ANNIDA FALAHAINI
1406579460
ANNIDA FALAHAINI
1406579460
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
NPM : 1406579460
Tanda Tangan :
iii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : ..... Mei 2019
iv
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah akhir ners ini yang
berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada
Kasus Kanker Kolorektal Pro Tutup Kolostomi di RSUPN Ciptomangunkusumo
Jakarta”
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian dari karya ilmiah akhir ners
tersebut terdapat indikasi plagiarisme, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar tanpa unsur paksaan dari siapapun.
Annida Falahaini
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Kasus Kanker Kolorektal Pro Tutup Kolostomi
Di RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta”. Disusunnya karya ilmiah ini merupakan
salah satu syarat kelulusan program profesi Fakultas Ilmu Keperawatan. Selesainya
karya ilmiah ini tidak lepas dari kontribusi beberapa pihak. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Sri Yona, S.Kp., M.N., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan dan pembelajaran serta dukungan moril selama
penyusunan karya ilmiah ini.
2. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP. selaku Ketua Program Studi Sarjana dan Ners
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang memberikan bimbingan
dalam prosedur teknis penyusunan karya ilmiah.
3. Bapak Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N. sebagai dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan dan jajaran staff akademik FIK UI yang memfasilitasi administrasi
karya ilmiah.
4. Bapak/Ibu Guru pada tahap pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA serta segenap
dosen Fakultas Ilmu Keperawatan yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan
sehingga penulis dapat sampai pada tahap penyusunan karya ilmiah untuk
memperoleh gelar profesi keperawatan.
5. Ayah, Ibu, dan kakak yang senantiasa menjadi sumber semangat untuk terus
berjuang dalam menyelesaikan pendidikan profesi keperawatan.
6. Sekar Dwi Purnamasari dan Arin hasanudin sebagai kawan seperjuangan dalam
seperbimbingan Ibu Sri Yona yang menjadi tempat berbagi saat suka dan duka
dalam penyusunan karya ilmiah ini.
7. Andinia Fathonah, Siti Maemunah, Lisa Perikani, dan Nur Khotimah sebagai
kawan seperjuangan dalam praktik klinik selama peminatan KMB.
8. Teman-teman satu angkatan FIK UI 2014 yang saling mendukung dan membantu
satu sama lain demi keinginan untuk lulus bersama.
vi
Semoga karya ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Annida Falahaini
NPM : 1406579460
Program Studi : Profesi Keperawatan
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free
Right) atas karya ilmiah yang berjudul:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
(Annida Falahaini)
viii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
Urban communities are at risk of developing colorectal cancer along with unhealthy
environmental, social factor, and bad lifestyle. Treatment to evacuate feces in colorectal
cancer is by making a colostomy. Adjuvant therapy then be taken to improve the
healing of cancer so colostomy closure can be performed. Complications of that surgical
procedure are dehiscence in surgical wounds and adhesions which require an ileostomy.
Patients with surgical complications need nutritional therapy to supports recovery. In
addition, other intervention such as airway management, fluid and electrolyte
management, and wound care are also provided in accordance with the response of
patient in the postoperative phase.
x
DAFTAR ISI
xi
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 62
Lampiran ........................................................................................................................ 66
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masyarakat perkotaan berisiko mengalami masalah kesehatan. Hal tersebut dikarenakan
faktor lingkungan seperti kekurangan suplai air bersih dan polusi udara (Lundy & Janes,
2009). WHO (2018) mengklaim bahwa sepertiga kematian akibat stroke, penyakit
jantung, dan kanker paru berhubungan dengan polusi udara. Penelitian Schulze et al
(2017) membuktikan bahwa partikel polutan dengan kepadatan PM 2,5 dapat
menembus pertahanan paru dan masuk kedalam sistem peredaran darah. Industrialisasi,
pembuangan limbah domestik, limbah radioaktif, pertumbuhan populasi, dan kebocoran
dari tangki air adalah sumber utama pencemaran air dalam tatanan masyarakat
perkotaan (Haseena, 2017).
Sebagian besar masyarakat perkotaan memiliki sistem sosial dan gaya hidup yang
kurang baik. Masalah sosial seperti kekerasan, kriminalisme, dan diskrimanasi ras
menjadi stressor masyarakat perkotaan. Dampak yang ditimbulkan adalah gangguan
kesehatan psikis yang mempengaruhi kondisi fisik. Konsumsi alkohol, penyalahgunaan
narkoba, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas memicu penyakit
bertambahnya penyakit tidak menular (Lundy & Janes, 2009). Salah satunya adalah
kanker.
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular penyebab kematian di dunia.
WHO (2018) mengestimasi adanya 18,1 juta kasus baru kanker dan 9,6 juta kematian
akibat kanker selama tahun 2018. Di Indonesia, terjadi perubahan tren morbiditas dan
mortalitas penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Data
hasil riset kesehatan dasar tahun 2018 menunjukkan jumlah kejadian kanker di
Indonesia mencapai 1.017.290 (Kemenkes, 2018). Kanker merupakan bentuk keganasan
yang terjadi dalam sel tubuh.
Kanker kolorektal menempati peringkat kedua sebagai jenis kanker yang paling sering
terjadi pada wanita dan peringkat ketiga pada laki-laki (Kemenkes, 2015). Jenis kanker
1 Universitas Indonesia
2
lainnya seperti kanker payudara (pada wanita), kanker prostat (pada laki-laki), dan
kanker paru juga menjadi penyebab utama kematian di dunia.
Nutrisi merupakan bagian yang perlu diperhatikan pada pasien dengan masalah
keganasan saluran cerna. Badrasawi, Shahar, & Sagap (2015) menyebutkan bahwa
komplikasi pada penyakit gastrointestinal antara lain sepsis, malnutrisi, serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Keadekuatan nutrisi mendukung pemulihan
paska operasi. Studi yang membandingkan pemberian nutrisi oral segera (setelah 24
jam) paska pembedahan dan tertunda menunjukkan adanya percepatan lama rawat pada
pasien dengan intervensi pemberian nutrisi oral segera (Nematihonar, Salimi, Noorian,
& Samsami, 2018). Asuhan keperawatan berfokus pada intervensi nutrisi untuk
Universitas Indonesia
3
mengembalikan fungsi sistem pencernaan dan mencapai status nutrisi yang normal pada
pasien adenokarsinoma sigmoid pro tutup kolostomi.
Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan penyusunan standar pelayanan rumah sakit
dan penyedia layanan kesehatan.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5 Universitas Indonesia
6
Sebagian besar masyarakat perkotaan memiliki gaya hidup yang kurang baik. Konsumsi
alkohol, penyalahgunaan narkoba, pola makan tidak sehat, beban kerja tinggi,
kurangnya dukungan sosial, kurang aktivitas yang dapat memicu penyakit yang erat
kaitannya dengan masyarakat perkotaan. Selain itu, masalah sosial seperti polusi udara,
perumahan yang tidak layak serta kurang sadar terhadap kesehatan yang memicu
bertambahnya penyakit-penyakit infeksi dan menular. Lundy & Janes (2009)
menjelaskan beberapa macam penyakit yang mengancam masyarakat perkotaan antara
lain :
a. Penyakit kronis (masalah psikososial, kanker, gangguan endokrin seperti diabetes
melitus, anemia dan defisiensi nutrisi, gangguan mata, telinga, mulut dan gigi,
masalah kardiovaskular, artritis dan gangguan musculoskeletal, kehamilan,
HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya, PPOK, gangguan GI)
b. Penyakit akut (TBC, pneumonia, influenza, asma, infeksi kandung kemih dan
ginjal, infeksi organ genital, komplikasi diabetes)
c. Gangguan mental (gangguan kepribadian, masalah kriminal, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kurangnya dukungam teman dan keluarga, kemiskinan)
d. Gangguan kulit serta cedera (ulcer kulit, skabies, gangguan vaskuler perifer,
varises, selulitis, luka, sprain, strain, kebakaran, kecelakaan kerja dan trasnportasi).
Universitas Indonesia
7
Setiap tahun terjadi peningkatan kasus baru kanker, termasuk kanker kolorektal.
Yayasan Kanker Indonesia (2012) menyebutkan bahwa di Indonesia, tiap tahun
diperkirakan terdapat 100 penderita baru per 100.000 penduduk. Jumlah penduduk
Indonesia tahun 2015 sebanyak 255 juta orang (BPS, 2014). Perkiraan pertambahan
jumlah penderita kanker sebanyak 250 ribu orang pertahun. Hal tersebut sejalan dengan
ancama kematian akibat kanker khususnya kanker kolorektal dengan jumlah kematian
sebanyak 17,2 % (Kemenkes, 2015).
Sebagian besar faktor risiko tersebut terjadi lebih tinggi di masyarakat perkotaan.
Tingginya tingkat kejadian kanker kolorektal pada masyarakat perkotaan tentunya
seiring dengan tingginya faktor resiko yang dimiliki oleh masyakarat tersebut. Namun
terdapat hal lain yang juga mempengaruhi tingginya prevalensi kanker kolorektal di
perkotaan antara lain disebabkan karena terbatasnya kesadaran masyarakat tentang
bahaya kanker, tanda-tanda dini dari kanker, faktor-faktor resiko terkena kanker, cara
Universitas Indonesia
8
penanggulangannya secara benar serta membiasakan diri dengan pola hidup sehat.
Karakteristik masyarakat perkotaan yang sudah terbiasa dengan pola hidup yang kurang
sehat dan disiplin ditambah dengan kurang dukungan sosial yang menyebabkan tidak
sedikit dari mereka yang sudah terkena kanker, dan baru memeriksakan diri ke sarana
pelayanan kesehatan ketika stadiumnya sudah lanjut.
Usus besar berfungsi dalam penyerapan air, vitamin, dan elektrolit; ekskresi mucus;
serta penyimpanan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Usus besar menerima
500 mL kim dari usus halus setiap hari (Tortora & Derricson, 2014). Air mengalami
penyerapan sehingga feses 700-1000 mL mengalami penyusutan menjadi 180-200 mL.
Proses pencernaan terjadi pada usus besar. Absorbsi terutama terjadi di kolon
asendending dan transverse. Kolon yang normal selama 24 jam dapat melakukan
absorbsi 2,5 liter air, 403 m.Eq Na, dan 462 m.Eq Cl (Sherwood, 2010). Sebaliknya
kolon mengeluarkan sekresi 45 m.Eq K dan 259 m.Eq bikarbonat. Bakteri usus besar
mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa
protein menjadi asam amino. Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g,
75% diantaranya berupa air sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorbsi,
bakteri, dan mineral yang tidak diabsorbsi. Pembentukan berbagai gas seperti NH3,
CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus pada kolon.
Udara tertelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan
karbondioksida di dalamnya diserap di usus sedangkan nitrogen bersama dengan gas
hasil pencernaan dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml
sehari (Martini, Nath, & Bartholomew, 2012). Pada infeksi usus, produksi gas
Universitas Indonesia
9
meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang
menimbulkan flatulensi (gembung karena kelebihan gas di lambung dan usus).
Kanker kolorektal dapat terjadi karena faktor keturunan. Riwayat keluarga hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan dengan risiko
terjadi kanker kolorektal pada usia muda ditemukan pada 5% kasus kanker kolorektal
Universitas Indonesia
10
(Burch, 2008). Familial adenomatous polyposis (FAP) dialami oleh 1% pasien dengan
kanker kolorektal (Burgess, 2005).
Terdapat beberapa faktor risiko kanker kolorektal yang dapat dimodifikasi. Pola makan
dan gaya hidup, makanan rendah serat, makanan dengan kadar lemak dan daging tinggi
dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan dalam kolon dan rektal meningkatkan
risiko kanker kolorektal. Faktor resiko lain seperti merokok, konsumsi tinggi alkohol,
rendahnya aktivitas fisik, dan tingginya indeks massa tubuh meningkatkan kejadian
kanker kolorektal (World Cancer Research Fund, 2007). Usia lebih dari 40 tahun juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker kolorektal hingga 86% terutama usia lebih dari
60 tahun (CRUK, 2011).
Penyebab kanker kolorektal adalah diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium
dan bakteroides. Organisme ini bekerja pada lemak, yang dapat merusak mukosa kolon
dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan berperan sebagai promotor untuk
senyawa-senyawa lain yang potensial karsinogenik, dengan pembentukan nitrosamida
Universitas Indonesia
11
dari nitrit (pengawet pada daging agar tidak cepat membusuk) dan amida yang
dilepaskan oleh diet yang tinggi lemak. Kurangnya serat dalam diet akan membuat
konstipasi dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini memudahkan
proses penyerapan bahan-bahan karsinogen. Karsinogen akan mengubah DNA sel yang
normal menjadi abnormal, sel yang abnormal akan melakukan pembelahan,
berkembang, dan bermetastase ke sistem limfe dan pembuluh darah apabila dibiarkan
terlalu lama (Price & Wilson, 2012).
Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada
saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari
jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan
perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus
halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai
oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari
penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah
dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat
juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti
hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.
Penyebaran kanker kolon dapat melalui 3 cara, yaitu penyebaran secara langsung ke
organ terdekat, melalui sistem limpatikus dan hematogen, serta melalui implantasi sel
ke daerah peritoneal. Karsinoma kolon dan rektum mulai berkembang pada mukosa dan
bertumbuh sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan
aboral. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya
misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke
kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke
hati. Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa
asites.
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi segmen usus
tempat kanker berlokasi. Gejala yang paling menonjol adalah perubahan kebiasaan
Universitas Indonesia
12
defekasi dan dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya, anoreksia,
penurunan berat badan, dan keletihan. Selain itu terasa nyeri biasanya menyebar di area
umbilicus atau area perianal.
Sumber: (Black & Jacob, 1997 dalam Black & Hawks, 2014)
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Gambar 2.2 Kelenjar Getah Bening pada Area Abdomen dan Lapisan
Dinding Usus
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
2) Duke B
Kanker telah melewati lapisan muscular, namun belum menyebar menyebar keluar dari
dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar.
3) Duke C
Kanker telah menyebar minimal pada satu kelenjar getah bening terdekat tetapi belum
pada organ tubuh lainnya.
Universitas Indonesia
20
4) Duke D
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya seperti hati atau paru-paru.
Universitas Indonesia
21
Terapi anjuran biasanya diberikan selain pengobatan bedah yang mencakup kemoterapi,
terapi radiasi, dan imunoterapi. Terapi radiasi merupakan prosedur terapi menggunakan
sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker pada area yang diberi sinar. Terapi
radiasi sering digunakan sebelum pembedahan untuk menurunkan ukuran tumor dan
membuat mudah untuk direseksi. Intervensi lokal pada area tumor setelah pembedahan
termasuk implantasi isotop radioaktif ke dalam area tumor. Isotop yang digunakan
termasuk radium, sesium, dan kobalt. Iridium digunakan pada rektum. Sedangkan
kemoterapi menggunakan obat-obatan anti kanker guna menyusutkan ukuran atau
membunuh sel kanker. Kemoterapi dilakukan untuk menurunkan metastasis dan
mengontrol manifestasi yang timbul. Pilihan obat yang digunakan pada kemoterapi
seringkali dengan penggunaan obat-obatan (5-flourauracil (5-FU)) untuk membunuh
sel-sel kanker. Kemoterapi merupakan terapi sistemik pengobatan yang diberikan
berjalan melalui seluruh tubuh untuk menghancurkan sel-sel kaker. Setelah operasi
kanker usus besar, beberapa pasien mungkin masih mengandung sel-sel kanker
metastasis microscopic (foci yang kecil dari sel-sel kanker yang tidak dapat dideteksi).
Kemoterapi dapat diberikan juga diberikan segera setelah operasi untuk menghancurkan
sel-sel mikroskopik (adjuvant chemotherapy).
Universitas Indonesia
22
Tumor rektum tipe pembedahan akan terbagi menjadi beberapa tipe lagi. Pada tumor
rektum 1/3 proksimal dilakukan reseksi anterior tinggi (12-18 cm dari garis anokutan)
dengan atau tanpa stapler. Pada tumor rektum 1/3 tengah dilakukan resesksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor 1/3 distal dilakukan amputasi
rektum melalui abdominal perineal. Alat stapler diperlukan untuk membuat anastomosis
di dalam panggul antara ujung rektum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan
anus. Reseksi anterior rendah atau low anterior resection (LAR) pada rektum dilakukan
melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis
kolorektal/ koloanal rendah. Pada tumor sigmoid, juga dilakukan reseksi sigmoid
termasuk kelenjar di pangkal arteria mesentrika inferior.
Prosedur Hartmann terdiri dari reseksi rektosigmoid, penutupan stump rektum, dan
pembuatan end kolostomi. Idealnya, prosedur Hartmann diikuti dengan Hartmann
reversal yang mengembalikan fungsi intestin. Namun prosedur Hartmann reversal
memiliki tingkat morbiditas sebesar 58% dan mortalitas hingga 3,6% (Hallam, Mothe,
& Tirumulaju, 2018). Tantangan teknis untuk ditegakkannya prosedur Hartmann
reversal adalah kepadatan perlengketan pelvis, infeksi kronik pelvis, dan pendeknya
stump rektum. Hallam, Mothe, & Tirumulaju (2018) menjelaskan faktor prediktor
prosedur Hartmann reversal adalah usia muda (median 58 tahun), ASA ≤ 2, prosedur
Hartmann emergensi, indikasi tumor jinak pada prosedur Hartmann, dan komorbiditas
rendah (skor ≤ 1 dengan Charlson comorbidity score).
Universitas Indonesia
24
2.4.1 Pengkajian
Hasil anamnesa kepada pasien pra pembedahan umumnya didapatkan keluhan berupa
perdarahan melalui anus, gangguan pola BAB, nyeri pada abdomen, penurunan berat
badan. Sedangkan pada hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala berupa tanda-
tanda anemia, dapat ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-tanda
obstruksi usus. Pada pemeriksaan sistemik seluruh tubuh, dapat ditemukan berupa :
a. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan kanker kolorektal biasanya merasakan tidak nyaman pada abdomen
dengan keluhan nyeri, perasaan penuh, sehingga perlu dilakukan pengkajian terhadap
pola istirahat dan tidur.
b. Sirkulasi
Pada pemeriksaan sirkulasi, dapat ditemukan gejala anemia, pucat, CRT abnormal
hingga kelemahan, serta perubahan pada tekanan darah.
c. Integritas ego
Pada pemeriksaan integritas ego, dapat dikaji mengenai faktor stress (keuangan,
pekerjaan, atau perubahan peran) dan cara mengatasi stress (misalnya merokok, minum
alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/ spiritual). Masalah tentang
perubahan dalam penampilan misalnya, alopesia akibat kemoterapi, lesi, cacat,
pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu,
tidak merasakan, rasa bersalah, kehilangan. Tanda yang biasa muncul berupa perasaan
kurang kontrol diri, depresi, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi
Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan pada defekasi pasien,
konstipasi dan diare. Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu: frekuensi, komposisi,
jumlah, warna, dan cara pengeluarannya, apakah dengan bantuan alat atau tidak adakah
keluhan yang menyertainya. Apakah kebiasaan di rumah sakit sama dengan di rumah.
Pada pasien dengan kanker kolerektal dapat dilakukan pemeriksaan fisik dengan
Universitas Indonesia
25
observasi adanya distensi abdomen, massa akibat timbunan feses. Massa tumor di
abdomen, pembesaran hepar akibat metastase, asites, pembesaran kelenjar inguinal,
pembesaran kelenjar aksila dan supra klavikula, pengukuran tinggi badan dan berat
badan, lingkar perut, dan colok dubur.
e. Makanan/cairan
Perlu dikaji mengenai kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak
dan komposisi setiap kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, ada
keluhan anoreksia, mual, perasaan penuh, muntah, nyeri ulu hati sehingga menyebabkan
berat badan menurun. Dikaji juga adanya perubahan pada kelembaban/turgor kulit atau
edema.
f. Neurosensori
Pada pasien dapat ditemukan gejala berupa pusing, sinkope, karena pasien kurang
beraktivitas, banyak tidur sehingga sirkulasi darah ke otak tidak lancar.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Derajat nyeri dapat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat
(dihubungkan dengan proses penyakit).
h. Pernapasan
Dikaji mengenai riwayat merokok pada pasien atau gangguan pada pernafasan seperti
sesak atau suara nafas abnormal yang dapat menunjukkan mulai adanya metastasis ke
paru.
i. Keamanan
Perlu dikaji mengenai riwayat pajanan terhadap zat kimia toksik atau karsinogen, risiko
jatuh, risiko pendarahan, kebutuhan transfusi darah, risiko alergi serta risiko infeksi
dengan tanda seperti demam, ruam kulit, atau ulserasi.
j. Seksualitas
Perlu dikaji mengenai masalah seksual misalnya dampak pada hubungan peruhahan
pada tingkat kepuasan.
k. Interaksi sosial
Dikaji mengenai ketidakadekuatan/ kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan
(berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan). Masalah tentang
fungsi/ tanggungjawab peran penyuluhan/pembelajaran. Adanya riwayat kanker pada
Universitas Indonesia
26
keluarga serta riwayat pengobatan: pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan
pengobatan yang diberikan.
Tes laboratorium juga dapat dilakukan seperti tes guaiac untuk melihat adanya darah
samar atau adanya perdarahan di gastrointestinal. Tes guaiac dianjurkan dilakukan sejak
umur 50 tahun dan dilakukan rutin setiap tahun. Pasien juga dilakukan tes darah
lengkap untuk melihat jumlah sel-sel darah merah sebagai evaluasi anemia akibat
pendarahan. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah merah yang kecil. Selain
itu, pemeriksaan kimia darah seperti enzim hati, alkaline phosphatase dan kadar
bilirubin untuk mendeteksi adanya indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium
lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin juga perlu dilakukan.
Pemeriksaan penanda tumor yang biasa dilakukan untuk pasien dengan kenker
kolorektal adalh pemeriksaan carcinoma embryonic antigen (CEA). Pada pemeriksaan
CEA ditegakkan jika ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan,
termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay dari
Universitas Indonesia
27
serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Peningkatan nilai CEA diatas 5 dapat
menunjukkan adanya massa atau tumor. Namun perlu diketahui bahwa pada beberapa
pasien dengan tumor kolorektal dapat juga menunjukkan hasil CEA yang normal.
Karena test ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh
klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skreening atau test diagnostik
dalam pengobatan penyakit. Pemeriksaan CEA digunakan sebagai prediktor pada
prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan
pembedahan. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang meningkat harus kembali ke
normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA selanjutnya menunjukkan kekambuhan. Selain
itu, digunakan juga untuk mengevaluasi keberhasilan dari terapi yang diberikan untuk
pasien seperti kemoterapi atau radioterapi.
Pemeriksaan lain yang sering juga digunakan adalah endoskopi saluran cerna
(kolonoskopi) dan biopsi. Kolonoskopi dilakukan untuk melihat kondisi tumor/massa
yang ada di dalam usus besar. Endoskopi dapat dilakukan dengan endoskop rigid untuk
melihat kelainan sampai 20-30 cm dengan menggunakan fiberscope. Alat tersebut dapat
melihat semua kelainan yang ada pada kolon dari rektum sampai sekum. Sigmoidoskopi
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
2.5.1.1 Nyeri
Nyeri yang timbul akibat pembedahan tergolong ke dalam nyeri berat dengan skala rata-
rata diatas 6 dari 10. Pasien memerlukan pemberian analgesic yang cukup untuk
mengontrol nyerinya. Setelah perban dibuka dan luka dibersihkan, pasien harus mulai
menjalani mandi-duduk tiga hingga empat kali sehari (Black& Hawk, 2009). Terapi
nonfarmakologis juga dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan pasien seperti
tidur miring, distraksi, relaksasi dan aromaterapi.
2.5.1.2 Aktivitas
The Nurse Colorectal Specialist NHS UK (2015) menganjurkan untuk tetap aktif
bergerak dan mencoba latihan ringan segera setelah operasi seperti mulai berjalan
minimal 30 menit. Dalam 6 jam setelah operasi dengan anestesi umum, pasien sudah
boleh miring kanan dan kiri jika sudah tidak ada gangguan hemodinamik dan kesadaran
sudah kembali pulih. Setelah 12-24 jam, pasien dianjurkan mulai latihan duduk dengan
dibantu. Pada hari kedua pasien dianjurkan untuk mampu duduk sendiri atau mulai
mampu tiduran dengan semi hingga high fowler. Mobilisasi pada ekstremitas tidak ada
pembatasan sejak pasien keluar dari ruang operasi.
2.5.1.3 Nutrisi
Pada pasien pasca operasi memerlukan diet bertahap sesuai dengan toleransi dari
saluran gastrointestinal. Norton, Williams, Taylor, Nunwa, dan Whayman (2009)
menjelaskan pada pasien post operasi rektum hari pertama hingga ketiga diberikan clear
fluid, makanan dapat diberikan pada hari ketiga dikarenakan ileus mulai kembali normal
setelah 24-28 jam. Makanan yang diberikan juga harus bertahap dari mulai diet lunak
hingga diet normal. Pemilihan dan edukasi nutrisi khusus bagi pasien dengan kolostomi
dan anterior resection sangat diperlukan. Pemilihan nutrisi berhubungan erat dengan
peningkatan fungsi eliminasi. Prinsip dari pemilihan diet adalah agar oergerakan usus
tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu banyak menghasilkan gas dalam
Universitas Indonesia
30
abdomen. Pada awal pasien mulai makan, dianjurkan untuk makan sedikit namun
sering, makan dengan perlahan, dan minum diantara waktu makan. Pemilihan jenis serat
juga diperlukan. Serat berguna untuk mengabsorpsi air dan membuat usus bekerja lebih
kencang, membuat feses lebih lunak dan mudah dikeluarkan. Pada pasien dengan
keadaan feses yang terlalu cair atau sering, lebih diajurkan untuk mengonsumsi serat
soluble sehingga membantu meningkatkan keadaan konstipasi dan melambatkan
peristaltic usus (NHS UK, 2015).
2.5.1.4 Eliminasi
Kembalinya fungsi gastrointestinal pasca operasi ditunjukkan dengan kembalinya
peristaltic dan motilitas GI yang ditunjukkan dengan adanya kentut; tidak ada nyeri
abdomen; kembung; mual dan muntah (Black & Hawks, 2014). Biasanya pasien masih
terpasang NGT selama beberapa hari dengan tujuan dekompresi lambung hingga
peristaltic kembali dan pasien dapat mulai mendapat asupan cairan dan makanan
peroral. Pasien harus diinformasikan mengenai risiko peningkatan urgensi dan frekuensi
kebiasaan defekasi setelah operasi, risiko inkontinensia flatus, tenesmus, dan disfungsi
seksual dan berkemih (Norton, Williams, Taylor, Nunwa, dan Whayman, 2009).
Kemungkinan risiko tersebut akan membaik dalam 3-12 bulan setelah operasi. Pada hari
pertama pasca operasi pasien sudah seharusnya mampu buang air kecil tanpa gangguan.
Pada hari pertama atau kedua psca operasi, normalnya pasien juga sudah mulai
memproduksi feses dan muncul keinginan untuk defekasi. Hal yang perlu diperhatikan
juga mencegah produksi flatus berlebihan. Minuman bersoda dapat menghasilkan
banyak gas sehingga gerakan usus dapat meningkat. Selain itu, konsumsi sayuran
bedaun hijau termasuk dapat meningkatkan produksi gas sehingga dianjurkan untuk
mengurangi konsumsi sayuran berdaun hijau dalam beberapa minggu (NHS UK, 2015).
Black dan Hawks (2009) menambahkan makanan seperti kacang, jagung, kembang kol,
kubis, brokoli, bungkul, dan polong-polongan merupakan makanan penghasil gas. Gas
juga dapat diproduksi dari makan yang terlalu cepat dan mengunyah permen karet.
kemudian dikeringkan baru dipasang kantong stoma baru. Kantong stoma harus diganti
dalam 4-5 hari sekali atau jika terjadi kebocoran. Pasien perlu diajarkan untuk
mengosongkan kantong stoma jika sudah penuh 2/3 bagian dan bagaimana
membersihkan kantong stoma. Pasien juga perlu diajarkan tentang pentingnya irigasi
stoma dan pengaturan BAB melalui kolostomi. Waktu terbaik irigasi adalah waktu
dimana dulu pasien dulunya merasa ingin defekasi setiap harinya. Irigasi dilakukan
menggunakan kateter dan air bersih. Jika pasien terpasang drain, maka harus dimonitor
produksi drain dalam 24 jam. Nilailah karakteristik, volume dan bau dari drain (Black &
Hawks, 2014).
2.6.1.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama tubuh. Berdasarkan susunan kimianya,
karbohidrat di golongkan menjadi tiga jenis yaitu monosakarida, disakarida, dan
poliskarida. Ketiganya dicerna secara mekanik dan kimia sehingga dapat diabsorpsi
Universitas Indonesia
32
usus. Metabolisme karbohidrat merupakan sumber energi utama tubuh. Hampir 80%
energi dihasilkan dari karbohidrat. Setiap 1 gram karbohidrat akan dihasilkan 4
kilokalori (kkal).
2.6.1.2 Protein
Protein adalah senyawa kompleks yang tersusun atas asam amino atau peptida. Setiap
hari sekitar 200 gr asam amino diabsorbsi melalui ileum dan masuk ke kapiler kalpiler
darah vilis melalui proses difusi, selanjutnya di bawa ke vena porta hepakatika. Protein
menjadi sumber energi dengan menghasilkan 4 kkal setiap 1 gram nya..
2.6.1.3 Lemak
Lemak atau lipid merupakan sumber energi yang menghasilkan jumlah kalori lebih
besar dari pada karbohidrat dan protein. Lemak memberikan kalori dimana dalam 1 gr
lemak pada peristiwa oksidasi akan menghasilkan kalori sebanyak 9 kkal. Metabolisme
lemak terjadi di hati, ketika lemak di absorbsi di usus halus atau di lepaskan dari
jaringan adiposa, gliserol, yang merupakan bagian dari lemakndi pecah menjadi piruvat,
asam lemak, dan komponen lemak lainnya.
2.6.1.4 Vitamin
Vitamin merupakan komponen organic yang di butuhkan tubuh dalam jumlah kecil dan
tidak dapat di produksi dalam tubuh. Vitamin sangat berperan dalam proses
metabolisme karena fungsinya sebagai katalisator. Vitamin yang larut dalam air seperti
vitamin B dan vitamin C, mudah di absorbsi dalam epithelium mukosa usus melalui
proses difusi, kecuali vitamin B12 yang hanya dapat di absorbsi dengan bantuan
intrinsic faktor yang dihasilkan oleh sel pariental lambung. Vitamin B12, diabsorbsi
pada ileum terminal. Sedangkan vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin
A,D,E,dan K akan diabsorbsi dalam lemak seperti vitamin A,D,E,K dan B12 yang di
absorbsi dari darah di simpan dalam hati dan kemudian dipergunakan kembali jika di
perlukan oleh tubuh.
2.6.1.5 Mineral
Mineral adalah ion organik esensial untuk tubuh karena peranannya sebagai katalis
dalam reaksi biokimia. Absorbsi mineral terjadi melalui proses difusi dan transport
aktif. Meningkatkan absorbsi sodium di pengaruhi oleh asupan makanan yang tinggi
natrium dan pengaruh hormon aldosteron. Ion klorida, yodium, bikarbonat, dan nitrat
Universitas Indonesia
33
diabsorbsi melalui proses difusi, sedangkan sulfat dan fosfat masuk ke epitel usus hanya
dengan transport aktif.
Universitas Indonesia
34
Harris-Benedict
Laki-laki 66,5 + 13,8 BB + 5,0 TB – 6,8 usia
Perempuan 655,1 + 9,6 BB + 1,8 TB – 4,7 usia
Mifflin
Laki-laki 10 BB + 6,25 TB – 5 usia + 5
Perempuan 10 BB + 6,25 TB – 5 usia – 161
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
36 Universitas Indonesia
37
sakit daerah. Pasien didiagnosis mengalami ileus obstruktif. Kemudian pasien dirujuk
ke RSUPN Cipto Mangunkosumo, didiagnosis mengalami adenokarsinoma sigmoid
T4aN2M0, dan dilakukan operasi pembuatan kolostomi pada 14 Februari 2018. Pasien
telah menjalani kemoterapi 8 siklus, dikatakan ukuran kanker mengecil. Pasien
direncanakan menjalani operasi tutup stoma.
Ny.TR menjalani operasi tutup stoma pada tanggal 15 April 2019. Tindakan
pembedahan yang dilakukan adalah laparatomi adhesiolisis, Hartmann reversal, dan
anastomosis end to end ileo-ileal. Pasien menjalani masa pemulihan paska operasi di
ruang ICU, HCU, kemudian di intermediate ward 401. Pada hari ketiga masa perawatan
di 401, pasien mengalami dehisen pada luka operasi. selain itu, dari hasil tes norit
diketahui adanya feses pada dehisen luka. Pasien diputuskan menjalani relaparatomi.
Universitas Indonesia
38
5555, ekstremitas atas sinistra 5555, ekstremitas bawah dextra 5555 dan esktremitas
bawah sinistra 5555. Pasien mampu melakukan perawatan stoma secara mandiri oleh
keluarga.
3.1.3.2 Sirkulasi
Hasil pengkajian pada tanggal 1 Mei 2019 menunjukan tekanan darah 161/95 mmHg,
MAP 117 mmHg, frekuensi nadi 111x/menit kuat teratur, bunyi jantung S1 dan S2
normal, murmur (-), gallop (-), tidak ada distensi vena jugularis, akral hangat, pengisian
kapiler < 3 detik, warna ekstremitas merah muda, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, dan membran mukosa merah pucat.
3.1.3.3 Pernapasan
Hasil pengkajian status pernapasan frekuensi napas cepat, reguler 24x/menit, sesak, dan
tidak tampak tanda sianosis. Pasien mengatakan tidak ada riwayat asma dan penyakit
pernapasan lainnya. Kedalaman nafas normal, retraksi minimal, pengembangan dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas (-), nafas cuping hidung (-), taktil fremitus
normal, dan bunyi nafas ronki pada lobus kanan tengah dan atas paru.
3.1.3.5 Eliminasi
Pasien BAK dengan kateter dan BAB melalui ileostomi. Karakteristik urin kuning
jernih. Karakteristik keluaran stoma kuning kehijauan dengan sedikit ampas. Palpasi
abdomen tidak ditemukan distensi dengan bising usus 6 kali permenit dan flatus (+).
Keadaan stoma berwarna merah muda, lembab, tidak terdapat iritasi peristoma berupa
kemerahan pada area disekitar perekat.
Universitas Indonesia
39
3.1.3.6 Higiene
Klien mengatakan semuanya selama ia dirawat yang kedua ini, ia masih mampu
melakukan aktivitas secara mandiri tanpa bantuan seperti dalam hal jalan atau mobilitas,
makan, dan toileting. Akan tetapi, untuk berpakaian dan kebersihan seperti mandi ia
memerlukan bantuan dari keluarga. Alat bantu untuk berjalan tidak ada. Keadaan umum
pasien terlihat rapi, dan sesuai. Akan tetapi, ketika diobservasi selama beberapa hari,
klien terlihat agak kotor terutama di area tangan. Cara berpakaian rapi dan sesuai. Bau
badan dan kutu badan tidak ada.
3.1.3.7 Neurosensori
Pasien tidak mengeluh sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan, kejang, gangguan
penglihatan, maupun gangguan pendengaran. Tidak ada riwayat jatuh atau trauma, pupil
isokor 2mm/2mm, reflex cahaya +/+, reflex tendon normal, paralisis (-), status mental
compos mentis, pasien kooperatif, memori saat ini dan masa lalu baik, alat bantu jalan (-
), lensa kontak (-), alat bantu dengar (-), alat bantu baca (+).
3.1.3.9 Pernapasan
Hasil pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan diketahui bahwa tidak ada massa atau
tonjolan di area dada. Frekuensi napas pasien adalah 30 kali/menit dan terlihat dangkal
serta cepat. Penggunaan otot bantu aksesoris saat bernafas tidak terlihat. Pernapasan
cuping hidung juga tidak terlihat pada pasien. Pengembangan dada asimetris, terutama
pada dada kiri. Taktil premitus menurun pada area dada kiri. Suara napas vesikuler dan
juga ronki halus pada paru kanan, sedangkan suara napas tidak terdengar pada dada kiri.
Pasien terlihat cukup sering batuk dengan produksi sputum berwarna putih kental dalam
jumlah yang tidak pernah dihitung.
Universitas Indonesia
40
3.1.3.10 Keamanan
Pasien tidak memiliki alergi obat dan makanan. Pengkajian risiko jatuh dengan Morse
Fall Scale menunjukkan risiko rendah jatuh, suhu 36,5⁰ C, diaphoresis (-), kondisi
peristoma tidak terdapat tanda-tanda iritasi berupa kemerahan dan rasa gatal. Risiko
luka tekan rendah dengan Braden Scale.Pasien mengalami luka tekan derajat 2 pada
lipatan gluteus.
- Tak tampak dilatasi patologis dan penebalan dinding usus penanda lesi
residif
- Invasi limfa vaskular dapat ditemukan, batas sayatan tumor bebas tumor
d. EKG (04/09/2018)
- Sinus ritmik
e. Kolonoskopi (10/04/2019)
g. Radiologi toraks
Universitas Indonesia
42
‒ pH 7,54 ↑
‒ HCO3 37,30 ↑
‒ pCO2 40,30
‒ BE 14,5 (basa)
‒ Kesimpulan : alkalosis metabolik
i. Pemeriksaan Laboratorium
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
44
b. Terapi cairan
1 Mei 2019
1. Ringerfundin 500 cc per 8 jam (stop 10 Mei 2019)
2. Aminofluid 500 cc per 12 jam (stop 10 Mei 2019)
10 Mei 2019
1. Asering 500 cc per 6 jam
Universitas Indonesia
46
Kerusakan integritas kulit diatasi dengan dua intervensi yaitu perawatan luka dan
perawatan luka tekan. Intervensi perawatan luka yaitu bersihkan dressing dan plester
Universitas Indonesia
47
perekat, pantau karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau, bersihkan
dengan normal saline, lakukan dressing, sesuaikan dengan tipe luka, pertahankan teknik
dressing steril saat melakukan perawatan luka, inspeksi luka setiap pergantian dressing,
bandingkan dan catat perubahan pada luka, dan dokumentasikan lokasi, ukuran, dan
penampilan luka. Intervensi untuk perawatan luka tekan antara lain lakukan pengkajian
kulit meliputi luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, masase kulit dan
penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan, gunakan kasur
angin, ubah posisi setiap 2 jam , dan lakukan perawatan luka tekan dengan teknik steril.
Masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat teratasi pada 10 Mei 2019. Pasien
mengatakan dapat bernapas dengan lega. Hasil pemeriksaan RR 18x permenit dan SaO2
96% tanpa terapi oksigen. Pasien sudah dapat mengeluarkan dahak berwarna putih
kental pada 3 Mei 2019, bertahap hingga merasa dapat mengeluarkan semua dahak pada
hari terakhir implementasi manajemen bersihan jalan napas. Pemeriksaan rontgen toraks
pada 7 Mei 2019 mendapatkan hasil infiltrat kedua lapang paru berkurang. Selain itu,
pemeriksaan dahak pada 7 dan 8 Mei 2019 menujukkan BTA negatif.
Universitas Indonesia
48
adalah memoonitor balans cairan, mendorong asupan cairan sesuai kebutuhan tubuh,
mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa, kolaborasi pemeriksaan
laboratorium, dan kolaborasi pemberian cairan intravena dan elektrolit sesuai indikasi.
Balans cairan Ny.TR selama masa perawatan cenderung negatif pada awal dan positif
pada akhir masa perawatan. Bagan dibawah ini menyajikan grafik balans cairan Ny.TR :
Balans Cairan
1500
1000
500
-500
-1000
-1500
Balans Cairan
Perawat menjalankan peran edukator dalam terapi nutrisi. Pada tanggal 1 Mei 2019,
perawat memberikan edukasi mengenai alasan feses yang keluar melalui stoma lebih
cair dibandingkan sebelumnya. Pasien dan keluarga juga diberikan edukasi mengenai
jenis diet yang sesuai untuk kondisi high output ileostomi. Pada tanggal 4 Mei 2019,
Universitas Indonesia
49
perawat menyarankan pasien untuk mengonsumsi ekstra putih telur rebus dari rumah
untuk menunjang proses penyembuhan luka. Selain itu, kolaborasi bersama dokter gizi
klinik juga menyarankan pasien untuk mengonsumsi tablet albumin 3 x 2 tablet perhari.
Edukasi berikutnya dilakukan pada 6 dan 8 Mei 2019 mengenai peran penting nutrisi
dalam penyembuhan luka.
Perawatan luka berikutnya dilakukan pada tanggal 6 Mei 2019. Kondisi luka post
laparatomi tampak semakin dehisen. Proses perawatan luka dilakukan sama dengan
sebelumnya, hanya kali ini menggunakan dua buah kantung stoma untuk menampung
drainage dan menutup bagian luka yang mengalami dehisen. Kondisi luka bekas
kolostomi dan drain tampak baik. Selain itu, perawatan ileostomi dilakukan dengan
Universitas Indonesia
50
membersihkan stoma dan mengganti kantung stoma. Kondisi stoma kemerahan dan tak
ada iritasi pada area peristoma.
Sejak tanggal 7 Mei 2019, diputuskan untuk melakukan perawatan luka dehisen pada
Ny.TR menggunakan metode parcel dressing. Luka dibersikan dengan disinfektan,
kemudian dikeringkan. Prinsip steril ditegakkan untuk meminimalkan infeksi. Luka
ditutup dengan sorbact gel dan dilapisi dress pad untuk absorpsi. Area tepi luka dibalut
dengan alginate. Luka kemudian ditutup dengan kasa steril. Parcel dressing dapat
bertahan 3 hari, dengan hanya mengganti bagian kasa steril jika terjadi rembes.
Perawatan luka berikutnya dilakukan dengan metode yang sama dan berdampak baik
terhadap tumbuhnya jaringan baru, slough minimal, dan tidak ada perdarahan.
Selain luka operasi, Ny.TR juga mengalami masalah luka tekan. Pada tanggal 3 Mei
2019, dilakukan perawatan luka tekan dengan membersihkan dan mengaplikasikan
balutan luka tekan. Pasien juga mulai menggunakan kasur angin. Pasien dan keluarga
diedukasi untuk melakukan reposisi sebagai upaya pencegahan keparahan luka tekan.
Keluarga telah melakukan massase punggung dan sakrum dengan minyak kelapa pada
pasien. Setelah dilakukan perawatan dengan balutan luka tekan pada 6 Mei 2019, luka
tekan mengalami perbaikan dengan hanya menyisakan ruam kemerahan.
Akses vena sentral dibersihkan dan diganti balutan pada 5 Mei 2019. Terdapat tanda
kemerahan pada area insersi dan pasien mengeluh nyeri. Pada tanggal 8 Mei 2019,
akhirnya akses vena sentral dilepas dan diganti dengan akses perifer. Pasien mengatakan
lebih nyaman dengan selang infus melalui tangan kanan.
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Faktor resiko kanker kolorektal seperti pola makan makanan rendah serat, makanan
dengan kadar lemak dan daging tinggi, kebiasaan buruk BAB, dan merokok erat
kaitannya dengan masyarakat perkotaan. Faktor tersebut terbilang cukup tinggi dengan
persentase hasil riset Riskesdas didapatkan data merokok 29,3%, kebiasaan BAB yang
kurang baik 17,4%, prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,5%, konsumsi
makanan diawetkan 4,3%, makanan berlemak 40,7%. Hasil pengamatan selama praktik
profesi bahwa pasien-pasien kanker kolorektal di perkotaan memiliki pola faktor risiko
yang sama yaitu riwayat merokok, memiliki kebiasaan pola makan yang tinggi lemak
dan banyak penyedap rasa serta riwayat gangguan pola defekasi.
Risiko kanker kolorektal meningkat berhubungan dengan pola makan. Pada kanker
kolorektal, elemen pada diet lebih diperhatikan dan menjadi hal yang diperhatikan
seperti sayuran, serat dan intale kalsium (Slattery, Curtin, Edwards, Schaffer, 2001;
Slattery et al, 2004). Produk susu tinggi lemak juga dapat meningkatkan risiko kejadian
kanker rektal. Berdasarkan penelitiannya tersebut, hal yang menjadi garis bawah adalah
bahwa peningkatan penanda tumor CIMP+ berhubungan dengan tingginya asam lemak
omega-3 dari makanan. Makanan dengan protein hewan yang tinggi berperan dalam
peningkatan risiko kanker rektum, sedangkan protein nabati dan serta menurunkan
51 Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
Kemoterapi merupakan salah satu terapi lanjutan setelah treatment utama kanker
ditegakkan. Dalam hal ini, Ny.TR menjalani kemoterapi setelah tindakan reseksi tumor
rektosigmoid dilakukan. Jenis kemoterapi yang dijalani Ny.TR adalah XELOX
sebanyak 8 siklus. Kemoterapi XELOX terdiri atas capecitabine (xeloda) dan
oxaliplatin dengan rincian oxaliplatin 130 mg/m2 selama 2 jam pada hari pertama;
capecitabine 1000 mg/m2 sebanyak 2x sehari pada hari pertama s.d. ke hari 14 setiap 3
minggu; dan diulang setiap 3 minggu hingga total 6 bulan terapi perioperatif
(Kemenkes, 2016). Ny.TR mengalami kanker kolorektal pada stadium IIIC yang
memang perlu terapi adjuvant XELOX sesuai protokol Panduan Pelayanan Klinis
Kanker Rektum (PPKRektum) Kemenkes RI.
Universitas Indonesia
54
Setelah dilakukan prosedur tutup stoma, Ny.TR mengalami fistula enterokutan. Hal
tersebut diketahui dari keluarnya feses melalui jahitan luka operasi yang mengalami
dehisen. Fistula enterokutan merupakan jalur abnormal antara perut, usus, dan kulit
sehingga isi saluran GI mengalir keluar melalui kulit (Badrasawi, Shahar, & Sagap,
2014). Dalam kasus ini, fistula terjadi akibat kebocoran pada anastomosis ileo-ileal
paska pembedahan sebelumnya. Malignansi merupakan salah satu etiologi fistula
enterokutan (Austin, 2006). Selain itu, kesalahan pada proses pembedahan menjadi
penyebab utama terjadinya fistula enterokutan (Badrasawi, Shahar, & Sagap, 2014).
Upaya untuk mengatasi fistula enterokutan adalah dengan pembedahan (relaparatomi).
Ny.TR menjalani prosedur relaparatomi pada 26 April 2019. Prosedur pembedahan
yang dilakukan adalah adesiolisis dan pembuatan ileostomi. Pada catatan operasi,
tertulis dilakukan eksteriorisasi bagian anastomosis ileoileal yang mengalami kebocoran
sebagai sebagai ileostomi. Ileostomi merupakan lubang yang dibuat pada bagian
anterior abdomen untuk mengeluarkan feses secara langsung dari ileum. Salah satu
indikasi pembuatan ileostomi adalah untuk mengatasi kebocoran yang terjadi pada
anastomosis (Melville & Baker, 2010)..
Universitas Indonesia
55
status nutrisi pasien saat pulang yang dibuktikan dengan penurunan BMI saat pasien
pulang dan tingginya angka infeksi pada pasien dengan HOS. Terapi nutrisi yang terdiri
dari initial treatment, follow up treatment, dan evaluate treatment dalam penelitian
Villafranca et al (2018) terbukti 100% efektif dalam mencegah perburukan status nutrisi
pasien.
Salah satu komplikasi paska pembedahan adalah timbulnya dehisen pada luka. Ny.TR
dengan status nutrisi overweight memiliki peluang yang besar untuk mengalami
dehisen. Menurut Hahler (2009), pasien yang mengalami obesitas memiliki jaringan
lemak yang sangat rentan terhadap infeksi selama fase pembedahan sehingga rentan
mengalami infeksi dan dehisen pada luka operasi. Sivender et al. (2015) dimana
dehisenbanyak terjadi pada pasien dengan BMI > 25 yaitu sebanyak 13% dan terjadi
pada pasien dengan BMI < 18,5 yaitu 13%. Selain itu, menurut NICE (2008) jaringan
lemak memiliki vaskularisasi yang buruk dan efeknya pada oksigenasi jaringan serta
fungsi respon imun yang dianggap meningkatkan risiko infeksi luka operasi yang
berpotensi menyebabkan terjadinya dehisen.
Nutrisi merupakan aspek penting dalam pemulihan paska pembedahan. Dua hal dapat
yang menjadi indikator tidak tercukupinya nutrisi adalah anemia dan hipoalbuminemia.
Hasil pemeriksaan Hb tertanggal 1 Mei 2019 pada Ny.TR menunjukkan hasil 8,8 g/dL.
Menurut Ramshort et al. (2010), pasien dengan anemia mengalami proses penyembuhan
yang buruk dan cenderung memiliki celah pada luka. Kehilangan darah saat
perioperatif, menurut Sorensen et al. (2005) menjadi prediktor dari komplikasi pada
luka dan jaringan post operatif yang menyebabkan menurunnya oksigenasi ke jaringan
dimana hal ini mengganggu proses penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi serta
kejadian dehisen.
Universitas Indonesia
56
Rumus Mufflin dapat digunakan untuk menghitung estimasi kebutuhan energi harian
pada pasien obesitas. Kebutuhan energi Ny.TR dihitung menggunakan rumus Mufflin
dengan koreksi stres metabolik 10% adalah 1340 kkal. Asupan nutrisi Ny.TR beserta
jumlah kalorinya tersaji dalam tabel berikut ini :
Universitas Indonesia
57
Kalori Parenteral
Tanggal (Mei 2019) Asupan Total (kkal)
(kkal) (kkal)
bubur saring 1/2 400
telur 3 210
kacang hijau 150cc 150
jeruk 1
5 bubur sumsum 1/2 200 420 2800
bubur nasi 1 800
bubur nasi 1 800
pisang 1
jeruk 1
telur 4 280
kacang hijau 300cc 300
6 bubur nasi 1 800 420 2555
bubur nasi ½ 400
nasi lunak ½ 400
pisang 2
jeruk 1
melon ½
telur 3 210
kacang hijau 200cc 200
susu LLM 250cc 125
7 bubur nasi 1 800 420 2190
bubur nasi ½ 400
bubur nasi ½ 400
peptamen 100cc 100
pisang 2
jeruk 1
telur 1 70
8 bubur nasi 1 800 420 2660
bubur nasi ½ 400
bubur nasi ½ 400
pepaya 1
melon 1
telur 2 140
peptamen 500cc 500
9 bubur nasi ½ 400 420 2960
bubur nasi ½ 400
bubur nasi ½ 400
peptamen 1200cc 1200
telur 2 140
jeruk 1
10 bubur nasi ½ 400 2680
bubur nasi ½ 400
Universitas Indonesia
58
Kalori Parenteral
Tanggal (Mei 2019) Asupan Total (kkal)
(kkal) (kkal)
bubur nasi ½ 400
peptamen 1200cc 1200
telur 4 280
jeruk 2
11 (s.d. pukul 14.00) bubur nasi 1 800 1890
bubur nasi 1 800
jeruk 1
telur 1 70
peptamen 220cc 220
Dalam 10 hari masa perawatan di intermediate ward, Ny.TR memperoleh asupan nutrisi
yang memenuhi kebutuhan. Selain dari total kalori, asupan protein dari sumber protein
hewani (telur) juga dapat menunjang proses pemulihan. Kolaborasi perawat bersama
dokter dan dietisien dalam terapi nutrisi Ny.TR berdampak pada terpenuhinya
kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, perawat menjalankan peran sebagai
berikut :
Keterlibatan perawat dalam pemberian terapi nutrisi memberikan dampak baik kepada
pasien. Penghitungan kebutuhan kalori, monitor asupan nutrisi, edukasi pasien, dan
keterlibatan perawat dalam pemberian nutrisi enteral/parenteral memberikan pengaruh
positif bagi pemulihan kondisi pasien paska operasi. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian yang mengaitkan hubungan outcome pasien dengan keberadaan perawat
dalam terapi nutrisi pasien. Hasil penelitian Boeykens. & Hecke (2018) menunjukkan
bahwa kehadiran perawat dalam terapi nutrisi menghasilkan penurunan yang signifikan
Universitas Indonesia
59
infeksi terkait kateter pada terapi parenteral dari 33% hingga 4%. Selain itu,
Penghentian keterlibatan perawat dalam tim terapi nutrisi berkaitan dengan sepsis pada
akses TPN yang meningkat dari 8,8% menjadi 13,2%.
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penulis menyimpulkan sesuai dengan pemaparan terkait asuhan keperawatan pasien kanker
rektum yaitu:
1. Kasus kanker kolorektal terjadi lebih tinggi pada masyarakat perkotaan dibanding
masyarakat pedesaan dengan faktor resiko seperti pola makan makanan rendah serat,
makanan dengan kadar lemak dan daging tinggi, lamanya waktu transit sisa hasil
pencernaan dalam saluran kolorektal, merokok, konsumsi makanan berpengawet
meningkatkan kejadian kanker kolorektal.
2. Adanya riwayat konstipasi meningkatkan waktu transit feses dalam kolon meningkat
sehingga berkembang menjadi kanker kolorektal. Sisa hasil metabolisme yang
tertahan lama di dalam kolon, menyebabkan peningkatan kontak mukosa kolon
dengan berbagai zat karsinogen yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker dalam
mukosa usus.
3. Pada pasien dengan stoma pada kolon asendens terjadi pemendekan rute absorpsi dan
sekresi yang dapat menyebabkan penurunan kadar natrium dan bikarbonat.
4. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien adalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan, dan kerusakan integritas kulit.
5. Intervensi utama terapi nutrisi pada pasien dengan kanker kolorektal pro tutup
kolostomi.
5.2 Saran
a. Pada pasien-pasien dengan gangguan pola BAB dalam jangka waktu yang lama,
seperti konstipasi, dianjurkan untuk melakukan screening kanker kolorektal sejak usia
dewasa muda serta mengubah kebiasaan pola makan yang kurang baik.
b. Setelah mendapatkan tindakan operasi atau terapi medis untuk mengatasi kankernya,
pasien perlu mendapatkan pemeriksaan ulang untuk mengevaluasi keefektifan dari
terapi yang telah diberikan.
c. Penurunan kadar natrium yang tejadi pada pasien dengan stoma kolon ascendent
dapat diatasi seiring perbaikan pola, frekuensi, dan konsistensi BAB yang dapat
60 Universitas Indonesia
61
dintervensi dengan melakukan edukasi pemilihan diet dan kolaborasi pemberian terapi
yang dapat mengurangi risiko peningkatan motilitas usus.
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Hallam, S., Mothe, B. S., dan Tirumulaju, R. (2018). Hartmann's procedure, reversal and rate
of stoma-free survival. Annals of the Royal College of Surgeons of England, 100(4),
301-307. doi:10.1308/rcsann.2018.0006
Hanna, T. P. dan Kangolle, A. C. (2010). Cancer control in developing countries: using
health data and health services research to measure and improve access, quality and
efficiency. BMC international health and human rights, 10, 24. doi:10.1186/1472-
698X-10-24
Haseena, M., Malik, M.F., Javed, A., Arshad, S., Asif, N., Zulfiqar, S., dan Hanif, J. (2017).
Water pollution and human health. Allied Academy Journal, 1(3). doi:
10.4066/2529-8046.100020
Herdman, T. H., dan Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses:
Definitions & Classification 2015-2017 10th ed. Oxford: Wiley Blackwel.
Hussein, A. F., Fares, K.M., Mostafa, M.A.M., Mohammed, S.A., Hamed, H.B., & Hagras,
A.M.G. (2015). Implication of Hypoalbuminemia in Early Postoperative
Complications. SECI Oncology. DOI: 10.18056/seci2015.3
Judges, D., Knight, A., Graham, E., dan Goff, L. M. (2012). Estimating energy requirements
in hospitalized underweight and obese patients requiring nutritional support: A
survey of dietetic practice in the united kingdom. European Journal of Clinical
Nutrition, 66(3), 394-8. doi: 10.1038/ejcn.2011.211
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset kesehatan dasar 2018, diakses dari
labmandat.litbang.depkes.go.id
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset kesehatan dasar 2013, diakses dari
labmandat.litbang.depkes.go.id
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Situasi penyakit kanker, diakses dari www.depkes.go.id
Kementerian Kesehatan. (2016). Panduan pelayanan klinis kanker rektum, diakses dari www.
kanker.kemkes.go.id
Kneist, W. dan Junginger, T. (2007). Male Urogenital Function After Confirmed Nerve-
Sparing Total Mesorectal Excision with Dissection in Front of Denonvilliers’ Fascia.
World J Surg, 31: 1323. doi: 10.1007/s00268-007-9008-4
Lüchtenborg, M., Weijenberg, M.P., de Goeij, A.F.P.M. et al. (2005). Cancer Causes
Control, 16(9): 1041. doi: 10.1007/s10552-005-0239-0
Lundy, K.S. dan Janes, S. (2009). Community health nursing: caring for the public’s health
2nd ed. Subdury: Jones and Bartlett Publisher
Universitas Indonesia
64
Martini, F. H., Nath, J. L., dan Bartholomew, E. (2012). Fundamentals of anatomy and
physiology 9th ed. USA: Pearson Benjamin Cummings
Meilany, T.A., Alexandra., Arianto, A., Bausat, Q., Endang., Prihartono, J., & Sjarif, D.R..
(2012). Pengaruh Malnutrisi dan Faktor lainnya terhadap Kejadian Wound
Dehiscence pada Pembedahan Abdominal Anak Pada Periode Perioperatif. Sari
Pediatri. 14(2).
Melville, D. dan Baker, C. (2010). Ileostomies and colostomies. Surgery, 29(1), 39-43. doi:
10.1016/j.mpsur.2010.10.001
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., dan Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification 5th ed. Philadelphia: Elsevier.
National Institute for Health and Clinical Excellence. (2008). Surgical Site Infection:
Prevention and Treatment of Surgical Site Infection Clinical Guideline 74. NICE.
London
National Cancer Institute. (2011). Colorectal cancer, diakses dari www.cancer.gov
Nematihonar, B., Salimi, S., Noorian, V., dan Samsami, M. (2018). Early Versus Delayed
(Traditional) Postoperative Oral Feeding in Patients Undergoing Colorectal
Anastomosis. Advanced biomedical research, 7(30). doi:10.4103/abr.abr_290_16
Ningrum, T. P., Mediani, H. Z., dan Isabella, C. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Wound Dehiscence pada Pasien Post Laparatomi. Jurnal
Keperawatan Padjajaran, 5(2).
Norton, C., Williams, J., Taylor, C., Nunwa, A., dan Whayman, K. (2008). Oxford hanbook
of gastrointestinal nursing. New York: Oxford University Press
Pantow, R. W, Waleleng, B.J., dan Sedli, B. P. (2017). Profil Adenokarsinoma Kolon di
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou dan Siloam Hospitals Periode Januari 2016 – Juni
2017. Jurnal e-clinic, 5(2), 326-331. Diakses dari www.ejournal.unsrat.ac.id
Paun, B.C., Cassie, S., MacLean, A.R., Dixon, E., dan Buie, D. (2010). Postoperative
complications following surgery for rectal cancer. Annals of Surgery, 251(5): 807-
818. doi: 10.1097/SLA.0b013e3181dae4ed.
Porter, L. (2016). Dietitian practice and skill: Estimating Energy Requirements. California:
Cinahl Information System
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2013). Fundamental nursing: concepts, process, and practice 8th
ed. St. Louis: Mosby Year Book
Price, S.A. dan Wilson, L.M. (2012). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit 6th
ed. Jakarta: EGC
Universitas Indonesia
65
Schulze, F., Gao, X., Virzonis, D., Damiati, S., Schneider, M. R., dan Kodzius, R. (2017). Air
Quality Effects on Human Health and Approaches for Its Assessment through
Microfluidic Chips. Genes, 8(10), 244. doi:10.3390/genes8100244
Sherwood, L. (2010). Human physiology: from cell to systems 7th ed. USA: Cengage
Learning
Sivender, A., Ilaiah, M., &Reddy, S. (2015) A Clinical Study on risk factors causing
abdominal wound dehiscence and management. IOSR Journal of Dental and
Medical Sciences, 14(10), 18–23.
Slattery, M. L., Curtin, K., Wolff, R. K., Herrick, J. S., Caan, B. J., & Samowitz, W. (2010).
Diet, physical activity, and body size associations with rectal tumor mutations and
epigenetic changes. Cancer causes & control : CCC, 21(8), 1237–1245.
doi:10.1007/s10552-010-9551-4
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010). Medical Surgical Nursing
12th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Sorensen, L.T. (2012). Wound Healing and Infection Surgery : The Clinical Impact of
Smoking and Smoking Cessation : A Systematic Review and Meta-analysis. Arc
Surg, 147(4):37–383
Taylor, C. (2012). Best practice in colorectal cancer care. Nursing Time, 108(12): 22-25,
diakses dari www.nursingtimes.net
Tortora, G. J. dan Derricson, B. (2014). Principles of anatomy and physiology 14th ed. USA:
Wiley
Ward, B.C. dan Panitch, A. (2011). Abdominal Adhesions: Current and Novel Therapies.
Journal of Surgical Research , 165(1), 91 – 111. doi:10.1016/j.jss.2009.09.015
WHO. (2018a). Air Quality Effects on Human Health, diakses dari www.who.int
WHO. (2018b). Latest global cancer data, diakses dari www.who.int
WHO. (2015). Cancer, diakses dari www.who.int
Yayasan Kanker Indonesia. (2012). YKI – Jakarta Race, diakses dari
www.yayasankankerindonesia.org
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Analisis Data
Universitas Indonesia
Lampiran 2
Universitas Indonesia
70
Kolaborasi
‒ Monitor hasil pemeriksaan ‒ Mendeteksi homeostasis dan keseimbangan
laboratorium seperti cairan
hematokrit dan elektrolit
‒ Berikan cairan intravena dan ‒ Kemungkinan diperlukan untuk mendukung
elektrolit sesuai indikasi perfusi jaringan dan organ yang adekuat
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Status nutrisi Terapi nutrisi
dari kebutuhan tubuh ‒ Asupan nutrisi sesuai Mandiri
kebutuhan tubuh ‒ Kaji status nutrisi ‒ Mengidentifikasi level defisiensi dan dasar
‒ Tidak terjadi penentuan intervensi
penurunan berat ‒ Monitor asupan diet ‒ Kondisi fisik umum (misal: mual, anoreksia,
badan gangguan rasa) dan pembatasan diet
‒ Tidak ada tanda- mempengaruhi asupan makanan
tanda malnutrisi
‒ Berikan makan sedikit dan ‒ Meminimalkan anoreksia dan mual
sering sehubungan dengan status peristaltik
Universitas Indonesia
71
Universitas Indonesia
72
Universitas Indonesia
Lampiran 3
Dokumentasi Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan sesak, sulit bernapas, lebih
jalan napas ‒ Memberikan posisi semi fowler nyaman dengan posisi semi fowler dibandingkan
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5 terlentang, tidak dapat batuk karena takut jahitan pada
LPM perut rusak, dan dahak tidak dapat dikeluarkan.
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg O : RR 24, SaO2 90%, asianosis perifer dan sentral, bunyi
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi) napas ronki pada lobus kanan tengah dan atas, taktil
fremitus normal, tidak mampu mengeluarkan dahak.
A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
P : Ajarkan teknik batuk efektif.
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan lemas
dan elektrolit ‒ Melakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir kering,
elektrolit mukosa mulut merah pucat, hasil pemeriksaan elektrolit
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Ringerfundin darah Na 138 / K 3,3↓ / Cl 88↓
62,5 cc perjam A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x teratasi.
500mg (PO) P : Lakukan pemeriksaan Ur/Cr
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi S : Pasien mengatakan ingin bisa makan nasi.
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet cair 6 x 50 cc O : Susu diberikan per NGT, hasil pemeriksaan DPL Hb
tubuh ‒ Mengonsultasikan dengan dietisien untuk pemberian 8,8↓ / Ht 15,81↓ / trombosit 420.000 / leukosit 23.410↑
nutrisi bertahap A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
73 Universitas Indonesia
74
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan masih sesak, nyaman dengan
jalan napas ‒ Mempertahankan posisi semi fowler batuk menggunakan bantal pada perut, dan dahak belum
‒ Memberikan edukasi batuk efektif dapat dibatukkan.
‒ Menganjurkan pasien untuk minum air hangat O : RR 28; SaO2 97%; asam laktat darah plasma 1,5;
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5 asianosis perifer dan sentral, bunyi napas ronki pada
LPM lobus kanan tengah dan atas, dapat melakukan batuk
‒ Kolaborasi memberikan medikas Fluimucyl 3 x 200mg efektif, namun tidak dapat mengeluarkan dahak.
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi) A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
P : Lakukan fisioterapi dada
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan bibir perih.
dan elektrolit ‒ Melakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab
Universitas Indonesia
75
Kerusakan integritas kulit ‒ Melakukan perawatan luka operasi dan drain. S : Pasien mengatakan pantat panas berkurang.
‒ Memantau tanda gejala infeksi O : Luka operasi tampak dehisen, drainage ditampung
‒ Menganjurkan keluarga untuk melakukan massase dalam kantung stoma, tampak pus dan perdarahan
punggung untuk mencegah penambahan luka tekan minimal.
A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Lakukan perawatan luka.
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan sesak berkurang, senang dapat
Universitas Indonesia
76
jalan napas ‒ Memberikan posisi fowler mengeluarkan dahak, dan nyaman dengan posisi duduk
‒ Mendorong penggunaan batuk efektif bersandar.
‒ Menganjurkan pasien untuk minum air hangat sebelum O : RR 21, SaO2 96%, asianosis perifer dan sentral, bunyi
batuk napas ronki pada lobus kanan tengah, dahak putih
‒ Melakukan fisitoterapi dada kental,.
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5 A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
LPM P : Ajarkan teknik fisioterapi dada kepada keluarga
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg pasien.
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi)
Ketidakseimbangan cairan S : Pasien mengatakan lebih merasa sehat dan tidak lemas
dan elektrolit ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa dibandingkan hari sebelumnya.
‒ Memberikan transfusi darah PRC 300cc O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab,
‒ Melakukan pengambilan darah vena post transfusi mukosa mulut merah, hasil pemeriksaan Hb post transfusi
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Ringerfundin 9,7↓
62,5 cc perjam A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x teratasi.
500mg (PO) P : Konsultasikan dengan dokter mengenai kebutuhan
transfusi darah
Universitas Indonesia
77
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan sesak berkurang namun bertambah
jalan napas ‒ Mempertahankan posisi fowler saat duduk tanpa sandaran saat akan dilakukan fisioterapi
‒ Mendorong penggunaan batuk efektif dada.
‒ Mengingatkan pasien untuk minum air hangat sebelum O : RR 30, SaO2 95%, asianosis perifer dan sentral, bunyi
batuk napas ronki pada lobus kanan tengah, dahak putih kental
‒ Mempraktekkan teknik fisitoterapi dada di depan belum sepenuhnya dapat dikeluarkan.
keluarga pasien (anak) A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5 P : Dorong penggunaan teknik fisioterapi dada oleh
LPM keluarga pasien.
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi)
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan stoma banyak keluar.
Universitas Indonesia
78
dan elektrolit ‒ Menghitung masukan dan keluaran cairan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Ringerfundin dengan madu, mukosa mulut merah pucat.
62,5 cc perjam A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x teratasi.
500mg (PO) P : Lakukan pemeriksaan elektrolit darah besok.
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi dan hidrasi S : Pasien mengatakan sarapan dihabiskan setengah porsi,
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet bubur saring dan susu 3 x 150cc mual muntah tidak ada.
tubuh ‒ Memberikan edukasi mengenai manfaat mengonsumsi O : Sarapan dihabiskan, tidak ada muntah.
putih telur A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Loperamide 3 x 2mg tubuh belum teratasi.
(PO), Ranitidine 2 x 50mg (IV) dan Metoclopramide 3 P : Pantau asupan kalori harian dan keluaran ileostomi.
x 10mg (IV)
‒ Kolaborasi memberikan mikronutrien Asam folat 1 x
0.5mg (PO), Vitamin C 2 x 50mg (PO), dan Vitamin B
kompleks 3 x 1 tablet (PO)
‒ Kolaborasi memberikan nutrisi parenteral Aminofluid
41,6cc perjam
Kerusakan integritas kulit ‒ Melakukan perawatan luka operasi dan drain S : Pasien mengatakan pantat terasa panas.
‒ Memantau tanda gejala infeksi O : Tidak ada rembesan pada luka operasi dan drain,
‒ Melakukan perawatan luka tekan stoma kemerahan dan tak ada iritasi pada area peristoma,
‒ Menganjurkan keluarga untuk melakukan massase luka tekan derajat 2 dibalut dengan duoderm extra thin.
punggung untuk mencegah penambahan luka tekan A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
‒ Melatih mobilisasi duduk tanpa sandaran P : Lakukan perawatan akses vena sentral.
Universitas Indonesia
79
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan sesak sedikit dan merasa dahak
jalan napas ‒ Mempertahankan posisi fowler sudah kelar semua setelah batuk.
‒ Mendorong penggunaan batuk efektif O : RR 22, SaO2 95%, asianosis perifer dan sentral, bunyi
‒ Mengingatkan pasien untuk minum air hangat sebelum napas ronki pada lobus kanan tengah, dahak putih kental.
batuk A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
‒ Mempraktekkan teknik fisitoterapi dada di depan P : Pantau penggunaan teknik fisioterapi dada oleh
keluarga pasien (adik) keluarga pasien.
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5
LPM
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi)
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan sudah minum banyak.
dan elektrolit ‒ Menghitung masukan dan keluaran cairan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab, hasil
‒ Melakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan pemeriksaan elektrolit darah Na 128↓ / K 3,5 / Cl 89↓.
elektrolit A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Ringerfundin teratasi.
62,5 cc perjam P : Konsultasikan dengan dokter untuk tambahan
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x elektrolit per oral.
500mg (PO)
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi dan hidrasi S : Pasien mengatakan sarapan dihabiskan setengah porsi,
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet bubur saring dan susu 3 x 150cc mual muntah tidak ada.
Universitas Indonesia
80
tubuh ‒ Memberikan edukasi mengenai manfaat mengonsumsi O : Sarapan dihabiskan, tidak ada muntah, hasil
putih telur pemeriksaan DPL Hb 9,1↓ / Ht 26,5↓ / trombosit 382.000
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Loperamide 3 x 2mg / leukosit 23.410↑, alb 2,8↓
(PO), Ranitidine 2 x 50mg (IV) dan Metoclopramide 3 A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
x 10mg (IV) tubuh belum teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan mikronutrien Asam folat 1 x P : Pantau asupan kalori harian dan keluaran ileostomi.
0.5mg (PO), Vitamin C 2 x 50mg (PO), dan Vitamin B
kompleks 3 x 1 tablet (PO)
‒ Kolaborasi memberikan nutrisi parenteral Aminofluid
41,6cc perjam
Kerusakan integritas kulit ‒ Melakukan perawatan luka operasi dan drain S : Pasien mengatakan sulit menggerakkan leher karena
‒ Memantau tanda gejala infeksi perih pada infus.
‒ Melakukan perawatan akses vena sentral O : Tidak ada rembesan pada luka operasi dan drain,
‒ Menganjurkan keluarga untuk melakukan massase stoma kemerahan dan tak ada iritasi pada area peristoma,
punggung untuk mencegah penambahan luka tekan akses vena sentral tampak kemerahan.
‒ Melatih mobilisasi duduk tanpa sandaran A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Lakukan perawatan luka.
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan sesak sedikit dan dapat batuk dan
jalan napas ‒ Mempertahankan posisi fowler mengeluarkan dahak.
‒ Mendorong penggunaan batuk efektif O : RR 18, SaO2 96%, asianosis perifer dan sentral, bunyi
Universitas Indonesia
81
‒ Mengingatkan pasien untuk minum air hangat sebelum napas tambahan minimal (ronki) pada lobus kanan
batuk tengah, dahak putih kental.
‒ Memantau penggunaan teknik fisitoterapi dada oleh A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
keluarga pasien (adik) P : Kolaborasi pemeriksaan rontgen toraks dan cek dahak.
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5
LPM
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi)
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan sudah minum banyak.
dan elektrolit ‒ Menghitung masukan dan keluaran cairan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab.
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Ringerfundin A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
62,5 cc perjam teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x P : Lakukan pemeriksaan elektrolit darah besok.
500mg (PO) dan NaCl kapsul 2 x 1 kapsul (PO)
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi dan hidrasi S : Pasien mengatakan sarapan dihabiskan setengah porsi,
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet bubur saring dan susu 3 x 150cc mual muntah tidak ada.
tubuh ‒ Memberikan edukasi mengenai manfaat mengonsumsi O : Sarapan dihabiskan, tidak ada muntah, hasil
putih telur pemeriksaan DPL Hb 9,1↓ / Ht 26,5↓ / trombosit 382.000
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Loperamide 3 x 2mg / leukosit 23.410↑, alb 2,8↓
(PO), Ranitidine 2 x 50mg (IV) dan Metoclopramide 3 A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
x 10mg (IV) tubuh belum teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan mikronutrien Asam folat 1 x P : Pantau asupan kalori harian dan keluaran ileostomi.
0.5mg (PO), Vitamin C 2 x 50mg (PO), dan Vitamin B
kompleks 3 x 1 tablet (PO)
‒ Kolaborasi memberikan nutrisi parenteral Aminofluid
Universitas Indonesia
82
41,6cc perjam
Kerusakan integritas kulit ‒ Melakukan perawatan luka operasi dan drain S : Pasien mengatakan sulit menggerakkan leher karena
‒ Memantau tanda gejala infeksi perih pada infus.
‒ Melakukan perawatan akses vena sentral O : Tidak ada rembesan pada luka operasi dan drain,
‒ Menganjurkan keluarga untuk melakukan massase stoma kemerahan dan tak ada iritasi pada area peristoma,
punggung untuk mencegah penambahan luka tekan akses vena sentral tampak kemerahan.
‒ Melatih mobilisasi duduk tanpa sandaran A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Lakukan perawatan luka.
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan sesak saat dalam perjalanan
jalan napas ‒ Mempertahankan posisi fowler menuju pemeriksaan dan berhaap hasilnya bagus.
‒ Mendorong penggunaan batuk efektif O : RR 22; SaO2 94%; T 37,9; hasil cek BTA negatif,
‒ Mengingatkan pasien untuk minum air hangat sebelum rontgen toraks menunjukkan suspek efusi pleura kanan
batuk dan infiltrat kedua paru berkurang, asianosis perifer dan
‒ Mengajarkan teknik pengambilan sampel dahak ke sentral, bunyi napas tambahan minimal (ronki) pada lobus
dalam botol kanan tengah, dahak putih kental.
‒ Mengantar pasien untuk melakukan pemeriksaan A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
rontgen toraks P : Cek ulang dahak.
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5
LPM
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi)
Universitas Indonesia
83
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan sudah minum banyak.
dan elektrolit ‒ Menghitung masukan dan keluaran cairan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab, hasil
‒ Melakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan pemeriksaan elektrolit Na 130↓ / K 3,3↓ / Cl 87↓
elektrolit A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Ringerfundin teratasi.
62,5 cc perjam P : Lakukan pemeriksaan elektrolit darah besok.
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x
500mg (PO), NaCl kapsul 2 x 1 kapsul (PO), Zink 1 x
20mg (PO), dan KSR 3 x 500mg (PO)
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi dan hidrasi S : Pasien mengatakan sarapan dihabiskan setengah porsi,
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet bubur saring dan susu 3 x 150cc mual muntah tidak ada.
tubuh ‒ Memberikan edukasi mengenai manfaat mengonsumsi O : Sarapan dihabiskan, tidak ada muntah, hasil
putih telur pemeriksaan DPL Hb 9↓ / Ht 26,7↓ / trombosit 426.000↑
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Loperamide 3 x 2mg / leukosit 19.870↑, alb 2,8↓
(PO), Ranitidine 2 x 50mg (IV) dan Metoclopramide 3 A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
x 10mg (IV) tubuh belum teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan mikronutrien Asam folat 1 x P : Pantau asupan kalori harian dan keluaran ileostomi.
0.5mg (PO), Vitamin C 2 x 50mg (PO), dan Vitamin B
kompleks 3 x 1 tablet (PO)
‒ Kolaborasi memberikan nutrisi parenteral Aminofluid
41,6cc perjam
Kerusakan integritas kulit ‒ Melakukan perawatan luka operasi dan drain S : Pasien mengatakan sulit menggerakkan leher karena
‒ Memantau tanda gejala infeksi perih pada infus.
‒ Melakukan perawatan akses vena sentral O : Tidak ada rembesan pada luka operasi dan drain,
‒ Menganjurkan keluarga untuk melakukan massase stoma kemerahan dan tak ada iritasi pada area peristoma,
Universitas Indonesia
84
punggung untuk mencegah penambahan luka tekan akses vena sentral tampak kemerahan.
A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Lakukan perawatan luka dengan modern dressing
besok.
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan sesak saat dalam perjalanan
jalan napas ‒ Mempertahankan posisi fowler menuju pemeriksaan dan berhaap hasilnya bagus.
‒ Mendorong penggunaan batuk efektif 0 : RR 22, SaO2 97%, asianosis perifer dan sentral, bunyi
‒ Mengingatkan pasien untuk minum air hangat sebelum napas tambahan minimal (ronki) pada lobus kanan
batuk tengah, dahak putih kental.
‒ Mengajarkan teknik pengambilan sampel dahak ke A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi.
dalam botol P : Lakukan pemeriksaan USG toraks dan follow up hasil
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5 pemeriksaan dahak.
LPM
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi)
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan sudah bebas menggerakkan leher.
dan elektrolit ‒ Menghitung masukan dan keluaran cairan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab, hasil
‒ Melakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan pemeriksaan elektrolit Na 130↓ / K 3,3↓ / Cl 87↓
elektrolit A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
‒ Melepas akses vena sentral dan memasang akses perifer teratasi.
tangan kanan P : Lakukan pemeriksaan Ur/Cr darah besok.
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Ringerfundin
Universitas Indonesia
85
62,5 cc perjam
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x
500mg (PO), NaCl kapsul 2 x 1 kapsul (PO), Zink 1 x
20mg (PO), dan KSR 3 x 500mg (PO)
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi dan hidrasi S : Pasien mengatakan sarapan dihabiskan setengah porsi,
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet bubur saring dan susu 3 x 150cc mual muntah tidak ada.
tubuh ‒ Memberikan edukasi mengenai manfaat mengonsumsi O : Sarapan dihabiskan, tidak ada muntah, hasil
putih telur pemeriksaan DPL Hb 9↓ / Ht 27↓ / trombosit 453.000↑ /
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Loperamide 3 x 2mg leukosit 17.160↑, alb 2,7↓
(PO), Ranitidine 2 x 50mg (IV) dan Metoclopramide 3 A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
x 10mg (IV) tubuh belum teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan mikronutrien Asam folat 1 x P : Pantau asupan kalori harian dan keluaran ileostomi.
0.5mg (PO), Vitamin C 2 x 50mg (PO), dan Vitamin B
kompleks 3 x 1 tablet (PO)
‒ Kolaborasi memberikan nutrisi parenteral Aminofluid
41,6cc perjam
Kerusakan integritas kulit ‒ Melakukan perawatan luka operasi dengan modern S : Pasien mengatakan nyaman setelah diganti balutan
dressing dan dilepas akses infus pada leher, pantat panas
‒ Melepas akses vena sentral berkurang, makan telur rebus 3 buah tadi pagi.
‒ Mengkaji luka dekubitus O : Akses vena sentral tampak kemerahan, tidak ada
‒ Melakukan massase punggung perdarahan setelah akses vena sentral terlepas; luka
‒ Menganjurkan makan telur rebus untuk penyembuhan operasi perdarahan minimal, sudah mulai tumbuh
luka granulasi dibalut dengan alginate, tampak slough keras
dibalut dengan cutimed sorbac jel dan dress pad; luka
tekan grade 1, dimassase dengan minyak zaitun.
A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
Universitas Indonesia
86
Universitas Indonesia
87
Universitas Indonesia
88
Ketidakefektifan bersihan ‒ Mengkaji pola pernapasan S : Pasien mengatakan hanya sesak saat ke toilet.
jalan napas ‒ Mempertahankan posisi fowler O : RR 18, SaO2 96%, asianosis perifer dan sentral, bunyi
‒ Mendorong penggunaan batuk efektif napas vesikular, dahak putih kental.
‒ Mengingatkan pasien untuk minum air hangat sebelum A : Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi.
batuk P : Pantau pola pernapasan.
‒ Mengamati teknik fisioterapi dada oleh keluarga
‒ Kolaborasi memberikan terapi oksigen per nasal kanul 5
LPM
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Fluimucyl 3 x 200mg
(PO) dan Ventolin 3 x 2,5mg (inhalasi)
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan sudah bebas menggerakkan leher.
dan elektrolit ‒ Menghitung masukan dan keluaran cairan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab, hasil
‒ Melakukan pengambilan darah vena untuk pemeriksaan pemeriksaan elektrolit Na 128↓ / K 3,8 / Cl 87↓.
elektrolit A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Asering 83,3 teratasi.
cc perjam P : Dorong asupan cairan per oral adekuat.
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x
500mg (PO), NaCl kapsul 2 x 1 kapsul (PO), Zink 1 x
20mg (PO), dan KSR 3 x 500mg (PO)
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi dan hidrasi S : Pasien mengatakan sarapan dihabiskan setengah porsi,
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet bubur saring dan susu 3 x 150cc mual muntah tidak ada.
tubuh ‒ Memberikan edukasi mengenai manfaat mengonsumsi O : Sarapan dihabiskan, tidak ada muntah, hasil
putih telur pemeriksaan DPL Hb 9↓ / Ht 26,6↓ / trombosit 234.000 /
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Loperamide 3 x 2mg leukosit 11.910↑, alb 2,6↓, GDS 101
(PO), Ranitidine 2 x 50mg (IV) dan Metoclopramide 3 A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
x 10mg (IV) tubuh belum teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan mikronutrien Asam folat 1 x P : Pantau asupan kalori harian dan keluaran ileostomi.
0.5mg (PO), Vitamin C 2 x 50mg (PO), dan Vitamin B
Universitas Indonesia
89
Ketidakseimbangan cairan ‒ Mengevaluasi turgor kulit, CRT, dan membran mukosa S : Pasien mengatakan sudah bebas menggerakkan leher.
dan elektrolit ‒ Menghitung masukan dan keluaran cairan O : CRT < 3detik, turgor kulit normal, bibir lembab.
‒ Kolaborasi memberikan cairan intravena Asering 83,3 A : Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit belum
cc perjam teratasi.
‒ Kolaborasi memberikan elektrolit serbuk KCl 3 x P : Dorong asupan cairan per oral adekuat dan monitor
500mg (PO), NaCl kapsul 2 x 1 kapsul (PO), Zink 1 x balans cairan.
20mg (PO), dan KSR 3 x 500mg (PO)
Ketidakseimbangan nutrisi ‒ Mengkaji status nutrisi dan hidrasi S : Pasien mengatakan sarapan dihabiskan setengah porsi,
kurang dari kebutuhan ‒ Memberikan diet bubur saring dan susu 3 x 150cc mual muntah tidak ada.
tubuh ‒ Memberikan edukasi mengenai manfaat mengonsumsi O : Sarapan dihabiskan, tidak ada muntah.
putih telur A : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
‒ Kolaborasi memberikan medikasi Loperamide 3 x 2mg tubuh belum teratasi.
(PO), Ranitidine 2 x 50mg (IV) dan Metoclopramide 3 P : Pantau asupan kalori harian dan keluaran ileostomi.
Universitas Indonesia
90
x 10mg (IV)
‒ Kolaborasi memberikan mikronutrien Asam folat 1 x
0.5mg (PO), Vitamin C 2 x 50mg (PO), dan Vitamin B
kompleks 3 x 1 tablet (PO)
Kerusakan integritas kulit ‒ Melakukan perawatan luka operasi dan luka drain S : Pasien mengatakan nyaman setelah diganti balutan,
‒ Memantau keluarga melakukan teknik massase pantat panas sudah tidak terasa, makan telur rebus 2 buah
punggung pasien sejak tadi pagi.
‒ Mendorong pasien makan putih telur rebus untuk O : Luka operasi perdarahan minimal, tepi luka sudah
penyembuhan luka mulai tumbuh granulasi dibalut dengan alginate, tampak
slough keras dibalut dengan cutimed sorbac gel dan dress
pad; tidak terdapat luka tekan pada area punggung dan
gluteus, dimassase dengan minyak kelapa oleh keluarga.
A : Kerusakan integritas kulit belum teratasi.
P : Ganti balutan sekunder luka operasi dengan kasa
bersih jika rembes.
Universitas Indonesia
Lampiran 4
Riwayat Pendidikan :
SD SMP SMA
Nama Institusi SD N Adiwerna 02 SMP N 1 Adiwerna SMA N 1 Tegal
Jurusan - - IPA
Tahun masuk-lulus 2002-2008 2008-2011 2011-2014
No.HP : 085740724795
91 Universitas Indonesia