Anda di halaman 1dari 19

Nama : Wahyu Akmal Rosyid

NPM : 1914201032

Prodi : Sumberdaya Akuatik

Matkul : Fisiologi Hewan Air

SISTEM ENDOKRIN IKAN


(RANGSANGAN PEMIJAHAN DENGAN TEKNIK HIPOFISASI)

Secara garis besar prosedur pemijahan terupaya dengan teknik hipofisasi meliputi pemilihan
induk, pengambilan dan ekstrak- si hipofisa, penyuntikan hormon dan pemi- jahan seperti terlihat
pada Gambar 3. Ikan yang akan dijadikan induk dapat diperoleh dari alam atau dari tempat
pemeliharaan dengan diet yang telah diatur.

Pemilihan induk

Pemilihan calon induk hendaknya di- lakukan seteliti mungkin. Pemilihan induk yang tepat dan
baik merupakan salah satu kunci menuju keberhasilan dalam teknik hipofisasi.

Struktur Dan Fungsi

Hipofisa atau kelenjar pituitaria adalah suatu kelenjar endokrin penting pada semua hewan
vertebrata . Karena letaknya di bawah otak, maka kelenjar ini sering disebut sebagai kelenjar
bawah otak. Pada ikan, hipofisa terletak di sebelah belakang «chiasma nervi optici», yakni
persilangan nervus opticus yang menuju ke mata.

Peranannya Dalam Penghasil Benih Ikan

Dengan berhasilnya pemanfaatan hipo- fisa sebagai bahan perangsang pemijahan, dewasa ini
kelenjar tersebut banyak di- gunakan orang dalam industri pembenihan. Sebagai pionir dalam
pemanfaatan hipofisa adalah seorang ahli biologi dari Brazilia pada tahun 1935. Beliau telah
berhasil memijahkan suatu jenis ikan yang pada mulanya tidak mau memijah dalam kolam
pemeliharaan, dengan cara menyuntikan ekstrak hipofisa terhadap induk pemijah.
Ikan yang akan dijadikan donor dipilih yang telah dewasa. Jenis kelaminnya bebas, jantan atau
betina. Hal yang perlu diperhatikan di sini ialah pada waktu peng- ambilan hipofisa sebaiknya
dilakukan pada saat menjelang musim pemijahan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin
kandungan hormon gonadotropin yang tinggi. Sumber lain dari hipofisa sebenamya dapat
diperoleh dari hewan lain seperti misalnya hipofisa mamalia, burung, reptilia atau amfibia.
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa ekstrak hipofisa dari hewan-hewan tersebut telah
terbukti mampu merangsang pemijahan pada ikan. Para ahli berpendapat bahwa keefektifitasan
tersebut karena adanya ho- mologi dari hormon gonadotropin yang dihasilkan. Namun demikian
hasil yang paling baik adalah penggunaan hipofisa dari jenis hewan yang sama , diikuti oleh
marga yang sama, kemudian oleh suku yang sama . Mengenai induk ikan yang akan dija- dikan
donor, ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, ikan dipilih yang sehat, tidak cacat
dan telah matang telur. Tanda karakteristik induk ikan yang matang telur umumnya adalah
sebagai berikut : perut buncit, gerakkan agak lamban, dan bagian lubang genital tampak
berwarna kemerahan.

Pengambilan dan ekstraksi hipofisa

Untuk mengambil hipofisa, kepala ikan donor terlebih dahulu dipotong. Pertama, melalui bagian
atas tulang kepala . Singkapkan seluruh bagian otak dan potong. Angkat bagian ujung notocord
yang terpotong, maka akan tampak hipofisa, tertinggal di dasar tulang tengkorak yang berupa
tulang rawan. Kedua, melalui bagian bawah tulang tengkorak. . Angkatlah tulang tersebut. untuk
menyingkap- kan kelenjar hipofisa. Setelah hipofisa di ambil segera dile- takkan di atas kertas
hisap sambil digu- lingkan secara merata untuk menghilang- kan cairan dan noda sampai bersih.
Kelenjar hipofisa yang telah bersih di masukkan ke dalam alat penggerus atau tabung gelas
kemudian dilumat sampai halus. Setelah itu ke dalam tabung tersebut dimasukkan larutan garam
fisiologis atau larutan garam murni 0,65% atau bila tidak ada dapat digunakan air suling sebanyak
1 ml. Ekstrak kelenjar tersebut kemudian dipindahkan ketabung «centri- fuge» untuk diendapkan
dengan pemu- singan seiama 1 – 2 menit. Hasil pemusingan akan tampak terpisah antara cairan
yang jernih dengan endapan partikel jaringan hipofisa. Cairan yang jernih mengandung
gonadotropin dan siap untuk disuntikan.
Apabila hipofisa dibutuhkan dalam jumlah besar, untuk menghemat waktu dan tenaga, maka
pengumpulan kelenjar ini dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelum proses pemijahan di mulai.
Hipofisa dapat diawetkan baik dalam keadaan utuh, ber- bentuk tepung ataupun dalam bentuk
ekstrak. Hipofisa dalam keadaan utuh dapat diawetkan dengan alkohol absolut atau aceton.
Caranya adalah sebagai berikut : Setelah hipofisa dikeluarkan dari kepala ikan, kelenjar
dibersihkan dengan kertas hisap. Kemudian di masukkan ke dalam botol kecil yang berisi alkohol
atau aceton. Setiap 24 jam sekali larutan dibuang dan diganti dengan larutan yang baru. Hal ini
diulangi sampai tiga kali agar dehidrasi dan «defattening» telah sempurna. Setelah itu hipofisa
dipindahkah ke dalam botol gelap yang telah berisi cairan alkohol atau aceton baru dan di simpan
dalam lemari es .

Menurut KAFUKU & IKE- NOUE , dengan cara ini keefektifan hipofisa dapat bertahan lebih dari
satu ta- hun. Berdasarkan pengalaman ternyata hi- pofisa yang diawetkan dengan ethyl alkohol
hasilnya lebih baik daripada aceton, seperti yang telah dituturkan oleh PRUGININ & CIRLIN. Cara
pengawetan hipofisa dalam ben- tuk ekstrak telah berhasil dilakukan oleh ahli dari Brazilia. Untuk
mengawetkan ekstrak kelenjar ini digunakan larutan gliserin. Metodenya yaitu meliputi ekstraksi
kelenjar dengan air suling, kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol kecil dan di simpan dalam
lemari es selama 24 jam – 48 jam. Setelah itu ke dalam botol-botol tersebut ditambah- kan larutan
gliserin untuk membentuk per- bandingan 2 : 1 dengan volume air. Suspensi tersebut kemudian
di simpan lagi dalam le- mari es selama 24 – 48 jam, lalu dipusing- kan dengan «centrifuge»
selama beberapa menit. Supernatan yang ter- jadi kemudian dimasukkan dalam botol- botol kecil
yang ditutup rapat dan di simpan dalam lemari es. Penemuan metode penga- wetan dari Peneliti
Brazilia tersebut ternyata telah memberikan hasil yang lebih seragam daripada bila di simpan
dalam larutan air asin atau air suling.

Metode pengawetan hipofisa dalam bentuk tepung saat ini banyak dilakukan orang. Bahkan
dibeberapa negara maju seperti Australia, Jepangdan Kanada metode ini telah dikembangkan
secara komersil. Sumber hipofisa umumnya diperoleh dari ikan salmon. Di Kanada misalnya,
tepung hipofisa ikan salmon telah diproduksi se- cara besar-besaran oleh Syndel Laboratories
Ltd, Vancouver. Pada prinsipnya metode pembuatannya cukup sederhana. Hipofisa yang telah
diawetkan dengan aceton dan telah kering, ditempatkan pada alat penum- buk. Setelah itu
kelenjar dihaluskan, kemu- dian diayak. Tepung hasil ayakan dimasuk- kan dalam botol-botol
kecil dan disimpan dalam suhu 5°C. Tepung tersebut dapat disimpan untuk periode waktu dua
tahun tanpa kehilangan potensinya. Pada waktu akan dipergunakan, tepung hipofisa dila- rutkan
terlebih dahulu dalam larutan garam fisiologis baru disuntikan terhadap induk pemijah.
Sedangkan untuk hipofisa yang diawetkan dalam keadaan utuh, cara pemakaiannya sama
seperti hipofisa segar. Kelenjar di ekstraksi dengan larutan garam fisiologis atau air suling,
kemudian disen- trifugasi . melalui otot atau daging ikan . melalui selaput dinding perut . melalui
rongga dada . melalui tempurung kepala . Suntikan secara intracranial daya reaksinya cepat
tetapi dianggap kurang aman.
Demikian pula suntikan secara intraperitonial mempunyai resiko terhadap kerusakkan or- gan
dalam. Cara yang paling umum dilaku- kan orang adalah suntikan secara intra- muskuler pada
bagian punggung dan suntikan melalui rongga dada. Cara penyuntikan ke dalam rongga dada
yaitu dengan menusukkan jarum suntik persis di bagian bawah sirip dada. Kedua cara ini tidak
membahayakan ikan atau or- gan dalam dan ternyata memberikan hasil yang positif. Supaya
tidak banyak bergerak waktu penyuntikan dilakukan, ikan yang akan di suntik diletakkan secara
halus ke bak porselin dan diselimuti dengan jala halus atau kain handuk yang telah dibasahi,
bagian kepala dipegang hati-hati. Untuk mencegah stres atau kerusakan fisik waktu penyuntikan,
para budidayawan biasanya menggunakan anesthesia sebelum ikan disuntikan. Sebagai obat
bius dapat digunakan MS 222 50 ppm, Am- monium benzoat 1 ppm atau obat bius lain.

Anesthesia tersebut membuat ikan lebih tenang dan penyuntikan dapat berjalan lancar. Jumlah
hormon yang diberikan disesuaikan dengan tingkat kematangan gonad ikan. Pada awal musim
pemijahan, yang mana ikan belum cukup matang telur, jumlah hormon yang dibutuhkan lebih be-
sar daripada waktu akhir musim pemijahan . Induk ikan yang telah benar-benar matang telur
membutuhkan jumlah hormon lebih rendah dan mungkin cukup membutuhkan satu kali suntikan
seperti telah dituturkan oleh MASAHIRO MASYUSHIMA . Pemberian dosis yang tepat kadang-
ka- dang merupakan masalah yang sering timbul dalam teknik hipofisa. Hal ini tampaknya
disebabkan karena kurangnya pengalaman atau skil dalam menentukan tingkat kema- tangan
gonad ikan. Secara umum diakui bahwa induk ikan matang telur seperti telah disebutkan di atas
mempunyai tanda karakteristik : perut buncit, gerakkan agak lamban, dan lubang genital
berwarna keme- rahan. Tetapi tanda-tanda tersebut tidak selalu berlaku untuk beberapa jenis
ikan tertentu sehingga dapat menimbulkan salah tafsir. Ikan yang sebenarnya belum matang telur
dapat dianggap sudah matang telur yang akhirnya dapat mengakibatkan kegagalan pemijahan.
FIJAN menyata- kan bahwa ikan yang hendak disuntik harus mencapai kematangan gonad
tertentu. Hal yang serupa di utarakan pula oleh SHEHADEH et al. , yang menya- takan bahwa
ikan mulai dapat dipijahkan dengan teknik hipofisa waktu kondisi telurnya telah terisi kuning telur.

Pemijahan

Setelah penyuntikan selesai, langkah berikutnya adalah pemijahan. Ada dua metode pemijahan
yang sering dilakukan yaitu metode pengurutan dan metode pemijahan secara alami. Setelah
selesai penyuntikkan, induk ikan segera dimasukkan ke dalam tangki pemijahan. Beberapa jam
setelah penyuntik- kan terakhir, ikan ditangkap untuk diperiksa kondisi gonadnya. Apabila bagian
perut telah terasa lembek dan dengan sedikit menekan perut telur mudah ke luar maka
pengeluaran telur dapat dilakukan dengan cara mengurut perut ke arah dubur. Telur di tampung
dalam wadah untuk pembuahan buatan. Pembuahan buatan dapat dilakukan dengan dua
metode. Pertama ialah metode basah ke dalam mangkok yang telah diisi air dan telur-telur
ditambahkan cairan sperma yang diperoleh dari ikan jantan dengan cara pengurutan ba- dan ikan
ke arah dubur, kemudian secara hati-hati sperma dan telur diaduk merata. Metode kedua disebut
metode kering . Telur dan sperma dicampur secara hati-hati dengan menggunakan bulu ayam
yang halus, tanpa penambahan air. Setelah telur dan sperma tercampur seluruhnya, telur dicuci
air bersih beberapa kali untuk menghilangkan kelebihan sperma. Telur yang telah dibuahi
tersebut dimasukkan kembali ke dalam mangkok yang berisi air bersih selama beberapa saat,
kemudian dipindahkan ke tempat penetesan.

Penetasan dan pemeliharaan burayak

Tempat untuk penetasan telur dapat dibuat dari net plankton yang telah diletak- kan dalam
tangki yang telah berisi air. Air penetasan harus diberi pengudaraan yang cukup. LINDROTH
dalam HUISMAN mengatakan bahwa kon- sumsi oksigen meningkat 10 kali selama ma- sa
inkubasi. Tipe lain dari tempat penetasan dapat dibuat dari bak kayu, plastik atau fiberglas
dengan sistem air mangalir. Tempat yang paling baik adalah berbentuk kerucut dengan sudut
puncak 36°. Panjang kerucut berkisar antara 20 – 30 cm. Air di alirkan dari bawah sehingga
mem- berikan gerakkan turbulensi terhadap telur- telur. Keunggulan tipe ini ialah telur-telur yang
mati akan menepi pada dinding sehingga dapat di sifon dengan mudah. Lamanya penetasan
tergantung dari jenis ikannya serta tinggi rendahnya suhu air penetasan.

Setelah telur menetas, burayak dipindahkan ke tangki pemeliharaan, diberi aerasi yang cukup.
Setelah kuning telur diserap, burayak harus mulai diberi makan. Makanan pada fase ini adalah
jenis makanan yang berukuran kecil, disesuaikan dengan diameter mulut burayak. Pada tahap
ini dapat diberikan kuning telur rebus dan hati yang dihaluskan. Untuk satu juta benih dibutuhkan
satu kuning telur rebus di- tambah 3 – 5 gram hati per hari.
www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XIII, Nomor 3 : 109 - 123, 1988 ISSN 0216-1877

PERANAN HIPOFISA
DALAM PRODUKSI BENIH IKAN

oleh

Sutomo l )

ABSTRACT
THE IMPORTANCE OF HYPOPHYSIS IN FISH SEED PRODUCTION. Hy-
pophysis or pituitary gland is an endocrine mastergland which can be found throughout
the vertebrates. In fish, the gland is situated between the posterior of nervus opticus and
the anterior of saccus vasculosus. This gland can produce gonadotrophic hormon
(gonadotropin) which indirectly influences the gonadal maturation, by stimulating the
production of sex steroids (androgens, estrogens, and progesterons). Due to its
gonadotropin content, hypophysis is now widely used in many hatcheries as a spawning
inducer. The spawning method is commonly termed as hypophysation technique. The
procedures of this technique include : selecting offish breeders ; dissecting, collecting,
extracting of hypophysis; hormon injection, and spawning. The success of hypophysation
depends on how a proper donor and recipient fish are selected. The donor fish should be
taken prior to spawning season to ensure the high content of gonadotropin. Recipient
fish should be mature in gonad condition or at least the eggs have filled with yolk. Only
good and healthy fish are choosen. The other important aspect is the breeders handling
technique. The handling of the breeders should be done carefully and be avoided from
physical damage. The hormon should be given at suitable dosage which correlate with
gonad maturation stage. The ripe gonad requires lower dosage than the immature one.
More accurate method for determining gonad maturation is by biopsy method rather than
by morphological character. The procedure of biopsy, eggs hatching and larvae rearing
are described in this paper.

PENDAHULUAN sebagai akibat meningkatnya pencemaran


Sejalan dengan pesatnya usaha budi- lingkungan, serta musim dan kondisi alam
daya ikan akhir-akhir ini, kebutuhan akan yang kadang-kadang kurang menguntung-
benih ikan semakin meningkat pula. Pe- kan mengakibatkan pengun)pulan benih
ngumpulan benih dari alam dirasakan menjadi lebih sulit dan kurang dapat dian-
kurang dapat memenuhi kebutuhan. Bahkan dalkan. Untuk mengatasi hal tersebut, saat
dengan semakin menurunnya kualitas air ini telah banyak didirikan pusat-pusat

1) Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut, Pusat Penetitian dan Pcngembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.

109

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

pembenihan yang jumlahnya terus bertam- Hormon ini dapat merangsang perkembangan
bah dari waktu ke waktu. Perkembangan dan pematangan testis dan ovarium.
pembenihan telah begitu pesat terutama Menurut susunan kimianya, gonadotropin
untuk perikanan darat, sehingga berjuta-juta adalah suatu senyawa glikoprotein dengan
benih ikan-ikan telah dapat dihasilkan setiap S 20w mendekati 2,5 dan berat molekul-
tahunnya. Dibalik keberhasilan ini, ada nya 28.000 (BURZAWA-GERARD dan
beberapa faktor penunjang yang turut BURZAWA-GERARD & FONATAINE da-
berperan. Salah satu diantaranya ialah lam MALINS & SARGENT 1975).
"hipofisa", si kecil mungil tetapi kemam- Pada ikan yang telah dewasa, hormon
puannya dalam menunjang produksi benih ini diproduksi lebih banyak daripada ikan
ikan tidak dapat diragukan lagi. yang masih muda dan jumlahnya mening-
Dalam makalah ini akan dibicarakan kat pada saat menjelang musim pemijahan.
sedikit tentang hipofisa dan peranannya Hormon yang telah diproduksi dicurahkan
dalam produksi benih. langsung ke dalam pembuluh darah. Melalui
sistem sirkulasi darah inilah akhirnya gona-
HIPOFISA dotropin sampai ke organ sasarannya (go-
Struktur dan fungsi nad). Di sini gonadotropin memainkan
Hipofisa atau kelenjar pituitaria adalah aksinya, yakni menginduksi jaringan go-
suatu kelenjar endokrin penting pada semua nad dalam memproduksi steroid-steroid
hewan vertebrata (bertulang belakang). Ka- kelamin seperti androgen, estrogen dan
progesteron yang secara langsung berperan
rena letaknya di bawah otak, maka kelenjar
terhadap perkembangan gonad (HARVEY
ini sering disebut sebagai kelenjar bawah otak.
& HOAR 1979). Melihat kenyataan bahwa
Pada ikan, hipofisa terletak di sebelah
hipofisa mengandung hormon gonadotro-
belakang "chiasma nervi optici", yakni
pin, para ahli telah tertarik untuk meman-
persilangan nervus opticus yang menuju
faatkan kelenjar tersebut sebagai bahan
ke mata. Untuk lebih jelasnya dapat di
perangsang pemijahan pada ikan. Beberapa
lihat pada Gambar 1. Bentuknya membulat
percobaan telah dilakukan dan terbukti
sampai agak lonjong tergantung dari jenis
bahwa penyuntikkan ekstrak kelenjar hi-
ikannya, ukurannya relatif sangat kecil
pofisa dapat merangsang pematangan garnet
lebih kurang sebesar butiran beras. Seperti
(sel kelamin), ovulasi dan pemijahan (KIN-
halnya pada kelenjar endokrin lainnya, hi-
NE 1977).
pofisa kaya akan vaskularisasi pembuluh
darah sehingga dalam keadaan segar tampak Peranannya dalam produksi benih ikan
berwarna putih kemerahan. Gambaran mi- Dengan berhasilnya pemanfaatan hipo-
kroanatomi hipofisa yang terpotong vertikal fisa sebagai bahan perangsang pemijahan,
(tegak) dapat dilihat pada Gambar 2. Kelenjar dewasa ini kelenjar tersebut banyak di-
terdiri atas dua bagian yaitu neurohi- gunakan orang dalam industri pembenihan.
pofisa dan adenohipofisa. Bagian adenohi- Sebagai pionir dalam pemanfaatan hipofisa
pofisa terbagai lagi atas tiga bagian yaitu adalah seorang ahli biologi dari Brazilia
proadenohipofisa, mesoadenohipoflsa dan pada tahun 1935. Beliau telah berhasil
metaadenohipofisa. Bagian mesoadenohipo- memijahkan suatu jenis ikan yang pada
fisa mampu memproduksi gonadotropin, mulanya tidak mau memijah dalam kolam
yakni suatu hormon yang mempunyai pemeliharaan, dengan cara menyuntikan
peranan penting dalam sistem reproduksi. ekstrak hipofisa terhadap induk pemijah.

110

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 1. A. Contoh susunan otak pada ikan karper, Cyprinus carpio L.


B. Irisan membujur - tegak dari otak dan hipofisa.
C. Otak (pandangan atas)
D. Otak (pandangan bawah)
1. Lubang hidung 7. Medulla spinalis
2. Mata (notocord)
3. Cerebrum (otak besar) 8. Nervus opticus
4. Lobus opticus 9. Hipofisa
5. Cerebellum (otak kecil) 10. Infundibulum
6. Medulla oblongata 11. Epifisa
12. Fossa rhomboidea

111

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 2. Diagram kelenjar hipofisa pada ikan : (a) "lamprey" petromyzon ; (b) "dogfish
Shark" (Squalus) ; (c) "trout" (Salmo) ; (d) "perch" (Perca). HL. lumen hipofi-
sa; IN, infundibulum ; MA, meso-adenohipofisa; ME, meta-adenohipofisa ;
NE, neurohipofisa ; PA, pro-adenohipofisa ; SV, kantong vasculosus ; VL, lobus
ventral. (LAGLER et al. 1977).

112

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Metode ini disebut sebagai teknik hipofi- RANGSANGAN PEMIJAHAN DENGAN


sasi. Teknik ini kemudian diikuti dan dite- TEKNIK HIPOFISASI
rapkan di berbagai negara Asia maupun Secara garis besar prosedur pemijahan
Eropa dan ternyata telah memberikan hasil terupaya dengan teknik hipofisasi meliputi
yang menggembirakan. Sebagai contoh mi- pemilihan induk, pengambilan dan ekstrak-
salnya Thailand, pada tahun 1969 telah si hipofisa, penyuntikan hormon dan pemi-
dapat memproduksi benih ikan lokal, jahan seperti terlihat pada Gambar 3. Ikan
Brabus goniotus sebanyak 500.000 ekor. yang akan dijadikan induk dapat diperoleh
Demikian pula di Jepang, dengan penerap- dari alam atau dari tempat pemeliharaan
an teknik tersebut saat ini telah dapat dengan diet yang telah diatur. Makanan
di produksi berjuta-juta benih ikan, misal-
yang diberikan biasanya mengandung kadar
nya ikan karper perak, karper rumput dan
protein yang tinggi tetapi rendah dalam
jenis ikan lainnya. Di Indonesia, teknik
kadar lemak.
hipofisa juga telah lama diterapkan dan te-
lah berkembang baik terutama untuk Pemilihan induk
perikanan darat. Sedangkan untuk peri- Pemilihan calon induk hendaknya di-
kananan atau budidaya laut masih ber- lakukan seteliti mungkin. Pemilihan induk
sifat penelitian. Berikut ini diterangkan yang tepat dan baik merupakan salah satu
tentang cara pemijahan dengan teknik kunci menuju keberhasilan dalam teknik
hipofisa dan beberapa hal yang terkait. hipofisasi.

Gambar 3. Prosedur pemijahan terupaya dengan teknik hipofisa.

113

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Ikan yang akan dijadikan donor agak mahal. Sebagai gantinya, saat ini ba-
dipilih yang telah dewasa. Jenis kelaminnya nyak digunakan Ethyl-p-amino-benzoat ka-
bebas, jantan atau betina. Hal yang perlu rena di samping efektif juga murah harganya.
diperhatikan di sini ialah pada waktu peng- Dosis yang umum dipakai adalah 1 gram/
ambilan hipofisa sebaiknya dilakukan pada liter (HUISMAN 1976).
saat menjelang musim pemijahan. Hal ini
dimaksudkan untuk menjamin kandungan
Pengambilan dan ekstraksi hipofisa
hormon gonadotropin yang tinggi. Sumber
Untuk mengambil hipofisa, kepala
lain dari hipofisa sebenamya dapat diperoleh
ikan donor terlebih dahulu dipotong. Meto-
dari hewan lain seperti misalnya hipofisa
de pengambilannya ada dua cara seperti
mamalia, burung, reptilia atau amfibia.
terlihat pada Gambar 4. Pertama, melalui
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa
bagian atas tulang kepala (tengkorak).
ekstrak hipofisa dari hewan-hewan tersebut
1). Potong tulang kepala bagian atas dengan
telah terbukti mampu merangsang pemijahan
pisau tajam sepanjang garis yang bertitik.
pada ikan. Para ahli berpendapat bahwa
2). Singkapkan seluruh bagian otak dan
keefektifitasan tersebut karena adanya ho-
potong "notocord" (utat syaraf tulang
mologi dari hormon gonadotropin yang
belakang) sepanjang garis yang bertitik.
dihasilkan. Namun demikian hasil yang
3). Angkat bagian ujung notocord yang
paling baik adalah penggunaan hipofisa
terpotong, maka akan tampak hipofisa,
dari jenis hewan yang sama (LAGLER et
tertinggal di dasar tulang tengkorak yang
al. 1977), diikuti oleh marga yang sama,
berupa tulang rawan. Kedua, melalui bagian
kemudian oleh suku yang sama (KAFUKU &
bawah tulang tengkorak. (1). kepala dibe-
IKENOOEU 1983).
lah melalui lubang mulut sampai ke bagian
Mengenai induk ikan yang akan dija-
belakang. 2). letakkan kepada bagian atas
dikan donor, ada dua hal penting yang
dengan posisi terbalik. 3). Gunting dan
harus diperhatikan. Pertama, ikan dipilih
pindahkan jaringan yang lunak dan potong
yang sehat, tidak cacat dan telah matang
tulang "basioccipital" sepanjang garis ber-
telur. Tanda karakteristik induk ikan yang
titik. 4). Gunting jaringan yang terdapat
matang telur umumnya adalah sebagai
di kedua sisi tulang basioccipital. 5). Ang-
berikut : perut buncit, gerakkan agak
katlah tulang tersebut. untuk menyingkap-
lamban, dan bagian lubang genital (kelamin)
kan kelenjar hipofisa.
tampak berwarna kemerahan. Kedua, pena-
nganan yang kurang hati-hati pada waktu Setelah hipofisa di ambil segera dile-
penangkapan ataupun waktu transportasi takkan di atas kertas hisap sambil digu-
dapat mengakibatkan luka, hilangnya sisik lingkan secara merata untuk menghilang-
serta stres pada ikan. Ikan yang telah me- kan cairan dan noda sampai bersih. Kelenjar
ngalami hal tersebut di atas tidak akan me- hipofisa yang telah bersih di masukkan ke
mijahkan telurnya walaupun telah disuntik dalam alat penggerus atau tabung gelas
dengan dosis hormon yang tepat. Untuk kemudian dilumat sampai halus. Setelah
mengatasi hal ini biasanya para budidaya- itu ke dalam tabung tersebut dimasukkan
wan mempergunakan zat bius seperti MS larutan garam fisiologis atau larutan garam
222, Ethyl-p-amino-benzoat, chlorobutanol murni (NaCl) 0,65% atau bila tidak ada
dan bahan kimia lainnya. MS 222 telah dapat digunakan air suling (aquadest)
digunakan secara luas tetapi harganya sebanyak 1 ml. Ekstrak kelenjar tersebut

114

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Gambar 4. Metode pengambilan hipofisa.

kemudian dipindahkan ketabung "centri- proses pemijahan di mulai. Hipofisa dapat


fuge" untuk diendapkan dengan pemu- diawetkan baik dalam keadaan utuh, ber-
singan seiama 1 – 2 menit. Hasil pemu- bentuk tepung (powder) ataupun dalam
singan akan tampak terpisah antara cairan bentuk ekstrak.
yang jernih dengan endapan partikel jaringan Hipofisa dalam keadaan utuh dapat
hipofisa. Cairan yang jernih mengandung diawetkan dengan alkohol absolut atau
gonadotropin dan siap untuk disuntikan. aceton. Caranya adalah sebagai berikut :
Apabila hipofisa dibutuhkan dalam Setelah hipofisa dikeluarkan dari kepala
jumlah besar, untuk menghemat waktu ikan, kelenjar dibersihkan dengan kertas
dan tenaga, maka pengumpulan kelenjar hisap. Kemudian di masukkan ke dalam
ini dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelum botol kecil yang berisi alkohol atau aceton.

115

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Setiap 24 jam sekali larutan dibuang dan ikan salmon. Di Kanada misalnya, tepung
diganti dengan larutan yang baru. Hal ini hipofisa ikan salmon telah diproduksi se-
diulangi sampai tiga kali agar dehidrasi cara besar-besaran oleh Syndel Laboratories
(penghilangan air) dan "defattening" (peng- Ltd, Vancouver. Pada prinsipnya metode
hilangan lemak) telah sempurna. Setelah pembuatannya cukup sederhana. Hipofisa
itu hipofisa dipindahkah ke dalam botol yang telah diawetkan dengan aceton dan
gelap yang telah berisi cairan alkohol atau telah kering, ditempatkan pada alat penum-
aceton baru dan di simpan dalam lemari es buk. Setelah itu kelenjar dihaluskan, kemu-
(refrigerator). Menurut KAFUKU & IKE- dian diayak. Tepung hasil ayakan dimasuk-
NOUE (1983), dengan cara ini keefektifan kan dalam botol-botol kecil dan disimpan
hipofisa dapat bertahan lebih dari satu ta- dalam suhu 5°C. Tepung tersebut dapat
hun. Berdasarkan pengalaman ternyata hi- disimpan untuk periode waktu dua tahun
pofisa yang diawetkan dengan ethyl alkohol tanpa kehilangan potensinya. Pada waktu
hasilnya lebih baik daripada aceton, seperti akan dipergunakan, tepung hipofisa dila-
yang telah dituturkan oleh PRUGININ & rutkan terlebih dahulu dalam larutan garam
CIRLIN(1976). fisiologis baru disuntikan terhadap induk
Cara pengawetan hipofisa dalam ben- pemijah. Sedangkan untuk hipofisa yang
tuk ekstrak telah berhasil dilakukan oleh ahli diawetkan dalam keadaan utuh, cara pe-
dari Brazilia. Untuk mengawetkan ekstrak makaiannya sama seperti hipofisa segar.
kelenjar ini digunakan larutan gliserin. Kelenjar di ekstraksi dengan larutan garam
Metodenya yaitu meliputi ekstraksi kelenjar fisiologis atau air suling, kemudian disen-
dengan air suling, kemudian dimasukkan ke trifugasi (dipusingkan), baru cairan yang
dalam botol-botol kecil dan di simpan dalam jernih disuntikkan.
lemari es selama 24 jam – 48 jam. Setelah
itu ke dalam botol-botol tersebut ditambah- Penyuntikan hormon
kan larutan gliserin untuk membentuk per- Penyuntikan hormon dapat dilakukan
bandingan 2 : 1 dengan volume air. Suspensi melalui empat rute yaitu : 1). melalui otot
tersebut kemudian di simpan lagi dalam le- atau daging ikan (intramuskular). 2). me-
mari es selama 24 – 48 jam, lalu dipusing- lalui selaput dinding perut (intraperitonial).
kan dengan "centrifuge" selama beberapa 3). melalui rongga dada (chest cavity) dan 4).
menit. Supernatan (cairan jernih) yang ter- melalui tempurung kepala (intracranial).
jadi kemudian dimasukkan dalam botol- Suntikan secara intracranial daya reaksinya
botol kecil yang ditutup rapat dan di simpan cepat tetapi dianggap kurang aman. Demi-
dalam lemari es. Penemuan metode penga- kian pula suntikan secara intraperitonial
wetan dari Peneliti Brazilia tersebut ternyata mempunyai resiko terhadap kerusakkan or-
telah memberikan hasil (keefektifan) yang gan dalam. Cara yang paling umum dilaku-
lebih seragam (uniform) daripada bila di kan orang adalah suntikan secara intra-
simpan dalam larutan air asin atau air suling. muskuler (menembus daging) pada bagian
Metode pengawetan hipofisa dalam punggung dan suntikan melalui rongga dada.
bentuk tepung saat ini banyak dilakukan Cara penyuntikan ke dalam rongga dada
orang. Bahkan dibeberapa negara maju yaitu dengan menusukkan jarum suntik
seperti Australia, Jepangdan Kanada metode persis di bagian bawah sirip dada. Kedua
ini telah dikembangkan secara komersil. cara ini tidak membahayakan ikan atau or-
Sumber hipofisa umumnya diperoleh dari gan dalam dan ternyata memberikan hasil

116

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

yang positif. Supaya tidak banyak bergerak yang akhirnya dapat mengakibatkan kega-
waktu penyuntikan dilakukan, ikan yang galan pemijahan. FIJAN (1976) menyata-
akan di suntik diletakkan secara halus ke kan bahwa ikan yang hendak disuntik
bak porselin dan diselimuti dengan jala harus mencapai kematangan gonad tertentu.
halus atau kain handuk yang telah dibasahi, Hal yang serupa di utarakan pula oleh
bagian kepala dipegang hati-hati. Untuk SHEHADEH et al. (1973a), yang menya-
mencegah stres atau kerusakan fisik waktu takan bahwa ikan mulai dapat dipijahkan
penyuntikan, para budidayawan biasanya dengan teknik hipofisa waktu kondisi
menggunakan anesthesia (obat bius) sebelum telurnya telah terisi kuning telur (yolk).
ikan disuntikan. Sebagai obat bius dapat Pada ikan belanak, Mugil cephalus yaitu
digunakan MS 222 (Sandoz) 50 ppm, Am- pada waktu diameter telur sekurang-kurang-
monium benzoat 1 ppm atau obat bius nya telah mencapai 0,6 mm. Untuk menen-
lain. Anesthesia tersebut membuat ikan lebih tukan tingkat kematangan telur dapat di-
tenang dan penyuntikan dapat berjalan perlihatkan dengan kenampakan histologis,
lancar. warna dan ukuran telur. Tetapi metode ini
dianggap kurang efisien, karena memakan
Jumlah hormon yang diberikan dise- waktu dan melibatkan interpretasi yang
suaikan dengan tingkat kematangan gonad subjektif (HARVEY & HOAR 1979). Me-
ikan. Pada awal musim pemijahan, yang tode histologis akan sangat baik bila di-
mana ikan belum cukup matang telur, terapkan dalam mencari hubungan antara
jumlah hormon yang dibutuhkan lebih be- tingkat kematangan telur dengan diameter-
sar daripada waktu akhir musim pemijahan nya. Sedangkan untuk menentukan tingkat
(FIJAN 1976). Induk ikan yang telah kematangan telur dari ikan yang akan di
benar-benar matang telur membutuhkan induksi dengan hormon hendaknya dicari
jumlah hormon lebih rendah dan mungkin metode yang praktis, cepat dan tekniknya
cukup membutuhkan satu kali suntikan sederhana serta dapat mengurangi stres
seperti telah dituturkan oleh MASAHIRO sekecil mungkin. Pendekatan yang dianggap
MASYUSHIMA (komunikasi pribadi). Con- cukup baik memberikan harapan dan dapat
toh pemberian dosis dan pentahapan pe- dipertanggung-jawabkan pada saat ini adalah
nyuntikan pada pemijahan terupaya bebe- metode biopsi. Prinsip dasar metode biopsi
rapa jenis ikan dapat di lihat pada Tabel adalah berpatokan pada besarnya diameter
1. Pemberian dosis yang tepat kadang-ka- oosit (telur). Metode ini telah berhasil di-
dang merupakan masalah yang sering timbul terapkan dengan baik terhadap ikan belanak,
dalam teknik hipofisa. Hal ini tampaknya Mugil cephalus yang dilakukan oleh SHE-
disebabkan karena kurangnya pengalaman HADEH et al. (1973b). Beberapa butir telur
atau skil dalam menentukan tingkat kema- diambil dari induk ikan betina dengan se-
tangan gonad ikan. Secara umum diakui buah pipa kecil lembut yang terbuat dari po-
bahwa induk ikan matang telur seperti liethylen. Pipa dimasukkan ke dalam indung
telah disebutkan di atas mempunyai tanda telur sedalam 6 – 7 cm melalui lubang
karakteristik : perut buncit, gerakkan agak genital, kemudian telur secara perlahan
lamban, dan lubang genital berwarna keme- disedot dan dikeluarkan. Setelah itu telur-
rahan. Tetapi tanda-tanda tersebut tidak telur tersebut dicuci, dan difiksasi dengan
selalu berlaku untuk beberapa jenis ikan formalin 1% dalam larutan NaCl 0,6%.
tertentu sehingga dapat menimbulkan salah Pengamatan diameter telur dilakukan di ba-
tafsir. Ikan yang sebenarnya belum matang wah mikroskop dan ditera dengan mikrome-
telur dapat dianggap sudah matang telur ter cokuler.

117

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Tabel 1. Pemijahan terupaya (induced spawning) pada beberapa jenis ikan.

Sumber Bahan Su n t i k a n ∆T
Jenis Pelarut Pemijahan Sumber
Hipofisa Pengawet Dosis I Dosis II Dosis III (jam)
Silurus glanis Ikan kar- aceton – B: 0,3 mg/ B: 3 mg/kg – 18 Ikan mulai HUISMAN (1976)
per kgBB BB memijah se-
cara alami
10 –12 jam
setelah sun-
tikan ke dua

Cyprinus carpio Puntius – NaCl 0,6% B: 6 mg/kg B: 6 mg/kg – 5 Ikan mulai TAY dalam
gonionotus atau air BB BB memijah se- HERVEY &
118

suling J: 12 mg/ cara alami HOAR (1979)


kg BB 6 – 7 jam se-
telah suntikan
kedua

Cyprinus carpio Cyprinus aceton NaCl 0,6% B: 1 hipofisa – – – Pemijahan de- WOYNAROVICH
carpio gliserin, kg BB ngan cara pe- (1975)
7:3 J: 1 hipofisa/ ngurutan
kg BB (stripping-
method)

Hypophthalmicthy Cyprinus – NaCl 0,6% B: 5–6mg/ B: 5 – 6 mg/ – 5 Pemijahan de- CHEN et al.
molitrix carpio kg BB kg BB ngan cara (1969)
atau J: 5 mg/kg BB pengurutan
Puntius
gonionotus

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Tabel 1 (Lanjutan)

Jenis Sumber Bahan Pelarut Suntikan ∆T Pemijahan Sumber


Hipofisa pengawet (jam)
Dosis I Dosis II Dosis III
Ctenopharyngodon Cyprinus – NaCl 0,6% B : 5 – 6 mg/ B: 5 – 6mg/ – 5 Pemijahan de- CHEN et al.
idellus carpio kg BB kgBB ngan cara (1969)
atau J: 5 mg/kg pengurutan
Puntius BB
gonionotus
Ctenopharyngodon Ctenophary- Alkohol NaCl 0,65% B: 5 mg/kg – – – mulai memijah KAFUKU & IKE-
idellus ngodon atau BB 20 jam sete- NOUE (1983)
idellus aceton lah penyuntik-
an ke dua
B: 1/2 hipofi-
119

Mugil cephalus Ikan Karper – – B: 1 hipofi- B: 2 hipofi - 7;14 Ikan mulai PRUGININ &
sa/kg BB sa/kg BB sa/kg BB memijah 16 - CIRLIN (1976)
J : ¼ hipofi- J : 1/2 hipofi - J : 1 hipofi- 24 jam sete-
sa/kg BB sa/kg BB sa/kg BB lah suntikan
ke tiga

Pengasius sutchi Ikan lele – air suling Dosis tidak diterangkan secara jelas : – Pemijahan de- POTAROS & SI-
Hipofisa B: dosis suntikan ke dua sebanyak ngan cara TASIT (1976)
segar atau 1,5 – 3 kali dosis suntikan per- pengurutan
awetan tama.
J: dosis suntikan ¼ dosis ikan beti-
na, disuntikkan bersamaan waktu

B : Induk ikan betina BB Berat badan ikan


J : Induk ikan Jantan ∆T Waktu antara dua periode suntikan.

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

Berdasarkan hasil penelitiannya, dosis efektif pipa kecil mudah dilakukan tanpa meng-
homon, berbanding terbalik dengan diameter akibatkan kerusakkan atau menembus organ
telur dan hasil terbaik ditemukan ketika dalam. Sebagai contoh misalnya pada
telur berdiameter lebih besar dari 0,65 mm. ikan belanak, karper dan lele, tampaknya
Seorang ahli budidaya dapat menentukan tidak mempunyai banyak problem karena
dosis secara sederhana, hanya dengan meng- mempunyai struktur anatomi ovarium (go-
interpolasi gambar hubungan antara dia- nad betina) dan oviduct (saluran telur)
meter telur rata-rata dan dosis efektif yang berkelanjutan (continues), sehingga
(Gambar 5). Metode ini ternyata cukup pipa (tabung kecil) yang dimasukkan mela-
tepat, dan dipandang cukup aman apabila lui lubang genital akan mudah mencapai
dilakukan secara hati-hati. Dalam penerapan masa ovarium. Sedangkan pada ikan ban-
metode ini tidaklah tertutup kemungkinan- deng, Chanos chanos, penerapan teknik
nya untuk mempergunakan jenis ikan lain, ini tampaknya kurang cocok karena struktur
asalkan mempunyai beberapa persyaratan ovarium dan oviductnya tidak berkelanjutan
khusus seperti berikut ini : (NASH & KUO 1976).
— Saluran genital pada ikan betina — Telur berkembang secara serentak,
mempunyai struktur anatomi sedemikian yang mana tidak terdapat perbedaan dalam
rupa sehingga pengambilan telur dengan tingkat kematangan contoh telur yang diam-

Diameter telur rata-rata (µm)

Gambar 5. Hubungan antara diameter telur rata-rata pada ikan belanak, Mugil cephalus
betina (recipient) dan jumlah gonadotropin yang dibutuhkan untuk pemijahan
terupaya (SHEHADEH et al. 1973a).

120

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

bil dari beberapa bagian ovarium yang ber- method). Telur dan sperma dicampur secara
beda letaknya (depan, tengah, atau bagian hati-hati dengan menggunakan bulu ayam
belakang ovarium). yang halus, tanpa penambahan air. Setelah
— Diameter telur harus diketahui un- telur dan sperma tercampur seluruhnya,
tuk semua tingkat kematangan. Hal ini pen- telur dicuci air bersih beberapa kali untuk
ting untuk pembuatan "atlas" diameter menghilangkan kelebihan sperma. Telur yang
telur dalam hubungan dengan penentuan telah dibuahi tersebut dimasukkan kembali
dosis hormon yang tepat. Penemuan dosis ke dalam mangkok yang berisi air bersih
yang tepat dapat dilakukan melalui pene- selama beberapa saat, kemudian dipindahkan
litian yang cermat dan berulang-ulang se- ke tempat penetesan.
hingga hasilnya dapat dipertanggung-jawab- b. Metode pemijahan alami
kan. Pembuatan atlas semacam ini sangat Metode ini telah diterapkan secara
penting untuk tiap-tiap jenis ikan yang akan luas dalam pemijahan. Induk ikan betina
dibudidayakan dan dapat mempermudah yang telah di suntik hormon dan ikan
serta mempercepat kerja bagi para budi- jantan (biasanya tanpa suntikan hormon)
dayawan. dimasukkan bersama-sama ke dalam tangki/
Pemijahan kolam pemijahan. Perbandingan jumlah
Setelah penyuntikan selesai, langkah ikan jantan dan ikan betina 1:1. tetapi
berikutnya adalah pemijahan. Ada dua pada umumnya ikan jantan diberikan dalam
metode pemijahan yang sering dilakukan jumlah yang lebih besar. Ikan-ikan tersebut
yaitu metode pengurutan (stripping method) dibiarkan memijahkan telur-telurnya secara
dan metode pemijahan secara alami (natural alami. Telur-telur yang dikeluarkan dan di-
spawning method). buahi kemudian dikumpulkan dan diinku-
basi dalam tempat penetasan.
a. Metode pengurutan
Setelah selesai penyuntikkan, induk Penetasan dan pemeliharaan burayak
ikan segera dimasukkan ke dalam tangki Tempat untuk penetasan telur dapat
pemijahan. Beberapa jam setelah penyuntik- dibuat dari net plankton yang telah diletak-
kan terakhir, ikan ditangkap untuk diperiksa kan dalam tangki yang telah berisi air.
kondisi gonadnya. Apabila bagian perut Air penetasan harus diberi pengudaraan
telah terasa lembek dan dengan sedikit (aerasi) yang cukup. LINDROTH dalam
menekan perut telur mudah ke luar maka HUISMAN (1976) mengatakan bahwa kon-
pengeluaran telur dapat dilakukan dengan sumsi oksigen meningkat 10 kali selama ma-
cara mengurut perut ke arah dubur. Telur di sa inkubasi. Tipe lain dari tempat penetasan
tampung dalam wadah untuk pembuahan dapat dibuat dari bak kayu, plastik atau
(fertilisasi) buatan. Pembuahan buatan dapat fiberglas dengan sistem air mangalir. Tempat
dilakukan dengan dua metode. Pertama yang paling baik adalah berbentuk kerucut
ialah metode basah (wet method) ke dalam dengan sudut puncak 36°. Panjang kerucut
mangkok yang telah diisi air dan telur-telur berkisar antara 20 – 30 cm. Air di alirkan
ditambahkan cairan sperma yang diperoleh dari bawah (ujung kerucut) sehingga mem-
dari ikan jantan dengan cara pengurutan ba- berikan gerakkan turbulensi terhadap telur-
dan ikan ke arah dubur, kemudian secara telur. Keunggulan tipe ini ialah telur-telur
hati-hati sperma dan telur diaduk merata. yang mati akan menepi pada dinding sehingga
Metode kedua disebut metode kering (dry dapat di sifon dengan mudah. Lamanya

121

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

penetasan tergantung dari jenis ikannya serta HARVEY, B.J. and W.S. HOAR 1979.
tinggi rendahnya suhu air penetasan. The theory and practice of induced
Setelah telur menetas, burayak (larva) breeding in fish. Ottawa, Ont. IDRC : 48
dipindahkan ke tangki pemeliharaan, diberi pp.
aerasi yang cukup. Setelah kuning telur HUISMAN, E.A. 1976. Hachery and nursery
(yolk) diserap, burayak harus mulai diberi operations. Tech. pap. No. 25. Workshop
makan. Makanan pada fase ini adalah jenis on controlled reproduction on cultivated
makanan yang berukuran kecil, disesuaikan fishes : 101 – 110.
dengan diameter mulut burayak. Pada tahap KAFUKU, T. and H. IKENOUE 1983.
ini dapat diberikan kuning telur rebus dan Modern methods of aquaculture in Ja-
hati yang dihaluskan. Untuk satu juta benih pan. Development in Aquaculture and
dibutuhkan satu kuning telur rebus di- Fisheries Sciences 11 : 216 pp.
tambah 3 – 5 gram hati per hari. Selain KINNE, O. (ed). 1977. Fisces : rearing of
itu dapat diberikan telur-telur kerang, bulu juveniles and adults. In : Marine Ecology
babi atau sejenis Zooplankton yaitu rotifer 3 : 1009 – 1033.
(Brachionus plicatilis), Daphnia atau jenis LAGLER, K.F.: J.E. BARDACH and D.R.
lainnya. Pemberian pakan hidup ini ternyata MAYPASSINO 1977. Ichthyology. John
memberikan hasil yang baik terutama dari Willey & Sons : 506 pp.
segi kualitas air. Sedangkan pemberian telur MALINS, D.C. and J.R. SARGENT 1975.
yang berlebihan dapat menurunkan kualitas Biochemical and biophysical perspectives
air karena pembusukan apabila tidak segera in marine biology. Vol. 2. Academic
di sifon. Setelah burayak berukuran besar Press. London : 359 pp.
dapat diberi kopepod seperti Acartia, NASH, C.E. and C.M. KUO 1976. Prelimi-
Oithona, Paracalanus atau "brine shrimp", nary capture husbandry and induced
Artemia salina. Pada tahap berikutnya dapat breeding results with the milfish, Chanos-
diberikan cacahan daging ikan, kerang, chanos. Presented at the Intl. Milkfish
udang atau makanan buatan (pelet) sampai Workshop Conf., Iloilo, Philippines :
akhirnya benih ikan siap di pasarkan atau 139 – 160.
langsung ditebar dalam tempat budidaya. PATAROS, M. and P. SITASIT 1976. Indu-
ced spawning of Pangasius sutchi (Fow-
ler). Tech. Pap. 15, Freshwater Fisheries
Division, Departement of Fisheries, Bang-
DAFTAR PUSTAKA kok, Thailand.
PRUGININ, Y. and B. CIRLIN 1976. Tech-
CHEN, F.Y.; M, CHOW and B.K. SIN 1969. niques used in cotrolled breeding and
Induced spawning of the three major production of larvae and fry in Israel.
Chinese in Malacca, Malysia. Malay. Agric. J. Tech. Pap. 25, EIFAC. Workshop on
47 : 24 – 28. control reproduction of cultivated fish : 90
FIJAN, N. 1976. Induced spawning, larva – 100.
rearing and nursery operations (Silu- SHEHADEH, A.H., C.M. KUO and K.K.
rus glanis). Tech. Pap. 25, EIFAC. Work MILISEN 1973a. Induced spawning of
shop on controlled reproduction of grey mullet Mugil cephalus with fractio-
cultivated fishes : 130 – 138. nated salmon pituitary extract. J. Fish.
Biol. 5 : 471 – 478.

122

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988


www.oseanografi.lipi.go.id

SHEHADEH, Z.H., C.M. KUO and K.K. gil cephalus). J. Fish. Biol. 5 : 489 –
MILISEN 1973b. Validation of an in 496.
vivo method for monitoring ovarian WOYNAROVICH 1975. Elementary guide
development in the grey mullet (Mu- of fish culture in Nepal. Rome, FAO : 138
pp.

123

Oseana, Volume XIII No. 3, 1988

Anda mungkin juga menyukai