A. PENDAHULUAN
Rencana yang telah ditbuat oleh manajer bisa saja rapi sekali, Ada rencana yang bersifat strategis
dan menyeluruh ada rencana taktis yang sangat detail. Sasaran yang dibuat dalam rencana itu
bisa saja sangat optimis, namun tetap memberikan dorongan semangat. Untuk menjamin itu,
manajer bisa saja sudah mengorganisasi berbagai pekerjaan yang ada. Mengadakan fungs-fungsi
dan posisi yang diperlukan. Orang-orang yang dengan kualifikasi tertentu bisa Saja direkrut sesuai
dengan tuntutan pekerjannya. Tapi semua itu belum menjamin karyawian akan mengerjakan apa
yang selayaknya mereka kerjakan. Juga belum menjamin karyawan akan mengeluarkan potensi
yang aimiliknya, dan menyelaraskannya dengan tujuan organiSasi. Manajer perlu mengarahkan,
perlu mendorong sembari nemberikan tuntunan agar karyawan mengerjakan dengan usaha dan
cara yang sesual denga keinginan organisas. Manajer harus memiliki cara tertentu muncul
keinginan dari bawahan untuk mengikuti si manajer. la harus punya kekuasaan, silat dan karakter
tertentu, gaya yang disesuaikan dengan situasi organisasi dan karakter karyawan dalam
mengarahkan dan mendorong itu. Tanpa modal itu, "manajer" hanyalah sekadar jabatan resmi
di kartu nama atau di struktur organisasi yang tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Dengan asumsi-asumsi teori Y di atas, maka implikasinya pada organisasi dan perilaku
manajer adalah:
1. Manajemen bertanggung jawab dengan pengelolaan sefuruh elemen yang produktit dari
perusanaan.
2. Karyawan pada dasarnya tidak pasil, alau menolkak untuk kebutuhan organisasi. Mereka
menjadi begitu karena pengalaman mereka di oganisasi.
3. Motivasi, untuk perngembangan kapasitas untuk bertanggung jawab, dan kesiapan untuk
mengarahkan perilaku terhadap tujuan organisasi ada pada karyawan. Justru manajemen
bertanggung jawab untuk membutat orang merain tujuannya sendirt, dengan mengarankan
perlakunya pada tujuan organisasi.
2. Model Managerial Grid
Seperti namanya, gaya kepemimpinan dilihat dari sebuah grid (jaring-jaring). Di sini, ada yang
disebut lima gaya kepemimpinan. PasanganRobert Blake dan Jane Mouton adalah penemu
konsep ini. Kelima gaya ini, merupakan kombinasi dari perhatian pemimpin pada produksi dan
perhatian pemimpin pada karyawan
Yang dimaksud dengan perhatian pada produksí bukan saja sikap si manajer terhadap jumlah
output produksi. Tapi juga terkait dengan urus an operasi yang lain dalam arti yang lebih luas.
Misalnya tentang keibjakan keputusan, prOSedur dan proses operası, Kreatvitas dari penelitan
dan mutu dan eisiensi pekerjaan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan perhatian pada karyawan juga dalam arti yang luas.
Bukan saja saja soal kondisi kerja atau gaji untuk karyawan, tapi juga soal komitmen atasan atas
pencapalan si bawahan, keterlibatan dalam pekerjaan bawahan, pemberian tanggung jawab
yang berdasarkan rasa percaya bukan berdasarkan kepatuhan, sampai dengan
menjaga kepuasan dalam berhubungan.
Gaya pertama yang berada pada koordinat 1.1 sering disebut juga gaya inpoierished, di
mana perhatian manajer pada bawahan dan perhatiannya pada produksi sangat rendah.
Keteribatan mereka atas pekerjaan Karyawan minim sekall. Apa yang dibuat manajer sehari-nari
sesuatu yang "ala kadarnya saja". Dengan gaya ini manajer mencoba untuk tidak punya
usaha apa-apa, tapi juga tidak menyalahi aturan (yang memungkinkan la mendapatkan sankS].
Jadt bagaumana supaya "aman tapi tidak mau bekerja. Mereka mungkin memberikan perintah,
tapi mencoba memasti kan balhwa thdak akan terjadi apa-apa atas perintahnya tersebut. Dengan
gaya seperti ini, bukan saja organisasi yang berpotensi merugi (karena mereka membayar
nmanajer tapi manajer tidak memberikan kontribusiı yang seharusnya), tagpi juga bawahan
karena pengembangan potensi yang ada pada dirinya menjadi terbatas.
Sementara itu. gaya yang terletak pada koordinat 1.S disebut gaya coniry club. Dengan
gaya ini pernaian manajer pada produksI rendan,namun perhatian pada karyawan tinggi. Dengan
gaya seperti ini seperti sebulannya -manajer mencoba untuk tampil populer di antara
kelompoknya ticrutana Dawanan, 1a menciplakan anosier yang nyanan. penuh rasa percaya, dan
bebas rasa khawatir. Termasuk, percaya bahwa bawahannya bisa merespons arahannya dengan
kinerja yang tinggi. Namun demikian, meskipun bersahabat erat dengan bawahan, kinerja
pemimpin ini befum tentu produktit. Ini karena perhatiannya terhadap pekerjaan
(produksi) angat rendah. Karyawan yang melakukan kesialahan, sering kali bukan malah diberi
sanksi, tapi dimaalkan. Dalam kasus tertentu, manajer tampil sebagai pembela bawahan
seandainya ada atasan yang ingin memberikan sanksi pada bawahannya.
Gaya produce (9.1) bertolak belakang dari gaya country cub. Di sini, atasan sangat kurang
perhatiannya pada kebutuhan bawahan. Apa pun yang terjadi, karyawan harus kerja, sesuai
dengan aturan dan arahan. Bila tidak sesuai, maka hukuman dan sanksí telah siap menanti.
Kekuasaan yang bersumber dari pemaksaan biasanya dominan di Sini. Karena itu, Sebagian orang
menyebut gaya ini sebagai gaya manajer otokratik Kita dapat membandingkan ini dengan asumsi
pada teori X. Kelebihan pada gaya ini produksi biasanya mencapal target, Kinerja organisasi
Secaria fisik terlibat balk. Di saat yang sama ehsiensi juga akan terjadi. Namun demikian gaya ini
sangat rentan dengan Ketidakpuasan karyawan, pemogokan, demonstrasi, dan seterusnya.
Gaya berikutnya adalah gaya yang seimbang (5.5) antara perhatian dengan perhatian
pada produksi, dan perhatian pada karyawan.
Gaya team management (9.9) adalah gaya yang paling baik. Pada gaya ini, perhattan
manajer terhadap produksi maksimal, di saat yang Sama perhatiannya ternadap karyawan juga
tidak sedikit. Dengan gaya manajer akan mampu membawa organisasi pada Kinera yang
diharapkan, sementara karyawan juga tidak merasa diabaikan. Karyawan akan memberikan
komitmennya pada pencapai hasil organisasi.
Tentu saja masing-masing 4 dari 5 koordinat yang ada di atas merupakan hal yang
ekstrem. Gaya Kepemimpinan seseorang Disa berada dibagian mana pun yang ada dalam janng
di atas. Model managrial grid cukup baik dalam menggambarkan gaya-gaya kepemimpinan.
Hanya saja model ini tidak menjawab nmengapa manajer ada pada satu gaya tertentu. Model
managerial gra juga tidak menjawab situast Sepertl apa yang membuat manajer menggunakan
gaya tertentu. Perlu ada pengamatan dan penelitian lebih lanjut tentang apa yang ada di balik
Setiap gaya yang dikemukakan oleh Blake& Mouton di atas. Kekurangan-kekurangan yang ada
pada nanageriai grid ini diperbaiki pada model berikutnya yang Kita sebut model kontingensi
(confingency mode) atau pendekatan situasional
D. PEMIMPIN DAN FAKTOR SITUASIONAL
Pendekatan situasional melengkapi konsep kepemimpinan karena kejelian para pakar
nemperhatkan taktor-aktor yang membuat Kepemimpinan sukses. Faktor frait dan karakter
pribadi tentu tidak dapat disangkal dan harus dipahami oleh manajer. Faktor perilaku juga punya
andil dalam kepemimpinan. Namun pribadi dan perilaku pemimpin pada akhirnya akan
berhadapan dengan situasi-situasi yang beraneka ragam. Tidak ada satu gaya kepemimpinan,
apakah itu berdasarkan faktor pribadi atau berdasarkan faktor perilaku yang bisa mujarab untuk
Segala situasi yang dihadapi manajer. Fakta lain yang tidak terhindarkan adalah bahwa bawahan,
datang dari latar belakang yang herbeda-beda, kemampuan yang berbeda, dan berada di tempat
dan waktu yang barangkali berbeda. Pendeknya, etektivitas sebuah gaya kepemimpinan, harnus
memperhatikan situasi alau lingkungan yang mereka hadapi. Model pendekatan Situasional ini
menelaskan bahwa gaya kepemimpinan seseorang sangat
dipengaruhi oleh situasi. Pada situasi yang berbeda, Baya kepenmpinan yang kita gunakan juga
berbeda.
Di sisi lain model situasional juga menyarankan bahwa pemimpin, harus "tahan banting
dengan segala sifuasi. Kalau seorang pemimpin dari awal kariernya selalu menghadapi situasi
yang "nyaman" tidak adagejolak, semua berjalan mulus tanpa masaliah, memiliki bawahan
berkualitas tinggi. penuh insiatit dan berdaya kreasi tinggi, maka dapat di Katakän sang pemimpin
kurang teruji, Sebaliknya, Seoräng pemimpin yang permah menghadapi banyak situasi serba
berkekurangan, apakah itu soal fasilitas, situasi bisnis, kondisi bawahan, tapi tetap bisa
melewatinya dengan sukses barulah kita dapat mengatakan ia seorang pemimpin yang
terul.
Berkaitan dengan pendekatan situasional, ada beberapa konsep yang kerap menjadi
rujukan para manajer. Yang pertama adalah model kontingensi (contingency model dari Fiedler,
kemudian model situasional dari Hersey-Blanchard, dan model fime driven dari Vroom-Jago
(Hellriegel etal, 2007).
1. Model Kontingensi dari Fiedler
Fred E. Fiedler beserta para kolega kerjanya sadar benar bahwa seorang pemimpin harus
memperhatikan faktor situasi, di mana kepemimpinan itu akhirnya akan teruji serta memiliki
keterhubungan dengan inieraksi bawahan. Menurut Fiedler, ada tiga dimensi penting dalam
pendekatanya. yaitu (Hellriegel et al., 2007):
a. Kekuatan posisi (position of power). Dimensi ini menjelaskan sejauh mana bedianya kekuatan
sebuah posisi dibandingkan Sumber kekuasaan yang lain seperti kepribadian atau kepakarannya,
agar bawanan mematuni aranan manajer. Artinya, dengan posisi tertentu seseorang hanus
punya otontas tetentu yang membuat seseorng mau mengikuti arahannya.
b. Struktur kerja. Dalam dimensi ini Fiedler menekankan pentingnya kejelasan sebuah pekerjaan
karena dapat membuat seseorang merasa bertanggung jawab. tanpa kejelasan pekerjaan,
Seseorang sulit dituntut pertanggung jawabannya., sementara pekerjaan kelompok juga sulit
diidentifikasi sukses atau tidaknya.
c.Hubungan atasan dan bawahan. Kekuatan posisi maupun kejelasan struktur kerja, baru bisa
efektif bila adanya rasa percaya dari bawahan terhadap si atasan. Dengan adanya kepercayaan
pada atasan, barulah bawahan akan mengikuti arahan-arahan si atasan.
Atas ketiga dimensi ini, Fiedler menmbuat penelitian-penelitian yang mencoba
menggambarkan bahwa ada situasi yang menyenangkan bagi atasan favorable) ada situasi yang
tidak menyenangkan (unfavorable) Secara ekstrem ada dua gaya kepemimpíinan yang dapat
diterapkan oleh manajer. Bila secara umum situasinya kurang menyenangkan (misalnya posisi
kurang kuat, struktur kerja kurang begitu jelas, hubungan atasan bawahan juga kurang begitu
bagus), maka Fiedler menyarankan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada kerja (rask
orented) adalah yang paling efektif. Sebaliknya, di sisi ekstrem yang lain, bila situasi yang dihadapi
menyenangkan (posisi cukup kuat, struktur kerja sangat jelas dan menantang hubungan atasan
dan bawahan sangat baik), maka gaya kepemimpinan yang DerorentaSI paia hubUngan (uman
relatOn oriented) adalah yang paling etektil.