Anda di halaman 1dari 153

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS PERNAPASAN

PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

DI POLI PARU RSUD H.MOCH ANSHARI SALEH

BANJARMASIN

Proposal Skripsi

DisusunOleh :

Emy Pratama NPM 1614201110074

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2020
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS PERNAPASAN

PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS(PPOK)

DI POLI PARU RUMAH SAKIT UMUM H.MOCH

ANSHARI SALEH BANJARMASIN

Proposal Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Untuk memenuhi salah satu persyaratan

Dalam menyelesaikan program studi

S-1 Keperawatan

DisusunOleh :

Emy Pratama NPM 1614201110064

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2020

ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi ini dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Status Pernapasan
Pada Pasien Penyakit Paru Obstroktif Kronik Di Poli Paru RSUD dr.H Moch
Ansari Saleh Banjarmasin” oleh (Emy Pratama, NPM: 1614201110074) telah
diperiksa dan disetujui oleh pembimbing, dan akan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Seminar Hasil Skripsi Program Studi S.1 Keperawatan Fakultas
Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.

Banjarmasin, 8 Juli 2020


Pembimbing 1

(Novia Heriani, Ns.,M.Kep) (Pimpinan Sidang)


NIK: 0106111988092012012

Pembimbing 2

(Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.,Kep.,MB) (Anggota)


NIK: 0129071979018003002

Mengetahui
Katua Program Studi S.1 Keperawatan

Izma Daud, Ns.,M.Kep

NIK: 01 16071984048 003 010

iv
PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI

Proposal Skripsi ini berjudul“Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Pernapasan


pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis ”yang dibuat oleh Emy Pratama,
NIM: 161420110074, telah diujikan di depan tim penguji pada Seminar Proposal
Skripsi Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin pada tanggal 12 Maret
2020.

DEWAN PENGUJI:

Penguji 1:

(Novia Heriani, Ns.,M.Kep) (Pimpinan Sidang)


NIK: 0106111988092012012

Penguji 2:

(Anggota )
Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB
NIK: 0129071979018003002

Mengesahkandi :Banjarmasin
Tanggal : 15 Maret 2020

Mengetahui,
Dekan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Ketua ProgramStudi
Keperawatan S1Keperawatan

v
Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB Izma Daud, Ns.,M.Kep
NIK : 01 29071979 018 003 002 NIK01 16071984048 003 010

vi
PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Emy Pratama

NPM : 1614201110074

Program Studi : S-1 Keperawatan NERS A

Fakultas/Program : FKIK

Menyatakan dengan sebenarnyanya bahwa Propsal Skripsi yang berjudul

Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Status Pernapasan Pada Pasien Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK) Di Poli Paru RSU H.Moch.Anshari Saleh Banjarmasin

ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil

alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau fikiran

saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Proposal Skripsi ini

adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Banjarmasin, 9 Maret 2020

Saya yang membuat pernyataan,

Emy Pratama

NIM. 1614201110074

vii
16071984048 003 010

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Emy Pratama
NIM : 1614201110074
Prodi : S1 Keperawatan
Jenis Karya : Skripsi
sebagai civitas akademika Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Fakultas
Keperawatan dan Ilmu Kesehatan, yang turut serta mendukung pengembangan
ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Hak
Bebas Royalti atas karya ilmiah saya yang berjudul :

” Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Pernapasan Pada PAsien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD dr.H Moch Ansari Saleh Banjarmasin "

Dengan adanya Hak Bebas Royalti ini maka, Universitas Muhammadiyah


Banjarmasin Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatanmempunyai kebebasan
secara penuh untuk menyimpan, melakukan editing, mengalihkan ke
format/media yang berbeda, melakukan kelolaan berupa database,serta
melakukan publikasi tugas akhir saya ini dengan pertimbangan tetap
mencantumkan nama penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta dengan
segala perangkat yang ada (bila diperlukan).
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di :Banjarmasin
Pada tanggal : 8 Juli 2020

Saya yang menyatakan

(Emy Pratama)

viii
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWaRahmatullahiWaBarakatuh.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha

Pengasih dan MahaPenyayang, kepada setiap hambaNya. Atas berkat dan Rahmat

Nya jualah usaha penulis untuk menyelesaikan Proposal Skripsi yang berjudul

“Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Pernapasan pada Pasien Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK)” ini berjalan dengan lancer dan baik.

Penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan dan kerjasama yang baik dari

berbagai pihak, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag Rektor Universitas

Muhammadiyah Banjarmasin

2. Bapak Bapak Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku Dekan Fakultas

Keperawatan dan Ilmu Kesehatan sekaligus sebagai pembimbing 2 yang sangat

banyak membantu memahami tentang metode penelitian dan sistematika

penulisan yang telah sabar dalam membimbing, mendukung dan mengarahkan

penulis serta memberikan motivasi dan semangat kepada penulis

3. Ibu Izma Daud, Ns., M.Kep Ketua Program Studi S.1 Keperawatan Fakultas

Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

ix
sekaligus sebagai Penguji 3 yang telah meluangkan waktunya untuk menguji

siding hasil saya

4. Ibu Novia Heriani,Ns.,M.Kep selaku pembimbing 1 yang sangat banyak

membantu memahami tentang materi dan sistematika penulisan yang telah

banyak memberipengarahan, ilmu, bimbingan, dukungan, waktu, motivasi dan

semangat kepada penulis.

5. Kepala dan Diklat Rumah Sakit Umum H.Moch Anshari Saleh Banjarmasin

yang telah memberikan izin pengambilan data, dan melakukan studi

pendahuluan (SP).

6. Orang Tua (Ayah dan Ibu ) yang telah banyak memberikan dukungan dan

motivasi serta memberikan sarana dalam memenuhi kebutuhan dalam

pembuatan proposal skripsi saya

7. Sahabat dan teman yang telah banyak membantu dalam pembuatan proposal

skripsi saya serta memberikan dukungan dan motivasi

Terima kasih atas doa dan partisipasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal skripsi ini. Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan proposal skripsiini.

Banjarmasin, 9 Maret 2020

Penulis

x
Abstrak

Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya teknologi saat ini

menjadi salah satu penyebab dari menurunnya tingkat aktivitas fisik pada

seseorang. . Mesin – mesin baru yang canggih yang dapat menggantikan tenaga –

tenaga manusia. Perubahan inilah yang menyebabkan secara tidak langsung pola

hidup hidup masyarakat modern menjadi lebih mudah atau praktis, sehingga

masyarakat sekarang cenderung tidak banyak bergerak atau kurang melakukan

aktivitas fisik. Penurunan tingkat aktivitas fisik dapat mempengaruhi tingkat

kesehatan seseorang atau berdampak buruk bagi kesehatan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik terhadap pasien PPOK.

Ketidakmampuan beraktivitas pada pasien PPOK terjadi bukan hanya akibat sesak

napas yang dialaminya bertahun-tahun, tetapi diperburuk kondisinya oleh

penurunan fungsi otot skeletal akibat berkurangnya aktivitas sehari-hari

pasien.Penelitian ini menggunakan studi literature jurnal yang telah direview,

desain penelitian menggunakan cross-sectional dengan tahun di publikasi 3 tahun

terakhir yaitu 2018-2020, sampel pada penelitian ini pasien PPOK yang

memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data menggunakan analisis PICOT.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh Aktivitas fisik terhadap

pasien PPOK baik dari segi status pernapasan , kualitas hidup dan penyakit

lainnya yang muncul

Kata kunci : aktivitas fisik , PPOK

xi
Abstract

Along with the times and the increase in technology today is one of the causes of

decreased level of physical activity in a person. . New sophisticated machines that

can replace human labor. This change has caused indirectly the lifestyle of

modern society to be easier or more practical, so that people now tend not to move

much or do less physical activity. Decreased level of physical activity can affect

one's health level or have a negative impact on health. This study aims to

determine the relationship of physical activity to COPD patients. The inability to

move in COPD patients occurs not only due to shortness of breath they have

experienced for years, but is exacerbated by decreased skeletal muscle function

due to reduced daily activities of the patient. This study uses a reviewed journal

literature study, research design using cross-sectional study in the last 3 years of

publication, namely 2018-2020, the sample in this study was COPD patients who

met the inclusion criteria. Data collection using PICOT analysis. The results of

this study indicate that there is an effect of physical activity on COPD patients

both in terms of respiratory status, quality of life and other emerging diseases

Keywords: physical activity, COPD

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………..…………………………………………….…i

HALAMAN JUDUL……………...……………………………………………...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBIG PROPOSAL…………….…………………..iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..............................................iv

PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI......................................................v

PERNYATAAN ORINALITAS………..………………………………………vi
PERNYATAAN PUBLIKASI………………………………………………….vii
KATA PENGANTAR..............................................................................viii

ABSTRAK……………………………………………………………………….ix

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...xiii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..5

1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………………….5

1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………………...5

1.5 Manfaat nelitian……………………………………………………………….6

1.5.1 Bagi Responden………………………………………………………..6

1.5.4 Bagi Rumah sakit………………………………………………………6

1.6 Penelitian terkait………………………………………………………………7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………10

2.1 Konsep Paru………………………………………………………………….10

2.1.1 Definisi Paru………………………………………………………….10

2.1.2 Anatomi Paru…………………………………………………………11

2.1.3 Fisiologi Paru…………………………………………………………13

2.1.4 Gangguan pada organ paru……………………………………………15

xiii
2.1.5 Penyakit Paru........................................................................................16

2.2 Anatomi Organ Pernapasan.............................................................................19

2.2.1 Dinding dada dan Otot-otot pernapasan................................................19

2.2.2 Rongga Pleura.......................................................................................19

2.2.3 Saluran pernapasan...............................................................................20

2.2.4 Sirkulasi pulmoner................................................................................22

2.2.5 Pengaturan ventilasi..............................................................................23

2.2.6 Mekanisme pernapasan.........................................................................23

2.2.7 Faktor- faktor yang mempengaruhi.......................................................25

2.2.8 Status pernapasan..................................................................................29

2.3 AktivitasFisik...................................................................................................32

2.3.1 Definisi aktivitas fisik...........................................................................32

2.3.2 Jenis Aktivitas fisik...............................................................................32

2.3.3 Manfaat Aktivitas fisik dan Latihan Fisik.............................................35

2.3.4 Jenis – jenis aktivitas fisik....................................................................35

2.4 Konsep Penyakit Paru Obsruktif Kronis (PPOK)............................................37

2.4.1 Definisi PPOK.......................................................................................37

2.4.2 Etiologi PPOK.......................................................................................37

2.4.3 Patofisiologi PPOK...............................................................................38

2.4.4 Manifestasi klinis PPOK.......................................................................39

2.4.5 Komplikasi PPOK.................................................................................39

2.4.6 Derajat PPOK........................................................................................40

2.4.7 Pemeriksaan penunjang pada PPOK.....................................................41

2.4.8 Penatalaksanaan PPOK.........................................................................41

2.5 Kerangka konsep.............................................................................................44

xiv
2.6 Hipotesis.........................................................................................................45

BAB 3 METODE PENELITIAN.......................................................................46

3.1 Desain Penelitian..............................................................................................46

3.2 Definisi Operasional........................................................................................46

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling.......................................................................48

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................................50

3.4. Lokasi Penelitian.............................................................................................50

3.5 Instrumen Penelitian........................................................................................51

3.5.1 Instrumen aktivitas fisik........................................................................51

3.5.2 Status pernapasan..................................................................................52

3.6 Pengumpulan data............................................................................................53

3.7 Teknik Pengolahan Data..................................................................................54

3.8 Teknik Analisis Data........................................................................................55

3.9 Etika Penelitian................................................................................................56

BAB4 Pembahasan……………………………………………………………...60
4.1Hasil Penelusuran Jurnal.........................................................................60
4.2Pembahsan Jurnal..................................................................................61
4.2.1Jurnal Pertama…………………………………………………....…...61
4.2.2Jurnal Kedua…………………………………………………………...68
4.2.3Jurnal Ketiga................................................................................73
4.2.4Jurnal Keempat.............................................................................77
4.2.5Jurnal Kelima...............................................................................82
4.2.6Jurnal Keenam..............................................................................89
4.2.7Jurnal Ketujuh..............................................................................96
4.2.8Jurnal Kedelapan...................................................................................104
4.3KeterkaitanHipotesis dengan Jurnal- jurnal....................................................113
BAB5Penutup....................................................................................................126
Kesimpulan..........................................................................................................126

xv
Saran....................................................................................................................127
DAFTAR PUSTAKA

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional…………………………………………..……..47

DAFTAR GAMBAR

Saluran Pernapasan…………………………………………………………11,21

Kerangka Konsep……………………………………………………………...44

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kuesioner

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting

untuk terpenuhi. Seiring dengan berjalannya gaya hidup, masyarakat lebih

cenderung semakin sibuk dan memilih hal yang lebih praktis sehingga lupa

mengenai kebutuhan akan kesehatan diri sendiri.(Y.A Damayanti,2019)

Seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya teknologi saat ini

menjadi salah satu penyebab dari menurunnya tingkat aktivitas fisik pada

seseorang. Mesin – mesin baru yang canggih yang dapat menggantikan tenaga

– tenaga manusia. Perubahan inilah yang menyebabkan secara tidak langsung

pola hidup hidup masyarakat modern menjadi lebih mudah atau praktis,

sehingga masyarakat sekarang cenderung tidak banyak bergerak atau kurang

melakukan aktivitas fisik. Penurunan tingkat aktivitas fisik dapat

mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang atau berdampak buruk bagi

kesehatan (Risdiana N , Danang Putra Perdana 2018 ).

Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka dan

memerlukan energi saat melakukannya. Kurang aktivitas fisik adalah faktor

risiko terkemuka keempat yang menyebabkan kematian. (World Heatlh

Organization 2014).

1
2

Menurut WHO (2018) menemukan sekitar 25% orang diseluruh dunia atau

setara 1,4 miliar orang kurang aktif dalam melakukan aktivitas fisik dan 75%

aktif dalam melakukan aktivitas fisik. Data tersebut memiliki peningkatan

dibandingkan tahun 2010 hanya berkisar 23,3% yang kurang aktif dan 76,7

yang aktif dalam aktivitas fisik

Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 proporsi penduduk

indonesia dalam melakukan aktivitas fisik keseharian baik aktivitas fisik

tertentu misalnya olahraga cukup baik yaitu 73,9% dari penduduk Indonesia

melakukan aktivitas fisik dan sisanya 26,1% kurang aktif dalam melakukan

aktivitas fisik. Penduduk Kalimantan Selatan terbilang cukup baik dalam

melakukan aktivitas fisik dan menduduki urutan ke 2 setelah Bali. Proporsi

penduduk Kalimantan Selatan yang aktif dalam melakukan aktivitas fisik

sebesar 80,2% dan kurang aktif sebesar 19,8% (RISKESDAS 2013 )

Kalimantan Selatan terdiri 13 Kota atau Kabupaten, salah satu adalah

Banjarmasin. Kota Banjarmasin memiliki banyak penduduk dan selalu

melakukan aktivitas fisik dalam sehari – sehari. Jumlah penduduk Kota

Banjarmasin yang aktif dalam melakukan aktivitas fisik dalam sehari – hari

dengan proporsi 82,2% dan yang kurang aktif dalam melakukan aktivitas fisik

sebanyak 17,8% . Kota Banjarmasin menduduki posisi ke empat setelah kota

Banjar Baru , kota Tapin , dan kabupaten Banjar.

Menurut data yang didapat dari Riskesdas (Riset kesehatan dasar) Provinsi

Kalimantan selatan jumlah penduduk aktif dalam melakukan aktivitas fisik


3

jumlah 90% dan yang kurang aktif melakukan aktivitas fisik hanya 10%.

(Kementrian Kesehatan RI ,Riskesdes Provinsi Kalimantan Selatan,2013).

Aktivitas fisik tentu saja sangat memliki dampak bagi tubuh seseorang, baik

dari kesehatan ataupun lainnya . Seseorang yang aktif dalam melakukan

aktifitas fisik tentu akan lebih sehat di banding yang kurang aktif. Masyarakat

yang kurang aktif dalam melakukan aktifitas fisik atau tubuh kurang gerak

yang biasa disebut hipokenitik. Perilaku hipokenitik atau kurang gerak dapat

menimbulkan PTM (Penyakit tidak menular) dan penyakit degenaratif sebagai

proses penuaan, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus , kolestrol

dan obesitas. (Candrawati et al, 2016)

Aktivitas fisik juga mempengaruhi kinerja jantung dan paru – paru. Menurut

KBBI, melakukan aktivitas fisik berarti melakukan gerakan tubuh dan dapat

menyehatkan untuk tubuh dan organ – organnya. (Hidayat & Indardi,2015)

Aktivitas fisik dibedakan menjadi dua macam , yaitu aktivitas fisik sehari –

hari dan aktivitas fisik karena exercise. Exercis atau olahraga terdiri dari

beberapa pelatihan kesehatan jantung (kardiovaskuler), kekuatan dan daya

tahan serta fleksibilitas.(Berawi & Agverianti, 2017)

Kebugaran fisik bisa kita dapatkan dengan cara melakukan gerak atau

aktivitas fisik yang melibatkan bagian tubuh termasuk fungsi jantung dan

paru-paru (daya tahan jantng dan paru). Kemampuan tubuh dalam

menyediakan oksigen dalam beraktivitas sehari-hari akan semakin baik

apabila daya tahan jantung dan paru meningkat. Daya tahan jantung dan paru
4

tentu sangat penting bagi produktifitas hidup dan dapat menurunkan bahkan

mencegah penyakit degeneratif di masa mendatang. (Candrawati et al.,2016)

Aktivitas fisik atau latihan fisik (Olahraga ringan) juga dapat memberikan

pengaruh pada penyakit jantung dan paru. Salah satu penyakit paru yaitu

PPOK adalah terhambat saluran pernapasan, dengan dilakukan nya aktivitas

fisik atau latihan fisik (Olahraga ringan) yang tepat dapat membantu membuka

atau memperlancar saluran sistem pernapasan dengan cara mengeluarkan

lender yang menutupi paru dengan batuk dan meningkatkan oksigen dalam

darah. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien penderita

PPOK. Penderita PPOK yang rutin melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik

yang ringan misalnya senam senam ringan atau berjalan secara teratur maka

akan mengalami penurunan keluhan gejala PPOK yang timbul akibat

penyakitnya. Dengan kondisi ini maka penderita PPOK dapat beraktivitas

secara mandiri, berkurangnya keluhan sesak nafas , dan kecemasan. (Nugroho,

2018)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 12 Februari di

RSU H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin didapatkan hasil tentang aktivitas

fisik kepada 5 orang pasien PPOK dengan cara wawancara(kuesioner).

Didapatkan hasil 5 pasien tersebut aktif dalam melakukan aktivitas fisik , 1

dari 5 pasien aktivitas fisik baik dengan persentasi di atas 76% dan 4 orang

aktivitas fisik cukup dengan persentasi 56-75%


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut ‘’apakah ada hubungan aktivitas fisik

dengan status pernapasan pada pasien ppok’’ diRuang poli Rumah Sakit

Umum Dr.H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana hubungan aktivitas fisik dengan status pernapasan pada pasien ppok ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui ‘’hubungan aktivitas fisik dengan status pernapasan pada

pasien ppok’’ dipoli paru Rumah Sakit Umum Dr.H.Moch Ansari

Saleh Banjarmasin

1.4.2 TujuanKhusus

1.4.2.1 Mengetahui aktivitas fisik pada pasien penyakit paru obstruktif

kronis (ppok)

1.4.2.2 Mengetahui status pernapasan pada pasien penyakit paru

obstruktif kronis (ppok)

1.4.2.3 Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan status

pernapasan pada pasien penyakit paru obstruktif kronis

(ppok)
6

1.5 Manfaat nelitian

1.5.1 Bagi Responden

Memberikan pengetahuan yang bermanfaat tentang pentingnya

aktivitas fisik untuk kesehatan

1.5.2 Bagi Institusi Kesehatan atau pendidikan

Sebagai masukan bagi Institusi kesehatan atau pendidikan untuk

memberikan edukasi kepada pasien ppok tentang aktivitas fisik yang

cocok untuk penderita ppok

1.5.3 Bagi peneliti

Mengaplikasikan keilmuan serta menambah wawasan dalam

pentingnya aktivitas fisik dan mengetahui ilmu tentang penyakit

ppok

1.5.4 Bagi Rumah sakit

Sebagai informasi tentang pentingnya aktivitas fisik, serta

mengetahui aktivitas apa saja yang cocok untuk di berikan kepada

pasien ppok yang ada di rumah sakit


7

1.6 Penelitian terkait

1.6.1 Penelitian yang dilakukan oleh Wismoyo Nugraha Putra (2017).

Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik dan Aktivitas Sedentari Dengan

Overweight di SMAN 5 Surabaya. Tujuan : untuk menganalisa hubungan

pola makan, aktivitas fisik,aktivitas sedentary dengan overweight di SMAN 5

Surabaya

Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yaitu

peneliti menganalisis fator resiko dengan penyakitbyang terjadi tanpa

memberikan perlakuan atau intervensi kepada subjek penelitian. Berdasarkan

hasil dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa ada hubungan atara pola

makan, aktivitas fisik dengan overweight diSMAN 5 Surabaya

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan status

pernapasan pada pasien penyakit paru obstruktif kronis (ppok) di poli paru

RSUD H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin. Variabel bebas (independent)

dalam penelitian ini adalah aktivitas fisik , variable terkait (dependent) adalah

status pernapasan. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien ppok yang

berobat selama 6 bulan terakhir di poli paru RSUD H.Moch Ansari Saleh

Banjarmasin berjumlah 516 orang , dan pengambilan sampel menggunakan

rumus slovin dan metode purposive sampling. Alat ukur yang digunakan

berupa kuesioner , oksimetri dan stopwacth


8

1.6.2 Peneliti yang dilakukan oleh Sutri, (2014). Hubungan Aktivitas fisik

dengan Kesegaran Jasmani Pada Remaja Puasa. Tujun : Untuk mengetahui

hubungan aktivitas fisik dengan kesegaran jasmani pada remaja puasa.

Metode :Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan

observasional dengan cross sectional. Aktivitas fisik dinilai dengan

menggunakan PAQ-A responden mengisi kuesioner berdasarkan aktivitas

fisik yang dilakukan selama 7 hari terakhir, sedangkan kesegaran jasmani

diukur menggunakan TKJI

Sampel : 70 remaja desa Kalisari Randublatung Blora. Berdasarkan hasil

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan

kesegaran jasmani remaja puasa penelitian didapatkan.

1.6.3 Penelitian yang dilakukan oleh Agus Siswanto, (2014). Hubungan

Antara Latihan Fisik dan Kapasitas Paru Pada Siswa Pencak Pada Siswa

Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate di Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Tujuan : untuk mengetahui apakah ada hubungan antara latihan

fisik dan kapasitas paru pada siswa pencak silat persaudaraan terate di

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Metode : penelitian ini menggunakan

penelitian observasional (non-ekperiment). Sampel : 42 siswa, terdiri dari 21

siswa yang ikut pencak silat dan 21 yang tidak ikut pencak silat. Hasil dari

penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang bermakna

antara latihan fisik dan kapasitas paru pada siswa pencak silat persaudaraan

terate di Universitas Muhammadiyah Surakarta


10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Paru

2.1.1 Definisi Paru

Paru adalah organ tubuh pada sistem pernapasan dan berhubungan

dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Paru terdiri dari kurang

lebih 700.000.000 buah alveolus (gelembung). Alveolus adalah unit

terkecil dari organ paru-paru. Paru (pulmonal) dibagi menjadi 2

bagian yaitu kanan dan kiri serta dilindungi oleh lapisan bernama

selaput pleura untuk melindungi paru dari gesekan ketika bernapas.

(Eka Permata,2018)

Paru terletak dirongga kiri dan kanan. Paru kanan (pulmo dekstra)

memiliki 3 lobus (gelambir), sedangkan paru kiri (pulmo sinistra)

memiliki 2 lobus (gelembir). Selain di bungkus oleh selaput pleura

paru juga dilapisi oleh cairan pleura yaitu fungsinya sebagai

pelumas.(Faisal dkk , 2019)

10
11

2.1.2 Anatomi Paru

Menurut Jacques Fortin, 2016 anatomi terdiri dari beberapa

bagian , yaitu :

2.1.2.1 Venula

Darah yang mengandung oksigen diangkut oleh venula

yang memenuhi di pembuluh darah paru.

2.1.2.2 Pleura

Pleura adalah lapisan tisu tipis yang menutupi paru–paru

dan melapisi dinding bagian dalam rongga dada.

Melindungi dan membantali paru-paru , jaringan ini

mengeluarkan sejumlah kecil cairan yang berfungsi

sebagai pelumas, yang memungkinkan paru untuk

bergerak dengan lancar di rongga dada saat bernapas.

2.1.2.3 Bronkus

Bronkus atau saluran bronchial adalah saluran yang

memungkinkan udara untuk mencapai bagian dalam paru-


12

paru . Mereka dibagi menjadi beberapa cabang di jaringan

paru untuk membentuk pohon bronchial. Fungsi dari

bronkus adalah mengatur banyaknya udara yang masuk

dan keluar dari paru-paru, melindungi paru-paru dari

partikel asing dan mencegah infeksi , serta memproduksi

dahak yang dapat melindungi bronkus dari peradangan.

2.1.2.4 Bronkiolus

Bronkiolus adalah cabang dari bronkus. Tugas dari

bronkiolus adalah untuk menyalurkan udara ke alveoli

atau alveolus. Bronkiolus memliki dinding yang lebih tipis

dari bronkus dan juga tidak memiliki tulang rawan dan

tidak ada kalenjer pada mukosanya.

2.1.2.5 Alveoli paru

Alveoli paru adalah rongga kecil yang terletak di ujung

bronkiolus.Diatur dalam kelompok, mereka dikelilingi

oleh dinding tipis yang memungkinkan pertukaran gas

dengan kapiler darah yang berdekatan

2.1.2.6 Arteri pulmonalis

Arteri yang mengangkut darah miskin oksigen dan kaya

karbon dioksida ke paru-paru, satu-satunya arteri di tubuh

yang mengangkut darah yang miskin oksigen.


13

2.1.2.7 Vena pulmonalis

Vena yang mengalirkan darah ke jantung setelah

dioksigenisasi di paru-paru, berbeda dengan vena lain,

vena pulmonalis mengangkut darah yang kaya dengan

oksigen.

2.1.3 Fisiologi Paru

Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenisasi didalam tubuh

ada beberapa tahapan diantara nya yaitu

2.1.3.1 Ventilasi

Proses ini merupakan proses keluar masuknya oksigen dari

atmosfer ke dalam alveoli atau alveoli ke atmosfer , dalam

proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang

mempengaruhi diantaranya adalah perbedaan tekanan antar

atmosfer dengan paru , contohnya : semakin tinggi tempat

maka tekanan udara semakin rendah (Hidayat didalam

Retina 2014)

2.1.3.2 Difusi Gass

Merupakan proses pertukaran antara oksigen alveoli dengan

kapiler paru dan CO2 kapiler dan alveoli. Dalam proses

pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi ,menurut Syaifuddin,2016 diantaranya

adalah :
14

a. Ketebalan membran pernapasan : Ketebalan membran ini

dapat menghalangi pertukaran secara makna

b. Luas permukaan membrane pernapasan : Bila jumlah

total permukaan di kurangi pertukaran gas melalui

membran tersebut sangat terganggu

c. Koefsien difusi gas dalam substansi membran :

memindahkan masing-masing gas melalui membran

pernapasan bergantung pada kelarutannya,kecepatan

karbondioksida melalui membrane 20 kali kecepatan

oksigen

d. Perbedaan tekanan antara kedua sisi membran : Tekanan

parsial gas dalam alveoli lebih besar daripada tekanan

gas dalam darah ,maka terjadilah difusi netto dari alveoli

ke dalam darah begitu juga sebaliknya.

2.1.3.3 Transportasi Gas

Merupakakan transportasi antara O2 kapiler kejaringan

tubuh dan CO2jaringan tubuh kapiler. Proses transportasi O2

akan berkaitan dengan Hb membentuk oksihemoglobin ,

dan larutan dalam plasma . Kemudian pada transportasi CO2

akan berkaitan dengan Hb membentuk karbohemoglobin

dan larut didalam plasma , kemudian sebagian menjadi CO 3

(Hidayat didalam Retina 2014)


15

2.1.4 Gangguan pada organ paru

Gangguan atau kelainan pada organ paru yang terjadi pada individu

normal berhubungan dengan perubahan nilai fungsi paru secara fisiologis

sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya. Mulai

pada fase anak sampai kira-kira memiliki umur 22 - 24 tahun terjadi

penrtumbuhan paru sehingga pada watu itu nilai fungsi paru semakin

besar seiring dengan bertambahnya umur . Ada kalanya nilai fungsi paru

menetap kemudian menurun secara perlahan. Biasanya pada umur 30

tahun sudah mengalami penurunan. (Fitria Nursyahbani L,2011)

Dampak dari kerusakan paru terutama pada kapasitas paru apabila

mengalami kerusakan atau kelainan tertentu akan sangat terasa

dampaknya. Kapasitas paru adalah kemampuan paru dalam menanmpung

udara ketika bernapas , dalam keadaan normal kedua paru-paru mampu

menampung kurang lebih 6 liter . Seiring dengan berjalannya bertambah

usia , fungsi kapasitas paru akan mengalami penurunan bahkan rentan

terserang kuman sehingga mengalami kelainan bahkan mengakibatkan

kerusakan pada paru tersebut . Bahkan seiring dengan bertambahnya usia

pula otot diafragma melemah ,elastisitas jaringan paru – paru yang

membantu saluran udara terbuka juga berkurang dan tulang-tulangrawan

pun sudah tidak optimal dalam menjalankan fungsi nya sehingga

berpengaruh pada paru yang ingin mengembang secara maksimal

menjadi terganggu, sehingga berdampak pada sistem pernapasan dimana


16

si penderita akan mengalami sulit bernapas atau napas menjadi berat

dalam melakukan aktivitas fisik atau kegiatan sehari – hari .

Adapun beberapa dampak awal dari kerusakan atau kelainan organ paru

pada seseorang yang dapat dirasakan , yaitu :

2.1.4.1 Sesak napas

2.1.4.2 Mengi

2.1.4.3 Rasa berat atau nyeri di dada

2.1.4.4 Batuk mengandung lendir darah

2.1.4.5 Batuk terus menerus dengan atau tanpa adanya dahak

2.1.4.6 Penurunan berat badan yang drastic

2.1.4.7 Demam

2.1.4.8 Keringat malam

2.1.5 Penyakit Paru

2.1.5.1 Asma

Adalah gangguan peradangan kronis pada saluran pernapasan

yang memiliki gejala seperti, batuk , mengi ,dada terasa berat dan

kesulitan bernapas. Asma biasanya disebabkan adanya alergi

tertentu bagi suatu individu (Somantri 2012 didalam Danuar

Kusuma Arini Putri,2019)

2.1.5.2 Kanker Paru

Kanker paru bias disebabkan akibat terdirup zat tertentu misalnya

rokok atau bahan bangunan asbes dalam jangka waktu yang

lama(Soedarto,2013)
17

2.1.5.3 Tuberkulosis

Penyakit infeksi yang sangat menular, TBC disebabkan oleh basil

Koch, bakteri yang terutama mempengaruhi paru-paru. TBC

menyebabkan hampir 2 juta kematian diseluruh dunia setia

tahunnya. TBC memengaruhi paru-paru dan diwujudkan dengan

batuk disertai dahak yang kadang berdarah , nyeri dada , sesak

napas, berkeringat di malam hari dan demam , TBC juga dapat

menyebabkan kelelahan,kehilangan nafsu makan sehingga

menyebabkn penurunan berat badan. (Jacques fortin 2016)

2.1.5.4 Empisema

Empisema adalah penyakit paru-paru kronis , yang disebabkan

pembesaran alveoli paru dengan kerusakan dindingnya. Hal ini

sering merupakan komplikasi dari bronchitis kronis dan terutama

disebabkan oleh merokok. Empisema dimanifestasikan oleh sulit

dan bising pernapasan (sesak napas), batuk disertai

dahak,kelelahan dan penurunan berat badan , bahkan bias

menyebabkan gagal napas kronis atau gagal jantung(Jacques

fortin 2016)

2.1.5.5 Pneumotoraks

Pneumothorax adalah efusi udara dirongga pleura, ruang yang

terletak antara dua lipatan membrane (pleura) yang melapisi paru.

Hasilnya pemisahan dua lipatan melemah sebagian atau


18

seluruhnya sehingga paru-paru yang terkena. Pneumothorax

ditandai dengan nyeri dada,batuk kering ,lebih cepat atau lebih

sulit bernapas , peningkatan denyut jantung. Pneumotoraks dapat

disembuhkan secara spontan atau dengan thoracostomy dengan

membuat lubang kecil di dada untuk menarik udara dari rongga

pleura (Jacques fortin 2016)

2.1.5.6 Bronkitis

Penyakit bronkitis sendiri termasuk penyakit yang bersifat ringan

dan juga dapat disembuhkan. Akan tetapi bila penderita memiliki

penyakit lain yang telah lama diderita seperti jantung dan

penyakit paru-paru lainnya, maka penyembuhan bronkitispun

cukup lama dan bersifat serius. Penyakit ini biasa diderita oleh

perokok dan penderita penyakit paru menahun. Gejala dari

bronkitis bisa terjadi seperti saat kamu sedang terkena flu,

kemudian akan mengalami batuk ringan selama 1 hingga 2 hari

yang selanjutnya akan ditandai dengan keluarnya dahak berwarna

putih ataupun kuning. Jika penyakit bronkitis yang di derita cukup

berat maka akan mengalami batuk beberapa minggu dan bisa

terjadi sesak napas.(Liputan6.com, 2019)

2.2 Anatomi Organ Pernapasan

Paru merupakan bagian dari organ pernapasan atau sistem pernapasan.

Menurut Kadek Agus, 2018 Sistem pernapasan memiliki anatomi

diantaranya adalah
19

2.2.1 Dinding dada dan Otot-otot pernapasan

Dinding dada atau dinding thoraks dibentuk oleh tulang, otot ,serta

kulit. Tulang pembentuk dinding thoraks antara lain costae 12 buah ,

vertebrata thoracalis 12 buah,sternum ,clavicula dan scapula. Bagian

aspek dada berbentuk kecil yang memungkinkan hanya sebagai jalan

masuk trakea , esophagus, dan pembuluh darah , dengan bagian

dasarnya dibentuk oleh diafragma. Gerakan diafragma menyebabkan

perubahan volume intratoraks sebesar 75% selama inspirasi tenang.

Otot diafragma diafragma melekat di sekeliling bagian dasar

rongga thoraks, yang membentuk kubah diatas hepar dan bergerak

ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak

pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 sampai dengan 7 cm saat

inspirasi dalam

2.2.2 Rongga Pleura

Pleura merupakan membran serosa yang meliputi parenkim paru,

mediastinum,diafragma serta tulang iga terdiri dari pleuraviseral dan

pleuraparietal. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang

memisahkan kedua pleura tersebut sehingga memungkinkan

pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi.

Cairan pada rongga pleura juga berfungsi untuk mengurangi gesekan

antara pleura parietalis dengan viseralis , dan juga dapat berfungsi

sebagai menjaga paru-paru dari tekanan dinding dada. Cairan pleura

berasal dari pembuluh kapiler pleura. Jumlah cairan pleura


20

dipengaruhi oleh perbedaan tekanan pembuluh-pembuluh kapiler

pleura dengan rongga pleura sesuai hokum starling dan kemampuan

eliminasi cairan oleh sistem penyaliran limfatik pleura parietal. Pada

keadaan normal jumlah cairan pleura sangat sedikit (0,1 - 0,2

mL/kgBB)

2.2.3 Saluran pernapasan

Secara fungsional saluran pernapasan dibagi menjadi 2 bagian,

diantaranya adalah

2.2.3.1 Zona konduksi

Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya

udara pernapasan, serta membersihkan , melembapkan dan

menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh .

Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses

pembentukan suara .(dr.kadek,2018)

Zona konduksi terdiri atas bagian yaitu :

a. Hidung

Hidung merupakan orga pertama dari system pernapasan

yang merupakan tempat keluar masuknya udara. Fungsi

hidung sebagai penyaring untuk menyaring debu dan

kotoran yang masuk, sebagai menghangatkan udara agar

sesuai denga suhu tubuh , melembapkan udara, dan

sebagai organ penciuman.( Eka, 2018)


21

b. Faring

Faring mrupakan tabung muscular berukuran 12,5 cm

yang merentang dari dasar tengkorak sampai esophagus.

Faring dibagi menjadi 3 bagian , yaitu nasofaring,

orofaring, dan larngofaring.(Eka, 2018)

c. Trakea : batang tengkorak

Batang tengkorak kira-kira panjangnya 9cm , trakea

ntersusun atas 16-20 cincin yang terdiri atas dari tulang-

tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C).

Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir , yang berbulu


22

getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kea arah

luar. (Cut desi, 2018)

2.2.3.2 Zona respitorik

Zona respitorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang

berhubungan dengan pertukaran gas antara udara dan darah

yang terjadi dalam alveoli. Ukuran alveolus memiliki fungsi

terkait gravitasi dan volume paru. Diameter rata – rata pada

suatu alveolus diperkirakan sebesar 0,05 – 0,03 mm.

(dr.kadek, 2018)

2.2.4 Sirkulasi pulmoner

Paru mendapat darah dari dua sistem arteri , yaitu arteri

pulmonalis dan arteri bronkialis. Sirkulasi pulmoner menerima

output total melalui arteri pulmonal yang berasal dari jantung

kanan. Arteri pulmonal mmiliki 2 cabang yitu cabang mengarah

ke kiri dan cabang mengarah ke kanan berfungsi untuk menyuplai


23

kedua paru yang membawa darah ter-deoksigenasi melewati

kapiler pulmoner, dimana O2 diambil dan CO2 dieliminasi

2.2.5 Pengaturan ventilasi

Pengaturan ventilasi (peningkatan atau pgaturan ventilasi) untuk

memenuhi kebutuhuan metabolic dilakukan dengan

mengupayakan keseimbangan antara volume tidal dan frekuensi

pernapasan. Pengaturan ini dilakukan melalui tiga tahap

komponen sistem pengontrol pernapasan, yaitu Pusat control ,

Efektor pernapasan, dan sensor pernapasan. (dr.kadek, 2018)

2.2.6 Mekanisme pernapasan

Menurut Faisal Rahman ,dkk ,2019. Kita dapat melakukan

mekanisme pernapasan tersebut dengan pernapasan perut dan

pernapasan dada .

2.2.6.1 Pernapasan dada

Dalam pernapasan dada , otot yang berperan adalah otot

antar tulang rusuk. Jika otot antar tulang rusuk

berkontraksi, tulang rusuk akan terangkat sehingga rongga

dada membesar (Volume bertambah). Pernapasan dada

adalah pernapasan yang melibatkan antar tulang rusuk.

Mekanisme nya dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Fase inspirasi: Fase ini berupa kontraksinya otot antar

tulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akhirnya


24

tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil dari

pada tekanan diluar sehingga udara luar yang kaya

oksigen masuk

b. Fase ekspirasi: Fase ini adalah fase relaksasi atau

kembalinya otot antar tulang rusuk ke posisi semula

yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga

rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan

didalam rongga dada menjadi lebih besar daripada

tekanan luar sehingga udara dalam rongga dada yang

kaya karbon dioksida keluar

2.2.6.2 Pernapasan perut

Pernapasan perut adalah pernapasan yang melibatkan otot

diafragma. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut

a. Fase inspirasi: Fase ini berupa berkontraksinya otot diafragma

sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam

rongga dada menjadi lebih kecil dari pada tekanan diluar

sehingga udara luar yang kaya oksigen bias masuk

b. Fase ekspirasi: Fase ini adalah fase relaksasi atau kembalinya

otot diafragma ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya

tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai

akibatnya, tekanan didalam rongga dada menjadi lebih besar

dari pada tekanan diluar sehingga udara dalam rongga dada yang

kaya karbon dioksida bias keluar.(Faisal Rahman,dkk,2019)


25

2.2.7 Faktor- faktor yang mempengaruhi munculnya gangguan sistem

pernapasan

2.2.7.1. Usia
Seiring dengan meningkatnya usia seseorang maka

kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya

pada saluran pernapasan , Faktor usia mempengaruhi

kekenyalan paru. Dalam keadaan normal, usia tentu

mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru-

paru . Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-

18 kali permenit , pada anak –anak 24 kali permenit dan

pada bayi 30 kali permenitewasa pernapasan frekuensi lebih

kecil dibandingkan anak-anak atau bayi , akan tetapi KVP

pada orang dewasa lebih besar dibandingkan anak-anak dan

bayi . Sirait (2010) menyatakan bahwa penderita yang

mengalami gangguan pernapasan atau paru ditemukan

paling banyak pada usia produktif (15-44 tahun) hal ini

berhubungan dikarenakan usia produktif memiliki mobilitas

yang tinggi sehingga mengalami kerentanan untuk terpapar

kuman lebih besar.(Cut Desi Purnama ,2018)

2.2.7.2. Pekerjaan
Organ yang sering mengalami gangguan akibat lingkungan

kerja yang tidak baik adalah paru. Gangguan yang sering

terjadi,yaitu :
26

a. Asma adalah gangguan peradangan kronis pada saluran

pernapasan yang meiliki gejala seperti, batuk,

mengi,dada terasa berat dan kesulitan bernapas.

Penyebab asma di temapt kerja misalnya alergitepung

,bahan pembuat roti dan pewarna (Somantri,2012)

b. Kanker paru bisa disebabkan akibat menghirup asbes

dalam waktu yang lama (Soedarto ,2013)

Perkembangan industri zaman sekarang telah berkembang

pesat ,tetapi dibalik itu semua perkembangan industri juga

memberikan dampak buruk bagi kehidupan , terutama

dibidang kesehatan ,sejalan dengan adanya perkembangan

tersebut para pekerja khususnya perlu mendapat perhatian

khusus daari pihak industri yang bersangkutan . Hal ini

bersangkutan tidak sedikit pekerja yang mengalami

kerugian bagi kesehata mereka.

Indonesia pun telah mengatur tentang keselamatan dan

kesehatan kerja melalui surat keputusan Presiden Nomor 22

tahun 1993 dengan menetapkan 31 penyakit yang timbul

akibat pekerjaan , salah satunya penyakit paru akibat

pekerjaan . Paru dan saluran pernapasan merupakan organ

yang paling sering terkena dampak pajanan bahan-bahan

ditempat kerja . Berbagai bahan seperti serat , debu dan gas

dapat dihasilkan pada proses industri. Hal ini


27

mempengaruhi penyakit apa yang akan timbul ke

depannya . Salah satu penyakit saluran pernapasan yang

sering kita temui yaitu Asma yang disebabkan oleh

sentitasi dan zat perangsang yang ada disekitar tempat

kerja.(FITRIA NURSYAHBANI ,2011)

2.2.7.3. Trauma
Salah satu trauma yang memicu munculnya gangguan

pernapasan yaitu trauma toraks yaitu suatu trauma

mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun

tidak langsung dan berpengaruh pada organ didalamnya

baik disebabkan oleh benda tajam maupun tumpul ,tembus

atau tidak tembus, tetapi bisa juga disebabkan akibat

kecelakaan kendaraan bermotor . Penyebab trauma toraks

yang lain juga bisa beryupa adanya tekanan darah yang

berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan

pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam(Puruhito

2013 didalam cristhophurus N.Handayani 2018)

2.2.7.4. Zat berbahaya : Rokok


Zat berbahaya khususnya yang terdapat pada rokok

terutama zat pada tar dan nikotin . Nikotin adalah unsur

kimia beracun yang meiliki susunan seperti alkali. Unsur ini

lah yang menimbulakan banyak dampak bagi perokok ,

merokok dengan nikotin tinggi atau rendah akan


28

menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik. Sedangkan Tar adalah komponen dalam asap

rokok yang tinggal sebagai sisa setelah dihilangkan nya

komponen nitkotin , Dan tar ini bersifat lengket atau

menempel pada paru-paru . Tar adalah kumpulan dari

beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok,

dan bersifat karsinogen yaitu maksudnya bersifat merusak

sel paru . Pada saat rokok dihisap , tar masuk kedalam

rongga mulut sebagai uap padat .Setelah dingin ,akan

menjadi padat didalam sistem pernapasan dan diparu –

paru . Adapun juga zat berbahaya yang terdapat pada rokok

yaitu gas karbonmonoksida gas yang tidak berwarna dan

tidak berbau ,bahkan daya gabung gas ini lebih kuat 245

kali dengan hemoglobin daripada daya gabungnya dengan

oksigen ,Sehingga karbonmonoksida mengikat hemoglobin

darah yang membuatdarah tidak mampu mengikat

oksigen ,karbonmonoksida menyebabkan desaturasi oksigen

hemoglobin , menurunkan langsung persediaan oksigen

untuk jaringan keseluruh tubuh,Karbonmonoksida

menggantikan posisi oksigen di hemoglobin dan

mengganggu pelepasan oksigen yang harusnya dibutuhkan

oleh tubuh dan mepercepat pengapuran atau penebalan

dinding pembuluh darah . Saat pengapuran penebalan


29

dinding pembuluh darah terjadi disaluran pernapasan maka

akan mempersempit jalan napas , yang mengakibat kan

kerusakan atau terganggu saluran napas, sehingga napas

pun akan menjadi berat.

Selain itu asap rokok juga dapat menimbulkan kerusakan

atau gangguan padasaluran pernapasan seperti hilangnya

fungsi silia. Silia memiliki peran sebagai penghalau benda

asing ,sehingga benda asing tidak akan dengan mudah

masuk ke dalam paru (Aunillah & Ardam 2015 didalam

Edmundo Caesario Dwiputra 2019)

2.2.8 Status pernapasan

Adapun beberapa status pernapasan yang biasa diukur untuk

mengetahui kondisi kesehatan seseorang, adalah

2.2.8.1 Respirasi rate (RR)

Frekuensi pernapasan merupakan salah satu komponen

tanda vital, yang bisa dijadikan indicator untuk

mengetahui kondisi pasien kritis (Muttaqin,2010 ; Smith

& Roberts,2011)

Menurut hasil penelitian Bruinjs et al.(2014) bahwa

frekuensi pernapasan adalah predicator yang cukup baik

untuk mengetahui outcome pada pasien yang mengalami

cidera kepala, bersama dengan tekanan darah sistolik.


30

Namun, hasil pengukuran RR dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu : latihan atau olahraga, keadaan emosi

(takut/cemas), polusi udara , ketinggian, obat-obatan,

suhu, gaya hidup, umur, jenis kelamin, dan nyeri akut

Takhipnea : bila pada dewasa pernapasan lebih dari

24x/menit

Bradipnea : bila kurang dari 10 x/menit

Apnea : bila tidak bernapas. (Nimah, 2019)

2.2.8.2 Saturasi oksigen (SpO2)

Saturasi oksigen diambil dengan pulse oximetry sering

ditulis sebagai SpO2. Observasi saturasi oksigen

dilakukan untuk mencegah terjadinya hipoksia jaringan.

Hipoksia jaringan akan menyebabkan risiko trauma

sekunder pada jaringan otak yang akan mengakibatkan

kemtian pada pasien. (McMulan et al., 2013)

Kadar oksigen darah normal pada manusia 95%-100%.

Jika level dibawah 90%,itu dianggap rendah dan

mengakibatkan hipoksemia . Jika kadar oksigen darah di

bawah 80% dapat mengganggu fungsi organ, seperti hati

dan otak, dan secepatnya harus mendapat penanganan.

(Nimah, 2019)
31

Menurut Kozier (2010) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi saat melakukan pembacaan saturasi

oksigen , yaitu:

a. Hemoglobin

Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupu nilai Hb

rendah maka akan menunjukkan nilai normalnya.

Misalnya pada pasien dengan anemia memungkinkan

nilai SpO2 dalam batas normal.

b. Sirkulasi

Oksimentasi tidak akan memberikan bacaan yang

akurat jika area yang dibawah sensor mengalami

gangguan sirkulasi.

c. Aktivitas

Menggigil atau pergerakan secara tiba-tiba atau

berlebihan pada area sensor dapat mempengaruhi atau

mengganggu pembacaan SpO2 yang akurat.

2.2.8.3 Nadi

Denyut normal nadi adalah suatu gelombang teraba pada

arteri bila darah dipompa keluar jantung. Denyut ini

mudah diraba di suatu tempat dimana ada arteri yang

melintas(sandi, 2016).

Denyut nadi yang normal pada umumnya sekitar 60

sampai 100 kali permenit. Namun, juga dapat berubah


32

ketika habis olahraga, sedang sakit, cedera , atau

mengalami kondisi psikologis tidak stabil.

Normal : 60-100x/menit

Bradikardi : < 60x/menit

Takhikardi :> 100x/menit

2.3 AktivitasFisik

2.3.1 Definisi aktivitas fisik

Menurut WHO 2016 adalah bergeraknya seluruh tubuh dari otot-otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Istilah ini meliputi

rentang penuh dari seluruh pegerakan tubuh manusia mulai dari

olahraga yang kompetitif dan latihan fisik sebagai hobi atau aktivitas

dalam sehari hari.(Nurvita,Perdana,2018)

Sebaliknya, aktivitas yang kurang bias diartikan sebagai keadaan

dimana pergerakan tubuh minimal dan pengeluaran enrergi

mendekati resting metabolic rates(WHO 2015)

2.3.2 Jenis Aktivitas fisik

Menurut Berawi & Agverianti (2017) Aktivitas fisik dibedakan

menjadi 2 macam, yaitu aktivitas sehari-hari dan aktivitas exercise.

Exercise atau biasa yang disebut olahraga ini terdiri atas pelatihan

kesehatan jantung ,kekuatan dan kelenturan.

Adapun jenis aktivitas fisik , yaitu :


33

2.3.2.1 Aktivitas fisik harian

Jenis aktivitas fisik yang pertama ada dalam kehidupan kita

sehari-hari. Kegiatan sehari-hari dalam mengurus rumah bisa

membantu anda untuk membakar kalori yang didapatkan dari

sisa makanan yang dikonsumsi. Contohnya adalah mencuci

baju, mengepel, berjalan kaki, membersihkan jendela,

menyetrika, bermain dengan anak dan sebagainya. Kalori

yang terbakar bisa mencapai 50-200kcal perkegiatan.

(Kementrian Kesehatan RI 2018)

2.3.2.2 Latihan Fisik

Latihan fisik adalah aktivitas yang dilakukan dengan secara

terstruktur dan terencana misalnya adalah jalan kaki, jogging,

push up, peregangan, senam aerobic,bersepeda dan

sebagainya. (Kementrian Kesehatan RI,2018)

Adapun beberapa tahapan saat melakukan aktivitas fisik

a. Pernapasan

Merupakan suatu kegiatan pertama yang harus dimulai

atau dilakukan oleh siapapun yang ingin melakukan

latihan fisik. Pernapasan merupakan usaha tubuh untuk

menyesuaikan diri dengan peningkatan sirkulasi secara

bertahap. Pernapasan ditujukan agar otot rangka yang akan

digerakkan bisa beradptasi sehingga memungkinkan untuk

mencegah terjadinya cidera pada otot dan sekaligus


34

meminimalkan hutang oksigen dan terbentuknya asam

laktat. Dengan dilakukannya pernapasan maka pembuluh

darah pada otot yang akan bergerak akan melebr dan

terjadi peningkatan sirkulasi ke otot-otot yang bergerak

b. Latihan inti

Latihan ini dilakukan setelah pernapasan telah dilakukan.

Latihan harus disesuaikan dengan kemampuan atau

batasan sesuai umur, jenis kelamin, kebiasaan latihan ,

penyakit dan taraf kesehatan masing-masing

c. Pendinginan

Dilakukan setelah terjadi penurunan aktivitas secara

bertahap. Pada fase ini tekanan darah, denyut jantung , nadi

diusahakan turun secara bertahap. Pendinginan atau

pemulihan berguna agar otot-otot yang dipakai saat latihan

akan melemas, sehingga dapat memulihkan otot-otot yang

baru dipakai dan sisa pembakaran akan dikeluarkan dan

tidak tertumpuk didalam tubuh(Anggriantie 2019)

2.3.2.3 Olahraga

Olahraga diartikan sebagai aktivitas fisik yang terstruktur dan

terencana dengan mengikuti aturan-aturan yang berlaku

dengan tujuan tidak hanya untuk membuat tubuh jadi lebih

bugar dan sehat namun juga untuk mendapatkan prestasi.


35

Contoh olahraga yang sering kita temui, sepak bola, bulu

tangkis, basket, berenang, dan sebagainya. (Kementrian

Kesehatan RI, 2018)

2.3.3 Manfaat Aktivitas fisik dan Latihan Fisik

Adapun Menurut P2PTM Kementrian kesehatan RI, (2018)

beberapa manfaat Aktivitas fisik dan latihan fisik bagi seseorang ,

yaitu:

2.3.3.1 Menurunkan Risiko terjadinya penyakit degenaratif

2.3.3.2 Memperkuat otot-otot jantung

2.3.3.3 Megurangi risiko penyakit pembuluh darah tepi

2.3.3.4 Menurunkan,mencegah atau mengendalikan tekanan darah


tinggi

2.3.3.5 Menghilangkan atau menurunkan berat badan

2.3.3.6 Mencegah atau menurunkan gula darah pada penderita


DM

2.3.3.7 Memperbaiki fleksibilitas otot atau sendi

2.3.3.8 Meningkatkan rasa percaya diri

2.3.3.9 Membantu menghilangkan stress

2.3.4 Jenis – jenis aktivitas fisik

Menurut Waloya (2013) Ada beberapa jenis aktivitas fisik ,

diantaranya adalah:

2.3.4.1 Aktivitas fisik berat

Aktivitas fisik dikategorikan berat apabila selama beraktivitas

tubuh mengeluarkan banyak keringat, denyut jantung dan


36

frekuensi nafas sangat meningkat sampai kehabisan napas.

Energi yang dikeluarkan saat melakukan aktivitas pada

kategori ini > 7 Kcal/menit. Contohnya : berjalan dengan

sangat cepat(lebih dari 5km/jam),berjalan mendaki mendaki

bukit, berjalan dengan membawa beban dipunggung , naik

gunung, jogging, menyekop pasir, memindahkan batu-bata,

dan bersepeda lebih dari 15 km per jam dengan lintasan

mendaki dan sebagainya

2.3.4.2 Aktivitas fisik sedang

Pada saat melakukan aktivitas fisik sedang tubuh sedikit

berkeringat, denyut jantung dan frekuensi nafas menjadi lebih

cepat , tetap dapat berbicara. Energi yang dikeluarkan saat

melakukan aktivitas ini antara 3,5 – 7 Kcal/menit. Contohnya,

berjalan cepat pada permukaan yang rata( di rumah ,

disekolah,tempat kerja), jalan santai, pekerjaan tukang kayu,

menyusun balok kayu , membersihkan rumput dengan mesin

pemotong rumput, berkebun, mencuci mobil , dan sebagainya

2.3.4.3 Aktivitas fisik ringan

Aktivitas fisik ini hanya memerlukan sedikit tenaga dan

biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan,

saat melakukan aktivitas masih dapat berbicara dengan

normal .Energi yang dikeluarkan selama melakukan aktivitas

ini < 3,5 Kcal/menit. Contohnya, berjalan santai dirumah,


37

duduk bekerja didepan computer, membaca, menulis,

menyetir, menyetrika , mencuci piring, menyapu, menjahit,

bermain kartu, bermain video game, dan sebagainya.

(Soedirman, 2010)

2.4 Konsep Penyakit Paru Obsruktif Kronis (PPOK)

2.4.1 Definisi PPOK

Penyakitparu obstruktif kronik adalah penyakit yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya

reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan

berhubungan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

beracun atau berbahaya(Kementrian Kesehetan RI, 2008).

Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan

bersama, walaupun kedua penyakit tersebut memiliki proses yang

berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis dan emfisema

tidak termasuk dalam konsep PPOK, karena bronkitis kronik adalah

diagnosis klinis, dan emfisema merupakan diagnosis patologi

(PDPI,2010, Andani 2016)

2.4.2 Etiologi PPOK

Faktor risiko PPOK di seluruh dunia yang paling banyak di temukan

adalah akibat merokok tembakau. Selain jenis tembakau , (pipa

cerutu dan ganja) juga merupakan faktor risiko PPOK. PPOK tidak

hanya berisiko pada perokok aktif saja namun juga bisa berisiko bagi

perokok pasif yang sering terkena pajanan asap rokok. Selain itu ada
38

beberapa faktor lain yang dapat berpengaruh pada perjalanan dan

perburukan pada penderita PPOK, yaitu:

2.4.2.1 Faktor genetik

2.4.2.2 Usia & Jenis kelamin

2.4.2.3 Pertumbuhan dan perkembangan paru

2.4.2.4 Pajanan terhadap partikel atau gas berbahaya

2.4.2.5 Faktor sosal ekonomi

2.4.2.6 Asma dan hiperaktivitas saluran napas


2.4.2.7 Infeksi berulang di saluran napas (GOLD, 2017)

2.4.3 Patofisiologi PPOK

Karakteristik utama dari PPOK adalah terbatasnya aliran udara

sehingga membutuhkan watu yang lebih lama untuk pengosongan paru.

Peningkatan tahanan jalan napas pada saluran napas kecil dan

peningkatan compliance paru akibat kerusakan emfisematus

menyebabkan perpanjangan waktu pengosongan paru. Hal tersebut

dapat kita nilai dari pengukuran Volume Ekspirasi Paksa detik pertama

(FEV1) dan rasio FEV1 dengan kapasitas vital paksa (FEV 1/FVC).

(Masna dan Fachri, 2014)

Menurut The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary

Disease, 2017 Patofisiologi pada pasien PPOK sebagai berikut :


39

2.4.3.1 Keterbatasan aliran udara dan air trapping

2.4.3.2 Ketidaknormalan pertukaran udara

2.4.3.3 Hipersekresi mucus

2.4.4.4 Hipertensi pulmoner

2.4.4.5 Eksasrbasi

2.4.4.6 Gangguan sistemik

Manifestasi klinis PPOK

Manifestasi klinis pada PPOK menurut mansjoer (2008) dan GOLD

(2011) adalah adanya malfungsi kronis pada system pernapasan yang

manifestasi awalnya ditandai dengan batuk- batuk dan produksi

dahak khususnya muncul pada pagi hari. Nafas pendek sedang yang

berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas akut, frekuensi nafas

yang cepat, penggunaan otot bantu pernapasan dan ekspirasi

membutuhkan waktulebih lama daripada inspirasi

2.4.5 Komplikasi PPOK

Komplikasi penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) menurut Grace et

al (2011) dan jackon(2014) dan padila (2012):

2.4.5.1 Gagal napas akut atau acute respiratory failure (ARF)

2.4.5.2 Corpulmonal

2.4.5.3 Pneumothoraks

2.4.6 Derajat PPOK

Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiave for chronic

Obstritif Lung Disiase (GOLD) 2011.


40

2.4.6.1 Derajat I (PPOK Ringan)

Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak

sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahaya

dari penyakit ini (PPOK)

2.4.6.2 Derajat II (PPOK Sedang)

Pada tahap ini gejala sesak mulai dapat dirasakan saat

beraktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi

sputum. Pada derajat ini pasien mulai memeriksa

kesehatannya.

2.4.6.3 Derajat III (PPOK Berat)

Pada tahap ini sesak nafas akan terasa lebih berat, terdapat

penurunan aktivitas, mudah lelah, dan serangan eksasernasi

semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup penderita

tersebut

2.4.6.4 Derajat IV (PPOK Sangat Berat)

Pada tahap ini semua gejala yang ada pada tahap I,II, dan III

serta adanya tanda tanda terjadinya gagal nafas atau gagal

jantung kanan . Pasien mulai ketergantungan memakai

oksigen. Kualitas hidup mulai memburuk dan mulai terjadi

gagal nafas kronis pada saat terjadi eksaserbasi sehingga dapat

mengancam keselamatan atau jiwa pasien.(Fitria saftarina,

2017)
41

2.4.7 Pemeriksaan penunjang pada PPOK

Menurut Kementrian kesehatan RI, 2016 terdapat beberapa

pemeriksaan penunjang untuk PPOK, yaitu :

2.4.7.1 Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk

mengukur secara objektif kapasitas atau fungsi paru

(ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang

digunakan disebut spirometer

2.4.7.2 Radiologi (Rontgen thoraks)

2.4.7.3 Bila eksaserbasi akut : analisis gas darah , DRL, sputum

garam , Kultur MOR

2.4.8 Penatalaksanaan PPOK

PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif

dan irreversible. Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan

pada keadaan stabil dan eksaserbasi akut (PDPI, 2016)


42

Beberapa tujuan dari penatalaksanaan PPOK

2.4.8.1 Meminimalkan gejala

2.4.8.2 Pencegahan terjadinya eksaserbasi

2.4.8.3 Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru

2.4.8.4 Peningkatan kualitas hidup.

Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari :

2.4.8.5 Edukasi

Penatalaksanaan edukasi sangat berperan atau sangat

penting pada PPOK keadaan stabil yang dapat

dilakukan dalam jangka panjang karena PPOK

merupaka penyakit kronis yang progresif dan

irreversible. Intervensi edukasi untuk menyesuaikan

keterbatasan aktivitas fisik dan mencegah penurunan

fungsi paru. Edukasi dilakukan dengan menggunakan

bahasa yang mudah untuk dipahami, singkat, dan

langsung pada inti permasalahan yang dialami pasien.

2.4.8.6 Terapi obat yaitu ; bronkodilator, antibiotic, anti

peradangan, anti oksidan, mukolitik, dan antitusif

2.4.8.7 Terapi oksigen

Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresife

dan berkepanjangan sehingga menyebabkan kerusakan


43

sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan

oksigenasu seluler dan dapat mencegah terjadinya

kerusakan sel baik otot maupun organ-organ lainnya.

2.4.8.8 Ventilasi mekanis

Ventilasi mekanis pada pasien PPOK pada saat

eksaserbasi dengan adanya gagal nafas yang akut, gagal

nafas akut pada gagal nafas kronis atau PPOK derajat

III (berat). Ventilasi mekanis dapat dilakukan di rumah

sakit (ICU) dan di rumah

2.4.8.9 Nutrisi

Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang

disebabkan meningkatnya kebutuhan energy sebagai

dampak dari peningkatan otot pernapasan karena

mengalami hipoksemia kronis dan hiperkapni sehingga

terjadi hipermetabolisme. Malnutrisi akan

memperburuk angka kematian pada penderita PPOK

karena berhubungan dengan penurunan fungsi paru dan

analisa gas darah .(GOLD, 2006 dan PDPI, 2016 )


44

2.5 Kerangka konsep

Aktivitas Fisik
1.Aktivitas berat
2.Aktivitas sedang
3.Aktivitas ringan

Status pernapasan Hasil


1.Respirasi rate
2.SpO2 Bagus (Normal)
3.Nadi
Kurang

Sangat Kurang
45

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang

menjadi obyek dalam penelitian

H1 :Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan status pernapasan

pada pasien ppok


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting yang sering dalam

penelitian, memunginkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

memengaruhi akurasi suatu hasil. Rancangan penelitian merupakan hasil akhir

dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan

bagaimana suatu penelitian bias diterapkan. (Nursalam, 2015)

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa peneliitian

korelasional (hubungan/asisiasi) yaitu mengkaji hubungan antar variabel.

Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan , memperkirakan dan

menguji sesuai teori yang ada. Penelitian koresional bertujuan

mengungkapkan hubungan koleratif antar variabel.(Nursalam,2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubunggan aktivitas fisik dengan

status pernapasan pada pasien ppok di ruang poli RSU H.Moch.Anshari Saleh

Banjarmasin

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati

(diukur) itulah yang merupakan kunci dari definisi operasional. Dapat diamati

artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

46
47

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat

diulang lagi oleh orang lain(Nursalam,2002 dalam Nursalam,2015)

Tabel 3.1 Definisi Operasional hubungan aktivitas fisik dengan status

pernapasan pada pasien penyakit paru obstruksi kronis (ppok)

Variabel Definisi Variabel Kategori / hasil


Parameter Alat Ukur Skala
Penelitian Operasional ukur
Variabel Aktivitas fisik Klasifikasi : 1.Kuesioner Ordinal 1.Baik
independen : adalah gerakan 1.Aktivitas fisik > 76 – 100%
Aktivitas fisik tubuh yang 2.Waktu
dihasilkan oleh otot melakukan 2. Cukup
rangka dan aktivitas fisik 56- 75%
memerlukan energi
saat melakukannya 3.Kurang
< 56%

Variable Status pernapasan Nilai status 1.Oksimetri Rasio 1.Status


dependen : adalah kumpulan pernafasan pada 2.Stopwatch pernafasan
Status pernapasan nilai hasil orang dewasa. Pertukaran gas
pengukuran sistem 1.Frekuensi normal bila
pernafasan dengan Pernafasan frekuensi
cara pengkajian a. Dyspnea : pernapasan 12-
fisik untuk sesak nafas 20x/m
mengetahui b. Normal :
informasi 12-20x/m Saturasi
perubahan system c. Tadipnea: oksigen 95%-
pernafasan > 20x/m 100%
d. Bradypnea :
< 12x/m Nadi : 70 –
e. Apnea : 100x/m
henti nafas
2.Status
2.Saturasi pernafasan
oksigen gangguan
a.Hipoksia : pertukaran gas
< 95% bila :
b.Normal : Frekuensi
95-100% pernapasan
dsypnea :
3.Nadi sesak nafas
a.Bradikardi : Tadipnea :
< 60x/m > 20x/m
b.Normal : Badypnea :
<70 – 100x/m <12x/m
c.Takikardi : Apnea : tidak
> 100x/m ada nafas

Saturasi
oksigen :
48

Hipokisa :
< 95%

Nadi
Bradikardi :
< 60x/m
Takikardi :
> 100x/m

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan. Penggunaan kriteria ini sendiri dapat

digunakan untuk mendefinisikan suatu populasi dalam penelitian dan

mempunyai dampak menginterpretasi dan melakukan generalisasi hasil

(Nursalam,2015).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penyakit paru

obstruksi kronis (ppok) yang berobat di poli paru RSU H.Moch.Ashari

Saleh Banjarmasin selama 6 bulan terakhir sebanyak 516 orang pasien

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada di populasi, misalnya keterbatasan dana,

tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang

diambil dari populasi itu. (Sugiyono, 2017)


49

Sampel dalam penelitian ini adalahs pasien penyakit paru obstruksi

kronis (ppok) yang berobat di poli paru Rumah sakit umum

H.Moch.Anshari Saleh Banjarmasin selama 6 bulan terakhir sebanyak

84 pasien.

Dengan rumus slovin untuk menentukan sampel.

N
n= 2
1+ N (e)

Keterangan :

N = ukuran sampel/jumlah responden

N = ukuran populasi

E = presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel

yang masih bias ditolerir, c=0,1 (Sugiyono, 2011)

10% = Drop out

516
n ¿ 1+516 ( 0,1 )2

516
n = 1+ 516(0,01)

516
n = 1+ 5,16

516
n= 6,16

n= 83, 76 = 84

= 84 + 10% = 92,4 = 92
50

3.3.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh

untuk pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian(Nursalam,2015). Teknik

sampling pada penelitian ini menggunakan Teknik nonprobability

samplingdengan metode Purposive sampling , yaitu cara pengambilan

sampel untuk tujuan tertentu (Sugiyono, 2017).

3.3.3.1 Kriteria inklusi

a. Pasien dengan penyakit ppok

b. Bersedia menjadi responden.

c. Pasien yang tidak memiliki komplikasi dengan penyakit lain

3.3.3.2 Kriteria eksklusi

a. Pasien yang memiliki komplikasi

b. Tidak bersedia menjadi responden

c. Tidak bisa berbicara dan mendengar

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

3.4.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di poli paru Rumah sakit umum

H.Moch. Ashari Saleh, Banjarmasin, Kalimantan Selatan

3.4.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2019 sampai Juli 2020.


51

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Instrumen aktivitas fisik

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

variabel penelitian (Sugiyono, 2017). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner, kuesioner merupakan alat pengumpulan

data primer dengan metode survey untuk memperoleh opini atau

pendapat responden (Isti, 2010). Kuesioner yang digunakan dengan

skala Guttman yaitu pertanyaan tertutup dengan jawaban ya dan

tidak.Jika Ya diberi skor (1) dan tidak diberi skor (0)

Setelah klasifikasi nilai diapatkan maka data dapat kategorikan,

Perhitungan klasifikasi (kriteria nilai) untuk kategori variable faktor

individu adalah sebagai berikut

f
P= x 100%
N

Keterangan:

P = Persentasi

F = Frekuensi jawaban benar

N = Number of cases (jumlah seluruh pernyataan)

Setelah nilai didapatkan maka dapat diketahuikategori faktor individu

dan dikategorikan berdasarkan kategori sebagai berikut :


52

3.5.1.1 Baik , bila pernyataan dalam kuesioner mendapat nilai 76-100%

3.5.1.2 Cukup , bila pernyataan dalam kuesioner mendapat nilai 56-

75%

3.5.1.3 Kurang , bila pernyataan dalam kuesioner mendapat nilai <56%

3.5.2 Status pernapasan

Didalam penelitian ini peneliti hanya mengamati 3 bagian pernapasan ,

yaitu Respirasi, Nadi, dan SpO2. Dimana pengukuran respirasi cukup

diamati saja dan dibantu menggunakan alat stopwatch. Sedangkan

pengukuran SpO2 dan Nadi menggunakan alat bantu yaitu

oksimetri.Adapun beberapa batasan dalam status pernapasan yaitu :

3.5.2.1 Respirasi rate (RR)

a. Takhipnea : Lebih dari 24x/menit

b. Normal : 16- 20x/menit

c. Bradipnea : Kurang dari 10x/menit

d. Apnea : Tidak ada napas.

3.5.2.2 Saturasi oksigen (SpO2)

a. Normal : 95-100%

b. Rendah : dibawah 90%. (Nimah,2019)

3.5.5.3 Nadi

a. Normal : 60-100x/menit

b. Bradikardi : < 60x/menit

c. Takhikardi : > 100x/menit


53

3.6 Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam,2015). Dalam penelitian ini pengambilan data dilakukan

menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan sebelum dan

sesudah diberikan intervensi untuk satu kelompok responden. Prosedur

pengambilan data penelitian ini sebagai berikut :

3.6.1 Peneliti mengajukan surat ijin penelitian ke Fakultas Keperawatan dan

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

3.6.2 Peneliti mengajukan surat ijin dari FKIK ke Diklat Rumah sakit

umum H.Moch.Anshari Saleh Banjarmasin

3.6.3 Peneliti Mengajukan surat pengantar dari Diklat ke ruang poli paru

RSU Moch.Anshari saleh Banjarmasin

3.6.4 Peneliti dilaksanakan setelah mendapat ijin dari ruang poli

3.6.5 Peneliti menentukan responden dengan metode yang telah ditentukan

3.6.6 Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan prosedur

penelitian yang akan dilaksanankan kepada responden

3.6.7 Meminta responden untuk mengisi dan menanda tangani lembar

persetujuan menjadi responden jika bersedia menjadi partisipan dalam

penelitian yang akan dilakukan

3.6.8 Peneliti mempersiapkan kuesioner dengan metode tanya jawab kepada

responden
54

3.6.9 Memeriksa dan mengoreksi kembali data yang didapat apabila ada

kekurangan dari kelengkapan data.

3.7 Teknik Pengolahan Data

Menurut Hidayat (2014) langkah-langkah dalam proses pengolahan data

adalah sebagai berikut.

3.7.1 Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul

3.7.2 Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap

data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat

penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya

dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat

lokasi dan arti suatu kode dari suatu variable.

3.7.3 Data Entry

Data Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

ke dalam master tabel atau databasekomputer, kemudian membuat

distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi.

3.7.4 Melakukan Teknik Analisis


55

Dalam melakukan teknik analisis, khususnya terhadap data penelitian

akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan

tujuan yang hendak dianalisis.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisa data dilakukan berdasarkan pengisian kuesioner sebagai skala

pengukuran.

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah untuk satu variable penelitian bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable

penelitiannya (Notoatmojo,2010). Analisis univariat dalam penelitian

ini variable independen adalah aktivitas fisik dengan variable

dependen adalah status pernapasan

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisis bivarit adalah analisis terhadap dua variable luntuk melihat

hubungan antar variabel. Analisis bivarit berguna untuk menganalisis

hubugan masing-masing variabel(Notoatmojo, 2010). Uji statistik yang

digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara

variabel dependen terhadap variabel independen maka digunakan uji

Sperman Rho:

Pengambilan keputusan :

3.8.2.1 H0 ditolak : jika p value> 0,05, artinya tidak ada pengaruh

variabel independen dengan variabel dependen.


56

3.8.2.2 Ha diterima : jika p value<0,05 artinya ada pengaruh antaran

variabel independen dengan variabel dependen.

3.9 Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2015), Secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat

dibedakan menjadi tiga bagian.

3.9.1 Prinsip manfaat

3.9.1.1 Bebas dari penderitaan

Penelitian yang dilakukan harus dilaksanakan tanpa

mengakibatkan penderitaan kepada subjek/responden,

khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

3.9.1.2 Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek/responden dalam penelitian, harus

dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan.

Subjek/responden harus diyakinkan bahwa partisipasinya

dalam penelitian atau informasi yang diberikan tidak akan

dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan

subjek/responden dalam bentuk apa pun.

3.9.1.3 Risiko (benefit ratio)

Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan

keuntungan yang akan berakibat kepada subjek/responden

pada setiap tindakan.


57

3.9.2 Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

3.9.2.1 Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self

determination)

Responden harus diperlakukan secara manusiawi. Responden

memiliki hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi

responden ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun atau

akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang

pasien.

3.9.2.2 Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang

diberikan (right to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci

serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjaadi kepaada

responden.

3.9.2.3 Hak mendapatkan informasi secara lengkap (Informed

consent)

Responden harus mendapatkan informasi secara lengkap

tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, memiliki

hak bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.

Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data

yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan

ilmu.

3.9.3 Prinsip keadilan


58

3.9.3.1 Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair

treatment)

Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum,

selama dan setelah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa

adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia

atau dikeluarkan dari penelitian.

3.9.3.2 Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa

nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).


BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelusuran Jurnal

Tabel 4.1 Hasil Penelusuran Jurnal

No Peneliti Judul Jurnal Keterangan


Pengaruh Pulsed Breathing
Jurnal
Kritina L Exercise Terhadap Penurunan
Keperawatan
Silalahi, Tobus Sesak Napas Pada Pasien
1 Priority, Volume
Hasiholan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
2 ,No 1 ,Januari
Siregar (PPOK) di RSU Royal Prima
2018.
Medan
The 7th University
Irmawan Andri Low Impact Aerobic Exercise Research
Nugroho, Tintin Dapat Menurunkan Keluhan Colloqium 2018,
2
Sukartini,Sriyon Gejala Pasien Penyakit Paru Stikes PKU
o Obstruktif Kronis Muhammadiyah
Surakerta
Jurnal Ners
Pengaruh Pemberian Pursed Lip
Imron Rosyadi Keperawatan
Breathing, Diaphragmathig
Defriman Djafri Volume 15.
3 Breathing dan Ummper Limp
Dally Rahman No.2 . Oktober
pada Pasien Penyakit Paru
2019
Obstruktif Kronik

Ni Made Dwi
Yunica Astriani , . Relaksasi Pernafasan Dengan
.Volume 3 ,
Putu Indah Teknik Ballon Blowing Terhadap
4 Nomor 2 , Juni
Sintya Dewi , Peningkatan Saturasi Oksigen
2020
Kadek Hendri Pada Pasien PPOK
Yanti

59
60

Jurnal Ilmiah
Erik Kusuma, Pengaruh Senam Asma Terhadap Keperawatan
5 Bayu Kemampuan Penderita Asma di Stikes Hang tuah
Herlambang Poli Paru RSUD Bangil Surabaya Vol 15
No.1 Edisi 2020

.Jurnal Ilmiah
Wiwik Udayani, Pengaruh Kombinasi Teknik
Keperawatan
Muhammad Pernapasan Buteyko dan Latihan
6 (Scientific Juornal
Amin Berjalan Terhadap Kontrol Asma
of Nursing) Vol 6
Makhfudli Pada Pasien Asma Dewasa
No 1 tahun 2020

Zinka Matkovic International


Neven Tudoric Journal of
Danijel Cvetko Melakukan Tes Kinerja Fisik Chronic
Cristina untuk Mengidentifikasi Pasien
7 Obstructive
Esquinas PPOK dengan Aktivitas Fisik
Dario Rahelic Pulmonary
Rendah dalam Praktek Klinis
Disease 2020:15
921–929
Sheila Sinchez
Internasional
Castillo, Hubungan Antara Aktivitas Fisik
Juornal
Lee Smith, dan Komorbiditas Pada Orang
Environmental
8 Arturo Diaz Dengan PPOK yang Berada di
Research and
Suarez , and Spanyol: A Cross Sectinal
Public Health
Guillermo Felipe Analysis
2020
Lopez Sanchez

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Jurnal Pertama

Judul : Pengaruh Pulsed Breathing Exercise Terhadap

Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Penyakit Paru

Obstruksi Kronis (PPOK) di RSU Royal Prima Medan


61

Peneliti : Kritina L Silalahi, Tobus Hasiholan Siregar

Publikasi : Pengaruh Pulsed Breathing Exercise Terhadap

Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Penyakit Paru

Obstruksi Kronis (PPOK) di RSU Royal Prima Medan.

Jurnal Keperawatan Priority, Volume 2 ,No 1 ,Januari

2018. ISSN 2614-4719

Penelitian ini memiliki 2 Variabel , yaitu Variabel Independen Pengaruh

Pulsed Breathing Exercise dan Variabel Dependen Penurunan Sesak

Napas pada Pasien PPOK. Salah satu variabel dari penelitian ini

memiliki kesamaan dengan penelitian yang saya lakukan yaitu sama-

sama mengkaji tentang status pernapasan. Penelitian yang diakukan

Kritina L Mengkaji tentang Penurunan sesak nafas dimana juga

merupakan faktor dari status pernapasan yaitu Nadi,Respirasi dan SpO2.

Status pernapasan adalah kumpulan nilai hasil pengukuran sistem

pernafasan dengan cara pengkajian fisik untuk mengetahui informasi

perubahan sistem pernafasan. Nilai normal pada status pernapasan yaitu

Nadi (60-70x/m) , Respirasi (16-20x/menit) dan SpO2 (95-100%)

Pursed Lip Breathing Exercise merupakan latihan yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan otot-otot pernapasan berguna untuk

meningkatkan ventilasi fungsi paru dan memperbaiki oksigenisasi

Keterkaitan antar variabel ini adalah pulsed lip breathing exercise

merupakan salah sau bentuk terapi yang efektif dalam memperbaiki


62

penurunan sesak napas , selain murah , terapi teknik napas dalam ini

juga tidak memerlukan tempat yang luas dan alat yang tidak mahal

sehingga cocok dilakukan oleh semua orang terutama pasien PPOK.

Analisis Bivariat pada penelitian ini menggunakan uji wilcoxon pada

program SPSS versi 22. Uji wilcoxon yaitu hipotesa komparatif yang

digunakan untuk menguji beda mean peringkat (data ordinal) dari dua

hasil pengukuran pada kelompok yang sama (beda peringkat pre test

dan post test), dengan derajat kemaknaan (α) 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan usia disajikan

sebagai berikut:

Tabel.1

Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan

Jenis kelamin dan usia responden di RSU Royal Prima Medan di tahun

2018
63

Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui bahwa dari 8 responden mayoritas

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (100%) dan minoritas

perempuan tidak ada. Berdasarkan usia mayoritas berusia 40-45 tahun

sebanyak 6 orang (78%), minoritas berusia 50-55 tahun sebanyak 1

orang (11%), dan usia 30-35 tahun sebanyak 1 orang (11%).

Tabel.2
Frekuensi pernapasan responden Penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK) sebelum dilakukan Pulsed Lip Breathing Exercise di RSU

Royal Prima Medan Tahun 2018

Berdasarkan table 2 diatas diketahui bahwa dari 8 responden yang

mengalami sesak napas sedang sebanyak 7 orang (88,9%), sesak

napas berat 1 orang (11, 1%), dan sesak ringan tidak ada

Tabel.3

Frekuensi Fernapasan Responden Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK) Sesudah Dilakukan Pulsed Lip Breathing Exercise di RSU

Royal Prima Medan Tahun 2018


64

Berdasarkan table 3 diatas diketahui bahwa setelah dilakukan

Pulsed Lip Breathing Exercise selama 4 hari diperoleh data

bahwa dari 8 responden yang mengalami sesak napas ringan

sebanyak 6 orang (77,8%) sesak napas sedang ada 2 orang (22,2%)

dan yang mengalami sesak napas berat tidak ada

Tabel.4
Pengaruh Pulsed Lip Breathing Exercise Terhadap Penurunan Sesak

Napas Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSU

Royal Prima Medan Tahun 2018

Berdasarkan table 4 diketahui bahwa hasil uji Wilcoxon pada saat uji

pre test nilai mean 2,13 dan nilai median 2,00. Pada saat uji post test

nilai mean 1,25 dan nilai median 1,00. Maka didapat nilai Z = -2,646
65

dengan p value sebesar 0,008 < 0,05 sehingga kesimpulan Ho ditolak

dan Ha diterima, disimpulkan bahwa ada pengaruh pulsed lip breathing

exercise terhadap penurunan sesak napas pada pasien penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) di Rumah Sakit Umum Royal Prima

Medan tahun 2018.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Imron

Rosyadi (2019) Pengaruh Pemberian Pursed Lip-Breathing,

Diaphragmatic Breathing,danUpper Limb Stretching Terhadap Skala

Dispnea pada Pasien PPOK. latihan pursed lip breathing,

diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching dengan kelompok

kontrol yang tidak diberikan terapi. 38 pasien PPOK dikelompokkan

menjadi kelompok intervensi (n=18) dan kelompok kontrol (n=18).

Kelompok intervensi diberikan latihan pursed lip breathing,

diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching selama 4 minggu

sebanyak 2 kali dalam 1 minggu, sedangkan kelompok kontrol tidak

diberikan latihan. Skala dispnea diukur menggunakan kuesioner

MRC Dyspnea Scale dan dikategorikan menjadi ringan (skala 1),

sedang (skala2-3), dan berat (skala 4-5). Terdapat perbedaan

dispnea (p value 0,008) dan sekaligus tidak ada perbedaan dispnea

pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan (p value 0,655).

Pursed lip breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb

stretching dapat memberikan manfaat yang lebih signifikan apabila

dilakukan secara berkelanjutan, khususnya bagi pasien PPOK.


66

Penelitian sebelumya dilakukan oleh penelitian Astuti (2018) diketahui

bahwa sebelum melakukan pursed lips breathing semua responden

kelompok intervensi dan kontrol mengalami pola pernapasan tidak

efektif, yaitu sebanyak 17 responden (100%). Setelah didapatkan hasil

menggunakan uji Wilcoxon ini menunjukkan bahwa ada perbedaan

yang signifikan pola pernapasan sebelum dan sesudah melakukan

pursed lip breathing pada kelompok intervensi pasien dengan emfisema

di Rumah Sakit Paru Dr. ArioWirawan Salatiga.

Sepemahaman saya penelitian ini mengkaji hubungan latihan

pernapasan dengan penurunan gejala pada pasien ppok. Latihan yang

dilakukan berupa latihan pursed lips breathing dimana latihan tersebut

merupakan latihan pernapasan , tujuannya untuk memperkuat otot-otot

pernapasan , memperbaiki oksigenisasi,menurunkan gejala sesak napas

pada pasien , latihan tersebut sangat praktis tidak perlu memerlukan

tempat khusus , bahkan tidak mengeluarkan biaya yang mahal . Latihan

pursed lips breathing sangat bermanfaat dan sangat dianjurkan untuk

pasien penyakit paru obstruktif kronik (ppok)


67

4.2.2 Pembahasan Jurnal Kedua

Judul : Low Impact Aerobic Exercise Dapat menurunkan Keluhan

Gejala Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Peneliti : Irmawan Andri Nugroho, Tintin Sukartini , Sriyono

Publikasi : Low Impact Aerobic Exercise Dapat menurunkan Keluhan

Gejala Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik. The 7th

University Research Colloqium 2018, Stikes PKU

Muhammadiyah Surakerta

Penelitian ini hampir memiliki kesamaan dengan penelitian yang saya

lakukan dimana penelitian ini memiliki Variabel Independen Low

ImpactAerobic Exercise yang merupakan bagian dari salah satu jenis

atau macam- macam aktivitas fisik.Penelitian ini juga bertujuan kepada

pasien penyakit paru obstruktif Kronik.

Low Impact Aerobic Exercise dipilih sebagai intervensi dalam

penelitian ini dikarenakan dalam variasi gerakannya dilakukan dengan

irama Low (rendah) yaitu lebih lambat , gerakan dasar tidak ada

loncatan sama sekali dan salah satu selalu menapak dilantai setiap

waktu. Low Impact mempunyai banyak manfaat , diantaranya untuk

menguatkan otot-otot jantung dan stamina tubuh (Hartini 2012).

Penderita PPOK mengalami ketidakmampuan mendasar pernafasan

berupa sesak nafas, batuk kronik, produksi sputum kronik, serta

keterbatasan aktivitas. Latihan fisik bagi penderita PPOK bertujuan


68

utama menurunkan gejala, meningkatkan kualitas hidup dan

meningkatkan aktifitas sehari-hari.

Keterkaitan antar variabel pada penlitian ini adalah Low Impact Aerobic

Exercise dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita PPOK dan

menurunkan gejala PPOK. Latihan secara intensif dalam jangka waktu

tertentu pada pasien PPOK akan terjadi perubahan kardiorespirasi

terutama system transport oksigen yaitu system sirkulasi , respirasi dan

jaringan tubuh. Rehabilitasi paru akan menurunkan gejala sesak napas

pada pasien penderita PPOK sehingga kapasitas fungsional dan kualitas

hidup juga meningkat. Dengan kondisi ini maka penerita PPOK akan

memiliki kemampuan beraktivitas dan berkurang keluhan berupa gejala

yang dialami sehingga mampu melakukan berbagai fungsi dan berbagai

peran yang dingginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran

tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain

Quasy-Experiment dengan rancangan penelitian pre-post test control

group design

Analisa Penelitian

Gambaran Karakteristik Responden


69

Tabel diatas menunjukkan bahwa jenis kelamin responden sebagian besar

adalah laki-laki yaitu 82.4% baik pada kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol, adapun perempuan sebesar 17.6% pada kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol. Responden pada kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol sebagian besar berusia diatas 50 tahun.

Gejala Sangat Berat 6 35,3 6 35,3

Tabel diatas menunjukkan bahwa klasifikasi gejala PPOK berdasarkan

perhitungan skor CATs diperoleh sebagian besar responden baik pada

kelompok perlakuan dan kontrol tergolong PPOK dengan gejala berat yaitu

64.7% dan 58.8%. Sedangkan gejala sangat berat pada kelompok perlakuan

dan kelompok kontrol sebesar 35.3%.


70

Berikut ini dilakukan analisis untuk mengetahui Pengaruh Exercise

Training LowImpact Aerobic terhadap gejala PPOK menggunakan uji t-

test.

Tabel 3. Distribusi rata-rata nilai gejala sebelum dan sesudah i ntervensi

Mean SD SE P Value
Perlakuan
28.59 3.809 .924 <0.001*
Pre test
Post Test 14.82 3.226 .782

Kontrol
25.88 5.407 1.311 0.713*
Post Test 21.71 6.162 1.495
Perlakuan 14.82 3.226 .782 <0.001*
Kontrol 21.71 6.162 1.495

Tabel diatas menunjukkan perubahan nilai gejala pasien PPOK pre dan post

test pada kelompok perlakuan dengan uji statistik paired T-test diperoleh

p=<0.001 yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan

gejala antara sebelum dan setelah intervensi pada kelompok perlakuan. Hasil uji

statistik pada kelompok kontrol dengan menggunakan uji paired T-test

diperoleh nilai p=0.713, yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan terhadap penurunan gejala PPOK pada pengukuran pertama dan

kedua. Hasil uji Independent T-test sesudah intervensi pada kedua kelompok

didapatkan p=<0.001 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan

terhadap penurunan gejala pasien PPOK antara kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol setelah mendapatkan Exercise Training Low Impact Aerobic

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Helvi Darsi.(2018) Pengaruh Senam

Aerobic Low Impact terhadap peningkatan V02MAX. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat pengaruh latihan senam aerobic low


71

impactterhadap peningkatan kapasitas VO2Max. Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa SMK Negeri 1 Curup yang mengikuti

ekstrakulikuler senam aerobic. Pengambilan sampel dilakukan tekhnik

”purposive randome sampling” yang berjumlah sebanyak 24 orang.

Analisa dilakukan dengan cara mengukur kemampuan VO2Max

melalui tes bleep test sebelum dan sesudah diberikan latihan senam

aerobic low impact. Data dianalisis dengan rumus uji beda (uji t). Hasil

dari penelitian diperoleh thitung 6.04 > t tabel 1.714 (maka H0 ditolak dan

Ha diterima artinya hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang

berarti antara Latihan senam aerobik low impact terhadap peningkatan

VO2max siswa SMK Negeri 1 Curup diterima kebenarannya secara

empiris). Hasil penelitian yakni terdapat pengaruh yang signifikan oleh

latihan senam aerobic low impact terhadap peningkatan VO2Max Siswa

SMK Negeri 1 Curup yang mengikuti ekstrakulikuler senam aerobic.

Sepahaman saya tentang penelitian ini adalah senam aerobic low impact

adalah senam yang dilakukan dengan gerakan lambat , sehingga

memudahkan pasien untuk mengikuti gerakan tersebut. Selain dapat

meringankan Gejala pada pasien PPOK , senam aerobic low impact juga

dapat melatih kekuatan otot jantung, terutama pada orang yang memiliki

penyakit jantung dan ingin memperkuatfungsi jantung . Manfaat

selanjutnya juga bisa menlenturkan sendi sendi jika sering melakukan

latihan senam tersebut


72

4.2.3 Pembahasan Jurnal Ketiga

Judul : Pengaruh Pemberian Pursed Lip-Breathing,

Diaphragmatic Breathing,danUpper Limb Stretching

Terhadap Skala Dispnea pada Pasien PPOK.

Peneliti : Imron Rosyadi , Defriman Djafri , Dally Rahman

Publikasi : Pengaruh Pemberian Pursed Lip-Breathing,

Diaphragmatic Breathing,danUpper Limb Stretching

Terhadap Skala Dispnea pada Pasien PPOK. NERS. Jurnal

Keperawatan Volume.15 No. 2 Oktober 2019

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang saya lakukan

dilihat dari Varibel Independen maupun variabel dependen

Penurunan kemampuan dan ketahanan saat melakukan aktivitas dapat

diperbaiki dengan melakukan latihan pernapasan secara rutin

(Heydari, Farzad,& Ahmadi Hosseini, 2015).

Latihan pernapasan yang dapat dilakukan berupa pursed lip breathing,

latihan pernapasan diafragma, dan dapat juga disertai dengan

peregangan pada otot tubuh bagian atas (Amin & Zedan, 2017;

Zuwallack & Celli,2016).

Peregangan otot tubuh bagian atas juga mampu mengoptimalkan fungsi

neuromekanik dari otot pernapasan yang menurun pada pasien PPOK

(Kaymaz et al., 2018).


73

Keterkaitan dari setiap variabel pada penelitian ini adalah otot

pernapasan pasien PPOK yang mengalami kelemahan dapat kembali

dioptimalkan. Salah satu upaya dalam meningkatkan kekuatan otot

pernapasan adalah dengan melakukan latihan otot pernapasan (pursed

lip breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching)

secara rutin. Latihan otot pernapasan yang dilakukan secara rutin,

disertai dengan gaya hidup yang sehat dapat membantu

meningkatkan kemampuan aktivitas pasien PPOK dalam kehidupan

sehari-hari.

Metode : Penelitian ini menggunakan Randomized Control Trial (RCT)

dengan randomisasi pada saat pengambilan sampel (simple random

sampling) dan pengelompokan subjek penelitian (allocation random).

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak

38 orang dengan kriteria inklusi pasien laki- laki dengan usia 55 -

69 tahun. Untuk melihat perbedaan antara skala dispnea pada saat

pretest dan posttest dilakukan uji beda menggunakan Wilcoxon test

Hasil

Selama proses penelitian berlangsung, 2 orang sampel dieksklusi

dari penelitian karena mengalami kelelahan dan penurunan kondisi

kesehatan (1 sampel dari kelompok intervensi dan 1 sampel dari

kelompok kontrol). Perbedaan skala dispnea pada saat pretest dan

posttest pada kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel 1 dan


74

perbedaan skala dispnea pada saat pretest dan posttest pada kelompok

kontrol dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 1.Skala Dispnea kelompok intervensi pada saat pretest dan

postest

Dispnea Pretest Posttest Value

Ringan 0 1

Sedang 11 16 0,008

Berat 7 1

Tabel.2 Skala Dispnea kelompok kontrol pada saat pretest dan postest

Dispnea Pretest Posttest Value

Ringan 0 0

Sedang 13 12 0,655

Berat 5 6

Adanya penurunan skala dispnea berat dari 7 orang pada saat

pretest menjadi 1 orang pada saat posttest. Sedangkan pada kelompok

kontrol terjadi peningkatan skala dispnea berat dari 5 orang pada

saat pretest menjadi 6 orang pada saat posttest

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Sieve (2018) Program

latihan otot pernapasan seperti IMT mampu mengurangi gejala

Dispnea pada pasien PPOK. Pursed Lip Breathing , pernapasan

diafragma dan peregangan otot bagian atas mampu memperbaiki

proses pertukaran gas dalam paru , meningkatkan kekuatan otot


75

diafragma saat inspirasi dan ekspirasi dan mengoptimalkan fungsi otot

otot pernapasan dan otot bantu pernapasan . Setelah menjalani

program latihan otot pernapasan, derajat dispnea yang dirasakan oleh

pasien PPOK akan menurun dan mampu meningkatkan ketahanan dan

kapasitas saat melakukan aktivitas atau latihan (exercise).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kritina L (2018) Pengaruh Pulsed Breathing Exercise Terhadap

Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK) di RSU Royal Prima Medan

Sepahaman saya tentang penelitian ini yaitu saat kita melakukan

latihan pernapasan ataupun latihan otot bagian atas , tentu itu sangat

memiliki banyak manfaat kesehatan khusus nya pada pasien penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK). Tentunya akan mengurangi sesak

napas atau Dispnea pada pasien tersebut , sebab dengan melakukan

latihan pernapasan itu dapat membantu memperbaiki pertukaran gas

didalam paru , menguatkan otot otot diafragma , serta mengoptimalkan

otot-otot bantu pernapasan .Jika latihan dilakukan secara teratur dan

benar tentu dapat membuat pasien tidak akan mengalami gejala saat

melakukan aktivitas fisik dan dapat mengoptimalkan peran nya di

lingkungan masyarakat.
76

4.2.4 Pembahasan Jurnal Keempat

Judul : Relaksasi Pernafasan Dengan Teknik Ballon Blowing

Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien

PPOK

Peneliti : Ni Made Dwi Yunica Astriani , Putu Indah Sintya Dewi ,

Kadek Hendri Yanti

Publikasi : Relaksasi Pernafasan Dengan Teknik Ballon Blowing

Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien

PPOK.Jurnal Keprawatan Silampari Volume 3 , Nomor 2 ,

Juni 2020. e-ISSN : 2581 – 1975 , p-ISSN :2597-7482

Penelitian ini mempunyai 2 Variabel , yaitu Variabel Independen

‘’Relaksasi pernapasan dengan teknik Ballon Blowing’’ dan Variabel

dependen ‘’Saturasi Oksigen pada pasien PPOK’’. Penelitian yang

dilakukan oleh Ni Made Dwi Yunica Astriani memiliki kesamaan

dengan penelitian yang saya lakukan . Kesamaan tersebut terletak pada

Variabel Dependen yaitu sama-sama mengkaji tentang pernapasan pada

pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Tujuan dari mengkaji

Saturasi oksigen atau status pernapasan pada pasien PPOK adalah untuk

mengetahui atau mengevaluasi Keadaan pasien tersebut.

pursed lip breathing berguna untuk memperbaiki ventilasi,

meningkatkan kerja otot abdoman dan toraks. Penelitian ini juga


77

menyatakan terdapat peningkatan saturasi oksigen setelah diberikan

intervensi meniup balon dan lip breathing.

Keterkaitan antar variabel pada penelitian ini adalah Relaksasi

pernapasan mempunyai banyak teknik salah satunya adalah dengan

menggunakan balon (ballon blowing). Teknik relaksasi dengan meniup

balon dapat membantu otot intracosta mengelevasikan otot diafragma

dan kosta. Sehingga memungkinkan untuk menyerap oksigen ,

mengubah bahan yang masih ada dalam paru untuk mengeluarkan

karbondioksida yang ada didalam paru. Meniup balon sangat fektif

untuk membantu ekspansi paru sehingga mampu mensuplai oksigen dan

mengeluarkan karbondiokasida yang terjebak dalam paru pada pasien

dengan fungsi gangguan pernapasan. Peningkatan ventilasi alveoli dapat

meningkatkan suplai oksigen, sehingga dapat dijadikan sebagai terapi

dalam peningkatan sarurasi oksigen. Dalam hal ini perawat

menganjurkan kepada klien relaksasi pernafasan yaitu nafas dalam

dengan teknik meniup balon (Tunik et al, 2017).

Desain yang digunakan pada penelitian ini menggunakan yaitu One

Group Pre-test dan Post- test


78

Analisa

Tabel. 1

Distribusi Frekuensi Usia

N Mean Min Max Sd

Usia 30 61,87 45 80 9.558

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil bahwa rata-rata umur responden

yaitu 61,87 dengan rentang umur 45- 80 tahun.

Tabel. 2

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Usia Frekuensi (f) Persentase (%)

Laki-laki 22 73,3
Perempuan 8 26,7
Total 30 100

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 2 didapatkan dari 30 responden, distribusi

frekuensi responden sebagian besar responden berjenis kelamin laki

laki dan sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan

Tabel. 3

Saturasi Oksigen Responden Sebelum

Diberikan Teknik Ballon Blowing

N Mean Min Max SD 95% CI


79

Pre Test 30 89,27 86 93 1,999 88,52-90,01


Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata nilai saturasi

oksigen pasien PPOK sebelum diberikan intervensi adalah 89,27

dengan standar deviasi 1,999. Nilai saturasi oksigen terendah 86 dan

tertinggi 93.

Tabel. 4

Saturasi Oksigen Responden Setelah

DiberikanTeknik Ballon Blowing.(Posttest)

N Mean Min Max SD 95%CI


30 94,53 91 99 2,417 93,63-95,44
Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan rata-rata nilai saturasi oksigen

sesudah diberikan intervensi dari 30 responden adalah 94,53 dengan

standar deviation 2,417 nilai saturasi oksigen terendah 91 dan tertinggi

99 . Data ini menunjukkan nilai saturasi oksigen pasien PPOK setelah

diberikan intervensi sebagian besar mengalami peningkatan nilai

saturasi oksigen menjadi SaO2 normal.

Tabel. 5

Hasil Analisis Pre dan Post Test

Mean P. Value

Pair 1 Pretest 89.27 0,000

Posttest 94.53 0,000

Sumber: Data Primer (2019)


80

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa ada pengaruh pada intervensi

relaksasi pernafasan dengan teknik ballon blowing terhadap saturasi

oksigen pasien PPOK. Hasil perhitungan yang didapat dengan program

komputer menunjukkan p-value 0,000 maka dapat disimpulkan nilai p

lebih kecil dari 0,05 ( p<0,05) yang berarti terdapat pengaruh relaksasi

penafasan dengan teknik ballon blowing terhadap saturasi oksigen

pasien PPOK di ruang poli paru RSUD Kabupaten Buleleng.

Penelitian yang pernah dilakukan Juniadin et al, (2019) mengenai

penelitiannya tentang “pengaruh pursed lip breathing dan meniup

balon terhadap kekuatan otot pernapasan saturasi oksigen dan

respiratory rate pada pasien ppok” dengan responden pasien dewasa,

rata-rata umur ditas 65 tahun menggunakan rancangan pre dan pos test

desain yang menyatakan latihan pernafasan pursed lip breathing

berguna untuk memperbaiki ventilasi, meningkatkan kerja otot abdoman

dan toraks. Penelitian ini juga menyatakan terdapat peningkatan saturasi

oksigen setelah diberikan intervensi meniup balon dan lip breathing.

Adapun penelitian yang mendukung asumsi diatas yaitu menurut

Tarigan, Juliandi(2018) yang berjudul ”pernapasan pursed lip breathing

meningkatkan saturasi oksigen penderita PPOK” dengan hasil terdapat

peningkatan saturasi oksigen setelah diberika intervensi. Dengan rata-

rata saturasi oksigen sebelum diberikan intervensi yaitu 96,72%. rata–

rata saturasi oksigen setelah diberikan intervensi yaitu 98,11%, ada


81

pengaruh latihan nafas pursed lip breathing terhadap peningkatan

saturasi oksigen penderita PPOK dengan nilai p= 0,00.

Sepemahaman saya melakukan latihan teknik pernapasan dengan

meniup balon sangat bermanfaat dengan cara menghirup udara melalui

hidung dan mengeluarkannya melalui mulut hal tersebut dapat

bermanfaat untuk membantu organ sistem pernapasan didalam tubuh ,

dengan kita meniup balon tentu hal tersebut akan menyerap oksigen dari

luar dan mengeluarkan karbondioksida yang ada didalam paru , bahkan

dapat meningkatkan saturasi oksigen pada pasien

4.2.5 Pembahasan Jurnal Kelima

Judul : Pengaruh Senam Asma Terhadap Kemampuan Pernapasan

Penderita Asma di Poli Asma RSUD Bangil

Peneliti : Erik Kusuma , Bayu Herlambang

Publikasi : Pengaruh Senam Asma Terhadap Kemampuan Pernapasan

Penderita Asma di Poli Asma RSUD Bangil.Jurnal Ilmiah

Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya Vol.15.No.1

Edisi 2020

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius diberbagai negara diseluruh dunia.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, dapat pula

bersifat menetap dan mengganggu aktivitas harian yang berdampak

pada penurunan produktivitas serta kualitas hidup


82

Salah satu penatalaksanaan asma yang dapat dibudayakan adalah


dengan menjaga pola hidup sehat dan senam asma yang bersifat
melatih otot pernapasan. Latihan otot pernapasan dapat meningkatkan
fungsi otot pernapasan, mengurangi derajat gangguan pernapasan,
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas dan menurunkan gejala
dipsnea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti
senam asma secara teratur pasien asma mendapatkan beberapa
manfaat yaitu frekuensi serangan asma berkurang, pemakaian
obat berkurang, dan gejala asma menjadi ringan.( Price dan Wilson
2012)

Menurut Azilla dkk (2016), Senam Asma Indonesia merupakan

rangkaian senam yang bertujuan untuk melatih dan memperkuat otot

pernapasan agar penderita asma lebih mudah melakukan respirasi dan

ekspetorasi

Senam asma melatih para penderita asma dengan beberapa sesi

termasuk di dalamnya adalah sesi latihan menarik napas dan

menghembuskan napas dengan ekspirasi lebih panjang dua hitungan

dibanding inspirasi. Latihan ini bertujuan melatih cara bernapas

yang baik. Sesi yang lain adalah untuk melenturkan otot pernapasan,

sehingga mempermudah pernapasan dan ekspektorasi. Sesi utama

adalah sesi aerobik yang menggunakan otot-otot besar untuk melatih

sistem kardiovaskular dan respirasi dalam mendistribusikan pasokan

darah (Sudrajat & Nisa, 2016)

Analisis Bivariat
83

analisis bivariat menggunakan uji paired t-test untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan kemampuan pernapasan sebelum dan sesudah melakukan

senam asma.

Hasil
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Umur N %
25-30 2 6,5
31-35 3 9,7
35-40 5 16,1
41-45 5 16,1
46-50 16 51,6
Jumlah 31 100

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin N %
Laki-laki 14 45,2
Perempuan 17 54,8

Jumlah 31 100

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan N %
PNS 2 6,4
Petani 9 29
Nelayan 6 19,4
Swasta 6 19,4
IRT 8 25,8
Jumlah 31 100

Karakteristik umum responden menunjukkan bahwa responden

terbanyak berusia 46-50 tahun (51,6%), sebagian besar berjenis

kelamin perempuan (54,8%) dan sebagian besar bekerja sebagai

petani (29%). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada table yang sudah

dijelaskan pada table 1 , 2 dan 3. Yang ada diatas


84

Kemampuan pernapasan responden diukur berdasarkan Arus Puncak

Ekspirasi (APE) sebelum dan sesudah mengikuti senam asma. Dari 31

responden didapatkan nilai APE sebelum senam terendah 140 (l/m)

dan nilai APE tertinggi 280 (l/m), dengan rata- rata nilai APE 208

l/m. Sedangkan nilai APE sesudah mengikuti senam asma

terendah200 (l/m) dan tertinggi 400 (l/m) dengan rata-rata 304 l/m.

Dari hasil cross tab menunjukkan bahwa seluruh responden (100%)

mengalami peningkatan kemampuan pernapasan.

Tabel 4 Rerata Nilai Kecepatan Maksimum Arus (APE) Sebelum dan Setelah

Senam

Senam Asma N Max Min Std Dev Rata-rata Nilai APE


(l/m)
Sebelum senam 31 280 140 27.092 208

Setelah senam 31 400 200 59.092 304

Untuk mengetahui pengaruh senam asma terhadap kemampuan pernapasan

penderita asma di Poli Asma RSUD Bangil dilakukan uji analisis data

menggunakan uji statistik paired t-test dengan tingkat signifikansi 0,05 (tabel

6).
85

Tabel 6. Pengaruh Senam Asma Terhadap Kemampuan Pernapasan

(APE) pada Peserta Senam Asma di Poli Asma RSUD Bangil

Senam Asma Rerata Nilai APE T Nilai p


(l/m)
Sebelum senam 208 - 10,999 0,000
Setelah senam 304

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata APE responden sebelum senam

208 l/m, sedangkan setelah senam rata-rata 304 sehingga rata-rata kenaikan

nilai APE antara sebelum senam dengan setelah senam sebesar 95 l/m. Hasil

analisis statistik menunjukkan ada pengaruh pengaruh senam asma terhadap

kemampuan pernapasan (APE) penderita asma di Poli Asma RSUD Bangil

dengan nilai signifikansi (p) = 0,000 (<0,05).

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Budi Antoro.(2019) dengan

judul Pengaruh Senam Asma Terstruktur Terhadap Jarak Relapse

(Kekambuhan) Pasien Asma. Kekambuhan asma antara lain dapat

bersifat ringan, tidak mengganggu aktivitas, menetap dapat

mengganggu aktivitas, dan menimbulkan disability (kecacatan)

hingga kematian. Penatalaksanaan bertujuan untuk mencegah

kekambuhan penyakit hingga mencegah kematian dapat dilakukan

dengansenam asma terstruktur. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi pengaruh senam asma terstruktur terhadap jarak

kekambuhan pada pasien asma di perkumpulan senam asma RSUD

Hi. Dr.Abdul Moeloek. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian quasi eksperimental dengan desain pretest-postest with

control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada


86

perbedaan bermakna antara jarak kekambuhan (relapse) sebelum

dan sesudah pada kelompok intervensi(p=0.023); tidak ada

perbedaan bermakna antara jarak kekambuhan (relapse) sebelum

dan sesudah pada kelompok kontrol (p=0.059); tidak ada

perbedaan bermakna jarak kembuhan (relapse) antar kelompok

(p=0.375). Sosialisasi serta aplikasi senam asma terstruktur dapat

menjadi salah satu terapi dalam asuhan keperawatan asma.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Dyah Pertiwi .(2020).

Pengaruh Senam Asma Terhadap Peningkatan Arus Puncak

Ekspirasi (APE) dan Peningkatan Kualitas Hidup. Penyandang asma

mengalami sesak napas yang memburuk dengan dibarengi

aktivitas, mengi dan batuk oleh karena penyempitan saluran napas.

Hal ini mengakibatkan perubahan pola pernapasan, penurunan arus

puncak ekspirasi, penurunan kebugaran, penurunan kemampuan

aktivitas fisik dan hilangnya produktivitas sehingga akan

menurunkan kualitas hidup. Namun hal tersebut dapat dicegah

dengan rutin melakukan aktivitas fisik berupa senam asma.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh senam asma

terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) dan peningkatan

kualitas hidup pada komunitas madupahat di Balkesmas Wilayah

Semarang. Metode penelitian : Penelitian quasi experimental dengan

rancangan penelitian Pre and Post Test With Control Group Design

ini dilaksanakan di Balkesmas Wilayah Semarang pada pertengahan


87

bulan Januari 2020 – Maret 2020 dengan jumlah sampel 26 orang

dan dengan tehnik Total Sampling. Alat yang digunakan adalah

peak flow meter untuk mengukur arus puncak ekspirasi dan mini

AQLQ untuk menilai kualitas hidup. Analisa data menggunakan

uji statistik dependent sample t-test (Paired t-test) untuk

mengetahui perbedaan arus puncak ekspirasi, sedangkan untuk

kualitas hidup menggunakan uji statistik Wilcoxon. Analisis

perbedaan arus puncak ekspirasi antara kelompok intervensi dan

kelompok kontrol menggunakan uji statistik independent samplet-

test (Pooled t test), sedangkan untuk analisis perbedaan kualitas

hidup antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol digunakan

uji statistik Mann Whitney. Hasil : Hasil analisis data perbedaan

Arus Puncak Ekspirasi (APE) pada kelompok intervensi diperoleh

nilai p = 0,002 (p <0,05), sedangkan pada kelompok kontrol

diperoleh nilai p = 0,352 (p > 0,05). Hasil analisis data perbedaan

kualitas hidup penyandang asma pada kelompok intervensi

diperoleh nilai p = 0,014 (p < 0,05), sedangkan kelompok

kontrol diperoleh nilai p = 0,414 (p > 0,05). Hasil analisis data

selisih APE dan kualitas hidup sebelum dan sesudah perlakuan

antara kelompok intervensi dan kontrol, dari APE didapatkan nilai

p = 0,310 (p > 0,05), dari kualitas hidup diperoleh nilai p = 0,159 (p

> 0,05). Kesimpulan : Ada pengaruh senam asma yang dilakukan 3

kali seminggu selama 8 minggu terhadap peningkatan arus puncak


88

ekspirasi dan peningkatan kualitas hidup penyandang asma pada

komunitas Madupahat di Balkesmas Wilayah Semarang.

Sepemahaman saya senam asma adalah senam dengan gerakan otot-

otot dan sesi latihan pernapasan . dimulai dengan melakukan

peregangan sekitar selama kurang lebih 7 menit , bertujuan agar otot-

otot tidak langsung digunakan secara berlebihan yang bisa

menyebabkan kerusakan pada otot . Setelah itu melakukan sesi

pernapasan sekitar 5 menit. Senam asma membantu rehabilitasi

pernapasan pada penderita asma , senam asma dianggap mampu

mengurangi obstruksi dan meningkatkan elastisitas dari bronkus dan

otot-otot pernapasan

4.2.6 Pembahasan Jurnal Keenam

Judul : Pengaruh Kombinasi Teknik Pernapasan Buteyko dan

Latihan Berjalan Terhadap Kontrol Asma Pada Pasien

Asma Dewasa

Peneliti : Wiwik Udayani,Muhammad AminMakhfudli

Publikasi : Pengaruh Kombinasi Teknik Pernapasan Buteyko dan

Latihan Berjalan Terhadap Kontrol Asma Pada Pasien

Asma Dewasa. Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific

Juornal of Nursing) Vol 6 No 1 tahun 2020

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang saya lakukan .

Dapat dilihat dari segi variabel – variabelnya. Penelitian ini juga


89

mengkaji pengaruh Aktivitas fisik/latihan fisik terhadap pernapasan

pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (ppok). Asma juga

merupakan bagian dari penyakit paru obstruktif kronik (ppok)

Tujuan penatalaksanaan asma jangka panjang adalah mencapai asma

tekontrol. Kontrol asma diperlukan untuk meminimalkan risiko

eksaserbasi dan penurunan fungsi paru sehingga pasien asma dapat

beraktivitas secara optimal dalam kehidupan sehari-hari (GINA, 2018).

Kontrol asma yang buruk dapat menurunkan kualitas hidup pasien asma

(GINA, 2018).

Penatalaksanaan nonfarmakologis dapat dilakukan melalui aktivitas

fisik dan latihan napas (GINA, 2018). Latihan napas yang

direkomendasikan untuk asma adalah teknik pernapasan Buteyko

(Godfrey, 2010). Banyak penelitian tentang teknik pernapasan Buteyko

baik di luar negeri maupun Indonesia dan hasil menunjukkan teknik

Buteyko dapat meningkatkan kontrol asma. Teknik Buteyko dapat

menurunkan gejala asma, menurunkan penggunaan bronkodilator

namun sedikit dan tidak signifikan dalam mengurangi responsifitas

bronkial (Cooper et al., 2003; Mohamed, Riad dan Ahmed, 2013).

Latihan fisik berupa berjalan meningkatkan kontrol asma dengan

mengurangi reaksi hiperesponsivitas dan meningkatkan daya tahan

kardiorespirasi (Pakhale, Luks, Burkett, & Turner, 2018)


90

Metode: Desain penelitian ini adalah quasi experimental dengan

pretest-postest control group design.

Analisa penelitian

Tabel.1

Peningkatan nilai kontrol asma pada kelompok perlakuaan dapat

dipengaruhi karakateristik atau faktor sosio demografik yaitu usia, jenis

kelamin, pendidikan, Indeks Masa Tubuh (IMT)


91

Perubahan kontrol asma pada kelompok perlakuan lebih besar

dibandingkan kelompok kontrol. Maka dapat disimpulkan pasien

asma yang diberikan latihan kombinasi teknik pernapasan

Buteyko dan latihan berjalan memiliki nilai kontrol asma yang lebih

besar dibandingkan dengan pasien asma yang tidak diberikan latihan

kombinasi teknik pernapasan Buteyko dan latihan berjalan


92

Penelitian sebelumya dilakukan oleh Sisca Octarini. (2019).Pengaruh

Pernapasan Teknik Butekyo Terhadap Frekuensi Kekambuhan Asma

pada Penderita Asma Bronkhial di UPT Puskesmas Wilayah Kerja

Lima Kaum 1 Kabupaten Tanah Datar . Asma adalah penyakit jalan

nafas obstruktif intermitten reversibel dimana trakea dan bronki

berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Teknik Pernafasan

Buteyko Terhadap Frekuensi Kekambuhan Asma pada Penderita

Asma Bronkhial di UPT Puskesmas Wilayah Kerja Lima Kaum 1

Kabupaten Tanah DatarTahun 2013. Desain penelitian ini adalah pra

eksperimen dengan pendekatan one group pretest –posttest design.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni. Populasi dalam

penelitian ini adalah semua penderita asma yang berada di wilayah

kerja Puskesmas Lima Kaum 1 Kabupaten Tanah Datar. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive

sampling sehingga sampel penelitian ini adalah sebanyak 12

orang. Pengumpulan data dilakukan menggunakan lembar

observasi. Hasil penelitian dengan tabel distribusi frekuensi didapatkan

bahwa dari 12 responden yang mempunyai frekuensi kekambuhan

sedang (75%) sebelum diberikan teknik pernafasan buteyko, dan yang

mempunyai frekuensi kekambuhan ringan (83,3%) sesudah diberikan

teknik pernafasan buteyko. Hasil uji wilcoxon didapatkan nilai

signifikansi P < 0,05 dengan Ho ditolak dan Ha diterima. Terdapat


93

perbedaan rata-rata frekuensi kekambuhan asma sebelum dan sesudah

diberikan terapi wicara dengan p = 0,020, artinya ada perbedaan

frekuensi kekambuhan asma bronkhial sebelum dan sesudah diberikan

teknik pernafasan buteyko pada pasien asma bronkhial di UPT

Puskesmas Wilayah Kerja Lima Kaum 1 Kabupaten Tanah Datar.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik

pernafasan buteyko berpengaruh terhadap frekuensi kekambuhan asma

bronkhial.

Adapun penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Maskhanah.

(2019). Pengaruh Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap

Kekambuhan Asma Bronkial. Asma bronkial merupakan penyakit

yang tidak bisa disembuhkan sehingga perlu pencegahan yang

tepat, salah satunya dengan teknik pernapasan Buteyko yang

mampu mengurangi hiperventilasi. Tujuan penelitian untuk

menganalisis pengaruh pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko

terhadap kekambuhan asma bronchial.Rancangan penelitian

menggunakan Quasi Experiment pre and post test without

control. Populasi berjumlah 349 pasien asma rawat jalan

Puskesmas Lempake. Besar sampel berjumlah 8 orang dengan

rumus Roscoe (1975) dan Arikunto (2010) = 11 responden

dengan drop out 3 responden dan menggunakan teknik

consecutive sampling. Instrumen menggunakan lembar observasi

gejala asma yang diadopsi dari penelitian mardhiah (2009). Waktu


94

penelitian dilakukan 3 kali sehari selama 2 minggu. Data dianalisa

menggunakan uji Paired T-Test. Dari hasil analisa diperoleh p

value pada pretest 0,002; post test1 0,018 dan post test2 0,002.

Ketiga skor tersebut < 0,05 (95% kepercayaan) maka H0 ditolak

sehingga Ha diterima. Teknik pernapasan Buteyko dapat

mengurangi kekambuhan asma. Saran peneliti, bagi

peneliti selanjutnya diharapkan dapat membandingkan teknik

pernapasan Buteyko dengan metode lain dalam hal kekambuhan

asma.

Sepemahaman saya senam bteyko adalah senam untuk

pengobatan asma , tekhnik pernapasan ini muncul sekitar di tahun

1952 ditemukan oleh Pavlovich buteyko.Dengan melakukan

tekhnik pernapasan buteyko maka dapat meringankan gejala pada

pasien asma dan mengurangi ketergantungan terhadap obat-

obatan . Selain dengan tekhnik buteyko , berjalan kaki juga

mampu meringankan gejala pada pasien asma, berjalan kaki

selama 30 menit selama 3 kali seminggu dipercaya mampu

meringankan keluhan terhadap pasien asma.Selain meringankan

keluhan juga dapat membuat tubuh penderita asma lebih bugar

dan sehat.
4.2.7 Pembahasan Jurnal Ketujuh (Jurnal Internasional )

Judul : Melakukan Tes Kinerja Fisik untuk Mengidentifikasi

Pasien PPOK dengan Aktivitas Fisik Rendah dalam Praktek

Klinis

Peneliti : Zinka Matkovic ,Neven Tudoric Danijel Cvetko

Cristina Esquinas Dario Rahelic

Publikasi : Melakukan Tes Kinerja Fisik untuk Mengidentifikasi

Pasien COPD dengan Aktivitas Fisik Rendah dalam

Praktek Klinis. International Journal of Chronic

Obstructive Pulmonary Disease 2020:15 921–929

Penelitian ini meneliti tentang melakukan tes secara signifikan

berkorelasi dengan aktivitas fisik yang diukur secara objektif (Physical

Activity) pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

dan berpotensi dapat berfungsi untuk mengidentifikasi pasien PPOK

yang tidak aktif secara fisik dalam praktik klinis rutin.

Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memiliki tingkat

dan intensitas aktivitas fisik (PA) yang lebih rendah dibandingkan

dengan orang sehat yang cocok dengan usia dan bahkan untuk pasien

dengan penyakit kronis lainnya. Ketidakaktifan fisik dan gaya hidup

menetap menjadi lebih jelas dengan meningkatnya Keparahan PPOK

sebagai akibat dari pembatasan ventilasi progresif, gangguan jantung,

disfungsi otot perifer, dan faktor psikologis.(Zinka,2020)


96

Meski menjadi fokus utama manajemen pasien PPOK

adalah gejala pernapasan dan eksaserbasi, dokter menjadi semakin

sadar akan pentingnya mengamati /mengontrol aktvitas fisik yang

kurang pada pasien PPOK.(Zinka, 2020)

Metode: Penelitian cross-sectional Ini adalah studi

Observasi/mengamati pusat tunggal yang dilakukan pada pasien rawat

jalan dengan PPOK stabil

Analisi Tabel.1Karakteristikpasien PPOK


97

Sebanyak 112 pasien yang memenuhi kriteria penelitian direkrut, dan

111 (76 laki-laki, usia rata-rata 67,7 [SD 7,8] tahun) menyelesaikan

semua prosedur terkait protokol. Tabel 1 menunjukkan karakteristik

pasien.Rata-rata FEV1 adalah48,9% (15%), skor CAT 17,9 (6,4), dan

rata-rata Tingkat dispnea mMRC adalah 2,0 (1,0). Empat puluh dua

(37,8%) pasien menunjukkan setidaknya satu eksaserbasi PPOK pada

tahun sebelumnya, rata-rata 1,2 (1,4), maksimum 8, dan indeks

komorbiditas Charlson adalah 1,8 (1,0). Bronkodilator jangka panjang

adalah obat COPD yang paling umum digunakan, dan 58 pasien (52%)

menerima kortikosteroid inhalasi (Tabel 1).

Gambar 1 Intensitas aktivitas fisik dalam populasi penelitian. (A)

Persentase waktu harian. (B) Persentase waktu aktif aktivitas fisik.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa sebagian besar pasien

PPOK menghabiskan jauh lebih sedikit waktu berjalan dibandingkan

dengan rekan-rekan mereka yang sehat, dan ketika mereka benar-


98

benar berjalan, mereka melakukannya dengan kecepatan yang jauh

lebih lambat.Dalam penelitian kami, rata-rata hitungan langkah harian

adalah 8059 langkah / hari (table 2), yang bukan hasil yang buruk,

meskipun masih jauh lebih sedikit dari 10.000

Namun, yang lebih menarik adalah bahwa rata-rata aktivitas harian di

antara para peserta berkisar dari sangat buruk (minimal 220

langkah/hari) hingga unggul (maksimum 23.342 langkah / hari).

Meskipun demikian, sejalan dengan penelitian sebelumnya, sebagian

besar aktivitas fisik yang dilakukan oleh pasien kami berada pada

tingkat intensitas rendah, yaitu, mereka menghabiskan 73% waktu

aktif berjalan lambat dan hanya 4% berjalan cepat.

Tabel.2 Kebugaran Fisik dan Fungsi Otot


99

Hasil berbagai tes kinerja fisik dan fungsi otot / massa ditunjukkan

pada Tabel 2. Pasien berjalan rata-rata 376 m (119) dalam 6MWT,

Table.3 Korelasi Antara Hitungan Langkah Harian dan

Parameter Kebugaran Fisik dan Fungsi Otot / Massa

Catatan: Nilai dalam huruf tebal secara statistik signifikan (p <0,05)


100

Tabel 3 dan Tabel 2 menunjukkan hasil analisis korelasi Spearman

antara aktivitas fisik dan parameter fisiologis dan fungsi otot / massa.

Ada korelasi kuat antara jumlah langkah harian dan jarak 6-

minutewalk (6MWD), dan korelasi sedang antara jumlah langkah

harian dan 4MGS, TUGT, dan 30sCST. FFMI dan aktivitas fisik

hanya menunjukkan korelasi yang lemah. Sebaliknya, tidak ada

korelasi yang signifikan antara jumlah langkah harian dan kekuatan

pegangan, CC, AMA dan RFCSA.


101

Korelasi yang signifikan antara jumlah langkah harian dan parameter

kebugaran fisik dan fungsi / massa otot. (A) Korelasi antara jarak

berjalan 6 menit dan jumlah langkah harian. (B) Korelasi antara

kecepatan berjalan 4 meter dan jumlah langkah harian. (C) Korelasi

antara uji dudukan kursi 30 detik dan jumlah langkah harian. (D)

Korelasi antara tes waktunya dan pergi dan jumlah langkah harian. (E)

Korelasi antara indeks massa bebas lemak dan jumlah langkah harian.

Tabel 4

Tabel4 karakteristik pengoperasian penerima Analisis dari Berbagai

Tes yang Digunakan untuk Mengidentifikasi Pasien PPOK dengan

Tingkat Aktivitas Fisik yang Sangat Rendah (<5000 Langkah / Hari)


102

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki kinerja fisik atau

fungsi otot / tes massa mana yang secara signifikan berkorelasi dengan

Aktivitas fisik yang diukur secara objektif dan dapat digunakan dalam

praktik klinis rutin untuk mengidentifikasi pasien PPOK dengan

tingkat Aktivitas fisik yang sangat berkurang.

Berdasarkan hasil penelitian kami dan sehubungan dengan

keterbatasan yang disebutkan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa

6MWD, 4MGS, TUGT, 30sCST, dan FFMI secara signifikan

berkorelasi dengan jumlah langkah harian dalam populasi PPOK.

Selain itu, 6MWD memiliki kekuatan prediksi terbaik untuk

mengidentifikasi pasien COPD yang berjalan kurang dari 5.000

langkah per hari, diikuti oleh 4MGS, TUGT, dan 30sCST. Keempat

tes ini mudah dilakukan dan tersedia dalam pengaturan klinis apa pun

dan dapat digunakan sebagai alat skrining untuk identifikasi pasien

PPOK yang tidak aktif secara fisik.

Hasil: Populasi penelitian (N = 111, 69% pria, usia rata-rata 68 tahun)

berjalanrata-rata 8059 langkah / hari. Hitungan langkah harian sangat

berkorelasi dengan 6MWD (rho = 0,684, p <0,001) dan cukup dengan

4MGS (rho = 0,464, p <0,001), TUGT (rho = .40,463, p <0,001), dan

30sCST ( rho = 0,402, p <0,001). Korelasi dengan FFMI lemah (rho =

0,210, p = 0,027), sedangkan parameter lainnya tidak secara signifikan

berkorelasi dengan jumlah langkah harian. 6MWD memiliki kekuatan


103

diskriminatif terbaik untuk mengidentifikasi pasien dengan aktivitas

fisik yang sangat rendah didefinisikan sebagai <5000 langkah / hari

(AUC = 0,802 [95% CI: 0,720-0,8884], p <0,001), diikuti oleh TUGT,

4MGS, dan 30sCST.

Kesimpulan: 6MWD, 4MGS, TUGT, dan 30sCST mudah dilakukan

dalam pengaturan klinis apa pun dan dapat digunakan oleh dokter

dalam penyaringan pasien PPOK yang tidak aktif secara fisik.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sheila

(2020) Hubungan Antara Aktivitas Fisik dan Penyakit lainnya Pada

Orang Dengan PPOK yang Berada di Spanyol: A Cross Sectinal

Analysis.(2020). Internasional Juornal Environmental Research and

Public Health 2020

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Putri Tiara Rosha (2018)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien Penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK)

Sepemahaman saya pada penelitian ini adalah penelitian ini meneliti

tingkat aktivitas fisik pada pasien penyakit paru obstruktif kronik

(ppok), setelah didapatkan hasil dengan berbagai macam cara

perhitungan maka didapatkan hasil bahwa rata-rata dari pasien

penyakit paru obstruktif kronik memiliki aktivitas fisik yang rendah.

Dengan adanya penelitian ini maka kita bisa memberikan saran

kepada responden untuk selalu melakukan aktivitas atau latihan fisik


104

yang cukup dan teratur sesuai kemampuan , tujuannya agar

mengurangi gejala pada pasien dan membantu menambah kebugaran

tubuh kepada responden.

4.2.8 Pembahasan Jurnal Kedelapan ( Internasional)

Judul : Hubungan Antara Aktivitas Fisik dan Penyakit Pada

Orang Dengan Penyakit ParuObstuktif Kronik yang Berada

di Spanyol: A Cross Sectinal Analysis

Penelitian: Sheila Sinchez Castillo,Lee Smith,Arturo Diaz Suarez ,

and Guillermo Felipe Lopez Sanchez

Publikasi : Hubungan Antara Aktivitas Fisik dan Penyakit lainnya

Pada Orang Dengan PPOK yang Berada di Spanyol: A

Cross Sectinal Analysis.(2020). Internasional Juornal

Environmental Research and Public Health 2020

Penelitian ini memiliki variabel yang sama dengan penelitian yang

saya lakukan yaitu Variabel Independen ‘’Aktivitas Fisik . dan

Penelitian ini juga mengkaji dampak aktivitas fisik terhadap Sistem

Pernapasan pada pasien PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK ) adalah penyakit yang

ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak

sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif

dan berhubungan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas

yang beracun atau berbahaya.


105

Aktivitas Fisik adalah pergerakan tubuh dari otot-otot rangka dimana

memerlukan tenaga saat melakukannya . Aktivitas fisik terbagi

beberapa jenis , Aktivitas Harian, Latihan Fisik dan Olahraga.

Aktivitas fisik juga dapat dikategorikan sebagai Aktivitas Berat ,

Sedang dan Ringan.

Keterkaitan antar Variabel ini adalah Dengan Pasien Penyakit paru

Obstruktif Kronis (PPOK) melakukan aktivitas fisik dapat mencegah

atau menghindari resiko penyakit berupa Penyakit Punggung, alergi

kronis, Penyakit tulang, asma dan hipertensi menjadi yang paling

umum. Bahkan Tingkat Aktivitas fisik secara yang sangat kurang

signifikan terkait dengan risiko urin yang lebih tinggi/ kehilangan

control kandung kemih, katarak, kecemasan yang berlebih. Sementara

interaksi kepada pasien PPOK untuk melakukan aktivitas fisik bukan

hal yang mudah bagi pasien, Namun dianjurkan untuk orang PPOK

untuk meningkatkan tingkat aktivitas fisik mereka dalam upaya untuk

mengurangi risiko Penyakit yang akan muncul dan meningkatkan

kualitas hidup pasien

Pada penelitian ini didapatkan hasil untuk menilai kedua variable

Aktivitas fisik dan penyakit pada pasien PPOK, analisis yang

dilakukan ada 3 model. Yang pertama tidak disesuaikan, model kedua

disesuaikan untuk usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,

merokok, konsumsi alkohol dan berat badan berlebih (Obesitas) dan


106

model yang ketiga disesuaikan untuk variabel yang sama dengan

model dua dan juga untuk variabel kehadiran Penyakit lain serta

asupan obat. Penyakit pada pasien penyakit paru kronik(PPOK) yang

secara signifikan terkait dengan aktivitas fisik dalam model

1(menganalisa aktivitas) juga dianalisis dalam model 2 (menganalisa

penyakit ) saling berhubungan. Di model ke 3 emua variabel

dimasukkan dalam model sebagai variabel kategori dengan

pengecualian usia dan sisanya semua nya dimasukkan tanpa ada data

yang hilang, hasil dari analisa perhitungan disajikan dengan rasio

ganjil OR (95%) Interval kepercayaan.


107

Tabel.1
108

Sampel terdiri dari 601 orang dewasa dengan Penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK) yang tinggal di Spanyol. Rentang usia sampel adalah

15-69 tahun, dengan rata-rata (SD) 52,8 (14,1) tahun. Sebanyak 52,2%

adalah perempuan dan 47,8% adalah laki-laki. Prevalensi orang yang

melakukan kurang dari 600 MET • min / minggu adalah 37,1%.

Sebanyak 94% dari orang dengan PPOK yang memiliki penyakit lain.

Tabel.2
109

Perbedaan antara kelompok adalah signifikan untuk pendidikan, status

perkawinan, alkohol, obesitas, adanya komorbiditas, asupan obat dan

Aktivitas Fisik. Secara keseluruhan, prevalensi penyakit lain yang ada

pada mereka dengan Penyakit paru obstruktif kronik ditunjukkan pada

Tabel 2. Nyeri kronis lumbar, alergi kronis, arthrosis, nyeri serviks kronis,

asma dan hipertensi adalah komorbiditas dengan insidensi lebih tinggi,

semuanya dengan lebih dari 30%. Mempertimbangkan klasifikasi ICD

56,2% pasien PPOK menderita gangguan muskuloskeletal, diikuti oleh

penyakit kardiovaskular (48,8%) dan penyakit endokrin dan metabolik

(40,8%).

Tabel.3
110
111

Hubungan antara Aktivitas Fisik dan penyakit lain pada penderita PPOK yang

diteliti (Tabel 3) menunjukkan bahwa, ketika model disesuaikan dengan jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, merokok, konsumsi

alkohol dan obesitas, kurang dari 600 MET min / minggu PA dikaitkan

dengan signifikan peluang lebih tinggi untuk inkontinensia urin (OR = 2.179;

95% CI = 1.251-3.796), konstipasi kronis (OR: 2.023; 95% CI = 1.150-3.558),

katarak (OR = 1.918; 95% CI = 1.122-3.279) dan osteoporosis (OR = 1,713;

95% IC = 0,958-3,064).Nyeri lumbar(Tulang punggung) kronis, depresi dan

kecemasan kronis menunjukkan peluang yang signifikan juga. Namun, ketika

model disesuaikan dengan mempertimbangkan juga adanya komorbiditas dan

asupan obat, PA secara signifikan hanya dikaitkan dengan inkontinensia urin,

sembelit kronis, katarak, nyeri lumbar kronis dan kecemasan kronis. Ketika

model tidak disesuaikan, infark miokard memiliki salah satu peluang tertinggi,

tetapi itu tidak signifikan (OR = 2,171; 95% CI = 0,844-5,586).Sebagai

kesimpulan, sembilan dari sepuluh pasien PPOK yang berada di Spanyol

menderita penyakit lain , dengan CBP lumbar, alergi kronis, artrosis, CBP

serviks, asma dan hipertensi menjadi yang paling umum.


112

Tingkat Aktivitas fisik yang kurang juga secara signifikan dikaitkan dengan

risiko inkontinensia urin yang lebih tinggi, sembelit kronis, katarak,

kecemasan kronis dan lumbar CBP. Sementara interaksi pasien PPOK dengan

Aktivitas fisik bukan hal yang mudah untuk dilakukan pasien, dianjurkan bagi

orang dengan PPOK untuk meningkatkan Aktivitas fisik mereka dalam upaya

untuk mengurangi risiko kemunculan penyakit lainnya dan meningkatkan

kualitas hidup.(Sheila,2019)

Adapun penelitian yang hamper serupa dilakukan oleh Tri Wulandari.(2020).

Aktivitas Rutin untuk Mencegah Penyakit Degeratif. Penyakit degeneratif atau

metabolik adalah penyakit yang disebabkan oleh aktivitas berlebihan yang

membuat orang tidak punya waktu untuk menjaga kesehatan tubuh. Kondisi

terus menerus ini dapat meningkatkan risiko kematian. Fenomena ini banyak

ditemukan dengan adanya obesitas di banyak tempat termasuk di Dusun

Gamping, Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

Baru-baru ini, tren penyakit ini telah meningkat. Oleh karena itu, menciptakan

kesadaran masyarakat tentang masalah ini perlu dilakukan melalui program

pemberdayaan. Program ini diharapkan dapat mengurangi risiko kematian yang

disebabkan oleh penyakit metabolik atau degeneratif terutama bagi ibu rumah

tangga yang memiliki aktivitas yang tidak pernah berakhir. Program

pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui organisasi untuk perempuan

yaitu Program Kesejahteraan Keluarga. Implementasi program ini dilakukan

dalam beberapa tahap yaitu: 1) pemeriksaan kualitas fisik awal (indeks massa

tubuh, tekanan darah, kadar kolesterol, gula darah dan asam urat); 2)
113

penciptaan kelompok yang memperhatikan kehidupan sehat; 3) sosialisasi

tentang pola hidup sehat; 4) senam rutin psikomotor dua kali seminggu selama

10 minggu; dan 5) pemeriksaan kualitas fisik akhir. Tercatat dari program

pemberdayaan ini bahwa 38,29% menderita obesitas, 6,38% menderita

diabetes mellitus (DM), 36,17% menderita asam urat tinggi dan 10,64%

menderita hiperkolesterolemia. Setelah senam rutin dua kali seminggu dalam

10 minggu, tercatat bahwa obesitas menurun menjadi 34,04% dan DM

menurun menjadi 4,26%, sedangkan hiperkolesterolemia meningkat menjadi

17,02%. Asam urat, di sisi lain, tetap stabil. Untuk menjaga kesehatan mereka

lebih lanjut, senam rutin terus-menerus, pemeriksaan kesehatan berkala

(setidaknya setahun sekali), terutama untuk orang berusia> 40 tahun.

Keberhasilan lain dari program ini adalah penciptaan Komunitas Peduli Hidup

Sehat

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Putri Tiara Rosha (2018) Faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien Penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK).

Sepemahaman saya dari penelitian ini adalah bahwa aktivitas fisik sangat

menentukan penyaikit lainnya yang muncul pada pasien penyakit paru

obstruktif kronik (ppok). Penyakit yang muncul beragam tergantung persentasi

aktivitas fisik yang dilakukn , Namun pasien PPOK dengan aktivitas fisik

rendah cenderung lebih berisiko terkena penyakit lain dibandingkan pasien

dengan aktifitas yang normal atau bagus


114

4.3 Pembahasan Keterkaitan Masing-masing Jurnal dengan Hipotesis

Penelitian

4.3.1 Jurnal Pertama

Penelitian yang dilakukan oleh Kritina L Silalahi, Tobus Hasiholan

Siregar .(2018). Dengan judul Pengaruh Pulsed Breathing Exercise

Terhadap Penurunan Sesak Napas Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi

Kronis (PPOK) di RSU Royal Prima Medan mendapatkan hasil dengan

menggunakan uji Wilcoxon pada saat uji pre test nilai mean 2,13 dan

nilai median 2,00. Pada saat uji post test nilai mean 1,25 dan nilai

median 1,00. Maka didapat nilai Z = -2,646 dengan p value sebesar

0,008 < 0,05 sehingga kesimpulan Ho ditolak dan Ha diterima,

disimpulkan bahwa ada pengaruh pulsed lip breathing exercise terhadap

penurunan sesak napas pada pasien penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK) di Rumah Sakit Umum Royal Prima Medan tahun 2018.

Hasil penelitian ini akan mendukung penelitian yang akan saya lakukan

dengan judul ‘’Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Pernapasan

pada Pasien Penyakit Paru Obtruktif Kronik (PPOK). Karena Penelitian

ini memiliki Variabel yang makna nya hampir sama dengan Variabel

penelitian yang akan saya lakukan.

Pursed Lip Breathing Exercise merupakan latihan yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan otot-otot pernapasan berguna untuk

meningkatkan ventilasi fungsi paru dan memperbaiki oksigenisasi


115

Manfaat dari Pursed Lib Breathing Exercise adalah untuk membantu

pasien memperbaiki transport oksigen , menginduksi pola napas lambat

dan dalam , membantu pasien mengontrol pernapasan, mencegah

kolaps, dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi

dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi dan

mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2013)

4.3.2 Jurnal Kedua

Pada penelitian yang dilakukan oleh Irmawan Andri Nugroho, Tintin

Sukartini,Sriyono. (2018). Low Impact Aerobic Exercise Dapat

Menurunkan Keluhan Gejala Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis

didapatkan hasil bahwa gejala pasien PPOK pre dan post test pada

kelompok perlakuan dengan uji statistic paired T-test diproleh P =

<0,001 yang berarti ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan

gejala sebelum dan setelah intervensi pada kelompok perlakuan.

Berdasarkan uraian data diatas maka dapat disimpulkan nahwa hipotesis

pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Irmawan Andri

Nugroho, Tintin Sukartini,Sriyono. (2018). Low Impact Aerobic

Exercise Dapat Menurunkan Keluhan Gejala Pasien Penyakit Paru

Obstruktif Kronis

Hasil penelitian ini akan mendukung penelitian yang akan saya lakukan

dengan judul ‘’Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Pernapasan

Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Karena Variabel pada


116

penelitian ini hampir memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan

saya lakukan , pada penelitian ini peneliti juga meneliti Latihan fisik

yang merupakan bagian dari ktivitas fisik, peneliti meneliti latihan fisik

berupa Latihan Low Impact Aerobic Exercise terhadap pasien dengan

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

Latihan aerobik adalah latihan yang bergantung terhadap ketersediaan

oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi sehingga

akan bergantung terhadap kerja optimal dari jantung, pembuluh darah

dan paru-paru sehingga latihan tersebut dapat berlangsung lama

(Arista 2019).

Latihan fisik bagi penderita PPOK bertujuan utama menurunkan gejala,

meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan aktifitas sehari-hari

(GOLD 2016).

4.3.3 Jurnal Ketiga

Penelitian yang dilakukan oleh Imron Rosyadi.(2019). Pada Penelitian

ini responden dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi

dan kelompok kontrol . Kelompok intervensi akan diberikan pelatihan

pada kelompok intervensi akan mendapat latihan pursed lip

breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching

sementara pasien kelompok kontrol tidak diberikan intervensi apapun,

namun pasien kelompok kontrol akan diberikan latihan setelah

penelitian selesai dilakukan.


117

Kelompok intervensi diberikan latihan pursed lip breathing,

diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching selama 4 minggu

sebanyak 2 kali dalam 1 minggu, sedangkan kelompok kontrol tidak

diberikan latihan. Skala dispnea diukur menggunakan kuesioner

MRC Dyspnea Scale dan dikategorikan menjadi ringan (skala 1),

sedang (skala2-3), dan berat (skala 4-5). Terdapat perbedaan

dispnea (p value 0,008) dan sekaligus tidak ada perbedaan dispnea

pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan (p value 0,655).

Pursed lip breathing, diaphragmatic breathing, dan upper limb

stretching dapat memberikan manfaat yang lebih signifikan apabila

dilakukan secara berkelanjutan, khususnya bagi pasien PPOK.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah otot pernapasan pasien PPOK

yang mengalami kelemahan dapat kembali dioptimalkan. Salah satu

upaya dalam meningkatkan kekuatan otot pernapasan adalah dengan

melakukan latihan otot pernapasan (pursed lip breathing,

diaphragmatic breathing, dan upper limb stretching) secara rutin.

Latihan otot pernapasan yang dilakukan secara rutin, disertai dengan

gaya hidup yang sehat dapat membantu meningkatkan kemampuan

aktivitas pasien PPOK dalam kehidupan sehari-hari.

4.3.4 Jurnal Keempat

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Dwi Yunica Astriani , Putu

Indah Sintya Dewi ,dan Kadek Hendri Yanti.(2020).dengan judul

Relaksasi Pernafasan Dengan Teknik Ballon Blowing Terhadap


118

Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK mendapatkan hasil

perhitungan dengan program computer p –valuee 0,000 maka dapat

disimpulkan nilai p lebih kecil dari 0,05(p<0,05) yang berarti terdapat

pengaruh relaksasi pernapsan dengan teknik ballon blowing terhadap

saturasi oksigen pasien PPOK di ruang poli paru RSUD Kabupaten

Buleleng . Berdasarkan hasil tersebut diatas maka dapat disimpulkan

hipotesis pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ni Made

Dwi Yunica Astriani , Putu Indah Sintya Dewi ,dan Kadek Hendri

Yanti.(2020) yaitu pengaruh relaksasi pernapasan dengan teknik ballon

blowing terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK.Berdasarkan hasil

tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis pada penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian Ni Made Dwi Yunica , Astriani , Putu Indah

Sintya Dewi ,dan Kadek Hendri Yanti.(2020). Terdapat pengaruh

Relaksasi Pernafasan Dengan Teknik Ballon Blowing Terhadap

Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK

Hasil Penelitian ini akan mendukung penelitian yang akan saya lakukan

dimana penelitian ini memiliki variabel – variabel yang hampir mirip

dengan yang akan saya lakukan.Latihan pernapasan juga merupakan

latihan fisik atau Aktivitas fisik , penelitian ini juga mengkaji tentang

status pernapasan pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yaitu

saturasi oksigen.Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan saya

lakukan dengan judul ‘’ Hubungan Aktivitas Fisiki terhadap Status

Pernapasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


119

pursed lip breathing berguna untuk memperbaiki ventilasi,

meningkatkan kerja otot abdoman dan toraks.(Ni made 2020)

Teknik relaksasi dengan meniup balon dapat membantu otot intracosta

mengelevasikan otot diafragma dan kosta. Sehingga memungkinkan

untuk menyerap oksigen , mengubah bahan yang masih ada dalam paru

untuk mengeluarkan karbondioksida yang ada didalam paru.(Tunik et al

2017 )

4.3.5 Jurnal Kelima

Penelitian yang dilakukan oleh Erik Kusuma, Bayu Herlambang.

(2020). dengan judul Pengaruh Senam Asma Terhadap Kemampuan

Penderita Asma di Poli Paru RSUD Bangil mendapatkan hasil

perhitungan dengan. Analisa data menggunakan paired t-test dengan

taraf signifikan α: 0,05. Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata

kemampuan pernapasan (APE) sebelum senam 208 lt/mnt dan setelah

melakukan senam naik menjadi 304 lt/mnt, uji statistik didapatkan nilai p

: 0,000 (< α : 0,05), artinya ada pengaruh senam asma terhadap

kemampuan pernapasan pada penderita asma di Poli Asma RSUD Bangil.

Senam asma secara rutin dapat meningkatkan kemampuan pernapasan dan

memperbaiki kualitas hidup penderita asma.

senam asma yang bersifat melatih otot pernapasan. Latihan otot


pernapasan dapat meningkatkan fungsi otot pernapasan, mengurangi
derajat gangguan pernapasan, meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas dan menurunkan gejala dipsnea. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah mengikuti senam asma secara teratur
120

pasien asma mendapatkan beberapa manfaat yaitu frekuensi


serangan asma berkurang, pemakaian obat berkurang, dan gejala
asma menjadi ringan.(Erik, 2020)

Senam asma dianggap mampu mengurangi obstruksi dan

meningkatkan elastisitas dari bronkus dan otot- otot prnapasan.

melatih para penderita asma dengan beberapa sesi termasuk di

dalamnya adalah sesi latihan menarik napas dan menghembuskan

napas dengan ekspirasi lebih panjang dua hitungan dibanding

inspirasi. Latihan ini bertujuan melatih cara bernapas yang baik.

Sesi yang lain adalah untuk melenturkan otot pernapasan, sehingga

mempermudah pernapasan dan ekspektorasi. Sesi utama adalah sesi

aerobik yang menggunakan otot-otot besar untuk melatih sistem

kardiovaskular dan respirasi dalam mendistribusikan pasokan darah

(Sudrajat & Nisa, 2016).

4.3.6 Jurnal Keenam

Penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Udayani,Muhammad

AminMakhfudli.(2020) dengan judul Pengaruh Kombinasi Teknik

Pernapasan Buteyko dan Latihan Berjalan Terhadap Kontrol Asma

Pada Pasien Asma Dewasa mendapatkan hasil hitung menunjukkan

perbedaan yang signifikan nilai kontrol asma antara sebelum dan

sesudah 4 minggu dan 8 minggu intervensi pada kelompok perlakuan

dengan didapatkan nilai p = 0.000 (p <0,05).


121

Hasil Penelitian ini akan mendukung penelitian yang akan saya lakukan

dimana pada penelitian ini memiliki variabel yang berkaitan dengan

penelitian yang akan saya lakukan . Penelitian ini mengkaji tentang

latihan fisik atau aktivitas fisik terhadap pasien Asma , dimana pasien

asma juga merupakan bagian dari pasien penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK). Sejalan dengan judul penelitian yang akan saya

lakukan dengan judul ‘’Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status

Pernapasan pada Pasien penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Kombinasi teknik pernapasan Buteyko dan latihan berjalan

meningkatkan kontrol asmamelaui mekanisme peningkatan CO2

dan produksi nitric oxide yang berefek bronkodilatasidan melalui

penurunan mediator inflamasi sehingga dapat menurunkan gejala

asma.(Wiwik 2020)

Latihan fisik berupa berjalan meningkatkan kontrol asma dengan

mengurangi reaksi hiperesponsivitas dan meningkatkan daya tahan

kardiorespirasi (Pakhale, Luks, Burkett, & Turner, 2013).

4.3.7 Jurnal Ketujuh (Internasional )

Penelitian ini meneliti tentang melakukan tes secara signifikan

berkorelasi dengan aktivitas fisik yang diukur secara objektif (Physical

Activity) pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

dan berpotensi dapat berfungsi untuk mengidentifikasi pasien PPOK

yang tidak aktif secara fisik dalam praktik klinis rutin.


122

Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memiliki tingkat

dan intensitas aktivitas fisik (PA) yang lebih rendah dibandingkan

dengan orang sehat yang cocok dengan usia dan bahkan untuk pasien

dengan penyakit kronis lainnya. Ketidakaktifan fisik dan gaya hidup

menetap menjadi lebih jelas dengan meningkatnya Keparahan PPOK

sebagai akibat dari pembatasan ventilasi progresif, gangguan jantung,

disfungsi otot perifer, dan faktor psikologis.(Zinka,2020)

Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa pasien dengan penyakit

PPOK cenderung memiliki aktivitas fisik rendah , bahkan perhitungan

menggnakan 6MWD, 4MGS, TUGT, 30sCST, dan FFMI secara

signifikan berkorelasi dengan jumlah langkah harian dalam populasi

PPOK. Selain itu, 6MWD memiliki kekuatan prediksi terbaik untuk

mengidentifikasi pasien COPD yang berjalan kurang dari 5.000 langkah

per hari, diikuti oleh 4MGS, TUGT, dan 30sCST. Keempat tes ini

mudah dilakukan dan tersedia dalam pengaturan klinis apa pun dan

dapat digunakan sebagai alat skrining untuk identifikasi pasien PPOK

yang tidak aktif secara fisik.

Hasil: Populasi penelitian (N = 111, 69% pria, usia rata-rata 68 tahun)

berjalanrata-rata 8059 langkah / hari. Hitungan langkah harian sangat

berkorelasi dengan 6MWD (rho = 0,684, p <0,001) dan cukup dengan

4MGS (rho = 0,464, p <0,001), TUGT (rho = .40,463, p <0,001), dan

30sCST ( rho = 0,402, p <0,001). Korelasi dengan FFMI lemah (rho =


123

0,210, p = 0,027), sedangkan parameter lainnya tidak secara signifikan

berkorelasi dengan jumlah langkah harian. 6MWD memiliki kekuatan

diskriminatif terbaik untuk mengidentifikasi pasien dengan aktivitas

fisik yang sangat rendah didefinisikan sebagai <5000 langkah / hari

(AUC = 0,802 [95% CI: 0,720-0,8884], p <0,001), diikuti oleh TUGT,

4MGS, dan 30sCST.

Kesimpulan: 6MWD, 4MGS, TUGT, dan 30sCST mudah dilakukan

dalam pengaturan klinis apa pun dan dapat digunakan oleh dokter

dalam penyaringan pasien PPOK yang tidak aktif secara fisik.

Penelitian ini akan mendukung penelitian yang akan saya lakukan agar

lebih mengobservasi aktivitas fisik yang dilakukan oleh pasien PPOK.

Sebab aktivitas yang kurang tentu mempengaruhi tingkat kesehatan

pasien PPOK , bahkan aktivitas yang kurang bisa menimbulkan

penyakit lain

Peningkatan aktivitas fisik diantara pasien penyakit paru obstruktif

kronik dapat mengurangi risiko kecemasan serta depresi pada pasien

tersebut

4.3.8 Jurnal Kedelapan (Internasional )

Pada penelitian ini didapatkan hasil untuk menilai kedua variable

Aktivitas fisik dan penyakit pada pasien PPOK, analisis yang dilakukan

ada 3 model. Yang pertama tidak disesuaikan, model kedua disesuaikan

untuk usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, merokok,


124

konsumsi alkohol dan berat badan berlebih (Obesitas) dan model yang

ketiga disesuaikan untuk variabel yang sama dengan model dua dan

juga untuk variabel kehadiran Penyakit lain serta asupan obat. Penyakit

pada pasien penyakit paru kronik(PPOK) yang secara signifikan terkait

dengan aktivitas fisik dalam model 1(menganalisa aktivitas) juga

dianalisis dalam model 2 (menganalisa penyakit ) saling berhubungan.

Di model ke 3 emua variabel dimasukkan dalam model sebagai variabel

kategori dengan pengecualian usia dan sisanya semua nya dimasukkan

tanpa ada data yang hilang, hasil dari analisa perhitungan disajikan

dengan rasio ganjil OR (95%) Interval kepercayaan.Statistik

signifikansi ditetapkan pada p <0,05 nalisis dilakukan dengan paket

statistik (SPSS).

Sebagai kesimpulan, sembilan dari sepuluh pasien PPOK yang berada

di Spanyol menderita penyakit lain , dengan CBP lumbar, alergi kronis,

artrosis, CBP serviks, asma dan hipertensi menjadi yang paling umum.

Tingkat Aktivitas fisik yang kurang juga secara signifikan dikaitkan

dengan risiko inkontinensia urin yang lebih tinggi, sembelit kronis,

katarak, kecemasan kronis dan lumbar CBP. Sementara interaksi pasien

PPOK dengan Aktivitas fisik bukan hal yang mudah untuk dilakukan

pasien, dianjurkan bagi orang dengan PPOK untuk meningkatkan

Aktivitas fisik mereka dalam upaya untuk mengurangi risiko

kemunculan penyakit lainnya dan meningkatkan kualitas hidup.


125

Tingkat Aktivitas fisik yang kurang juga secara signifikan dikaitkan

dengan risiko inkontinensia urin yang lebih tinggi, sembelit kronis,

katarak, kecemasan kronis dan lumbar CBP. Sementara interaksi pasien

PPOK dengan Aktivitas fisik bukan hal yang mudah untuk dilakukan

pasien, dianjurkan bagi orang dengan PPOK untuk meningkatkan

Aktivitas fisik mereka dalam upaya untuk mengurangi risiko

kemunculan penyakit lainnya dan meningkatkan kualitas hidup.

(Sheila,2019)

Berdasarkan uraian tersebut maka didapatkan hasil bahwa aktivitas fisik

pada pasien penyakit paru obstruktif kronik PPOK akan berpengaruh

terhadap penyakit lain yang akan muncul pada pasien tersebut

4.4 Kesimpulan

Hasil Literatur yang dilakukan oleh peneliti dari 8 jurnal yang menunjukkan

hasil signifikan . Hal ini disebabkan karena Aktivitas fisik baik berupa

aktivitas harian , latihan fisik (Senam yoga, latihan pernapasan) merupakan

sesuatu yang sangan berdampak bagi kesehatan tubuh, baik dari fisik maupun

mental terutama kepada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Aktivitas fisik juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan sistem pernapasan

dan dapat bermanfaat untuk meringankan gejala atau masalah pada

pernapasan. Aktivitas fisik juga sangat berpengaruh bagi kualitas hidup

pasien penyakit paru obstruktif kronik Berdasarkan uraian diatas maka dapat

disimpulkan jurnal – jurnal yang diambil sebagai bahan penelitian dengan


126

metode studi literature menunjukkan keterkaitan dengan variabel yang diteliti

serta sejalan dengan hasil hipotesis pada penelitian ini yaitu ada hubungan

aktivitas fisik dengan status pernapasan pada pasien penyakit paru obstruktif

kronis (PPOK).
BAB 5

PENUTUPAN

4.5 Kesimpulan

Berdasarkan hasil review jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh penelit

iterkait dengan penelitian yang dibuat dengan judul penelitian“ Study

Literature Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Pernapasan pada Pasien

Penyakit Paru Obstruktif Kronis dengan kesimpulan yaitu :

3.7.1 Berdasarkan hasil jurnal yang telah direview, aktivitas fisik yang

dilakukan pasien penyakit paru obstruktif kronik (ppok ) cenderung

rendah

3.7.2 Berdasarkan hasil jurnal yang telah direview,terdapat hubungan

aktivitas fisik mempengaruhi status atau kondisi pernapasan pada

pasien penyakit paru obstruktif kronik (ppok)

3.7.3 Berdasarkan hasil jurnal yang telah direview, terdapat hubungan

bahwa aktivitas fisik yang bagus mempengaruhi kesehatan dan

mengurangi gejala pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (ppok)

5.1.4 Berdasarkan hasil jurnal yang telah direview , aktivitas fisik

mempengaruhi penyakit lain padapasien penyakit paru obstruktif

kronik

127
4.6 Saran

Berdasarka nmanfaat dari dilakukannya penelitian ini, peneliti memberikan

saran sebagaiberikut :

5.2.1 BagiPeneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan

untuk meneliti lebih dalam tentang bagaimana hubungan aktivitas fisik

dengan status pernapasan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik .

Juga sebagai menambah ilmu pentingnya aktivitas fisik yang normal

bagi kesehatan

5.2.2 Bagi Masyarakat/Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan

kepada masyarakat khususnya kepada pasien penyakit paru obstruktif

kronik (ppok ) pentingnya aktifitas fisik bagi penderita ppok

5.2.3 Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bacaan

guna menambah wawasan tentang aktivitas fisik dan penyakit paru

obstruktif kronik serta hubungan kedua- duanya kepada mahasiswa-

mahasiswi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin dan yang lainnya

5.2.4 Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada

pihak Rumah sakit dalam upaya peningkatan pengetahuan pasien ppok

tentang pentingnya aktivitas fisik yang bagus dalam mengatasi

penyakit paru obstruktif kronik (ppok)


Daftar Pustaka

Agus Siswanto. (2014). Hubungan Antara Latihan Fisik dan Kapasitas

Vital Paru Pada Siswa Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate di

Universit Muhammadiyah Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta, Surakarta

Cristophurus N. Handoyo, Edy Supriyanto. (2018). Profil Trauma Toraks di

Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Gembiran Periode Maret 2017-Maret

2018. Jurnal ilmiah kedokteran Wijaya Kusuma 7(2) : 178-188

Cut Desi Purnama. (2018). Penerapan media peta konsep dala pebelajaran sistem

pernapasan pada manusia . Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas

Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Danuar Kusuma Arini Putri, Beti Kristinawati,Tofik Hidayat.(2019).Aplikasi

teknik pernapasan diafragma pada pasiendengan sesak napas di ruang

gawat darurat.The 10th University Research Colloqium 2019.

Kadek Agus Heryana Putra, Made Elshinta Jayanti Astara. (2016 ) . Fisiologi

Ventilasi dan Pertukaran Gas. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

RSUP Sanglah Denpasar

Edmundo Caesario Dwiputra. (2019). Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi

paru pada pekerja pemecah batu dikota Bandarlampung. Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung, BandarLampung


Eka Permata Y. ( 2018). Anatomi Fisiologi berdasarkan Kurikulum 2013. Kota

Malang, Jawa Timur : Kitto Book

Faisal Rahman, Siti Nurmala Novi Rian Kusuma Dewi . (2019). Ilmu Penyakit &

Penunjang Diagnostik. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC

Hidayat.A.A.(2014). Metodologi penelitian keperawatan dan analisis data .

Jakarta : Salemba Medika

Jacquez Fortin. (2016). Family guide to health (4thed). Montreal (Quebec) H2Y

2E1 ,Canada. QA International

Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keprawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC

Luhur Arifian, Joko Kismanto. (2018). Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler

Terhadap Respiration Rate Pada Pasien Asma Bronkial di Puskesmas Air

Upas Ketapang. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada

Muhammad Danang Perdana Putra. (2019).Gambaran Tingkat Aktivitas Fisik

Pada Usia Dewasa Awal. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Muhmmadiyah

Yogyakarta, Yogyakarta

Nita Widhisusanti. (2016). Hubungan Penurunan Fisik dengan Saturasi Oksigen

Pada Lanjut Usia di Posyandu Makam Haji. Program Studi S1

Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah

Surakarta, Surakarta
Notoatmodjo,S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; Rineka Cipta

Nursalam.(2015). Metodologi penelitian ilmu keperawatan pendekatan praktis

(4th).Jakarta: Selemba Medika

Persatuan Dokter Paru Indonesia/PDPI (2010). Definisi Penyakit Paru Obstruksi

Kronis. Jakarta

Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI. (2016) Pembinaan kesehatan Olahraga

di Indonesia. 2442-7659

Renita . (2014). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada An.S dengan

bronchopneumonia diruang cempaka RSUD dr.goetteng Taroenadibrata

Purbalingga. Program studi D III Keperawatan fakultas ilmu kesehatan ,

Universitas Muhammadiyah Purwokerto,Purwokerto

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan Republik Indinesia, Jakarta

Saftarina, F., Anggraini, D. I., & Ridho, M. (2017). Penatalaksanaan Penyakit

Paru Obstruktif Kronis pada Pasien Laki-Laki Usia 66 Tahun Riwayat

Perokok Aktif dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Kecamatan

Tanjung Sari Natar. Jurnal Agromed Unila, 4(1), 143–151.


Sahynta Putri Anggriantie. (2019). Pengaruh Latihan Fisik Terhadap

Hemodinamik Pasien Hemodialisa di RSUD Banyumas. S1

Keperawatan . Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto

Samidi. (2015). Pengaruh Strategi Pembelajaran Student Team Heroic Leadership

Terhadap Kreaktivitas Belajar Matematika pada Siswa SMP Negeri 29

Medan T.P 2013/2014. Jurnal EduTech Vol.1 No 1 Maret 2015. ISSN :

2442-6024 , 2442-7063

Sandi. (2016). Pengaruh latihan fisik terhadap frekuensi denyut nadi. Sport and

Fitness Journal. ISSN : 2302 – 688X

Soedarto . (2013). Lingkungan dan Kesehatan Environment and Heatlh. Jakarta :

Sagung Seto

Soedirman, J. K., & Journal, T. S. (2010). Jurnal Keperawatan Soedirman (The

Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember 2010. 5(3),

174–181.

Sugiyono.(2017). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan

R&D. Bandung : Alfabeta

Suliatun Ni’mah. (2019). Gambaran Lama Watu pemberian Terapi Nebulizer

Terhadap Status Respiratori pada Pasien Asma di RSUD dr.R.Goeteng

Taboenadibrata Purbalingga. Diploma III Keperawatan . Universitas

Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto


Sutri. (2014). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kesegaran Jasmani Pada Remaja

Puasa. Program Studi D IV Fisioterapi Universitas Muhammadiyah

Surakarta, Surakarta

Waloya, T., & Masyarakat, D. G. (2013). Hubungan antara konsumsi pangan dan

aktivitas fisik dengan kadar kolesterol darah pria dan wanita dewasa di

bogor (. 8(1), 9–16.

Wismoyo Nugraha Putra. (2017). Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik, dan

Aktivitas Sedentari dengan Overweight di SMAN 5 Surabaya.

Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Airlangga Surabaya. 298-310

Yudith Amelia Damayanti. (2019). Peran Aktivitas Fisik untuk Kinerja Jantung

dan Paru-Paru Serta Relevansinya dengan Aterodklerosis. Fakultas

Kedokteran , Universitas Sebelas Maret, Surakarta , Indonesia


Aktivitas Fisik

Nama :

Usia :

Pekerjaan :

Alamat :

Berilah tanda ( √ ) pada kolom dibawah ini sesuai dengan pilihan jawaban

responden

Penjelasan :

Ya :1

Tidak : 0

No Pernyataan (Aktivitas Harian) Jawaban


Ya Tidak
1 Membersihkan rumah (Menyapu ,
membersihkan kaca, membersihkan debu,dll)
Waktu lebih dari 30 Menit
2 Berjalan (dirumah,dikantor,disekolah,dll)
Waktu lebih dari 30 menit
3 Mencuci pakaian atau peralatan dapur
Waktu lebih dari 30 menit
4 Mengangkat beban (Mengambil air
disumur,membawa tas berat,berbelanja, dll)
Waktu lebih dari 30 menit
5 Mencuci alat transportasi (Sepeda, motor,
mobil, dll)
Waktu lebih dari 30 menit
6 Memasak (menyiapkan makan)
Waktu lebih dari 30 menit
7 Pergi ke pengajian/majelis
Waktu lebih dari 30 menit

8 Mendorong gerobak atau mengayuh


Waktu lebih dari 30 menit

9 Bermain bersama anak/cucu

Waktu lebih dari 30 menit

10 Memberi makan peliharaan

Waktu lebih dari 30 menit

11 Memungut/membersihkan sampah

Waktu lebih dari 30 menit

Pernyataan (Latihan Fisik)


12 Bersepeda
Waktu lebih dari 30 menit
13 Lari kecil (Jogging)
Waktu lebih dari 30 menit
14 Senam
Waktu lebih dari 30 menit

15 Berenang/mandi disungai
Waktu lebih dari 30 menit
16 Jalan Santai
Lebih dari 30 menit
Pernyataan( Pekerjaan )
17 Berkebun
Lebih dari 30 menit

18 Menanam padi/bersawah
Waktu lebih dari 30 menit

19 Pekerjaan kantoran ( Guru,Administrasi


,Staff,dll)
Waktu lebih dari 30 menit

20 Menyusun kayu atau Menyusun batu bata


Waktu lebih dari 30 menit
21 Driver (Sopir/supir)
Waktu lebih dari 30 menit
22 Pedagang keliling
Waktu lebih 30 menit
23 Membersihkan kandang hewan ternak

Waktu lebih dari 30 menit

Anda mungkin juga menyukai