Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEJARAH

SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh:

Nama: Arif Angga Wijaya

Kelas: XII TP

i
SMK Negeri 1 Koba

Tahun Ajaran

2021/2022

ii
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karuia-Nya
makalah yang berjudul “Sejarah Pendidikan di Indonesia” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan.
Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Koba, 19 April 2022

iii
Daftar Isi

Kata Pengantar
i
Daftar Isi ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
3
A. Pendidikan Indonesia di Masa Kerajaan 3
B. Pendidikan Indonesia Pada Masa Penjajah Bangsa Barat 6
C. Pendidikan Indonesia Pada Masa Jepang 9
D. Pendidikan Indonesia Pada Masa Kemerdekaan 10
E. Pendidikan Indonesia pada masa dewasa ini (1994-2015) 13
BAB III PENUTUP 16
A. Kesimpulan 16
Daftar Pustaka 17

iv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan baik oleh bangsa barat maupun pada
masa penjajahan Jepang. Sehingga tidak mengherankan apabila pengaruhnya sangat kuat
dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer.

Masa penjajahan juga berpengaruh terhadap sejarah pendidikan di Indonesia.


Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem pendidikan di masa
kerajaan, sistem pendidikan pra kemerdekaan dan masa kemerdekaan. Sejarah Indonesia
meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman
prasejarah berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7 juta tahun yang
lalu. Periode sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: Era Prakolonial,
munculnya kerajaan- kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang
terutama mengandalkan perdagangan; Era Kolonial, masuknya orang-orang Eropa
(terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh
Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20;
Era Kemerdekaan Awal, pasca
-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); Era Orde
Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta Era Reformasi yang
berlangsung sampai sekarang.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendidikan Indonesia di masa kerajaan?


2. Bagaimana pendidikan Indonesia di masa penjajahan bangsa barat?
3. Bagaimana pendidikan di Indonesia zaman penjajahan Jepang?
4. Bagaimana pendidikan Indonesia pada zaman kemerdekaan?
5. Bagaimana pendidikan Indonesia pada tahun 1994-2015?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan Indonesia di masa kerajaan


2. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan Indonesia di masa penjajahan bangsa barat
3. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia zaman penjajahan Jepang
4. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan Indonesia pada zaman kemerdekaan
5. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan Indonesia pada tahun 1994-2015

1
D. Manfaat
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran umum kepada
masyarakat luas tentang sejarah pendidikan di Indonesia, sehingga pendidikan dapat
terlaksana dengan baik dan tepat sasaran. Selain itu juga diharapkan dapat menambah
kepustakaan tentang pendidikan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendidikan Indonesia di Masa Kerajaan


Pendidikan di masa kerajaan dimulai dari kerajaan Sriwijaya. Pada kerajaan Mataram

2
kuno terkenal atau berpusat di Jawa Tengah dan aktivitas pendidikannya yaitu;
menterjemahkan buku-buku agama Budha, menterjemahkan buku-buku lain ke bahasa Jawa
kuno seperti Ramayana dan perguruan tinggi di masa kerajaan Mataram kuno sudah
meliputi Fakultas Agama, Fakultas Sastra, Fakultas Bangunan atau Teknik Bangunan. Selain
kerajaan Mataram, juga ada kerajaan Hindu-Buddha dan kerajaan Islam.

a. Pendidikan di indonesia pada masa kerajaan Hindu-Budha


Perkembangan pendidikan di Indonesia dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan
Budha pada abad ke-5 masehi. Dari perkembangan sejak zaman itu telah diperoleh
gambaran bahwa pendidikan telah berlangsung sesuai dengan tuntutan zaman yang
berbeda-beda dengan penyesuaian pada ideologi, tujuan serta sistem pelaksanaannya.
Pembahasan sejarah Hindu-Budha di Indonesia akrab diawali dari kemunculan beberapa
kerajaan di abad ke-5 M, antara lain: Kerajaan Hindu di Kutai dengan rajanya
Mulawarman, putra Aswawarman atau cucu Kudungga. Di Jawa Barat muncul Kerajaan
Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Pada masa itu, eksistensi pulau
Jawa telah disebut Ptolomeus (pengembara asal Alexandria – Yunani) dalam catatannya
dengan sebutan Yabadiou dan demikian pula dalam epik Ramayana eksistensinya
dinyatakan dengan sebutan Yawadwipa. Ptolomeus juga sempat menyebut tentang
Barousai (merujuk pada pantai barat Sumatera Utara; Sriwijaya). Fa-Hien (pengembara
asal China) dalam perjalanannya dari India singgah di Ye-po-ti (Jawa) yang menurutnya
telah banyak para brahmana (Hindu) tinggal di sana. Maka tidak berlebihan jika Lee Kam
Hing kemudian menyatakan bahwa lembaga-lembaga pendidikan telah ada di Indonesia
sejak periode permulaan. Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama.
Menurut catatan I-Tsing, seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera
pada abad ke-7 M ia mendapati banyak sekali kuil-kuil Budha dimana di dalamnya
berdiam para cendekiawan yang mengajarkan beragam ilmu. Kuil-kuil tersebut tidak saja
menjadi pusat transmisi etika dan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga seni dan ilmu
pengetahuan. Lebih dari seribu biksu Budha yang tinggal di Sriwijaya itu dikatakan oleh
I- Tsing menyebarkan ajaran seperti yang juga dikembangkan sejawatnya di Madhyadesa
(India). Bahkan diantara para guru di Sriwijaya tersebut sangat terkenal dan mempunyai
reputasi internasional, seperti Sakyakirti dan Dharmapala. Sementara dari pulau Jawa
muncul nama Djnanabhadra. Pada masa itu, para peziarah Budha asal China yang hendak
ke tanah suci India, dalam perjalanannya kerap singgah dulu di nusantara ini untuk
melakukan studi pendahuluan dan persiapan lainnya.

3
Sejarah agama Hindu-Budha di Indonesia berbeda dengan sejarahnya di India.
Disini, kedua agama tersebut dapat tumbuh berdampingan dan harmonis. Bahkan
ada kecenderungan syncretism antara keduanya dengan upaya memadukan figur Syiwa
dan Budha sebagai satu sumber yang Maha Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu bait
syair Sotasoma karya Mpu Tantular pada zaman Majapahit “Bhinneka Tunggal Ika”,
yakni dewa-dewa yang ada dapat dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya adalah
satu (tunggal). Sekalipun demikian, patut diketahui sempat adanya sejarah konflik politik
antar kerajaan yang berbeda agama pada masa-masa permulaannya.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah
diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-
materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-
ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti,
perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan lain-lain. Pola pendidikannya
mengambil model asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti ruang diskusi dan
seminar. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu-Budha membaur dengan
unsur-unsur asli Indonesia dan memberi ciri-ciri serta coraknya yang khas. Sekalipun
nanti Majapahit sebagai kerajaan Hindu terakhir runtuh pada abad ke-15, tetapi ilmu
pengetahuannya tetap berkembang khususnya di bidang bahasa dan sastra, ilmu
pemerintahan, tata negara dan hukum. Beberapa karya intelektual yang sempat lahir
pada zaman ini antara lain: Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa (Kediri, 1019),
Bharata Yudha karya Mpu Sedah (Kediri, 1157), Hariwangsa karya Mpu Panuluh (Kediri,
1125), Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh, Smaradhahana karya Mpu Dharmaja
(Kediri, 1125), Negara Kertagama karya Mpu Prapanca (Majapahit, 1331-1389),
Arjunawijaya karya Mpu Tantular (Majapahit, ibid), Sotasoma karya Mpu Tantular, dan
Pararaton (Epik sejak berdirinya Kediri hingga Majapahit).
Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam
kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan
jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para
murid disini sembari belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sehari-hari.

b. Pendidikan di Indonesia pada masa kerajaan Islam


Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun

4
sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah
ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka
yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah
di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatera.
Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada
Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim
surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah
meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu
berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga
cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di
wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu- bumbu
wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak
12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah.
Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang
tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan
kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan
kepada saya tentang hukum- hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M,
Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal
dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan
oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya,
sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225
H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke
kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama
Bayanullah.

Kesultanan Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk


dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir
abad ke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas
Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam
diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar
dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.

5
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal
ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan
Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka,
para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan
Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk
Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli
kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting
termasuk di antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin
hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram, dan Kesultanan
Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
B. Pendidikan Indonesia Pada Masa Penjajah Bangsa Barat
Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia dengan tujuan
perdagangan dan berusaha menyebarkan agama katolik. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pendatang Portugis ini mendirikan sekolah yang bertujuan memberikan pendidikan baca,
tulis, dan hitung sekaligus mempermudah penyebaran agama katolik. Masuknya masa
pendudukan Belanda membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah milik pendatang Portugis
menjadi terhenti.
Belanda juga membawa misi serupa Portugis yaitu menyebarkan agama Protestan
kepada masyarakat setempat. Untuk mewujudkan misi ini, Belanda melanjutkan apa yang
dirintis oleh bangsa Portugis dengan mengaktifkan kembali beberapa sekolah berbasis
keagamaan dan membangun sekolah baru di beberapa wilayah. Ambon menjadi tempat yang
pertama dipilih oleh Belanda dan setiap tahunnya, beberapa penduduk Ambon dikirim ke
Belanda untuk dididik menjadi guru. Memasuki tahun 1627, telah terdapat 16 sekolah yang
memberikan pendidikan kepada sekitar 1300 siswa.
Setelah mengembangkan pendidikan di Ambon, Belanda memperluas pendidikan di
pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun 1617. Berbeda dengan Ambon,
tidak diketahui apakah ada calon guru lulusan dari sekolah ini yang dikirim ke
Jakarta. Lulusan dari sekolah tersebut dijanjikan bekerja di berbagai kantor administratif
milik Belanda.
Memasuki abad ke 19, saat Van den Bosch menjabat Gubernur Jenderal, Belanda
menerapkan sistem tanam paksa yang membutuhkan banyak tenaga ahli. Keadaan ini
membuat Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di setiap ibukota
karesidenan dimana pelajar hanya boleh berasal dari kalangan bangsawan. Ketika era
tanam paksa berakhir dan memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai
menerima pelajar
6
dari berbagai kalangan yang kemudian berkembang menjadi bernama Sekolah Rakjat.
Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan sistem
pendidikan formal bagi masyarakat Indonesia dengan struktur sebagai berikut.
• ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa.
• HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi.
• MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah.
• AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.
• HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
Memasuki abad ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di Indonesia dengan
mendirikan sejumlah perguruan tinggi bagi penduduk Indonesia di pulau Jawa. Beberapa
perguruan tinggi tersebut adalah:
• School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) – Sekolah kedokteran di Batavia.
• Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – Sekolah kedokteran di Surabaya.
• Rechts Hoge School – Sekolah hukum di Batavia.
• De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.

Dalam periode konsolidasi mengenai reaksi-reaksi terhadap pendidikan dan


pengajaran kolonial Belanda yaitu:
a. Pergerakan Budi Utomo
Beberapa orang terpelajar bangsa kita merasakan betul kemiskinan bangsa kita
baik lahir maupun batin, sehingga hal ini menyebabkan jiwa mereka untuk berusaha
mempertinggi derajat bangsanya. Pengambil prakarsa ialah almarhum Dr.Wahidin
Sudirohusudo. Almarhum berkeliling di Pulau Jawa dan menemui orang-orang
terkemuka untuk membicarakan kemungkinan-kemungkinan mengadakan
“studiefonds”, yang dapat memberi kesempatan kepada pemuda-pemuda pelajar
melanjutkan pendidikan dan pengajaran yang lebih tinggi dan kelak dapat bergerak untuk
kemajuan bangsanya. Yayasan dan pergerakan Dr.Wahidin Sudirohusudo ini diterima baik
oleh siswa-siswa STPOVIA (Sekolah Dokter Jawa), antara lain oleh; Dr. Sutomo, Dr.
Gunawan Mangunkusomo, Dr.Dr. Suradji, dll. Perkumpulan ini ddirikan pada tanggal 20
Mei 1908 dalam lingkungan STOVIA, dan diberi nama BUDI UTOMO. Dalam gerakannya
BUDI UTOMO selalu memperjuangkan perluasan pendidikan dan pengajaran bagi
masyarakat Indonesia. Tujuan didirikan sekolah-sekolah yaitu untuk menghidupkan rasa
kebangsaan, dan kecintaan kepada kebuddayaan sendiri, mempelajari kesenian sendiri,

7
memelihara bahasa sendiri, mempelajari kesusastraan sendiri, dan lain sebagainya.
b. Pergerakan Muhammadiyah
Pendiri atau Bapak pimpinan Muhammadiyah ialah; Bapak Kyai Ahmad Dahlan
(1868-1925). Cita-cita Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah tegas, ialah
hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam. Usaha-
usahanya ditujukan kepada perbaikan kehidupan rakyat dengan cara memperbaiki hidup
beragama. Jadi pergerakan Muhammadiyah menamakan usaha-
usahanya kepada perbaikan hidup beragama dengan amal-amal pendidikan dan
sosial. Hal ini disebabkan adanya kerusakan-kerusakan kaum muslimin antara lain dalam
hal:
- Kerusakan dalam bidang kepercayaan
(„itikad)
- Kemunduran dalam bidang
pendidikan Islam
- Kebekuan dalam bidang hukum
fikhi
- Kemiskinan rakyat dan berkurangnya rasa gotong-
royong

Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan cita-cita pendidikan dan pengajarannya yang
berdasarkan ajaran agama Islam dan Sunnah, sehingga dapat membentuk manusia
Muslim yang bermoral dari ajaran Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman secara
luas, memiliki individualitas yang bulat dalam arti adanya keseimbangan antara segi-
segi rohani dan jasmaninya dan bersikap positif terhadap persoalan masyarakatnya.

c. Perguruan Nasional Taman Siswa


Bapak dan pencipta Perguruan Nasional Taman Siswa ini dilahirkan di Yogyakarta
pada tanggal 2 Mei 1889, sebagai putra dari Pangeran Ario Suryaningrat, atau
sebagai cucu dari Pakualam III. Jadi Ki Hajar Dewantoro yang nama kecilnya Raden Mas
Suwardi Suryaningrat adalah bangsawan dari Yogyakarta (Paku Alam). Meskipun putra
seorang bangsawan, tetapi selalu bergaul dengan-anak-anak rakyat jelata.
Dasar pendidikan didirikannya Taman Siswa pada tahun 1922, mempunyai
senjata ampuh yang terkenal dengan istilah “Non-Cooperation” dan “self-help” atau Zelf-
bedruipings Systeem”. Non-Cooperation ialah sikap menolak kerja sama dengan pemerintah
kolonial Belanda. Self-help atau Zelf-bedruipings Systeem ialah sistem bersandar kepada
kemampuan diri sendiri, atau sistem membiayai diri sendiri dalam mengemudikan

8
Pendidikan Taman Siswa, yang menuju kepada pembangunan perekonomian rakyat yang
berdasarkan kooperasi serta pendidikan rakyat yang berdasarkan kebangsaan.
C. Pendidikan Indonesia Pada Masa Jepang
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia, Jepang mengadakan
perubahan-perubahan yang besar dengan menghapus berbagai jenis pendidikan rendah
berdasarkan golongan-golongan penduduk itu, yang ada hanya satu jenis sekolah rendah
untuk sekolah lapisan masyarakat yang disebut “Syoo-gekkoo” (sekolah rendah) lama
belajarnya 6 tahun. Selanjutnya, ada “TYUU Gakkoo” (sekolah menengah pertama) 3 tahun
“Kootoo gakkoo”. Sedang sekolah pendidikan gurunya ialah Kyoin Yoogoi sho (sekolah guru B)
lamanya
4 tahun dan si han Gakkoo (sekolah guru atas). Pendidikan ala Jepang mempunyai
prograsivitas dan lebih dinamis,tetapi dinamika dan progresivitas itu lebih ditekankan pada
physical training, bukan mental disiplin. Demokratisasi pendidikan pada masa penjajahan
Jepang juga mempunyai tujuan politis, dan tidak bersifat dinamis.
Pendidikan pada zaman Jepang, tujuan pendidikan bukan untuk memajukan bangsa
Indonesia, tetapi mendidik anak-anak untuk dapat menunjang kepentingan perang Jepang
melawan sekutu.
 Kelemahan pendidikan zaman Jepang
- Kerja bakti; kinrohosi, cari iles-iles : nama jarak cari besi tua
- Bahasa Inggris dilarang : pengetahuan sempit
- Latihan kemiliteran/ baris-berbaris : kyoren
 Keuntungan pendidikan zaman Jepang
- Sekolah rakyat 6 tahun
- Bahasa Indonesia : bahasa pengantar
- Senam pagi : taiso
D. Pendidikan Indonesia Pada Masa Kemerdekaan
Pendidikan dan pengajaran sampai tahun 1945 di selenggarakan oleh kentor
pengajaran yang terkenal dengan nama Jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan bagian dari
kantor penyelenggara urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Setelah di
proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru dibentuk menunjuk Ki
Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, sebagai menteri pendidikan dan pengajaran mulai 19
Agustus sampai 14 November 1945, kemudian diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dari
tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. Tidak lama kemudian Mr. Dr.
T.G.S.G Mulia diganti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 sampai dengan 2 Oktober

9
1946. Karena masa jabatan yang umumnya amat singkat, pada dasarnya tidak banyak yang
dapat diperbuat oleh

1
para menteri tersebut.
a. Tujuan dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami
lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Menteri Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946, tujuan
pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa
patriotisme. Hal ini dapat dipahami, karena pada saat itu bangsa Indonesia baru saja lepas
dari penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa
Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patriotisme
melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan negara
yang baru diproklamasikan.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan
nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa patriotisme.
Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran
di sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang cukup
dan warga negara yang demokratis secara bertanggung jawab tentang kesejahteraan
masyarakat dan tanah air”.
Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an
ditujukan untuk:
• meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
• meningkatkan pendidikan jasmani,
• meningkatkan pendidikan watak,
• memberikan perhatian terhadap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.
Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yang gagal, maka melalui TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan diadakan perubahan
dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk manusia pancasilais sejati
berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikenhendaki oleh pembukaan UUD 1945”.
b. Sistem Persekolahan
Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan pada dasarnya
melanjutkan apa yang dikembangkan pada zaman pendudukan Jepang. Sistem dimaksud
meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Pendidikan rendah adalah Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah

1
terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah
pertama yang berlangsung tiga tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah
pertama (SMP) sebagai sekolah menengah pertama umum; kemudian sekolah teknik
pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang, sekolah kepandayan
putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru B
(SGB) dan sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah
tinggi (SMT) sebagai sekolah menengah umum, dan sekolah kejuruan berupa sekolah
teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah guru kepandayan putrid (SGKP),
sekolah guru A (SGA) dan kursus guru.
Pada masa kemerdekaan, tujuan pendidikan adalah mendidik menjadi warga
Negara yang sejati, bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara dan
masyarakat.
1. Periode 1945-1950
- Pendidikan rendah (SR) selama enam tahun
- Pendidikan menengah umum terdiri atas Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah Atas (SMA) lamanya masing-masing 3 tahun
- Pendidikan kejuruan.
Kejuruan Tingkat Pertama terdiri atas; Sekolah Menengah Ekonomi Pertama
(SMEP), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama (STP), Sekolah
Kepandaian Pertama (SKP), Sekolah Guru B (SGB), Sekolah Guru Darurat untuk
kewajiban Belajar (KPKPKB). Sementara Kejuruan Tingkat Menengah terdiri
atas; Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA),
Sekolah Pendidikan Masyarakat (SPM), Sekolah Menengah Kehakiman Atas
(SMKA), Sekolah Guru A (SGA), Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK),
Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan Jasmani
(SGPD)
- Perguruan Tinggi.
Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas konservatori/Karawitan, Kursus B-1,
dan ASRI.

2. Periode 1950-1975
- Pendidikan pra sekolah dan pendidikan dasar. Taman Kanak-Kanak (TK)
dan Sekolah Dasar (SD)

1
- Pendidikan Menengah Umum. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengah Atas (SMA)

- Pendidikan Kejuruan. Tingkat pertama; SMEP, SKP, ST, SGB, KPKPKB, dan
tingkat Menengah, SMEA, SGA, SKMA, SGKP, SPMA, SPM, STM, dan SPIK
Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut Teknologi, Institut Pertanian, Institut
- Keguruan, Sekolah Tinggi dan Akademi.

3. Periode 1978-sekarang
- Pendidikan pra sekolah (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

- Pendidikan dasar

- Sekolah Menengah Umum, SMP (SLTP), dan SMA (SLTA/SMU)

- Pendidikan Menengah Kejuruan, Tingkat Pertama; ST.SKKP. Tingkat Atas


terdiri atas; Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
- Pendidikan Tinggi. Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Diploma, dan
Politeknik.

E. Pendidikan Indonesia pada tahun 1994-2015


Pada tanggal 2 Mei 1994 wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat SLTP
dicanangkan. Sepuluh tahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 2 mei 1984, Indonesia juga
memulai wajib belajar 6 tahun untuk tingkat SD, bersamaan dengan peresmian berdirinya
Universitas Terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2 tujuan utama
yang berkaitan satu sama lain. Pertama, meningkatkan pemerataan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15 tahun. Kedua untuk meningkatkan
mutu sumber daya manusia Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka
pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun.

Sasaran-sasaran wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dalam pelita VI adalah,


pertama, meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) tingkat SLTP menjadi 66,19% dari
keadaan pada awal pelita V yang mencapai 52,67%. Kedua, meningkatkan jumlah lulusan
SD/MI yang tertampung di SLTP dan MTs sebesar 5400.000, yaitu dari 2,56 juta pada tahun
1993/1994 menjadi 3,10 juta pada tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumlah guru SD yang
minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, guru SLYP berkualifikasi D-III sekitar
70%. Tantangan yang dihadapi oleh program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
memang lebih besar jika dibandikan dengan wajib belajar 6 tahun. Alasannya antara lain:
pertama,
1
pada saat dimulainya wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, baru sekitar separuh
dari kelompok umur 13-15 tahun yang berada di sekolah. Kedua, daya dukung berupa dana,
sarana, dan tenaga yang dimiliki oleh Indonesia untuk melaksanakan wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebanyak pada saat dilaksanakan wajib belajar 6 tahun.
Misalnya, pembangunan SD dalam jumlah besar melalui inpres. Ketiga, guna menampung
6,26 juta anak usia 13-15 tahun di SLTP diperlukan sarana, biaya, dan tenaga yang
tidak sedikit. Sejak di mulai pada tahun 1994, program wajib belajar pendidikan dasar
sembilan tahun mencapai banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat
menunjukan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya
ruang belajar, jumlah guru, dan fasilitas belajar lainnya.

Kurikulum 1994 diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994/1995.


kurikulum 1994 disusun dengan maksud agar proses pendidikan dapat selalu menyesuaikan
diri dengan tantangan yang terus berkembang, sehingga mutu pendidikan akan semakin
meningkat. Kurikulum 1984 yang telah berjalan 10 tahun dipandang perlu untuk
diperbaharui karena menurut hasil-hasil pengkajian, ditemukan adanya materi kurikulum
yang tumpang tindih dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi
PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yang dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih
disederhanakan. Disahkannya UU No.2/1989 tentang sistem Pendididkan Nasional yang
diikuti oleh berbagai peraturan pemerintah mempunyai implikasi pada perlunya kurikulum
pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya informasi, dilakukan kembali revisi
atas kurikulum 1994 dengan menata kembali struktur programnya yang kemudian dikenal
dengan kurikulum 1994 yang disempurnakan.
Memasuki tahun 1995, pendidikan Indonesia menekankan pada pengembangan SDM
yang mampu menjawab tantangan masa depan. Terdapat empat prioritas utama
pelaksanaan pendidikan yaitu:
1. Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.
2. Peningkatan mutu semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
3. Menghubungkan kebutuhan antara pendidikan dan industri.
4. Peningkatan kemampuan penguasaan iptek.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan
jumlah dan mutu pengajar, peningkatan mutu proses belajar mengajar, dan peningkatan
kualitas lulusan. Pemerintah juga berusaha menciptakan sekolah unggul dan mengembangkan
kurikulum yang menekankan perbaikan metode mengajar dan perbaikan guru.

1
Pada tahun 1998, suasana politik di Indonesia mengalami gejolak yang menyebabkan
lahirnya era reformasi. Sistem pemerintahan berubah dari model sentralisasi menjadi
desentralisasi. Penerapan otonomi daerah membuat penyelenggaraan pendidikan berubah
menjadi otonomi pendidikan, terutama di jenjang pendidikan tinggi. Pada masa peralihan
kekuasaan, pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum yang berlaku pada zaman
orde baru. Kurikulum ini masih digunakan pada masa pemerintahan presiden Abdurrachman
Wahid dengan beberapa perbaikan.
Sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada masa kepresidenan
Megawati melalui kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini berbasis pada 3 aspek utama
yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan aspek psikomotorik. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) memperbarui kurikulum tersebut menjadi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang mencakup tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur
dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, serta silabus.
Pada masa pemerintahan presiden SBY berupaya meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut diawali penerbitan Instruksi Presiden No. 5
pada 09 Juni 2006 yang bertujuan mempercepat penyelesaian wajib belajar 9 tahun. Upaya
ini membuat pemerintah melibatkan program pendidikan penyetaraan seperti paket A, B,
dan C agar dapat mengadopsi kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku.
Jenjang pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak berubah. Akan tetapi,
terdapat lebih banyak lembaga penyedia pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan
dimana melibatkan partisipasi pendidikan non-formal.
Seiring dengan meningkatnya mutu dan partisipasi pendidikan dasar di Indonesia,
dan berkembangnya minat terhadap pendidikan menengah, isu pendidikan di Indonesia kini
beralih pada jenjang pendidikan tinggi. Pada tahun 2011, angka partisipasi kasar (GER) untuk
pendidikan tinggi di Indonesia hanya mencapai 25 persen. Angka ini lebih rendah dibanding
rata-rata global yang mencapai 31 persen dan kebanyakan negara anggota ASEAN. Meskipun
demikian, angka ini sebenarnya meningkat signifikan dibanding sepuluh tahun yang lalu
dimana angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia hanya mencapai 12 persen.
Masuknya era pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menunjukkan
indikasi munculnya upaya radikal dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Secara
fundamental, kebijakan pendidikan masih sejalan namun dengan beberapa perbaikan dan
penyesuaian. Perubahan banyak terjadi pada tataran teknis dan masyarakat masih
menanti upaya pemerintah dalam mengatasi masalah dan kekurangan dalam sistem
pendidikan di Indonesia.

1
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan digolongkan dalam tiga
periode, yaitu pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, pendidikan yang
berlandaskan kepentingan penjajah dan pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan, telah muncul system kurikulum, system persekolahan, dan juga sudah
banyak penduduk Indonesia yang mengenyam bangku sekolah. Hal ini disebabkan oleh
adanya pendidikan yang telah ada pada zaman-zaman dahulu yang memberikan dasar-dasar
tentang pentingnya pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai