disambut dengan positif, aktif, dan
inklusif. Gejala merebaknya ujaran kebencian dan radikalisme yang mengatasnamakan agama
harus disadari dan ditanggapi oleh generasi milenial itu sendiri.

Dengan harapan, kita dan anak cucu bangsa Indonesia kelak dapat menikmati dan menatap
Indonesia yang adil, bermartabat, dan harmonis. Semoga Allah ta’ala senantiasa membimbing
langkah kita. Amiin ya rabbal’alamin.
‫ت َو ِّ‬
‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‪َ ،‬وتَقَبَّ َل هللاُ ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم‬ ‫بَا َر َك هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِ ْي ا ْلقُ ْرَأ ِن ا ْل َك ِر ْي ِم‪َ ،‬ونَفَ َعنِ ْي وَِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ اَأْليَا ِ‬
‫ستَ ْغفِ ُر ْوهُ ِإنَّهُ ُه َو ا ْل َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬
‫س ِم ْي ُع ا ْل َعلِ ْي ِم‪َ ،‬وا ْ‬
‫‪.‬تِالَ َوتَهُ ِإنَّهُ ُه َو ال َّ‬

‫***‬

‫‪Khutbah Jumat kedua‬‬

‫ش َه ُد اَنَّ‬‫ش ِر ْي َك َلهُ‪ ،‬اِ ْر َغا ًما لِ َمنْ َج َح َد ِب ِه َو َكفَ َر‪َ ،‬وَأ ْ‬


‫ش َه ُد َأنْ الَ اِلهَ اِالَّ هلل َو ْحدَه الَ َ‬‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ َح ْمدًا َكثِ ْي ًرا َك َما َأ َم َر‪َ ،‬أ ْ‬
‫ص ْحبِ ِه َأ ْج َم ِعيْنَ ‪،‬‬ ‫سلِّ ْم عَل َى َ‬
‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوعَل َى اَلِ ِه َو َ‬ ‫ص ِّل َو َ‬ ‫س َوا ْلبَ َ‬
‫ش ِر‪ ،‬اَللّ ُه َّم َ‬ ‫س ْولُهُ َ‬
‫سيِّ ُد ْا ِال ْن ِ‬ ‫سيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُ‬ ‫َ‬
‫‪.‬اَ َّما ب ْع ُد‬

‫طنَ َو َحافِظُ ْوا عَل َى الطَّا َع ِة َو ُح ُ‬


‫ض ْو ِر ا ْل ُج ْم َع ِة‬ ‫ظ َه َر َو َما بَ َ‬‫ش َما َ‬ ‫اح َ‬ ‫اس اِتَّقُ ْوا هللا َت َعال َى َو َذ ُر ْوا ا ْلفَ َو ِ‬ ‫فَيَا َأ ُّي َها النَّ ُ‬
‫ْس ِه فَقَا َل تَ َعال َى َولَ ْم َي َز ْل قَاِئالً َعلِ ْي ًما ِإنَّ هللاَ‬ ‫س ِه َوثَنَّى بِ َمالَِئ َك ِة قُد ِ‬ ‫َوا ْل َج َما َع ِة َوا ْعلَ ُم ْوا اَنَّ هللاَ َأ َم َر ُك ْم ِبَأ ْم ٍر بَ َدَأ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِ‬
‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ ‫سلِّ ْم عَل َى َ‬ ‫ص ِّل َو َ‬‫سلِ ْي ًما‪ ،‬اَللّ ُه َّم َ‬ ‫سلِّ ُم ْوا تَ ْ‬
‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َ‬‫صلُّ ْونَ عَل َى النَّبِ ْى يَا َ أيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َ‬ ‫َو َمالَِئ َكتَهُ يُ َ‬
‫سيِّ ِدنَا اِ ْب َرا ِه ْي َم في ِا ْل َعالَ ِميْنَ ِإنَّ َك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ ‫صلَّيْتَ عَل َى َ‬
‫سيِّ ِدنَا اِ ْب َرا ِه ْي َم َوعَل َى اَ ِل َ‬ ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬‫‪َ .‬وعَل َى اَ ِل َ‬

‫ب نَبِيِّ َك َأ ْج َم ِعيْنَ َوع ِ‬


‫َن‬ ‫ص َحا ِ‬ ‫ساِئ ِر َأ ْ‬‫سيِّ ِدنَا َأبِى بَ ْك ٍر َو ُع َم َر َو ُع ْث َمانَ َو َعلِ ٍّي َوعَنْ َ‬ ‫اش ِديْنَ َ‬ ‫َن ا ْل ُخلَفَا ِء ال َّر ِ‬‫ضع ِ‬ ‫ار َ‬ ‫اَللّ ُه َّم َو ْ‬
‫ت َوا ْل ُمْؤ ِمنِيْنَ‬
‫سلِ َما ِ‬‫سلِ ِميْنَ َوا ْل ُم ْ‬ ‫ان اِل َى يَ ْو ِم ال ِّد ْي ِن اَللّ ُه َّم ا ْغفِ ْر لِ ْل ُم ْ‬
‫س ٍ‬‫التَّابِ ِعيْنَ َوتَابِ ِعى التَّابِ ِعيْنَ َو َمنْ تَبِ َع ُه ْم ِباِ ْح َ‬
‫الزنَا َوال َّزالَ ِز َل‬ ‫ت‪ ،‬اَللّ ُه َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ا ْل َغالَ َء َوا ْل َوبَا َء َو ِّ‬ ‫ب ا ْل َع ِطيَّا ِ‬ ‫ت بِ َر ْح َمتِ َك يَا َوا ِه َ‬‫ت ْاَأل ْحيَا ِء ِم ْن ُه ْم َو ْاَأل ْم َوا ِ‬ ‫َوا ْل ُمْؤ ِمنَا ِ‬
‫ب ا ْل َعالَ ِميْنَ‬ ‫سلِ ِميْنَ عَا َّمةً‪ ،‬يَا َر َّ‬ ‫ساِئ ِربَالَ ِد ا ْل ُم ْ‬‫صةً َوعَنْ َ‬ ‫ظ َه َر ِم ْن َها َو َما بَطَنَ عَنْ بَلَ ِدنَا َه َذا َخا َّ‬ ‫س ْو َء ا ْلفِت َِن َما َ‬ ‫َوا ْل ِم َحنَ َو ُ‬
‫اب النَّا ِر‬ ‫سنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬ ‫سنَةً َوفِى ْاالَ ِخ َر ِة َح َ‬ ‫‪َ .‬ربَّنَا اَتِنَا فِى ال ُّد ْنيَا َح َ‬

‫َن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر َوا ْلبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫ان َواِ ْيتَا ِء ِذى ا ْلقُ ْربَى َويَ ْن َهى ع ِ‬ ‫س ِ‬ ‫ِعبَا َد هللا ِإنَّ هللاَ َيْأ ُم ُر بِا ْل َعد ِْل َو ْا ِال ْح َ‬
‫اذ ُك ُروا هللاَ ا ْل َع ِظ ْي ِم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْ‬
‫ش ُك ُروهُ عَل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُرهللاِ اَ ْكبَ ُر‬ ‫تَ َذ َّك ُر ْونَ فَ ْ‬

Anda mungkin juga menyukai