Anda di halaman 1dari 23

ANGGARAN RUMAH TANGGA

MENJALIN SILATURAHIM PERSAUDARAAN (MSP)

BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Tata Cara Dan Syarat Menjadi Anggota MSP
(1) Tata Cara Dan Syarat Menjadi Anggota Biasa
a. Mengajukan permohonan secara tertulis rangkap 3 kepada dewan
pimpinan kecamatan (DPC) Ditempat pemohon domicili pemohon
belum ada DPC, maka permohonan. Dengan melampirkan foro
copy sesuai aslinya;
- Kartu Tanda penduduk (KTP) yang masih berlaku;
- Biodata
- Pas foto berwarna terbaru berlatar hijau sesuai logo ukuran 3x4
sebanyak 3 (tiga) lembar.
b. Membayar uang pendaftaran yang telah di tetapkan oleh DPP
c. Melampirkan surat rekomendasi dari 2 (dua) orang yang sudah
lebih dahulu menjadi anggota.
d. Surat permohonan berikut lampirannya selanjutnya diverifikasi
oleh DPC yang bersangkutan paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak permohonan diterima dan dalam hal permohonan telah
memenuhi syarat, maka pemohon diajukan kepada dewan
pimpinan pusat (DPP) melalui dewan pimpinan daerah (DPD)
setempat.
e. Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan
diterima oleh DPP, maka DPP harus segera menerbitkan kartu
tanda anggota.
f. Dalam hal DPC berpendapat permohonan pemohon tdk
memenuhi syarat, maka paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak permohonan pemohon diterima, DPC mengembalikan
permohonan pemohon disertai alasannya.
g. Bagi pemohon yang permohonanya di kembalikan dapat
mengajukan permohonan lagi dengan melengkapi persyaratan
yang telah di tetepkan.
h. Setiap calon hanya di benarkan terdaftar menjadi anggota disatu
DPC
i. Setiap perpindahan anggota dari satu DPC ke DPC lainnya harus
mendapatkan surat pengantar pindah dari DPC dimana i masih
terdaftar sebagai anggota yang ditujukan kepada DPC yang di tuju
j. Setiap perpindahan Anggota dilaporkan baik oleh DPC asal
maupun oleh DPC yang dituju kepada DPP melalui DPD untuk di
catat dalam buku daftar Anggota
(2) Tata Cara dan Syarat Menjadi Anggota Kehormatan
a. Keanggotaan Anggota kehormatan dapat di ajukan oleh
DPC,DPD atau DPP yang selanjutnya diputuskan dalam suatu
rapat pleno DPP dan di angkat oleh DPP dengan suatu surat
keputusan.
b. Anggota kehormatan harus memenuhi persyaratan sebagai mana
telah di tentukan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 2
Kewajiban dan Hak Anggota Biasa
(1) Kewajiban Anggota
a. Membayar iuran Anggota yang telah di tetapkan.
b. Melaporkan pengangkatan dirinya sebagai pejabat negara baik
pada saat mulai maupun pada saat selesai menjalankan
jabatannya kepada DPP melalui DPC.
c. Tunduk kepada Kode Etik MSP yang berlaku .
d. Tunduk kepada Anggaran dasar (AD) dan peraturan rumah tangga
(ART) MSP.
e. Tunduk kepada keputusan MUNAS maupun RAKERNAS.
f. Tunduk kepada keputusan MUSDA maupun MUSWIL.
g. Tunduk kepada kebijakan-kebijakan yang telah di putuskan oleh
DPP,DPW, DPD dan DPC.
h. Tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku
khusus nya undang-undang ORMAS
(2) Hak Anggota
a. Mendapatkan kartu MSP.
b. Mendapatkan pembelaan dari organisasi dalam hal Anggota MSP
terkena masalah hukum dalam hal menjalankan tugas MSP.
c. Berhak mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakn oleh
MSP.
d. Berhak untuk bersuara dan memilih serta dipilih sbgai pengurus
MSP baik ditingkat DPC, tingkat DPD, tingkat DPW maupun
tingkat DPP.

Pasal 3
Berakhirnya Keanggotaan Anggota Biasa
(1) Anggota yang meninggal dunia secara otomatis berakhir sebagai
Anggota MSP sejak ia meninggal dunia.
(2) Pengunduran diri seorang Anggota MSP dilakukan dengan cara
mengajukan surat pengunduran diri kepda DPC dimana ia terdaftar
sebagai Anggota , selanjutnya oleh DPC nama yang bersangkutan di
hapus dari daftar Anggota dan oleh DPC pengunduran diri tersebut di
laporan kepada DPP melalui DPD, DPW untuk dihapus dari daftar
Anggota.
(3) Pemberhentian sementara seorang dari keanggotaan MSP hanya
dapat dilakukan oleh DPP berdasarkan alasan-alasan dan tata cara
sebagai berikut;
a. Jika Anggota melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan
MSP
b. Jika Anggota melanggar ketentuan dalam Anggaran Dasar dan
atau Peraturan Rumah Tangga.
c. Jika Anggota melanggar atau tidak melaksanakan keputusan atau
kebijakan organisasi.
d. Jika Anggota tidak membayar iuran bulanan yang telah ditetapkan
oleh organisasi selama 1(satu) tahun berturut-turut.
e. Sebelum sanksi pemberhentiaan sementara dijatuhkan terhadap
Anggota yang bersangkutan diberi peringatan tertulis terlebih
dahulu sebanyak 2 (dua) kali oleh DPC dimana ia terdaftar
sebagai Anggota dalam hal yang bersangkutan menjadi pengurus
DPC maka peringatan tertulis dilakukan oleh DPC meneruskan
kepada DPD dan DPW
f. Jika peringatan tertulis tidak di hiraukan oleh Anggota , maka
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diketahui Anggota tidak
menghiraukan peringatan, maka DPC segera membuat surat
pengajuaan usulan pemberhentian sementara kepada DPP
melalui DPC,DPD, DPW, dan seterusnya ke DPP.
g. Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari sejak pengajuan dari
DPC diterima maka DPP memutuskan pengajuan tersebut
h. DPP berwenang untuk mengabulkan atau tidak mengabulkan
pengajuan dari DPC.
i. Dalam hal DPP mengabulkan , maka DPP segera mengeluarkan
surat keputusan untuk itu dan segera mengirimkan kepada
anggota yang bersangkutan dengan tembusan kepada DPC.
j. Dalam hal DPP tidak mengabulkan , maka DPP sgera
memberitahukan kepada DPC.
k. Sanksi pemberhentiaan sementara dapat dijatuhkan paling lama
1(satu) tahun.
l. Anggota yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara dapat
membela diri bahwa dirinya tidak bersalah dihadapan MUNAS
MSP.
m. MUNAS MSP berwenang memutuskan apakah penjatuhan sanksi
pemberhentian sementara tersebut dibenarekan atau tidak
dibenarkan
n. Dalam hal MUNAS MSP memutuskan penjatuhan Sanksi tidak di
benarkan, maka MUNAS MSP mengambilan keputusan
merehalibitasi nama baik Angota yang bersangkutan dalam hal
Sanksi masih berjalan maka berlakunya Sanksi menjadi gugur.
o. Keputusan yang diambil dalam MUNAS MSP tersebut bersifat
final dan mengikat.
(4) Pemberhentian Tetap Seeorang dari Keanggotaan MSP hanya dapat
dilakukan oleh DPP berdasarkan alasan-alasan dan tata cara berikut;
a. Jika Anggota kehilangan statusnya sebagai seorang MSP.
b. Jika Anggota menjelek-jelekkan organisasi , baik scera lisan atau
tertulis.
c. Jika Anggota mempunyai keanggotaan ganda dengan menjadi
Anggota ormas lain.
d. Terhadap tindakan tersebut huruf b dan c telah diberikan
peringatan tertulis oleh DPP sebanyak 2( dua )kali,tetapi tidak
dihiraukan oleh yang bersangkutan.
e. Usulan pemberhentian tetap keanggotaan seorang Anggota
dilakukuan oleh DPC kepada DPP dengan tembusan kepada
DPD, DPW
f. Sebelum mengambil keputusan pemberhentian tetap terhadap
keanggotaan seorang Anggota,DPP trelebih dahulu mendengar
pendapat dari Dewan Kehormatan.
g. Jika DPP mengambil keputusan memberhentikan tetap terhadap
keanggotaan DPC, DPD dan DPW mencoret nama yang
bersangkutan dari daftar Anggota.
h. Anggota yang dijatuhi sanksi pemberhentian tetap dapt membela
diri bahwa dirinya tidak bersalah dihadapan MUNAS MSP.
i. MUNAS MSP berwenang mengambil keputusan apakah
penjatuhan sanksi pemberhentian tetap tersebut dibenarkan atau
tidak dibenarkan.
j. Dalam hal MUNAS MSP memutuskan penjatuhan sanksi
dibenarkan maka MUNAS MSP merehabilitasi nama baik yang
bersangkutan dan memerintahkan DPP untuk memulihkan
keanggotaan yang bersangkutan.
k. Keputusan yang diambil dalam MUNAS MSP tersebut bersifat final
dan mengikat.
Pasal 4
Kewajiban dan Hak Anggota Kehormatan
(1) Kewajiban Anggota Kehormatan
a. Anggota Kehormatan berkewajiban turut mengembangkan ilmu
pengetahuan.
b. Anggota Kehormatan berkewajiban mendukung MSP sebagai
organisasi/ORMAS di Indonesia yang memperjuangkan
kemaslahatan masyarakat khususnya Anggota MSP di Negara
Republik Indonesia.
(2) Hak Anggota Kehormatan;
a. Anggota Kehormatan berhak untuk mendapatkan Kartu Tanda
Pengenal Anggota Kehormatan MSP.
b. Anggota Kehormatan berhak untuk hadir dalam acara-acara yang
diselenggarakan oleh MSP.
c. Angota Kehormatan berhak untuk menjadi Anggota Dewan
Penasehat atau Anggota Dewan Kehormatan.

Pasal 5
Berakhirnya Kenggotaan Anggota Kehormatan
(1) Keanggotaan Anggota Kehormatan berakhir karena meninggal dunia
atau mengundurkan diri.
(2) Anggota Dewan Kehormatan yang meninggal dunia secara otomatis
berakhir sebagai Anggota Kehormatan MSP.
(3) Pengunduran diri seorang Anggota Kehormatan MSP dilakukan
dengan cara mengajukan surat pengunduran diri kepada DPP.
(4) Terhadap Anggota Kehormatan tidak ada pemberhentian sementara
atau pemberhentian tetap.
BAB II
DEWAN PIMPINAN PUSAT
Pasal 6
Pembentukan Dewan Pimpinan Pusat
(1) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dibentuk melalui atau atas mandat dari
Musyawarah Nasional sebagai mana di maksud dalam Anggaran
Dasar dan berkedudukan di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
(2) Pelantikan atau peresmian DPP dilakukan oleh Ketua Dewan
Kehormatan.

Pasal 7
Syarat-Syarat Menjadi Pengurus DPP
a. Anggota biasa;
b. Telah menunjukkan dedikasi yang tinggi kepada MSP.
c. Khusus ketua umum dan sekretaris Jenderal telah pernah menjadi
pengurus DPC suatu organisasi.
d. Tidak merangkap sebagai pejabat negara.
e. Khusus calon pengurus yang telah pernah dijatuhi hukuman penjara
karena terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,baru dapat
mencalonkan diri atau di calonkan setelah waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak ia habis menjalani hukumannya.

Pasal 8
Tugas Dan Wewenang Dewan Pimpinan Pusat
(1) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) mempunyai tugas dan wewenang;
a. Melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan oleh
Anggaran Dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga MSP.
b. Melaksanakan segala usaha untuk mencapai tujuan MSP
c. Melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan.
d. Memelihara segala kekayaaan MSP.
e. Menjaga kerukunan dan kekompakan dalam organisasi MSP.
f. Mengesahkan pendirian DPC,DPD dan DPW berikut susunan
pengurusannya.
g. Mengangkat Anggota MSP dan menerbitkan kartu Anggota.
h. Menyelenggarakan Musyawarah Nasional (MUNAS),Rapat Kerja
Nasional (RAKERNAS) Rapat Pimpinan (RAPIM) dan rapat-rapat
lainnya yang dianggap perlu.
i. Mengambil keputusan dan atau kebijakan dalam rangka
menjalankan organisasi MSP.
j. Menerbitkan Peraturan Organisasi dan Peraturan Pengurus
sebagai peraturan teknis dalam menjalankan program kerja.
k. Memberikan pertanggung jawaban kepada MUNAS pada akhir
masa tugasnya.
(2) Untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut oleh
rapat pleno DPP dapat di jabarkan tugas dan wewenang dari masing-
masing pengurus DPP.
(3) Ketua Umum setelah mendengar rapat pengurus harian DPP,dapat
sewaktu-waktu memberhentikan Anggota pengurus DPP,yang karena
sesuatu hal tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
(4) Ketua Umum setelah mendengar rapat pengurus harian DPP,dapat
sewaktu-waktu mengganti,menambah atau mengisi kekosongan
Anggota Pengurus DPP.
(5) Apabila Ketua Umum berhalangan tidak dapat melakukan tugas dan
wewenangnya,maka dapat menunjuk wakil Ketua Umum untuk
mewakilinya.
(6) Surat-surat yang bersifat penting dari suatu keputusan atau kebijakan
ditanda tangani oleh Ketua Umum bersama Sekretaris jenderal,
kecuali untuk tindakan hukum dibidang Keuangan DPP di wakili oleh
Ketua Umum dan Bendahara Umum.
(7) Apabila Ketua Umum atau Sekretaris Jenderal atau kedua-duanya
berhalangan untuk menandatangani surat,maka dapat di gantikan
oleh Wakil Ketua Umum dan Wakil Sekretaris Jenderal yang terkait
dengan bidang tugas masing-masing.
Pasal 9
Peralihan Masa Jabatan Pengurus Dewan pimpinan pusat
(1) Pengurus DPP yang telah berakhir masa jabatannya sebagaimana di
tetapkan dalam Anggaran Dasar dan dinyatakan demisioner oleh
MUNAS,tetap bertugas sampai dengan adanya serah terima jabatan
dengan pengurus DPP yang baru hasil MUNAS,selambat-lambatnya
2(dua) bulan sejak terbentuknya pengurus DPP yang baru.
(2) Dalam masa demisioner samapi dengan adanya serah terima jabatan
pengurus DPP yang baru,pengurus DPP yang demisioner tidak dapat
mengambil keputusan atau kebijakan yang bersifat setrategis.

BAB III
DEWAN PIMPINAN WILAYAH
Pasal 10
Pembentukan Dewan Pimpinan Wilayah
(1) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dibentuk satu wilayah toritorial
provensi.
(2) Dalam hal di satu wilayah hukum dan toritorial belum siap di bentuk
DPW sendiri,maka DPD yang ada dapat bergabung dengan DPW
terdekat yang di pilih.
(3) DPW sedikitnya membawahi 2(dua) Dewan Pimpinan Daerah.
(4) Pembentukan kepengurusan DPW dan peresmiannya sesuai dengan
Anggaran Dasar.

Pasal 11
Syarat-syarat menjadi pengurus DPW
a. Anggota Biasa;
b. Menunjukkan dedikasi kepada MSP.
c. Khusus Ketua dan Sekretaris telah pernah menjadi pengurus
Organisasi.
d. Tidak merangkap sebagai pejabat negara pengurus partai politik,baik
di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;
e. Khusus calon pengurus yang telah pernah di jatuhi hukuman penjara
karena terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,baru dapat
mencalonkn diri atau dicalonkan setelah waktu 4(empat) tahun
terhitung sejak ia habis menjalani hukumannya.

Pasal 12
Tugas Dan Wewenang Dewan Pimpinan Wilayah
(1) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) mempunyai tugas dan wewenang;
a. Melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan oleh
Anggaran Dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga dan atau
yang di berkan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
b. Menjaga kekompakan dan kerukunan Anggota MSP di tingkat
DPW,DPD dan DPC.
c. Menyelenggarakan rapat-rapat di tingkat DPW.
d. Mengkoordinasikan jalannya organisasi dan kegiatan organisasi
di antara DPD, DPC yang ada dibawahnya.
e. Menyalenggarakan Musyawarah Wilayah (MUSWIL).
f. Memberikan pertanggung jawaban kepada MUSWIL diakhir masa
jabatannya.
(2) Untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya, oleh rapat
pengurus DPW dapat dijabarkan tugas dari masing-masing pengurus
DPW.
(3) Rapat pengurus DPW dapat memberhentikan pengurus DPW yang
karena sesuatu hal tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik
dan menggantinya dengan orang lain yang memenuhi syarat.
(4) Surat-surat yang bersifat penting dari suatu keputusan DPW
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris DPW kecuali untuk
tindakan hukum di bidang keuangan DPW di wakili oleh Ketua dan
Bendahara DPW.
(5) Apabila Ketua atau Sekretaris DPW atau kedua-duanya
berhalangan,surat dapat di tandatangani oleh Wakil Ketua dan Wakil
Sekretaris DPW
Pasal 13
Peralihan Jabatan Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah
(1) Penurus DPW yang telah berakhir masa jabatannya dan dinyatakan
demisioner oleh MUSWIL tetap menjalankan tugasnya sampai
dengan adanya serah terima jabatan dengan pengurus DPW yang
baru hasil MUSWIL selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan
sejak terbentuknya pengurus DPW yang baru.
(2) Dalam masa demisionersampai dengan adanya serah terima jabatan
dengan pengurus DPW yang baru,pengurus DPW yang demisioner
tidak dapat mengambil keputusan atau kebijakan yang bersifat
strategis.

Pasal 14
Pembentukan Dewan Pimpinan Wilayah
(1) DPP berwenang membekukan kepengurusan DPW apabila
ternyata DPW yang bersangkutan melakukan tindakan yang
bertentangan dengan Anggaran Dasar atau Peraturan Rumah
Tangga.
(2) Dalam hal terjadi pembekuan kepengurusan suatu DPW,maka
DPP berwenang menunjuk seorang Caretaker atau lebih yang
bertugas menyelenggarakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa untuk
memilih Ketua dan Anggota Formatur guna membentuk
kepengurusan DPW yang dibekukan tidak boleh mencalonkan diri
atau dicalonkan untuk dipilih menjadi Ketua atau Anggota Formatur.

BAB IV
DEWAN PIMPINAN DAERAH
Pasal 15
Pembentukan Dewan Pimpinan Daerah
(1) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dibentuk di satu wilayah territorial
Kabupaten Kota.
(2) Dalam hal di satu kabupaten /kota belum siap dibentuk DPD,maka
yang ada dapat bergabung menjadi anggota DPD terdekat yang
dipilih.
(3) DPD sedikitnya mempunyai 3 (tiga) orang anggota biasa.
(4) Pembentukan kepengurusan DPD dan peresmiannya sesuai
Anggaran Dasar.

Pasal 16
Syarat-syarat Menjadi Pengurusan DPD
a. Anggota Biasa
b. Menunjukkan dedikasi kepada MSP.
c. Khusus Ketua dan Sekretaris telah pernah menjadi pengurus
organisasi
d. Tidak merangkap sebagai pejabat negara dan atau pengurus partai
politik,baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.
e. Khusus calon pengurus yang telah dijatuhi hukuman penjara karena
melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap,baru dapat mencalonkan diri atau
dicalonkan setelah waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak ia habis
menjalani masa hukumannya.

Pasal 17
Tugas Dan Wewenang Dewan Pimpinan Daerah
(1) Dewan Pimpinan Daerah(DPD) mempunyai tugas dan wewenang
a. Melaksanakan tugas dan wewenang yang yang diberikan oleh
Anggaran dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga dan atau
tugas dan wewenang diberikan oleh DPP dan atau DPW.
b. Menjaga kerukunan dan kekompakan anggota MSP di tingkat DPP
c. Menyelenggarakan rapat-rapat di tingkat DPP
d. Menyelenggarakan Musyawarah Daerah (MUSDA);
e. Memberikan pertanggung jawaban kepada MUSDA di akhir masa
jabatannya.
(2) Untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya,oleh rapat
pengurus DPD dapat dijabarkan tugas dari masing-masing pengurus.
(3) Rapat pengurus dapat DPD dapat memberhentikan pengurus DPD
yang karena sesuatu hal yang dapat menjalankan tugasnya dengan
baik dan menggantikannya dengan orang lain yang memenuhi syarat.
(4) Surat-surat yang bersifat penting dari suatu keputusan DPD
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris DPD,kecuali untuk tindakan
hukum dibidang keuangan DPD diwakili oleh Ketua dan Bendahara
DPD.
(5) Apabila Ketua atau Sekretaris DPD atau kedua-duanya
berhalangan.surat dapat ditandatangani oleh Wakil Ketua dan Wakil
Sekretaris DPD.

Pasal 18
Peralihan Jabatan Pengurus Dewan Pimpinan Daerah
(1) Pengurus DPD yang telah berakhir masa jabatannya dan telah
dinyatakan demisioner oleh MUSDA,tetap menjalankan tugasnya
sampai dengan adanya serah terima jabatan dari pengurus DPD
demisioner dengan pengurus DPD baru hasil MUSDA.selambat-
lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak terbentuknya pengurus
DPD yang baru.
(2) Dalam masa demisioner sampai dengan adanya serah terima jabatan
dengan pengurus DPD yang baru,pengurus DPD demisioner tidak
dapat mengambil keputusan atau kebijakan yang bersifat strategis.

Pasal 19
Pembentukan Dewan Pimpinan Daerah
(1) DPP berwenang membekukan kepengurusan DPD apabila ternyata
DPD yang bersangkutan melakukan tindakan yang stentangan
dengan Anggaran Dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga.(2)
Dalam hal terjadi pembekuan kepengurusan suatu DPD, maka DPP
berwenang menunjuk seorang caretaker atau lebih yang bertugas
menyelenggarakan Musyawarah Daerah Luar Biasa untuk memilih
Ketua dan Anggota Formatur guna membentuk kepengurusan DPD
yang baru, dengan ketentuan bekas ketua DPD yang dibekukan tidak
boleh mencalonkan diri atau dicalonkan untuk dipilih sebagai Ketua
atau Anggota Formateur.

Pasal 20
Pembubaran Dewan Pimpinan Daerah
(1) DPD dapat dinyatakan bubar oleh DPP setelah berkoordinasi dengan
DPP, dengan suatu surat keputusan untuk itu dan apabila jumlah
anggotanya menjadi kuran g dari 3 (tiga) orang
(2) Dalam keadaan yang dimaksud dalam ayat (1) maka anggota
pengurus DPD yang masih ada melakukan likuidasi kekayaan DPD
dan selanjutnya menyerahkan sisa kekayaan yang ada kepada DPP
melalui DPW.
(3) Apabila anggota pengurus DPD yang masih ada tidak melakukan
likuidasi, maka DPP bersama-sama DPW dapat membentuk tim
likuidasi yang bertugas melakukan pemberesan.
(4) Aapabila suatu DPD dinyatakan bubar, maka anggota DPD yang
tersisa menggabungkan diri menjadi anggota DPD terdekat yang di
pilih

BAB V
DEWAN PIMPINAN CABANG
Pasal 21
Pembentukan Dewan Pimpinan Cabang
(1) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dibentuk di satu wilayah hukum
Pengadilan Negeri.
(2) Dalam hal di satu kabupaten /kota belum siap dibentuk DPC,maka
yang ada dapat bergabung menjadi anggota DPC terdekat yang
dipilih.
(3) DPC sedikitnya mempunyai 3 (tiga) orang anggota biasa.
(4) Pembentukan kepengurusan DPC dan peresmiannya sesuai
Anggaran Dasar.
Pasal 22
Syarat-syarat Menjadi Pengurusan DPC
a. Anggota Biasa
b. Menunjukkan dedikasi kepada MSP.
c. Khusus Ketua dan Sekretaris telah pernah menjadi pengurus
organisasi
d. Tidak merangkap sebagai pejabat negara dan atau pengurus
partai politik,baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.
e. Khusus calon pengurus yang telah dijatuhi hukuman penjara
karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,baru dapat
mencalonkan diri atau dicalonkan setelah waktu 3 (tiga) tahun
terhitung sejak ia habis menjalani masa hukumannya.

Pasal 23
Tugas Dan Wewenang Dewan Pimpinan Cabang
(1) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) mempunyai tugas dan wewenang
a. Melaksanakan tugas dan wewenang yang yang diberikan oleh
Anggaran dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga dan atau
tugas dan wewenang diberikan oleh DPP, DPW dan atau DPD.
b. Menjaga kerukunan dan kekompakan anggota MSP di tingkat
DPC
c. Menyelenggarakan rapat-rapat di tingkat DPC
d. Menyelenggarakan Musyawarah Cabang (MUSCAB);
e. Memberikan pertanggung jawaban kepada MUSCAB di akhir
masa jabatannya.
(2) Untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya,oleh rapat
pengurus DPC dapat dijabarkan tugas dari masing-masing pengurus.
(3) Rapat pengurus dapat DPC dapat memberhentikan pengurus DPC
yang karena sesuatu hal yang dapat menjalankan tugasnya dengan
baik dan menggantikannya dengan orang lain yang memenuhi syarat.
(4) Surat-surat yang bersifat penting dari suatu keputusan DPC
ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris DPC,kecuali untuk tindakan
hukum dibidang keuangan DPC diwakili oleh Ketua dan Bendahara
DPC.
(5) Apabila Ketua atau Sekretaris DPC atau kedua-duanya
berhalangan.surat dapat ditandatangani oleh Wakil Ketua dan Wakil
Sekretaris DPC

Pasal 24
Peralihan Jabatan Pengurus Dewan Pimpinan Cabang
(1) Pengurus DPC yang telah berakhir masa jabatannya dan telah
dinyatakan demisioner oleh MUSCAB,tetap menjalankan tugasnya
sampai dengan adanya serah terima jabatab dari pengurus DPC
demisioner dengan pengurus DPC baru hasil MUSCAB.selambat-
lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak terbentuknya pengurus
DPC yang baru.
(2) Dalam masa demisioner sampai dengan adanya serah terima jabatan
dengan pengurus DPC yang baru,pengurus DPC demisioner tidak
dapat mengambil keputusan atau kebijakan yang bersifat strategis.

Pasal 25
Pembentukan Dewan Pimpinan Cabang
(1) DPP berwenang membekukan kepengurusan DPC apabila ternyata
DPC yang bersangkutan melakukan tindakan yang stentangan
dengan Anggaran Dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga.
(2) Dalam hal terjadi pembekuan kepengurusan suatu DPC, maka DPP
berwenang menunjuk seorang caretaker atau lebih yang bertugas
menyelenggarakan Musyawarah Cabang Luar Biasa untuk memilih
Ketua dan Anggota Formateur guna membentuk kepenerusan DPC
yang baru, dengan ketentuan bekas ketua DPC yang dibekukan tidak
boleh mencalonkan diri atau dicalonkan untuk dipilih sebagai Ketua
atau Anggota Formatur.
Pasal 26
Pembubaran Dewan Pimpinan Cabang
(1) DPC dapat dinyatakan bubar oleh DPP setelah berkoordinasi dengan
DPW, dengan suatu surat keputusan untuk itu dan apabila jumlah
anggotanya menjadi kurang dari 3 (tiga) orang
(2) Dalam keadaan yang dimaksud dalam ayat (1) maka anggota
pengurus DPC yang masih ada melakukan likuidasi kekayaan DPC
dan selanjutnya menyerahkan sisa kekayaan yang ada kepada DPP
melalui DPD.
(3) Apabila anggota pengurus DPC yang masih ada tidak melakukan
likuidasi, maka DPP bersama-sama DPD dapat membentuk tim
likuidasi yang bertugas melakukan pemberesan.
(4) Apabila suatu DPC dinyatakan bubar, maka anggota DPC yang
tersisa menggabungkan diri menjadi anggota DPC terdekat yang di
pilih

BAB VI
RAPAT-RAPAT PENGURUS
Pasal 27
Bentuk Rapat Pengurus
(1) bentuk Rapat Pengurus terdiri dari:
a. Rapat Pengurus Harian
b. Rapat Pengurus Pleno
c. Rapat Pengurus Pleno diperluas
(2) Pengertian bentuk rapat pengurus sebagaimana dimaksud dalam
pasal 57 Anggaran Dasar

Pasal 28
Penyelenggaraan rapat pengurus
(1) Rapat-rapat pengurus , baik di tingkat DPP, DPW maupun DPD , DPC
sebagaimana dimaksud Pasal 57 AnggaranDasar dapat
diselenggarakan setiap saat jika diperlukan.
(2) Rapat pengurus harian diselenggarakan untuk membahas dan
memutuskan segala sesuatu urusan organisasi yang sifatnya rutin
untuk menjalankan roda organisasi sehari-hari di masing-masing
tingkatan kepengurusan. Rapat Pengurus harian setidaknya-tidaknya
diselenggarakan setiap bulan sekali di masing-masing tingkatan
kepengurusan
(3) Rapat penguru Pleno diselenggarakan untuk membahas dan
memutuskan segala sesuatu urusan organisasi yang keputusannya
membebani anggota, baik yang bersifat administrasi maupun finansial
atau yang bersifat memilih utusan perseorangan dalam acara
organisasi maupun acara diluar organisasi. Rapat Pengurus Pleno
diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.
(4) Rapat Pengurus Pleno diperluasdiselenggarakan untuk membahas
dan memutuskan segala sesuatu urusan organisasi yang bersifat
strategis, baik ditingkat DPP, DPW maupun DPD dan DPC sesuai
dengan keadaan.
(5) Rapat pengurus sah untuk mengambil keputusan jika dihadiri
sedikitnya ½ (setengah) dari pengurus yang berhak hadir sesuai
ketentuan pasal 43 Anggaran Dasar.

Bab VII
Pasal 29
Hubungan Antara DPP, DPW, DPD dan DPC

(1) Hubungan antara DPP, DPW, DPD dan DPC sebagaimana dimaksud
dalam Anggaran Dasar harus dijaga dapat berjalan secara harmonis.
(2) Dalam hal terjadi permasalahan antara DPP dengan DPW atau DPP
dengan DPD sedapat mungkin diselesaikan dengan musyawarah
untuk mencapai mufakat dan jika mufakat tidak tercapai maka
penyelesaian masalah yang ada diputuskan oleh DPP setelah
mendengar pendapat dari dewan penasehat wilayah.
(3) Dalam hal terjadi permasalahan antara DPW satu dengan DPW yang
lain, DPD dengan DPD yang lain dan DPC dengan DPC yang lain
sedapat mungkin diselesaikan dengan musyawarah untuk mencapai
mufakat dan jika mufakat tidak tercapai maka penyelesaian masalah
yang ada di putuskan oleh DPP setelah mendengar pendapat Dewan
Penasehat masing-masing DPW, DPD dan DPC yang mempunyai
masalah.
(4) Dalam hal terjadi permasalahan antara DPD dengan DPD sedapat
mungkin diselesaikan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat
dan jika mufakat tidak tercapai maka penyelesaian masalah yang ada
diputuskan oleh DPP dan Dewan Penasehat DPD, DPC yang
mempunyai masalah.

Bab VIII
Pasal 30
kekayaan
(1) Kekayaan MSP diperoleh dari uang pangkal/uang pendaftaran
anggota, uang iuran anggota, uang sumbangan baik dari anggota atau
dari pihak ketiga dan lain-lain kekayaan yang diperoleh dengan sah.
(2) Uang pangkal/uang pendaftaran anggota sebesar Rp ………………… (
) yang dibagi untuk DPP sebesar Rp ………………… ( )
untuk DPW sebesar Rp ………………… ( ) , untuk DPD
tempat mendaftar sebesar Rp ………………… ( ) dan
untuk DPC sebesar Rp ……………………… ( )
(3) Untuk perpanjangan kartu tanda pengenal advokat MSP sebesar Rp
………………… ( ) yang dibagi untuk DPP sebesar Rp
………………… ( ) untuk DPW sebesar Rp …………………
( ) untuk DPD sebesar Rp ………………… ( )
(4) Biaya cetak kartu tanda pengenal advokat MSP dikarenakan hilang
atau rusak sebesar Rp ……………………… ( )
(5) Terhadap anggota dapat dibebani uang iuran anggota yang ditetapkan
oleh masing-masing DPC, baik besarnya maupun peruntukannya bagi
DPP, DPW dan DPD
(6) DPP dan masing-masing DPBt/ serta masing-masing DPC berhak
mengelola kekayaannya sendiri-sendiri.

BAB IX
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 31
Kode Etik

(1) Kode Etik yang berlaku bagi seluruh Anggota MSP adalah Kode Etik
yang disahkan oleh Dewan Kehormatan, Dewan Penasehat dan
Presiden …………………………….
(2) Setiap Anggota MSP wajib mentaati ketentuan yang ada dalam Kode
Etik sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) di atas. P
K

Pasal 32
Tugas Dan Wewenang Dewan Kehormatan

(1) Dewan Kehormatan Pusat ditetapkan oleh DPP dan Dewam


Kehormatan Wilayah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat atas
usulan dari DPW yang bersangkutan.
(2) Dewan Kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara
pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat yang menjadi
anggota MSP dan Dewan Kehormatan DPD atas usulan dari DPD.
(3) Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk membuat, mengesahkan
dan memenetapkan tata cara/hukum acara untuk memeriksa dan
mengadili pelanggaran Kode Etik.
(4) Dalam memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik,
Dewan Kehormatan berpedoman pada tata cara/hukum acara yang
telah diatur dalam Kode Etik sebagaimana dimaksud pasal 25
(5) Jika terjadi kekosongan anggota Dewan Kehormatan, maka Ketua
Dewan Kehormatan Pusat atau Ketua Dewan Kehormatan Wilayah
berwenang mengusulkan calon kepada DPP atau DPW yang
bersangkutan untuk ditetapkan menjadi pengganti anggota yang
kosong.
(6) Jika terjadi kekosongan Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau Ketua
Dewan Wilayah Kehormatan maka anggota Dewan Kehormatan yang
masih ada berwenang memilih Ketua dan disampaikan kepada DPP
atau DRW, DPC yang bersangkutan untuk ditetapkan.

BAB X
DEWAN PENASEHAT
Pasal 33
Tugas Dan Wewenang Dewan Penasehat

(1) Dewan Penasehat Pusat ditetapkan oleh DPP, Dewan Penasehat


Wilayah ditetapkan oleh DPW dan Dewan Penasehat Daerah
ditetapkan oleh DPD dan Dewan Penasehat DPC
(2) Ketua dan Anggota Dewan Penasehat masing-masing tingkatan
ditetapkan dengan ditetapkan oleh DPC memilih Advokat senior di
masing-masing tingkatan.
(3) Dewan Penasehat di masing-masing tingkatan berwenang memberikan
nasehat atau petimbangan, baik diminta maupun tidak diminta, kepada
DPP, DPW maupun DPD, DPC yang bersangkutan.
(4) Jika terjadi kekosongan anggota Dewan Penasehat, maka Ketua
Dewan Penasehat berwenang mengusulkan calon kepada DPP, DPW
atau DPD, DPC yang bersangkutan untuk ditetapkan menjadi pengganti
anggota yang kosong.
(5) Jika terjadi kekosongan Ketua, maka anggota Dewan Penasehat yang
masih ada berwenang memilih Ketua dan disampaikan kepada DPP,
DPW atau DPD, DPC yang bersangkutan untuk ditetapkan.

BAB XI
Tugas dan Wewenang Komisi Pengawas
Pasal 34
(1) Pelaksanaan pengawasan sehari hari terhadap Advokat diiakukan oleh
Komisi Pengawas yang dibentuk MSP berdasarkan keputusan Rapat
Pleno DPP untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggai keputusan Rapat Pleno DPP tersebut;
(2) Komisi Pengawas di tingkat DPD dibentuk berdasarkan Keputusan
Rapat Pieno DPD untuk masa jabatan selama 4 (empat) tahun
terhitung sejak tanggai Keputusan Rapat Pleno DPD;
(3) Komisi Pengawas di tingkat DPC dibentuk berdasarkan Keputusan
Rapat Pleno DPD untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun terhitung
sejak tanggai Keputusan Rapat Pleno DPC;
(4) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas unsur Advokat senior, pakar/tenaga ahli di bidang hukum,
akademisi, dan tokoh masyarakat;
(5) Susunan anggota Komisi Pengawas sekurang kurangnya terdiri atas
Ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota dan 1 (satu)
orang anggota lainnya;
(6) Penentuan susunan anggota Komisi Pengawas ditentukan sendiri di
antara para anggota Komisi Pengawas;
(7) Dalam hal terjadi lowongan anggota Komisi Pengawas, Rapat Pleno
DPP/DPD/DPC akan diadakan untuk mengisi lowongan tersebut untuk
sisa masa jabatan Komisi Pengawas pada waktu itu;
(8) Temuan yang diperoleh Komisi Pengawas dalam melakukan
pengawasan terhadap Advokat diadukan kepada DPP/DPD/DPC dan
Dewan Kehormatan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
Kode Etik;
(9) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan
Surat Keputusan DPP MSP,

BAB XII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 35
(1) Apabila suatu ketentuan dalam Peraturan Rumah Tangga tidak jelas
atau apabila timbul perbedaan penafsiran mengenai sesuatu
ketentuan, maka hal itu diputus oleh DPP dengan surat keputusan.
(2) DPP dapat menetapkan suatu kebijakan yang belum atau tidak diatur
dalam Peraturan Rumah Tangga dan hal itu dilaporkan dalam rapat
kerja serta dipertanggungjawabkan dalam MUNAS berikutnya.
Pasal 36
Peraturan Rumah Tangga ini ditetapkan oleh MUNAS atau MUNASLUB
sesuai ketentuan Pasal 63 ayat (2) Anggaran Dasar dan berlaku sejak
ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai