Anda di halaman 1dari 104

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA

LANSIA DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD dr. R


SOETIJONO BLORA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Irma Febriana Damayanti

P1337420419103

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2021

i
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA
LANSIA DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD dr. R
SOETIJONO BLORA

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya


Keperawatan Pada Program Studi DIII Keperawatan Blora

Irma Febriana Damayanti

P1337420419103

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2021

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini

Nama : Irma Febriana Damayanti

NIM : P1337420419103

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa KTI saya yang berjudul “Asuhan


Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Lansia Dengan Stroke Non
Hemoragik di RSUD dr. R Soetijono Blora” ini adalah benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri; bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan pengelolaan kasus
ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Blora, 23 Januari 2022


Yang membuat Pernyataan,

Irma Febriana Damayanti


NIM.P1337420419103

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Irma Febriana Damayanti,


NIM.P1337420419103, dengan judul Asuhan Keperawatan Gangguan
Mobilitas Fisik Pada Lansia Dengan Stroke Non Hemoragik di RSUD dr. R
Soetijono Blora ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Blora, 23 Januari 2022

Pembimbing

Warijan, S.Pd., A.Kep., M.Kes


NIP. 196307151984031004
Tanggal : 23 Januari 2022

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Karya Tulis Ilmiah oleh Irma Febriana Damayanti NIM


P1337420419103, dengan judul Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas
Fisik Pada Lansia Dengan Stroke Non Hemoragik Di RSUD dr. R Soetijono
Blora ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 10 November
2021

Dewan Penguji

Agus Prasetyo, SKM., M.Kes Ketua (.............................................)

NIP. 196209231983031002

M. Zainal Abidin,S.Kep.,Ners., M.Kes Anggota (.............................................)

NIP. 197108071998031003

Warijan, S.Pd., A.Kep., M.Kes Anggota (...........................................)


NIP. 196307151984031004

Mengetahui,

Perwakilan Jurusan Keperawatan

Joni Siswanto, S.Kp. M.Kes


NIP. 196607131990031003

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas


rahmat dan hidayah-Nya, penulis mampu menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
tentang Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Lansia Stroke Non
Hemoragik Di RSUD dr. R. Soetijono Blora sesuai dengan waktu yang
direncanakan.

Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan berkat


adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam


menyusun proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Marsum, BE, S.Pd., MHP., selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Semarang.
3. Bapak Suharto, S.Pd., MN., selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
4. Bapak Joni Siswanto S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Program studi D III
Keperawatan Blora.
5. Direktur dan pembimbing RSUD dr. R. Soetijono Blora.
6. Bapak Warijan, S.Pd., A.Kep., M.Kes., selaku pembimbing yang telah
memberi bimbingan, pengarahan dalam menyelesaikan proposal studi
kasus ini.
7. Bapak Agus Prasetyo, SKM., M.Kes., selaku ketua penguji.
8. Bapak M. Zainal Abidin, S.Kep., Ners., M.Kes., selaku penguji.
9. Bapak/Ibu Dosen Program Studi D III Keperawatan Blora yang telah
memberikan ilmu selama ini.
10. Orang tua, kakak, adik, serta seluruh keluarga tercinta yang selalu
melimpahkan kasih sayang, doa, semangat, materi dan motivasi serta
telah memberikan dukungan dalam penyusunan proposal studi kasus ini.

vi
11. Teman seperbimbingan saya, teman-teman tingkat III angkatan 2019
dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Proposal studi
kasus ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga hasil penulisan ini memberikan manfaat


khususnya pada klien masalah mobilitas fisik dengan stroke non hemoragik. Penulis
menyadari bahwa proposal Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah
sangat penulis harapkan.

Blora, 23 Januari 2022

Penulis

vii
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON HEMORAGIK PADA Tn.S
DENGAN FOKUS STUDI GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI RSUD DR.
R. SOETIJONO BLORA

Irma Febriana D¹, Warijan, S.Pd., A.Kep., M.Kes², M. Zainal


Abidin,S.Kep.,Ners., M.Kes², Agus Prasetyo, SKM., M.Kes²
¹Mahasiswa D III Keperawatan Blora
²Dosen Jurusan Keperawatan Blora
Korespondensi: irmafebriana7@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang: Stroke adalah gangguan tiba-tiba suplai darah ke otak. Sebagian
besar stroke disebabkan oleh penyumbatan arteri tiba-tiba (stroke non hemoragik).
Stroke lainnya disebabkan oleh pendarahan ke jaringan otak ketika pembuluh darah
pecah (stroke hemoragik) (Clinic, 2018) dalam (Hidayah, 2019).

Metode: Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode deskriptif
dengan memaparkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data, menyajikan
data, menganalisis dan menginterprestasikan data pada pasien stroke non
hemoragik. Penelitian menggunakan dua pasien yang mengalami stroke non
hemoragik sebagai subjek dengan kriteria mampu meningkatnya pergerakan klien
dalam mobilitas fisik, mampu melakukan aktivitas secara mandiri, mampu
memperagakan penggunaan alat dan skala kekuatan otot bertambah, bersedia
menjadi responden, dengan diagnosa gangguan mobilitas fisik dn dirawat di RSUD
Dr. R. Soetijono Blora. Pengambilan data dilakukan selama 1 minggu pada tanggal
10 Januari-15 Januari 2022.

Hasil: Pengkajian dilakukan secara anamnesa dengan pasien berumur 69 dan 64


tahun sehingga muncul masalah gangguan mobilitas fisik. Intervensi masalah
dengan identifikasi intoleransi fisik melakukan pergerakan, monitor frekuensi
tekanan darah sebelum memulai mobilisasi, jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi, libatkan keluarga dalam latihan pergerakan, ajarkan mobilisasi

viii
sederhana yang harus dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
therapy obat. Implementasi dilakukan secara 3 hari sesuai dengan intervensi yang
dibuat, setelah itu dilakukan evaluasi dan didapatkan hasil masalah teratasi sebagian
dan masalah belum teratasi. Rencana tindak lanjut pada hari berikutnya kita
delegasikan kepada teman sejawat.

Kesimpulan: Pasien yang mengalami stroke non hemoragik dengan masalah


gangguan mobilitas fisik dapat diberikan asuhan keperawatan dengan identifikasi
intoleransi fisik melakukan pergerakan, monitor frekuensi tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi, jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, libatkan keluarga
dalam latihan pergerakan, ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan ( mis.
Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi),
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy obat.

Kata Kunci: Stroke Non Hemoragik, Gangguan Mobilitas Fisik

ix
NURSING CARE OF NON-HEMORAGIC STROKE IN Tn.S WITH
PHYSICAL MOBILITY DISORDERS STUDY FOCUS IN RSUD DR. R.
SOETIJONO BLORA

Irma Febriana D¹, Warijan, S.Pd., A.Kep., M.Kes², M. Zainal Abidin, S.Kep.,
Ners., M.Kes², Agus Prasetyo, SKM., M.Kes²
¹D III Nursing Student in Blora
²Blora Nursing Lecturer
Corresponding author: irmafebriana7@gmail.com
Abstract

Background: Stroke is a sudden interruption of blood supply to the brain. Most


strokes are caused by sudden blockage of an artery (non-hemorrhagic stroke). Other
strokes are caused by bleeding into brain tissue when a blood vessel bursts
(hemorrhagic stroke).
Methods: The method used in this case study is a descriptive method by describing
existing problem solving based on data, presenting data, analyzing and interpreting
data on non-hemorrhagic stroke patients. The study used two patients who had non-
hemorrhagic stroke as subjects with the criteria of being able to increase the client's
movement in physical mobility, being able to carry out activities independently,
being able to demonstrate the use of tools and increasing muscle strength scales,
willing to become respondents, with a diagnosis of impaired physical mobility and
being treated at the hospital. Dr. R. Soetijono Blora. Data collection was carried out
for 1 week on January 10-15 January 2022.
Results: The study was carried out by anamnesis with patients aged 69 and 64 years
so that problems with physical mobility disorders arose. Intervention problems with
identification of physical intolerance to movement, monitor blood pressure
frequency before starting mobilization, explain the purpose and procedure of
mobilization, involve the family in movement exercises, teach simple mobilizations
to be done (eg sitting in bed, sitting on the side of the bed, moving). from bed to
chair), collaboration with doctors in drug therapy. Implementation is carried out in
3 days according to the intervention made, after that an evaluation is carried out and
the results are that the problem is partially resolved and the problem has not been
resolved. We will delegate the follow-up plan to our colleagues the next day.
Conclusion: Patients who experience non-hemorrhagic stroke with problems with
impaired physical mobility can be given nursing care by identifying physical
intolerance to movement, monitoring the frequency of blood pressure before
starting mobilization, explaining the goals and procedures for mobilization,
involving the family in movement exercises, teaching simple mobilizations that

x
must be done (eg. Sitting in bed, sitting on the side of the bed, moving from bed to
chair), collaboration with doctors in administering drug therapy.

Keywords: Non-Hemorrhagic Stroke, Physical Mobility Disorder

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6
A. Konsep Stroke .............................................................................................. 6
B. Konsep Lansia ............................................................................................ 18
C. Konsep Gangguan Mobilitas Fisik Pada Stroke Non Hemoragik .............. 20
D. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Stroke Non
Hemoragik ......................................................................................................... 27
BAB III ................................................................................................................. 41
METODA PENELITIAN ..................................................................................... 41
A. Rancangan Penelitian ................................................................................. 41
B. Subjek Penelitian........................................................................................ 41
C. Tempat dan Waktu ..................................................................................... 42
D. Variabel dan Definisi Operasional Prosedur .............................................. 42
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 42

xii
F. Teknik Analisa Data ................................................................................... 43
G. Etika Penelitian .......................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbedaan Stroke dan Stroke Non Hemoragik ………………………………. 9

2.2 Gradasi tingkat kekuatan otot dari skala MRC ……………………………….24

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Pathway …………………………………………………………………….. 15

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SOP ROM Aktif dan Pasif

Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 3 Lembar Bimbingan

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan


deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
saraf otak (Sudyo Aru) dalam (Nurarif&Kusuma, 2015).. Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum.
WHO (World Heart Organisation) mendefininisikan bahwa stroke
adalah gejala-gelaja deficit fungsi susunan saraf yang di akibatkan oleh
penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain (Sari Indah Permata
2015) dalam (Hidayah, 2019). Stroke adalah gangguan tiba-tiba suplai darah
ke otak. Sebagian besar stroke disebabkan oleh penyumbatan arteri tiba-tiba
(stroke non hemoragik). Stroke lainnya disebabkan oleh pendarahan ke
jaringan otak ketika pembuluh darah pecah (stroke hemoragik) (Clinic,
2018) dalam (Hidayah, 2019).
Data Riskesdas (2018) prevalensi stroke mengalami kenaikan dari 7
persen pada tahun 2013 menjadi 10,9 persen dan wilayah prevalensi paling
tinggi berada di provinsi Kalimantan Timur dengan 14,7 %. Di Kabupaten
Blora tahun 2019. Sedangkan berdasarkan profil kesehatan Kabupaten
Blora jumlah penderita penyakit stroke pada tahun 2017 sebanyak 528
penderita, dan 333 penderita mengalami Stroke non Hemoragik.
Faktor penyebab stroke di antaranya hipertensi, kadar glukosa dan
kolesterol darah yang tinggi, penyakit jantung, factor perilaku misalnya
perilaku merokok dan gemar minum alcohol, stress penyebab lain
(Erawantini dan Chairina, 2016) dalam (Hidayah, 2019).
Efek dari stroke tergantung pada tingkat keparahan dan area otak
mana yang terluka. Stroke dapat menyebabkan kelemahan mendadak,
kehilangan sensasi, atau kesulitan berbicara, melihat, atau berjalan (Clinic,
2018) dalam (Hidayah, 2019).

1
2

Stroke dapat mempengaruhi kehidupan pasien dalam berbagai aspek


(fisik, emosional, psikologis, kognitif, dan sosial). Tingkat kecacatan fisik
dan mental pada pasien pasca stroke dapat mempengaruhi kualitas hidup
pasien (Bariroh, S, & A, 2016) dalam (Hidayah, 2019). Gejala sisa pada
stroke mencakup komplikasi di antaranya 80% pasien stroke mengalami
penurunan parsial atau total gerakan dan kekuatan lengan atau tungkai di
salah satu sisi tubuh (kelumpuhan parsial disebut paresis, kelumpuhan total
disebut paralisis). Selain itu 30% mengalami masalah komunikasi atau tidak
mampu berbicara, selanjutnya 30% mengalami kesulitan menelan
(disfagia), 10% mengalami masalah melihat benda-benda di satu sisi
(hemianopia) 10% lagi mengalami gangguan koordinasi saat duduk, berdiri
atau berjalan, 30% mengalami orientasi kiri kanan bahkan tidak menyadari
masalahnya. Hingga 70% mengalami gangguan suasana hati, 20%
merasakan nyeri bahu. Kurang dari 10% mengalami kejang atau epilepsy,
bahkan menderita sakit kepala (Mariana, 2014) dalam (Hidayah, 2019)..
Menurut Muttaqin, 2008 Masalah keperawatan yang sering terjadi
pada pasien stroke adalah perubahan perfusi jaringan otak, hambatan
mobilitas fisik, resiko gangguan integritas kulit, kerusakan komunikasi
verbal, resiko ketidakseimbangan nutrisi (Wicaksono, 2017) dalam
(Hidayah, 2019).
Salah satu masalah keperawatan yang perlu penanganan lebih lanjut
yaitu hambatan mobilitas fisik, karena pasien stroke akan merasa
kehilangan kekuatan pada salah satu anggota gerak. Pada penderita stroke
atau lumopuh separuh badan, biasanya penderita akan mengalami kesulitan
dalam melakukan aktifitas karena keterbatasan ruang gerak (Wicakksono,
2017) dalam (Hidayah, 2019).
Masalah yang sering dialami oleh penderita stroke dan yang paling
ditakuti adalah gangguan gerak. Penderita mengalami kesulitan saat
berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan otot, keseimbangan
dan koordinasi gerak. Pasien stroke bukan merupakan kasus kelainan
musculoskeletal, tetapi kondisi stroke merupakan kelainan dari otak sebagai
3

susunan saraf pusat yang mengontrol dan mencetuskan gerak dari system
neuromuskuloskeletal. Secara klinis gejala yang sering muncul adalah
hemiparesis (M & Kusgiarti, 2017) dalam (Hidayah, 2019).
Keadaan hemiparesis merupakan salah satu factor yang menjadi
penyebab hilangnya mekanisme reflex postural normal, seperti mengontrol
siku untuk bergerak, mengontrol gerak kepala untuk keseimbangan, rotasi
tubuh untuk gerak-gerak fungsional pada ekstremitas. Gerak fungsional
merupakan gerak yang harus distimulasi secara berulang-ulang, supaya
terjadi gerakan yang terkoordinasi secara disadari serta menjadi reflex
secara otomatis berdasarkan keterampilan aktifitas kehidupan sehari-hari
(AKS) (M & Kusgiarti, 2017) dalam (Hidayah, 2019).
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada pasien stroke dengan
kelemahan otot, selaim terapi medikasi atau obat-obatan bisa dilakukan
fisioterapi / latiahn : latihan beban, keseimbangan dan latihan ROM ( range
Of Motion ) (M & Kusgiarti, 2017) dalam (Hidayah, 2019).
Perawat memiliki peran penting dalam memberikan asuhan
keperawatan individu yang sesuai dengan diagnosis masalah sederhana
sampai yang kompleks. Sehubungan dengan masalah di atas maka peran
perawat yang digunakan yaitu memberikan asuhan keperawatan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan termasuk meningkatkan
pengetahuan dan perilaku kelompok lansia dalam mengangani gangguan
mobilitas fisik yang benar karena jika gangguan mobilitas fisisk tersebut
tidak teratasi dengan baik dan benar maka akan mengganggu aktifitas fisik
klien.
Berdasarkan data dan uraian kasus stroke non hemoragik penulis
tertarik untuk menyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan
Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Lansia Dengan Stroke Non
Hemoragik di RSUD dr. R Soetijono Blora
4

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Lansia Stroke Non Hemoragik


dengan Fokus Studi Gangguan Mobilitas Fisik Di RSUD dr. R Soetijono
Blora ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Menggambarkan hasil Asuhan Keperawatan pada Lansia Stroke Non
Hemoragik dengan Fokus Studi Gangguan Mobilitas Fisik Di RSUD dr.
R Soetijono Blora.
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian pada lansia dengan gangguan
mobilitas fisik akibat stroke non hemoragik.
b. Memaparkan diagnosa keperawatan pada lansia dengan gangguan
mobilitas fisik akibat stroke non hemoragik.
c. Memaparkan perencanaan untuk mengatasi diagnosa keperawatan
pada lansia dengan gangguan mobilitas fisik akibat stroke non
hemoragik.
d. Memaparkan hasil evaluasi masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik akibat stroke non hemoragik.
e. Membahas hasil asuhan keperawatan sejak pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, tindakan, evaluasi melalui proses
komparasi 2 kasus berdasarkan sumber-sumber primer yang relevan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan memberikan
sumbangan untuk meningkatkan pengetahuan dan praktik terutama
5

dalam pemberian Asuhan Keperawatan Pada Lansia Stroke Non


Hemoragik Dengan Fokus Studi Gangguan Mobilitas Fisik.
2. Manfaat Praktis
a. Peningkatan Pelayanan Keperawatan
Hasil penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan
memberikan konstribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan
asuhan keperawatan khususnya bagi klien dengan stroke non
hemoragik.
b. Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Hasil penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan
memberikan konstribusi dalam peningkatan status kesehatan
melalui upaya promotif khususnya bagi klien dengan stroke non
hemoragik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stroke

1. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak (Sudoyo Aru) dalam (Nurarif dan Kusuma,2015).
Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan
infark serebrum.
WHO (World Heart Organisation) mendefininisikan bahwa stroke
adalah gejala-gelaja deficit fungsi susunan saraf yang di akibatkan oleh
penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain (Sari Indah
Permata, 2015) dalam (Hidayah, 2019).
Stroke adalah gangguan tiba-tiba suplai darah ke otak. Sebagian
besar stroke disebabkan oleh penyumbatan arteri tiba-tiba (stroke non
hemoragik). Stroke lainnya disebabkan oleh pendarahan ke jaringan
otak ketika pembuluh darah pecah (stroke hemoragik) (Clinic,2018)
dalam (Hidayah, 2019).
2. Etiologi
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral yang merupakan penyebab
paling umum dari Stroke. Tanda-tanda thrombosis serebral
bermacam-macam misalnya seperti, sakit kepala adalah serangan
yang tidak umum. Beberapa klien dapat mengalami pusing,
perubahan koognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami serangan
yang tidak bisa dibedakan dari hemoragik intraserebral atau
embolisme serebral. Secara umum thrombosis serebral tidak terjadi
dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau

6
7

kesemutan pada setengah tubuh dapat mendahului serangan paralisis


berat pada beberapa jam atau hari (Ariani, 2012).
b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya sehingga dapat merusak sirkulasi serebral. Serangan
himeparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan gangguan fungsi
bicara akibat kelainan otak, kehilangan kesadaran pada klien dengan
penyakit Jantung atau Pulmonal, atau tanpa gangguan fungsi bicara
akibat kelainan otak. Adalah karakteristik dari embolisme serebral
(Ariani, 2012).
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral adalah kurangnya suplai darah ke otak terutama
karena endepan lemak pada arteri yang menyuplai darah ke otak
(Ariani, 2012).
d. Perdarahan
Intraserebral yang disebabkan karena Hipertensi, dan pecahnya
pembuluh darah diotak karena kerapuhan pembuluh darah otak
(Batticaca, 2012).
3. Klasifikasi
Menurut Junaidi (2011) stroke non hemoragik berdasarkan
penyebabnya, dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. Aterotrombotik : penyumbatan pembuluh darah oleh kerak/plak,
dinding arteri
b. Kardioemboli : sumbatan arteri oleh pecahan plak (emboli) dari
jantung
c. Lakuner : sumbatan plak pada pembuluh darah yang berbentuk
lubang.
d. Penyebab lain : semua hal yang mengakibatkan tekanan darah turun
(hipotensi)
8

Berdasarkan lokasi penggumpalan darah, stroke non hemoragik


dibagi menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik trombolitik dan stroke
non hemoragik embolitik (Lingga, 2013)
a. Stroke Non Hemoragik Trombolitik
Jenis stroke ini disebabkan ditandai dengan penggumpalan darah
pada pembuluh darah yang mengarah menuju otak, biasa pula
disebut serebral thrombosis. Proses thrombosis dapat terjadi di dua
lokasi berbeda, yaitu pembuluh darah besar dan pembuluh darah
kecil. Trombosis pada pembuluh darah besar erat kaitannya dengan
arterosklerosis, sedangkan thrombosis pada pembuluh darah kecil
biasanya dialami oleh penderita hipertensi. Stroke non hemoragik
trombolitik banyak dialami oleh para manula terutama yang
memiliki riwayat hipertensi (Lingga, 2013)
b. Stroke Non Hemoragik Embolitik
Merupakan jenis stroke non hemoragik dimana penggumpalan darah
bukan terjadi pada pembuluh darah otak melainkan pada pembuluh
darah yang lainnya. Kebanyakan insiden terjadi karena thrombosis
pada pembuluh darah jantung. Menurunnya pasokan darah dari
jantung yang kaya oksigen dan nutrisi ke otak adalah factor utama
yang menjadi penyebabnya. Stroke non hemoragik embolitik sering
dipicu oleh penurunan tekanan darah yang berlangsung secara
drastis, misalnya ketika seseorang melakukan fisik berat sehingga
mengalami kelelahan fisik yang luar biasa. Itulah sebabnya mengapa
stroke jenis ini banyak dialami oleh para pekerja lapang yang harus
bekerja keras sepanjang hari (Lingga, 2013).
9

Tabel 2.1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik

Gejala Klinis Stroke hemoragik Stroke non


hemoragik
PIS PSA
Gejala deficit local Berat Ringan Berat/ringan
SIS sebelumnya Amat jarang +/biasa
Permukaan (onset) Menit/jam 1-2 menit Pelan
(jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak
ada
Muntah pada Sering Sering Tidak, kecuali
awalnya lesi di batang
otak
Hipertensi Hamper selalu Biasanya tidak Sering kali
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Dapat hilang
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada pada Tidak ada
permulaan
Hemiparesis Sering sejak Tidak ada Sering dari
awal awal
Deviasi mata Bisa ada Tidak ada Mungkin ada
Gangguan bicara Sering Jarang Sering
Likuor Dering berdarah Selalu Jernih
berdarah
Perdarahan Tidak ada Bisa ada Tidak ada
subarachnoid
Paresis/gangguan N Mungkin (+)
III
10

4. Faktor – Faktor Risiko


Semua faktor yang menentukan timbulnya manifestasi stroke
dikenal sebagai faktor risiko Stroke (Ariani, 2012) Adapun faktor-faktor
tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor risiko Stroke yang potensial.
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah, maka
timbul lah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak
menyempit, maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel
otak akan mengalami kematian.
b. Diabetes melitus.
Diabetes melitus dapat menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak
akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang tadi dan
penyempitan tersebut akan mengganggu kelancaran aliran ke otak,
yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak.
c. Penyakit jantung.
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan Stroke.
Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan aliran darah ke otak
karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel atau jaringan
sel yang sudah mati ke dalam aliran darah.
d. Gangguan aliran darah otak sepintas.
Pada umumnya bentuk-bentuk gejalanya adalah hemiparesis,
disartria, kelumpuhan otot-otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak,
hemiparestesi, dan afasia.
e. Hiperkolesterolemi.
Meningkatnya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosclerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang
kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah).
11

f. Infeksi.
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko Stroke
adalah Tuberculosis, Malaria, Lues (sifilis), dan infeksi cacing.
g. Obesitas.
Sesorang dengan berat badan berlebih memiliki risiko yang tinggi
untuk menderita Stroke. Bahwa seseorang dengan indeks massa
tubuh ≥30 memiliki risiko Stroke 2,46 kali dibanding yang memiliki
Indeks Massa Tubuh < 30.
h. Merokok.
Berbagai peneliti menghubungkan kebiasaan merokok dengan
peningkatan risiko penyakit pembuluh darah termasuk Stroke.
Merokok memicu peningkatan kekentalan darah, pengerasan
dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding pembulu
darah.
i. Kelainan pembuluh darah otak.
Pembuluh darah otak yang tidak normal di mana suatu saat akan
pecah dan menimbulkan perdarahan.
j. Usia.
Semakin tua umur seseorang akan semakin mudah terkena Stroke,
dan Stroke dapat terjadi pada semua usia. Namun lebih dari 70%
kasus stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun.
k. Jenis kelamin.
Laki- laki lebih mudah terkena Stroke, hal ini dikarenakan lebih
tingginya angka kejadian faktor risiko Stroke misalnya hipertensi
pada laki-laki.
l. Keturunan.
Resiko Stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga
Stroke. Seseorang dengan riwayat stroke lebih cenderung menderita
Diabetes Melitus dan Hipertensi. Hal ini mendukung hipotesis
bahwa peningkatan kejadian Stroke adalah akibat diturunkannya
faktor risiko Stroke.
12

5. Manifestasi Klinis
Menurut Rahmadani & Rustandi (2019), manifestasi klinis stroke
tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan,
ukuran lesi dan adanya sirkulasi klateral. Pada stroke akut gejala klinis
meliputi :
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebalah (hemiparesis) yang
timbul secara mendadak.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, lelargi, stupor, atau koma)
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
e. Disartria (bicara cadel atau pelo)
f. Gangguan penglihatan
g. Displopia
h. Ataksia
i. Vertigo
j. Mual dan muntah
k. Sakit kepala
6. Patofisiologi
Terbentuknya trombus arterial & emboli dapat disebabkan oleh
beberapa faktor-faktor yang dapat diubah misalnya hipertensi,
hiperkolesterolemia, Diabetes Melitus, riwayat penyakit jantung, dan
gaya hidup. Adapun faktor-faktor yang tidak dapat diubah seperti umur,
ras, jenis kelamin, dan genetik. Setiap kondisi yang menyebabkan
perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan
hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik
otak. Iskemik jaringan pada otak menyebabkan syok neurologik yang
dapat meningkatkan metabolisme anaeob sehingga terjadi penumpukan
asam laktat dan mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat yang
akhirnya menimbulkan masalah keperawatan nyeri akut.
Kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan
nekrosis mikroskopik neuron-neuron yang juga menyebabkan syok
13

neurologi sehingga muncul masalah keperawatan resiko


ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Iskemik yang terjadi dalam
waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit
sementara dan bahkan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang
terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak. Daerah otak yang dapat terjadi iskemik
meliputi 3 bagian yaitu pada arteri serebral anterior, arteri serebral
medial, dan arteri serebral posterior. Setiap defisit fokal permanen akan
bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang
terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena.
Pembuluh darah yang paling sering mrngalami iskemik adalah arteri
serebral tengah dan arteri karotis interna.
Terjadinya gangguan premotor area yang mengenai arterial serebral
anterior dapat menyebabkan kerusakan neuromuskular yang kemudian
dapat menimbulkan manifestasi hemiplagia dan hemiparese.
Hemiplagia (kelumpuhan) yang terjadi akan menimbulkan resiko
kerusakan integritas kulit. Sedangkan hemiparese (kelemahan) yang
terjadi pada klien menyebabkan aktivitas mandiri menjadi terhambat
dan muncul masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik.
Brocha’s motorspeech area adalah bagian dari otak yang berperan
pada proses bahasa, serta kemampuan pemahaman berbicara. Iskemik
yang terjadi pada arterial serebral medial menyebabkan gangguan pada
Brocha’s area dan mengakibatkan kelainan pada sistem saraf yang
mempengaruhi otot untuk berbicara yang disebut dengan disartria dan
atau afasia, namun afasia dapat juga mempengaruhi kemampuan
menulis penderitanya. Penurunan kemampuan berbicara yang terjadi
pada klien memunculkan masalah keperawatan hambatan komunikasi
verbal. Iskemik yang terjadi pada arterial serebral medial juga
mengakibatkan gangguan pengintegrasian sensasi pengecap (Gustatory
area) yang kemudian menyebabkan disfagia oral yang selanjutnya
14

menimbulkan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh.
Iskemik pada arterial serebral posterior menyebabkan terjadinya
gangguan pada visual area pada otak. Kerusakan saraf dapat
menyebabkan diplopia binokuler (penglihatan ganda) yang selanjutnya
menimbulkan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori
penglihatan.
15

7. Pathway

Gambar 2.1
(Sumber: Muttaqin, 2012)
16

8. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit stroke menurut (Nurarif dan Kusuma,
2015) antara lain :
a. Dini (0-48 jam)
Edema serebri. Deficit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematianinfark miokard. Penyebab kematian
mendadak pada stroke stadium awal
b. Jangka panjang (1-14 hari)
1) Pneumonia aktibat immobilitas lama
2) Infark miokard
3) Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pascastroke, sering
terjadi pada saat penderita mulai mobilisasi
c. Jangka panjang (>14 hari)
1) Stroke rekuren
2) Infark miokard
3) Gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang (Nurarif dan Kusuma, 2015)
a. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
pendarahan arteriovena atau adanya ruptur
a. Lumbal pungsi, CT scan, EEG, Magnetic Imaging Resnance (MRI)
b. USG Doppier
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
system karotis)
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan darurat sambil
berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan umum ini meliputi
memperbaiki jalan nafas dan mempertahankan ventilasi,
17

menenangkan klien, menaikkan atau elevasi kepala klien 30 ° yang


bermanfaat untuk memperbaiki drainase vena, perfusi serebral dan
menurunkan tekanan intracranial, atasi syok, penggaturan cairan dan
elektrolit, monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi
intracranial dan melakukan pemeriksaan menggunakan
Computerized Tomography untuk mendapat kan lesi dan pilihan
pengobatan (Affandi & Reggy, 2016).
Berdasarkan perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) (2011) penatalaksanaan umum lainnya yang
dilakukakan pada klien Stroke yaitu meliputi pemeriksaan fisik
umum, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, dan
melakukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik yang
dilakukan yaitu pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan jantung,
dan neurologi. Pengendalian kejang pada klien Stroke dilakukan
dengan diazepam dan antikonvulsan profilaksi pada klien Stroke
perdarahan intraserebral, dan untuk pengendalian suhu dilakukan
pada klien stroke yang di sertai demam.
b. Pentalaksanaan Farmakologi
Pentalaksanaan farmakologi yang dapat digunakan untuk
klien Stroke yaitu, aspirin, pemberian aspirin telah menunjukkan
dapat menurunkan risiko terjadinya Stroke iskemik berulang, tidak
adanya risiko utama dari komplikasi hemoragik awal, dan
meningkatkan hasil terapi jangka panjang (sampai dengan 6 bulan
tindakan lanjutan). Pemberian aspirin harus diberikan paling cepat
24 jam setelah terapi trombolik. Klien yang tidak menerima
trombolisis, penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera dalam
waktu 48 jam dari serangan gejala (National Medicines Information
Center, 2011).
c. Tindakan Bedah
Penatalaksaan Stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan
pengobatan pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki
18

aliran darah serebri contohnya Endosterektomi Karotis (membentuk


kemabali arteri karotis), revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis
komunis di leher khususnya pada aneurisma. Tindakan bedah
lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini dilakukan untuk
menghilangkan heamatoma dan meringankan atau menurun kan
tekanan intra kranial. Tindakan ini menunjukkan peningkatan hasil
pada beberapa kasus, terutama untuk Stroke pada lokasi tertentu
(contohnya cerebellum) dan atau pada klien Stroke yang lebih muda
(< 60 tahun) (National Medicines Information Center, 2011).

B. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia
Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Menua merupakan proses suatu kehidupan tidak
hanya dimulai dari waktu tertentu tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seorang
telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa, dan tua.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai opong, pendengaran kurang jelas, penglihatan
semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
proporsional. (Dede Nasrullah, 2016)
2. Batasan Usia Lansia
Menurut World Health Organization (WHO, 2010) ada beberapa
batasan umur lansia, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun.

b. Usia lanjut (fiderly) : 60-74 tahun.


c. Lansia tua (old) : 75-90 tahun
d. Lansia sangat tua (very old) : > 90 tahun.
19

Berbeda dengan WHO, menurut Dapartemen Kesehatan RI (2013)


pengelompokkan lansia menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang lain mulai
memasuki usia lanjut dini (usia 60-64 tahun).
c. Lansia yang berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degeneratife (usia > 65 tahun).
3. Tipe Lanjut Usia
Tipe lanjut usia menurut Dede Nasrullah (2016) sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan
menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usai ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan yang baru, selektif dan mencari pekerjaan dan teman
pergaulan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usai yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang
proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman
yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai kosep habis (habis gelap terbitlah terang), mengikuti
kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
20

e. Tipe bingung
Lanjut usia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa mider, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

C. Konsep Gangguan Mobilitas Fisik Pada Stroke Non Hemoragik

1. Definisi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk bergerak
menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan
keperawatan (Ambarwati, 2014).
Mobilitas fisik merupakan kemampuan individu untuk bergerak
bebas secara teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas untuk mempertahankan kesehatan (Azizah, & Wahyuningsih,
2020).
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (PPNI, 2017)
2. Jenis Mobilitas
Menurut Risnanto & Insani (2014) jenis mobilitas dibagi menjadi
dua yaitu mobilitas penuh dan mobilitas sebagian.
a. Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi
21

oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.


Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal misalnya adanya
dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh karena
rusak nya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegia karena cedera tulang
belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf
motorik dan sensorik.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
menurut Risnanto & Insani (2014), diantaranya:
a. Usia dan tingkat perkembangan tubuh
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan ataupun kematangan
fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
b. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas bila
dibandingkan bila dibandingkan dengan petani ataupun buruh.
c. Gaya hidup/life style
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku dan
kebiasaan sehari-hari seseorang.
d. Kesehatan fisik (proses penyakit dan cacat)
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena
dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Contoh, orang yang
22

menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan


dalam ekstremitas bagian bawah.
e. Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan obesitas
dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.
f. Emosi
Rasa aman dan bahagia dapat mempengaruhi seseorang beraktivitas.
Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat, yang
kemudian sering dimanifestasikan dengan kurangnya aktivitas.
g. Kelemahan neuromuskuler dan skeletal
Adanya abnormal postur tubuh seperti skoliosis, lordosis dan kifosis
dapat berpengaruh terhadap pergerakan seseorang.
h. Kebudayaan
Kemampuan seseorang melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
oleh kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh, memiliki kemampuan mobilitas yang kuat
begitu juga sebaliknya, ada seseorang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat atau budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
4. Proses Gangguan Mobilitas Fisik Pada Stroke
Seseorang bisa mengalami gangguan mobilitas fisik karena
penyebab yang berbeda -beda seperti rusaknya gangguan saraf yaitu
stroke, penyebab gangguan muskuloskeletal yaitu dislokasi sendi dan
tulang, hal ini menjadikan mobilitas terganggu dan untuk memenuhi
kebutuhan bisa dibantu dengan keluarganya maupun orang lain (Hidayat
& Uliyah, 2014).
Penyakit stroke adalah gangguan fungsi saraf yang terjadi mendadak
akibat pasokan darah ke suatu bagian otak sehingga peredaran darah ke
otak terganggu. Kurangnya aliran darah dan oksigen dapat merusakkan
atau mematikan sel-sel saraf di otak sehinggamenyebabkan kelumpuhan
23

anggota gerak, gangguan bicara, dan penurunan kesadaran (Sudarsini,


2017).
Pasien stroke merupakan kelainan dari otak sebagai susunan saraf
pusat yang mengontrol dan mencetuskan gerak dari sistem
neuromuskuloskeletal. Secara klinis gejala yang sering adalah adanya
hemiparese atau hemiplegi, yang menyebabkan hilangnya mekanisme
refleks postural normal untuk keseimbangan, rotasi tubuh untuk gerak-
gerak fungsional pada ekstremitas (Irdawati, 2012). Fungsi ekstremitas
begitu penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan merupakan
bagian yang paling aktif, maka jika terjadi kelemahan pada ekstremitas
akan sangat menghambat dan mengganggu kemampuan dan aktivitas
sehari-hari (Syahrim, Azhar, & Risnah, 2019). Hal tersebut
mengakibatkan pasien mengalami gangguan mobilitas fisik (Muttaqin,
2012).
5. Penatalaksanaan Gangguan Mobilitas Fisik
Menurut Muttaqin (2012) untuk mencegah terjadinya proses
penyembuhan gangguan mobilitas fisik yang lama perlu dilakukan
latihan agar dapat mengurangi gejala sisa stroke, latihan yang efektif
untuk dilakukan pada pasien stroke adalah latihan ROM.
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus. Latihan ROM biasanya dilakukan
pada pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan
mobilitas tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang
gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstremitas total. Latihan ini bertujuan mempertahankan atau
memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian,
merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk (Agusrianto
& Rantesigi, 2020).
24

Terdapat dua jenis latihan ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif.
ROM aktif adalah latihan gerak isotonik (terjadi kontriksi dan
pergerakan otot) yang dilakukan pasien dengan menggerakkan masing-
masing persendiannya sesuai dengan rentang geraknya yaitu normal,
sedangkan ROM pasif adalah pergerakan perawat atau petugas lain yang
menggerakkan persendian pasien sesuai dengan rentang geraknya
(Nababan & Giawa, 2019).
Pengukuran kekuatan otot pada umumnya menggunakan gradasi 5
tingkat dari skala MRC (Medical Research Council)seperti pada tabel
2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2 Gradasi tingkat kekuatan otot dari skala MRC
Skor Keterangan

0 Tidak ada kontraksi

1 Kontraksi ringan

2 Gerakan aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi

3 Gerakan aktif dapat melawan gravitasi

4- Gerakan aktif dapat melawan gravitasi dan tekanan


ringan

4 Gerakan aktif dapat melawan gravitasi dan tekanan


sedang

4+ Gerakan aktif dapat melawan gravitasi dan tekanan


kuat

5 Kekuatan normal

Sumber : Rehatta, Suwandito, & Prihatanto (2015)


25

6. Dampak Gangguan Mobilitas Fisik Pada Stroke


Menurut Potter & Perry (2010) dalam Yazid (2017) menyatakan
bahwa apabila ada perubahan mobilitas, maka setiap sistem tubuh
berisiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut
tergantung pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan,
serta tinggkat imobilisasi yang dialami. Bahaya fisiologi yang terjadi
pada pasien imobilisasi mempengaruhi sistem metabolik, sistem
respiratori, sistem kardiovaskuler, sistem muskuloskeletal, sistem
integumen dan sistem eliminasi.
a. Sistem metabolic
Imobilisasi pada periode yang lama akan mengganggu sistem
metabolisme berupa menurunnya kecepatan metabolisme pada
tubuh seseorang yang lebih dikenal dengan istilah tingkat
metabolisme basal atau Basal Metabolism Rate (BMR).
Menurunnya BMR akan mengakibatkan berkurangnya pasokan
energi pada sel-sel tubuh yang menyebabkan gangguan pada proses
pemenuhan kebutuhan oksigen (oksigenasi) sel dan proses
anabolisme menurun serta proses katabolisme meningkat sehingga
berisiko meningkatkan gangguan metabolisme tubuh.Selain itu
perubahan metabolisme juga menyebabkan cairan elektrolit pada
tubuh tidak seimbang dan terjadi gangguan dalam mengubah zat
gizi pada sistem pencernaan (gastrointestinal) (Rohman, 2019).
b. Sistem respiratori
Imobilisasi lama menyebabkan terjadinyapenurunan berbagai
volume paru diakibatkan karena melemahnya otot-otot respirasi
sehingga menurunnya gerakan respirasi, diantaranya yaitu
penurunan kapasitas vital yang disebabkan karena menurunnya
performa otot inspirasi dan ekspirasi, terjadinya penurunan FEF
25-75% 20% pada posisi supine yang disebabkan karena
menurunnya elastic recoil, aliran darah pulmonal meningkat 20%
pada posisi supine dan 35% pada posisi berdiri, hal ini disebabkan
26

karena menurunnya volume plasma dan darah. Selain itu,


imobilisasilama juga meningkatkan risiko terjadinya edema
pulmonal, terganggunya kemampuan untuk membersihkan sekresi
tracheobronchialdan meningkatnya emboli paru (Rohman, 2019).
c. Sistem kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada kardiovaskuler sebagai akibat
imobilisasi pada periode lama, menyebabkan hipotensi ortostatik
yaitu peningkatan beban kerja jantung dan adanya pembentukan
trombus. Hal ini disebabkan adanya penurunan kemampuan saraf
otonom. Selain itu akan menurunkan refleks neurovaskular dan
menyebabkan vasokontriksi dimana darah terkumpul pada vena
bagian bawah sehingga sistem sirkulasi darah akan mengalami
gangguan (Rohman, 2019).
d. Sistem musculoskeletal
Terjadinya atrofi otot dikarenakan serabut-serabut otot tidak
berkontraksi dalam waktu yang cukup lama sehingga perlahan
akan mengecil (atrofi) dimana terjadi perubahan antara serabut otot
dan jaringan fibrosa. Perubahan yang terjadi pada sistem skeleton
sebagai akibat imobilisasi pada periode yang lama berupa adanya
gangguan metabolisme kalsium dan kelainansendi. Gangguan
tersebut mengakibatkan resorbsi pada tulang yang menyebabkan
jaringan tulang menjadi tidak padat sehingga terjadi pengeroposan
tulang (osteoporosis) (Rohman, 2019).
e. Sistem integument
Perubahan integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan
terjadinya iskemis serta nekrosis jaringan superficial dengan
adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat,
terjadi gesekan dan sirkulasi yang menurun pada jaringan yang
tertekan (Hidayah & Uliyah, 2014).
27

f. Sistem eliminasi
Perubahan yang terjadi penurunan jumlah urine yang mungkin
disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehingga aliran darah renal dan urine berkurang (Hidayah &
Uliyah, 2014).

D. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik pada Stroke


Non Hemoragik

Menurut Basri, Utami, & Mulyadi (2020) komponen dokumentasi


asuhan keperawatan meliputi komponen isi dokumentasi dan komponen
dalam konsep penyusunan dokumentasi. Komponenisi dokumentasi
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana keperawatan,
pelaksanaan tindakan keperawatan, dan evaluasi
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien.
Pengkajian dilakukan guna mengidentifikasi, mengenali masalah-
masalah, kebutuhan kesehatan, dan keperawatan (Basri, Utami, &
Mulyadi, 2020).
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, bahasa,
pekerjaan, pendidikan, status, dan alamat (Rohmah & Walid, 2019).
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering dirasakan oleh pasien stroke yaitu
adanya kecacatan berupa kelumpuhan anggota gerak hemiparesis
atau kelemahan otot pada bagian anggota geraktubuh yang terkena
(Syahrim, Azhar, & Risnah, 2019).
28

c. Riwayat penyakit sekarang


Pasien yang mengalami stroke awalnya yaitu nyeri kepala, muntah-
muntah, disatria atau berbicara pelo, kelumpuhan wajah atau
anggota badan (Azizah & Wahyuningsih, 2020).
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayattrauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan (Mutaqqin,
2012).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Menurut Rachmawati, Andarini, & Ningsih (2017) riwayat penyakit
keluarga yang menjadi faktor risiko penyebab stroke diantaranya
yaitu riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung.
f. Pemeriksaan fisik
Menurut Yueniwati (2016) pemeriksaan fisik yang dilakukan antara
lain pemeriksaan fisik umum (yaitu pemeriksaan tingkat kesadaran,
suhu, denyut nadi, anemia, paru, dan jantung), pemeriksaan
neurologis dan neurovaskular.
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk membedakan antara stroke
hemoragik dan stroke iskemia diantaranya yaitu computerized
tomograph scanning (CT Scan), cerebral angiografi,elektro-
ensefalografi (EEG), magnetic resonance imaging (MRI),
elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium dan lain-lain
(Yueniwati, 2016).
h. Pengkajian focus
1) Aktivitas/istirahat
Keterbatasan gerak fisik (Rohman, 2019), dalam melakukan
aktivitas seperti makan/minum, mandi, toileting, berpakaian,
mobilitas ditempat tidur, dan berpindah. Disebabkan oleh karena
29

penurunan tonus otot, sehingga tidak mampu menggerakkan


tubuhnya (Bakara & Warsito, 2016).
2) Sirkulasi
Gangguan pada sistem kardiovaskular, sirkulasi darah perifer
dan pernafasan (Rohman, 2019).
3) Integritas ego
Tidak percaya diri, menurunkan produktivitas, hilangnya
semangat untuk melaksanakan hobi (Karunia, 2016).
4) Eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria,
distensi abdomen, sembelit.
5) Makanan/cairan
Anoreksia, malnutrisi.
6) Neurosensori
Penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas (Rohman, 2019).
Pusing, sakit kepala, kelemahananggota gerak, gangguan
penglihatan
7) Nyeri/kenyamanan
Nyeri sendi, keterbatasan rentang gerak, dan kekakuan sendi
(Yazid, 2017).
8) Pernafasan
Gangguan pada sistem pernafasan akan terjadi respon fisiologis
dengan menurunnya pergerakan paru dalam mengambil oksigen
dari udara (ekspansi paru) sehingga menyebabkan menurunnya
asupan oksigen (O2) pada tubuh (Rohman, 2019).
9) Keamanan
Perubahan persepsi dan sensori, terhambatnya aktivitas.
10) Interaksi social
Tidak percaya diri, tidak mampu beraktivitas, mengisolasi diri,
depresi
30

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan dari masalah pasien
baik yang nyata maupun yang potensial berdasarkan data yang telah
diperoleh, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
kewenangan perawat untuk melakukannya (Basri, Utami, & Mulyadi,
2020). Menurut Sari, Agianto, & Wahid (2015) diagnosis keperawatan
utama yang sesuai dengan masalah imobilisasipada pasien stroke adalah
gangguan mobilitas fisik.
Diagnose keperawatan yang dijumpai menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2018 antara lain :

a. D.0054 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis


b. D.0129 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hemiparesis/hemiplegia, penurunan mobilitas
c. D.0119 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disartria,
afasia, amourasis fulgaks
d. D.0019 Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan disfagia
e. D.0017 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan syok neurologic.
f. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan TIK meningkat
g. D.0005 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penumpukan sputum
h. D.0085 Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan
dengan diplopia dan gangguan penglihatan atau pergerakan bola
mata

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan perawat guna menanggulangi
masalah pasien sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah
31

ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kesehatan pasien. Komponen


rencana keperawatan terdiri dari tujuan yaitu diharapkan setelah
dilakukan tindakan keperawatan masalah gangguan mobilitas fisik
dapat berkurang, kriteria hasil diharapkan pergerakan anggota gerak,
kekuatan otot, dan rentang gerak meningkat, serta tidak terjadi
komplikasi akibat dari gangguan mobilitas fisik, dan rencana tindakan
keperawatan utama yaitu melakukan latihan ROM pasif (Basri, Utami,
& Mulyadi, 2020). Rachmawati, Andarini, & Ningsih (2017)
menyebutkan bahwa intervensi awal stroke iskemik akut sangat efektif
ketika diberikan dalam waktu 3-5 jam setelah serangan. Menurut
Mutiarasari (2019) terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi bicara
merupakan bagian dari rehabilitasi pada pasien stroke yang harus
dilakukan sesegera mungkin.
Intervensi keperawatan menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018
adalah :
I.05177 Latihan Rentang Gerak
a. Definisi : mengajarkan kemampuan menggunakan gerakan aktif
dan pasif untuk mempertahankan dan mengembalikan kelenturan
sendi.
b. Tindakan :
1) Observasi :
a) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
b) Monitor frekuensi tekanan darah sebelum mulai
mobilisasi
2) Terapeutik :
a) Jelaskan alasan/rasional pemberian latihan menggerakkan
sendi kepala pasien/keluarga
b) Libatkan keluarga
3) Edukasi :
a) Bantu klien ke posisi yang optimal untuk latihan rentang
gerak
32

b) Terapi latihan fisik, mobilitas sendi dengan menggunakan


pergerakan tubuh aktif
c) Terapi latihan fisik, latih secara mandiri dengan
menggunakan aktivitas atau protocol Lathan tertentu
d) Anjurkan klien untuk melakukan latihan range of motion
secara aktif jika memungkinkan

I.11353 Perawatan Integritas Kulit


a. Definisi : mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga
keutuhan, kelembaban, dan mencegah perkembangan
mikroorganisme
b. Tindakan :
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan
mobilitas)
2) Terapeutik
a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
b) Lakukan pemijatan pada area penonjolan, jika perlu
c) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
periode diare
d) Gunakan produk berbahanpetrolium atau minyak pada
kulit kering
e) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
f) Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
3) Edukasi
a) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
33

d) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur


e) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
f) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada diluar rumah
g) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

I.13492 Promosi Komunikasi : Defisit Bicara


a. Definisi : Menggunakan teknik komunikasi tambahan pada
individu dengan gangguan bicara
b. Tindakan :
1) Observasi
a) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi
bicara
b) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berkaitan dengan bicara
c) Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang
menganggu bicara
d) Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
komunikasi
2) Terapeutik
a) Gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
b) Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis:
berdiri di depan pasien, dengarkan dengan seksama,
tunjukkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil menghindari teriakan,
gunakan Komunikasi tertulis, atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami ucapan pasien.
c) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
d) Ulangi apa yang disampaikan pasien
34

e) Berikan dukungan psikologis


f) Gunakan juru bicara, jika perlu
3) Edukasi
a) Anjurkan berbicara perlahan
b) Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan
fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
berbicara
4) Kolaborasi
a) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

I.03119 Manajemen Nutrisi


a. Definisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang
seimbang
b. Tindakan :
1) Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasialergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukasi
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jneis nutrient
e) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
f) Monitor asupan makanan
g) Monitor berat badan
h) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2) Terapeutik
a) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b) Fasilitas menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan
c) Berikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f) Berikan suplemen makanan, jika perlu
35

g) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastric,


jika asupan oral dapat ditoleransi
3) Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b) Anjurkan diet yang diprogramkan
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (,is.
Pereda nyeri, antlemetik) jika perlu
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

I.09325 Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial


a. Definisi : mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan
dalam rongga kranial
b. Tindakan :
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
gangguan metabolisme, edema serebral)
b) Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan
darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola
napas ireguler, kesadaran menurun)
c) Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
d) Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
e) Monitor PAWP, jika perlu
f) Monitor PAP, jika perlu
g) Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
h) Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
i) Monitor gelombang ICP
j) Monitor status pernapasan
k) Monitor intake dan output cairan
l) Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
36

2) Terapeutik
a) Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan
yang tenang
b) Berikan posisi semi fowler
c) Hindari maneuver Valsava
d) Cegah terjadinya kejang
e) Hindari penggunaan PEEP
f) Hindari pemberian cairan IV hipotonik
g) Atur ventilator agar PaCO2 optimal
h) Pertahankan suhu tubuh normal
3) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika
perlu
b) Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
c) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

I.08238 Manajemen Nyeri


a. Definisi : mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik
atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan.
b. Tindakan :
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap repson nyeri
37

g) Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup


h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis : TENS, hypnosis, akupresure, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungn yang memperberat rasa nyeri (mis :
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemeliharaan strategimeredakan nyeri
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetiksecara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakaologis untuk mengurangi rasa
nyeri
4) Kolaborasi
a) Memberikan analgetik jika perlu

I.02079 Perawatan Sirkulasi


a. Definisi : mengidentifikasi dan merawat area lokal dengan
keterbatasan sirkulasi perifer
b. Tindakan :
1) Observasi
a) Periksa sirkulasi perifer (misal nya : nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
38

b) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (misal nya :


diabetes, perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar
kolesterol tinggi)
c) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
2) Terapeutik
a) Hindari pemasangan infuse atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
b) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
c) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area
yang cedera
d) Lakukan pencegahan infeksi
e) Lakukan perawatan kaki dan kaku
f) Lakukan hidrasi
3) Edukasi
a) Anjurkan berhenti merokok
b) Anjurkan berolahraga rutin
c) Anjurkan mengecek air mandi untuk mengindari kulit
terbakar
d) Anjurkan menggunakan obat penurunan tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika itu perlu
e) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
f) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
g) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (misal
nya : melembabkan kulit kering pada kaki)
h) Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
i) Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (misal
nya : rendah lemak jenuh, minyak ikan omega)
39

j) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus


dilaporkan ( misal nya : rasa sakit yang tidak hilang saat
istrahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa

I.13494 Promosi Komunikasi Defisit Visual


a. Definisi : menggunakan teknik komunikasi tambahan pada
individu dengan gangguan penglihatan
b. Tindakan :
1) Observasi
a) Periksa kemampuan pengelihatan
b) Monitor dampak gangguan pengelihatan (mis. resiko
cidera, depresi,kegelisahan, kemampuan melakukan
aktivitas sehari- hari)
2) Terapeutik
a) Fasilitasi peningkatan stimulasi indra lainnya (mis.
aroma,rasa,tekstur makanan)
b) Pastikan kacamata atau lensa kontak berfungsi dengan
baik
c) Sediakan pencahayaan cukup
d) Berikan bacaan dengsn huruf besar
e) Hindari penataan letak lingkungan tanpa memberitahu
f) Sediakan alat bantu(mis. jam,telepon)
g) Fasilitasi membaca surat kabar atau media informasi
lainnya
h) Gunakan warna terang dan kontras di lingkungan
i) Sediakan kaca pembesar, jika perlu
3) Edukasi
a) Jelaskan lingkungan pada pasien
b) Ajarkan pada keluarga cara menbantu cara pasien
berkomunikasi
40

4) Kolaborasi
a) Rujuk pasien pada terapis,jika perlu.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah implementasi
keperawatan terhadap pasien secara urut sesuai prioritas masalah yang
sudah dibuat dalam rencana tindakan asuhan keperawatan, termasuk di
dalamnya nomor urut dan waktu ditegakkannya suatu pelaksanaan
asuhan keperawatan (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian
ulang rencana keperawatan. Evaluasi menilai respon pasien yang
meliputi subjek, objek, pengkajian kembali (assessment), rencana
tindakan (planning) (Basri, Utami, & Mulyadi, 2020)
BAB III

METODA PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode
deskriptif dengan memaparkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan
data, menyajikan data, menganalisis dan menginterprestasikan data
(Setiadi,2007). Menggunakan proses keperawatan dengan memfokuskan
masalah dalam kasus yaitu asuhan keperawatan pada lansia stroke non
hemoragik dengan focus studi gangguan mobilitas fisik.
Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode
deskriptif dengan pemaparan kasus dan menggunakan proses keperawatan
yang memfokuskan pada salah satu masalah penting dalam kasus yang
dipilih yaitu Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke Non Hemoragik
dengan Fokus Studi Pengelolaan Gangguan Mobilitas Fisik.

B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan dua responden (klien), dimana
memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi yaitu batasan karakteristik umum subjek studi
kasus dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Individu penderita stroke non hemoragik dengan masalah mobilitas
b. Berusia >60 tahun pada pasien stroke non hemoragik
c. Mampu berkomunikasi dengan koperatif pada pasien stroke non
hemoragik
d. Bersedia menjadi subjek studi kasus pada pasien stroke non
hemoragik.
2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

41
42

a. Klien tidak bersedia dijadikan responden


b. Klien memiliki penyakit lain yang memerlukan penanganan khusus
seperti penyakit jantung yang parah.

C. Tempat dan Waktu


1. Tempat Penelitian
Pengambilan kasus keperawatan dilakukan di RSUD dr. R. Soetijono
Blora.
2. Waktu Penelitian
Pengambilan kasus asuhan keperawatan dilaksanakan pada bulan
Januari 2022.

D. Variabel dan Definisi Operasional Prosedur


Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan
bagaimana caranya menentukan variable dan mengukur suatu variable
sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang
akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variable yang sama
(Setiadi,2007).
Pengambilan kasus dilakukan pada 2 pasien stroke non hemoragik
yang mengalami gangguan mobilitas fisik. Pengambilan kasus
menggunakan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnose keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan
hingga pendokumentasian hasil keperawatan.

E. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yaitu dengan
berbagai cara meliputi :
1. Wawancara, penulis melakukan wawancara langsung kepada pasien,
dan keluarga pasien mengenai keluhan yang dirasakan pada saat
dilakukan pangkajian. Penulis juga menanyakan riwayat kesehatan
43

sekarang, tentang sejak kapan keluhan ini dialami, tindakan apa yang
telah dilakukan, bagaimana respon pasien dari tindakan dilakukan dan
sejak kapan dibawa ke rumah sakit.
2. Observasi, penulis melalui pengamatan langsungpada pasien dan hasil
tindakan asuhan keperawatan. Keadaan pasien yang diamati
meliputinya adanya keberhasilan beraktivitas sehari-hari, adakah
masalah aktivitas.
3. Pemeriksaan fisik, penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan
inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan pemeriksaan fisik lainnya.
4. Studi dokumentasi keperawatan, penulis menggunakan berbagai
sumber, catatan medis serta hasil pemeriksaan penunjang

F. Teknik Analisa Data


Data statistik perlu disajikan dalam bentuk yang mudah dibaca dan
dimengerti. Tujuannya adalah memberikan informasi dan memudahkan
interprestasi hasil analisis (Setiadi,2007).
Analisa data yang dilakukan adalah menilai kesenjangan snata teori
yang ada pada tinjauan pustaka dengan pasien gangguan mobilitas fisik
pada stroke non hemoragik yang telah dipiliih untuk objek penelitian.
Analisa data dimulai dengan mengumpulkan data melalui wawancara atau
anamnesa dan observasi secara langsung yaitu pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan diagnostic, selanjutnya menentukan prioritas masalah serta
diagnose keperawatan dan menentukan rencana keperawatan untuk
mengatasi masalah. Kemudian melakukan tindakan keperawatan sesuai
dalam waktu dan rencana yang telah dibuatdan mengevaluasi keadaan
pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

G. Etika Penelitian
Etika penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas
responden akan kemungkinan terjadinya ancaman responden. Masalah etika
terutama ditekankan pada beberapa hal yaitu : kabar persetujuan menjadi
44

responden, tanpa nama dan kerahasiaan. Kerahasiaan mengenai rekam


medis pasien dijamin oleh penulis dan hanya data-data tertentu yang akan
dilaporkan sebagai hasil karya ilmiah.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Penelitian


Pengelolaan kasus bertempat di RSUD dr. R Soetijono Blora yang
berlokasi pada Jl. Dr. Sutomo No.42, Blora, Tempelan, Kec. Blora, Kab.
Blora, Jawa Tengah pada tanggal 10 Januari sampai 15 Januari 2022 dengan
2 partisipan, pengelolaan ini menggunakan studi kasus dilanjutkan dengan
wawancara dan observasi. Adapun judul kasus tersebut adalah Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Ruang Teratai di
RSUD dr. R Soetijono Blora.
Ruang Teratai Terdapat dilantai satu dimana sebelum menuju ruang
Teratai melewati Ruang Hemodialisa dan Ruang CSSD, dimana ruang
Teratai memiliki 3 kelas kamar dengan setiap kelas memiliki fasilitas
masing masing dimana kelas 1 hanya ada 1 bed, kelas 2 terdiri dari 2 bed,
kelas 3 terdiri dari 5 bed setiap ruangannya. Staf ruang Teratai terdiri dari
11 orang dan 1 kepala ruang. Pedoman tindakan dilakukan pada ruang
Teratai mengacu pada SOP yang berlaku dan semua. Tindakan dilakukan
secara hati hati dengan tetap memantau protocol kesehatan yang diterapkan.

2. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Identitas Pasien Klien 1 Klien 2

Nama Tn. S Tn.

Umur 69 Tahun 64 Tahun

Pendidikan SD SD

45
46

Pekerjaan Petani Petani

Status Perkawinan Kawin Kawin

Alamat Beran 03/04 Blora, Blora Punggursugih 01/01


Ngawen, Blora

Nomor Registrasi 00438621 436537

Diagnosa Medis Stroke Non Hemoragik Stroke Non Hemoragik

b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Klien 1 Klien 2

Keluhan Utama Pasien mengatakan pusing, lemas Pasien mengatakan lemas


kaki dan tangan kiri, mata kiri dan tangan kiri, pelo, susah
tertutup. menelan

Status Kesehatan Sekarang Anak pasien mengatakan pada hari Anak pasien mengatakan
jumat, tanggal 7 januari 2022 pukul pada hari selasa, tanggal 11
07.00 WIB pasien jatuh di sawah januari 2022 pasien tiba-tiba
saat mau memupuk padi karena lemas pada ekstremitas kiri
pasien pusing dan mata nya terasa setelah itu dirawat di rumah,
silau, lalu pasien merasakan lemas kemudian pada hari rabu
pada ekstremitas kiri, kemudian malam, tanggal 12 januari
pasien dibawa ke RSUD dr. R 2022 pasien di bawa ke
Soetijono Blora melalui IGD setelah RSUD dr. R Soetijono Blora
itu di rawat di ruang Teratai. melalui IGD setelah itu di
rawat di ruang teratai.

Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien mengatakan mempunyai Anak pasien mengatakan


riwayat penyakit Maag, Hipertensi pasien pernah operasi
tetanus pada bulan
47

November 2021, pasien juga


mempunyai riwayat
penyakit Hipertensi,
Diabetes Mellitus

Riwayat Penyakit Keluarga Istri pasien mempunyai riwayat Anak pasien mengatakan
penyakit Hipertensi. orang tua pasien mempunyai
riwayat Hipertensi, Ayah
pasien dahulu juga
mengalami stroke non
hemoragik.

c. Perubahan Pola Kesehatan


Pola Kesehatan Klien 1 Klien 2

Persepsi dan Keluarga pasien mengatakan jika Keluarga pasien mengatakan jika
Pemeliharaan ada anggota keluarga yang sakit ada anggota keluarga yang sakit di
Kesehatan langsung di bawa ke balai kesehatan rawat sendiri di rumah tetapi jika
terdekat. tidak membaik baru di bawa ke balai
kesehatan.

Pola
Nutrisi/Metabolik
• Intake Pasien mengatakan selama sakit Anak pasien mengatakan pasien
Makanan nafsu makan menurun. Makan hanya makan bubur. Makan 3x/hari
3x/hari namun hanya sedikit dan hanya 2 sendok karena pasien
tidak habis mengalami susah menelan dan
tersedak.

• Intake Pasien mengatakan selama sakit Anak pasien mengatakan pasien


Cairan pasien minum 6-7 gelas. minum hanya sedikit karena kalau
minum sering tersedak.
48

Pola Eliminasi

• BAB Pasien mengatakan selama sakit Anak pasien mengatakan selama


pasien BAB 1x sakit belum pernah BAB

• BAK Pasien mengatakan selama sakit Anak pasien mengatakan pasien


BAK 5x/hari tidak mengalami gangguan BAK,
pasien menggunakan pampers

Pola Aktivitas dan Kemampuan 0 1 2 3 4 Kemampuan 0 1 2 3 4


latihan perawatan diri perawatan diri
Makan/minum X Makan/minum X

Mandi X Mandi X

Toileting X Toileting X

Berpakaian X Berpakaian X

Mobilitas di X Mobilitas di X
tempat tidur tempat tidur
Berpindah X Berpindah X

Ambulasi/ROM X Ambulasi/ROM X

Pola Tidur dan Pasien mengatakan selama sakit Anak pasien mengatakan pasien
Istirahat kebutuhan tidur terganggu. Tidurnya sering tidur, terbangun jika
tidak teratur kadang hanya 1-2 jam dibangunkan
kemudian terbangun dan tidur lagi,
tidurnya tidak nyenyak
Pola Perceptual Pasien masih dapat berkomunikasi Pasien sulit berkomunikasi dengan
dan berespon dengan baik, tetapi baik, karena pasien pelo
pasien hanya bicara seperlunya saja
49

Konsep Diri

• Gambaran Anak pasien mengatakan pasien Anak pasien mengatakan pasien


diri tidak pernah mengeluh dengan tidak pernah mengeluh dengan
kondisi tubuhnya. kondisi tubuhnya.

• Identitas Pasien masih bisa mengenali dirinya Pasien masih bisa mengenali dirinya
diri sendiri sendiri

• Peranan Pasien berperan menjadi kepala Pasien berperan menjadi kepala


diri rumah tangga rumah tangga

• Ideal diri Pasien mengatakan ingin hidup Pasien mengatakan ingin hidup
dengan baik, sehat, dan ingin cepat dengan baik, sehat, dan ingin cepat
sembuh sembuh

• Harga diri Anak pasien mengatakan pasien Anak pasien mengatakan pasien
sangat dihargai oleh anak dan sangat dihargai oleh anak dan
istrinya istrinya

Pola Seksualitas Pasien berjenis kelamin laki-laki, Pasien berjenis kelamin laki-laki,
pasien sudah menikah dan pasien sudah menikah dan
mempunyai anak 5. mempunyai anak 3.

Pola Peran Pasien mengatakan hubungan Anak pasien mengatakan hubungan


Hubungan keluarganya baik dan tidak ada keluarganya baik dan tidak ada
masalah masalah

Pola Manajemen Anak pasien mengatakan pasien jika Anak pasien mengatakan pasien jika
Koping Stress ada masalah selalu bercerita dan ada masalah selalu bercerita dan
meminta solusi kepada keluarga. meminta solusi kepada keluarga.

Sistem Nilai dan Pasien beragama islam, pasien tidak Pasien beragama islam, pasien tidak
Keyakinan bisa beribadah seperti biasanya bisa beribadah tetapi pasien selalu
50

tetapi pasien selalu berdoa kepada berdoa kepada Allah untuk


Allah untuk kesembuhannya. kesembuhannya.

d. Pemeriksaan Fisik
Observasi Klien 1 Klien 2

Suhu 36,8ºC 36ºC

Nadi 73 x/menit 72 x/menit

Tekanan Darah 188/133 mmHg 159/81 mmHg

Pernapasan 22 x/menit 22 x/menit

SPO2 98 98

GDS 123 mg/dL 97 mg/dL

GCS 15 15

Kesadaran umum Lemah Lemah

Pemeriksaan Fisik

Kepala Bentuk simetris, tidak ada lesi di Bentuk simetris, tidak ada lesi di
kepala kepala

Leher Bisa bergerak ke kiri dan kanan, Bisa bergerak ke kiri dan kanan,
tidak ada pembesaran kelenjar tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
tiroid
Thoraks I : bentuk dada rata, tidak ada lesi I : bentuk dada rata, tidak ada lesi
P : tidak ada nyeri tekan P : tidak ada nyeri tekan
P : paru-paru sonor P : paru-paru sonor
A : suara nafas vesikuler A : suara nafas vesikuler
51

Abdomen I : bentuk simetris I : bentuk simetris


P : tidak ada pembesaran, tidak P : tidak ada pembesaran, tidak ada
ada nyeri tekan nyeri tekan
P : timpani P : timpani
A : peristaltic usus 12 x/menit A : peristaltic usus 10 x/menit

Genital Tidak ada gangguan reproduksi Tidak ada gangguan reproduksi

Ekstremitas Lengan kanan terpasang infus Lengan kanan terpasang infus RL,
RL, tangan dan kaki kiri lemas, tangan dan kaki kiri lemas, tidak ada
tidak ada edema edema, ada luka di kaki kanan
bawah lutut dan jepol kaki kanan

e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Klien 1 Klien 2
Diagnostik
Laboratorium Nama Test Hasil Satuan Nilai Nama Test Hasil Satuan Nilai
Rujukan Rujukan

HEMATO HEMATO
LOGI LOGI
Hema 5 Hema 5
Diff : Diff :
Lekosit 5,84 10^3/u 3,8 - 11,6 Lekosit 7,98 10^3/u 3,8 - 11,6
L L
Hemoglobin 12,5 g/dL 13,2 – 17,3 Hemoglobin 14,7 g/dL 13,2 – 17,3

Hematocrit 37,1 % 40 - 52 Hematocrit 44,0 % 40 – 52

Trombosit 182 10^3/u 150 – 440 Trombosit 288 10^3/u 150 – 440
L L
52

Hitung Hitung
jenis jenis
Lekosit Lekosit
Granulosit 78,7 % 50 – 70 Granulosit 72,5 % 50 – 70

Limfosit 12,2 % 20 – 40 Limfosit 15,5 % 20 – 40

Monosit 6,4 % 2–8 Monosit 5,9 % 2–8

Eosinophil 1,7 % 2-4 Eosinophil 5,7 % 2–4

Basophil 1 % 0–1 Basophil 0,4 % 0–1

Golongan Golongan
Darah Darah
Golongan B A/B/O/ Golongan O A/B/O/
Darah AB / RH+ Darah AB / RH+

KIMIA KIMIA
KLINIK KLINIK
Glukosa 100 mg/dL 82 – 115 Glukosa 97 mg/dL 82 – 115
Sewaktu Sewaktu
Ureum 25,68 mg/dL 10 – 50 Ureum 12,84 mg/dL 10 – 50

Creatinin 0,76 mg/dL 0,8 – 1,3 Creatinin 0,62 mg/dL 0,8 – 1,3

AST/SGOT 30 U/L <37 AST/SGOT 19 U/L <37

ALT/SGPT 14 U/L <42 ALT/SGPT 18 U/L <42

IMUNOLO IMUNOLO
GI GI
Rapid Test NEG Negatif Rapid Test NEG Negatif
SARS Cov- ATIF SARS Cov- ATIF
2 2
53

Screening NON Non Screening NON Non


B20 REA Reaktif B20 REA Reaktif
KTIF KTIF
HBsAg NEG Negatif HBsAg NEG Negatif
Kualitatif ATIF Kualitatif ATIF
ELEKTRO ELEKTRO
LIT LIT
Natrium 134,3 mmol/l 135 – 147 Natrium 132,9 mmol/l 135 – 147

Kalium 3,61 mmol/l 3,5 – 5,0 Kalium 5,24 mmol/l 3,5 – 5,0

Chlorida 106,4 mmol/l 95 – 105 Chlorida 107,5 mmol/l 95 – 105

CT Scan • Gyri dan sulci tampat prominan • Gyri dan sulci tampat prominan
• Batas cortex dan medulla jelas • Batas cortex dan medulla jelas
• Tampak lesi hypodens di kortex lobus • Tampak lesi hypodens di kortex lobus
parietalis sinistra ( slice 15-17 ) parietalis sinistra ( slice 17-19 )
• Ventrikel lateralis normal • Ventrikel lateralis normal
• Struktur mediana tak terdeviasi • Struktur mediana tak terdeviasi
• SPN dan air cellulae mastoidea normal • SPN dan air cellulae mastoidea normal

3. Analisa Data
Analisa Data Penyebab Masalah

Klien 1 Penurunan Kekuatan Otot Gangguan Mobilitas Fisik


Data Subjektif :
Pasien mengatakan tangan dan kiri terasa
lemas

Data Objektif :
• KU : Lemah
• TD : 188/133 mmHg
54

• S : 36,8ºC
• N : 73 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Kekuatan Otot
5 3

5 3

• Pasien tempak tidak bisa mengangkat


tangan dan kaki kiri
• Hasil CT Scan pada tanggan 12 Januari
2022 tampak lesi hypodens di kortex lobus
parietalis sinistra (slice 15-17)
Klien 2 Penurunan Kekuatan Otot Gangguan Mobilitas Fisik
Data Subjektif :
Pasien mengatakan tangan dan kiri terasa
lemas

Data Objektif :
• KU : Lemah
• TD : 159/81 mmHg
• S : 36ºC
• N : 72 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Kekuatan Otot
5 1

5 1

• Pasien tempak tidak bisa mengangkat


tangan dan kaki kiri
55

• Hasil CT Scan pada tanggan 12 Januari


2022 tampak lesi hypodens di kortex lobus
parietalis sinistra (slice 17-19)

4. Diagnosa Keperawatan
Data Masalah Etiologi/Penyebab

Klien 1 Gangguan mobilitas Fisik Penurunan Kekuatan Otot


Data Subjektif :
Pasien mengatakan tangan dan kiri terasa lemas

Data Objektif :
• KU : Lemah
• TD : 188/133 mmHg
• S : 36,8ºC
• N : 73 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Kekuatan Otot
5 3

5 3

• Pasien tempak tidak bisa mengangkat


tangan dan kaki kiri
• Hasil CT Scan pada tanggan 12 Januari 2022
tampak lesi hypodens di kortex lobus
parietalis sinistra (slice 15-17)
Klien 2 Gangguan Mobilitas Fisik Penurunan Kekuatan Otot
Data Subjektif :
Pasien mengatakan tangan dan kiri terasa lemas

Data Objektif :
56

• KU : Lemah
• TD : 159/81 mmHg
• S : 36ºC
• N : 72 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Kekuatan Otot
5 1

5 1

• Pasien tempak tidak bisa mengangkat


tangan dan kaki kiri
• Hasil CT Scan pada tanggan 12 Januari 2022
tampak lesi hypodens di kortex lobus
parietalis sinistra (slice 17-19)

5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi-Rasional

Klien 1 Setelah dilakukan perawatan selama 1. Identifikasi intoleransi


Gangguan Mobilitas Fisik 3x24 jam, klien menunjukkan : fisik melakukan
berhubungan dengan Penurunan - Pergerakan ekstremitas pergerakan – menentukan
Kekuatan Otot meningkat batas gerakan yang akan
- Kekuatan otot meningkat dilakukan
- Rentang gerak (ROM) meningkat 2. Monitor frekuensi tekanan
darah sebelum memulai
mobilisasi – mengetahui
perkembangan klien
3. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi – agar
pasien serta keluarga
dapat memahami dan
57

mengetahui alasan
pemberian latihan
4. Libatkan keluarga dalam
latihan pergerakan - untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
5. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi) –
untuk meningkatkan atau
memulihkan pergerakan
tubuh terkendali
6. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian therapy
obat – untuk membantu
mempercepat proses
penyembuhan pasien.
Klien 2 Setelah dilakukan perawatan selama 1. Identifikasi intoleransi
Gangguan Mobilitas Fisik 3x24 jam, klien menunjukkan : fisik melakukan
berhubungan dengan Penurunan - Pergerakan ekstremitas pergerakan – menentukan
Kekuatan Otot meningkat batas gerakan yang akan
- Kekuatan otot meningkat dilakukan
- Rentang gerak (ROM) meningkat 2. Monitor frekuensi tekanan
darah sebelum memulai
mobilisasi – mengetahui
perkembangan klien
3. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi – agar
58

pasien serta keluarga


dapat memahami dan
mengetahui alasan
pemberian latihan
4. Libatkan keluarga dalam
latihan pergerakan - untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
5. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi) –
untuk meningkatkan atau
memulihkan pergerakan
tubuh terkendali
6. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian therapy
obat – untuk membantu
mempercepat proses
penyembuhan pasien.

6. Implementasi Keperawatan
Klien Diagnose Keperawatan Hari/tanggal Jam Tindakan

1 Gangguan mobilitas fisik Senin, 10 08.00 Memonitor frekuensi tekanan darah sebelum
berhubungan dengan Januari 2022 memulai mobilisasi
penurunan kekuatan otot
08.30 Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
59

08.35 Mengidentifikasi intoleransi fisik melakukan


pergerakan

10.30 Melibatkan keluarga dalam latihan pergerakan

10.45 Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

12.30 Mengkolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapy obat

Selasa, 11 09.00 Memonitor frekuensi tekanan darah sebelum


Januari 2022 memulai mobilisasi

09.30 Mengidentifikasi intoleransi fisik melakukan


pergerakan

10.30 Melibatkan keluarga dalam latihan pergerakan

10.45 Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

12.30 Mengkolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapy obat

Rabu, 12 08.00 Memonitor frekuensi tekanan darah sebelum


Januari 2022 memulai mobilisasi

08.30 Mengidentifikasi intoleransi fisik melakukan


pergerakan
60

08.45 Melibatkan keluarga dalam latihan pergerakan

09.00 Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

12.30 Mengkolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapy obat

2 Gangguan mobilitas fisik Kamis, 13 10.00 Memonitor frekuensi tekanan darah sebelum
berhubungan dengan Januari 2022 memulai mobilisasi
penurunan kekuatan otot
10.30 Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

10.35 Mengidentifikasi intoleransi fisik melakukan


pergerakan

12.30 Mengkolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapy obat

13.00 Melibatkan keluarga dalam latihan pergerakan

13.15 Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

Jumat, 14 08.00 Memonitor frekuensi tekanan darah sebelum


Januari 2022 memulai mobilisasi

08.30 Mengidentifikasi intoleransi fisik melakukan


pergerakan

09.30 Melibatkan keluarga dalam latihan pergerakan


61

09.45 Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

12.30 Mengkolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapy obat

Sabtu, 15 09.30 Memonitor frekuensi tekanan darah sebelum


Januari 2022 memulai mobilisasi

10.00 Mengidentifikasi intoleransi fisik melakukan


pergerakan

10.30 Melibatkan keluarga dalam latihan pergerakan

10.45 Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus


dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

12.30 Mengkolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapy obat

7. Evaluasi Keperawatan
Klien Diagnosa Keperawatan Hari/Tanggal Evaluasi

1 Gangguan mobilitas fisik Rabu, 12 S : pasien mengatakan lemas pada tangan dan kaki kiri
berhubungan dengan Januari 2022 berkurang
penurunan kekuatan otot O:
- TD : 142/92 mmHg
- N : 70 x/menit
- RR : 22 x/menit
62

- S : 36ºC
- Kekuatan otot :
5 4
5 4
- Pasien tampak bisa mengangkat tangan dan kaki
kirinya
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
- Monitor frekuensi tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
therapy obat
2 Gangguan mobilitas fisik Sabtu, 15 S : pasien mengatakan lemas pada tangan dan kaki
berhubungan dengan Januari 2022 kiri.
penurunan kekuatan otot O:
- TD : 150/90 mmHg
- N : 80 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,5ºC
- Kekuatan otot :
5 1
5 1
- Pasien tampak tidak bisa mengangkat tangan dan
kaki kirinya
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
63

- Monitor frekuensi tekanan darah sebelum


memulai mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
therapy obat

B. Pembahasan

Penulis akan membahas satu masalah keperawatan yaitu gangguan


mobilitas fisik pada Tn.S dan Tn.A dengan stroke non hemoragik (SNH) di
Ruang Teratai di RSUD Dr. R Soetijono Blora mulai tahap pengkajian,
penegakkan diagnosis, implementasi, dan evaluasi serta akan dibahas pada
kesenjangan anatara kasus yang dikelola dirumah sakit dengan konsep teori.
1. Pengkajian

Ketika dilakukan pengkajian pada Tn.S dan Tn.A didapatkan


bahwa pasien mengalami kelemahan dan keterbatasan bergerak. Menurut
Arifinato, Serosa & Setyowati (2014) apabila terdapat penyumbatan
pada pembuluh darah otak, aliran darah ke otak akan berkurang dan
menyebabkan jaringan otak kekurangan oksigen dan hipoksia yang
kemudian menjadi iskemia dan berakhir pada infark. Terjadinya
infark pada kedua pasien dibuktikan dengan hasil CT scan yang
menunjukkan kesan infark .
Menurut Musdalifah (2014) pada penderita stroke
menyebabkan gangguan aktifitas, salah satunya diakibatkan oleh
menurunnya kekuatan otot ekstremitas sebagai akibat adanya lesi
di korteks motorik. Terdapat juga penurunan kesadaran pada pasien.
Pada pengkajian aktivitas / istirahat didapatkan pada data Tn.S
dan Tn.A memerlukan bantuan dari orang lain pada semua aktivitasnya
64

seperti makan, minum, berpakaian, mandi, dan ambulasi dengan nilai


ketergantungan 2 menurut klarifikasi dari Dongoes (2015)

2. Diagnosa Keperawatan

Dalam hal ini penulis membahas mengenai kesesuaian dan


kesenjangan antara teori dengan kasus serta alasan penulis dalam
menegakkan diagnosa keperawatan. Masalah yang muncul pada Tn.S
dan Tn.A sama sesuai dengan teori menurut SDKI (2016) yaitu
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot yang ditandai dengan tanda mayor subjektifnya mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas dan objektifnya yaitu kekuatan otot menurun,
rentang gerak (ROM) menurun. Sedangkan tanda minor subjektifnya
yaitu nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa
cemas saat bergerak dan objektifnya yaitu sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah.

3. Intervensi Keperawatan

Masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik disebabkan oleh


penurunan kekuatan otot, tujuan dari intervensi yang dilakukan adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan masalah pasien teratasi dengan kriteria hasil yaitu
pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang
gerak (ROM) meningkat.
Adapun intervensi yang akan dilakukan penulis menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) identifikasi intoleransi fisik
melakukan pergerakan, monitor frekuensi tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi, jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, libatkan
keluarga dalam latihan pergerakan, ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur,
65

pindah dari tempat tidur ke kursi), kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian therapy obat.

4. Implementasi Keperawatan

Dalam pelaksanaan implementasi ada beberapa implementasi yang


harus di lakukan kepada Tn.S dan Tn.A , diantaranya mengkaji tingkat
kemampuan pasien dalam mobilisasi implementasi ini terlaksana dan
tercapai selama pengkajian 3x24 jam respon pasien subjek masih sulit
untuk menggerakkan ekstremitas kirinya dan klien tampak terbaring
lemah. Objek Monitor frekuensi tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi implementasi ini juga sudah terlaksana dan tercapai.
Melakukan Latihan mobilisasi rom dalam Latihan ini juga terlaksana dan
tercapai pasien kooperatif dan mampu mengikuti therapy yang diberikan
oleh perawat. Mengajarkan mobilisasi sederhana sudah terlaksana dan
tercapai pasien serta keluarga membantu dalam memberikan mobilisasi.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy obat disini perawat
sudah melaksanakan pemberian obat sesuai dosis yang diberikan dokter.
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien yang sesuai
dengan perencanaan dapat dilakukan dengan baik namun masih ada
yang perlu dikuatkan yaitu dalam pendokumentasian tindakan asuhan
keperawatan. Pada kasus Tn.S dan Tn.A penulis tidak
mendokumentasikan lengkap 24 jam melainkan hanya satu kali siklus
shift saja setiap harinya. Tetapi pada kasus ini penulis telah
melakukan pendelegasian kepada perawat dan teman sejawat agar
asuhan keperawatan yang diberikan tetap berkesimbungan.
Sehingga dalam hal ini penulis melakukan pembenaran seharusnya
tindakan keperawatan dilakukan 24 jam penuh dan secara
berkelanjutan.
66

5. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan pada masalah


hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot menggunakan format SOAP pada klien, hasil evaluasi tindakan
keperawatan yang didapatkan pada tanggal 12 Januari 2022 dan 15
Januari 2022 menghasilkan data subyektif yaitu: Tn.S mengatakan
tangan kirinya serta kaki kirinya sudah bisa untuk digerakkan.
Sedangkan, Tn.A mengatakan tangan dan kaki kirinya masih lemas,
meski belum teratasi perawat tetap melakukan delegasi keperawatan
sesuai sop yang sudah ditetapkan.
Data obyektif yang didapatkan dari Tn.S yaitu: hasil pengukuran
vital sign sebelum latihan hasilt ekanan darah klien 142/92 mmHg,
denyut nadi 70x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu tubuh 36ºC. Skala
kekuatan otot yang didapatkan pada ekstremitas inferior sinistra adalah 4
dan ekstremitas superior sinistra adalah 4. Sedangkan, Data obyektif
yang didapatkan dari Tn.A yaitu: hasil pengukuran vital sign sebelum
latihan hasilt ekanan darah klien 150/90 mmHg, denyut nadi
80x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu tubuh 36,5ºC. Skala kekuatan
otot yang didapatkan pada ekstremitas inferior sinistra adalah 1 dan
ekstremitas superior sinistra adalah 1.
Analisa dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
klien adalah masalah belum teratasi keseluruhan dikarenakan klien
belum dapat mencapai semua kriteria hasil yang direncanakan. Belum
teratasinya masalah ini dikarenakan kurangnya intensitas latihan dan juga
waktu yang dilakukan pada klien,selain itu belum teratasinya masalah
pada pasien juga dikarenakan faktor kondisi patologis pada pasien
itu sendiri dimana pada masa penyembuhan pada pasien dengan
penyakit stroke membutuhkan waktu penyembuhan yang lama.
Pelaksanaan latihan yang telah dilakukan pada klien yaitu 1x sehari
selama 3 hari dalam kurun waktu sekitar 15 menit.Penelitian yang
dilakukan oleh Murtaqib (2015), latihan ROM aktif/pasif yang
67

dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 selama 1-2 minggu dimana


latihan dilakukan rutin 2 kali dalam sehari selama 10-15 menit yaitu pagi
dan sore hariserta dibutuhkannya waktu yang cukup lama dalam
pemulihan pasien stroke.
Berdasarkan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, klien
perlu melanjutkan rencana yang telah dilakukan yaitu diantaranya
monitor frekuensi tekanan darah sebelum memulai mobilisasi, ajarkan
mobilisasi sederhana yang harus dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi), kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian therapy obat.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada Tn.S didapatkan data focus bahwa Tn.S
mengalami kelemahan pada ektremitas kiri atau hemiparesis sinistra.
Pada Tn.S didapatkan data skala kekuatan otot ekstremitas sinistra
superior dan inferior adalah 3. Tingkat kemampuan mobilisasi pada
pasien yaitu dengan nilai 2 dimana pasien membutuhkan bantuan dan
pengawasan orang lain baik keluarga maupun perawat, serta mengalami
penurunan derajat rentang gerak kiri. Pada Tn.A didapatkan data focus
bahwa Tn.A mengalami kelemahan pada ektremitas kiri atau hemiparesis
sinistra. Pada Tn.S didapatkan data skala kekuatan otot ekstremitas
sinistra superior dan inferior adalah 1. Tingkat kemampuan mobilisasi
pada pasien yaitu dengan nilai 2 dimana pasien membutuhkan bantuan
dan pengawasan orang lain baik keluarga maupun perawat, serta
mengalami penurunan derajat rentang gerak kiri
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam diagnosa keperawatan penulis merumuskan diagnosa pada
Tn.S dan Tn.A yaitu gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan data mayor subyektifnya
mengeluh sulit saat menggerakan ekstermitas dan obyektifnya kekuatan
otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, sedangkan data minor
subyektifnya nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa
cemas saat bergerak dan obyektifnya sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas dan fisik lemah
3. Intervensi Keperawatan

68
69

Intervensi keperawatan yang diberikan untuk mengatasi masalah


hambatan mobilitas fisik pada yaitu dilakukan dalam waktu 3 x 24
jam dengan tujuan agar masalah hambatan mobilitas fisik teratasi
dengan intervensi keperawatan yaitu meliputi: identifikasi intoleransi
fisik melakukan pergerakan, monitor frekuensi tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi, jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, libatkan
keluarga dalam latihan pergerakan, ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi), kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian therapy obat.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang diberikan pada pasien sesuai
dengan intervensi keperawatan yaitu meliputi: mengidentifikasi
intoleransi fisik melakukan pergerakan, memonitor frekuensi tekanan
darah sebelum memulai mobilisasi, menjelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi, melibatkan keluarga dalam latihan pergerakan, mengajarkan
mobilisasi sederhana yang harus dilakukan ( mis. Duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi),
mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy obat
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi tindakan selama 3x24 jam pada pasien belum bisa
teratasi dikarenakan klien belum dapat mencapai semua kriteria hasil
yang direncanakan. Belum teratasinya masalah ini dikarenakan
kurangnya intensitas latihan dan juga waktu.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang disampaikan diatas, maka penulis


dapat menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Institusi pendidikan
70

Bagi institusi pendidikan terkait, diharapkan hasil penelitian ini


dapat menjadi bahan atau materi pembelajaran dikalangan
mahasiswa agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan tentang
gangguan mobilitas fisik pada klien Stroke Non Hemoragik.
2. Penulis
a. Dalam pengkajian seharusnya penulis fokus dalam masalah yang
terjadi pada klien.
b. Dalam diagnosa sebaiknya dalam menegakkan diagnosa penulis
menambahkan data seperti pemeriksaan diagnostik yang dapat
lebih memperkuat diagnosa berdasarkan komponen diagnosa
PEES (Problem, Etiologi, Sign, Symptom).
c. Seharusnya penulis dalam menuliskan intervensi keperawatan
disertai dengan rasional.
d. Pada implementasi, seharusnya respon yang ditulis merupakan
respon yang diharapkan setelah dilakukan suatu tindakan
keperawatan.
e. Pada evaluasi proses, seharusnya penulis membuat evaluasi
proses setiap ada perubahan pada kondisi pasien agar
perkembangan kesehatan pasien bisa lebih jelas lagi
3. Pasien dan keluarga
Dapat mengetahui penyakit Stroke Non Hemoragik dan cara
perawatan pada pasien Stroke Non Hemoragik dengan fokus studi
gangguan mobilitas fsik.
4. Pembaca
Kepada pembaca diharapkan penulisan karya tulis ilmiah ini dapat
menjadi inspirasi dan untuk menambah wawasan serta pengetahuan
tentang stroke non hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Huda Amin & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta :
MediAction

Hidayah, N. (2019). Buku Seri Keperawatan Komplementer. Media Sahabat


Cendekia/

Riskesdas. (2018). Laporan Riskesdas 2018 Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. In Laporan Nasional Riskesdas 2018, (Online).
(https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/f
iles/Hasil-riskesdas-2018_1274 .pdf diakses pada tanggal 6
November 2021)

Ariani, A.T. (2012). Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika.

Batticaca, F.C. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Junaidi, Iskandar. (2011). STROKE, Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : CV.


Andi Offset.

Lingga, Lanny. (2013). All About Stroke Hidup Sebelum dan Pasca Stroke. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo

Rahmadani, E. & Rustandi, H. (2019). Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke


Non Hemoragik Dengan Hemiparese Melalui Latihan Range Of
Motion (ROM) Pasif. Journal of Telenursing.

Affandi, I.G. & Reggy, P. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada
Stroke. CDK-238.

PERDOSSI. (2011). Pedoman Penatalaksanaan Stroke.Himpunan Dokter Spesialis


Saraf Indonesia.

71
72

National Medicines Information Centre. (2011). The Management of Stroke.


Management of Stroke Bulletin. Vol. 17. No. 3.

Nasrullah, Dede. 2016. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Jilid I Dengan Cinta dan
Kasih Sayang. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

WHO. 2010. The World Health Report. (2010).


http://www.who.int./whr/2010/en/index.html. diakses 5 November

2018.

Departemen kesehatan Republik Indonesia. (2013). Buletin jendela data dan


Informasi Kesehatan. Diakses pada tanggal 5 November 2021 dari
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/

Ambawarti, Respati Fitri. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta:


Dua Satria Offset

Azizah, Nur, & Wahyuningsih. (2020). Genggam Bola Untuk Mengatasi


Hambatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

Risnanto, & Insani, U. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah: Sistem Muskuloskeletal. Edisi I. Yogyakarta : Deepublish.

Hidayat & Uliyah. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Ed.2.Jakarta:


Salemba Medika.

Sudarsini. (2017). Fisioterapi. Malang : Gunung Samudera


73

Syahrim, W. E. P., Azhar, M. U., & Risnah. (2019). Efektifitas Latihan ROM
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke
: Study Systematic Review. Media Publikasi Promosi Kesehatan
Indonesia

(MPPKI). Irdawati. (2012). Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Keseimbangan


Pasien Stroke Non-Hemoragik. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Muttaqin, A. (2012). Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Agusrianto, & Rantesigi, N. (2020). Penerapan Latihan Range Of Motion (ROM)


Pasif Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Pada
Pasien Dengan Kasus Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan.

Nababan, T. & Giawa, E. (2019). Pengaruh ROM Pada Pasien Stroke Iskemik
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Di RSU Royal Prima
Medan Tahun 2018. Jurnal Keperawatan Priority.

Rehatta, N.M., Suwandito, & Prihatanto, F.S.I. (2015). Pedoman Keterampilan


Medik 1: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya :
Airlangga Univercity Prss (AUP).

Yazid, Budiana. (2017). Gambaran Kekuatan Otot Pasien Stroke Yang


Imobilisasi Di RSUP. H. Adam Malik Medan. Jurnal
Keperawatan Flora.

Rohman, Ujang. (2019). Perubahan Fisiologis Tubuh Selama Imobilisasi


Dalam Waktu Lama. Jurnal Sport Area.

Basri, B., Utami, T., & Mulyadi, E. (2020). Konsep Dasar Dokumentasi
Keperawatan. Bandung : Media Sains Indonesia
74

Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia). Malang : Edulitera.

Syahrim, W. E. P., Azhar, M. U., & Risnah. (2019). Efektifitas Latihan ROM
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke
: StudySystematic Review. Media Publikasi Promosi
Kesehatan Indonesia (MPPKI).

Azizah, Nur, & Wahyuningsih. (2020). Genggam Bola Untuk Mengatasi


Hambatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik.
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan.

Rachmawati, D., Andarini, S., & Ningsih DK. (2017). Pengetahuan Keluarga
Berperan Terhadap Keterlambatan Kedatangan Pasien Stroke
Iskemik Akut di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Kedokteran
Brawijaya

Yueniwati, Yuyun. (2016). Pencitraan Pada Stroke. Malang : Universitas


Brawijaya Press (UB Press).

Bakara, D. M & Warsito, S. (2016). Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif


Terhadap Rentang Gerak Sendi Pasien Pasca Stroke. Idea
Nursing Jurnal, VII

Karunia, Esa. (2016). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan


Kemandirian Activity Of Daily Living Pasca Stroke. Jurnal
Berkala Epidemiologi.

Yazid, Budiana. (2017). Gambaran Kekuatan Otot Pasien Stroke Yang


Imobilisasi Di RSUP. H. Adam Malik Medan. Jurnal
Keperawatan Flora.
75

Sari, S. H., Agianto & Wahid, A. (2015). Batasan Karakteristik dan Faktor Yang
Berhubungan (Etiologi) Diagnosa Keperawatan : Hambatan
Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke. DK

Mutiarasari, Diah. (2019). Ischemic Stroke : Symptoms, Risk Facors, and


Prevention. Jurnal Ilmiah Kedokteran.

PPNI. (2018). Standar Diagnosai Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI.

Setiadi, (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu
LAMPIRAN

Lampiran 1 : SOP ROM Aktif dan Pasif

SOP ROM Aktif

SOP
LATIHAN RENTANG GERAK AKTIF

PENGERTIAN Rentang Gerak atau Range of Motion (ROM) adalah pergerakan maksimal dari
sendi mungkin bisa dilakukan. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot. ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan
oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan energi sendiri.
TUJUAN • Melatih aktivitas seluruh sendi tubuh sehingga sendi-sendi tersebut tidak kaku
dan tidak terjadi cedera atau kecelakaan pada saat tubuh di gerakkan
• Meningkatkan atau mempertahankan fleksibiltas dan kekuatan otot
• Mencegah kekakuan pada sendi
• Mencegah.kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
• Merangsang sirkulasi darah
• Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
INDIKASI Dilakukan saat pasien dapat mengkontraksikan otot secara aktif dan menggerakkan
ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak, saat pasen memiliki kelemahan otot
dan tidak dapat menggerakkan persendian sepenuhnya, untuk program latihan
aerobic, serta untuk untuk memelihara mobilisasi ruas di atas dan dibawah daerah
yang tidak dapat bergerak.
PROSEDUR A. Persiapan :
1) Persiapan Pasien
• Pastikan identitas pasien

76
77

• Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan dan tujuan dilakukan


tindakan keperawatan, berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
dan jawab seluruh pertanyaan pasien
• Pastikan pasien pada posisi aman dan nyaman
• Jaga privasi pasien
2) Persiapan Alat
• Bantal
• Goneometer
• Tempat Duduk/Pegangan
• Minyak Penghangat, bila diperlukan
3) Persiapan Perawat
• Lakukan pengecekan program terapi yang dijalani klien
• Cuci tangan
• Tempatkan alat di dekat pasien
B. Penatalaksanaan :
1) Berikan salam, serta memperkenalkan diri pada klien dan juga keluarga
2) Jelaskan prosedur tindakan dan tujuan dilakukan tindakan pada pasien
3) Bantu klien untuk berada pada posisi yang nyaman (berdiri)
4) Cuci tangan
5) Amati klien dan jaga keamanan gerak klien
6) Pelaksanaan :
• Panggul
1. Fleksi : menggerakkan kaki dan tungkaike depan dan keatas sejauh
90⁰-120⁰
2. Ekstensi : menggerakkan kembalikan kaki da tungkai ke samping
tungkai kaki lainnya sejauh 90⁰-120⁰
78

3. Hiperekstensi : menggerakkan kaki dan tungkai kebelakang dan


keatas sejauh 30⁰ -50⁰

Fleksi dan Ekstensi


Hiperekstensi (30⁰-50⁰) (90⁰-120⁰)

4. Abduksi : menggerakkan kaki dan tungkai ke samping luar tubuh


sejauh 30⁰-50⁰
5. Adduksi : menggerakkan kaki dan tungkai ke arah tubuh sejauh
30⁰-50⁰

Abduksi (30⁰-50⁰) Adduksi (30⁰-50⁰)

6. Rotasi Dalam : memutar kaki dan tungkai kearah kaki lain sejauh
90⁰
79

7. Rotasi Luar : memutar kaki dan tungkai keluar tubuh menjauhi


tungkai lain sejauh 90⁰

Sirkumduksi
(360⁰)

8. Sirkumduksi : menggerakkan kaki dan tungkai memutar 360⁰


• Lutut
1. Fleksi : menggerakkan tumit kearah belakang paha sejauh 120⁰-
130⁰
2. Ekstensi : menggerakkan kembali tumit ke lantai lurus sejauh 120⁰-
130⁰

Fleksi
(120⁰-130⁰)
Ekstensi
(120⁰-130⁰)

• Pergelangan Kaki
1. Dorsofleksi : menggerakkan punggung kaki kearah atas sejauh 20⁰-
30⁰
2. Plantarfleksi : menggerakkan punggung kaki kebawah sejauh 45⁰-
50⁰
80

Dorsofleksi Plantarfleksi
(20⁰-30⁰) (20⁰-30⁰)

3. Inversi : memutar telapak kaki kesamping dalam tubuh sejauh 10⁰


4. Eversi : memutar telapak kaki ke samping luar tubuh sejauh 10⁰
Eversi
(10⁰)
Inversi
(10⁰)

• Jari-jari Kaki
1. Fleksi : menggerakkan jari kaki kebawah dengan rentang 30⁰-60⁰
2. Ekstensi : menggerakkan jari kaki kembali keadaan semula dengan
rentang 30⁰-60⁰

Fleksi
(30⁰-60⁰)

Ekstensi
(30⁰-60⁰)

3. Adbduksi : menggerakkan jari kaki saling menjauh satu sama lain


dengan rentang 15⁰
4. Adduksi : merapatkan kembali jari-jari kaki dengan rentang 15⁰
81

C. Dokumentasi :
1) Catat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan
2) Awasi tanda-tanda adanya gangguan sistem neurologi
3) Catat tingkat toleransi gerakan pada pasien

SOP ROM Pasif

SOP
LATIHAN RENTANG GERAK PASIF

Pengertian Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang


gerak yang normal (klien pasif), Kekuatan otot 50 %.
Tujuan 1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Menstimulasi sirkulasi
4. Mempercepat rehabilitas
5. Mencegah terjadinya kecacatan
Indikasi 1. Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan
pergerakan aktif akan menghambatproses penyembuhan.
2. Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada
ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest
total.
Kontraindikasi 1. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cedera.
a. Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas gerakan yang
bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan memperlihatkan manfaat
terhadap penyembuhan dan pemulihan.
b. Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah,
82

termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan.


2. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan
(life threatening)
3. ROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar, sedangkan AROM
pada
sendi ankle dan kaki untuk meminimalisasi venous stasis dan pembentukan
thrombus
4. Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arterikoronaria, dan lain-lain,
ROM pada ekstremitas atasmasih dapat diberikan dalam pengawasan yang
ketat.
Persiapan Alat 1. Handuk kecil
2. Lotion/ baby oil
3. Minyak penghangat bila perlu (misal: minyak telon
Prosedur A. Prosedur umum
1. Cuci tangan untuk mencegah organisme
2. Jaga Privasi klien dengan menutup pintu atau memasang sampiran
3. Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang akananda kerjakan dan
minta
klien untuk dapat bekerja sama.
4. Atur ketinggian tempat tidur yang sesuai agar memudahkan perawat dalam
bekerja, terhindar darimasalah penjajar tubuh dan pergunakan selalu prinsip-
prinsip mekanik tubuh.
5. Posisikan klien dengan posisi supinasi dekat dengan perawat dan buka bagian
tubuh yang akan digerakkan.
6. Rapatkan kedua kaki dan letakkan kedua lengan pada masing-masing sisi
tubuh.

7. Kembalikan pada posisi awal setelah masing-masing gerakan. Ulangi


masing-
masing gerakan 3kali.
83

8. Selama latihan pergerakan, kaji :


- Kemampuan untuk menoleransi gerakan
- Rentang gerak (ROM ) persendian yang bersangkutan.
9. Setelah latihan pergerakkan, kaji denyut nadi dan ketahanan tubuh terhadap
latihan.
B. Prosedur Khusus
1. Pergerakan bahu
- Pegang pergerakan tangan dan siku penderita, lalu angkat selebar bahu,
putar
ke luar dank e dalam.
- Angkat tangan gerakkan ke atas dengan dibengkokan lalu kembali ke posisi
awal.
- Gerakan tangan dengan mendekatkan lengan kearah badan hingga
menjangkau tangan yang lain.
2. Pergerakan siku
- Buat sudut 90° pada siku lalu gerakan lengan ke atas dan ke bawah dengan
membuat gerakan setengah lingkaran.
3. Pergerakan leher
- pegang pipi pasien lalu gerakkan ke kiri dan ke kanan
- gerakkan leher menekuk ke depan dan ke belakang

Terminasi 1. Mengevaluasi hasil tindakan


2. Berpamitan dengan klien dan membereskan alat-alat.
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam buku catatan perawatan.
84
Lampiran 2 : Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. BIODATA
1. Nama Lengkap : Irma Febriana Damayanti
2. NIM : P1337420419103
3. Tanggal Lahir : 3 Februari 2002
4. Tempat Lahir : Blora
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah :
a. Kelurahan : Seso
b. Kecamatan : Jepon
c. Kab/ kota : Blora
d. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telepon :
a. Rumah :-
b. Hp : 089530153162
c. E-mail : irmafebriana7@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan Diploma III Keperawatan Blora
2. Pendidikan SMK di SMK Bhakti Mulia Blora, lulus tahun 2019
3. Pendidikan SLTP di SMP Negeri 1 Jepon, lulus tahun 2016
4. Pendidikan SD di SD Negeri Seso, lulus tahun 2013
5. Pendidikan TK di TK Pertiwi Seso, lulus tahun 2007

Blora, November 2021

Irma Febriana Damayanti


NIM. P1337420419103

84
Lampiran 3 : Lembar Bimbingan

LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLORA
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : Irma Febriana Damayanti


NIM : P1337420419103
Nama Pembimbing : Warijan, S.Pd., A.Kep., M.Kes
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada
Lansia Stroke Non Hemoragik Di RSUD dr. R. Soetijono
Blora

N NO HARI/TANGGAL MATERI SARAN TANDA MONITOR


BIMBINGAN TANGAN KAPRODI
PEMBIMBING

1.

2.

3.

85
86

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.
87

11.

12.

Blora, November 2021


Kepala Program Studi Keperawatan Blora
Program Diploma III

Joni Siswanto, S.Kp, M.Kes


NIP. 196607131990031003

Anda mungkin juga menyukai