Full Book Sistem Irigasidan Bangunan Air
Full Book Sistem Irigasidan Bangunan Air
Air
Sudirman, Humairo Saidah, Miswar Tumpu, I Wayan Yasa
Nenny, Muhammad Ihsan, Nurnawaty
Fathur Rahman Rustan, Tamrin
Penulis:
Sudirman, Humairo Saidah, Miswar Tumpu, I Wayan Yasa
Nenny, Muhammad Ihsan, Nurnawaty
Fathur Rahman Rustan, Tamrin
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
IKAPI: 044/SUT/2021
Sudirman., dkk.
Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Yayasan Kita Menulis, 2021
xiv; 148 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-342-113-3
Cetakan 1, Juni 2021
I. Sistem Irigasi dan Bangunan Air
II. Yayasan Kita Menulis
Puji Syukur Kita Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahaan rahmat dan kasih sayangnya serta karunia lindungan Allah
SWT, sehingga Buku Sistem Irigasi dan Bangunan Air telah sampai pada
tahap akhir penyelesaian bersama teman teman sejawat sekaligus tim.
Buku ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna sehingga
berbagai kritik dan saran tentunya terbuka yang sifatnya membangun,
tentu kami mengharapkan dari para pembaca demi perbaikan isi buku ini
kedepan, akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
teman teman sejawat dan para penulis buku berjudul Sistem Irigasi dan
Bangunan Air telah memberikan sumbangsi yang positif, ikut serta
mencerdaskan kehidupan anak bangsa sekaligus memberikan khasana
keilmuan disiplin ilmu teknik sipil. Akhir kata semoga bermanfaat.
Penulis
Daftar Isi
Tabel 7.6. Perbandingan pemberian air tersebut di dasarkan tiga jenis tanaman
padi sawah, tebu dan palawija di beberapa daerah.....................103
Tabel 7.7: Kebutuhan Air Tanaman beberapa sayuran..................................104
Tabel 8.1: Pola Tanam Sawah dalam Satu Tahun..........................................110
Tabel 8.2: Kebutuhan Debit Puncak Petak Sub Tersier.................................114
Tabel 8.3: Lama Pemberian Air ......................................................................116
Tabel 9.1: Klasifikasi Jaringan Irigasi .............................................................127
Bab 1
Sistem Irigasi dan Bangunan
Air
gerakan air perkolasi di mana pengisian lengas tanah yang berasal dari tanah di
bawahnya akan saling mengisi setiap rongga dalam tanah termasuk udara dan
tanaman yang bisa dihitung kebutuhan air dalam setiap tanaman yang
membutuhkan air, ph tanah dan kandungan air yang sesuai kebutuhan
tanaman. Hal tersebut juga bagian dari ekosistem kesatuan timbal dengan
lingkungan sekitarnya yang saling memberikan pengaruh di antaranya. Seperti
tanah tidak akan subur kalau tidak ada airnya, sebaliknya tanaman tidak
tumbuh kalau tidak disiram dengan air, begitu juga air tidak akan sehat kalau
tidak mempunyai kandungan udara yang cukup, begitulah mungkin
keterkaitan 4 komponen yang saling membutuhkan dan keterkaitannya dalam
media kelangsungan hidup tanaman.
3. Kondisi Air Tanah mempunyai dua zona yaitu zona tak jenuh air dan
zona jenuh air. Pada zona tak jenuh air, air tanah berkumpul dengan
air tak jenuh pertengahaan pada air kapiler. Sedangkan pada zona
jenuh air hanya terdapat air tanah.
a. Kadar Air Tanah adalah perbandingan antara berat air yang
dikandung di dalam tanah dengan berat total sampel tanah. Yang
dinyatakan dalam persen jumlah air yang dapat ditahan oleh
tanah atas dasar berat volume nilai lengas untuk berbagai jenis
tanah.
b. Hubungan Kadar Air dengan potensial tanah adalah adanya
potensial matrik (ketertarikan antara air dan partikel
tanah),Potensial gravitasi (disebabkan oleh gaya gravitasi) dan
potensial osmotik (disebabkan oleh garam terlarut)
c. Air tersedia dengan Tanaman yaitu nilai kandungan air di dalam
tanah, dan sesuai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman.
Kondisi tersebut berkaitan dengan kemampuan tanah dalam
menahan air atau disebut retensi tanah.
Tabel 1.4: Hasil Analisis Kadar Air Jenuh Pada Beberapa Penggunaan Lahan
1.4.2 Air
Air yang berada pada zona aerasi disebut lengas tanah jika zona aerasi tidak
lagi bisa menahan kapasitas air,maka air akan masuk kebagian bawah, zona
saturasi singkatnya dengan air tanah, kemudian bentuk lengas tanah dibedakan
berdasarkan gravitasi, air, kapiler, dan airhigroskopis,yaitu pemberian air untuk
tanaman yang paling sesuai merupakan hasil keputusan berdasarkan berbagai
8 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
1.4.3 Udara
Salah satu unsur yang mendukung tumbuhnya tumbuhan adalah udara yang
cukup atau ketersediaan udara dalam tanah yang berperan penting bagi
pernapasan akar akar tanaman. Seperti tanah memiliki pori-pori untuk
menyimpan butiran air, namun tidak semua pori pori menyimpan butiran air
atau menyimpan air tetapi akan menyimpan udara untuk kehidupan bagian
akar agar tidak membusuk, apalagi tanaman yang tidak tahan terhadap
genangan air. Termasuk pertumbuhan akar tanaman berpengaruh oleh rendah
tingginya suhu tanah, khususnya pada daerah akar.
Udara dalam tanah berada dalam ruang pori-pori tanah berfungsi sebagai
1. 02 pernafasan akar mikroorganisme dan jasad hewan dalam tanah untuk
2. Co2 Untuk dekomposisi dan pelarutan hara
3. N2 Sebagai suplai n Tanah
4. 02 - Penting dalam tanah kadarnya _> 10 %
Bab 1 Sistem Irigasi dan Bangunan Air 9
N2 → 75-11
02 2.8-0
C02 → 2-20
CH4 17-73
H2 → 0-2.2
1.4.4 Tanaman
Tanaman sebagian besar tersusun kandungan air, pada sel tumbuhan
kandungan airnya yang bervariasi tergantung pada, umur, tipe sel, spesies, tipe
jaringan, tipe sel yaitu;
10 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Keberadaan air dalam tumbuhan di dalam sel air berada dalam bentuk bebas
dan terikat, terutama dad di dalam vakuola, sebagai cairan yang encer, jika
tumbuhan kekurangan air bebas akan hilang terlebih dahulu molekul glukosa
atau kloid plasma., kemudian penyerapan air oleh akar dilakukan melalui bulu
akar yang berada di dalam tanah, yang masuk kedalam bulu akar pada dinding
sel masuk ke ruang bebas melewati membran plasma. Sel akar dapat menyerap
air jika mempunyai potensial air negatif lebih besar dibanding larutan tanah
penyerapan pasif yang merupakan kombinasi antara difusi osmosis dan arus
masa. Terasuk air diperlukan tumbuhan sebagian besar diserap oleh akar,meski
ada tumbuhan yang mampu air lewat daun batang.
2.1 Pendahuluan
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada
suatu periode waktu untuk proses pertumbuhannya agar dapat berproduksi
secara normal. Angka ini harus diperhitungkan secara cermat agar diketahui
jumlah kebutuhan air irigasinya secara tepat. Perhitungan kebutuhan air irigasi
yang tepat akan menghasilkan dimensi saluran irigasi yang efektif dan efisien
yang pada akhirnya menghindarkan dari perencanaan yang boros dan tidak tepat
guna.
Tanaman membutuhkan air untuk proses pertumbuhannya. Air berfungsi
melarutkan unsur hara yang berada di tanah melalui penyerapan akar. Air
bersama unsur hara tersebut oleh tanaman kemudian diolah menggunakan
bantuan sinar matahari yang dikenal dengan istilah fotosintesis dan
menghasilkan dua macam, yaitu: hasil fotosintesis yang akan didistribusikan
kembali ke seluruh batang untuk pembentukan daun, bunga dan buah; dan
oksigen yang dilepas ke udara. Karena proses yang terjadi dalam kegiatan ini
merubah air yang dikonsumsi tanaman menjadi uap (oksigen) yang dilepas ke
udara melalui mata daun (stomata), maka kemudian proses ini dikenal dengan
istilah penguapan melalui tanaman (transpirasi). Sehingga secara sederhana
dapat dikatakan bahwa transpirasi adalah proses penguapan air ke udara melalui
permukaan daun/tajuk tanaman. Sedangkan kombinasi atas hilangnya air dari
12 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
dalam tanah dan dari permukaan tanaman karena proses penguapan ini disebut
sebagai evapotranspirasi(Allen et al., 1998; Asawa, 2005).
Evapotranspirasi memegang peranan yang sangat penting dalam analisis
hidrologi untuk bangunan irigasi. Tanpa perhitungan jumlah air yang hilang
karena proses evapotranspirasi ini, maka pekerjaan desain dan manajemen
sistem irigasi masih mengandung unsur ketidakjelasan. Perhitungan
evapotranspirasi baik melalui pengukuran langsung maupun pendekatan
melalui perhitungan teoritis diyakini para ilmuwan dapat membawa
peningkatan efisiensi dalam perancangan maupun pengelolaan irigasi (Waller
and Yitayew, 2016).
2.3 Evapotranspirasi
Telah disinggung pada sub bab sebelumnya, bahwa pengertian evapotranspirasi
adalah gabungan penguapan dari tanah (evaporasi) dan permukaan tanaman
(transpirasi).
15 0.26 0.26 0.27 0.28 0.29 0.29 0.29 0.28 0.28 0.27 0.26 0.25
10 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29 0.28 0.28 0.27 0.26 0.26
5 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27
0 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27
10𝑇 >
𝐸 = 1.6 5 :
𝐼
18 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
AB
𝑇𝑖 A,GAH
𝐼 = @ 5 :
5
CDA
17. 16. 14. 12. 10. 11. 13. 15. 17. 17.
24 9.1 9.5
5 5 6 3 2 2 4 6 1 7
17. 16. 14. 12. 10. 13. 15. 17. 17.
26 9.7 8.7 9.1
6 4 4 0 9 2 5 2 8
17. 16. 14. 11. 10. 13. 15. 12. 17.
28 9.3 8.2 8.6
7 4 3 6 4 0 4 2 9
17. 16. 14. 11. 10. 12. 15. 17. 18.
30 8.9 7.8 8.1
8 4 0 3 1 7 3 3 1
Tabel 2.5: Tabel nilai faktor W metode Radiasi(Doorenbos and Pruitt, 1977)
Keti Nilai faktor pemberat (W) untuk berbagai temperatur dan ketinggian
nggi
an 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
0 0.6 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
4 6 8 1 3 5 7 8 2 3 4 5
500 0.6 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
5 2 4 6 8 9 1 2 4 5 6
100 0.6 0.6 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
0 6 9 1 3 5 7 9 2 3 5 6 7
200 0.6 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
0 9 1 3 5 7 9 1 2 4 5 6 7 8
300 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8
0 1 3 5 5 9 1 2 4 5 6 8 8 9
400 0.7 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.9 0.9
0 3 6 8 8 1 3 3 5 6 8 9
4. Metode Evaporasi Panci
a. Pantulan radiasi matahari pada air terbuka hanya 5-8% sedangkan dari
permukaan vegetasi 20-25%,
b. Efek penyimpanan panas oleh panci menyebabkan proses penguapan
panci hampir sama antara siang dan malam hari, sedangkan pada pada
sebagian besar tanaman penguapan hanya terjadi pada siang hari,
c. Terdapat turbulensi, suhu dan kelembaban udara tepat di atas
permukaan panci,
d. Adanya penghantaran panas melalui seluruh permukaan panci
e. Penggunaan layar dan warna cat pada panci,
f. Penempatan dan lingkungan panci, terutama jika panci diletakkan pada
lahan bera (kosong/tidak bertanaman).
5. Metode Penman
𝐸𝑇 = 𝑓. 𝐸
(∆𝐻 + 𝛾𝐸𝑎)
𝐸=
(∆ + 𝛾)
H = (1-r) Ra (0.18+0.55 n/N) – σT⁴ (0.56 – 0.092 √ed).(0.10 + 0.90 n/N)
VB
𝐸𝑎 = 0.35(0.5 + )(𝑒𝑎 − 𝑒𝑑)
AWW
Z \
[
𝛾 = W.]BB^ = 0.000665𝑃
Di mana: E = evaporasi (mm/hari); γ = konstanta psychrometri (kPa/oC); P
= tekanan atmosfer total (kPa); H = radiasi netto dalam unit evaporasi; r =
koefisien pemantulan permukaan (untuk nilai rata-rata tahunan Penman
menggunakan 0.05 untuk air terbuka, 0.10 untuk tanah gundul dan 0.20
untuk vegetasi hijau); Ra = radiasi ekstra terestrial (Tabel 2.4); n/N =
nisbah antara lama penyinaran matahari aktual dan panjang siang hari; σ =
konstanta Stevan Boltzman (= 2.01 x 10-9 mm/hari); Δ = kemiringan
(slope) kurva tekanan uap jenuh dengan suhu, pada suhu udara tertentu
`a a Ka
T,`b ≅ bdKbe dalam mb/°C; ea = tekanan uap air jenuh pada suhu T (mm
d e
Hg); ed = tekanan uap air jenuh pada suhu titik embun (mm Hg); ea =
komponen aerodinamik (perpindahan massa uap air); T = suhu udara (°K);
U2 = kecepatan angin (mil/hari); dan f = koefisien empirik yang berbeda
tergantung waktu dan tempat.
6. Metode Penman-Monteith
900
0.408(𝑅f − 𝐺) + 𝛾 𝑇 + 273 𝑢B (𝑒i − 𝑒> )
𝐸𝑇W =
∆ + 𝛾 (1 + 0.34𝑢B )
Di mana:𝐸𝑇W = evapotranspirasi potensial (mm/hari); 𝑅f = radiasi netto
pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari); G = kerapatan panas terus
menerus pada tanah (MJ/m2/hari); T = temperatur harian rata-rata pada
ketinggian 2 m (oC); 𝑢B = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s); 𝑒i
= tekanan uap jenuh (kPa); 𝑒> = tekanan uap aktual (kPa); 𝑒i − 𝑒> = defisit
tekanan uap jenuh (kPa); ∆ = kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC); 𝛾 =
konstanta psychrometric (kPa/oC).
Selain perhitungan menggunakan persamaan di atas, evapotranspirasi
potensial ini juga dapat dihitung menggunakan perangkat lunak yang telah
ada saat ini, di antaranya yaitu cropwat 8 dan dayet.
Nilai air yang dikonsumsi tanaman atau evapotranspirasi tanaman diperoleh dari
persamaan berikut:
ETc = Kc x ETo
Di mana ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari); Kc = koefisien tanaman
(Tabel 2.6 dan 2.7); ETo = Evapotranspirasi potensial (mm/hari).
Tabel 2.6: Nilai koefisien Kc untuk tanaman padi (Kementerian PU, 2013)
Periode Nedeco/Prosida FAO
setengah Varietas Varietas Varietas Varietas
bulanan ke- biasa unggul biasa unggul
1 1.23 1.23 1.10 1.10
2 1.23 1.27 1.10 1.10
3 1.32 1.33 1.10 1.05
4 1.40 1.30 1.10 1.05
5 1.35 1.30 1.10 1.05
6 1.25 0 1.05 0.95
7 1.12 - 0.95 0
8 0 - 0
Tabel 2.7: Nilai koefisien Kc untuk beberapa tanaman palawija(Kementerian
PU, 2013)
Setengah Koefisien Tanaman
bulan ke Kedelai Jagung Kacang Bawang Buncis Kapas
tanah
1 0.50 0.5 0.50 0.50 0.50 0.50
2 0.75 0.59 0.51 0.51 0.64 0.50
3 1.00 0.96 0.66 0.69 0.89 0.58
4 1.00 1.05 0.85 0.90 0.95 0.75
5 0.82 1.02 0.95 0.95 0.88 0.91
6 0.45 0.95 0.95 - - 1.04
7 - - 0.55 - - 1.05
8 - - 0.55 - - 1.05
9 - - - - - 1.05
10 - - - - - 0.78
11 - - - - - 0.65
12 - - - - - 0.65
13 - - - - - 0.65
24 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Bab 3
Kebutuhan Air Untuk Irigasi
dan Efisiensi
3.1 Pendahuluan
Indonesia merupakan negara agraris sehingga sangat wajar dilakukan
pembangunan di bidang pertanian yang menjadi prioritas utama dalam agenda
pembangunan nasional dan memberikan komitmen tinggi terhadap
pembangunan ketahanan pangan. Hal itu sesuai dengan tuntutan UU No.7 tahun
1996 tentang pangan yaitu ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah
bersama masyarakat (Priyonugroho, 2014). Ketahanan pangan diartikan sebagai
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman dan merata,
serta terjangkau.
Keberlanjutan sistem irigasi sebagai salah satu pendukung produktivitas usaha
tani disebutkan dalam UU No. 20 Tahun 2006 guna meningkatkan produksi
pertanian dalam rangka menunjang ketahanan pangan nasional dan
kesejahteraan masyarakat. Keberlanjutan sistem irigasi dilakukan dengan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, yang ditentukan oleh keandalan
air irigasi, keandalan prasarana irigasi dan meningkatnya pendapatan
masyarakat petani dari usaha tani.
26 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Efisiensi pemanfaatan air irigasi menjadi hal utama pada daerah dengan
ketersediaan air yang terbatas. Hal ini terkait dengan besarnya kehilangan air di
jaringan irigasi yang disebabkan penguapan, pengambilan air untuk keperluan
lain, atau kebocoran di sepanjang saluran. Berdasarkan Kriteria Perencanaan
Irigasi Bagian Saluran (KP-03), besarnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat
diminimalkan dengan cara perbaikan sistem pengelolaan air dan perbaikan fisik
prasarana irigasi. Besarnya kehilangan air di saluran menentukan nilai efisiensi
saluran irigasi dan nilai efisensi saluran irigasi menentukan pula efisiensi sistem
irigasi.
Usaha pertanian yang intensif menghendaki harga efisiensi irigasi yang besar
agar pemberian air dapat sesuai dengan kebutuhan tanaman. Efisiensi saluran
irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan
utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai
petak sawah. Efisiensi saluran irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah
air yang diambil akan hilang di saluran.
3. Saluran Irigasi
Saluran irigasi air tanah adalah bagian dari jaringan irigasi air tanah
yang dimulai setelah bangunan pompa sampai lahan yang diairi.
Saluran irigasi terdiri dari saluran bangunan, dan bangunan pelengkap
yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
Saluran irigasi dibedakan atas:
a. Saluran Irigasi Primer
Saluran primer adalah saluran yang langsung berhubungan dengan
saluran bendungan yang fungsinya untuk menyalurkan air dari
bangunan utama (bendung/bendungan) saluran induk /primer,
saluran sekuder dan bangunan sadap serta bangunan
pelengkapnya.
b. Saluran Irigasi Sekunder
Saluran sekunder adalah saluran pembawa air irigasi yang
mengambil air dari bangunan bagi di saluran primer yang berada
dalam jaringan irigasi.
c. Saluran Irigasi Tersier
Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan
sadap tersier ke petak tersier.
d. Saluran Irigasi Kwarter
Saluran irigasi kwarter adalah adalah saluran irigasi yang
membawa air dari boks bagi tersier ke petak-petak sawah (Ansori
et al., 2013).
sebagian akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan
mengalir melalui permukaan dan sub permukaan masuk ke dalam saluran,
sungai atau danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai
pengisian kembali (recharge) pada kandungan air tanah yang ada (Anonim,
2006).
Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa
(Suripin, 2002). Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam,
sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena
ketersediaan air mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability) dan
variabilitas waktu (temporal variability) yang sangat tinggi.
Konsep siklus hidrologi adalah bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di
hamparan bumi dipengaruhi oleh masukan (input) dan keluaran (output) yang
terjadi. Kebutuhan air di kehidupan kita sangat luas dan selalu diinginkan dalam
jumlah yang cukup pada saat yang tepat. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan
kualitatif harus dilakukan secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi
yang akurat untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya air.
Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan (debit
air dan hujan). Debit andalan adalah debit minimum sungai dengan besaran
tertentu yang mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan (Triatmodjo, 2010).
Besaran angka kehilangan di jaringan irigasi jika perlu didukung dengan hasil
penelitian & penyelidikan. Dalam hal waktu, tenaga dan biaya tidak tersedia
maka besaran kehilangan air irigasi bisa didekati dengan alternatif pilihan
sebagai berikut:
1. Memakai angka penelitian kehilangan air irigasi didaerah irigasi lain
yang mempunyai karakteristik yang sejenis;
2. Angka kehilangan air irigasi praktis yang sudah diterapkan pada
daerah irigasi terdekat;
34 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan di saluran irigasi, rembesan dari
saluran atau untuk keperluan lain (rumah tangga).
Efisiensi irigasi merupakan angka perbandingan dari jumlah debit air irigasi
yang dipakai dengan jumlah air irigasi yang dialirkan dan dinyatakan dalam
persen (%). Lenka, 1991 menjelaskan bahwa efisiensi irigasi adalah
perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat
bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan
persentase. Secara prinsip nilai efisiensi adalah (Irigasi dan Bangunan Air,
1996):
"#$% & "()
Ef = ! "#$%
* × 100%.....................................................................................(2)
Dengan Ef = efisiensi, Adbk = air yang diberikan, Ahl = air yang hilang.
Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di
jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi
sampai petak sawah. Efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air
yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di petak sawah. Efisiensi
secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut: efisiensi jaringan tersier (et)
x efisiensi jaringan sekunder (CS) x efisiensi jaringan primer (ep), dan antara
0,65- 0,79. Oleh karena itu kebutuhan bersih air di sawah (NFR) harus dibagi e
untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan pengambilan dari
sungai. (Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Pengairan, KP 03,
2013). Apabila efisiensi pemberian air irigasi berada di bawah 60 %, maka
irigasi ini masih tergolong kurang baik penyalurannya, Hansen (1992.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka manfaat pengukuran efisiensi pada
jaringan irigasi adalah:
1. Untuk menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat
petani yang disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman.
2. Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi penggunaan
air irigasi permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit
yang diperlukan, panjang alur (furrow) dan sebagainya.
3. Untuk keperluan iuran pelayanan air irigasi diperlukan alat ukur untuk
menetapkan jumlah air yang telah digunakan dan besarnya iuran air
yang harus dibayar oleh pemakai air tersebut.
36 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Di mana Ef = Efisiensi pengaliran, Qin = Air masuk ke satu section, Qout= Air
keluar dari satu section.Efisiensi pengaliran terbagi dua, yaitu
• Efisiensi pengaliran di saluran primer E(cp) dan
• Efisiensi pengaliran di saluran sekunder E(cs).
Secara fisik hal pertama yang memengaruhi efisiensi adalah kondisi dari saluran
itu sendiri. Hal lain yang memengaruhi adalah panjang saluran primer dan
sekunder. Selain kondisi fisik dari saluran, parameter yang berpengaruh
terhadap nilai efisiensi secara teoritis dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
3.6.2 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air kebawah dari zona tidak jenuh (antara permukan
tanah sampai kepermukaan air tanah) kedalam daerah jenuh (daerah di bawah
permukaan air tanah). Setelah lapisan tanah jenuh air (seluruh ruang pori terisi
air) dan curah hujan masih berlangsung terus, maka karena pengaruh gravitasi
air akan terus bergerak kebawah sampai kepermukaan air tanah. Gerakan air ini
disebut perkolasi (Triatmodjo, 2009) Laju perkolasi didapat dari hasil penelitian
lapangan, yang besarnya tergantung sifat tanah (teksture dan struktur) dan
karakteristik pengolahannya. Perkolasi atau resapan air kedalam tanah
merupakan penjenuhan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
tekstur tanah, permeabilitas tanah, tebal top soil, letak permukaan air tanah di
mana semakin tinggi letak muka air tanah semakin rendah perkolasinya.
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994) perkolasi dapat berlangsung secara
vertikal dan holizontal. Perkolasi yang berlangsung secara vertikal merupakan
kehilangan air ke lapisan tanah yang lebih dalam, sedangkan yang berlangsung
secara horisontal merupakan kehilangan air ke arah samping. Perkolasi ini
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas dan
tekstur tanah. Pada tanah bertekstur liat laju perkolasi mencapai 13 mm/hari,
pada tanah bertekstur pasir mencapai 26,9 mm/hari, pada tanah bertekstur
lempung berpasir laju perkolasi mencapai 3-6 mm/hari, pada tanah berekstur
lempung laju perkolasi mencapai 2-3 mm/hari, pada tanah lempung liat
mencapai 1-2 mm/hari.
3.6.4 Penguapan
Menurut Asdak (1995) evaporasi permukaan air terbuka adalah penguapan
permukaan air lebar tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang dan tidak
bergelombang, laju penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air
pada permukaan air, dan laju evaporasi sebanding dengan perbedaan tekanan
uap air antara permukaan air di atasnya. Faktor utama yang memengaruhi
evaporasi adalah kecepatan angin (v) di atas permukaan air, tekanan uap air pada
permukaan (e0) dan tekanan uap air pada permukaan air (ea).
Penguapan terjadi pada tiap keadaan suhu sampai udara di permukaan tanah
menjadi jenuh dengan uap air. Prinsip utama proses penguapan dikemukakan
oleh Dalton (dalam Raju, 1986) bahwa evaporasi merupakan fungsi dari
perbedaan tekanan uap di permukaan air dan di udara. Prinsip tersebut
dirumuskan sebagai berikut (Raju, 1986):
E = (es– ed) f(u)…..……………………………………………………(5)
Di mana E = Evaporasi, es = Tekanan uap jenuh pada suhu udara di permukaan
air, ed = Tekanan uap pada suhu titik embun dari udara, f(u) = Fungsi kecepatan
angin.
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari
permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa
percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari
panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu
hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien
seperti terlihat pada rumus di bawah ini (Triatmodjo B, 2008:69):
E = k x Ep ..............................................................................................(6)
Yang mana E = evaporasi dari badan air (mm/hari), k = koefisien panci (0,8),
EP = evaporasi dari panci (mm/hari).
Koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6
sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7.
(Triatmodjo B, 2008:70). Untuk menghitung besarnya kehilangan air akibat
penguapan pada saluran dapat menggunakan rumus di bawah ini (Soewarno,
2000):
Eloss = E x A .............................................................................................(7)
Yang mana Eloss = kehilangan air akibat evaporasi (mm3/hari), E = evaporasi
dari badan air (mm/hari), A = luas permukaan saluran (m2)
Bab 3 Kebutuhan Air Untuk Irigasi dan Efisiensi 39
Pada dasarnya, besarnya nilai evaporasi yang terjadi sangatlah kecil, sehingga
dapat dikatakan bahwa evaporasi hampir tidak ada pengaruhnya terhadap debit
saluran (Ditjen Pengairan DPU, 1986).
3.6.5 Infiltrasi
Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam
tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju
mata air, danau dan sungai, atau secara vertikal yang dikenal dengan perkolasi
(percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah
dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler (Triatmodjo, 2009). Air yang
mengalami infiltrasi itu pertama-tama diserap untuk meningkatkan kelembaban
tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air tanah melalui proses perkolasi
dan mengalir ke samping. Pada lahan yang datar, sekali menampung akan
menjadi jenuh, maka laju infiltrasi akan berkurang hingga pada suatu laju yang
ditentukan oleh permeabilitas lapisan di bawahnya. Sedangkan pada tanah yang
miring, karena air yang mengalami infiltrasi akan menghadapi tahanan yang
lebih besar untuk mengalir dalam arah vertikal, maka air tersebut akan dialihkan
dalam arah lateral ke dalam lapisan-lapisan tanah yang lebih permeabel. Berikut
adalah beberapa faktor yang memengaruhi infiltrasi (Suyono, 2006):
1. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang
jenuh
2. Kelembaban tanah
3. Pemampatan oleh curah hujan
4. Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus
5. Pemampatan oleh orang dan hewan
6. Struktur tanah
7. Tumbuh-tumbuhan
Kehilangan air akibat infiltrasi umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan
jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan infiltrasi hanya
dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
3.6.7 Sedimentasi
Data sedimen terutama diperlukan untuk perencanaan jaringan pengambilan di
sungai, kantong lumpur dan bangunan penggelontor sedimen pada lokasi
persilangan saluran dengan sungai. Bangunan pengambilan dan kantong lumpur
40 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
3.6.8 Longsoran
Menurut Linsley, dkk (1984), kemungkinan terjadinya longsoran pada lereng
saluran air selalu ada yang dapat mengakibatkan terganggunya efisiensi saluran.
Oleh karena itu, pemeriksaan atau penilaian terhadap lereng perlu dilakukan
untuk mengetahui apakah lereng tersebut longsor atau tidak.
4.1 Pendahuluan
Teknik irigasi dari masa-kemasa mengalami perkembangan yang sangat pesat
seiring dengan kemajuan teknologi dan keharusan dalam penyesuaian terhadap
perubahan iklim global. Ketersediaan sumber daya air di bumi yang semakin
sulit diprediksi serta kualitas yang semakin menurun telah menyebabkan
kegagalan proses produksi pertanian. Penggunaan teknik-teknik irigasi
khususnya teknik penyediaan, pemberiaan, pengaliran, pendistribusian dan
sistem pembuangan air yang baik menjadi sangat penting. Setiap areal irigasi
memiliki karakteristik berbeda sehingga membutuhkan penanganan yang
berbeda. Perbedaan karakter lahan irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti karakteristik iklim, tekstur tanah serta ketersediaan air irigasi.
Dalam menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu harus dilakukan survei
mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya, penyelidikan
jenis-jenis tanah pertanian, pembagian petak irigasi dan lain-lain untuk
menentukan jaringan irigasi, dimensi saluran dan kebutuhan air tanamannya.
Pada sistem irigasi teknik jaringan yang tersedia berupa jaringan pemberi dan
jaringan pembuang/drainase. Kedua jaringan tersebut letak dan fungsinya
42 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
bibit unggul, pemberian pupuk yang tepat serta pemberian air irigasi yang efektif
dan efisien. Pembangunan sarana dan prasarana irigasi dalam menunjang
penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air
di lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air
permukaan (sungai). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu
memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan
cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990). Kontribusi prasarana dan
sarana irigasi terhadap ketahanan pangan selama ini cukup besar yaitu sebanyak
84 persen produksi beras nasional bersumber dari daerah irigasi (Hasan, 2005).
Menurut Sudjarwadi (1990) sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan
yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan,
pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan
produksi pertanian.
Beberapa komponen dalam sistem irigasi di antaranya adalah:
1. Siklus hidrologi (iklim, air atmosfer, air permukaan, air bawah
permukaan).
2. Kondisi fisik dan kimiawi lahan (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan
kimiawi lahan).
3. Kondisi biologis tanaman.
4. Aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).
Pada kegiatan pembuatan sistem drainase ada dua kegiatan yang dilakukan,
yaitu mengatur tingkat kemiringan lahan (land grading) dan penghalusan
permukaan lahan (land smoothing). Land grading atau mengatur tahap
kemiringan lahan dan land smoothing atau penghalusan permukaan lahan
diperlukan pada areal lahan untuk menjamin kemiringan yang berkelanjutan
secara sistematis yang dibutuhkan dalam pembuatan saluran drainase
permukaan. Untuk mendapatkan efektivitas yang tinggi, pekerjaan land grading
harus dilakukan secara teliti, ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan
areal yang memiliki cekungan merupakan tempat aliran permukaan berkumpul
yang dapat merusak tanaman. Genangan air tersebut harus dibuang melalui
saluran pembuangan.
4. Topografi
Informasi yang diperlukan untuk menentukan arah saluran drainase
dan batas wilayah penampungnya. Pemetaan kontur di suatu daerah
pertanian perlu dilakukan pada skala 1:5000 atau 1:10.000 dengan
beda kontur 0.5 meter di daerah datar, dan beda kontur 1.0 meter pada
daerah curam. Pemetaan tersebut perlu mengacu pada suatu bench
mark di lapangan yang terdekat.
Bab 5
Kapasitas Saluran Irigasi dan
Drainase
Dalam perencanaan saluran irigasi yang perlu dianalisis antara lain analisis
Curah Hujan, Evapotranspirasi, Debit Rencana, Kebutuhan Air di Sawah,
Efisiensi (Ef), Rotasi Teknis, data Sedimen, Kapasitas Saluran Tanah, dan
Perencanaan Saluran Gendong.
5.1.2 Evapotranspirasi
Analisis mengenai evaporasi diperlukan untuk menentukan besarnya
evapotranspirasi tanaman yang akan dipakai untuk menghitung kebutuhan air
irigasi, jika perlu untuk studi neraca air di daerah aliran sungai. Studi ini
mungkin dilakukan bila tidak tersedia data aliran dalam jumlah yang cukup.
Data-data iklim yang diperlukan untuk perhitungan ini antara lain temperatur
(harian maksimum minimum dan rata-rata), Kelembaban relatif, sinar matahari
(lamanya dalam sehari), angin (kecepatan dan arah), evaporasi (catatan harian).
Metode pengukuran evapotranspirasi adalah Jumlah rata-rata 10 harian atau 30
harian, untuk setiap tengah bulanan atau mingguan.
Data-data klimatologi tersebut merupakan standar bagi stasiun-stasiun
agrometerologi. Jangka waktu pencatatan untuk keperluan analisis yang cukup
tepat dan andal adalah sekitar sepuluh tahun.
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 57
𝐶,𝑁𝐹𝑅 .𝐴
𝑄= (5.1)
𝐸𝑓
Di mana:
Q = Debit rencana, m3/dt
C = Koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan
NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah, ltr/dt/ha
A = Luas daerah yang diairi, ha
Ef = Efisiensi irigasi secara keseluruhan.
Jika air yang dialirkan oleh jaringan juga untuk keperluan selain irigasi, maka
debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan
itu, dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran. Kebutuhan air lain selain
untuk irigasi yaitu kebutuhan air untuk tambak atau kolam, industri maupun air
minum yang diambil dari saluran irigasi.
Metode perhitungan kebutuhan air di sawah yang secara lebih tepat memberikan
kapasitas bangunan sadap tersier jika dipakai bersama-sama dengan angka-
angka efisiensi di tingkat tersier. Pengurangan kapasitas saluran yang harus
mengairi areal seluas lebih dari 142 ha, sekarang digabungkan dalam efisiensi
pengaliran. Pengurangan kapasitas yang diasumsikan oleh Lengkung Tegal
adalah 20% untuk areal yang ditanami tebu dan 5% untuk daerah yang tidak
ditanami tebu. Persentase pengurangan ini dapat dicapai jika saluran mengairi
daerah seluas 710 ha atau lebih. Untuk areal seluas antara 710 ha dan 142 ha
koefisien pengurangan akan turun secara linier sampai 0.
Angka kehilangan di jaringan irigasi perlu didukung dengan hasil penelitian dan
penyelidikan, dengan alternatif sebagai berikut:
1. Memakai angka penelitian kehilangan air irigasi didaerah irigasi lain
yang mempunyai karakteristik yang sejenis.
2. Angka kehilangan air irigasi praktis yang sudah diterapkan pada
daerah irigasi terdekat
Petak Sekunder SOR (kebutuhan air di bangunan sadap sekunder lt/dt atau m3/dt
1
% 𝑇𝑂𝑇 𝑥
𝑐3
Petak Primer MOR (kebutuhan air di bangunan sadap primer lt/dt atau m3/dt
1
% 𝑇𝑂𝑅 𝑚𝑐 𝑥
𝐸𝑓𝑝
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus
dibagi menjadi tiga atau empat golongan dan tidak lebih dari lima atau enam
golongan. Dengan sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi jaringan
irigasi. Lagi pula usaha pengurangan debit puncak mengharuskan
diperkenalkannya sistem rotasi. Untuk proyek irigasi tertentu yang mencakup
daerah yang bisa diairi seluas 10.000 ha dan mengambil air langsung dari
sungai, tidak ada pengurangan debit rencana (koefisien pengurangan C = 1).
Pada jaringan yang telah ada, faktor pengurangan C < 1 mungkin dipakai sesuai
dengan pengalaman O & P. (KP - 01, Lampiran 2)
mm) ke dalam jaringan saluran. Pada ruas saluran kantong lumpur ini sedimen
diijinkan mengendap dan dikuras melewati pintu secara periodik.
Untuk perencanaan saluran irigasi yang mantap kita harus mengetahui
konsentrasi sedimen dan pembagian (distribusi) ukuran butirnya. Data-data ini
akan menentukan faktor-faktor untuk perencanaan kemiringan saluran dan
potongan melintang yang lebih baik, di mana sedimentasi dan erosi harus tetap
berimbang dan terbatas. Faktor yang menyulitkan mengendapkan sedimen di
kantong lumpur adalah keanekaragaman dalam hal waktu dan jumlah sedimen
di sungai. Selama aliran rendah konsentrasi kandungan sedimen kecil, dan
selama debit puncak konsentrasi kandungan sedimen meninggi. Perubahan-
perubahan ini tidak dihubungkan dengan variasi dalam kebutuhan air irigasi.
Pola yang dominan tidak dapat diramalkan. Data sedimen di sungai hampir tidak
tersedia, atau hanya meliputi data - data hasil pengamatan yang diadakan secara
insidentil. Selanjutnya pemilihan kondisi rencana hanya merupakan taksiran
dari kondisi yang sebenarnya.
Cara pengambilan sedimen melayang (Qs) di sungai dengan cara integrasi
kedalaman berdasarkan pembagian debit sesuai SNI 3414 – 2008. Untuk
memperoleh distribusi butir dari sedimen melayang dalam air dengan
menggunakan metode gravimetri sesuai Sk SNI–M-31-1991-03. Apabila
volume sedimen setahun dibagi luas dasar seluruh saluran max 0,5 % dari
kedalaman air maka tidak dibutuhkan kantong lumpur. Untuk keperluan
perhitungan tersebut diperlukan penyelidikan terhadap sedimen di sungai, jika
hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat diasumsikan jumlah sedimen sebesar
0,5 % dari volume air yang masuk. Jika karena keterbatasan waktu dan biaya
sehingga tidak dapat dilakukan penyelidikan terhadap sedimen maka
diasumsikan batas endapan yang ditangkap diperbesar menjadi (0,088) mm
(ayakan no. 140) yaitu batas silt dan pasir halus, dengan syarat di saluran harus
dilengkapi dengan sedimen excluder yang kemudian dibuang lagi ke sungai
yang bersilangan dengan saluran.
𝑃 = @𝑏 + 2ℎB1 + 𝑚5 C
𝑄 = 𝑉 𝑥 𝐴 (5.3)
𝑏 = 𝑛 𝑥 ℎ
Di mana:
Q = debit saluran (m3 /dt)
v = kecepatan aliran (m/dt)
A = Luas penampang (m2 )
R = jari – jari hidrolis (m)
P = keliling basah (m)
b = lebar dasar (m)
h = tinggi air (m)
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekasaran Stickler (m1/3/dt)
m = kemiringan talut (1 vertikal: m horizontal)
64 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Debit Rencana k
1/3
m3/dt. m /dt
Q > 10 45.0
5 < Q < 10 42.5
1<Q<5 40.0
Q < 1 dan saluran tersier 35.0
5.2.3 Sedimentasi
Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan
menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang
diizinkan (0,088 mm). Secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai
hubungan antara karakteristik aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan
saluran irigasi yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yang terbaik
adalah menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit masing-
masing ruas saluran di sebelah hilir setidak-tidaknya konstan.
Berdasarkan rumus angkutan sedimen Einstein-Brown dan Englund Hansen,
maka kriteria ini akan mengacu kepada I√h yang konstan (KP-03, Lampiran 1).
Karena rumus-rumus ini dihubungkan dengan saluran yang relatif lebar,
dianjurkan agar harga I√h bertambah besar ke arah hilir guna mengkompensasi
pengaruh yang ditimbulkan oleh kemiringan talut saluran. Ini menghasilkan
kriteria bahwa I√R adalah konstan atau makin besar ke arah hilir. Kecuali pada
saluran bagian hulu bangunan pengeluaran sedimen (sediment excluder).
66 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
5.2.4 Erosi
Erosi di permukaan saluran tidak akan terjadi jika kecepatan maksimum yang
diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum. Konsep itu didasarkan
pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA - SCS,
Design of Open Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit saja data
lapangan seperti klasifikasi tanah (Unified System), indeks plastisitas dan angka
pori.
Kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah:
1. Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran lurus dengan ketinggian
air 1 m (Gambar 5.2) Vb = 0,6 m/dt. untuk harga – harga PI yang lebih
rendah dari 10.
2. Penentuan faktor koreksi pada Vb untuk lengkung saluran, berbagai
ketinggian air dan angka pori (Gambar 5.3.)
Bab 5 Kapasitas Saluran Irigasi dan Drainase 67
Jalan inspeksi terletak ditepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap
dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan.
Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih, dengan lebar
perkerasan sekurang-kurangnya 3,0 meter. Untuk stabilitas tanggul, lebar
tanggul yang disajikan pada Tabel 5.7
Tabel 5.7 Lebar Minimum Tanggul (Kriteria Perencanaan Saluran,2013)
Debit Rencana (Q) Tanpa Jalan Inspeksi Dengan Jalan Inspeksi
(m3/dt) (m) (m)
Q<1 1.00 3.00
1<Q<5 1.50 5.00
5 < Q < 10 2.00 5.00
10 < Q < 15 3.50 5.00
Q > 15 3.50 ~ 5.00
kemiringan tanggul. Pada saluran galian, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis
tanah asli, kemiringan galian dan tinggi galian.
Pada kasus di mana bahan timbunan untuk tanggul saluran diambil dari galian
tanah disekitar saluran, maka galian tanah harus terletak diluar garis sempadan
saluran.
1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul
a. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul sebagaimana tercantum
dalam Gambar 3-6 ini jaraknya diukur dari tepi luar parit drainase di
kanan dan kiri saluran irigasi.
b. Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman
saluran irigasi
c. Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurang dari satu
meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
perlu dibuat saluran drainase yang sejajar saluran irigasi tersebut untuk
membuang aliran run off tersebut ke saluran alam yang terdekat.
Besar aliran di saluran gendong direncanakan pada puncak aliran yang dihitung
seperti metode saluran irigasi. Menurut Pedoman Hidrolis DPMA (1984)
standar kapasitas saluran ditentukan sebagai berikut:
1. Menggunakan debit minimum 1,00 m3 /dt sampai 2,00 m3/dt dengan
kenaikan 0,25 m3/dt.
2. Melebihi 2,00 m3/dt menggunakan kenaikan 0,5 m3/dt
6.1 Pendahuluan
Sebagai sebuah infrastruktur, irigasi bekerja dalam jaringan dengan keterkaitan
yang cukup kompleks dari semua komponen-komponennya. Keterkaitan antara
setiap komponen sesungguhnya tidak begitu rumit untuk dijabarkan; yakni
dipengaruhi oleh sifat alami air yang menjadi objek utama infrastruktur irigasi.
Secara alami, air akan mengalir mengikuti gaya gravitasi mencari titik atau
elevasi terendah di permukaan bumi. Sejak infrastruktur pertama dibangun pada
awal peradaban, sifat alami air inilah yang menjadi objek rekayasa (Reddy,
2010) Garis pengaliran air secara vertikal direkayasa sedemikian rupa agar
diakhir energi pengalirannya dapat mencapai titik terjauh yang ingin dilayani
oleh saluran irigasi.
Perencanaan jaringan irigasi mempertimbangkan ketersediaan air yang dipasok
oleh sumber air, jarak tempuh air termasuk luas wilayah yang dialiri serta kontur
geografis daerah pertanian yang akan diairi. Jaringan irigasi adalah saluran,
bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang
diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan
pembuangan air irigasi. Jaringan irigasi terdiri dari jaringan irigasi primer,
jaringan irigasi sekunder, dan jaringan irigasi tersier.
80 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Jika ditinjau dari metode kompleksitas pengaturannya, bila ditinjau dari cara
pengaturan, cara pengukuran aliran air dan fasilitasnya, maka jaringan irigasi
dapat dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu:
1. Jaringan irigasi sederhana / tradisional
Pada jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur
sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Persediaan air
berlimpah dan kemiringan saluran berkisar antara sedang dan curam.
2. Jaringan irigasi semi teknis / semi intensif
Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungannya terletak di
sungai lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur
di bagian hilirnya. Beberapa bangunan permanen sudah dibangun di
jaringan saluran. Sistem pembagian air serupa dengan jaringan irigasi
sederhana. Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi
daerah yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan irigasi
sederhana.
Secara singkat, klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1: Klasifikasi Jaringan Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan
Bangunan Bangunan Bangunan
1. Permanen atau
Utama Permanen Sederhana
Semi Permanen
Kemampuan
Bangunan
2. Dalam Baik Sedang Jelek
Mengukur dan
Mengatur Debit
Saluran Irigasi
Saluran Irigasi dan pembuang
Jaringan Saluran Irigasi dan
3. dan Pembuang tidak
Saluran Pembuang Jadi Satu
terpisah Sepenuhnya
Terpisah
Belum
Dikembangkan Belum ada jaringan
Dikembangkan
4. Petak Tersier atau densitas terpisah yang
seluruhnya
bangunan dikembangkan
tersier jarang
Efisiensi secara
5. 50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %
keseluruhan
Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lebih kecil dari 1.000 ha
dalam satu kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota. Garis sempadan
jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota, daerah irigasi dengan
luasan 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha ditetapkan oleh gubernur dengan
memperhatikan rekomendasi bupati/walikota. Garis sempadan jaringan irigasi
pada daerah irigasi lintas negara, lintas provinsi, strategis nasional, dan daerah
irigasi dengan luasan lebih dari 3.000 ha ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan
Umum dikoordinasikan dengan gubernur terkait dengan memperhatikan
88 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
e. Komisi irigasi.
7.1 Pendahuluan
Bab ini membahas berbagai kebutuhan air berbagai tanaman dalam lahan
pertanian yang membutuhkan air dari sumber Irigasi, selanjutnya disebut
’kebutuhan air tanaman irigasi”. Secara garis besar kebutuhan air tanaman yang
dimaksud terdiri atas tanaman padi di sawah dan tanaman ladang dan tebu,
defenisi praktis mengenai kebutuhan air tanaman, irigasi, faktor yang
memengaruhi kebutuhan air, serta cara menghitung kebutuhan air tanaman.
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada
suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal sehingga
perhitungan kebutuhan air tanaman merupakan faktor penentu dalam mendesain
bangunan dan saluran irigasi di suatu lahan Pertanian. Kebutuhan air irigasi
adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan
jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Kebutuhan air untuk pengolahan tanah ini
92 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
dapat berasal dari air hujan atau air irigasi. Biasanya kebutuhan air pengolahan
tanah untuk tanaman musim penghujan lebih besar dari pada untuk tanaman
musim gadu. Upaya yang dilakukan untuk mengairi lahan pertanian dikenal
dengan istilah Irigasi. Pada dasarnya irigasi dilakukan dengan cara mengalirkan
air dari sumbernya (danau/ sungai) menuju lahan pertanian, pemberian air yang
dibutuhkan tanaman pada waktu, volume dan interval yang tepat (Haryati, 2014)
Kebutuhan air pertanian/irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk
tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui
hujan dan kontribusi air tanah (Hadihardjaja dkk,1997). Tebal air yang
dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi
suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal yang luas, pada tanah yang menjamin
cukup lengas tanah, kesuburan tanah dan lingkungan hidup tanah yang cukup
baik.
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah hasil penelitian di beberapa tempat
sebagai berikut:
1. Di Malaysia diperlukan 200 mm selama 45 hari pengolahan tanah.
2. Di Filipina diperlukan (300 – 675) mm untuk tanah ringan sampai
tanah berat selama periode 45-55 hari.
3. Di Jepang diperlukan 300 mm selama periode pengolahan tanah 10
hari (Wicknam 1974).
4. Di daerah Pemali Comal Indonesia diperlukan sekitar 10 mm tiap hari
atau ± 1,12 l/dt/ha selama jangka waktu 26 hari (Darjadi – Partowijoto
1974).
5. Di daerah Pekalen Sumpean diperlukan sekitar (8,67 – 9,66) mm/hari
atau 1,01 l/dt/ha dalam jangka waktu 29 hari (Sardjono dan Jumhana
1976).
Keterangan:
a. Re = Curah hujan efektif (mm)
b. R80 = Curah hujan probabilitas 80% (mm)
c. R50 = Curah hujan probabilitas 50% (mm)
3. Pola tanam
Pola tanam merupakan bagian atau sub sistem dari sistem budidaya
tanaman dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk
menghindari risiko kegagalan. Pola tanam adalah usaha penanaman
monokultur atau polikultur tanaman pada se bidang lahan dengan
mengatur susunan tata letak, urutan tanaman, pengolahan tanah dan
masa tidak ditanami selama periode waktu tertentu. Pertanian
monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis,
misalnya padi saja atau jagung saja dengan tujuan untuk meningkatkan
hasil pertanian. Sedangkan pola tanam polikultur adalah pola pertanian
dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang tersusun
dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik.
4. Koefisien tanaman
Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air tanaman
diberikan oleh koefisien tanaman yang menghubungkan
evapotranspirasi dengan evapotranspirasi tanaman. (Nurdin, 2015)
untuk penyiapan lahan adalah 1,5 bulan untuk petak tersier, jika
penyiapan lahan dengan peralatan mesin dipertimbangkan 1 bulan
Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) 200 mm.
meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah; pada
awal transplantasi akan ditambahkan lapisan air 50 mm lagi. Angka
200 mm untuk tanah bertekstur berat, jika lahan itu belum berair (tidak
ditanami) selama lebih dari 2,5 bulan. Maka dibiarkan berair lebih
lama lagi, kebutuhan air untuk penyiapan lahan 250 mm termasuk
kebutuhan air untuk persemaian.
7. Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang diberikan
dikurangi kehilangan air dengan jumlah yang diberikan. Efisiensi pada
penampungan adalah perbandingan antara banyaknya air yang
tertampung oleh zone perakaran terhadap besarnya tambahan
kebutuhan air yang tertampung oleh zone perakaran terhadap besarnya
tambahan kebutuhan air di zone akar tanaman. (Fitria, 2013) Efisiensi
irigasi secara umum mempunyai pengertian sebagai perbandingan
antara jumlah air yang masuk ke dalam lahan pertanian dengan jumlah
yang keluar dari pintu pengambilan yang dinyatakan dengan % .
Ei=Es/100 Ec/100 Ea/100=(We+Wi- Re)/Wi x 100% (7.4)
Di mana:
Ei = Efisiensi irigasi
Es = Efisiensi penampungan
Ea = Efisiensi pemakaian
Wet = Volume air yang diperlukan
Re = Curah hujan efektif
Wi = Volume air yang diberikan pada saluran
Efisiensi yaitu ketepatan cara dalam menjalankan kedayagunaan
kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat. Efisiensi dalam
saluran irigasi dibagi menjadi tiga,yaitu efisiensi tempat
penampungan,efisiensi saluran dan efisiensi pemakaian. Setiap
penggunaan saluran irigasi akan memperhitungkan kedayagunaan
saluran tersebut. karena air yang dialirkan pada daerah irigasi akan
tepat guna atau sampai ke sawah tanpa adanya kendala-kendala dan
Bab 7 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Palawija, Tebu, Sayuran, Rumput 99
Is + Re + Ig = S + ET + P + O.S. (7.5)
Is = air irigasi yang dimasukkan ke petakan sawah
Re = curah hujan efektif
Ig = air rembesan dari petak lain
S = air yang tersedia dalam tanah atau di permukaan tanah yaitu
air untuk penjenuhan tanah dan penggenangan.
ET = evapotranspirasi
P = perkolasi baik perkolasi vertical ke bawah maupun perkolasi
ke samping
OS = air yang keluar dari petak sawah
Tabel 7.4: Hasil percobaan kebutuhan air tanaman padi di daerah (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi)
Tabel 7.6: Perbandingan pemberian air tersebut di dasarkan tiga jenis tanaman
padi sawah, tebu dan palawija di beberapa daerah
dalam bentuk irigasi alur (furrow irrigation), irigasi tetes (drip irrigation) dan
irigasi pancar (sprinkler irrigation) (Dewi, Setiawan and Waspodo, 2017)
Kebutuhan air irigasi tanaman di fase vegetatif terus mengalami peningkatan
kebutuhan air, hal ini dikarenakan tanaman membutuhkan air sangat banyak
pada saat tanaman berada pada fase vegetatif, yang mana pada saat fase vegetatif
tanaman akan intensif pada pertumbuhan akar, batang dan daun yang
mengakibatkan air yang dikonsumsi oleh tanaman lebih besar (Putra, Tika and
Gunadnya, 2019).
Tabel 7.7: Kebutuhan Air Tanaman beberapa sayuran
Jenis Waktu Kebutuhan Air
Tanaman
Tomat masa pertumbuhan 400 - 600 mm
Kentang masa pertumbuhan 500-700 mm
Cabai Fase vegetative 200 ml/hari/tanaman
fase generative 400 ml/hari/tanaman.
kebutuhan air tertinggi berada pada saat tanaman cabai rawit
berumur 75 hari setelah tanam
8.1 Pendahuluan
Salah satu sumber daya alam yang sangat penting dan dibutuhkan oleh semua
makhluk hidup untuk keberlangsungan hidupnya di bumi ini adalah air. Selain
itu, air juga diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada bidang
perindustrian, bidang pertanian dan perikanan, kegiatan usaha lainnya. Dewasa
ini kecenderungan kebutuhan akan air semakin tinggi, kenyataan ini tidak dapat
kita pungkiri mengingat saat ini jumlah penduduk meningkat, peningkatan
tingkat sosial ekonomi masyarakat, dan pola kebiasaan hidup di masyarakat
yang telah berubah. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat berusaha untuk
mendapatkan air dengan cara mudah dengan mengeluarkan biaya yang rendah.
Kebutuhan air irigasi atau lazimnya dikenal dengan kebutuhan air di
persawahan merupakan proses pemanfaatan air masyarakat khususnya di
bidang pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan. Ada 2 (dua)
macam penggolongan asal air yang sering dimanfaatkan yaitu (a) Air yang
mengalir pada alur dan air yang tertahan pada cekungan tanah di golongkan
106 Sistem Irigasi an Bangunan Air
dalam sumber air permukaan, dan (b) Air yang keluar dari dalam tanah
digolongkan dalam sumber bawah tanah. Di Indonesia, air yang dipakai untuk
irigasi banyak diambil dari air yang mengalir pada alur yang berupa sungai.
Lebih lengkapnya asal air untuk irigasi dapat dilihat pada gambar 8.1.
Gambar 8.1: Asal Air Untuk Irigasi (Ansori, Edijatno and Soesanto, 2018)
Dalam memenuhi kebutuhan air khususnya untuk kebutuhan air di persawahan
diperlukan suatu sistem irigasi dan tata pengelolaan yang baik. Tujuan dari
pembuatan irigasi adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan air yang tersedia
secara efektif dan seefisien mungkin agar produktivitas hasil pertanian
meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Namun saat ini, masyarakat dalam
memanfaatkan air untuk mengairi sawah sering terjadi pemborosan dalam
pemakaian dan pemanfaatannya sehingga diperlukan suatu upaya untuk
menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air melalui
pengembangan, pelestarian, perbaikan dan perlindungan.
Dalam beberapa tinjauan literatur, pemberian air irigasi (irrigation system) lebih
mengacu sistem yang telah dikembangkan di negara-negara maju, antara lain:
surface system, sprinkler system, trickle system, pump system, dan pipeline
system. Untuk di Indonesia sendiri, saat ini masih mengacu pada sistem
peninggalan/warisan dari zaman nenek moyang yaitu sistem konvensional.
Ada beberapa dalam penetapan kesatuan penggunaan air untuk pertumbuhan
tanaman (Bardan, 2014) di antaranya:
1. Banyaknya air yang dibutuhkan sama dengan tinggi muka air yang
dibutuhkan dikalikan dengan luas areal lahannya.
2. Air yang dibutuhkan untuk luasan tanaman selama masa pertumbuhan
dinyatakan dalam A m3 perhektar.
3. Air yang diperlukan dinyatakan dalam satuan tiap waktu-waktu
tertentu untuk satuan luas (liter/detik/hektar).
4. Penentuan luas areal irigasi yang dapat ditanami dinyatakan dalam
jumlah dan waktu (duty of water). Cara ini lebih banyak digunakan di
Amerika, India, dan Mesir, namun untuk di Indonesia kurang lazim
digunakan (Bardan, 2014).
Dalam manajemen pemberian air irigasi, perlu di cari dan dipilih cara yang
terbaik untuk dapat menghemat penggunaan air dan tujuan utama dari
pembuatan irigasi ini dapat tercapai.
108 Sistem Irigasi an Bangunan Air
Cara pemberian air di saluran tersier atau saluran utama dengan interval waktu
tertentu bila debit yang tersedia kurang dari faktor K. Faktor K ini merupakan
perbandingan antara debit yang tersedia di intake dengan debit yang dibutuhkan
di sawah. Jika persediaan air cukup maka faktor K sama dengan satu (K = 1)
sehingga pembagian dan pemberian air sama dengan rencana pembagian dan
pemberian airnya sedangkan jika persediaan air kurang maka faktor K kecil dari
satu (K < 1), cara pemberian airnya lebih ditekankan pada pemenuhan
kebutuhan air irigasi untuk beberapa petak sawah saja (Kunaifi, 2010).
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 109
Gambar 8.2: Sistem Tata Nama Petak Tersier dan Sub Tersier (Kementerian
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan
Rawa, 2013)
Sumber air yang ada terkadang tidak selalu dapat menyediakan air irigasi sesuai
dengan dibutuhkan, sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik,
agar air yang tersedia dapat terbagi dan digunakan secara merata dan seadil-
adilnya. Kebutuhan air puncak untuk suatu petak tersier adalah Qmaks, yang
diperoleh dalam perencanaan sistem dan jaringan irigasi. Besarnya debit yang
tersedia di areal irigasi tidak tetap, semuanya tergantung pada sumber dan luas
areal tanaman. Kadang kala dalam pengaplikasian di lapangan, ada daerah-
daerah yang kondisi airnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman
dengan pemberian air secara terus menerus dan serentak, maka pemberian air
tanaman dilakukan secara bergiliran atau rotasi. Dalam kondisi musim kemarau
atau di mana keadaan air mengalami kritis atau kekurangan, maka pemberian
air untuk tanaman dapat diberikan/diprioritaskan kepada tanaman yang telah
direncanakan.
Dalam sistem pemberian air secara bergiliran, areal sawah dibagi menjadi
golongan-golongan dan permulaan awal tanam biasanya dilakukan tidak
serentak, tetapi bergiliran menurut jadwal yang telah ditentukan, dengan
maksud agar penggunaan air dapat lebih efektif dan efisien.
Keuntungan yang bisa diperoleh dari sistem golongan atau secara giliran adalah:
1. Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.
2. Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal
waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan).
Penyelesaian:
a. Cara Pemberian I (Pemberian air secara serentak dan terus menerus
dilakukan jika Q ≥ 65% Qmaks, namun jika Q < 65% Qmaks maka perlu
dilakukan rotasi atau golongan). Maka kebutuhan debit puncak
maksimum (diasumsikan pemberian air sebanyak Q = 100% Qmaks)
adalah:
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 113
b. Cara Pemberian II (Bila 65% Qmaks > Q ≥ 30% Qmaks maka dilakukan 2
pintu petak sub tersier di buka, 1 pintu petak sub tersier di tutup).
Kebutuhan debit bila diberikan:
Q = 65% Qmaks
!"
= × 130,20
#$$
= 84,63 liter/detik
= 41,23 liter/detik
/$,$$
Petak sub tersier S2 = (#+,$ . /$,$)
× 84,63
= 43,40 liter/detik
• Rotasi II
Pintu petak sub tersier S1 + S3 di buka
Luas petak sub tersier S1 + S3 = 37,0 hektar
114 Sistem Irigasi an Bangunan Air
#+,$
Petak sub tersier S1 = × 84,63
(#+,$ . #4,$)
= 43,46 liter/detik
#4,$
Petak sub tersier S3 = × 84,63
(#+,$ . #4,$)
= 41,17 liter/detik
• Rotasi III
Pintu petak sub tersier S2 + S3 di buka
Luas petak sub tersier S2 + S3 = 38,0 hektar
/$,$
Petak sub tersier S2 = (/$,$ . #4,$)
× 84,63
= 44,54 liter/detik
#4,$
Petak sub tersier S3 = × 84,63
(/$,$ . #4,$)
= 40,09 liter/detik
c. Cara Pemberian III (Bila Q < 30% Qmaks maka yang perlu dilakukan 1
pintu petak sub tersier di buka, 2 pintu sub tersier di tutup).
Kebutuhan debit bila diberikan:
Q = 30% Qmaks
5$
= #$$
× 130,20
= 39,06 liter/detik
Cara pemberian III ini diberikan secara bergiliran untuk mengairi satu
persatu petak sub tersier. Lamanya giliran didasarkan sesuai dengan
perhitungan jam rotasinya.
Untuk hasil perhitungan kebutuhan debit puncak selengkapnya disajikan ke
dalam tabel 8.2.
Tabel 8.2: Kebutuhan Debit Puncak Petak Sub Tersier
Petak Luasan Debit Debit
Sub Petak (liter/detik) Rencana
Tersier (hektar) 100% 65% 30% (liter/detik)
S1 19 hektar 43,32 43,46 39,06 43,46
S2 20 hektar 48,00 44,54 39,06 48,00
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 115
Contoh Soal 2:
Dengan menggunakan data luasan daerah layanan irigasi contoh soal No. 1,
hitunglah kebutuhan jam rotasi dengan berbagai alternatif solusi.
Penyelesaian:
a. Solusi I (Rotasi I)
Semua petak sub tersier S1, S2, dan S3 mendapatkan air secara serentak
dan terus menerus (ketersediaan air melimpah).
Dari perhitungan di atas, lalu hasilnya ditampilkan seperti pada tabel 8.3.
Tabel 8.3: Lama Pemberian Air
Solusi I Solusi II Solusi III
(Rotasi I) (Rotasi II) (Rotasi III)
HARI Petak Petak Petak
Jam yang di Jam yang di Jam yang di
airi airi airi
Senin 10.30 10.30 10.30
Petak Sub
Selasa Tersier
Petak Sub S1
Petak Sub
Rabu Tersier 18.30
Tersier
S1 + S2 + Petak Sub
Kamis S1 + S2
S3 Tersier
Jum’at
S2
Sabtu 05.30 05.30
Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan dan Rotasi 117
Petak Sub
Minggu Tersier
Petak Sub
S3
Senin Tersier 10.30
S1 + S3 Petak Sub
Selasa Tersier
S1
Rabu 18.30 18.30
Petak Sub
Kamis
Tersier
Jum’at Petak Sub
S2
Tersier
05.30
S2 + S3 Petak Sub
Minggu Tersier
S3
Senin 10.30 10.30 10.30
118 Sistem Irigasi an Bangunan Air
Bab 9
Desain Kapasitas Tampang
Saluran Irigasi
9.1 Pendahuluan
Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja membicarakan dan
menjelaskan metode-metode dan usaha yang berhubungan dengan pengambilan
air dari bermacam-macam sumber, menampungnya dalam suatu waduk atau
menaikkan elevasi permukaannya, serta menyalurkan serta membagi-
bagikannya ke bidang-bidang tanah Irigasi adalah segala usaha manusia yang
berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan sarana untuk menyalurkan
serta membagi air ke bidang-bidang tanah pertanian secara teratur, serta
membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi yang akan diolah, tapi juga
mencakup masalah-masalah pengendalian banjir, sungai dan segala usaha yang
berhubungan dengan pemeliharaan dan pengamanan sungai untuk keperluan
pertanian.
Tidak semua daerah yang terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan
memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah pertanian di
mana terdapat satu atau kombinasi dari keadaan-keadaan berikut:
120 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Tujuan irigasi secara langsung maupun tidak langsung untuk pertanian adalah
sebagai berikut:
1. Membasahi tanah. Dengan membasahi tanah dimaksudkan agar:
a. Tanah menjadi lunak sehingga mudah diolah.
b. Zat-zat makanan dalam tanah yang diperlukan tanaman dapat larut
sehingga mudah diserap oleh akar tanaman.
c. Mencukupi lengas lapang dari tanah agar tetap dalam prosentase
yang diperlukan tanaman untuk tumbuh terutama pada musim
kering.
d. Merabuk atau menambah kesuburan tanah.
e. Mengatur suhu tanah.
f. Memberantas hama.
g. Membersihkan tanah.
h. Mempertinggi muka air tanah
2. Kolmatasi, yaitu peninggian muka tanah dengan mengendapkan
lumpur dari air irigasi sehingga dengan demikian diperoleh suatu
lapisan permukaan tanah yang subur.
Dalam konteks standarisasi ini, hanya jaringan irigasi teknis saja yang ditinjau.
Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok dipraktikkan disebagian proyek irigasi
di Indonesia. Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya 4 unsur
fungsional pokok, yaitu:
122 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Pada jaringan irigasi juga terdapat beberapa bangunan, yang terdiri atas:
1. Bangunan bagi adalah bangunan yang membagi air dari saluran induk
maupun sekunder sesuai jumlah air yang dibutuhkan dalam setiap
petak sekunder.
2. Bangunan bagi sadap adalah bangunan yang membagi air dari saluran-
saluran sekunder dan saluran induk, di mana terdapat bangunan sadap
untuk satu atau lebih petak tersier.
3. Bangunan sadap adalah bangunan yang membagi air dari saluran
sekunder ke saluran tersier sesuai jumlah air yang dibutuhkan.
126 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Apabila
kondisi topografi memungkinkan, petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau
segi empat. Hal ini akan memudahkan dalam pengaturan tata letak dan
perabagian air yang efisien. Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan
saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier
yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama,
karena akan memerlukan saluran muka tersier yang membatasi petak-petak
tersier lainnya.
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari
bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak
sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran
drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi
topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak
pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai
saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan
sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng lereng medan yang lebih
rendah.
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air
dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari
saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi
daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran
primer.
Purwanto and Ikhsan, J. (2018) ‘Analisis Kebutuhan Air Irigasi pada Daerah
Irigasi Bendung Mrican1’, Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 9(1), pp. 83–
93. Available at: http://journal.umy.ac.id/index.php/st/article/view/892.
Putra, I. M. S. A., Tika, I. W. and Gunadnya, I. B. P. (2019) ‘Kebutuhan Air
Irigasi pada Budidaya Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)
dengan Sistem Polybag yang Menggunakan Berbagai Jenis Media
Tanam’, Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 7(2), p. 302. doi:
10.24843/jbeta.2019.v07.i02.p11.
Reddy, R.N. (Ed.), (2010). Irrigation engineering. Gene-Tech Books, New
Delhi.
Ritzema, H.P., Kselik, R.A.L., Chanduvi F. (1996) “Drainage of Irrigated
Lands. Irrigation Water Management,” Training Manual No 9. FAO,
Rome, Italy
Said, N.I. 2002. Kualitas Air Minum dan Dampaknya Terhadap Kesehatan.
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
Saidah, H., Sulistyono, H., Budianto, M.B., (2020). KALIBRASI
PERSAMAAN THORNTHWAITE DAN EVAPORASI PANCI
UNTUK MEMPREDIKSI EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL
PADA DAERAH DENGAN DATA CUACA TERBATAS. Jurnal Sains
Teknologi dan Lingkungan 6.
Santosh Kumar Garg, (1978)., Irrigation Engineering and Hydraulic Structures,
Khanna Publisher, New Delhi.
Sapei A. (2017) ”Drainase Lahan Pertanian,” Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, IPB
Sidharta, S. K. (1997) Irigasi dan Bangunan Air. Jakarta: Penerbit
GUNADARMA.
Soediono, Budi. (1989). Sifat Fisik Tanah Dan Kemampuan Tanah Meresapkan
Air Pada Lahan Hutan, Sawah, Dan Permukiman. Journal of Chemical
Information and Modeling 53(29): 160
Song, Nio Dan Banyo, Yunia. (2011). Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai
Indikator Kekurangan Air Pada Tanaman. Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No.
2. Hal 169-170.
Daftar Pustaka 141
I Wayan Yasa
Lahir di Bali, pada 18 September 1968. Pendidikan
Dasar dan Menengah diselesaikan di Bali.
Menempuh jenjang pendidikan S1 di Fakultas
Teknik Universitas Mataram, S2 di Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada dan S3 di Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya. Dari Tahun 1995 sampai
sekarang adalah staf pengajar di Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Unram. Jabatan yang pernah
diduduki yaitu: Tahun 1996 – 1998 sebagai Ketua
Program Studi Teknik Sipil, Tahun 2011-2015 sebagai Kepala Laboratorium
Hidraulika dan Pantai dan Tahun 2019-Sekarang sebagai Sekretaris Program
Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram.
Nenny
Lahir di Makassar, pada 16 Maret 1968. Anak dari
pasangan Abd. Karim (ayah) dan Hj. Kursiah (ibu).
Dosen program studi Teknik Pengairan, Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Jenjang pendidikan Formal (SD, SMP, SMA) dan
melanjutkan ke PerguruanTinggi (S1,S2 dan S3)
ditempuh di Makassar. Bekerja sebagai staf pengajar
pada Program Studi Teknik Pengairan Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar pada
tahun 1997 sampai sekarang. Menjabat sebagai
Pembantu Dekan II, 2 (dua) periode, yaitu pada
tahun 2004 – 2008 dan 2008 – 2012.
146 Sistem Irigasi dan Bangunan Air
Mengurasi Intrusi Air Laut, Pemanfaatan Air Tanah untuk Air Bersih. Penulis
telah menulis beberapa jurnal nasional dan internasional. Penulis sebagai Ketua
Jurusan Teknik Sipil (2001-2004), Kepala Laboratorium Teknik (200-2021),
Dekan FT (2021-sekarang) pada Universitas Muhammadiyah Makassar.
SINTA ID: 6066474; Scopus ID. 57195467654, email:
nurnawaty@unismuh.ac.id. HP/wa: 081341607142.