Anda di halaman 1dari 9

Judul Cerpen : Busur Panah VS Covid-19

Nama : Meli Afrida, S.Pd.I


Tempat Tugas : SD Muhammadiyah I Jakarta
Busur Panah VS Covid-19

Matahari pagi mulai meninggi, dengan langkah penuh semangat Faiza memberikan
instruksi kepada anak- anak dilapangan. Sesekali ia melirik jam tangan, lalu kearah
gerbang sekolah.

“Ah sebentar lagi mungkin” gumamnya dalam hati

“Pak Faiq nya terlambat bu, motornya pecah ban. Sementara ibu dulu yang kondisikan
anak – anak!.” Ucap Pak Ibnu datar.

“Baik Pak!”

“Anak-anak sekarang kita pemanasan dulu ya!”

“iya bu!” jawab anak –anak serempak tanpa komando

“ Bu, katanya ada guru baru!.” Tanya Aysel penasaran. Ini muridku yang paling ceriwis
dan cerdas.

“iya, nanti ya syel kita tunggu saja mungkin sedang dalam perjalanan”

“Cowo apa Cewe bu gurunya”

“Pak guru nak, ayo Pemanasan!”

“Iya buuu!!!”

“Putar kepala kearah kanan, 1…2…” tiba – tiba lidahku terhenti sesosok bayangan laki –
laki dengan postur badan ideal dan tinggi kurang lebih 182 cm berdiri tegak didepanku.

“Assalamualaikum”

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh” balasku sedikit menunduk.

“Maaf bu saya terlambat….”

“Oh Iya Pak Pahit, saya sudah tahu, silahkan bapak perkenalkan diri keanak –anak”
ucapku dengan nada kesal. Memotong penjelasannya.

“Oh ok bu, tapi maaf nama saya Faiq Ramadhan bukan pahit!.”

“eee…..aduh maaf pak, sa …saya tadi salah dengar” ucapku sedikit melembut.

“ tidak masalah, santai saja.”


“Saya ingin bertemu dengan ibu faiza dimana ya?. “ “Saya sendiri pak!, Punten.”

“Ow jawa juga ternyata.”

“Enggeh Pak!”

“Anak sholeh, Perkenalkan ini Pak Faiq yang akan membimbing kalian latihan Tapak
suci!.”

“Horee!!”

“Silahkan Pak!!.”

“Syukran bu Faiza!”

“Bu!, Pak Faiq ganteng loh.” Teriak Aysel

Aku melirik sekilas dengan perasaan serba salah. Beberapa kali kulihat pak Faiq
memperhatikanku diselingi dengan senyuman kecil menggoda. Riuh suara Anak - anak
membuat ramai suasana. Aku mengambil posisi yang aman dari mereka, disudut kiri
lapangan ada beberapa buah kursi plastik. Sambil memainkan gawai, pelan –pelan
kuperhatikan Faiq, benar kata Aysel dia sangat tampan. Alisnya bersambung dan sedikit
jambang tipis disekitar wajahnya membentuk huruf u. Sekilas dia seperti seorang actor
dari Arab menurutku.

“Masya Allah…. Tampan sekali sih…!” teriak Putri dari belakangku

“Aduh ….. bu Faiza, kok ga bilang – bilang sih ada guru baru, ganteng bingits ih, udah
kenalan belum?.”

“Sudah!”

“Namanya siapa?”

“Bu Putri kalo mau kenalan monggo!

”Bener nih”

“Iya, tenang aja namanya juga ikhtiar. Kalo dia tertarik sama bu Putri ya kemungkinan itu
jodoh ibu. Bener ga?”

“Siiplah”
“Eits, tapi awas loh yah kalo nanti kamu nyesel, masa kaya gini dirimu ga tertarik juga?
Emang kriteria kamu tuh seperti apa sih?”

“Ga ada yang special kok, yang penting sreg dihati”

“Aduh kita tuh udah lama loh berteman, tapi pikiran mu itu memang susah ditebak tau ga?
Ucap putri sewot.

“Udah sana ….” Ucapku manja

“Faiq!!!” seru Pak Ibnu tiba – tiba mengejutkan kami. Keduanya langsung berpelukan
seperti dua orang sahabat yang lama tidak bertemu. Pak Ibnu benar-benar terlihat
berbeda dari yang kukenal selama ini. Dia tidak pernah tersenyum lepas seperti hari ini
padahal sebenarnya dia punya wajah yang lumayan tampan.

“Ok anak – anak sekarang latihannya cukup dulu ya!, sering – sering latihan ulang
gerakan tadi dirumah!.”

“Siap Pak….!!!” Gemuruh suara anak – anak riang. Faiq dan Ibnu terlihat asyik berbincang
– bincang sementara aku dan putri sibuk memantau anak –anak pulang.

“Bu Faiza, kemari sebentar!.” Ucap Pak Ibnu datar sambil melangkah ke arah kantor
bersama Faiq. Aku menyusul dari belakang meninggalkan putri dengan beberapa anak.

“ bu, Faiq ini lulusan Kairo loh, jadi nanti selain pegang eskul Tapak suci beliau juga saya
tugaskan mengajar Tahfidz dan Al –Qur’an untuk kelas tinggi dan ibu kelas rendahnya,
saya harap ibu bisa bekerja sama dengan Pak Faiq .”

“Baik Pak!”

“Pak Faiq untuk teknisnya atau mau liat – liat keadaan sekolah kami, nanti bu Faiza yang
akan membantu, saya tinggal dulu!.”

“oh, ok Pak, terimakasih” suasana dikantor menjadi hening beberapa saat.

“Bu Faiza sudah lama mengajar disini?”

“Alhamdulillah sekarang sudah ditahun ke enam Pak”

“Masya Allah, kalo saya tahu pasti saya pulang ke Indonesia 6 tahun yang lalu.
Sayangnya saya los kontak dengan Ibnu dan baru sebulan yang lalu saya mendapat
kabar dan kontanya”
“Bapak sudah kenal dengan Pak Ibnu sebelumnya?”

“Bukan kenal lagi bu kami berteman dari SD sudah seperti saudara.”

“Oh..pantes tadi akrab sekali”

“Kalo boleh tau ibu ini sudah berkeluarga?”

“Belum Pak!,” celetuk putri tiba – tiba.

“saya pikir semua guru disini pake niqab loh”

“Alhamdulillah di SD Muhammadiyah I ini tidak memberikan batasan dalam hal Fashion


yang penting menutup aurat secara syar’i.”

“Saya Rizky Cahyani Putri, biasa dipanggil bu Putri”

“Faiq Ramadhan”

“Teman saya ini pemalu pak, harap maklum ya!.”

“Ok tenang aja bu Putri, senang bisa berkenalan dengan guru cantik seperti ibu” “saya
juga Pak! “

“Kalo begitu saya duluan ya Pak, bu!” ucapku buru –buru diselingi dengan salam untuk
keduanya.

Keesokan paginya ku lihat Faiq sudah menungguku diruang guru, dengan kemeja biru.

“Assalammualaikum ibu Faiza Hanania!, Pemenang yang disayangi Allah.”

“bapak tau dari mana?”

“Kalo nama lengkap ibu saya tau dari RPP ini, tapi kalo artinya ya saya tau sendiri. Saya
ini jago loh mengartikan nama seseorang”

“Oh, terimkasih.” “ Ibu selain disekolah ada kegiatan lain ga ?”

“Saya biasanya latihan memanah pak, ya sekedar hobby saja!”

“Loh kok sama ya hobbynya”

“Oh ya?”
“Ya, tidak hanya itu saya juga suka membuat Busur Panahan sendiri, saya sudah lama bu
suka memanah, sejak SMP bareng sama Pak Ibnu ”

“Apa Pak Ibnu memanah?” tanyaku Penasaran

“Iya dia paling lihai memanah, kenapa?” aku terdiam dengan wajah tertunduk lesu.

“Ok nanti kita teruskan obrolan kita ya setelah jam pulang” aku mengagguk pelan.

Waktu pulang tiba Faiq membawaku kesebuah rumah makan ala sunda tidak jauh dari
sekolah. Faiq memulai percakapan dengan memuji makanan - makanan yang ia pesan.

“Selama ini yang aku tau Pak ibnu itu sosok yang dingin, jutek dan sombong, aku pernah
mengajukan eskul panahan, reques anak – anak yang ikut eskul tapak suci bahkan anak –
anak lain juga sangat antusias kalo ada eskul Panahan, tapi dia langsung membentakku
dan melarang aku bicara tentang panahan lagi. Aku yakin sekali kalo eskul Panahan ini
akan diminati banyak anak – anak. Kadang –kadang aku berpikir untuk membuat
semacam bimbel untuk belajar memanah.”

“Wajarlah, namanya juga orang trauma.”

“Maksudnya?”

“Aku dan Ibnu menghabiskan waktu luang kami dalam memanah sejak SMP, sampai –
sampai kami punya rumah Panah, suatu hari kami mengadakan lomba memanah waktu
itu kami sama - sama sedang menyelesaikan skripsi SI. Secara tiba – tiba terjadi sebuah
musibah. Setelah ibnu memberi instruksi memanah kepada anak – anak, salah satu murid
kami terkena anak panah, kami tidak tahu jika anak itu menyelinap dibalik pohon.
Meskipun keluarga sianak menganggap itu sebuah kecelakaan dan sudah ikhlas atas
kejadian tersebut tapi tidak dengan Ibnu, dia selalu menyalahkan dirinya sendiri dan sejak
saat itu dia berubah. Padahal dia orang yang ramah, lembut dan penyayang. Setelah
wisuda aku ke Kairo untuk S2 dan Ibnu ambil S2 di UHAMKA.

Aku sempat mau pulang sewaktu dia menikah, Cuma karena aku kena cacar jadi kecansel
deh.” Setelah mendengar penjelasan Faiq aku baru sadar selama ini aku sudah suudzon
dengan Pak Ibnu, Astagfirullah.

“Faiza!!, hey….come on!”

“Aku ngerti kok perasaan kamu, bagaimana kalo kita buat pondok panahan nanti kita cari
– cari dulu tempatnya”.
“Maaf, saya belum bias jawab sekarang pak.”

“Ok, no problem. “

Maret 2020 Berita covid19 akhirnya menyebar juga dinegeri ini. Perintah PSBB skala
besar dimulai 14 maret 2020, awalnya anak – anak menyambut riang namun 3 bulan
kemudian beragam masalah pun mulai muncul, kejenuhan anak –anak sudah memuncak.
Mulai dari kejenuhan PJJ sampai kerinduan mereka kepada teman –temannya. Beberpa
anak sering aku lihat bermain diluar tanpa memakai masker. Aku mulai berpikir keras, tiba
–tiba terngiang tawaran Faiq. Aku menghubungiya, lalu kami sepakat membuat Pondok
Panahan di Hutan Kemayoran.

Aku merancang sedemikian rupa program Panahan tersebut, mulai dari system
keamanan, jadwal, pengawasan, sampai pendataan anak –anak. Aku juga menghubungi
beberapa temanku sebagai tim pelatih. Sementara itu Faiq menyiapkan fasilitas yang
dibutuhkan, mulai busur sesuai data anak yang sudah mendaftar, sebab busur yang
nyaman untuk dipakai harus sesuai dengan Postur tubuh si pemakainya. Selain itu dia
juga memilih kayu dan bahan – bahan lain yang bagus untuk busur yang nyaman dipakai
anak – anak.

Sebulan berlalu dengan cepat, anak – anak yang ikutpun semakin ramai. Aku sampai
kewalahan tapi Faiq selalu ada membantu dan memberiku semangat.

“Bu Faiza, ditunggu Pak Ibnu dikantor!” Tiba – tiba Putri menelponku siang itu. Faiq
dengan sigap mengantarku. Sampai disekolah aku melangkah lunglai menuju kantor
sementara Faiq menunggu diluar.

“Saya tidak tau sejak kapan ibu mulai berani membantah saya, ibu Faiza disini hanya
sebagai guru, ibu tidk bisa membuat program sendiri tanpa seizin saya, Mengerti!!!.” Ucap
Pak Ibnu dengan muka memerah seketika. Sementara aku tidak mampu mengucap kata
sepatahpun hanya air mata yang mengalir entah sejak kapan.

“Mulai hari ini, tugas ibu disini sudah selesai!.”

“Ibnu maaf, bu faiza ini hanya ingin melakukan yang terbaik buat anak – anak, ok aku tau
kamu masi trauma tapi mau sampai kapan?

“Jangan Ikut campur!.”


“Oh tidak bisa, Faiza calon istriku, masalah dia juga masalah ku. Semua terprogram
dengan baik dan …” aku langsung keluar tanpa pamit. Kulihat putri didepan pintu
tersenyum sinis, aku baru sadar dialah yang membocorkan program ini ke Pak Ibnu.

Sejak kejadian itu, seminggu lamanya aku tidak keluar dari kamar. Tidak berhubungan
dengan siapapun termasuk Faiq. Ba’da Ashar Tiba –tiba pintu kamar ku diketuk dengan
keras oleh sesorang.

“ Bu Faiza! Anda sudah melakukan dua kesalahan yang pertama membuat program tanpa
izin dan yang kedua….” Suara itu menghilang. Aku tahu jelas itu suara Pak Ibnu.
Kemudian terdengar suara ummi.

“Nak cobalah keluar sebentar, tamunya gak mau pulang katanya sebelum bicara sama
kamu!” dengan langkah malas aku membuka pintu. Kulihat disana berdiri Faiq, Pak Ibnu
dan Putri”

“Bu, maafkan saya sudah menghasut Pak Ibnu dan memfinah. Saya mengatakan hal yang
sebaliknya tentang Pondok Panah ibu, saya merasa iri dengan ibu terlebih lagi soal Faiq,
tapi sekarang saya sadar yang saya lakukan itu salah dan persahabatan kita itu lebih
Penting”. Ucap putri sedih. Aku mengangguk pelan dan putri langsung memelukku.

“Saya juga bu, mau minta maaf atas kekeliruan saya selama ini, sekalian mau minta ibu
tetap bertugas seperti biasa karena anak – anak sangat membutuhkan guru seperti ibu”.

“Siap Pak Kepsek, kita lupakan saja semua. Yang penting sekarang saya sudah
mendapat kepercayaan bapak, itu sudah cukup.” Ucapku seketika.

“Calon istri yang sholeha ya ga?” ledek Faiq sambil melirik kearah Pak Ibnu lalu matanya
menatapku penuh syahdu.

Anda mungkin juga menyukai