Anda di halaman 1dari 44

Pengorganisasian Desain Organisasi dan

Wewenang

A. PANDANGAN KLASIK

Pandangan klasik yang berusaha mencari cara terbaik untuk desain


organisasi percaya pada organisasi dengan struktur hierarkis dan wewenang
formal yang resmi. Struktur semacam itu merupakan struktur yang paling
efisien dan efektif. Henry Fayol, Frederick W. Taylor, dan Max Weber
merupakan penyumbang ide pandangan klasik. Max Weber, sosiolog Jerman
yang terkenal dengan buku etika Protestan, menyebutkan istilah desain
organisasi birokrasi. Menurut Weber, birokrasi merupakan desain organisasi
yang logis, rasional, dan efisien. Anggota organisasi diarahkan oleh
panggilan tugas (sense of duty) dan satu perangkat aturan yang jelas dan
rasional. Organisasi birokrasi mempunyai karakteristik berikut.
1. Pembagian kerja yang jelas (spesialisasi) dan setiap posisi diisi oleh
orang yang memang ahli di bidang tersebut.
2. Seperangkat aturan yang konsisten dan jelas untuk menjamin
keseragaman tugas.
3. Ada hierarki posisi yang menciptakan rantai komando dari manajemen
puncak sampai karyawan paling bawah.
4. Manajer menjalankan bisnis dengan cara impersonal dan menjaga jarak
secara sosial antara dirinya dan bawahannya.
5. Karier dalam organisasi didasarkan pada prestasi dan keahlian.
Karyawan tidak boleh diperlakukan secara tidak adil.

Dengan karakteristik semacam itu, birokrasi merupakan organisasi


dengan ciri spesialisasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas,
evaluasi prestasi yang jelas, serta suasana kerja yang impersonal. Pandangan
klasik mempunyai sisi positif karena dapat mendorong efisiensi dan
mendorong studi organisasi lebih lanjut. Sisi negatifnya antara lain adalah (1)
tidak memperhatikan sisi manusiawi, (2) keyakinan pada universalitas model
mereka yang kadang-kadang tidak berhasil pada lingkungan tertentu, dan (3)
kata birokrasi sering kali diasosiasikan dengan pengertian yang sebaliknya.
Dalam pengertian populer, birokrasi mempunyai kesan sebagai organisasi
yang terlalu besar (banyak karyawan) dan terpengaruh banyak kepentingan
politik, lamban, dan tidak responsif terhadap lingkungannya.

B. PANDANGAN NEOKLASIK

Pandangan neoklasik berusaha menonjolkan sisi manusiawi organisasi.


Menurut mereka, organisasi mempunyai dua tujuan: ekonomi dan kepuasan
karyawan. Karena itu, pandangan tersebut sering juga disebut sebagai
pandangan perilaku. Kata klasik masih diatributkan ke pandangan tersebut
karena mereka tidak menolak aliran klasik. Sama seperti aliran klasik
sebelumnya, pandangan neoklasik berusaha mencari satu cara terbaik untuk
semua situasi. Dorongan pandangan ini bermula dari studi Hawthorne (lihat
modul mengenai perkembangan teori manajemen). Dengan berdasar pada
hasil penelitian tersebut, aliran neoklasik berpendapat bahwa organisasi dapat
diperbaiki dengan membuat organisasi menjadi tidak terlalu formal dan
mendorong partisipasi karyawan. Beberapa tokoh aliran neoklasik adalah
McGregor, Chris Argyris, dan Rensis Likert.

1 . Rensis Likert
Dalam suatu studi, Likert menemukan bahwa manajer dengan gaya
tradisional (birokrasi) cenderung kurang efektif dibandingkan dengan
manajer yang mendorong karyawannya dengan pendekatan manusiawi
(menghargai kerja dan mendorong tim kerja). Likert kemudian
mengembangkan model organisasi berdasarkan delapan proses kunci:
kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi, pengambilan keputusan,
penetapan tujuan, pengendalian, dan prestasi kerja (performance goals).
Menurut model yang ia kembangkan, ada empat tahap organisasi: sistem 1, 2,
3, dan 4. Sistem 1 dan 4 merupakan dua titik ekstrem, sedangkan sistem 2
dan 3 merupakan sistem antara. Karakterisitik sistem 1 dan 4 dapat dilihat
berikut ini.
Tabel 5.1 Model Rensis Likert

Sistem 1 Sistem 4
Proses kepemimpinan
Tidak ada kepercayaan dari pihak atasan, Ada saling percaya antara pihak atasan
bawahan tidak merasa bebas mendiskusikan dengan bawahan pada semua masalah.
masalah kerja dengan atasannya. Atasan, di Bawahan merasa bebas mendiskusikan
lain pihak tidak mudah memberikan saran permasalahan kerja dengan atasan, dan
atau ide untuk memecahkan masalah atasan mudah memberi pendapat dan saran.
tersebut.
Proses Pemberian Motivasi
Fokus pada motivasi fisik, keamanan, dan Motivasi ditujukan untuk memenuhi
ekonomi. Menggunakan pendekatan kebutuhan karyawan yang beragam melalui
ancaman dan sanksi. Sikap karyawan metode partisipasi. Sikap karyawan terhadap
terhadap organisasi secara umum kurang organisasi secara umum positif.
positif.
Proses Komunikasi
Informasi mengalir dari atas ke bawah. Informasi mengalir lancar dalam organisasi,
Namun, sering kali informasi tersebut tidak baik dari atas, dari bawah, maupun informasi
akurat, menyimpang dari informasi semula, secara horizontal. Informasi akurat dan tidak
dan diterima dengan kecurigaan oleh menyimpang dari informasi semula.
karyawan.
Proses Interaksi
Proses interaksi tertutup dan terbatas. Proses interaksi terbuka dan ekstensif.
Bawahan tidak dapat memengaruhi tujuan, Bawahan dan atasan secara aktif
metode, dan aktivitas organisasi. memperbandingkan metode dan aktivitas
organisasi.
Proses Pengambilan Keputusan
Keputusan hanya diambil oleh manajemen Keputusan dapat diambil pada semua
puncak. Sentralisasi ada dalam sistem ini. tingkatan organisasi dan relatif desentralisasi.
Proses Penetapan Tujuan
Dilakukan oleh manajemen puncak, tidak Partisipasi didorong dalam penetapan tujuan
mendorong partisipasi. yang tinggi, tetapi masih realistis.
Proses Pengendalian
Pengendalian desentralisasi dan ditekankan Pengendalian terjadi pada semua tingkatan
pada perbaikan kesalahan. organisasi dan ditekankan pada
pengendalian diri sendiri (self control) dan
pemecahan masalah.
Tujuan Prestasi
Tujuan prestasi rendah dan manajer secara Tujuan prestasi ditetapkan tinggi dan manajer
pasif berusaha mencapai tujuan tersebut. secara aktif berusaha mencapai tujuan
Tidak ada komitmen untuk mengembangkan tersebut. Manajer mempunyai komitmen
sumber daya manusia organisasi. penuh untuk mengembangkan sumber daya
manusia organisasi.

Menurut Likert, sistem 4 merupakan struktur yang seharusnya.


Partisipasi dan pengendalian dalam sistem ini paling intensif. Tugas manajer
dalam sistem ini adalah menciptakan kelompok yang mampu mengambil
keputusan dan menjalankan keputusan tersebut. Organisasi dalam hal ini
harus (1) menerima bahwa manajer dan aktivitas kerja dapat mendorong
perasaan dibutuhkan atau perasaan bahwa dirinya berharga, (2) menggunakan
pengambilan keputusan kelompok saat diperlukan, dan (3) menetapkan
tujuan yang tinggi.

2. Douglas McGregor
McGregor akan berkaitan dengan pembahasan motivasi. McGregor
percaya bahwa struktur organisasi birokrasi menggunakan asumsi negatif
terhadap karyawan. Asumsi negatif tersebut antara lain adalah manusia pada
dasarnya malas dan tidak mempunyai ambisi serta keamanan merupakan hal
paling penting (karakteristik X). Organisasi formal yang hierarkis diperlukan
untuk menangani karyawan dengan asumsi semacam itu. McGregor
berpendapat bahwa organisasi akan lebih baik apabila menerapkan asumsi
yang positif, yaitu manusia ingin berprestasi, tidak malas, dan ingin
bertanggung jawab. Apabila asumsi tersebut yang dipegang (karakteristik Y),
organisasi akan menjadi lebih fleksibel, mendorong partisipasi dalam
pengambilan keputusan, memberi kebebasan yang lebih besar kepada
karyawan, dan komunikasi yang lebih terbuka dalam organisasi.
Tabel 5.2 Karakteristik X dan Y McGregor

Karakteristik X Karakteristik Y
1. Pekerja malas, tidak suka bekerja, 1. Bekerja merupakan kodrat manusia.
dan lebih suka menghindari. 2. Manusia suka belajar dan
2. Karena itu, pekerja harus dipaksa mempunyai kreativitas dalam
dan dihukum agar mau bekerja. menyelesaikan tugas. Karena itu,
tidak suka dipaksa dan tidak suka
3. Pekerja lebih suka dibimbing,
diarahkan berambisi kecil, tidak diarahkan.
suka tanggung jawab, dan 3. Pengendalian ekstern dan hukuman
mengutamakan keamanan. bukan merupakan cara terbaik
memecahkan masalah.
4. Manusia suka mencari tanggung
jawab. Organisasi seharusnya
memberi kesempatan kepada
individu untuk mengembangkan
potensinya. Penyelesaian tugas
memberi kepuasan kepada individu.

3. Chris Argyris
Sama seperti tokoh neoklasik lainnya, Argyris tidak menyukai model
organisasi klasik. Menurutnya, karena aktivitas manajerial seperti
perencanaan dan pengendalian terpusat pada manajemen, karyawan akan
menjadi pasif dan tergantung terhadap atasan. Selain itu, perasaan
bertanggung jawab dan pengendalian diri akan berkurang. Kondisi ini
bertentangan dengan kebutuhan manusia untuk berprestasi dan tidak
tergantung pada orang lain. Kondisi semacam itu membuat karyawan,
terutama karyawan tingkat bawah, menjadi frustasi dan tidak puas dengan
kondisi kerja. Tingkat absensi dan perputaran tenaga kerja dapat naik, yang
berarti meningkatkan biaya produksi. Desain organisasi yang memenuhi
kebutuhan manusiawi dan meningkatkan kepuasan anggota organisasi akan
mengatasi permasalahan tersebut. Desain tersebut adalah desain yang
memberi kebebasan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kerja serta situasi kerja yang lebih informal.

4. Kritik terhadap Neoklasik


Pendekatan neoklasik mempunyai keuntungan karena menekankan pada
sisi manusiawi. Akan tetapi, pendekatan tersebut tidak terlepas dari kritik.
Pendekatan tersebut masih mencari satu cara terbaik untuk semua situasi.
Pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua pendekatan dapat efektif
untuk semua situasi. Fokus pada motivasi dianggap terlalu sederhana.
Karyawan masuk ke organisasi dengan tujuan yang sangat kompleks,
moneter, sosial, dan lainnya. Karena itu, tantangan terhadap masalah tersebut
tidak sesederhana yang dibayangkan aliran neoklasik yang hanya
memfokuskan pada motivasi karyawan.

C. PENDEKATAN SITUASIONAL

Berbeda dengan pendekatan klasik yang percaya pada satu cara terbaik
untuk semua situasi, pendekatan situasional percaya bahwa desain organisasi
yang optimal tergantung pada faktor-faktor situasional yang relevan, antara
lain teknologi, lingkungan, ukuran (besar-kecil), dan siklus kehidupan
organisasi.

1. Pengaruh Lingkungan
Tom Burns dan G.M. Stalker, dua peneliti dari Inggris, melalui buku
mereka The Management or Information (1961), melihat kaitan antara
elemen lingkungan dan desain organisasi. Mereka membedakan dua jenis
organisasi: mekanistis dan organis. Organisasi mekanistis ditandai oleh
spesialisasi kerja yang tinggi, tujuan dan wewenang untuk setiap individu
dalam organisasi ditetapkan secara teperinci oleh manajemen, serta
komando/perintah seperti yang digambarkan oleh organisasi birokrasi.
Sebaliknya, organisasi organis ditandai dengan kelompok kerja, bukan kerja
sendirian. Penekanan bukan pada perintah atau saran sepihak (dari atasan),
melainkan pada komunikasi pada semua tingkat organisasi untuk
memperoleh informasi dan saran-saran. Perbedaan yang lebih teperinci antara
kedua model dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 5.3 Perbandingan Model Mekanis dengan Organis

Mekanis Organis
(1) Pekerjaan sangat spesialis; sangat sedikit (1) Pekerjaan saling tergantung;
penjelasan terhadap hubungan antara penekanan pada relevansi
pekerjaan dan tujuan organisasi. pekerjaan dan tujuan organisasi.
(2) Pekerjaan ditetapkan secara kaku. Hanya (2) Pekerjaan secara terus-menerus
diubah secara formal oleh manajemen disesuaikan dan ditetapkan
puncak organisasi. kembali melalui interaksi
antaranggota.
(3) Definisi peranan cukup spesifik (hak, (3) Definisi peranan cukup luas dan
kewajiban, dan metode kerja untuk setiap fleksibel. Anggota organisasi
anggota). menerima tanggung jawab secara
umum untuk mencapai tujuan di
luar tugas individualnya.
(4) Struktur pengendalian, wewenang, dan (4) Struktur pengendalian, wewenang,
komunikasi hierarkis. Sanksi didasarkan dan komunikasi bersifat jaringan.
pada kontrak kerja karyawan dengan Sanksi didasarkan antara
organisasi. karyawan pada kepentingan
bersama, bukan pada kontrak
kerja.
(5) Informasi yang relevan untuk organisasi (5) Manajemen puncak tidak
secara formal dianggap dipegang oleh diasumsikan mengetahui
manajemen puncak organisasi. segalanya. Orang yang dianggap
mempunyai informasi tersebar di
organisasi.
(6) Komuniksai terutama bergerak secara (6) Komunikasi bergerak baik secara
vertikal, antara atasan dan bawahan. vertikal maupun horizontal,
Komunikasi terutama berbentuk perintah dan tergantung kebutuhan informasi.
penjelasan keputusan yang diambil oleh Komunikasi terutama berbentuk
atasan. Input untuk keputusan disediakan informasi dan saran atau nasihat.
oleh bawahan.
(7) Loyalitas terhadap organisasi dan atasan (7) Komitmen terhadap tugas dan
diharapkan. tujuan organisasi lebih dihargai
dibandingkan dengan loyalitas dan
kepatuhan terhadap organisasi.
(8) Prestise dan status berkaitan dengan (8) Prestise dan status berkaitan
identifikasi dalam organsisasi dan dengan afiliasi dan keahlian.
anggotanya. Lingkungan eksternal lebih
menentukan prestise tersebut.

Desain mekanistis cocok untuk lingkungan yang stabil. Dalam


lingkungan yang stabil, pekerjaan yang sama akan dikerjakan berulang-ulang
sehingga spesialisasi cocok dalam lingkungan ini. Sementara itu, dalam
lingkungan yang tidak stabil (turbulent), pekerjaan harus selalu diubah-ubah
dan karyawan harus mempunyai keterampilan tidak hanya pada satu jenis
kerja, tetapi pada beberapa jenis kerja. Kelompok atau tim kerja dengan
komunikasi yang lebih intensif juga lebih cocok untuk memecahkan
permasalahan ini. Desain organis lebih cocok dalam hal ini.
Ide mereka kemudian diperluas oleh dua peneliti dari Amerika Serikat,
Paul L. Lawrence dan Jay W. Lorsch, melalui buku mereka Organization
and Environment (1967). Mereka percaya bahwa lingkungan tidak hanya
memengaruhi organisasi secara keseluruhan, tetapi juga bagian (departemen
atau divisi) dalam organisasi. Mereka menggunakan dua konsep untuk
mengukur pengaruh lingkungan: diferensiasi dan integrasi. Diferensiasi
berarti sejauh mana organisasi dipecah sampai unit terkecil. Organisasi
dengan subunit yang banyak berarti semakin terdiferensiasi. Organisasi
dengan subunit yang sedikit berarti mempunyai tingkat diferensiasi yang
rendah. Integrasi merupakan derajat saat subunit-subunit harus berkoordinasi
dan bekerja bersama. Jika divisi-divisi dalam organisasi memproduksi jenis
produk yang berbeda (pasar dan bahan baku berbeda), integrasi tidak banyak
diperlukan dalam hal ini.
Lawrence dan Lorsch mempunyai prediksi bahwa organisasi dengan
lingkungan yang stabil akan mempunyai tingkat diferensiasi yang lebih
rendah dibandingkan dengan organisasi dan lingkungan yang berubah cepat.
Bagian-bagian dalam organisasi diperkirakan akan mempunyai struktur yang
berbeda dengan bagian lainnya karena pengaruh lingkungan tidak akan sama
untuk semua bagian dalam organisasi. Organisasi yang efektif diperkirakan
mempunyai tingkat integrasi yang lebih tinggi karena integrasi yang tinggi
menandakan tingkat koordinasi yang tinggi dalam organisasi. Tingkat
koordinasi yang tinggi lebih menjamin efektivitas organisasi. Dengan tiga
hipotesis tersebut, mereka kemudian melakukan penelitian. Hasil penelitian
tidak menolak hipotesis mereka.

2. Pendekatan Tugas Teknologi


Teknologi digunakan untuk mengubah input menjadi output. Meskipun
organisasi menggunakan teknologi yang beragam, ada teknologi yang
merupakan teknologi pokok dalam organisasi (core technology). Penelitian
mengenai kaitan antara teknologi dan organisasi dipelopori oleh Joan
Woodward (Industrial Organizaton), 1965. Dengan sampel 100 perusahaan
manufaktur di Inggris, Woodward membagi organisasi dalam tiga jenis
kelompok berdasarkan hubungan antara pekerjaan (tugas) dan teknologinya.
1. Produksi unit dan batch kecil: produk dibuat berdasarkan pesanan atau
diproduksi dengan kuantitas yang kecil. Kadang-kadang produk yang
dihasilkan siap untuk diproses lebih lanjut (seperti spare part mesin).
Contoh kelompok ini adalah pembuat pakaian (konveksi) berdasarkan
pesanan atau kartu bisnis.
2. Teknologi produksi massal dan batch besar: produk dibuat dalam skala
yang besar, kemudian dirakit menjadi produk akhir. Contoh organisasi
semacam ini adalah perakitan mobil.
3. Produksi proses: produk dibuat dengan aliran kontinu melalui deretan
mesin atau proses transformasi yang kompleks. Contoh organisasi ini
adalah penyulingan minyak atau kimia.

Ketiga jenis organisasi tersebut diurutkan berdasarkan kompleksitas


teknologi, mulai dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks.
Woodward menemukan berikut ini.
(1) Desain organisasi berbeda-beda tergantung tingkat teknologinya.
Semakin kompleks teknologi, organisasi menjadi semakin tinggi (tall),
yang berarti tingkatan (level) manajemen dan jumlah manajer
bertambah. Semakin kompleks teknologi, semakin bertambah koordinasi
dan pengawasan yang diperlukan.
(2) Rentang kendali semakin bertambah dari organisasi produksi unit, ke
organisasi produksi masal. Tetapi rentang tersebut semakin kecil dari
produksi massal ke produksi proses. Dalam organisasi unit kecil dan
proses, pekerjaan membutuhkan keterampilan yang tinggi, sehingga
kelompok kerja menjadi semakin kecil. Dalam hal ini pengawasan yang
lebih ketat diperlukan. Sebaliknya, dalam organisasi produksi massal,
pekerjaan cenderung sama dan diulang-ulang, pengawasan tidak begitu
diperlukan, dan rentang kendali akan cenderung membesar.
(3) Semakin kompleks teknologi, semakin besar pekerjaan dan staf
administratif. Manajer memerlukan bantuan dalam hal pekerjaan
administratif sehingga mereka dapat berkonsentrasi pada pekerjaan yang
pokok.
Woodward juga menemukan bahwa untuk organisasi unit kecil dan
proses (dua ekstrem), struktur organisasi cenderung mengikuti sistem 4
Likert. Sementara untuk organisasi produksi massal, struktur organisasi
cenderung mengikuti sistem birokrasi atau sistem 1 Likert. Pekerjaan pada
organisasi produksi massal cenderung berulang-ulang, sehingga diperlukan.
Prestasi organisasi tergantung aspek-aspek yang mempengaruhi tingkatan
teknologi. Sebagai contoh, dalam produksi proses, organisasi yang efektif
adalah organisasi yang cenderung mengikuti tipe sistem 4 Likert. Sementara
untuk teknologi yang sama, organisasi yang kurang efektif adalah organisasi
yang mengikuti sistem 1 Likert. Untuk setiap kategori, Woodward
menemukan bahwa organisasi yang sukses mempunyai karakteristik
struktural yang sama. Organisasi tersebut cenderung berada dalam nilai
median untuk setiap kategori rentang manajemen. Sebagai contoh, apabila
untuk jenis organisasi tipe proses mempunyai median rentang manajemen
lima (lima bawahan untuk satu atasan), maka organisasi dengan teknologi
proses yang sukses akan cenderung mempunyai rentang manajemen
berjumlah sekitar 5. Secara umum penemuan Woodward menunjukkan ada
pengaruh teknologi terhadap struktur organisasi. Beberapa peneliti lain lebih
melihat pengaruh ukuran yang menentukan struktur organisasi, bukannya
teknologi.

3. Pengaruh Ukuran
Tim peneliti dari University of Aston, Birmingham, Inggris melihat
bahwa sampel dalam penelitian Woodward didominasi oleh organisasi kecil
(2/3 sampel perusahaan mempunyai karyawan kurang dari 500). Karena itu
Woodward tidak dapat menemukan kaitan antara ukuran dengan struktur
organisasi. Tim peneliti tersebut kemudian mengadakan penelitian dengan
sampel yang lebih bervariasi dalam hal ukuran, dan melihat bagaimana
pengruh ukuran dan teknologi terhadap struktur organisasi.
Mereka menemukan bahwa teknologi berpengaruh terhadap struktur
organisasi, terutama untuk perusahaan kecil. Perusahaan kecil cenderung
terkonsentrasi ke teknologi pokok mereka. Sedangkan untuk perusahaan
besar, kaitan antara teknologi dengan desain organisasi cenderung melemah.
Perusahaan besar tidak terpusat pada salah satu teknologi saja. Teknologi
yang mereka punyai lebih bervariasi. Mereka juga menemukan bahwa
organisasi besar cenderung lebih mempunyai spesialisasi yang lebih jauh,
prosedur operasi standar yang lebih banyak, lebih banyak aturan, dan
mempunyai tingkat desentralisasi yang lebih besar.
4. Siklus Kehidupan Organisasi dan Kebutuhan Reorganisasi
Sama seperti makhluk hidup, organisasi tumbuh, berkembang, dan
kemudian mengalami penurunan (atau bahkan dapat mati). Untuk setiap
tahap, desain organisasi yang dibutuhkan akan berbeda. Sebagai contoh, pada
waktu organisasi masih kecil, suasana kerja masih serba informal. Interaksi
masih dapat dilakukan dengan tatap muka (personal contact). Desain
organisasi fungsional dapat diterapkan dalam tahap ini. Pada waktu
organisasi semakin besar, kontak tatap muka semakin sulit dilakukan.
Prosedur serba verbal (lisan) tidak lagi dapat dilakukan, sedangkan desain
organisasi fungsional membuat pengawasan menjadi lebih sulit. Desain
organisasi yang berbeda diperlukan dalam hal ini. Prosedur kerja dibuat
menjadi standar sehingga dokumentasi kerja dan desain organisasi divisional
barangkali diperlukan.
Manajer dalam hal ini harus memahami bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi desain organisasi yang optimal selalu berubah-ubah.
Perubahan faktor-faktor tersebut mendorong perlunya perubahan desain
organisasi atau reorganisasi. Beberapa gejala yang menunjukkan sudah
saatnya reorganisasi dilakukan adalah informasi tidak sampai pada orang
yang tepat pada waktu yang tepat, organisasi tidak dapat melakukan respons
yang tepat terhadap perubahan lingkungan, dan tidak dapat memperkirakan
perubahan lingkungan. Pada saat gejala semacam itu tampak, organisasi perlu
direorganisasi.

D. TIPE ORGANISASI

Organisasi dapat disusun dalam tiga cara yang umum berdasarkan


fungsi, produk atau pasar, dan matriks.

1. Berdasarkan Fungsi
Dalam bentuk ini, organisasi disusun dalam bagian yang mempunyai
aktivitas-aktivitas yang sama atau yang berkaitan. Sebagai contoh, organisasi
dikelompokkan dalam bagian pemasaran, keuangan, produksi, dan
personalia. Masing-masing bagian dipimpin oleh seorang manajer atau
kepala bagian yang melapor ke direktur utama. Direktur utama menjalankan
tugas koordinasi dan integrasi antardepartemen atau bagian (lihat Gambar 5.1
berikut ini).
Gambar 5.1 Struktur Organisasi

Struktur ini mempunyai keuntungan, antara lain kerja yang lebih efisien
dapat diharapkan karena disatukannya aktivitas-aktivitas yang berkaitan,
pengawasan menjadi lebih mudah karena pengawasan dilakukan terhadap
pekerjaan yang seragam, dan mobilisasi sumber daya lebih mudah dilakukan.
Sementara itu, sisi negatif struktur semacam itu antara lain adalah lebih sulit
mengintegrasikan dan mengoordinasikan departemen yang terpisah dan
berbeda satu sama lain. Setiap departemen akan mempunyai kecenderungan
berusaha mencapai tujuan bagiannya meskipun barangkali dengan
mengorbankan tujuan organisasi secara keseluruhan. Bagian pemasaran
misalnya selalu ingin meluncurkan produk baru, sedangkan bagian keuangan
selalu berusaha menekan pengeluaran anggaran yang berarti antara lain
mengurangi peluncuran produk baru. Kelemahan lain adalah pengambilan
keputusan yang cenderung lebih lambat karena keputusan selalu diambil oleh
direktur utama. Pertanggungjawaban juga menjadi kurang jelas. Sebagai
contoh, jika produk baru diluncurkan dan ternyata produk tersebut kurang
sukses, siapa yang patut disalahkan, bagian keuangan, pemasaran, atau
direktur utama.
Karena beberapa kelemahan dan keuntungan tersebut, organisasi
fungsional digunakan terutama oleh organisasi yang kecil. Jika organisasi
tumbuh semakin besar, baik semakin berkembang secara geografis atau
menawarkan lini produk yang semakin banyak, bentuk fungsional menjadi
kurang menguntungkan. Pengambilan keputusan akan semakin lambat dan
pengawasan menjadi semakin sulit dilakukan. Dalam hal ini, struktur yang
lain diperlukan.
2. Organisasi Pasar atau Produk
Jika organisasi menjadi semakin besar, organisasi dapat disusun
berdasarkan produk, pasar, atau konsumennya. Bagan berikut ini
menunjukkan organisasi yang disusun berdasarkan produk, kemudian
berdasarkan pasarnya dan berdasarkan geografis. Perhatikan bahwa di sini
digunakan kata divisi. Divisi merupakan bagian dalam organisasi yang relatif
otonom. Bagian tersebut dapat mengambil keputusan sendiri, tanpa
memerlukan persetujuan direkur utama, kecuali untuk beberapa keputusan
yang menyangkut divisi lain dan organisasi secara keseluruhan. Otonomi
tersebut memungkinkan organisasi melakukan respons yang lebih cepat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Divisi berbeda dari departemen
karena departemen masih merupakan bagian dari organisasi. Departemen
tidak mempunyai otonomi sebesar divisi. Jika organisasi belum terlalu besar,
departemen barangkali lebih cocok digunakan dibandingkan dengan divisi.
Apabila organisasi menjadi semakin besar, divisi barangkali lebih cocok
digunakan.

Gambar 5.2 Organisasi Berdasarkan Produk


Gambar 5.3 Organisasi Berdasarkan Pasar/Konsumen

Gambar 5.4 Organisasi Berdasarkan Geografis


Jika setiap produk atau kelompok produk memerlukan teknologi
produksi dan metode pemasaran yang berbeda, organisasi berdasarkan
produk merupakan cara yang tepat. Pengorganisasian secara geografis
dilakukan karena beberapa alasan. Misalnya, pabrik akan didirikan
mendekati bahan baku, organisasi ingin menjangkau konsumen, atau
perusahaan ingin menjangkau tenaga ahli. Misalnya, jika perusahaan ingin
menjangkau konsumen Amerika Serikat, perusahaan menciptakan divisi
Amerika Serikat yang ditujukan untuk melayani konsumen Amerika Serikat.
Pengelompokan berdasarkan konsumen dilakukan apabila organisasi ingin
melayani kelompok konsumen lebih baik. Sebagai contoh, bank barangkali
mempunyai konsumen retailer (konsumen perorangan) dan konsumen
organisasi atau perusahaan. Dua jenis konsumen tersebut mempunyai
karakteristik yang sangat berlainan. Bank tersebut dapat menetapkan dua
divisi: divisi retailer dan divisi corporate (untuk perusahaan).
Pengelompokan organisasi dengan cara divisi semacam itu mempunyai
beberapa manfaat. Organisasi semacam itu membuat pengambilan keputusan
menjadi semakin cepat yang berarti organisasi menjadi semakin responsif
terhadap konsumen atau lingkungannya. Di samping itu, sumber daya dan
tenaga ahli dapat dikonsentrasikan dalam satu “atap” yang membuat
koordinasi menjadi lebih mudah. Beban manajemen puncak juga menjadi
berkurang karena melalui otonomi, manajer divisi dapat mengambil
keputusan sendiri. Pertanggungjawaban juga menjadi jelas. Jika pasar
Amerika Serikat tidak menunjukkan hasil yang baik, manajer divisi Amerika
Serikat yang akan bertanggung jawab. Sisi negatif organisasi ini adalah
naiknya biaya operasional karena staf dan karyawan menjadi semakin besar
dan terjadi duplikasi kegiatan/fungsi dalam organisasi. Manajer divisi dapat
tergoda untuk mencapai tujuan divisi dengan mengorbankan tujuan
organisasi secara keseluruhan dan godaan tersebut semakin besar karena
manajer divisi mempunyai otonomi yang cukup besar.
Variasi lain dalam organisasi divisi adalah konglomerasi. Desain
konglomerasi membawahi sejumlah divisi yang tidak berkaitan satu sama
lainnya. Sebagai contoh, perusahaan membawahi sejumlah anak perusahaan
yang bergerak di bidang penerbitan surat kabar, perbankan, industri kimia,
dan sejumlah bidang lainnya. Konglomerasi merupakan bentuk diversifikasi
usaha. Dengan diversifikasi, risiko bisnis dapat dikurangi karena apabila satu
bidang usaha merugi, kerugian tersebut akan dikompensasi oleh keuntungan
bidang lainnya. Dengan demikian, keuntungan secara total akan menjadi
relatif stabil. Konglomerasi juga dapat disebabkan oleh organisasi secara
agresif yang menjangkau kesempatan bisnis yang muncul. Semangat
kewirausahaan melandasi tindakan ini. Sebagai contoh, apabila ada
kesempatan masuk dalam bidang keuangan, organisasi akan masuk dalam
bidang keuangan meskipun bidang keuangan tidak mempunyai kaitan yang
jelas dengan bidang perusahaan induknya. Sisi negatif konglomerasi adalah
kurang koordinasi antardivisi dan kesulitan memanfaatkan sinergi antardivisi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa organisasi dengan bentuk
konglomerasi mempunyai prestasi keuangan yang jelek atau maksimal
dengan prestasi biasa (rata-rata).

3. Struktur Matriks
Struktur organisasi matriks berusaha menggabungkan sisi positif struktur
fungsional dan struktur divisi. Struktur fungsional mempunyai sisi positif
karena mendorong spesialisasi, tetapi koordinasi menjadi sulit dilakukan.
Struktur divisi mendorong koordinasi, tetapi tidak terlalu mendorong
spesialisasi keahlian. Dalam struktur organisasi matriks, karyawan
mempunyai dua atasan: fungsional dan divisional. Bagan berikut ini
menunjukkan struktur tersebut.
Direktur
Utama

Direktur Direktur Direktur Direktur


Utama Utama Utama Utama

Direktur
Utama

Direktur
Utama

Direktur
Utama

Gambar 5.5 Struktur Matriks


Garis vertikal menunjukkan perintah fungsional, sedangkan garis
horizontal menunjukkan perintah divisional. Garis horizontal menunjukkan
kegiatan yang sedang dilakukan oleh organisasi yang dipimpin oleh manajer
proyek. Karena struktur tersebut, struktur matriks sering disebut sebagai
sistem komando ganda (multiple command system). Sebagai contoh, manajer
proyek A memimpin proyek A, proyek pembuatan mobil model baru.
Manajer proyek tersebut “meminjam” insinyur dari departemen produksi,
akuntan dari departemen keuangan, dan ahli pemasaran dari departemen
pemasaran. Karyawan atau tenaga ahli tersebut dikumpulkan dengan tujuan
menyiapkan mobil model baru. Jika proyek pembuatan mobil tersebut
selesai, tenaga ahli dan karyawan akan dikembalikan ke departemen asalnya.
Di lain kesempatan, karyawan tersebut akan dipinjam lagi untuk proyek lain.
Organisasi matriks pertama kali dikembangkan oleh industri luar
angkasa Amerika Serikat. Pemerintah Amerika Serikat mensyaratkan adanya
manajer proyek untuk setiap proyek yang dikerjakan oleh perusahaan luar
angkasa Amerika Serikat yang memenangkan tender proyek luar angkasa.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, manajer proyek ditunjuk dan bekerja
sama dengan manajer fungsional yang sudah ada. Perkembangan selanjutnya
mengarah pada struktur organisasi matriks. Struktur organisasi matriks
sekarang banyak digunakan di banyak organisasi, seperti manajemen
konsultan, industri, dan agen periklanan. Akan tetapi, tidak semua organisasi
“cocok” menggunakan struktur matriks. Beberapa perusahaan yang sudah
menggunakan struktur matriks pada akhirnya meninggalkan struktur tersebut
karena beberapa alasan. Tidak semua organisasi “siap” menjalankan struktur
matriks. Masalah koordinasi biasanya merupakan halangan terhadap struktur
matriks.
Struktur matriks mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, struktur ini
fleksibel karena tim kerja dapat dibentuk, diubah, atau dibubarkan apabila
telah selesai. Kedua, karena bekerja sebagai tim, dengan mengambil
keputusan bersama, karyawan akan semakin termotivasi. Ketiga, karyawan
memperoleh kesempatan yang baik untuk mempelajari ilmu baru. Keempat,
organisasi dapat memanfaatkan sumber daya secara efisien. Fleksibilitas dan
penghematan dapat diperoleh. Kelima, karyawan dalam organisasi matriks
juga merupakan karyawan dari departemen fungsional. Dengan status ganda
tersebut, mereka dapat menjembatani dua proyek dengan fungsional dan
semakin mendorong koordinasi. Keenam, desain matriks mendorong
desentralisasi. Manajemen puncak dapat lebih memfokuskan pada tujuan
jangka panjang.
Akan tetapi, desain matriks mempunyai beberapa kelemahan. Karyawan
barangkali tidak merasa pasti dalam kaitannya dengan atasan ganda. Kondisi
semacam ini dapat membuat mereka frustasi. Hubungan pelaporan menjadi
tidak jelas dan mengarah pada situasi kekacauan. Di lain pihak, manajer
merasa bahwa wewenang mereka terhadap karyawan dibatasi. Desain matriks
berkaitan dengan tim kerja. Pengambilan keputusan kelompok cenderung
lebih lama dibandingkan dengan pengambilan oleh perorangan. Kompromi
dalam kelompok juga cenderung lebih besar sehingga membatasi kreativitas
dan prestasi. Seseorang akan mendominasi kelompok dan situasi semacam
itu tidak menguntungkan. Kerja tim juga membutuhkan keterampilan
hubungan manusia yang baik. Karyawan yang tidak mempunyai
keterampilan tersebut barangkali tidak akan berhasil baik dalam tim kerja.
Tim kerja yang berubah-ubah membuat karyawan harus memulai sesuatu
yang baru lagi, mulai dari nol lagi. Untuk mengatasi masalah tersebut,
organisasi dapat melatih (training) karyawan sebelum menugaskan mereka
ke tim kerja matriks.

E. KOORDINASI

Semakin terspesialisasi suatu organisasi, semakin diperlukan upaya


untuk menghubungkan bagian-bagian yang terpisah tersebut. Dalam hal ini,
koordinasi diperlukan. Koordinasi merupakan proses menghubungkan atau
mengintegrasikan bagian-bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi
dapat dicapai dengan lebih efektif. Tingkat ketergantungan antarbagian dan
kebutuhan komunikasi dalam melaksanakan pekerjaan tertentu akan
menentukan sejauh mana koordinasi diperlukan. Sebagai contoh, pekerjaan
nonrutin membutuhkan komunikasi yang cukup intensif. Karena itu,
kebutuhan koordinasi semakin tinggi. Apabila suatu pekerjaan tergantung
pada pekerjaan lain, kebutuhan koordinasi akan semakin tinggi.
Ketergantungan dapat dibedakan menjadi tiga macam.

1. Pooled Interdependence
Ketergantungan semacam ini tidak banyak membutuhkan interaksi.
Sebagai contoh, organisasi dengan bentuk konglomerasi mempunyai
divisi yang berbeda satu sama lain dan tidak berkaitan. Keuntungan atau
laba organisasi tersebut merupakan penjumlahan laba setiap divisi.
2. Sequential Interdependence
Ketergantungan dalam bentuk ini ditandai dengan dipakainya output
suatu bagian sebagai input bagian lainnya. Tingkat ketergantungan
antarbagian lebih kompleks dibandingkan pooled interdependence, tetapi
pengaruh masih bergerak satu arah. Lini perakitan mobil merupakan
contoh ketergantungan semacam ini.

3. Reciprocal Interdependence
Ketergantungan semacam ini muncul apabila bagian-bagian saling
memengaruhi satu sama lain. Arah ketergantungan tidak hanya satu arah,
dapat lebih dari satu arah. Tingat ketergantungan semacam ini paling
kompleks. Karena itu, koordinasi semakin diperlukan dalam hal ini.

Koordinasi yang efektif tidak mudah dicapai, apalagi pekerjaan menjadi


semakin terspesialisasi. Lawrence dan Lorsch menggunakan istilah
diferensiasi untuk menjelaskan bagian organisasi yang semakin
terspesialisasi. Menurut mereka, ada empat macam jenis diferensiasi.
a. Bagian organisasi yang berbeda cenderung mengembangkan tujuan
bagian tersebut, metode, serta kebiasaan yang berlaku untuk mencapai
tujuan tersebut. Sebagai contoh, bagian produksi akan terbiasa pada
efisiensi biaya, seperti standardisasi produk, sedangkan bagian
pemasaran lebih suka menghasilkan produk yang bervariasi dan yang
akan meningkatkan biaya.
b. Orientasi waktu antarbagian dapat berbeda. Bagian produksi mempunyai
orientasi yang lebih pendek, yaitu target bulanan atau harian
dibandingkan dengan bagian riset dan pengembangan yang mempunyai
orientasi waktu tahunan.
c. Gaya interaksi: sebagai contoh, bagian produksi menginginkan
komunikasi yang serbacepat dan jawaban yang jelas karena target
produksi cukup pendek. Bagian riset dan pengembangan lebih suka
mengembangkan kreativitas karena tidak diburu target jangka pendek.
d. Tingkat formalitas: bagian produksi barangkali mempunyai prosedur
yang jelas dan formal, sedangkan bagian personalia tidak begitu ketat
tingkat formalitasnya. IBM sebagai contoh dikenal sebagai perusahaan
dengan formalitas yang tinggi, sedangkan Microsoft dikenal sebagai
organisasi yang sangat informal.
Perbedaan-perbedaan tersebut akan mendorong konflik antarindividual
ataupun antarbagian dalam organisasi. Lawrence dan Lorsch menggunakan
istilah integrasi (sebagai ganti kata koordinasi) untuk menggambarkan sejauh
mana bagian-bagian dalam organisasi bekerja bersama.

1. Pendekatan untuk Efektivitas Koordinasi


Gambar berikut ini menggambarkan tiga pendekatan terhadap
koordinasi.

2.Meningkatkan Potensi
Koordinasi
d. Sistem Informasi
Vertikal
e. Hubungan atau
1. Teknik Manajemen Dasar Komunikasi Horizontal
a. Hierarki Manajerial
b. Prosedur dan Aturan
c. Rencana dan Tujuan

3.Mengurangi Kebutuhan untuk


Koordinasi
f. Memberi Tambahan Sumber Daya
g. Unit yang Independen

Gambar 5.6 Pendekatan terhadap Koordinasi

a. Teknik manajemen dasar


Jika kebutuhan koordinasi tidak terlalu tinggi, teknik manajemen dasar
dapat digunakan untuk meningkatkan koordinasi. Hierarki manajerial berarti
menetapkan rantai komando yang menjelaskan secara spesifik hubungan
antaranggota dan unit dalam organisasi. Aliran informasi ditetapkan dengan
rantai komando tersebut dan koordinasi dapat ditetapkan berdasarkan rantai
komando tersebut. Apabila pekerjaan yang perlu dikoordinasi merupakan
suatu hal yang rutin, prosedur dan aturan yang standar dapat dipakai sebagai
pedoman. Jika terjadi kepentingan atau tujuan yang saling bertentangan satu
sama lain, rencana dan tujuan organisasi secara keseluruhan dipakai sebagai
perekat kepentingan yang berbeda-beda. Semua kepentingan harus ditujukan
untuk mencapai kepentingan organisasi tersebut.
b. Meningkatkan potensi koordinasi
Jika kebutuhan koordinasi semakin meningkat atau ukuran organisasi
semakin besar, teknik manajemen dasar tidak lagi cukup memadai sehingga
semakin dibutuhkan koordinasi. Sistem informasi vertikal memungkinkan
informasi mengalir ke bawah atau ke atas tingkatan organisasi secara bebas.
Aliran informasi yang semakin baik tersebut memungkinkan perencanaan,
koordinasi, dan pengendalian menjadi semakin baik. Hubungan horizontal
memungkinkan aliran informasi menjadi lebih fleksibel. Jika bawahan
menginginkan suatu informasi, dia tidak harus bertanya ke atasannya. Dia
dapat saja bertanya kepada sesama karyawan yang mempunyai pengalaman
dan dengan demikian aliran informasi lebih fleksibel. Aliran informasi yang
fleksibel akan meningkatkan potensi koordinasi.
Jika kontak antarbagian menjadi semakin banyak dan kompleks, peranan
penghubung (liaison) antarbagian dapat diciptakan. Peranan tersebut menjadi
mediator yang menjembatani bagian yang mempunyai karakteristik yang
sangat berbeda. Sebagai contoh, insinyur dengan pemasar atau dengan
akuntan akan sangat berbeda. Peranan penghubung tersebut dapat berbentuk
komite atau gugus tugas (task force). Komite biasanya merupakan kelompok
yang dibentuk secara formal dengan anggota dari berbagai latar belakang dan
mempunyai jadwal pertemuan yang rutin dengan seorang ketua. Komite
biasanya relatif permanen dan menangani masalah-masalah yang muncul
berulang-ulang. Di lain pihak, gugus tugas dibentuk untuk menangani
masalah khusus. Jika tugas mereka telah selesai, komite tersebut dapat
dibubarkan.

c. Mengurangi kebutuhan koordinasi


Jika kebutuhan koordinasi menjadi semakin besar dan metode
sebelumnya tidak lagi memadai, kebutuhan akan koordinasi dapat dikurangi.
Mengurangi kebutuhan koordinasi merupakan cara aktif untuk
mengantisipasi kemungkinan munculnya konflik dan dengan demikian
kebutuhan akan koordinasi berkurang. Contoh memberi tambahan sumber
daya (slack resources) sebagai berikut. Misalkan, suatu perusahaan
mengantisipasi kenaikan ekspor sebanyak 1 juta unit tahun depan (1 Januari).
Perusahaan dapat memproduksi 1,2 juta unit dan selesai diproduksi pada
bulan September. Dengan demikian, perusahaan memproduksi lebih dari
yang dibutuhkan dan dikirim jauh sebelum target tanggal penjualan untuk
5.24 Manajemen 
mengantisipasi konflik yang mungkin terjadi kalau rencana produksi dan
pemasaran tidak sesuai dengan target.
Kebutuhan koordinasi juga dapat dikurangi dengan menciptakan unit
yang independen. Unit yang independen dan yang dapat bekerja sendiri tidak
memerlukan konsultasi dengan manajemen puncak atau bagian lain. Dengan
demikian, hal itu mengurangi kebutuhan akan koordinasi.

F. DESENTRALISASI DAN SENTRALISASI

Desentralisasi merupakan proses pendelegasian wewenang dan tanggung


jawab secara sistematis ke tingkatan organisasi yang lebih rendah.
Sentralisasi merupakan proses menahan wewenang dan tanggung jawab ke
manajemen puncak. Desentralisasi mempunyai keuntungan seperti yang telah
dijelaskan dalam pendelegasian wewenang, antara lain keputusan yang lebih
cepat, inisiatif, dan semangat kerja karyawan meningkat. Tampaknya ada
kesan bahwa desentralisasi merupakan sesuatu yang baik, sedangkan
sentralisasi merupakan sesuatu yang jelek meskipun sebenarnya keduanya
mempunyai sisi positif dan negatif, tergantung situasi yang dihadapi. Dalam
praktik, desentralisasi dan sentralisasi merupakan dua titik ekstrem. Manajer
dapat memilih sejauh mana desentralisasi dapat dilakukan. Dalam hal ini,
kombinasi antara desentralisasi dan sentralisasi yang “tepat”.
Faktor apa yang memengaruhi tingkat desentralisasi? Ada beberapa
faktor: (1) lingkungan, (2) ukuran organisasi, dan (3) karakteristik lain,
seperti budaya perusahaan, preferensi manajemen, kemampuan karyawan,
dan biaya keputusan.

1. Lingkungan
Lingkungan memengaruhi tingkat desentralisasi. Sebagai contoh, Alfred
Chandler menemukan apabila tingkat persaingan cukup ketat, industri
berubah cukup dinamis, lalu perusahaan mengembangkan produk melalui
riset dan pengembangan sendiri sehingga organisasi akan cenderung
mempunyai struktur desentralisasi. Sementara itu, organisasi yang bergerak
dalam lingkungan yang stabil, mudah diprediksi, dan teknologi yang tidak
mudah berubah akan memilih struktur yang tersentralisasi.
 EMKA4116/MODUL 5 5.25
2. Ukuran
Semakin besar organisasi akan semakin kompleks organisasi tersebut.
Desentralisasi diperlukan karena sentralisasi akan memberi beban yang
sangat besar terhadap manajemen. Jika organisasi tumbuh pesat,
desentralisasi akan semakin diperlukan.

3. Faktor Lain
Jika risiko dan biaya yang berkaitan dengan suatu keputusan cukup
tinggi, manajer akan berhati-hati dalam mendelegasikan wewenangnya.
Sentralisasi kemungkinan akan terjadi dalam situasi semacam ini. Manajer
mempunyai preferensi yang berbeda-beda terhadap delegasi wewenang.
Manajer yang suka mendelegasikan wewenangnya akan menghasilkan
struktur yang lebih terdesentralisasi. Budaya organisasi juga menentukan
tingkat desentralisasi. Budaya dapat terbentuk dari sejarah organisasi
tersebut. Apabila suatu organisasi didirikan oleh orang yang tidak suka
mendistribusikan wewenangnya, nilai yang terbentuk (budaya organisasi)
kemungkinan merupakan nilai yang menyukai sentralisasi dibandingkan
desentralisasi. Kemampuan bawahan menentukan tingkat desentralisasi:
apabila banyak karyawan yang mampu menangani pekerjaan, tingkat
desentralisasi akan semakin tinggi.
Tampaknya desentralisasi semakin banyak digunakan oleh organisasi.
Tekanan lingkungan, seperti persaingan yang semakin ketat dan karyawan
yang semakin mampu, barangkali mampu menjelaskan popularitas
desentralisasi. Desentralisasi juga dianggap sebagai sesuatu yang lebih baik
dibandingkan sentralisasi karena desentralisasi mendorong kebutuhan
manusia untuk berprestasi atau aktualisasi diri.
Wewenang, Departementalisasi, Hubungan
Pelaporan, dan Desain Kerja

A. WEWENANG

Mengapa manajer dapat memerintah karyawan? Pada situasi yang


normal, manajer dapat membuat karyawan mengerjakan apa yang ia
perintahkan. Timbul pertanyaan, mengapa manajer dapat mendapatkan hak
untuk memerintah. Pada modul kepemimpinan, akan dibahas sumber-sumber
kekuasaan dan kekuasaan yang dipunyai oleh manajer. Ada dua pandangan
yang menjelaskan wewenang formal (resmi) yang dipunyai oleh manajer:
pandangan klasik (classical view) dan pandangan penerimaan (acceptance
view).

1. Pandangan Klasik
Menurut pandangan klasik, wewenang datang dari tingkat paling atas,
kemudian secara bertahap diturunkan ke tingkat yang lebih bawah. Tingkat
paling atas, barangkali Tuhan, kemudian diturunkan ke pemerintah, raja, atau
masyarakat sebagai satu kelompok. Kemudian, diturunkan ke individu.
Menurut pandangan ini, manajer mempunyai hak untuk memerintah karena
merasa tingkatan yang lebih tinggi dan karyawan mempunyai kewajiban
untuk menjalankan perintah tersebut. Jika seorang individu hidup di suatu
negara atau organisasi, dia harus mematuhi peraturan-peraturan (hukum)
yang berlaku di negara atau organisasi tersebut. Jika tidak mau mematuhi
peraturan yang berlaku, sebagai konsekuensinya dia harus meninggalkan
organisasi tersebut atau mengubah peraturan jika memungkinkan.
2. Pandangan Penerimaan
Menurut pandangan ini, sudut pandang wewenang adalah penerima
perintah, bukannya pemberi perintah. Pandangan ini dimulai dengan
pengamatan bahwa tidak semua perintah dipatuhi oleh penerima perintah.
Penerima perintah dapat menentukan apakah akan menerima perintah atau
tidak. Meskipun tampaknya pandangan tersebut mengarah pada kekacauan
dalam suatu organisasi (karena karyawan tidak begitu saja mau menerima
perintah), kebanyakan perintah dapat diterima oleh karyawan. Pandangan
tersebut mempunyai sisi positif karena memberi tekanan pada karyawan.
Chester I. Barnard merupakan salah satu pendukung pandangan tersebut.
Menurut Barnard, seseorang akan menerima perintah apabila dipenuhi empat
kondisi berikut. (1) Dia dapat memahami komunikasi. (2) Dia percaya bahwa
perintah tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi. (3) Perintah
tersebut tidak bertentangan dengan kepentingannya secara keseluruhan. (4)
Secara fisik dan mental, ia mampu menjalankan perintah tersebut.
Pandangan tersebut mengarah pada istilah wilayah penerimaan atau
wilayah acuh tidak acuh (indifference). Wilayah tersebut merupakan wilayah
tempat seseorang mau menerima perintah apabila perintah tersebut berada
dalam range yang normal. Apabila perintah tersebut jatuh dalam range yang
tidak normal, kemungkinan karyawan tidak akan menerima perintah tersebut.

3. Wewenang Lini dan Staf


Dalam organisasi, wewenang dapat dibedakan menjadi wewenang lini
dan wewenang staf meskipun kadang-kadang ada penulis yang tidak
membedakan keduanya.

a. Wewenang lini
Wewenang lini dipunyai oleh manajer lini yang mengambil keputusan
untuk mencapai tujuan organisasi secara langsung. Dalam bagan organisasi,
wewenang lini digambarkan oleh garis yang menghubungkan manajemen
puncak sampai ke manajemen tingkat bawah. Apa yang disebut sebagai
wewenang lini akan berbeda dari satu organisasi ke organisasi lainnya,
tergantung tujuan organisasi. Pada perusahaan manufaktur, wewenang lini
barangkali akan terbatas pada fungsi produksi dan penjualan. Fungsi
akuntansi dan keuangan bukan merupakan wewenang lini. Pada perusahaan
supermarket, wewenang lini akan terbatas pada penjualan dan pembelian
karena pembelian (procurement) merupakan fungsi pokok dari usaha
supermarket. Wewenang lini juga akan berbeda tergantung ukuran
organisasi. Pada perusahaan kecil, barangkali semua manajer merupakan
manajer lini. Pada saat perusahaan tumbuh menjadi besar, staf yang lebih
spesialis diperlukan untuk membantu manajer lini.

b. Wewenang staf
Wewenang staf dilakukan oleh orang atau kelompok orang yang
memberikan jasa atau nasihat kepada manajer lini. Staf ahli biasanya
merupakan istilah yang menggambarkan posisi tersebut. Karena spesialisasi
yang dipunyai, staf ahli memberikan nasihat kepada manajer. Nasihat
tersebut kemudian dipakai sebagai pertimbangan untuk pengambilan
keputusan oleh manajer. Penasihat juga istilah yang sering dipakai untuk
menggambarkan posisi tersebut. Penasihat ahli atau penasihat biasa dijumpai
pada organisasi perusahaan, pemerintah, atau kerajaan.
Staf ahli memberikan nasihat berdasarkan keahlian, pengalaman, atau
riset dan analisis yang diperlukan. Staf ahli juga dapat memberikan bantuan
pelaksanaan kebijakan, monitor, dan pengendalian. Pekerjaan yang dilakukan
oleh staf ahli akan sangat ditentukan oleh kebutuhan manajer lini. Sebagai
contoh, jika perusahaan menghadapi gugatan hukum, staf ahli hukum dapat
dimintai pendapat. Staf ahli hukum tersebut barangkali juga dapat diminta
membentuk komite yang diperlukan untuk memecahkan permasalahan
gugatan tersebut.
Dengan demikian, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara
pekerjaan lini dan pekerjaan staf. Manajer lini kadang-kadang mengerjakan
pekerjaan staf, staf kadang-kadang mengerjakan pekerjaan lini. Akan tetapi,
perbedaan yang tampak adalah staf mempunyai fokus pada pemberian jasa
dan nasihat kepada manajer lini, sedangkan manajer lini mengambil
keputusan yang ditujukan untuk mencapai tujuan organisasi secara langsung.
Gambar berikut ini menunjukkan perbedaan antara manajer lini dan staf.
Gambar 5.7 Manajer Lini dan Staf

Catatan:
Asisten merupakan posisi staf.
Presiden dan manajer divisi merupakan posisi lini.
Wakil direktur fungsional merupakan staf spesialis.

c. Wewenang fungsional
Kadang-kadang organisasi mempunyai manajer atau departemen yang
mempunyai wewenang fungsional. Fungsi keuangan dan akuntansi sering
diberikan wewenang fungsional. Gambar berikut ini menunjukkan struktur
wewenang fungsional.
Direktur Utama

Wakil Direktur Divisi Produk


Produksi Kosmetik

Manajer Produksi Manajer Manajer


Keuangan Pemasaran

Wakil Direktur Divisi Produk


Keuangan Makanan

Wakil Direktur Divisi Produk


Pemasaran Minuman

Wakil Direktur
Personalia

Gambar 5.8 Wewenang Fungsional

Catatan:
Garis terputus-putus menunjukkan garis komando wewenang fungsional.
Garis lurus menunjukkan wewenang lini.

Pada gambar tersebut, tampak bahwa manajer keuangan merupakan staf


yang melapor langsung ke direktur utama. Perhatikan, direktur keuangan
tidak dapat memberikan perintah langsung ke manajer divisi A, B, atau C.
Akan tetapi, manajer keuangan tiap divisi melapor kepada manajer divisi dan
juga direktur keuangan. Struktur semacam itu diperlukan untuk menjaga
keseragaman kebijakan dan prosedur keuangan untuk organisasi. Fungsi
akuntansi juga sering diberi wewenang fungsional. Manajer akuntansi
melapor ke manajer divisi dan juga melapor ke direktur keuangan. Salah satu
tujuan struktur tersebut adalah menjaga independensi fungsi pengendalian
yang dilakukan oleh fungsi akuntansi. Jika fungsi akuntansi hanya
bertanggung jawab ke manajer divisi, ada risiko bahwa laporan akuntansi ke
direktur utama terpengaruh oleh tekanan manajer divisi.

4. Delegasi Wewenang
Pada waktu mendesain struktur organisasi, distribusi wewenang menjadi
salah satu pertimbangan yang penting. Wewenang dapat diartikan sebagai
kekuasaan yang dilegitimasi (diresmikan) oleh organisasi. Distribusi
wewenang yang tinggi membuat organisasi semakin terdesentralisasi,
sebaliknya distribusi wewenang yang rendah membuat organisasi semakin
tersentralisasi. Distribusi wewenang kadang-kadang merupakan suatu
keharusan, terutama apabila organisasi tumbuh semakin besar dan manajer
tidak mungkin menangani semua keputusan yang harus diambil. Pada saat
ini, delegasi wewenang diperlukan. Delegasi wewenang dapat diartikan
sebagai penugasan wewenang dan tanggung jawab formal organisasi kepada
orang lain, dalam hal ini karyawan. Wewenang dapat didelegasikan sesuai
dengan prinsip skalar dari manajemen klasik, yang mengatakan bahwa garis
wewenang harus ditetapkan dengan jelas dari manajemen puncak sampai
karyawan paling bawah. Bagaimana dengan tanggung jawab? Apakah berarti
manajer dapat melepaskan tanggung jawab? Jawabannya tidak. Tanggung
jawab tetap pada manajer yang mendelegasikan wewenang. Karyawan yang
memperoleh delegasi wewenang bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang
harus dilakukan, sedangkan manajer bertanggung jawab secara keseluruhan
terhadap pekerjaan tersebut. Delegasi wewenang bukan merupakan pelepasan
tanggung jawab.

a. Keuntungan dan halangan delegasi wewenang


Delegasi wewenang memungkinkan manajer dapat menyelesaikan lebih
banyak pekerjaan daripada dikerjakan sendiri. Kadang-kadang bawahan
mempunyai keahlian yang lebih dibandingkan dengan manajer untuk hal-hal
tertentu. Bawahan atau karyawan sering kali merupakan orang lapangan yang
berhadapan secara langsung dengan lapangan. Informasi yang diperoleh
bawahan barangkali lebih baik dibandingkan dengan informasi yang
diperoleh manajer. Pada situasi semacam itu, delegasi wewenang dapat
membuat keputusan lebih berkualitas/baik. Delegasi yang efektif
memungkinkan pengambilan keputusan dilakukan dengan lebih cepat.
Pengambilan keputusan yang lamban dapat dihindari. Delegasi juga
membantu melatih karyawan, mereka belajar mengambil keputusan,
melaksanakan keputusan, atau memecahkan masalah. Keterampilan
manajerial bawahan dapat ditingkatkan. Delegasi wewenang dengan
demikian jangan hanya mendelegasikan tugas-tugas rutin atau operasional.
Tugas yang membutuhkan pemikiran dan inisiatif juga perlu didelegasikan
untuk meningkatkan keterampilan manajerial karyawan.
Sayangnya, delegasi wewenang tidak selancar yang dibayangkan. Ada
beberapa halangan dalam delegasi wewenang. Manajer barangkali enggan
mendelegasikan wewenang karena beberapa alasan: tidak yakin akan
kemampuan bawahan, merasa mampu mengerjakan sendiri, tidak efisien
untuk mengajari bawahannya melakukan tugas, takut wewenangnya akan
berkurang, atau takut kalau bawahannya dapat melakukan tugas lebih baik
dibandingkan dirinya. Di lain pihak, karyawan atau bawahan kadang-kadang
enggan menerima delegasi wewenang karena beberapa alasan: takut gagal,
merasa tidak ada penghargaan untuk kerja yang akan dilakukannya, atau
tidak mau menanggung risiko, semua risiko diserahkan atau ditanggung oleh
manajer.

b. Delegasi wewenang yang efektif


Komunikasi dapat diharapkan mengurangi masalah dalam delegasi
wewenang. Bawahan harus memahami tanggung jawab dan wewenang
mereka. Manajer harus mengakui nilai dari delegasi wewenang. Prestasi
karyawan yang baik bukan merupakan ancaman terhadap manajer, melainkan
prestasi bagi manajer dan bawahan karena manajer dapat melatih bawahan
mencapai prestasi yang baik. Manajer harus memberi toleransi terhadap
kesalahan yang mungkin terjadi karena karyawan dapat belajar dari
kesalahan tersebut. Manajer memberi dukungan kepada karyawan dan
karyawan merasa didukung oleh manajer. Manajer juga harus menganalisis
faktor-faktor yang akan memengaruhi efektivitas delegasi wewenang, antara
lain jenis pekerjaan, kemampuan karyawan, dan budaya organisasi.
Efektivitas delegasi wewenang akan mencakup beberapa hal berikut.
1. Memutuskan pekerjaan mana yang akan didelegasikan. Tidak semua
pekerjaan dapat didelegasikan. Pekerjaan operasional yang rutin,
misalnya mengontrol skedul perawatan mesin dapat didelegasikan
dengan mudah. Akan tetapi, keputusan membuat pabrik baru tidak
mungkin didelegasikan begitu saja.
2. Memutuskan siapa yang akan memperoleh penugasan. Dalam hal ini,
beberapa pertimbangan dapat digunakan: waktu yang dipunyai oleh
karyawan, kemampuan yang dimiliki oleh karyawan, dan kesempatan
yang akan dimanfaatkan oleh karyawan. Sebagai contoh, apabila ada
karyawan yang mampu dan disiapkan untuk promosi, karyawan tersebut
dapat diberi penugasan manajerial, misalnya mengoordinasi penjualan di
wilayah tertentu.
3. Mendelegasikan tugas. Tugas didelegasikan disertai dengan informasi
dan pemberian wewenang yang cukup. Sedapat mungkin tugas diberikan
dalam bentuk hasil yang diharapkan, misalnya diharapkan penjualan naik
10 persen sehingga bawahan mempunyai kebebasan memilih dan
menentukan metode yang dirasakan efektif untuk mencapai hasil
tersebut. Dalam tahap ini, komunikasi yang terbuka perlu didorong.
4. Menetapkan feedback. Feedback bermanfaat untuk memonitor kemajuan
yang dicapai oleh bawahan.

Manajemen klasik menaruh perhatian yang cukup besar terhadap


delegasi wewenang. Beberapa petunjuk mereka untuk menciptakan delegasi
wewenang dapat dilihat berikut ini dengan beberapa modifikasi.
1. Menetapkan garis wewenang yang jelas dari manajemen puncak sampai
karyawan yang paling bawah. Prinsip ini sering disebut sebagai prinsip
skalar. Dengan prinsip skalar, anggota organisasi dapat memahami siapa
dapat mendelegasikan wewenang, kepada siapa wewenang
didelegasikan, dan kepada siapa dia bertanggung jawab.
2. Untuk menghindari ketidakjelasan, setiap bawahan harus
melapor/bertanggung jawab hanya kepada satu atasan. Prinsip tersebut
dikenal sebagai prinsip kesatuan komando.
3. Pekerjaan yang spesifik ditugaskan kepada karyawan tingkat bawah
karena informasi dan kemampuan dapat diperoleh untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut. Sebagai contoh, mengontrol kartu skedul perawatan
mesin dapat didelegasikan ke karyawan operasional bagian mesin, bukan
ke manajer produksi.
4. Bawahan diberi wewenang yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan
yang didelegasikan. Jika seorang manajer penjualan diberi tugas menjual
produk ke suatu wilayah tertentu, dia diberi kekuasaan untuk
mengoordinasi salesman di wilayah tersebut.
5. Bawahan harus diberi tahu secara spesifik bahwa mereka bertanggung
jawab terhadap hasil-hasil tertentu. Manajer penjualan harus diberi tahu
bahwa dia bertanggung jawab untuk meningkatkan penjualan 10 persen
melalui tugasnya yang baru. Komunikasi dilakukan untuk memastikan
bahwa bawahan tahu tanggung jawabnya dan mereka menerima
wewenang dengan tanggung jawab tersebut. Tidak berarti bahwa
manajer yang mendelegasikan wewenang ke manajer penjualan tersebut
terlepas dari tanggung jawab.

B. HUBUNGAN PELAPORAN

Organisasi disusun berdasarkan hubungan pelaporan, bawahan melapor


ke atasan. Hubungan yang ada di suatu organisasi tentunya sangat kompleks.
Akan tetapi, hubungan tersebut dapat diringkas ke dalam bagan organisasi.
Bagan organisasi menggambarkan hubungan antara bawahan dan atasan
atasan, yaitu atasan memberi tugas ke bawahan dan bawahan melapor ke
atasan. Hubungan tersebut digambarkan dengan garis yang menghubungkan
kotak-kotak dalam bagan tersebut dan sering disebut sebagai rantai perintah
(chain of command). Kotak itu sendiri mencerminkan departementalisasi atau
pengelompokan kerja dalam organisasi. Rantai perintah merupakan ide lama
yang mulai berkembang dalam era manajemen klasik, awal abad ke-20.
Menurut manajemen klasik, rantai pengendalian mempunyai komponen
kesatuan perintah (unity of command) dan prinsip skalar (scalar principle).
Kesatuan perintah mengatakan bawahan hanya melapor ke satu atasan.
Sementara itu, prinsip skalar mengatakan bahwa garis wewenang harus
diturunkan dengan jelas dan tanpa terputus dari tingkat paling atas ke tingkat
paling bawah dalam suatu organisasi. Seseorang dalam suatu organisasi pada
akhirnya harus bertanggung jawab terhadap setiap keputusan yang diambil.

1. Rentang Kendali (Span of Controll)


Dengan mengamati bagan organisasi, akan terlihat rentang kendali.
Rentang kendali atau rentang manajemen dapat didefinisikan sebagai jumlah
bawahan yang melapor ke atasan tertentu. Rentang kendali menjadi objek
pembicaraan yang menarik, mulai dari manajemen klasik sampai manajemen
modern. Berapa jumlah bawahan yang ideal yang melapor ke satu atasan?
A.V. Graicunas, penulis manajemen klasik, mencoba menguantifikasikan
rentang manajemen. Menurutnya, manajer mempunyai tiga jenis interaksi:
(1) langsung dengan bawahan (hubungan tatap muka), (2) silang yang
merupakan hubungan antarbawahan, dan (3) kelompok yang merupakan
hubungan antarkelompok bawahan. Jumlah semua jenis interaksi antara
manajer dengan bawahan dapat ditentukan dengan formula berikut.

N
Interaksi = N (2 /2 + N - 1)

Sebagai contoh, jika ada dua bawahan, interaksi potensial ada (2 (22/2 +
2 - 1)) = 6. Jika jumlah bawahan menjadi lima, interaksi potensial menjadi
100. Semakin banyak bawahan, interaksi akan menjadi semakin kompleks.
Sayangnya, Graicunas tidak menjelaskan berapa jumlah bawahan yang
optimal. Penulis manajemen yang lain, Ralph C. Davis, menjelaskan dua
jenis: rentang operasional untuk manajer tingkat bawah dan rentang eksekutif
untuk manajer tingkat menengah dan atas. Davis berpendapat, rentang
operasional dapat mencapai 30, sedangkan rentang eksekutif harus dibatasi
antara tiga sampai sembilan, tergantung faktor-faktor yang memengaruhi.
Lyndall F. Urwick berpendapat bahwa rentang manajemen tidak boleh
melebihi enam bawahan.
Pandangan modern tidak lagi mencoba menghitung rentang manajemen
yang ideal. Rentang manajemen yang ideal akan ditentukan oleh beberapa
faktor sehingga tidak ada jumlah rentang manajemen ideal yang berlaku.
Meskipun demikian, pandangan klasik memberikan kontribusi karena
menyadarkan keterbatasan manajer dalam mengawasi bawahannya. Rentang
yang ideal akan ditentukan oleh beberapa faktor berikut.
1. Pengalaman dan kemampuan manajer serta bawahannya. Jika manajer
dan bawahan mempunyai pengalaman dan kemampuan yang tinggi,
dapat dibentuk rentang manajemen yang lebih lebar.
2. Despersi fisik. Jika bawahan terdespersi, misalnya satu bertugas di Aceh
dan yang lain bertugas di Jawa Timur, rentang manajemen akan lebih
sempit.
3. Tingkat interaksi yang diperlukan. Jika interaksi yang diperlukan
semakin intens, rentang manajemen akan lebih sempit.
4. Tingkat standardisasi prosedur. Jika prosedur yang standar semakin
tinggi, rentang manajemen akan semakin lebar.
5. Kesamaan pekerjaaan yang diawasi. Jika pekerjaan yang serupa semakin
banyak, potensi rentang manajemen akan semakin lebar.

Faktor-faktor di atas akan menentukan rentang manajemen yang ideal.


Rentang manajemen akan menentukan tingkat efisiensi organisasi. Jika
rentang manajemen terlalu lebar, bawahan akan memperoleh pengawasan
dan bimbingan yang semakin sedikit. Kesalahan, bahkan sangat serius, dapat
terjadi dan akan mengurangi prestasi organisasi. Sebaliknya, apabila rentang
manajemen terlalu sempit, kemampuan manajer tidak dimanfaatkan secara
optimal.
Rentang manajemen akan menentukan bentuk organisasi. Rentang
manajemen yang terlalu sempit membuat organisasi menjadi semakin tall.
Sebaliknya, rentang manajemen yang terlalu lebar membuat organisasi
semakin flat. Gambar berikut ini menunjukkan organisasi yang tall dan yang
flat tersebut.

Organisasi Tall

Organisasi Flat

Gambar 5.9 Organisasi Tall dan Flat


Organisasi yang besar akan cenderung mempunyai organisasi yang tall.
Organisasi tersebut mempunyai sisi negatif, seperti komunikasi yang tidak
lancar dari bawahan ke atasan atau sebaliknya. Karena rantai komunikasi
menjadi terlalu panjang, biaya menjadi lebih besar karena jumlah manajer
semakin banyak. Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan yang
semakin besar dapat memangkas lapisan organisasi sehingga organisasi
menjadi semakin datar (flat). Sebaliknya, organisasi yang datar, meskipun
mempunyai beberapa keuntungan, juga mempunyai kelemahan, seperti
pekerjaan administratif manajer yang semakin banyak karena sedikit
bawahan dan pengawasan yang lebih sedikit karena terlalu banyak bawahan.
Jika sisi negatif tersebut menjadi terlalu merugikan, struktur organisasi dapat
dibuat menjadi lebih tall.

2. Keterbatasan Organisasi Formal


Apa yang digambarkan dalam bagan organisasi merupakan gambaran
organisasi formal. Meskipun bagan organisasi membuat pembagian kerja dan
komunikasi pertanggungjawaban dalam organisasi menjadi semakin jelas,
kadang-kadang orang sering memberi interpretasi yang kurang tepat. Sebagai
contoh, orang yang berada di bawah dalam bagan organisasi akan merasa
“jauh” dari direktur utama. Situasi semacam itu dapat membuat semangat
kerja semakin turun. Organisasi formal juga tidak menangkap dinamika
hubungan informal antarkaryawan atau manajer. Jika terjadi suatu kesulitan,
karyawan barangkali tidak langsung melapor ke atasannya, tetapi akan
bertanya pada karyawan lainnya. Ada kemungkinan bawahan bertanya ke
manajer yang lain, yang meskipun bukan atasannya, ia mempunyai hubungan
pribadi yang dekat, seperti berasal dari daerah yang sama. Dengan demikian,
meskipun bagan organisasi membantu memperjelas situasi organisasi, harus
diingat keterbatasan bagan organisasi.

C. PENGELOMPOKAN KERJA (DEPARTEMENTALISASI)

Pengelompokan kerja merupakan basis departemen. Pada waktu


organisasi masih kecil, semua tugas barangkali dapat ditangani oleh satu
orang, yaitu pendiri organisasi. Pada waktu organisasi berkembang, pendiri
organisasi sudah tidak mampu lagi mengerjakan dan mengawasi semua
kegiatan dalam organisasi. Posisi manajerial baru diciptakan untuk
mengawasi pekerjaan dalam organisasi. Pekerjaan yang diawasi tersebut
dikelompokkan dalam satu bagian tertentu berdasarkan kriteria tertentu.
Pengelompokan pekerjaan tersebut kemudian menjadi dasar departemen.
Bagian ini membahas bentuk-bentuk departemen secara umum, sedangkan
pada kegiatan belajar sebelumnya, pada waktu membahas tipe organisasi,
dibahas bentuk organisasi yang lebih kompleks.

1. Pengelompokan Berdasarkan Fungsi


Kegiatan yang sama atau serupa dikelompokkan dalam satu bagian
tertentu. Sebagai contoh, kegiatan pemasaran, keuangan, dan produksi dapat
dikelompokkan dalam bagian pemasaran, keuangan, dan produksi. Fungsi di
sini berarti kegiatan tertentu yang seragam. Pengelompokan ini sering
dijumpai pada organisasi kecil atau sedang. Pengelompokan semacam ini
mempunyai keuntungan, yaitu (1) setiap bagian atau departemen diisi oleh
orang yang ahli di bidangnya, (2) pengawasan dapat dilakukan dengan lebih
mudah karena manajer hanya membutuhkan keterampilan yang relatif
sempit, dan (3) lebih mudah mengoordinasikan kegiatan yang seragam dalam
setiap bagiannya. Meskipun demikian, pengelompokan ini mempunyai
beberapa kelemahan seperti berikut. (1) Pada waktu organisasi tumbuh besar,
pengambilan keputusan cenderung menjadi lebih lambat. Organisasi
cenderung menjadi birokratis karena setiap rangkaian keputusan harus
melalui beberapa bagian. (2) Karyawan cenderung menjadi terlalu sempit
pandangannya karena berkonsentrasi pada fungsinya dan kehilangan visi
organisasi secara keseluruhan. (3) Pertanggungjawaban menjadi tidak jelas.
Sebagai contoh, suatu produk mengalami kegagalan dan sulit menentukan
siapa yang harus bertanggung jawab, apakah manajer pemasaran, manajer
produksi, atau manajer keuangan.

2. Pengelompokan Berdasarkan Produk


Pengelompokan ini juga merupakan pengelompokan yang populer.
Kegiatan dikelompokkan di sekitar produk atau sekelompok produk tertentu.
Organisasi besar yang memproduksi beberapa jenis barang biasanya
menggunakan pengelompokan ini. Pengelompokan ini mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu (1) kegiatan yang berkaitan dengan produk tertentu dapat
diintegrasikan dan dikoordinasikan dengan mudah, (2) kecepatan dan
efektivitas pengambilan keputusan dapat ditingkatkan, serta (3) prestasi
setiap produk dapat dievaluasi dengan lebih mudah dan objektif.
Pertanggungjawaban dapat ditentukan dengan jelas. Pengelompokan ini
mempunyai kelemahan, yaitu (1) setiap bagian atau setiap manajer cenderung
hanya memfokuskan pada bagiannya, terlepas dari bagian lainnya atau
organisasi secara keseluruhan dan (2) biaya administrasi menjadi lebih tinggi
karena setiap departemen atau bagian mempunyai spesialis fungsi sendiri,
seperti ahli pemasaran atau keuangan sendiri.

3. Pengelompokan Berdasarkan Pelanggan


Berdasarkan metode ini, kegiatan dikelompokkan berdasarkan pelanggan
atau pembeli produk organisasi. Contoh pengelompokan tersebut adalah bank
yang mempunyai bagian yang khusus melayani pelanggan retail dan
pelanggan korporasi. Pelanggan retail biasanya terdiri atas individu atau
rumah tangga, sedangkan pelanggan korporasi terdiri atas perusahaan atau
organisasi lainnya. Perilaku antara kedua jenis pembeli tersebut tentunya
sangat berlainan. Pembeli korporasi (atau industri) biasanya lebih rasional,
mempunyai kekuatan tawar-menawar yang besar, dan terlibat dalam transaksi
dengan jumlah nilai yang besar. Pengelompokan semacam ini mempunyai
manfaat karena dapat melayani secara khusus pelanggan tertentu. Koordinasi
menjadi semakin penting untuk memastikan konsistensi dengan tujuan dan
kebijakan organisasi secara keseluruhan, seperti bank yang mempunyai
kebijakan untuk menyebarkan pinjaman agar risiko berkurang. Koordinasi
diperlukan untuk memastikan pinjaman tidak terkonsentrasi pada bidang atau
peminjam tertentu.

4. Pengelompokan Berdasarkan Lokasi


Menurut metode ini, kegiatan dikelompokkan berdasarkan wilayah atau
lokasi. Perusahaan multinasional sering menggunakan metode ini. Kegiatan
dikelompokkan dalam wilayah domestik, Asia Pasifik, Eropa, dan
semacamnya. Pengelompokan ini mempunyai keuntungan karena organisasi
dapat melayani pelanggan pada lokasi tertentu yang mempunyai karakteristik
lingkungan yang berbeda satu sama lain. Sisi negatif metode ini adalah
tingginya biaya administrasi untuk memonitor aktivitas pada wilayah yang
terpisah.

5. Pengelompokan Berdasarkan Kriteria Lainnya


Selain kriteria yang dibicarakan di atas, organisasi dapat menggunakan
basis lainnya. Sebagai contoh, organisasi dapat menggunakan basis waktu.
Kegiatan dikelompokkan menjadi kegiatan pagi dan malam dengan
personalia yang lengkap untuk setiap bagiannya. Perusahaan penerbangan
mempunyai tim kerja untuk masing-masing jalan (rute). Kegiatan registrasi
mahasiswa dapat dikelompokkan berdasarkan urutan abjad nama mahasiswa.
Abjad A-J, K-S, dan T-W dilayani oleh kelompok kerja yang berbeda.

6. Pertimbangan Lainnya
Bagian atau kelompok kerja sering disebut dengan nama yang berbeda,
misalnya departemen atau divisi. Departemen berbeda dengan divisi. Divisi
mempunyai otonomi yang lebih besar, sedangkan departemen masih
merupakan bagian dari suatu organisasi. Organisasi dapat menggunakan lebih
dari satu basis pengelompokan. Sebagai contoh, perusahaan multinasional
dapat menggunakan basis lokasi, kemudian untuk setiap lokasinya digunakan
basis fungsional. Perubahan basis juga sering dilakukan menyesuaikan
perubahan lingkungannya. Pada waktu masih kecil, organisasi menggunakan
basis fungsional, kemudian setelah tumbuh besar berubah menggunakan
basis produk. Pada waktu berkembang menjadi perusahaan multinasional,
basis lokasi digunakan.

D. DESAIN KERJA

Desain kerja dapat diartikan sebagai penetapan tanggung jawab kerja


individu. Karyawan operator mesin barangkali akan mempunyai desain kerja
yang meliputi mesin apa saja yang dapat dioperasikan oleh karyawan dan
prestasi kerja yang diharapkan. Seorang manajer barangkali akan mempunyai
desain kerja yang meliputi penentuan tujuan dan target, penetapan indikator
kemajuan, dan sejauh mana wewenang dia mempekerjakan bawahannya.
Dengan demikian, struktur wewenang dalam organisasi akan dipengaruhi
oleh desain kerja. Apabila karyawan diberi kebebasan yang longgar dalam
pengambilan keputusan, tingkat desentralisasi di organisasi akan tinggi. Jika
karyawan tidak diberi kebebasan yang lebih longgar, tingkat desentralisasi
akan semakin rendah, tingkat spesialisasi cenderung semakin tinggi. Masing-
masing pendekatan tentunya mempunyai sisi negatif dan positifnya.

1. Pendekatan Desain Kerja


Ada empat pendekatan dalam desain kerja: mekanis (spesialisasi),
motivasional, biologis, dan persepsi/motor.
a. Pendekatan mekanis atau spesialisasi
Ide pendekatan mekanis dapat ditelusuri dari manajemen ilmiah yang
dikembangkan Frederick W. Taylor. Menurut Taylor, pekerjaan yang
kompleks harus dipecah dalam pekerjaan yang lebih sederhana, yang lebih
mudah dipelajari, dan dilakukan. Apabila karyawan melakukan pekerjaan
tersebut (yang telah dipecah) secara berulang-ulang, efisiensi kerja akan
semakin meningkat. Ide spesialisasi ini dapat ditelusuri lebih lanjut ke
ekonom-ekonom klasik, seperti Adam Smith (abad ke-18). Adam Smith
menganjurkan pembagian kerja (division of labor) untuk meningkatkan
produktivitas. Spesialisasi dapat meningkatkan poduktivitas kerja secara
dramatis, seperti terlihat dari pabrik perakitan mobil yang dipopulerkan oleh
Henry Ford (mobil merek Ford) di Amerika Serikat pada awal abad ke-20.
Bahkan, ide perakitan tersebut mulai memengaruhi jasa, seperti restoran fast
food (McDonalds atau semacamnya). Pendekatan mekanis, meskipun mampu
meningkatkan produktivitas, cenderung menjurus pada pekerjaan yang
membosankan, misalnya bayangkan pekerjaan seorang karyawan sepanjang
tahun hanya memasang ban pada perakitan mobil. Karyawan dengan
pekerjaan tersebut cenderung mengalami ketidakpuasan kerja yang tinggi,
tingkat absensi yang tinggi, dan menimbulkan kecelakaan kerja yang tinggi.

b. Pendekatan motivasional
Dengan keterbatasan pendekatan mekanis, penulis lain mulai mencari
pendekatan yang lain. J. Richard Hackman dan G.R. Oldham
mengembangkan model desain kerja dengan tujuan memotivasi karyawan.
Menurut mereka, dimensi kerja yang pokok mencakup lima hal: variasi
keterampilan, identitas tugas, arti atau pentingnya tugas, otonomi, dan umpan
balik (lihat Gambar 5.10 berikut ini).
Model itu disebut juga sebagai pendekatan karakteristik kerja. Menurut
mereka, pekerjaan seharusnya didiagnosis dan diperbaiki melalui lima
macam dimensi kerja di atas. Apabila kelima dimensi kerja tersebut tinggi,
karyawan akan merasakan arti pentingnya kerja, merasakan tanggung jawab
untuk mencapai hasil tertentu, dan dia mengetahui perkembangan kerjanya.
Hasilnya, karyawan tersebut akan semakin termotivasi dan mempunyai
kepuasan kerja yang tinggi. Organisasi juga memperoleh manfaat dari situasi
semacam itu: kualitas kerja yang tinggi dan tingkat perputaran serta absensi
yang rendah. Kebutuhan berkembang (growth need) karyawan juga
memainkan peranan dalam model tersebut. Untuk karyawan dengan
kebutuhan berkembang yang tinggi, tingkat dimensi kerja yang tinggi (untuk
kelima dimensi) menunjukkan efek yang semakin tinggi dibandingkan
dengan karyawan yang tidak mempunyai kebutuhan berkembang yang
tinggi. Model tersebut dapat dipakai untuk memahami cara meningkatkan
motivasi kerja karyawan. Berikut ini cara-cara meningkatkan kepuasan kerja
yang lebih spesifik.

1) Pemekaran kerja (job enlargement)


Apabila kerja yang sederhana dilakukan secara terus-menerus, suasana
kerja menjadi monoton dan membosankan. Untuk mengurangi kebosanan
kerja tersebut, cakupan pekerjaan dapat diperluas. Perluasan tersebut
dilakukan secara horizontal, yaitu mengikuti urutan kerja. Sebagai contoh,
apabila sebelumnya karyawan di lini perakitan hanya melakukan pemasangan
ban mobil, dengan pemekaran kerja, pekerjaan karyawan tersebut ditambah
dengan beberapa jenis pekerjaan lain. Variasi lain dari pemekaran kerja
adalah perputaran kerja (job rotation). Karyawan mengerjakan pekerjaan
yang sama, tetapi berpindah-pindah dari satu bagian ke bagian lainnya.
Dengan perputaran kerja tersebut, diharapkan karyawan akan memperoleh
suasana baru yang akan meningkatkan motivasi kerja. Pemekaran kerja tidak
memecahkan persoalan motivasi kerja secara tuntas. Sebagai contoh,
perputaran kerja barangkali akan meningkatkan motivasi kerja pada saat
karyawan tersebut baru pindah. Lama-kelamaan karyawan tersebut akan
kembali merasa jenuh dengan pekerjaan yang sama tersebut. Di samping itu,
sisi negatif lain adalah biaya pelatihan atau relokasi yang tinggi.
Dimensi Kerja Kondisi Psikologis Output Personal dan Kerja
yang Pokok yang Kritis

Variasi Keragaman/ Merasakan Arti Motivasi Kerja yang


Keterampikan Pentingnya Kerja Tinggi
Identitas Tugas Prestasi Kerja
Pentingnya Tugas dengan Kualitas
Tinggi
Kepuasan Kerja
Otonomi Merasakan yang Tinggi
Tanggung Jawab Tingkat Absensi dan
untuk Mencapai Perpindahan Kerja
Hasil Kerja yang Rendah

Umpan Balik Mengevaluasi Hasil


dan Aktivitas Kerja

Kebutuhan
Karyawan untuk
Berkembang

Gambar 5.10 Model Pendekatan Karakteristik Kerja

2) Pemerkayaan kerja (job enrichment)


Apabila dalam pemekaran kerja tugas karyawan ditambah secara
horizontal, dalam pemerkayaan kerja tugas karyawan ditambah
kedalamannya. Itu berarti ditambah secara vertikal. Beberapa urutan kerja
secara vertikal digabungkan menjadi satu macam kerja. Dengan demikian,
karyawan akan memperoleh otonomi yang lebih besar. Dengan otonomi yang
lebih besar, diharapkan karyawan akan lebih tertantang dan perasaan
tanggung jawab menjadi semakin besar. Dengan perasaan tanggung jawab
yang semakin besar, kepuasan kerja dan kualitas kerja diharapkan akan
semakin meningkat. Sebagai contoh, dalam suatu pabrik sepeda, karyawan
“ditantang” oleh manajer untuk meningkatkan kualitas produk dengan cara
mereka sendiri. Karyawan tidak perlu diawasi dan tidak perlu diajari.
Karyawan pada akhirnya dapat tertantang dan kualitas produk meningkat
dengan tantangan tersebut. Perhatikan bahwa job-enrichment berarti memberi
wewenang yang lebih besar kepada karyawan untuk mengambil keputusan
sendiri. Pemberian wewenang yang lebih besar tersebut juga sering disebut
sebagai empowerment.

3) Pengaturan jadwal kerja


Alternatif pemberian motivasi yang lain adalah memberi fleksibilitas
jadwal kerja. Fleksibilitas tersebut dapat dilakukan dengan dua macam cara:
jadwal kerja yang dipadatkan dan jadwal kerja fleksibel (flextime). Dengan
jadwal kerja yang dipadatkan, jam kerja diringkas menjadi lebih padat.
Sebagai contoh, apabila hari kerja adalah tujuh hari dalam seminggu, mulai
dari pukul 07.00 sampai pukul 14.00, jam kerja tersebut diringkas menjadi
lima hari kerja mulai dari pukul 07.00 sampai pukul 16.00. Flextime
mengharuskan karyawan untuk hadir di kantor selama jam tertentu dan
pekerjaan lainnya dapat dikerjakan di rumah. Misalnya, karyawan diharuskan
berada di kantor selama empat jam per hari. Jadwal kerja diatur sendiri
bersama dengan karyawan lainnya. Seorang karyawan dapat memilih pukul
08.00 sampai pukul 14.00, sedangkan yang lainnya hadir pada jam yang lain
(sehingga kantor dipastikan selalu ada yang menunggu). Manfaat flextime
adalah karyawan mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berkumpul
bersama dengan keluarganya, di samping meningkatkan motivasi dan
kualitas kerja.

c. Pendekatan biologi
Pendekatan biologi mencoba mendesain kerja dengan menggabungkan
pertimbangan tubuh manusia melalui tujuan menciptakan kerja yang seaman
mungkin. Tidak hanya kecelakaan kerja yang ditekan serendah mungkin,
tetapi juga kelelahan kerja dapat ditekan serendah mungkin. Pendekatan ini
sering disebut juga sebagai ergonomics. Beberapa contoh desain kerja atau
produk yang ergonomics sering muncul, misalnya keyboard komputer
dirancang dengan konsep ergonomics dengan tujuan menekan kelelahan
kerja mengetik dengan komputer. Keyboard yang standar saat ini tidak cukup
ergonomis. Contoh lain adalah meja dan kursi kerja disusun secara
ergonomis agar mereka yang banyak duduk dan kelelahan kerja akan
berkurang.
d. Pendekatan (motor perceptual)
Pendekatan tersebut mirip dengan pendekatan biologi. Dalam
pendekatan biologi, tubuh menjadi pertimbangan pokok dalam desain kerja.
Kerja didesain sehingga tubuh manusia dapat melakukan kerja dengan aman.
Dalam pendekatan motor, kerja didesain tidak melebihi kemampuan mental
pekerja. Pekerjaan manajer dapat mengakibatkan stres yang tinggi. Informasi
yang datang berlebihan dan tekanan untuk memenuhi target waktu ataupun
target lainnya dapat melebihi kemampuan mental manajer.

Tabel 5.4 Ringkasan Pendekatan Desain Kerja

Pendekatan Sisi Positif Sisi Negatif


Mekanistis 1. Pelatihan lebih efisien 1. Kepuasan kerja lebih rendah
2. Tingkat pemanfaatan tinggi 2. Motivasi rendah
3. Kemungkinan kesalahan 3. Absensi dan perputaran kerja
kerja tinggi tinggi
4. Stres kerja akan lebih rendah
karena kerja lebih sederhana
Motivasional 1. Kepuasan kerja tinggi 1. Waktu dan biaya pelatihan
2. Motivasi tinggi tinggi
3. Keterlibatan kerja tinggi 2. Pemanfaatan kerja rendah
4. Prestasi kerja akan lebih 3. Kemungkinan kesalahan
tinggi kerja tinggi
5. Absensi dan perputaran kerja 4. Kemungkinan stres kerja
akan lebih rendah lebih tinggi
Biologis 1. Kerja fisik berkurang Biaya yang tinggi untuk untuk
2. Kelelahan fisik berkurang merancang peralatan dan
3. Kepuasan kerja tinggi lingkungan kerja yang ergonomis
4. Absensi kerja berkurang
5. Keluhan dan kejadian
berkaitan dengan kesehatan
akan berkurang
Perceptual/Motor 1. Kemungkinan kesalahan 1. Kepuasan kerja rendah
kerja rendah 2. Motivasi kerja rendah (karena
2. Kemungkinan kecelakaan pekerjaan tidak cukup
kerja rendah menantang)
3. Kemungkinan stres kerja
rendah
4. Pelatihan lebih murah
5. Pemanfaatan kerja lebih
tinggi
2. Desain Kerja dan Kepuasan Kerja
Setiap pendekatan desain kerja mempunyai sisi positif dan negatif.
Pendekatan-pendekatan tersebut merupakan pendekatan ekstrem yang dalam
praktik pendekatan-pendekatan tersebut dapat digabung satu sama lain agar
diperoleh desain kerja yang optimal. Satu titik yang paling ekstrem adalah
pendekatan mekanis dan sisi ekstrem yang lain adalah pendekatan
motivasional.
Bagaimana kaitan antara desain kerja dan kepuasan kerja? Kaitan
tersebut ternyata cukup kompleks. Apabila teori motivasional mengatakan
bahwa pendekatan mereka dapat menghasilkan kepuasan kerja yang lebih
tinggi, beberapa peneliti menunjukkan bahwa kepuasan kerja akan sangat
ditentukan oleh sikap karyawan itu sendiri. Jika karyawan mempunyai
kebutuhan untuk berkembang (growth need) yang tinggi, karyawan tersebut
tidak akan puas dengan pendekatan mekanistis. Karyawan tersebut akan lebih
cocok dengan pendekatan motivasional (lihat model pendekatan karakteristik
untuk desain kerja di muka). Untuk karyawan dengan kebutuhan berkembang
yang rendah, karakteristik situasional—misalnya, lingkungan kerja,
hubungan dengan sesama karyawan, dan dukungan manajemen—akan lebih
berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Lingkungan sosial juga
memengaruhi kepuasan kerja. Sebagai contoh, pembicaraan informal,
misalnya memuji karyawan atau obrolan manajer dengan karyawan, akan
memengaruhi kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan masalah yang
kompleks. Model-model di muka hanya dapat menjawab sebagian dari
permasalahan kepuasan kerja. Masih banyak bagian lain yang belum
terjawab.

Anda mungkin juga menyukai