Anda di halaman 1dari 3

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Pada sekitar tahun 1990, slogan Gunakanlah Bahasa
Indonesia dengan Baik dan Benar sangat akrab bagi pemerhati bahasa Indonesia. Meskipun
sebuah slogan, maksud ungkapan tersebut sarat dengan muatan “keprihatinan” tentang
kedisiplinan penutur bahasa Indonesia yang kurang menaati norma baik dan benar. Menurut
Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1980), berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan juga
mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar mengacu
ke

ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa dapat
dikatakan baik apabila dapat dimengerti oleh komunikan kita dan ragamnya harus sesuai dengan
situasi pada saat bahasa itu digunakan. Bahasa yang digunakan oleh mahasiswa sewaktu
berbicara di kantin atau di lapangan olah raga yang memakai ragam dialek karena hubungan
sesama teman adalah salah satu contoh bahasa yang baik. Bahasa dikatakan tidak baik jika sulit
dimengerti oleh komunikan. Bahasa para mahasiswa yang sudah dikatakan baik tadi tidak dapat
sepenuhnya digolongkan sebagai bahsa yang benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang
sesuai dengan kaidah. Salah satu contoh bahasa yang benar adalah bahasa yang dipkai oleh para
dosen pada saat memberi kuliah; atau seperti bahasa yang dipakai dalam rapat formal; lebih-
lebih bahasa dalam temu ilmiah seperti diskusi dan seminar. Apabila kedua contoh yang disebut
tadi dipertukarkan pemakaiannya (misalnya mahasiswa memakai ragam resmi dalam situasi yang
tidak resmi; dosen memakai ragam tidak resmi dalam situasi resmi), sudah jelas keduanya bukan
merupakan bahasa yang baik. Jadi, disini terlihat bahwa bahasa yang benar bisa menjadi tidak
baik karena tidak sesuai dengan situasi pemakaiannya. Sebaliknya, bahasa yang baik belum tentu
benar, kecuali jika bahasa itu sesuai dengan kaedah. Bahasa yang baik dan benar memiliki empat
fungsi: 1) pemersatu kebhinnekaan rumpun dalam bahasa dengan mengatasi batas-batas
kedaerahan; 2) penanda kepribadian yang menyatakan identitas bangsa dalam pergaulan dengan
bangsa lain; 3) pembawa kewibawaan karena berpendidikan dan terpelajar; 4) sebagai kerangka
acuan tentang tepat tidaknya dan betul tidaknya pemakaian bahasa. Keempat fungsi bahasa yang
baik dan benar itu bertalian erat dengan tiga macam batin penutur bahasa sebagai berikut:

(1) fungsinya sebagai pemersatu dan penanda kepribadian bangsa membangkitkan kesetiaan
orang terhadap bahasa itu; (2) fungsinya pembawa kewibawaan berkaitan dengan sikap
kebangsaan orang karena mampu beragam bahasa; (3) fungsi sebagai kerangka acuan
berhubungan dengan kesadaran orang akan adanya aturan yang baku layak dipatuhi agar ia
jangan terkena sanksi sosial.
Dalam beberapa situasi, kita sering dituntut untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Mengapa hanya dalam situasi tertentu saja? Apakah berbahasa yang baik itu sudah tentu benar
dan berbahasa yang benar itu sudah tentu baik?

Dilihat dari makna baik dan benar saja, kedua hal tersebut sudah berbeda. Sebelum membahas
bahasa Indonesia yang baik, alangkah baiknya kita membahas bahasa Indonesia yang benar
terlebih dahulu. Bagaimana sebenarnya bahasa yang benar itu? Menurut Alwi (2010, hlm. 20),
bahasa yang benar adalah bahasa yang pemakaiannya mengikuti kaidah yang dibakukan atau
yang dianggap baku oleh penuturnya. Kita bisa menilai bahasa seseorang benar atau tidak jika
sudah ada putusan atau kesepakatan umum dari pejabat pemerintah dan penuturnya. Bahasa yang
benar juga diajarkan pada praktik pengajaran kepada khalayak. Dengan demikian, bahasa yang
benar berbicara tentang benar atau salahnya bahasa. Untuk mengukur kebenaran bahasa, kita bisa
mengacu pada dokumen-dokumen bahasa atau buku-buku tata bahasa yang baku seperti KBBI,
EBI, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, dan lain-lain. Misalnya bahasa tersebut tidak sesuai
dengan EBI, bahasa tersebut tidak benar atau salah. Sebagai contoh, perhatikan kalimat (1) dan
(2) berikut.

(1) Rumah dua kamar itu di kontrakkan. (Salah)

(2) Rumah dua kamar itu dikontrakkan. (Benar)

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang benar (2) dan yang salah (1). Contoh (1)
disebut salah karena menyalahi aturan EBI, yakni kata yang mendapat awalan (di) harus ditulis
serangkai. 

Bahasa Indonesia termasuk bahasa yang pembakuannya belum mantap. Artinya, tidak semua
tatarannya sudah dibakukan. Masih ada sebagian tataran yang belum dibakukan. Kaidah ejaan
dan pembentukan istilah bahasa Indonesia sudah distandarkan, kaidah pembentukan kata yang
sudah tepat dapat dianggap baku, tetapi pelaksanaan patokan itu dalam kehidupan sehari-hari
belum mantap. 

Bagaimana dengan bahasa yang baik?

Menurut Alwi (2010, hlm. 21), bahasa yang baik adalah bahasa yang memanfaatkan ragam yang
tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa. Tujuan dari berbahasa
yang baik adalah tepat sasaran. Artinya, kita tidak perlu menggunakan ragam baku untuk
mengenai sasaran. Jika kita ingin melakukan tawar menawar kepada tukang sayur atau tukang
becak, kita tidak perlu menggunakan ragam baku. 

Contoh:

(3) Berapakah Ibu mau menjual bayam ini?

(4) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa
ongkosnya?
Contoh tersebut adalah contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak
baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian. Penggunaan ragam baku
dalam situasi seperti itu hanya akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan (Alwi,
2010, hlm. 21). Alangkah lebih baik jika bahasa yang digunakan dalam situasi tersebut seperti
berikut.

(5) Berapa nih, Bu, bayemnya?

(6) Ke Pasar Tanah Abang berapa, Bang?

Sebaliknya, penggunaan bahasa yang tidak baku dalam situasi formal juga tidak baik.
Umpamanya, kita tidak bisa menggunakan ragam percakapan pada saat melakukan diskusi di
sekolah seperti contoh berikut.

(7) Ya, nggak bisa gitu, dong. Aku nggak setuju kalo sampah harus dibuang ke gunung
berapi. 

Contoh tersebut adalah contoh penggunaan bahasa Indonesia yang tidak benar dan tidak baik
karena tidak sesuai dengan situasi formal. Contoh tersebut akan lebih baik jika menggunakan
bahasa yang baku dan formal seperti berikut.

(8) Menurut saya tidak bisa seperti itu. Saya tidak setuju jika sampah harus dibuang ke
gunung berapi. 

Contoh (5) dan (6) adalah contoh berbahasa yang benar tetapi tidak baik sedangkan contoh (7)
adalah contoh berbahasa yang tidak benar dan tidak baik. Menurut pembaca, adakah contoh
berbahasa yang tidak benar tetapi baik? 

Sumber:

Ahyar, Juni. 2017. Cermat Bahasa Indonesia dan Penulisan Ilmiah untuk Perguruan Tinggi.
Lhokseumawe: Sefa Bumi Persada.

Alwi, dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bhasa dan Balai pustaka.

Anda mungkin juga menyukai