Anda di halaman 1dari 2

Pengantar sejarah epid kesling

Sejarah menunjukkan adanya hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kesehatan masyarakat.
Pengakuan bahwa lingkungan berdampak pada kesehatan manusia dapat ditemukan sejak 460 SM
dalam esai Hippocrates Di Udara, Perairan, dan Tempat . Di dalamnya, ia mendesak para dokter untuk
memikirkan bagaimana faktor-faktor seperti air minum dapat mempengaruhi kesehatan pasien
mereka. Contoh lain yang terkenal dari interaksi lingkungan-kesehatan adalah keracunan timbal
yang dialami oleh orang Romawi kuno, yang menggunakan timbal dalam pipa air dan tembikar dapur
mereka. Vitruvius, seorang arsitek Romawi, menulis untuk mencegah penggunaan pipa timah, dengan
alasan masalah kesehatan:

“Air yang diperoleh melalui pipa-pipa tanah lebih menyehatkan daripada melalui timbal; memang yang
dalam hal timbal balik yang merugikan, yang diperoleh dari timbal putih, dan ini merusak sistem. Oleh
karena itu, jika apa yang dihasilkan dari itu merusak, tidak ada keraguan bahwa dirinya tidak dapat
menjadi tubuh yang sehat. Ini dapat dilakukan dengan mengamati para pekerja di timah, yang diambil
dari foto-foto, karena itu pengamatan dari para anggota, dan membakarnya hari, menghancurkan
kekuatan darah; oleh karena itu air tidak boleh ke dalam pipa timah jika kita menginginkannya untuk
menyehatkan. makanan, untuk semua orang yang mejanya dilengkapi dengan bejana perak, namun
menggunakan yang terbuat dari tanah, dari kemurnian rasa yang diawetkan di dalamnya"

Studi epidemiologi oleh John Snow pada tahun 1857 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
kondisi lingkungan yang jelek yaitu tercemarnya air minum dengan terjadinya epidemi cholera. John
Snow mungkin melakukan studi epidemiologi lingkungan pertama pada tahun 1854. Dia menunjukkan
bahwa penduduk London yang minum air yang terkontaminasi limbah lebih mungkin
mengembangkan kolera dari pada mereka yang minum air bersih. Dengan demikian tampak jelas
tantangan epidemiologi lingkungan yang cukup berperan di dalam mengidentifikasi populasi yang
sensitif dan mengetahui hubungan antara kesehatan masyarakat dengan pencemaran lingkungan.

Maut Hitam, dikenal juga Wabah Hitam, merupakan suatu pandemi hebat yang pertama kali
melanda Eropa pada pertengahan hingga kesudahan zaman ke-14 (1347 – 1351) dan membunuh
sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada masa yang hampir bersamaan, terjadi pula epidemi
pada beberapa akbar Asia dan Timur Tengah, yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya
merupakan bidang dari pandemi multi-regional.

Penyebaran wabah Pes bermula dari seranggga (umumnya kutu) yang terinfeksi melewati kontak
langsung dengan hewan pengerat termasuk diantaranya tikus dan marmot yang terinfeksi wabah.
Setelah tikus tersebut mati, kutu menggigit manusia dan menyebarkannya kepada manusia.

Varian kedua merupakan wabah Pneumonia yang menyerang sistem pernapasan dan disebarkan hanya
dengan menghirup udara yang dihembuskan melewati korban. 

Perkembangan awal epidemiologi berjalan lambat, penegasan awal konsep epidemiologi ditandai
dengan adanya pemikiran Hipocrates (460-377 SM) pertama kali mencoba menjelaskan penyebab
penyakit secara rasional (Arundar et al., 2012). Hipocrates dalam bukunya mengemukakan sebuah
konsep tentang hubungan kejadian penyakit dengan berbagai faktor diantaranya tempat (geografi),
penyediaan air bersih, kondisi iklim, pola makan dan kondisi perumahan. Selain itu, Hipocrates juga
telah menulis tentang peran lingkungan terhadap kejadian penyakit, termasuk didalamnya musim, air
dan angin (Chadwick dan Mann, 1950). Epidemic I, Epidemic Il dan On Airs, Water and Places merupakan
karya Hipocrates yang mengambarkan kejadian penyakit secara rasional, tidak hanya berbasis pada
kejadian supranatural. Inilah alasan Hipocrates dianggap sebagai epidemiologis pertama. Banyak
penemuan Hipocrates yang dituliskan dalam buku-bukunya, namun hal essensial yang dituliskan
mencakup observasi terkait bagaimana penyakit menginfeksi masyarakat dan bagaimana cara
penyebarannya. Dengan kata lain Hipocrates telah melihat bahwa distribusi frekuensi penyakit tidaklah
merata dan sangat ditentukan variabel waktu, tempat, atribut orang dan faktor lingkungan lain. Semua
faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit meskipun bukan sebagai determinan utama
kejadian penyakit.

Deskripsi secara ekstensif tentang penyakit yang melanda populasi manusia baru dilakukan pada abad
ke 19, ini sekaligus menjadi tanda dimulainya kegiatan epidemiologi. Kontributor awal lainnya dalam
kajian epidemiologi yaitu John Graunt (1620-1674 M), yang menerbitkan analisis data kejadian penyakit
dan kematian menggunakan metode sistematik serta mengembangkan dan menghitung tabel angka
harapan hidup. Dari karya John Graunt, William Farr (1800 M) selanjutnya mengumpulkan dan
menganilisis statistik kematian di Inggris secara sistematis, sehingga mengambarkan epidemiologi
penyakit lebih jelas.

Epidemiologi modern di mulai pada Abad ke-19, ciri kajian ini ditandai dengan adanya pengamatan klinik
lebih cermat, perhitungan kasus-kasus dengan tepat dan jelas, dan terdapat hubungan antara kasus dan
sifat populasi yang merupakan tempat terjadinya kasus tersebut. Era epidemiologi modern ditandai
terutama oleh jasa John Snow yang sekaligus dianggap sebagai

bapak epidemiologi lapangan. 20 tahun sebelum pengembangan mikroskop, John Snow telah melakukan
studi terkait wabah kolera di Golden Square London untuk menemukan penyebab penyakit dan
mencegah wabah merebak kembali.

John Snow memulai penyelidikannya dengan menemukan tempat penderita tinggal dan menandainya di
peta. Saat ini, model pemetaan tersebut dikenal sebagai distribusi geografis kasus yang digunakan untuk
menentukan pola penyebaran penyakit. Studi ini mengungkap hubungan kejadian penyakit kolera
dengan sumber air minum penduduk suatu kota. Hasil temuan John Snow menggambarkan urutan klasik
dari epidemiologi deskriptif menuju ke kajian analitik.

Ignaz Semmelweis, Louis Pasteur, Robert Koch dan lainnya juga memberikan konstribusi penting
terhadap perkembangkan epidemiologi saat ini. Penerapan metode epidemiologi dalam penyelidikan
terjadinya penyakit dimulai sejak pertengahan hingga akhir tahun 1800-an. Pada saat itu, sebagian besar
peneliti berfokus pada penyakit menular. Selanjutnya, pada 1940-an ahli epidemiologi mulai
memperluas metode kajian ke arah kejadian penyakit tidak menular, dan terus berkembang hingga
diterapkan pada seluruh berbagai kajian bidang kesehatan, perilaku, dan bahkan pengetahuan dan
sikap.

Anda mungkin juga menyukai