Anda di halaman 1dari 49

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN HEBARIUM IPA SISWA


KELAS IV SD ISLAM HARAPAN BANGSA TAHUN AJARAN 2021-2022

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

OLEH :

MUHAMMAD FARHAN UZMY GULTOM


NIM. 0306182079

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
DISETUJUI UNTUK DIAJUKAN PADA SEMINAR PROPOSAL

Pembimbing I

Hj. Auffah Yumni, Lc, MA

NIP. 19720623 200710 2 001

Pembimbing II

Abdul Gani Jamora Nasution, M.Pd.I

NIP. 1100000100

Ketua/Sekretaris Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas


Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Dr. Sapri, S.Ag, MA


NIP. 1970123 1 199803

Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I


NIP. 19890510 201801 1 002
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar isi.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 9
BAB II KAJIAN TEORI................................................................................ 12
2.1 Pembelajaran Kooperatif...................................................................... 12
2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif........................................ 12
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif.............................................. 15
2.1.3 Unsur-unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif................ 15
2.1.4 Aspek-aspek Pembelajaran Kooperatif..................................... 19
2.1.5 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif............................................ 21
2.1.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif............................ 21
2.1.7 Manfaat Pembelajaran Kooperatif............................................ 23
2.1.8 Kelemahan Pembelajaran Kooperatif....................................... 24
2.2 Media Pembelajaran............................................................................. 26
2.2.1 Pengertian Media Pembelajaran............................................... 26
2.2.2 Tujuan Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran.................... 28
2.2.3 Prinsip-prinsip Penggunaan Media Dalam Pembelajaran........ 29
2.2.4 Jenis Media dalam Pembelajaran IPA...................................... 30
2.3 Ilmu Pengetahuan Alam....................................................................... 32
2.3.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam.............................................. 32
2.3.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar............................ 33
2.3.3 Objek Kajian IPA..................................................................... 33
2.3.4 Konsep Bagian-bagian Tumbuhan........................................... 34
2.4 Hebarium.............................................................................................. 35

i
2.4.1 Pengertian Hebarium................................................................ 35
2.4.2 Manfaat Penggunaan Herbarium.............................................. 36
2.5 Penelitian Relevan................................................................................ 37
BAB III METODE PENELITIAN................................................................ 39
3.1 Jenis Penelitian..................................................................................... 39
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................... 40
3.3 Sumber Data......................................................................................... 40
3.4 Fokus Penelitian.................................................................................... 41
3.5 Teknik Pengumpulan Data................................................................... 41
3.6 Uji Keabsahan Data.............................................................................. 44
3.7 Teknik Analisis Data............................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 50

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses pembelajaran dimana peserta didik

menerima dan memahami pengetahuan sebagai bagian dari dirinya, dan

kemudian mengolahnya sedemikian rupa untuk kebaikan dan kemajuan

bersama. Pendidikan yang dimaksud di atas bukanlah berupa materi pelajaran

yang didengar ketika diucapkan, dilupakan ketika guru selesai mengajar dan

baru diingat kembali ketika masa ulangan atau ujian datang, akan tetapi sebuah

pendidikan yang memerlukan proses, bukan saja baik, tetapi juga asyik dan

menarik, baik bagi guru maupun siswa. Dengan kata lain, bagaimana cara

menyampaikan materi pelajaran lebih penting daripada apa materi yang sedang

disampaikan (Khoirul, 2016:1).

Berkaitan tentang pendidikan, dalam Undang-Undang Dasar 1945

nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”.

1
2

Salah satu faktor yang berperan penting terhadap tercapainya tujuan

pendidikan adalah guru. Guru menjadi kunci dalam proses pembelajaran, guru

berperan sebagai seorang pengelola atau manajer pembelajaran (Learning

Manager) yang mengelola proses belajar mengajar dengan

mengimplementasikan media pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar.

Seperti yang dikemukakan Rimang, (2011: 2) bahwa guru merupakan manusia

yang paling bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik,

mengubah segala bentuk perilaku dan pola pikir manusia, membebaskan

manusia dari terbelenggu kebodohan. Sedangkan menurut Mudlofir bahwa

guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

pada jalur pendidikan formal.

Pendidik memilki tugas yang sangat penting dalam menciptakan

suasana belajar yang menekankan pada keefektifan siswa. Dalam kurikulum

2013 proses belajar terletak pada (student centre). Artinya, siswa yang aktif

dalam proses pembelajaran. Mereka harus mengembangkan potensi yang ada

dalam dirinya dengan mengungkapkan hasil pengalaman mereka agar tercipta

pemikiran baru di dalam pembelajaran.

Hakikat IPA adalah sebagai a way of thinking (cara berpikir), a way of

investigating (cara penyelidikan) dan a vody of knowledge (sekumpulan

pengetahuan). (Nelly, 2019:12). Sebagai cara berpikir, IPA merupakan aktivitas

mental (berpikir) orang-orang yang bergelut dalam bidang yang dikaji. Para

ilmuwan berusaha mengungkap, menjelaskan serta menggambarkan fenomena


3

alam. Ide-ide dan penjelasan suatu gejala alam tersebut disusun di dalam

pikiran. Kegiatan mental tersebut didorong oleh rasa ingin tahu (curriousty)

untuk memahami fenomena alam. Sebagi cara penyelidikan, IPA memberikan

gambaran tentang pendekatan pendekatan dalam menyusun pengetahuan.

Sebagai sekumpulan pengetahuan, IPA merupakan susunan sistematis

hasil temuan yang dilakukan para ilmuwan. Dengan pembelajaran IPA

diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari alam

sekitar dan diri sendiri. Agar hal itu dapat terwujud, guru harus memilki

kreativitas dalam menentukan media pembelajaran yang tepat dan sesuai

dengan materi ajar.

Media secara etimologis berasal dari kata latin, yaitu medium, yang

artinya antara, dalam arti umum dipakai untuk melanjutkan alat komunikasi.

Secara istilah, kata media menunjukkan segala sesuatu yang membawa atau

menyalurkan informasi antara sumber dan penerima, seperti film, televisi,

radio, alat visual yang diproyeksikan, barang cetakan, dan lain-lain sejenis itu

adalah media komunikasi untuk menyampaikan suatu pesan atau gagasan

(Susanto, Ahmad: 2016:313).

Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa media pembelajaran adalah

alat yang sangat membantu guru dalam menyalurkan materi pelajaran kepada

siswa karena dapat mengkonkritkan yang bersifat abstrak. Dalam pembelajaran

tujuan penggunaan media antara lain adalah untuk meningkatkan kualitas dan

efektivitas pembelajaran, memudahkan guru dalam melaksanakan

pembelajaran, memberikan arahan tentang tujuan yang akan dicapai,


4

menyediakan evaluasi mandiri, memberi rangsangan kepada guru untuk

kreatif, menyampaikan materi pembelajaran, dan membantu pebelajar yang

memiliki kekhususan tertentu (Sapriati, Amalia, 2014:52).

Kurangnya sumber informasi belajar dapat mengahambat tercapainya

tujuan proses pembelajaran. Untuk itu diperlukan strategi dalam proses

pembelajaran diantaranya dengan memanfaatkan media pembelajaran sebagai

alat bantu dalam menyampaikannya.

Beberapa penelitian pun telah membuktikan bahwa penggunaan media

pembelajaran dalam proses belajar dapat berpengaruh terhadap hasil belajar

siswa yaitu penelitian menunjukkan bahwa proses pendidikan akan lebih

berhasil bila anak turut aktif dalam proses pendidikan tersebut. Dengan

perkataan lain, yang menjadi pusat kegiatan dalam kegaiatan pendidikan

bukanlah guru melainkan anak. Hal ini mengandung pengertian perlunya

berbagai fasilitas belajar, termasuk media pendidikan (Samad Muliati & Maryati,

2017:9).

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menyatakan bahwa

herbarium adalah contoh tumbuhan yang telah diawetkan baik secara kering

maupun basah. Material herbarium yang bernilai ilmiah selalu disertai identitas

pengumpul (nama pengumpul dan nomor koleksi). Koleksi herbarium dapat

berupa kering dan basah. Dalam penelitian ini menggunakan herbarium kering.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di Sekolah SD Islam

Harapan Bangsa Medan dalam proses kegiatan belajar mata pelajaran IPA

dapat dilihat bahwa kurangnya ketertarikan siswa terhadap penjelasan yang


5

diberikan guru pada saat proses belajar berlangsung yang berakibat pada

rendahnya hasil belajar IPA, hal tersebut juga tergambar dari proses

pembelajaran IPA yang dianggap kurang menarik dan membosankan oleh

peserta didik.

Salah satu solusi yang dilakukan adalah dengan menggunakan media

pembelajaran. Media pembelajaran yang dimaksud dan sesuai dengan konsep

pembelajaran yaitu media pembelajaran herbarium. Media herbarium adalah

media pembelajaran pengawetan tumbuhan yaitu herbarium kering. Herbarium

tersebut ditempelkan ke kertas kemudian disatukan sehingga membentuk

album. Media pembelajaran ini membantu siswa dengan mudah memahami

materi pelajaran karena media ini masih tergolong konkrit. Media

pembelajaran ini akan mengarahkan siswa dalam kondisi belajar yang

bermakna.

Beberapa penelitian telah dilakukan bahwa media pembelajaran

herbarium berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, salah satu penelitian yang

dilakukan oleh Gusti Ayu, (2011:3) Pada penelitian ini menunjukkan bahwa

penerapan pembelajaran inkuiri dengan bantuan herbarium mampu

memecahkan masalah rendahnya hasil belajar IPA sehingga secara umum.

Dengan demikian, adanya media herbarium diharapkan peserta didik

dapat membangun pengetahuan dan mudah memahami materi pembelajaran

sehingga dalam proses belajar mengajar tercipta suasana baru dan siswa dapat

mengubah pemikiran tentang pelajaran IPA yang membosankan menjadi

sesuatu pelajaran yang menarik dan menyenangkan.


6

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melaksanakan penelitian

untuk melihat pengaruh penggunaan media herbarium terhadap hasil belajar

IPA, yang dituangkan dalam judul: ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

PEMBELAJARAN HEBARIUM IPA SISWA KELAS IV SD ISLAM

HARAPAN BANGSA.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, ada

beberapa masalah yang teridentifikasi dari studi pendahuluan, di antaranya

yaitu:

1.2.1 Bagaimana Tahapan-Tahapan Penggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Dengan Menggunakan Media Pembelajaran Hebarium IPA

Siswa Kelas IV SD Islam Harapan Bangsa Tahun Ajaran 2021-2022?

1.2.2 Apa saja sarana dan prasarana yang digunakan dalam Model

Pembelajaran Kooperatif Dengan Menggunakan Media Pembelajaran

Hebarium IPA Siswa Kelas IV SD Islam Harapan Bangsa Tahun

Ajaran 2021-2022?

1.2.3. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat penggunaan

Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Menggunakan Media

Pembelajaran Hebarium IPA Siswa Kelas IV SD Islam Harapan

Bangsa Tahun Ajaran 2021-2022?


7

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana tahapan-tahapan dalam penggunaan

Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Menggunakan Media

Pembelajaran Hebarium IPA Siswa Kelas IV SD Islam Harapan

Bangsa Tahun Ajaran 2021-2022.

1.3.2 Untuk mengetahui sarana dan prasarana yang digunakan dalam Model

Pembelajaran Kooperatif Dengan Menggunakan Media Pembelajaran

Hebarium IPA Siswa Kelas IV SD Islam Harapan Bangsa Tahun

Ajaran 2021-2022.

1.3.3 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Menggunakan Media

Pembelajaran Hebarium IPA Siswa Kelas IV SD Islam Harapan

Bangsa Tahun Ajaran 2021-2022.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa:

1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

pengembangan pengetahuan, selain itu juga dapat memberi pemahaman

lebih terhadap peneliti dan guru.

1.4.2 Manfaat praktis:

1.4.2.1 Bagi peneliti


8

- Bagi peneliti dapat memperluas pengetahuan tentang penggunaan

model dan media pembelajaran di SD serta, bermanfaat bagi peneliti

sendiri karena nantinya akan menjadi pendidik bagi anak-anak kelak.

- Menambah pengetahuan dan khazanah keilmuan peneliti tentang

kegiatan penelitian.

- Membantu memberikan pengalaman dalam penerapan pendekatan

saintifik sehingga hasil yang telah dicapai lebih efektif dan efisien.

1.4.2.2 Bagi Guru

- Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan referensi guru saat

menerapkan pendekatan Pembelajaran Kooperatif Dengan

Menggunakan Media Pembelajaran Hebarium IPA

- Sebagai masukan bagi guru dalam menerapkan Pembelajaran

Kooperatif Dengan Menggunakan Media Pembelajaran Hebarium IPA.

1.4.2.3 Bagi Lembaga

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

penerapan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan media

pembelajaran hebarium IPA.


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pembelajaran Kooperatif

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative learning merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuaannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar dikatakan

belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran (Isjoni, 2011:11-12) .

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang

dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai

tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Menurut slavin, (2011:15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok

kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok

heterogen. Pmbelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau

serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada

siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl

9
10

menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih

baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.

Menurut Sugiyanto, (2010:37) Pembelajaran kooperatif adalah model

pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk

bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan

belajar. Anita Lie mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative

learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok (Anita Lie,

2007:9). Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan

pendidik mengelola kelas lebih efektif.

Model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling

ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi

antar anggota, dan evaluasi proses kelompok (Anita Lie, 2007:37). menurut Arif

Rohman, (2009:186) pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah

model pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif

antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka,

komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses kelompok.

Cooperative learning menurut Slavin (2011:16) merujuk pada berbagai

macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis

kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu

sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para
11

siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan

berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan

menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative

learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model

pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat

kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan

hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota

kelompok.

Agus Suprijono, (2009:54) mengemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok

termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh

guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh

guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaanpertanyaan serta

menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu

siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan

bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Model pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo

homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan

bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial)

adalah kunci seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model

pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang


12

anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi,

sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang

berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi

pelajaran agar belajar semua anggota maksimal.

2.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2005:7) mengemukakan tujuan yang paling penting dari model

pem belajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan,

konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa

menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Tujuan

model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang

proakademik di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki

pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.

2.1.3 Unsur-unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2011, 16) mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran

kooperatif sebagai berikut.

a. para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau

berenang bersama

b. para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau siswa

lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri

dalam mempelajari materi yang dihadapi

c. para siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan

yang sama
13

d. para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para

anggota kelompok

e. para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi kelompok

f. para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

keterampilan bekerja sama selama belajar

g. setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran

kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model

pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah

sebagai berikut (Agus Suprijono, 2009:57):

a. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada

dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang

ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota

kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

b. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran

terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif

adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang

kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin

semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya,


14

setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus

dapat menyelesaikan tugas yang sama.

c. Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling

ketergantungan positif. Ciri–ciri interaksi promotif adalah saling

membantu secara efektif dan efisien, saling memberikan informasi dan

sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih

efektif dan efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam

merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan

kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling percaya,

dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

d. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)

Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian

tujuan siswa harus adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu

berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan

saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara

konstruktif.

e. Group processing (pemrosesan kelompok)

Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan

kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan

kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota

kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu.

Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota


15

dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk

mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu

kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.

Isjoni, (2017: 11) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di

dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-

kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun

dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang

heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran

kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk

melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang

berbeda latar belakangnya.

Isjoni menguraikan bahwa pada pembelajaran kooperatif yang

diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja

sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar

yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau

tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok,

tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

2.1.4 Aspek-aspek Pembelajaran Kooperatif

Miftahul, (2011:45) memaparkan beberapa aspek pembelajaran

kooperatif sebagai berikut.

1. Tujuan
16

Semua siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil

(sering kali yang beragam/ ability grouping/ heterogenous group) dan

diminta untuk (1) mempelajari materi tertentu dan (2) saling

memastikan semua anggota kelompok juga mempelajari materi

tersebut.

2. Level kooperatif

Kerja sama dapat diterapkan dalam kelas (dengan cara

memastikan bahwa semua siswa di ruang kelas benar-benar

mempelajari materi yang ditugaskan) dan level sekolah (dengan cara

memastikan bahwa semua siswa di sekolah benar-benar mengalami

kemajuan secara akademik).

3. Pola interaksi

Setiap siswa saling mendorong kesuksesan antarsatu sama lain.

Siswa mempelajari materi pembelajaran bersama siswa lain, saling

menjelaskan cara menyelesaikan tugas pembelajaran, saling menyimak

penjelasan masingmasing, saling mendorong untuk bekerja keras, dan

saling memberikan bantuan akademik jika ada yang membutuhkan.

Pola interaksi ini muncul di dalam dan di antara kelompok-kelompok

kooperatif

4. Evaluasi

Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu. Penekanannya

biasanya terletak pada pembelajaran dan kemajuan akademik setiap

siswa, bisa pula difokuskan pada setiap kelompok, semua siswa,


17

ataupun sekolah. Koes (2011:4) menyebutkan bahwa belajar kooperatif

didasarkan pada hubungan antara motivasi, hubungan inter personal,

strategi pencapaian khusus, suatu ketegangan dalam individu

memotivasi gerakan ke arah pencapaian hasil yang diinginkan.

Pembelajaran kooperatif memuat elemen-elemen yang saling terkait di

dalamnya, diantaranya adalah saling ketergantungan positif, interaksi

tatap muka, akuntabilitas individual, keterampilan untuk menjalin

hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja

diajarkan.

Keempat elemen tersebut tidak bisa dipisahkan dalam

pembelajaran kooperatif karena sangat mempengaruhi kesuksesan dari

pembelajaran koperatif sendiri.

2.1.5 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2011:27) memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran

kooperatif yaitu sebagai berikut.

a. Setiap anggota memiliki peran

b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa

c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga

temanteman sekelompoknya

d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok, dan

e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

2.1.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif


18

Agus Suprijono memaparkan sintak model pembelajaran kooperatif terdiri

dari enam fase sebagai berikut.

a. Fase pertama

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru

mengklasifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk

dilakukan karena siswa harus memahami dengan jelas prosedur dan

aturan dalam pembelajaran.

b. Fase kedua

Guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan

isi akademik.

c. Fase ketiga

Guru harus menjelaskan bahwa siswa harus saling bekerja sama

di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan

tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas

individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase

ketiga ini terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang

hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya

d. Fase keempat

Guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang

tugas-tugas yang dikerjakan siswa dan waktu yang dialokasikan. Pada

fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,

pengarahan, atau meminta beberapa siswa mengulangi hal yang sudah

ditunjukkan
19

e. Fase kelima

Guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi

yang konsisten dengan tujuan pembelajaran.

f. Fase keenam

Guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan

kepada siswa. Variasi struktur reward dapat dicapai tanpa tergantung

pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah

jika siswa diakui usaha individualnya berdasarkan perbandingan

dengan orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim

meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.

2.1.7 Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Sadker menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif.

Selain itu, meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa,

pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain

seperti berikut ini (Miftahul, 2011:66).

a. siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan

memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi

b. siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki

sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk

belajar

c. dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada

temantemannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa


20

ketergantungan yang positif (interdependensi positif) untuk proses

belajar mereka nanti

d. pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap

teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang

berbeda beda

2.1.7 Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor,

yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari

dalam yaitu sebagai berikut.

a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu

memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu

b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang

tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini

mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Slavin mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa yang disebutnya

pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam pembelajaran kooperatif

sebagai berikut (Miftahul, 2011:68).

1. Free Rider
21

Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru

berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang

dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang tidak

bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya mereka

hanya “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu

kelompoknya yang lain. Free rider ini sering kali muncul ketika

kelompok-kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani atu

lembar kerja, satu proyek, atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas

seperti ini, sering kali ada satu atau beberapa anggota yang

mengerjakan hampir semua pekerjaan kelompoknya, sementara

sebagian anggota yang lain justru “bebas berkendara”, berkeliaran

kemana-mana.

2. Diffusion of responsibility

Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebaran

tanggung jawab) ini adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota

yang dianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-

anggota lain yang “lebih mampu”. Misalnya, jika siswa ditugaskan

untuk mengerjakan tugas IPA, beberapa anggota yang dipersepsikan

tidak mampu menghafal atau memahami materi tersebut dengan baik

sering kali tidak dihiraukan oleh teman-temannya yang lain. Siswa

yang memiliki skill IPA yang baik pun terkadang malas mengajarkan

keterampilannya pada teman-temannya yang kurang mahir di bidang

IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu dan energi saja.


22

3. Learning a Part of Task Specialization

Beberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw, Group

Investigation, dan metode-metode lain yang terkait, setiap kelompok

ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang

berbeda antarsatu sama lain. Pembagian semacam ini sering kali

membuat siswa hanya fokus pada bagian materi lain yanng dikerjakan

oleh kelompok lain hampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal

semua materi tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Slavin, (2011:69) mengemukakan bahwa ketiga kendala ini bisa

diatasi jika guru mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut 1)

mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan

siswanya, 2) selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui

kemajuan setiap siswanya dengan mengevaluasi mereka secara

individual setelah bekerja kelompok, dan yang paling penting 3)

mengintegrasikan metode yang satu dengan metode yang lain.

2.2 Media Pembelajaran

2.2.1 Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Kurniawan, (2014:177) media pembelajaran yaitu penyaluran

pesan-pesan pembelajaran sehingga pesan atau materi pembelajaran tersebut

mampu merangsang pikiran, perhatian, perasaan dan minat siswa sehingga

terjadi proses belajar pada siswa secara lebih efektif.


23

Menurut Susanto, (2016:313) kata media secara etimologis berasal dari

kata Latin, yaitu medium, yang artinya antara, dalam arti umum dipakai untuk

melajutkan alat komunikasi. Secara istilah, kata media menunjukkan segala

sesuatu yang membawa atau menyalurkan informasi antara sumber dan

penerima, seperti film, televisi, radio, alat visual yang diproyeksikan, barang

cetakan dan lain-lain sejenis itu adalah media komunikasi untuk

menyampaikan suatu pesan atau gagasan.

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan atau

disediakan oleh guru yang penggunaannya diintegrasikan kedalam tujuan dan

isi pembelajaran, sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas kegiatan

pembelajaran serta mencapai kompetensi pembelajarannya. Selain itu, media

dalam pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat

digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi dari sumber kepada anak

didik yang bertujuan agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan

perhatian anak didik mengikuti kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan

pesan dari sumber (guru) kepada penerima pesan (siswa) yang sesuai dengan

karakteristik tujuan dan meteri pelajaran sehingga tercipta keadaan belajar

yang efektif guna mencapai kompetensi dasar yang diinginkan.

2.2.2 Tujuan Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran

Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat

membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan


24

rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh

psikologis terhadap siswa (Susanto, 2016:320).

Adapun Sudjana, (1992:33) mengemukakan tentang tujuan

diterapkannya media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu sebagai

berikut:

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar

b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai

tujuan pembelajaran.

c. Metode belajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi

verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak

bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar

pada setiap jam pelajaran.

d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatn belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain (Susanto,

2016:322).

2.2.3 Prinsip-prinsip Penggunaan Media Dalam Pembelajaran

Menurut Samad (2016: 45) bahwa ada beberapa prinsip yang perlu

dipertimbangkan oleh pengajar dalam memilih dan menggunakan media

pembelajaran, yaitu:
25

a. Tidak ada satu media yang paling unggul untuk semua tujuan. Satu

media hanya cocok untuk tujuan pembelajaran tertentu, tetapi mungkin

tidak ocok untuk yang lain.

b. Media adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Hal ini berarti

bahwa media bukan hanya sekedar alat bantu mengajar pengajar saja,

tetapi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses

pembelajaran.

c. Media apapun yang hendak digunakan, sasaran akhirnya adalah untuk

memudahkan belajar siswa. Kemudahan belajar siswa haruslah

dijadikan acuan utama pemilihan dan penggunaan suatu media.

d. Penggunaan berbagai media dalam satu kegiatan pembelajaran bukan

hanya sekedar selingan/pengisi waktu atau hiburan, melainkan

mempunyai tujuan yang menyatu dengan pembelajaran yang sedang

berlangsung.

e. Pemilihan media hendaknya obyektif (didasrkan pada tujuan

pembelajaran), tidak didasarkan pada kesenangan pribadi.

f. Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan

siswa. Penggunaan multimedia tidak berarti menggunakan media yang

banyak sekaligus tetapi media tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan

media yang lain untuk tujuan yang lain pula.

g. Kebaikan dan keburukan media tidak tergantung pada kekonkritan dan

keabstrakannya. Media yang konkrit wujudnya, mungkin sukar untuk


26

dipaham karena rumitnya, tetapi media yang abstrak dapat pula

memberikan pengertian yang tepat.

2.2.4 Jenis Media dalam Pembelajaran IPA

Menurut Heinich (1996:5) menyatakan bahwa media

instruksional/pembelajaran antara lain terdiri atas (1) media tidak

diproyeksikan (nonprojected media); (2) media diproyeksikan (projected

visual/media); (3) audio; (4) media gerak (motion media); (5) computer; dan

(6) media radio dan televise.

a. Media tidak diproyeksikan (nonprojected media)

1) Objek nyata (realia) adalah benda sebenarnya yang digunakan

sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Realia mudah didapat dan

dapat membangkitkan minat belajar, serta dianggap sebagai media

ideal untuk memperkenalkan siswa kepada suatu topik baru.

Contoh media ini untuk pembelajaran IPA adalah (1) bagian dari

tumbuh-tumbuhan dan hewan untuk melihat secara dekat tentang

struktur dan fungsinya, (2) spesimen, yaitu tumbuh-tumbuhan,

hewan, atau bagian-bagiannya yang diawetkan, misalnya

insektarium, terarium, herbarium untuk memudahkan pengamatan

dalam pembelajaran topik tertentu, (3) manusia atau bagian

tubuhnya seperti mata, telinga, tangan, (4) batu-batuan dan benda

yang ada di alam sekitar, seperti air, tanah, (5) barang-barang

kehidupan sehari-hari seperti lampu pijar, katrol, timbangan,

neraca, alat untuk menimba air, dan (6) artifak, yaitu hewan atau
27

tumbuhan bersejarah yang spesiesnya masih ada atau sudah punah

beserta penjelasan tentang koleksi artifak tersebut.

2) Model adalah representasi benda asli dalam bentuk tiga dimensi.

Contoh model untuk pembelajaran IPA adalah torso, model mata,

model telinga, model tata surya, model bagan batang, model bagian

daun.

3) Bahan tercetak adalah buku, majalah, atau bahan bacaan lain yang

berisi penjelasan dan ilustrasi tentang topik-topik dalam

pembelajaran IPA.

4) Bahan ilustrasi yang digunakan dalam pembelajaran dapat berupa

gambar yang bersifat fotografik dan yang bersifat nonfotografik.

b. Media diproyeksikan (projected visual/media)

1) Transparansi digunakan dengan memakai alat yang disebut

overhead projector (OHP).

2) Slide adalah suatu format kecil transparansi fotografi yang secara

individual dipasangkan pada suatu alat proyeksi.

c. Media audio untuk mendukung pembelajaran IPA dapat berbentuk

kaset, rekaman fonograf, compact disk, audio cards.

d. Media gerak adalah bentuk media yang menyajikan topik pmbelajaran

dalam bentuk narasi dan gambar yang bergerak. Bentuk media gerak

dapat berupa film dan video. Contoh film atau video untuk

pembelajaran IPA tentang prosedur praktikum IPA.

e. Komputer
28

f. Media Radio

2.3 Ilmu Pengetahuan Alam

2.3.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam terdiri atas tiga suku kata yaitu: Ilmu,

Pengetahuan dan Alam. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

menyatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang

disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat

digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang

(pengetahuan) itu (Phoenix, 2012:342), sedangkan Pengetahuan adalah ilmu;

tahu dan Alam adalah dunia, alam semesta, syah alam, kerajaan dan

sebagainya. Menurut Sujana, (2004:4) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam atau

Sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai alam

semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya

yang dikembangkan oleh para ahli melalui serangkaian proses ilmiah yang

dilakukan secara teliti dan hati-hati.

Chippetta mengutarakan bahwa hakikat IPA adalah sebagai way of

thinking (cara berpikir), a way of investigating (cara penyelidikan) dan a

vody of knowledge (sekumpulan pengetahuan). Sebagai cara berpikir, IPA

merupakan aktivitas mental (berpikir) orang-orang yang bergelut dalam

bidang yang dikaji. Para ilmuwan berusaha mengungkap, menjelaskan

serta menggambarkan fenomena alam. Ide-ide dan penjelasan suatu gejala

alam tersebut disusun di dalam pikiran. Kegiatan mental tersebut didorong


29

oleh rasa ingin tahu (curriousty) untuk memahami fenomena alam. Sebagai

cara penyelidikan, IPA memberikan gambaran tentang pendekatan-

pendekatan dalam menyusun pengetahuan Wedyawati(2014:1).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu

Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari tentang alam semesta

beserta isinya, gejala alam, fenomena alam serta peristiwaperistiwa alam

yang diperoleh melalui metode-metode atau cara ilmiah yang dilakukan

secara teliti.

2.3.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Sapriati, (2014:3) mengungkapkan bahwa pendidikan IPA di sekolah

dasar bertujuan agar siswa menguasai pengetahuan, fakta, konsep, prinsip,

proses penemuan, serta memilki sikap ilmiah, yang akan bermanfaat bagi

siswa dalam mempelajari diri dan alam sekitar. Pendidikan IPA

menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mencari tahu dan

berbuat sehingga mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara

ilmiah.

2.3.3 Objek Kajian IPA

Objek kajian sains hanya terbatas pada fenomena atau proses dalam

alam semesta yang dapat diuji scara ilmiah (verifikasi) seperti melalui

observasi atau eksperimen. Masih banyak hal yang tidak dapat diuji secara

ilmiah, seperti: keyakinan atau agama dan kekuatan supranatural, seperti:

mukjizat atau astrologi termasuk keyakinan akan adanya Tuhan dan setan

meskipun sudah sering menjadi bahan diskusi.


30

2.3.4 Konsep Bagian-bagian Tumbuhan

Tumbuhan merupakan salah satu dari klasifikasi makhluk hidup.

Tumbuhan memilki klorofil atau zat hijau daun yang berfungsi sebagai

media pencipta makanan dan untuk proses fotosintesis. Tercatat sekitar

35.000 spesies tumbuhan dari jumlah tersebut 258.650 jenis merupakan

tumbuhan berbunga dan 18.000 jenis termasuk tumbuhan lumut. Hampir

semua anggota tumbuhan bersifat autotrof dan mendapatkan energi

langsung dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis (Amri:2019:4).

Seperti halnya manusia dan hewan, tumbuhan juga mempunyai

bagian-bagian tubuh. Bagian-bagian tumbuhan meliputi akar, batang, daun,

bunga, buah, dan biji. Semua bagian tumbuhan secara langsung ataupun

tidak langsung berguna untuk menegakkan kehidupan tumbuhan, antara

lain untuk penyerapan, pengolahan, pengangkutan, dan penimbunan zat-zat

makanan.

2.4. Hebarium

2.4.1 Pengertian Hebarium

Kadryanto, (2006:15) menyatakan bahwa herbarium pertama kali

ditemukan pada tahun 1600-an di Eropa. Cara paling sederhana membuat

herbarium adalah dengan mengeringkan organ tumbuhan yang selanjutnya

ditata, diberi label, lalu disimpan. Namun, jika ingin hasilnya lebih bagus dan

lebih awet, maka kita perlu melakukan pengawetan. Larutan pengawet yang

digunakan untuk membuat herbarium kering dan basah berbeda. Karmana


31

menyatakan bahwa “tempat menyimpan tumbuhan yang sudah

diawetkan”Oman, (2007:2).

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menyatakan bahwa

herbarium adalah contoh tumbuhan yang telah diawetkan baik secara kering

maupun basah. Material herbarium yang bernilai ilmiah selalu disertai identitas

pengumpul (nama pengumpul dan nomor koleksi). Koleksi herbarium dapat

berupa kering dan basah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa herbarium adalah

koleksi tumbuhan kering yang diawetkan yang biasanya terdiri dari daun,

bunga, batang, biji dan sebagainya baik secara kering maupun basah.

2.4.2 Manfaat Penggunaan Herbarium

Adapun manfaat penggunaan herbarium dalah sebagai berikut:

a. Alat peraga untuk mempelajari tumbuhan artinya pada

pembelajaran, herbarium dapat digunakan sebagai media untuk

membantu pendidik menjelaskan pelajaran.

b. Membantu kegiatan penelitian artinya para ahli botani terus

melakukan penelitian tentang tumbuhan. Jika tumbuhan yang akan

diteliti sudah langka atau sulit dijangkau, maka digunakan sebagai

pengganti bahan penelitian.

c. Menjadi alat untuk menentukan klasifikasi tumbuhan baru artinya

herbarium akan membantu menentukan klasifikasi tumbuhan baru

yang ditemukan .

1. Langkah-Langkah Pembuatan Herbarium Kering


32

Menurut Maya, (2017:32-33) bahwa adapun langkah-langkah

dalam pembuatan herbarium kering adalah sebagai berikut:

a. Siapkan selembar kertas koran, lalu lipat menjadi dua bagian.

b. Letakkan tumbuhan di atas salah satu bagian koran. Jika terlalu

panjang dapat memotongnya sedikit. Usahakan tidak ada bagian

tumbuhan yang terlipat. Kecuali terpaksa melipat.

c. Tutup tumbuhan dengan melipat sisi koran lainnya.

d. Letakkan pemberat sementara di atas koran agar tumbuhan tertekan

dan koran tidak mudah terbuka.

e. Buat label/etiket tumbuhan, lalu tempelkan di atas koran supaya

tumbuhan tidak tertukar.

f. Tumpuk semua koran yang sudah diisi spesimen tumbuhan,

lakukan pengepresan

g. Setelah 3-7 hari herbarium kering dapat dibingkai.

2.2 Penelitian Relevan

2.2.1 Penelitian Ismi Hidayati yang berjudul Pengaruh Pembelajaran

Kontekstual Berbantu Dengan Herbariium Terhadap Peningkatan Hasil

Belajar IPA Kelas IV di MIN 9 Bandar Lampung hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa diperoleh thitung sebesar 3,9172 sedangkan ttabel

2,0075 yang berarti thitung > ttabel, kesimpulnnya H0 ditolak dan H1

diterima. Demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang


33

menyatakan untuk hasil belajar IPA dengan pembelajaran kontekstual

berbantu dengann herbarium lebih baik dari hasil belajar IPA dengan

menggunakan pembelajaran konvensional berbantu gambar di kelas IV

MIN 9 Bandar Lampung. Berdasarkan uji N-Gain diperkuat dengan

perolehan nilai rata-rata sebesar 0,77 yang berarti dalam kategori tinggi.

2.2.2 Penelitian Hariati yang berjudul Perbandingan Hasil Belajar

Menggunakan Media Herbarium dengan Media Gambar pada Materi Fungi

Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Polongbangkeng Selatan Kab. Takalar. Hasil

penelitian yang diperoleh pada kedua kelompok tersebut melalui analisis

statistik deskriptif yaitu,rata-rata hasil belajar siswa yang diajar

menggunakan media herbarium sebesar =73,5sedangkan rata-rata hasil

siswa diajar menggunakan media gambar sebesar 70,00. Hasil analisis

inferensial data menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh t

hitung 4,048> t 2,042 dan signifikansi (0,000< 0,05).Sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikansi dari penggunaan

media herbarium dengan media gambar terhadap hasi belajar siswa kelas X

SMA Negeri 1 Polongbangkeng Selatan Kab. Takalar.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu data yang

dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka (Sudarwan Danim:

2004:1). Menurut Bogdan dan Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J.

Moleong, (2000:3) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati. Sementara itu, penelitian deskriptif adalah suatu bentuk

penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-

fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia (Lexy J.

Moleong, 2000:17).

Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat

pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat

populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui

bagaimana pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Menggunakan

Media Pembelajaran Hebarium IPA Siswa Kelas IV SD Islam Harapan Bangsa.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi yang

lebih jelas, lengkap, serta memungkinkan dan mudah bagi peneliti untuk

melakukan penelitian observasi. Oleh karena itu, maka penulis menetapkan lokasi

34
35

penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan. Dalam hal ini, lokasi

penelitian terletak di Jalan Marelan IX psr.1 Rel Gg.Melati1 No.325 Medan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2021 hingga Selesai.

3.3 Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana yang telah dikutip oleh Lexy.

J. Moleong, (2000:212) dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian

Kualitatif, mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif

adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa data tambahan seperti dokumen

dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jelas datanya dibagi ke

dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistic.

Sedangkan yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek

dari mana data dapat diperoleh. Apabila menggunakan wawancara dalam

mengumpulkan datanya maka sumber datanya disebut informan, yaitu orang yang

merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan baik secara tertulis maupun lisan.

Apabila menggunakan observasi maka sumber datanya adalah berupa benda,

gerak, atau proses sesuatu. Apabila menggunakan dokumentasi, maka dokumen

atau catatanlah yang menjadi sumber datanya (Arikunto, 2002:107).

Dalam penelitian ini sumber data primer berupa kata-kata diperoleh dari

wawancara dengan para informan yang telah ditentukan yang meliputi berbagai

hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penggunaan media pembelajaran hebarium

IPA Siswa kelas Iv SD Islam Harapan Bangsa. Sedangkan sumber data sekunder

dalam penelitian ini berupa data kurikulum, daftar nama siswa, profil SD Islam
36

Harapan Bangsa, serta foto-foto kegiatan belajar mengajar yang ada di SD Islam

Harapan Bangsa.

3.4 Fokus Penelitian

Kajian penelitian ini difokuskan Penggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Dengan Menggunakan Media Pembelajaran Hebarium IPA Siswa

Kelas IV SD Islam Harapan Bangsa.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengertian teknik pengumpulan data menurut Arikunto, (2002:134) adalah

cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data, di mana

cara tersebut menunjukan pada suatu yang abstrak, tidak dapat di wujudkan dalam

benda yang kasat mata, tetapi dapat dipertontonkan penggunaannya.

3.5 1 Metode Observasi

Observasi atau pengamatan dapat diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian. Observasi ini menggunakan observasi partisipasi, di mana

peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang

diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono,

2006:310). Dalam observasi secara langsung ini, peneliti selain berlaku

sebagai pengamat penuh yang dapat melakukan pengamatan terhadap gejala

atau proses yang terjadi di dalam situasi yang sebenarnya yang langsung

diamati oleh observer, juga sebagai pemeran serta atau partisipan yang ikut

melaksanakan proses belajar mengajar Siswa Kelas IV SD Islam Harapan

Bangsa.
37

Observasi langsung ini dilakukan peneliti untuk mengoptimalkan

data mengenai pelaksanaan pembelajaran, interaksi guru dan siswa dalam

kegiatan belajar mengajar, keadaan sarana dan prasarana yang dapat

menunjang kegiatan belajar mengajar, serta keadaan siswa, guru, dan

kurikulum di SD Islam Harapan Bangsa.

3.5.2 Metode Wawancara (Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang

memberikan jawaban atas pertanyaan (Lexy. J. Moleong, 2000:135). Dalam

hal ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur, di mana seorang

pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang

akan diajukan untuk mencari jawaban atas hipotesis yang disusun dengan

ketat.

Dalam melaksanakan teknik wawancara (interview), pewawancara

harus mampu menciptakan hubungan yang baik sehingga informan bersedia

bekerja sama, dan merasa bebas berbicara dan dapat memberikan informasi

yang sebenarnya. Teknik wawancara yang peneliti gunakan adalah secara

terstruktur (tertulis) yaitu dengan menyusun terlebih dahulu beberapa

pertanyaan yang akan disampaikan kepada informan. Hal ini dimaksudkan

agar pembicaraan dalam wawancara lebih terarah dan fokus pada tujuan

yang dimaksud dan menghindari pembicaraan yang terlalu melebar. Selain

itu juga digunakan sebagai patokan umum dan dapat dikembangkan peneliti
38

melalui pertanyaan yang muncul ketika kegiatan wawancara berlangsung

(Arikunto, 2002:105).

Metode wawancara peneliti gunakan untuk menggali data terkait

pelaksanaan pembelajaran , Siswa Kelas IV SD Islam Harapan Bangsa:

a. Guru mata pelajaran IPA di Kelas IV SD Islam Harapan Bangsa.

b. Pihak-pihak lain yang berkaitan dengan perolehan data dalam

penulisan skripsi ini.

3.5.3 Metode Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang

tertulis. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-

peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.11 Melalui metode

dokumentasi, peneliti gunakan untuk menggali data berupa dokumen terkait

pembelajaran IPA, di antaranya: silabus, RPP, dokumen penilaian, buku

acuan pembelajaran IPA, jadwal kegiatan pembelajaran, daftar nama

penyandang tuna netra, sarana dan prasarana, foto-foto dokumenter, dan

sebagainya.

3.6 Uji Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan kriteria kredibilitas. Untuk mendapatkan data yang relevan,

maka peneliti melakukan pengecekan keabsahan data hasil penelitian

dengan cara:

3.6.1 Pengamatan
39

Peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan

pengumpulan data tercapai. Perpanjangan pengamatan peneliti

akan memungkinan peningkatan derajat kepercayaan data yang

dikumpulkan (Lexy Moleong, 2002:248). Dengan perpanjangan

pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah data yang

telah diberikan selama ini setelah dicek kembali pada sumber

data asli atau sumber data lain ternyata tidak benar, maka

peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan

mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya

(Sugiyono, 2008:271).

Dalam penelitian ini peneliti melakukan perpanjangan

pengamatan, dengan kembali lagi ke lapangan untuk

memastikan apakah data yang telah penulis peroleh sudah benar

atau masih ada yang salah.

3.6.2 Ketekunan pengamatan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan

secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara

tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat

direkam secara pasti dan sistematis (Sugiyono, 2008:272).

Meningkatkan ketekunan itu ibarat kita mengecek soal soal,

atau makalah yang telah dikerjakan, apakah ada yang salah atau

tidak. Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat

melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah


40

ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga dengan

meningkatkan ketekunan maka, peneliti dapat memberikan

deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang

diamati.

Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan

adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun

hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait

dengan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif media

pembelajaran hebarium IPA Siswa Kelas IV SD Islam Harapan

Bangsa.

3.6.3 Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai

cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi

sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber.

Triangulasi sumber digunakan untuk pengecekan data tentang

keabsahannya, membandingkan hasil wawancara dengan isi

suatu dokumen dengan memanfaatkan berbagai sumber data

informasi sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal ini penulis

membandingkan data hasil observasi dengan data hasil

wawancara, dan juga membandingkan hasil wawancara dengan

wawancara lainnya.
41

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analitik,

yaitu mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar,

dan bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan

lapangan, dokuman, dan sebagainya, kemudian dideskripsikan sehingga

dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas

(Sudarto:1997:66).

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

Dalam hal ini Nasution menyatakan: “Analisis telah dimulai sejak

merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi

pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang

grounded. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih

difokuskan selama proses di lapangan bersama dengan pengumpulan data.

In fact, data analysis in qualitative research is an \ongoning activity tha

occurs throughout the investigative process rather than after process.

Dalam kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses

pengumpulan data daripada setelah selesai pengumpulan data. Analisis

data versi Miles dan Huberman, (1997:23) bahwa ada tiga alur kegiatan,

yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau

verifikasi.
42

3.7.1 Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi

data “kasar” yang muncul dari catatan lapangan. Reduksi dilakukan

sejak pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan,

mengkode, menelusuri tema, menulis memo, dan lain sebagainya,

dengan maksud menyisihkan data atau informasi yang tidak

relevan, kemudian data tersebut diverifikasi.

3.7.2 Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi

tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif

disajikan dalam bentuk teks naratif, dengan tujuan dirancang guna

menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu

dan mudah dipahami.

3.7.3 Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan akhir

penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan

melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran

kesimpulan yang disepakati oleh tempat penelitian itu dilaksanakan.

Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran,

kecocokan, dan kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa

dalam mencari makna, ia harus menggunakan pendektan emik,

yaitu dari kacamata key information, dan bukan penafsiran makna

menurut pandangan peneliti (pandangan etik).


43

DAFTAR PUSTKA

Agus Suprijono. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.


2009, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Amal, Amri. Bahan Ajar Konsep Dasar IPA. 2019, Makassar: Universitas
Muhammadiyah Makassar

Anita Lie. Kooperatif Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di


Ruang-ruang Kelas). 2007 Jakarta: Grasindo.

Anita, Lie. Cooperative Learning. 2002 Jakarta: Grasindo

Ardy, Kurniawan Wisnu.2014.Peningkatan Minat Dan Hasil Belajar Mata


Pelajaran IPA Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran
Lightening The Learning Climate Bagi Siswa Kelas V SD 01
Tawangmangu Tahun 2013/2014.Skripsi.Surakarta: Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Arif Rohman. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. 2009,


Yogyakarta: LaksBang Mediatama.

Badan Penelitian Dan Perkembangan Pertanian. 2012. Indigofera Sebagai


Pakan Ternak. Jakarta: IAARD Press.

Gusti Ayu Pt Nova Widiyantini dkk. Penerapan Pembelajaran Inkuiri


dengan Bantuan Herbarium untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas IV SDN 32 Pemecutan Kecamatan Denpasar Barat. E-
juornal PGSD, Volume 2 Nomor 1

Heinich Molenda, Intructional Media and New Technologies Of Intruction,


1996, Engliwood, Cliffs, Prenticess Hall

Huda, Miftahul. Cooperative Learning. 2011 (Yogyakarta: Pustaka


Belajar)

Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,


(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),

Isjoni, Cooperative Learning (Bandung, 2011)


44

Karmana, Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Bandung: Grafindo Media


Pratama

Khoirul Anam, Pembelajaran Berbasis Inkuiri: Metode dan Aplikasi,


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2016)

Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda


Karya, 2002)

Maya A. Pujiati. Seni Membuat Herbarium. 2017, Solo: Tiga Ananda

Mudlofir, Ali. Pendidik Nasional. 2014, Depok: PT. Rajagrafindo Persada

Rimang dan Suwadah, Meraih Predikat Guru dan Dosen Paripurna, 2011,
Bandung: Alfabeta

Samad Muliati & Maryati Z. Media Pembelajaran. Makassar: 2017,


Universitas Muhammadiyah Makassar

Sapriati, Amalia. Pembelajaran IPA di SD. 2014, Banten: Universitas


Terbuka

Slavin, R. E. Cooperative Tearning Teori, Riset dan Praktik. 2005,


Bandung: Nusa Media

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


1997)

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif Rancangan Metodologi,


Presentasi, dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan
Penelitian Pemula Bidang Ilmu Sosial, Pendidikan, dan
Humaniora, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),

Sudjana, Rivai. Manfaat Media Pengajaran. 1992, Bandung: PT. Tarsito


Bandung

Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, 2010, Surakarta: Yuma


Pustaka

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D, (B andung: Alfabeta, 2008), Cet. 6

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,


(Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2002, Cet.XII)
45

Sujana, Atep. 2014. Dasar-dasar IPA . Bandung: UPI Press

Suprijono, Agus. Cooperative Learning 2009 (Yogyakarta : Pustaka


Pelajar)

Susanto, Ahmad. Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.


2016, Jakarta: Prenadamedia Group.

Tim Pustaka Phoenix. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi terbaru.
Jakarta Barat: PT. Media Pustaka Phoenix

UU NO 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wedyawati Nelly & Yasinta Lisa. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.


2019, Yogyakarta: CV. Budi Utama

Anda mungkin juga menyukai