Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah........................................................................8
C. Rumusan Masalah................................................................................................9
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................9
E. Tujuan Penelitian.................................................................................................9
F. Penelitian Terdahulu..........................................................................................10
G. Kerangka Teori..................................................................................................14
H. Metode Penelitian..............................................................................................17
1. Jenis Penelitian..................................................................................17
2. Sumber Data......................................................................................17
a. Data Primer.................................................................................18
b. Data sekunder.............................................................................18
3. Metode Pengumpulan Data...............................................................18
a. Observasi....................................................................................18
b. Wawancara.................................................................................19
4. Metode Analisis Data........................................................................19
I. Sistematika Pembahasan....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22
LAMPIRAN................................................................................................................24

i
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara historis, masyarakat Madinah telah menggunakan rebana pada

abad ke-6 Hijriyah sebagai musik pengiring dalam penyambutan atas

kedatangan Nabi Muhammad SAW ketika hijrah ke kota Madinah.

Masyarakat Madinah menggunakan rebana sebagai pengiring sholawat

T}ala’a al Badru sebagai ungkapan rasa bahagia atas kehadiran Rasulullah

SAW manusia paling mulia di bumi ini.1

Rebana kemudian digunakan sebagai dakwah Islam yang digabungkan

dengan syair-syair Islami dan mampu dikemas dengan pesan Islami yang

disajikan lewat sentuhan seni musik Islami yang khas.2

Musik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni

meyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan temporal

untuk menghasilkan komposisi suara yang mempunyai kesatuan dan

kesinambungan. Dan akan menghasilkan suara yang merdu bila di bunyikan3

1
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).
463.
2
https://www.dutaislam.com/2017/10/sejarah-rebana-dari-penyambutan-nabi-hingga-ke-Indonesia.html
diakses pada 19 Maret 2020.
3
Wahyu Untara, Kamus Bahasa Indonesia: lengkap dan Praktis (Yogyakarta: Indonesia Tera, 2013)
Th.
2

Dalam Bahasa Arab, musik disebut dengan sebutan dan istilah yang

sama. musik tidak memiliki kata khusus dalam Bahasa Arab. Yang ada

hanyalah serapan dari kata aslinya yaitu al-Mu>si>q.4

Musik juga di artikan sebagai kata dari Bahasa Yunani yang berarti

seni dalam memainkan alat pukul (untuk mengeluarkan suara)

Jadi bila disimpulkan, musik dalam Bahasa Indonesia dan musik

secara Bahasa Arab mempunyai makna yang sama, yakni kesenian atau ilmu

seni yang mempelajari cara untuk mengatur suara hingga menghasilkan nada

dan irama yang pas dan enak didengar.

Berbicara tentang musik, memang terdapat perbedaan diantara para

Ulama. Imam Syafi’i, Imam Maliki dan Ulama lainnya menghukumi musik

merupakan sesuatu yang haram. Imam Syafi’i berpendapat bahwa bernyanyi

merupakan perbuatan yang makruh dan mendekati kebatilan, karena itu

termasuk perbuatan orang bodoh dan syahadahnya ditolak. Imam Syafi’i juga

menguatkannya dengan ungkapan, memukul dengan tongkat hukumnya

makruh dan permainan seperti itu biasanya dilakukan oleh orang zindiq,

hingga lupa membaca Al Quran. Imam Syafi’i juga berkomentar bahwa beliau

sangat membenci permainan catur, bahkan semua jenis permainan, beliau

menganggap bahwa bermain demikian itu bukan melambangkan orang yang

ahli agama.5

4
Alhmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), 1367.
5
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin (Libanon: Dar Al-Fikr, tt), 267.
3

Begitu juga Imam Malik, beliau sangat melarang musik, bahkan

menurutnya siapapun yang membeli budak kemudian diketahui bahwa budak

tersebut adalah penyanyi, maka pembeli berhak mengembalikan budak itu

karena termasuk cacat. Begitupun juga imam Abu Hanifah, beliau

berkomentar bahwa musik hukumnya makruh, dan yang mendengarkan

termasuk perbuatan dosa.6

Hal yang berbeda diungkapkan oleh Imam al-Ghazali ra, beliau

mengungkapkan denganungkapan yang terkenal,

“Barangsiapa yang tak haru oleh musim semi dengan bunga-


bunganya, atau gambus dengan senarnya, maka komposisi orang
tersebut tidaklah sempurna, fitrahnya berpenyakit parah yang tiada
obatnya”.7

Dalam cerita dikalangan kaum sufi, Abu Muhammad al-Jariri pernah

bercerita tentang pengalamannya bersama Syaikh Junaid saat mendengar

lantunan bunyi musik: “Saat itu, saya berada disamping Syaikh Junaid, di

sana terdapat Ibnu Masyruq dan lainnya sekaligus di sana juga ada lantunan

syi’ir-syi’ir, lalu Ibn Masyruq berdiri dan mengikuti alunan syi’ir tersebut

namun Syaikh Junaid tetap saja diam. Akhirnya saya-pun bertanya: “Wahai

guruku, apakah kamu tidak mendengar sesuatu”. Syaikh Junaid menjawab

dengan ayat Al-Qur’an yang berbunyi:

ِ ‫السح‬
‫اب‬ ِ ِ َ َ‫َوَتَرى اجْلِب‬
َ َّ ‫ال حَتْ َسُب َها َجام َد ًة َوه َي مَتُُّر َمَّر‬
6
Acep Aripudin & M Rois Rizwan, “Materi Dakwah Pada Grup Musik NON-RELIGI” dalam Jurnal
Ilmu Dakwah (No 13, Vol 4, Januari-Juni 2009), 497.
7
Ibid, 498.
4

“dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka ia diam di


tempatnya, padahal ia berjalan seperti jalannya awan”. 8

Syaikh Junaid lanjut bertanya: “Wahai Abu Muhammad, apakah

kamu tidak mendengar sesuatu”. saya menjawab: “Wahai guruku, saya ketika

menghadiri tempat di situ ada lantunan bunyi musik syi’ir-syi’ir, tapi di sana

ada seseorang yang aku segani, maka saya menahan diri. Ketika sepi maka

saya melepas diriku dan melepaskan wijdu9 mengikuti lantunan syi’ir-syi’ir

dan bertawajud – Ekstasi. 10

Tradisi yang seperti itu juga dilakukan oleh penduduk Madinah

menurut pengakuan dari Abu Thalib, suatu ketika melihat Qadi Marwan

memerintahkan budak perempuannya untuk bernyanyi dan disaksikan didepan

saudara-saudaranya.11

Imam al Ghazali mengemukakan bahwa, Al Qur’an maupun Al Hadits

tidak pernah menghukumi musik secara fulgar. Memang ada sebuah hadits

yang menghukumi alat musik tertentu semisal seruling dan gitar, namun al

Ghazali mengatakan bahwa larangan tersebut tidak ditujukan kepada seruling

8
(QS. An-Naml: 88)
9
Dalam keterangan dunia Tasawuf, terdapat istilah hal tawajud, wijdu dan wujud. Tawajud adalah
mencari wijdu berusaha menggapai wijdu atau memaksa diri untuk menggapai dzauq hati. Rasulullah
SAW pernah bersabda bahwa dalam menuju Allah adalah menangis kepada Allah jika tidakbisa
menangis maka memaksa diri untuk menangis. Cerita dari Abu Muhammad al Jariri, disitu terdapat
fenomena nasyid-nasyid yang dilantunkan. Sementara wijdu adalah perasaan yang dalam menguasai
hatinya seorang salik, sedangkan wujud adalah hasil dari wujdu tanpa adanya usaha dan pemaksaan.
Lihat Zakariya bin muhammad al anshori, Nataij al Afkar al Qudsiyah fi Bayan Maani Syarh al
Risalah al Qusyairiyah, Vol II (Lebanon: Dar al Kutub al Ilmiyah, 1971), 66-69.
10
Abd al-Karim al-Qushairi, al-Risalah al-Qushairyyah (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiah, 2010), 33.
11
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Libanon: Dar Al-Fikr, tt),
268.
5

dan gitar, namun kepada sesuatu yang lain. 12 Di awal-awal Islam, alat musik

tersebut lebih dekat dimainkan di tempat-tempat maksiat sebagai pengiring

minuman keras, bahkan Nabi Muhammad mewanti-wanti agar tidak meniru

perbuatan yang demikian, karena barang siapa yang menyerupai suatu kaum,

maka ia termasuk bagian dari kaum itu. Disamping itu, musik juga dianggap

lalai dari mengingat Tuhan dan menggoda kita untuk melakukan maksiat,

prinsip itu sangat bertolak belakang dengan prinsip ketakwaan. Penilaian

seperti itu mayoritas muncul dari kalangan Ulama Fiqih yang lebih menitik

beratkan pada aspek legal-formal. Berbeda dengan Ulama Tasawuf yang tidak

terganggu dengan hal demikian. Bahkan banyak yang menggunakan musik

sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, seperti musik pengiring

tarian sufi besar Jalaludin Rumi.13

Menurut al Ghazali, mendengarkan musik sama halnya dengan

mendengar perkataan atau bunyi yang bersumber dari makhluk hidup atau

benda mati. Setiap lagu memiliki pesan yang ingin disampaikan, jika pesan itu

baik dan mengandung nilai-nilai keagamaan maka tidak ubahnya seperti

mendengarkan ceramah atau nasehat-nasehat keagamaan.14

Dalam redaksi lain Imam al Ghazali berpendapat bahwa hakikat sama’

dan kebolehannya. Sama’ adalah mendengarkan suara yang baik yang


12
Mohammad bin Salim, Is’adu al-Rafik wa Bughyatu al-Syiddiq, (Surayabaya: Dar Ihya al-Kitab al-
Arabiyyah, tt), 106.
13
Ade Wahidin, “Tinjauan Dan Hukum Tasyabbuh Perspektif Empat Imam Mazhab” dalam AL
MASLAHAH (No. 1, Vol 06, Juni 2018), 52.
14
Jamaluddin Muhammad, “Pandangan Ulama’ Terhadap Seni Musik”, dalam
https://www.nu.or.id/post/read/19340/pandangan-ulama-terhadap-seni-musik di akses 19-Maret-2020
6

berirama, pahami maknanya dan sebagai penggerak kalbu. Hal itu merupakan

indra pendengaran dan hati, yakni seperti kelezatan oleh indra penglihatan

dalam memandang tanaman hijau, dan kelezatan yang dirasakan hati. 15 Allah

SWT. Berfirman:

ِ ‫يِف‬
ُ‫يَِزيْ ُد ْ اخْلَْلق َما يَ َشاء‬
“Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya”.16

Mereka menafsirkan sebagai suara yang baik. Rasulullah SAW

bersabda tentang Abu Musa Al-Asyari:

“Sungguh ia telah diberi seruling dari seruling-seruling keluarga


dawud” “Allah tidak mengutus seorang Nabi kecuali ia memiliki suara yang
baik”.17

Mustahil dikatakan bahwa sama’ itu mubah hanya bagi kitab Allah

Swt. Dan membacanya, karena mendengarkan suara burung bulbul adalah

mubah. Apabila mendengarkan suara yang baik itu mubah, maka karena ia

sebagai yang berirama tidaklah haram. Bagaimana dengan suara-suara

nyanyian yang dibuat dengan suara jenis irama. Ia memiliki tempat-tempat

berhenti dan tempat-tempat permulaan yang saling bersesuaian. Ini tidak

berbeda dengan keluarnya suara yang baik dari tenggorokan manusia, burung,

atau yang lainnya. 18

15
Al Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Terj. Irvan Kurniawan (Bandung: Mizan 2008), 177.
16
(QS. Fa>thir:1)
17
Al Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Terj. Irvan Kurniawan..........177
18
Ibid, 178
7

Hendaklah dikiaskan pada suara-suara burung apa yang keluar dari

benda-benda seperti gendang, rebana, dan seruling. Dari semua itu tidak ada

yang dikecuaikan selain adanya nash yang mengharamkannya. Hal itu seperti

gitar dan seruling yang biasa dipakai untuk mengiringi pesta. Jika dituntut

larangan dalam minum khamr, maka hendaklah dilarang segala sesuatu yang

melengkapinya dan yang menyertainya secara berlebihan. Bahkan hal itu

menuntut dipecahkannya botol minuman sebagai permulaannya.19

Di Pondok Pesantren Al Fithrah Surabaya terdapat kesenian yang

sangat unik menurut penulis, keunikan itu dari tradisi seni budaya rebana yang

menggunakan satu alat musik untuk ditampilkan mengiringi pembacaan

Mahallul Qiyam, yaitu menggunakan satu jenis rebana banjari.

Berangkat dari permasalahan di atas dengan berbagai Fenomena jenis-

jenis rebana yang menimbulkan berbagai macam variasi dan kolaborasi maka

penulis tertarik untuk meneliti sejarah dan dampak seni budaya rebana di

Pondok Pesantren Al Fithrah saat ditampilkan untuk mengiringi S}olawat

Mahallul Qiya>m terhadap jamaah yang hadir. Dengan judul: Rebana

Sebagai Instrument Wus}u>l (Studi Atas Seni Budaya Rebana di Pondok

Pesantren Al Fithrah Surabaya).

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis

mengidentifikasikan masalah yang ada sebagai berikut:


19
Ibid, 178.
8

1. Banyak pendapat para Fuqaha’ yang menghukumi alat musik sebagai

benda yang haram dipergunakan.

2. Tradisi periode pertama menggunakan musik untuk mengiringi

kedatangan Rasulullah SAW.

3. Kalangan sufi lebih mudah berekspektasi atau merasakan perasaan yang

menguasai kondisi psikis dengan lantunan lagu.

4. Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya yang merupakan

pesantren tarekat memiliki tradisi budaya musik, yaitu rebana.

5. Di Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya, alat musik rebana

digunakan untuk mengiringi S}olawat Mahallul Qiya>m.

Agar penelitian ini fokus dan pembahasannya tidak melebar luas,

dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah:

1. Menelusuri seni budaya rebana di Pondok Pesantren Al Fithrah.

2. Menelusuri instrument pengantar wus}u>l melalui alat musik rebana yang

dibunyikan untuk mengiringi S}olawat Mahallul Qiya>m.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut penulis ingin meneliti “Rebana sebagai

Instrument Wus}u>l (studi atas seni budaya rebana di Pondok Pesantren Al

Fithrah Surabaya).” penelitian ini untuk mengetahui:

1. Bagaimana seni budaya rebana di Pondok Pesantren Al Fithrah

Surabaya?
9

2. Bagaimana alat musik rebana yang dibunyikan untuk mengiringi

S}olawat Mahallul Qiya>m bisa menghantarkan Wus}u>l ?

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dan manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan sebuah informasi tentang seni rebana yang ada di

Pondok Pesantren Al Fithrah Surabaya kepada para pembaca.

2. Sebagai bahan perbandingan dan rujukan untuk penelitian

selanjutnya yang bersangkutan dengan penelitian ini.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok masalah di atas maka dalam melakukan

penelitian ini penulis memiliki tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seni budaya rebana di Pondok Pesantren Al

Fithrah Surabaya.

2. Untuk menemukan bahwa alat musik rebana yang dibunyikan

untuk mengiringi S}olawat Mahallul Qiya>m bisa digunakan

sebagai instrument menghantarkan Wus}u>l.

F. Penelitian Terdahulu

Sudah banyak peneliti yang membahas tentang rebana, Namun yang

membahas seni budaya rebana di Pondok Pesantren Al Fithrah Surabaya

belum ada. Penelitian terdahulu yang bersangkutan dengan rebana berada di

wilayah dan daerah yang berbeda dengan yang dikaji oleh penulis, Terutama
10

yang secara khusus membahas seni budaya rebana di Pondok Pesantren Al

Fithrah Surabaya belum ada. Berikut adalah karya ilmiyah yang telah ditelaah

oleh penulis:

Skripsi yang ditulis oleh Dawam Hadinoto mahasiswa Jurusan Sejarah

dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015, berjudul “Kesenian Rebana di

Desa Panimbo Kecamatan Kedungjati kabupaten Grobogan” (studi tentang

perubahan budaya). Meskipun objek penelitiannya sama dengan Dawam

hadinoto tetapi dalam penelitian tersebut lebih menitik beratkan pada

perubahan budaya, berbeda dengan penulis yang meneliti seni budaya rebana

di Pondok Pesantren Al Fithrah Surabaya sebagai sarana Wus}u>l.

Skripsi yang ditulis oleh Cecep Burhanuddin mahasiswa Jurusan

Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019, berjudul “Seni Musik Dalam Tasawuf

studi kasus terhadap lagu-lagu Dewa 19 pada album Laskar Cinta”. Pada

skripsi ini mengungkap nilai-nilai tasawuf yang ada dalam album laskar cinta,

nilai-nilai yang terkandung dalam album tersebut adalah diantaranya: Dhikrul

Maut (mengingat mati), wahdat al shuhud (apapun yang dilihat adalah

penampakan tuhan), Hulul (tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia

tertentu dan terjadilah kesatuan manusia dengan tuhan), Khauf (selalu berdoa

dan merasa takut kepada Allah karna kita manusia yang banyak kekurangan

sedangkan Dia Maha sempurna), Mushahadah (hamba bisa menyaksikan


11

Allah secara jelas dan sadar telah tersingkapnya tabir yang menjadi senjangan

antara hamba dan Tuhannya).

Skripsi yang ditulis oleh Kaslan mahasiswa Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam

Negeri Raden Intan Lampung tahun 2019, yang berjudul “Seni Rebana dan

Nilai-Nilai Islam di Desa Sinar Palembang Lampung Selatan”.

Dari berbagai skripsi yang telah di teliti oleh penulis, maka penulis

menguatkan untuk meneliti rebana sebagai instrument Wus}u>l studi atas

seni budaya rebana di pondok Pesantren Al fithrah Surabaya. Karena penulis

menemukan keunikan didalamnya yaitu setiap ada acara religi di pondok Al

Fithrah menggunakan alat musik rebana sebagai pengiring bacaan S}olawat

Mahallul Qiya>m.

Berikut ini tampilan dalam bentuk tabel:

No Nama Judul Objek Kerangk Pembahasan


Penelitian a Teori
1. Dawam Kesenian Perubahan Tidak Perubahan

Hadinoto Rebana di budaya Ada budaya yang

Desa rebana terjadi terhadap

Panimbo musik rebana

Kecamata setelah

n mengalami

Kedungja perkembangan
12

ti waktu,

kabupaten perubahan

Grobogan budaya atau

(studi dekulturasi

tentang terjadi karena

perubaha untuk memenuhi

n budaya) kebutuhan

penyajian yang

baru dan situasi

yang baru.

2. Cecep Seni Lagu lagu Tidak Mengungkap

Burhanuddin Musik Dewa 19 ada nilai nilai

Dalam dalam tasawuf yang ada

Tasawuf album didalam lirik

studi Laskar lagu-lagu band

kasus Cinta Dewa 19.

terhadap

lagu-lagu

Dewa 19

pada

album
13

Laskar

Cinta

3. Kaslan Seni Rebana dan Tidak Kesenian rebana

Rebana Desa Sinar Ada yang ada di Desa

dan Nilai- Palembang Sinar Palembang

Nilai

Islam di

Desa

Sinar

Palemban

Lampung

Selatan

4. Muhammad Rebana Rebana dan Fenomen Implikasi ketika

Romli Sebagai Pondok ologi musik rebana di

Murtadli Media Pesantren Edmund bunyikan untuk

Wus}u>l Al Fithrah Husserl mengiringi

(studi atas S}olawat

seni Mahallul

budaya Qiya>m di

rebana di Pondok
14

Pondok Pesantren Al

Pesantren Fithrah Surabaya

Al

Fithrah

Surabaya)

G. Kerangka Teori

Dalam meneliti fenomena seni budaya rebana yang ada di Pondok

Pesantren Al fithrah Surabaya, penulis menggunakan kerangka teori

fenomenologi. Dalam bahasa Yunani Fenomenologi mempuyai arti sesuaatu

yang tampak, yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa Indonesia, bisa

dipakai istilah gejala. Jadi, fenomenologi adalah suatu aliran yang

membicarakan fenomenon atau segala sesuatu yang menampakkan diri. Dapat

pula dikatakan bahwa fenomenologi merupakan sesuatu pendekatan penelitian

yang memiliki sifat perspektif emic. Dengan kata lain, penelitian yang

menggunakan perspektif dengan berdasarkan apa yang dilihat dan didapatkan

peneliti dari fakta fenomena asli yang diteliti, bukan berdasarkan pada

perspektif peneliti terhadap suatu fakta fenomen tersebut. Peneliti


15

menjelaskan keadaan fakta yang sebenarnya dan apa adanya tanpa

pertimbangan idealisme peneliti sendiri.20

Dalam penelitian fenomenologi, peneliti tidak bertindak seperti

“helikopter” yang seakan-akan terbang lebih tinggi berada diatas realitas.

Penelitian adalah dia yang memasuki wilayah itu, belajar dari pengalaman

para subjek, menyimaknya atau juga melakukan “perjalanan” pengalaman

bersama subjek, dan lantas “keluar dari wilayah pengalaman itu” sebagai

seorang peneliti yang telah mendapatkan pencerahan luarbiasa, dan karena itu

perlu dibagikan, dieksposisikan, diteorisasikan, dan terus dikembangkan.21

Salah satu Tokoh yang mempopulerkan pendekatan fenomenologi

adalah Edmund Husserl (1859-1938). Ia adalah pendiri fenomenologi yang

berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang dan manusia dapat

mencapainya. Inti pemikiran fenomeologi menurut Husserl adalah seseorang

harus kembali pada “benda-benda”. Dalam bentuk slogan, pendirian ini

diungkapkan dengan kalimat zu den sactien (no the things). 22

Kembali pada “benda-benda” disini adalah “benda-benda” diberi

kesempatan untuk berbicara tentang hakikat dirinya. Pertanyaan tentang

hakikat benda-benda tidak lagi bergantung pada orang yang membuat

pertanyaan, tetapi ditentukan oleh benda-benda itu sendiri. Akan tetapi,


20
Barnawi & Jajat Darojat, Penelitian Fenomenologi Pendidikan: Teori dan Praktik (Yogyakarta: AR-
RUZZ MEDIA, 2018), 101.
21
Muhamad Farid, Dkk, Fenomenologi Dalam Penelitian imu Sosial (Jakarta:Kencana,2018), 9.
22
Barnawi & Jajat Darojat, Penelitian Fenomenologi Pendidikan.....103.
16

benda-benda tidaklah secara langsung memperlihatkan hakikat dirinya. Apa

yang ditemui pada benda-benda itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakikat.

Hakikat benda itu ada dibalik yang tampak. Sebab pemikiran yang pertama

(first look) tidak membuka tabir yang menutupi hakikat, diperlukan pemikiran

kedua (second look). Alat yang digunakan untuk menemukan hakikat pada

pemikiran kedua ini adalah intuisi, istilah yang di gunakan Husserl untuk

menunjukkan penggunaan intuisi dalam menentukan substansi adalah

wessenschau, melihat (secara intuitif) gejala-gejala.23

Pendekatan fenomenologi Husserl yang dilandasi oleh pemikiran

filsafat postpositifisme membangun paradigma penelitian yang bersifat

fenomenom. Bahwa, setiap manusia memiliki asumsi kebenaran dalam setiap

pengalaman hidupnya. Namun, yang ingin ditekankan dalam fenomenologi

Husserl di sini adalah bahwa setiap asumsi kebenaran manusia tidak terletak

pada kebenaran yang bersifat empiris semata. Kebenaran yang bersifat

empiris yang ada pada benda-benda tidak bersifat mutlak, substansi ataupun

hakiki. Dengan kata lain bahwa bukti-bukti nyata belumlah dipandang cukup

untuk menentukan sebuah eksistensi atau kebenaran. Karena itu perlu adanya

inquiry pengalaman supraempiris melalui intuisi yang bersifat apriori. Dengan

demikian, fenomenologi ingin menjawab pertanyaan dalam sebuah masalah

menurut sudut pandang substansi masalah.24

23
Ibid, 103.
24
Ibid, 104.
17

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. dilihat dari jenisnya,

penelitian ini adalah penelitian lapangan atau “field research” penelitian

lapangan pada hakikatnya meneliti secara langsung dalam kehidupan yang

sebenarnya yang terjadi dalam masyarakat. Pada umumnya penelitian

lapangan bertujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi didalam

masyarakat.

2. Sumber Data

Sumberdata yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ada dua

yaitu berupa data primer dan sekunder:

a. Data Primer
Data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh

periset untuk menjawab masalah risetnya secara khusus.25

Dalam hal ini penulis menjadikan penabuh seni Rebana dan

Jamaah yang Hadir di Pondok Pesantren Al Fithrah Surabaya

sebagai data primer.

b. Data sekunder
Setelah mengumpulkan data primer kemudian penulis

menguatkan dengan data sekunder, data sekunder adalah data

25
Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), 32.
18

yang diperoleh tidak langsung dari lapangan, misalnya dari

literatur, skripsi, buku, jurnal, koran, majalah dan sebagainya.26

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam usaha menghimpun data dari lokasi penelitian maka penulis

menggunakan metode yaitu sebagai berikut:

a. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui

mengamati perilaku dalam situasi tertentu kemudian mencatat

peristiwa yang diamati dengan sistematis dan memaknai

peristiwa yang diamati. Observasi dapat menjadi metode

pengumpulan data yang dapat di pertanggungjawabkan

validitas dan reliabilitasnya asalkan dilakukan oleh observer

yang telah melewati latihan-latihan khusus, sehingga hasil dari

observasi tersebut dapat dijadikan sumberdata yang akurat dan

terpercaya sehingga dapat digunakan untuk menjawab

permasalahan.27 Kemudian penulis mengamati langsung

kelapangan diharapkan memperoleh data-data yang kongkrit

dari sumbernya.

26
Kun Mayati dan Juju Suryawati. “Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII” dalam
https://books.google.co.id/books?
id=VPNS5CbDhYC&pg=PP122&dq=data+sekunder&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiD4Nn9u6joAhU
34nMBHYncAbYQ6AEIbDAJ#v=onepage&q=data%20sekunder&f=false diakses 19 Maret 2020.
27
Ni’matuzahroh, Susanti Prasetyaningrum, Observasi: Teori dan Aplikasi dalam Psikologi (Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang, 2018), 4.
19

b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu dari beberapa teknik dalam

mengumpulkan informasi atau data.28 Wawancara juga

merupakan proses percakapan yang dilakukan oleh

interviewer dan interviewee dengan tujuan tertentu, dengan

pedoman, dan bertatap muka melalui alat komunikasi

tertentu.29

4. Metode Analisis Data

Setelah semua data terkumpul sesuai dengan kebutuhan yang telah

di tentukan kemudian penulis menghmpun dna mengelola data yang sudah

terkumpul dan mengklarifikasikan semua jawaban untuk di analisa. Data

yang diperoleh di lapangan kemudian dianalisa menggunakan teknik

analisis kualitatif. Analisis data kualitatif mengharuskan untuk dilakukan

sejak data pertama didapatkan. Analisis data dilakukan untuk berbagai

keperluan yang berbeda. Pada awal penelitian, data dianalisis untuk

keperluan merumuskan masalah dan fokus masalah penelitian. Ketika

penelitian berlangsung, analisis data dilakukan untuk mempertajam fokus

dan pengecekan keabsahan data. Selanjutnya, pada fase akhir penelitian,

analisis data dilakukan untuk membuat kesimpulan akhir.30

28
Fandi Rosi sarwo Edi, Teori Wawancara Psikodignostik (Yogyakarta: Leutikaprio, 2016), 1.
29
Ibid, 3.
30
Helaluddin, Hengki Wijaya, Analisis Data kualitatif sebuah tinjauan teori & praktik (Tt:Sekolah
Tinggi Theologia Jaffray, 2019), 21.
20

I. Sistematika Pembahasan

Untuk menjelaskan proses beserta hasil penelitian dengan mudah

maka penulisan skripsi ini meggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I : Sebagai pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan sebagai gambaran awal dalam

memahami skripsi ini.

BAB II : Merupakan landasan teori yang berisi tentang beberapa

pengertian-pengertian dan beberapa landasan teori meliputi

perdebatan akademik tentang musik. hukum alat musik rebana,

pengertian wus}u>l, dan pengertian dhauq.

BAB III : menjelaskan Profil data lapangan, meliputi seni budaya rebana

di Pondok Pesantren Al Fithrah Surabaya,

BAB IV : membahas tentang analisa data yang telah di deskripsikan,

menelusuri dan menemukan instrument wus}u>l melalui bunyi

musik rebana

BAB V : merupakan penutup yang akan menjelaskan kesimpulan

sebagai jawaban dari rumusan masalah.


21

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abd al-Karim al-Qushairi, al-Risalah al-Qushairyyah, Jakarta: Dar al-Kutub al-


Islamiah, 2010.
Abi Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Libanon: Dar
Al-Fikr, tt.
Al Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Terj. Irvan Kurniawan, Bandung: Mizan 2008.

Alhmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997.
Barnawi & Jajat Darojat, Penelitian Fenomenologi Pendidikan: Teori dan Praktik,
Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2018.
Fandi Rosi sarwo Edi, Teori Wawancara Psikodignostik, Yogyakarta: Leutikaprio,
2016.
22

Helaluddin, Hengki Wijaya, Analisis Data kualitatif sebuah tinjauan teori & praktik,
Tt: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2019.
Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001.
Mohammad bin Salim, Is’adu al-Rafik wa Bughyatu al-Syiddiq, Surabaya: Dar Ihya
al-Kitab al-Arabiyyah, tt.
Muhamad Farid, Dkk, Fenomenologi Dalam Penelitian imu Sosial
Jakarta:Kencana,2018.
Ni’matuzahroh, Susanti Prasetyaningrum, Observasi: Teori dan Aplikasi dalam
Psikologi, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2018.
Wahyu Untara, Kamus Bahasa Indonesia: lengkap dan Praktis, Yogyakarta:
Indonesia Tera, 2013.
Zakariya bin Muhammad al-Anshori, Nataij al Afkar al Qudsiyah fi Bayan Maani
Syarh al Risalah al Qusyairiyah, Vol II, Lebanon: Dar al Kutub al
Ilmiyah, 1971.

JURNAL:
Acep Aripudin & M Rois Rizwan, “Materi Dakwah Pada Grup Musik NON-
RELIGI” dalam Jurnal Ilmu Dakwah No 13, Vol 4, Januari-Juni 2009.
Ade Wahidin, “Tinjauan Dan Hukum Tasyabbuh Perspektif Empat Imam Mazhab”
dalam AL MASLAHAH (No. 1, Vol 06, Juni 2018.

INTERNET:
https://www.dutaislam.com/2017/10/sejarah-rebana-dari-penyambutan-nabi-hingga-
ke-Indonesia.html diakses pada 19 Maret 2020.
Jamaluddin Muhammad, “Pandangan Ulama’ Terhadap Seni Musik”, dalam
https://www.nu.or.id/post/read/19340/pandangan-ulama-terhadap-seni-
musik di akses 19-Maret-2020
Kun Mayati dan Juju Suryawati. “Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII” dalam
https://books.google.co.id/books?
id=VPNS5CbDhYC&pg=PP122&dq=data+sekunder&hl=id&sa=X&ved
23

=0ahUKEwiD4Nn9u6joAhU34nMBHYncAbYQ6AEIbDAJ#v=onepage
&q=data%20sekunder&f=false diakses 19 Maret 2020.

LAMPIRAN
24

Proses Latihan Sebelum Haul Akbar Al Fithrah

Jamu agar stamina para penabuh terjaga

Proses Instrument Rebana Mengiringi Sholawat Mahallul Qiyam di Haul Akbar


Al Fithrah MALAM AHAD
25

Proses Instrument Rebana Mengiringi Sholawat Mahallul Qiyam di Haul Akbar


Al Fithrah AHAD PAGI

Anda mungkin juga menyukai