Anda di halaman 1dari 12

EVOLUSI BIOLOGI

“EVOLUSI SEKSUAL”

DI SUSUN OLEH :
ENJEL LAREGA 19 502 028

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN
BIOLOGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena cinta dan
kasihnya sehingga atas perkenanNya, makalah ini boleh terselesaikan dengan baik.
Adanya penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas di mata
kuliah Evolusi Biologi dengan judul “Evolusi Seksual”

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca


sehingga dapat memahami topik yang di bahas. Dalam penulisan makalah ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang telah setia berkenan
memberikan damai dan rahmat-Nya.

Lolak II, 14 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..……. 1

1.1. LATAR BELAKANG


1.2. RUMUSAN MASALAH
1.3. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Teori seleksi seksual…………………………………………........ 2

2.2. Pengaruh Variasi Genetik dalam Evolusi………………………………..... 2

BAB III PENUTUP …………………………………………………………………….. 15

A. KESIMPULAN

B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….…………..….. 16


BAB I
PENDAHULUAN

Pengertian evolusi yang dimaksud disini adalah suatu proses perubahan yang terjadi
secara perlahan-lahan, melalui tahap-tahap tertentu yang dimulai dari hal yang
sederhana untuk kemudian berubah menjadi kompleks atau sempurna. Sedangkan
pengertian seksual adalah hal-hal yang berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang merujuk pada persoalan hubungan persetubuhan. Dengan demikian
pengertian evolusi seksual ini adalah perubahan secara perlahan-lahan perilaku
seksual laki-laki dan perempuan melalui tahap-tahap tertentu menuju pada sebuah
hubungan persetubuhan antara keduanya.

Tahap-tahap tersebut, pertama kali dimulai dari tahap perkenalan antara lelaki dan
perempuan. Pada saat ini, kontak fisik antara lelaki dan perempuan hanya sebatas
pada telapak tangan, yaitu bersalaman sebagai tanda saling memperkenalkan jati diri
masing-masing. Tentu saja disertai dengan tatapn mata dan seulas senyum di bibir
masing-masing.

Pada tahap kedua, setelah terjadi saling berkenalan maka berubahlah hubungan antara
lelaki dan perempuan menjadi sebuah ikatan pertemanan. Perilaku yang tampak pada
masa pertemanan ini selain hanya sebatas kontak telapak tangan, misalnya
menggandeng tangan saat menyeberang jalan, sudah mulai meningkat dengan
melakukan tindakan memegang bahu atau pundak lawan jenisnya, seperti saat sedang
bercanda.

Namun demikian, jika dalam masa pertemanan ini sudah ada rasa ketertarikan antara
laki-laki dan perempuan, maka mulai muncul tindakan yang berupa saling mencuri
pandang, yang jika sampai ada orang lain yang mengetahu dan menegur, wajah
keduanya akan memerah dan tersipu malu.

Pada tahap ketiga, interaksi antara lelaki dan perempuan sudah memasuki tahap
pacaran. Dalam tahap ini, perlaku seksual yang muncul sudah lebih berkembang lagi.
Keduanya sudah sering menunjukkan diri dengan bergandengan tangan, pergi dan
duduk berduaan, dan mulai saling menjaga jarak dengan teman-temannya. Perilaku
seksual seperti berangkulan dan berciuman sudah mulai muncul pada tahap ini, meski
hanya sebatas ciuman bibir (kissing).

Memasuki tahap keempat, yaitu masa bertunangan, perlaku seksual antara lelaki dan
perempuan sudah tambah berkembang lagi. Dengan adanya pertunangan, dimana
hubungan antara lelaki dan perempuan sudah disetujui oleh kedua belah pihak yang
bersangkutan (keluarga) untuk melanjutkan ke jenjang hubungan yang pasti dalam
ikatatan perkawinan, perilaku seksual mereka juga semakin berkembang.
Perilaku seksual yang muncul tidak hanya sekedar kontak bibir semata (kissing), namun
sudah lebih dari itu. Pelukan yang menyertai ciuman di daerah sekitar leher (necking)
muncul pada tahap ini. Bahkan tidak jarang disertai dengan saling meraba (petting),
meremas, menggesek-gesekkan maupun memijat daerah-darah sensitif pada organ
genital masing-masing. Hanya saja semua ini dilakukan oleh mereka berdua dalam
keadaan masih mengenakan pakaian.

Tahap berikutnya adalah tahap kelima dan merupakan tahap terakhir yaitu tahap
berumah tangga. Tahap ini dimulai dengan didahului oleh suatu ikatan resmi antara
lelaki dan perempuan dalam benuk sebuah ikatan perkawinan. Perilaku seksual yang
muncul sudah sampai pada hubungan tertinggi tingkatannya, yaitu persetubuhan antara
lelaki dan perempuan (intercourse) dengan berbagai gaya dan variasinya.

Perubahan perilaku seksual antara lelaki dan perempuan itu harus berurutan melalui
tahap-tahap sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Selain itu, proses perubahan itu
memerlukan waktu yang lama, bisa hingga sampai bertahun-tahun.

1.1. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Teori Seleksi seksual ?
2. Apa penyebab Pengaruh Variasi Genetik Dalam Evolusi?

1.2. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian teori seleksi seksual .
2. Untuk mengetahui penagaruh variasi genetik dalam evolusi.
BAB II PEMBAHASAN

A. Teori seleksi seksual

CHARLES Darwin adalah seorang ilmuwan yang cermat. Pada pertengahan abad ke19,
ketika dia mengumpulkan bukti untuk teorinya bahwa spesies berevolusi melalui seleksi
alam, dia menyadari bahwa itu tidak menjelaskan ekor indah merak jantan, tanduk yang
dipamerkan oleh rusa jantan, atau mengapa beberapa jantan dari beberapa spesies
jauh lebih besar daripada rekan betina mereka.

Untuk keanehan ini, Darwin mengajukan teori sekunder: seleksi seksual dari sifat-sifat
yang meningkatkan peluang hewan untuk mendapatkan pasangan dan bereproduksi.

Dia dengan hati-hati membedakan antara senjata seperti tanduk, taji, taring dan ukuran
tipis yang digunakan untuk menaklukkan rival yang bersaing, dan ornamen yang
ditujukan untuk memikat lawan jenis.

Darwin berpikir bahwa sifat-sifat yang dipilih secara seksual dapat dijelaskan dengan
rasio jenis kelamin yang tidak merata – ketika ada lebih banyak jantan daripada betina
dalam suatu populasi, atau sebaliknya.

Dia beralasan bahwa seekor jantan dengan lebih sedikit betina yang tersedia harus
bekerja lebih keras untuk mengamankan salah satu dari mereka sebagai pasangan,
dan bahwa kompetisi ini akan mendorong seleksi seksual.

Dalam sebuah studi baru, saya dan rekan-rekan telah mengkonfirmasi hubungan antara
seleksi seksual dan rasio jenis kelamin, seperti dugaan Darwin.

Tapi yang mengejutkan, temuan kami menunjukkan bahwa Darwin salah jalan. Kami
menemukan bahwa seleksi seksual paling menonjol bukan ketika calon pasangan
langka, tapi ketika mereka berlimpah – dan ini berarti melihat kembali tekanan seleksi
yang berperan dalam populasi hewan yang menampilkan rasio jenis kelamin yang tidak
merata.

Sejak zaman Darwin, kita telah belajar banyak tentang rasio jenis kelamin yang tidak
merata, yang umum terjadi pada populasi hewan liar. Misalnya, di komunitas banyak
kupu-kupu dan mamalia, termasuk manusia, jumlah perempuan dewasa melebihi
jumlah laki-laki dewasa.

Keadaan tidak simetris ini paling ekstrem di antara hewan berkantung. Pada antechinus
Australia, misalnya, semua jantan mendadak mati setelah musim kawin, jadi ada
kalanya tidak ada jantan dewasa yang hidup dan seluruh populasi hewan dewasa terdiri
dari betina yang hamil.

Sebaliknya, banyak burung mengarak lebih banyak jantan daripada betina dalam
populasi mereka. Pada beberapa burung plover, misalnya, jantan lebih banyak daripada
betina enam banding satu.

Jadi mengapa banyak spesies burung memiliki lebih banyak jantan, sementara mamalia
sering memiliki lebih banyak betina? Jawaban singkatnya adalah kita tidak tahu. Tapi
ada bukti yang menyakinkan.

Menjelaskan rasio jenis kelamin yang tidak merata

Beberapa rasio jenis kelamin yang tidak merata sebagian dapat dijelaskan oleh
perbedaan umur. Mamalia betina, termasuk manusia, biasanya hidup lebih lama dari
rekan jantan mereka dengan selisih yang lebar.

Pada manusia, perempuan hidup rata-rata sekitar 5% lebih lama daripada laki-laki.
Pada Singa Afrika dan paus pembunuh, umur betina lebih panjang hingga 50%.

Preferensi predator juga bisa berperan. Singa Afrika membunuh kira-kira tujuh kali lebih
banyak jantan daripada kerbau betina, karena kerbau jantan cenderung berkeliaran
sendiri, sedangkan betina dilindungi dalam kawanan.

Sebaliknya, cheetah membunuh lebih banyak betina Rusa Thompson daripada jantan,
mungkin karena mereka lebih mudah berlari lebih cepat dari rusa betina – terutama
yang hamil.

Akhirnya, jantan dan betina sering menderita secara berbeda dari parasit dan penyakit.
Pandemi Covid-19 adalah contoh yang mencolok dari hal ini: jumlah laki-laki dan
perempuan yang terinfeksi serupa di sebagian besar negara, tapi pasien laki-laki
memiliki peluang kematian yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.
B.Pengaruh Variasi Genetik dalam Evolusi

Adanya variasi genetik menyebabkan tidak adanya dua individu yang benar-benar sama
fenotipenya. Variasi genetik sangat berpengaruh dalam evolusi karena semakin besar
variasi genetik dalam suatu populasi maka akan semakin besar pula peluang populasi
tersebut untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan penyakit. Variasi genetik
dalam evolusi ini juga dapat terjadi karena adanya mutasi, reproduksi seksual, maupun
migrasi dan ukuran populasi yang kecil.

• Mutasi

Mutasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan susunan DNA dalam sel suatu
spesies. Laju mutasi pada suatu spesies biasanya lambat dan mungkin terlihat terlalu
kecil untuk ukuran evolusi yang terjadi. Tetapi jika lajunya dikalikan dengan jumlah sel
kelamin yang dihasilkan dan jumlah generasi maka jumlah mutasi akan luar biasa.

• Reproduksi Seksual

Reproduksi seksual cenderung menghasilkan variasi genetik akibat adanya rekombinasi


gen dari kedua induk.

• Migrasi

Pergerakan alel dalam populasi melalui perkawinan antar anggota populasi dikenal
dengan migrasi atau aliran gen. Perpindahan individu dari satu populasi ke populasi
lainnya menyebabkan terjadinya migrasi gen yang mengarah pada terjadinya
perubahan frekuensi gen pada populasi tersebut.

• Ukuran Populasi yang Kecil

Ukuran populasi akan mempengaruhi segala mekanisme yang terlibat dalam


pembentukan variasi genetik pada populasi. Jika ukuran populasi besar, maka
perubahan yang terjadi tidak mempengaruhi susunan genetik populasi secara
keseluruhan. Akan tetapi, jika ukuran populasi kecil, migrasi, mutasi, serta kematian
yang terjadi akan berpengaruh besar terhadap susunan genetik populasi.

Pengaruh Seleksi Alam dalam Evolusi

Seleksi alam berperan sebagai agen penyeleksi suatu populasi. Makhluk hidup yang
dapat beradaptasi akan mempertahankan kelangsungan hidupnya, sedangkan makhluk
hidup yang tidak mampu beradaptasi akan punah atau tersingkir. Terdapat 3 jenis
seleksi alam yaitu seleksi direksional, seleksi penstabilan, dan seleksi disruptif.

• Seleksi Direksional

Seleksi direksional adalah tipe seleksi alam yang mengarahkan suatu populasi ke arah
satu sifat yang ekstrem. Misalnya, pada kasus kupu-kupu Biston betularia, seleksi yang
terjadi mengarahkan pada populasi Biston betularia hitam yang lebih adaptif
dibandingkan dengan Biston betularia putih.

• Seleksi Penstabilan

Seleksi penstabilan merupakan tipe seleksi yang mempertahankan karakter


pertengahan diantara dua karakter ekstrem. Contohnya adalah bobot bayi yang
dilahirkan. Penelitian menunjukan bahwa bayi dengan bobot sedang ternyata lebih
mampu bertahan hidup, sedangkan bayi berbobot besar mengalami banyak komplikasi
pada saat dilahirkan dan bayi berbobot rendah sering lahir secara prematir serta
mengalami banyak masalah kesehatan.

• Seleksi Disruptif

Seleksi disruptif merupakan tipe seleksi yang berlawanan dengan seleksi penstabilan.
Seleksi disruptif akan mempertahankan dua karakter ekstrem dan mengeliminasi
karakter yang ada di pertengahan. Contohnya, kupu-kupu penipu Afrika yang memiliki
kemampuan untuk menghindar dari predatornya dengan cara meniru kupu-kupu
beracun.
Pada wilayah yang berbeda, ternyata kupu-kupu penipu ini memiliki corak yang
berbeda pula. Seleksi lebih mendukung pola warna yang ekstrem yaitu putih dan
jingga karena lebi menyerupai kupu-kupu beracun, sedangkan karakter putih jingga
yang merupakan karakter pertengahan tidak dipertahankan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip


secara teoritis serta melaksanakan ketrampilan klinis yang berhubungan dengan
kebutuhan seksualitas sesuai dengan usia manusia mulai dari bayi sampai lansia.
Fokus mata kuliah
ini meliputi berbagai aspek yang terkait dengan fungsi seksualitas (anatomi fisiologi
reproduksi manusia, perkembangan seksualitas dan reproduksi, perilaku dan
tahapan seksual, masalah yang berhubungan dengan seksualitas, pendidikan
tentang seksualitas, pendidikan seksualitas yang aman, dysfungsi seksualitas,
pencegahan perilaku seksual beresiko, terapi kelompok pada pemenuhan kebutuhan
seksual, penatalaksanaan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual dan konseling
tentang kebutuhan seksualitas). Kegiatan belajar mahasiswa berorientasi pada
pencapaian kemampuan berfikir sistematis dan komprehensif dalam mengaplikasikan
konsep seksualitas dan reproduksi dengan pendekatan asuhan keperawatan sebagai
dasar penyelesaian masalah)

B. SARAN

Seharusnya lebih banyak menambahkan berbagai sumber agar makalah ini


menjadi lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

https://www-kelaspintar-id.cdn.ampproject.org/v/s/www.kelaspintar.id/blog/
tipspintar/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-evolusi-
8118/amp/?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABII
ACAw%3D%3D#aoh=16500699022173&referrer=https%3A%2F%2Fw
ww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fwww.kelaspintar.id%2Fblog%2Ftips-pintar%2Ffaktor-faktor-
yangmempengaruhi-evolusi-8118%2F
http://elearningv1.unsyiah.ac.id/course/info.php?id=731

Anda mungkin juga menyukai