Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan produksi budidaya air tawar di Indonesia ini sangat pesat.
Perkembangan ini terjadi pada ikan produksi, ikan konsumsi dan ikan hias.
Komoditas ikan tersebut salah satunya adalah ikan mas (Cyprinus carpio).
Peningkatan produksinya pada tahun 2005 2007 mencapai kisaran 15 %
pertahunnya. Peningkatan produksi ini erat kaitannya dengan produksi benih ikan
air tawar itu sendiri. Produksi ikan memiliki kendala tersendiri dalam pemenuhan
permintaannya, diantaranya yaitu pemijahan induk yang tergantung musim dan
kualitas telur yang tidak menentu. Solusi yang dilakukan saat ini yaitu dengan
melakukan pemijahan buatan induce breeding yang menggunakan ransangan
hormonal pada stadia induk (Sutisna, 2005).
Penyuntikan hormon pada kegiatan budidaya sangat penting untuk
dilakukan karena berfungsi untuk merangsang terjadinya peningkatan proses
fisiologis reproduksi akibat adanya peningkatan jumlah hormon dalam tubuh.
Prinsipnya yaitu dengan penambahan hormon, dapat dilakukan baik melalui
penyuntikan maupun melalui oral. Pemijahan secara alami dan menunggu waktu
atau musim ikan memijah tidak efektif dalam memprodukssi ikan/individu baru
ecara maksimal. Penggunaan rangsangan hormon dalam tubuh ikan, pemijahan
dapat dilakukan kapan saja asalakan gonad dalam tubuh ikan sudah mengalami
pematangan. Keberhasilan pemijahan ditentukan oleh keberhasilan proses
pematangan akhir gonad yang sejalan dengan penambahan hormonal, namun
teknik penyuntikan sendiri bukanlah merupakan suatu penentu keberhasilan
tersebut (Sugiarto,1986).
Perangsangan pemijahan ikan secara hormonal dilakukan dengan
menyuntikan hormon tertentu kedalam ke tubuh ikan. Hormon tersebut masuk ke
dalam sistem sirkulasi darah ikan dan ketika mencapai organ target (Gonad)
langsung berkerja dan mempengaruhi organ tersebut. Perangsangan pemijahan
secara hormonal ini merupakan upaya by pass cara kerja hormon dalam sistem
reproduksi ikan. Perangsangan pemijahan ikan secara hormonal ini sangat
bermanfaat untuk :
1. memijahkan ikan yang sistem saraf pusatnya sulit dipengaruhi oleh sinyal
lingkungan atau kalaupun bisa pembangkitan sinyal lingkungan tersebut sulit
dan mahal serta belum diketahuinya sinyal lingkungan yang bisa
mempengaruhi sistem saraf pusat ikan tersebut.
2. memijahkan ikan diluar musim pemijahannya (out season), terutama pada ikan
yang mengenal musim pemijahan tertentu (Sugiarto,1986).

B. Tujuan
Praktikum pemijahan dengan teknik hipofisasi bertujuan untuk :
1. Memacu pemijahan ikan menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa alami
atau buatan (ovaprim).
2. Memberikan keterampilan kepada praktikan agar dapat melakukan
pemijahan ikan dengan teknik hipofisasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Ikan terdiri atas alat kelamin, gonad, kelenjar hipofisa, dan saraf yang
berhubungan dengan alat perkembangan alat reproduksi. Sistem reproduksi
tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan berinteraksi dengan
kondisi lingkungan. Sumantadinata dan Carman (1997) mengatakan bahwa
reproduksi ikan dikendalikan oleh tiga sumbu utama yaitu hipotalaums, hipofisa,
dan gonad. Sistem kerja reproduksi ikan dimulai dari keadaan lingkungan seperti
suhu, cahaya, dan cuaca yang diterima oleh organ perasa dan meneruskannya ke
sistem saraf. Hipotalamus melepasakan GnRH (Gonadotropin Releazing Hormon)
yang bekerja merangsang kelenjar hipofisa untuk melepaskan GtH
(Gonadotropin). Gonadotropin akan berfungsi dalam perkembangan dan
pematangan gonad serta pemijahan. Gonad sebagai organ reproduksi ikan
merupakan salah satu dari 3 komponen yang terlibat dalam reproduksi ikan, selain
sinyal lingkungan dan sistem hormon. Proses pematangan gonad, sinyal
lingkungan yang diterima oleh sistem saraf pusat ikan itu akan diteruskan ke
hipotalamus akibatnya, hipotalamus melepaskan hormon GnRH. (Gonadotropin
realizing hormon) yang selanjutnya bekerja pada kelenjar hipofisa.
Penerapan kawin rangsang (hipofisasi) menggunakan ekstrak hipofise ikan
mas telah dilakukan sejak tahun 1930-an di negaranegara Brazil, Uni Soviet,
India, Amerika, dan beberapa negara Eropa lainnya. Teknik hipofisasi ini
berkembang pesat di sekitar tahun 1970-an setelah percobaan hipofisasi pada ikan
lele, belanak, dan bandeng berhasil (Harvey & Hoar, 1979). Di Indonesia sendiri
ekstrak hipofise ikan mas telah digunakan sejak tahun 1980-an untuk pemijahan
ikanikan ekonomis penting seperti patin, jelawat, dan lele dumbo (Suparta &
Iskandar, 1988).
Ikan lele dumbo (Clarias gariepenus) adalah salah satu jenis ikan air tawar
yang masuk ke dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang
sejati. Lele dicirikan dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta
adanya sungut yang menyembul dari daerah sekitar mulut. Nama ilmiah ikan lele
dumbo adalah Clarias gariepenus yang berasal dari bahasa yunani Chlaros,
berarti Kuat dan Lincah (Saanin, 1968). Menurut Wartono (2011), ikan lele
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Siluriformes
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepenus
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemic (asli) Indonesia
yang hidup di sungai-sungai dan rawa-rawa. Ikan nilem mempunyai cirri-ciri
hampir sama dengan ikan mas. Ikan nilem memiliki cirri-ciri yaitu pada sudut
sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut-sungut peraba. Sirip punggung
disokong oleh tiga jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Jumlah sisik-sisik gurat sisi
ada 33-36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memanjang dan pipih, ujung
mulut runcing dengan moncong (rostal) terlipat, serta bintim hitam pada ekornya
merupakan ciri utama ikan nilem. Ikan ini termasuk ikan omnivore, makananya
berupa ganggang penempel yang disebut epifiton dan perifiton (Djuhanda, 1981).
Klasifikasi ikan nilem menurut Saanin (1968) diklasifikasikan dalam,
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub-phylum : Craniata
Class : Pisces
Sub-class : Actinopterygi
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus hasselti

III. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat alat yang digunakan dalam praktikum pemijahan dengan teknik


hipofisasi adalah golok, ember/bak, telenan, spuit dan jarum suntik, cawan petri,
sentrifius, lap kain, sendok, forcep, tabung reaksi.
Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) sebagai ikan donor dan ikan resipien, ikan nilem
(Osteochilus hasselti), aquabides, ekstrak kelenjar hipofisa, ovaprim.

B. Cara Kerja

III.1 Cara Kerja Pemijahan dengan Teknik Hipofisasi Alami


3.1.1 Pengambilan Kelenjar Hipofisa
1. Alat dan Bahan disiapkan
2. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) sebagai ikan donor di potong
kepalanya menggunakan golok ketika pemotongan dilakukan kepala ikan
ditutup lap basah, kemudian dipisahkan antar badan dan kepala.
3. Kepala ikan donor dihadapkan keatas, dilakukan pembelahan mulai dari
bukaan mulut sampai pangkal.
4. Bagian rahang atas kepala ikan donor dibelah lagi pada bagian tengah-
tengah untuk mengambil kelenjar hipofisa.
5. Kelenjar hipofisa ikan donor diambil menggunakan forcep.
6. Kelenjar hipofisa yang telah diambil, diletakkan dicawan petri,
dibersihkan dari darah dan lemak dengan cara diberi air kemudian diserap
dengan tissue.
3.1.2 Pembuatan Ekstrak Kelenjar Hipofisa
1. Kelenjar hipofisa digerus menggunakan sendok.
2. Diencerkan menggunakan aquabides sebanyak 2,5 ml
3. Kelenjar hipofisa yang telah diencerkan di sentrifugasi selama 2 menit
dengan kecepatan 2000ppm.

3.1.3 Penyutikan Ekstrak Kelenjar Hipofisa


1. Cairan sentrifugasi kelenjar hipofisa diambil menggunakan spuit jarum
suntik.
2. Cairan ekstrak kelenjar hipofisa disuntikan pada punggung ikan resipien
jantan sebanyak 1 mL dan ikan resipien betina sebanyak 1,5 mL.
3.2 Cara Kerja Pemijahan dengan Hipofisasi Buatan (Ovaprim)
1. Alat dan Bahan disiapkan
2. Ovaprim diambil menggunakan spuit jarum suntik sebanyak 0,75 ml dan
diencerkan menggunakan ranger sebanyak 2,85 ml
3. Ovaprim yang telah diencerkan menggunakan ranger disuntikan pada ikan
nilem (Osteochilus hasselti) jantan dengan dosis 0,2 ml dan ikan nilem
betina (Osteochilus hasselti) 0,4 ml pada 3-4 sisik kebawah, ketika
penyuntikan ikan nilem ditutup bagian kepala menggunakan lap basah.
C. Waktu dan Tempat

Praktikum pemijahan dengan teknik hipofisasi dilaksanakan pada hari


jumat tanggal 10 november 2016 pada pukul 15.15 17.45 WIB. Praktikum ini
dilaksanakan di Stasiun Percobaan Fakultas Biologi, Universitas Jenderal
Soedirman.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

4.1 Tabel Penyuntikan Ekstrak Kelenjar Hipofisa pada Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) dan Ovaprim pada Ikan Nilem (Osteochilus hasselti).
Waktu Kegiatan
16.40 Penyuntikan ekstrak hipofisa pada ikan lele betina
16.45 Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa pada ikan lele
jantan
17.13 Penyuntikan ovaprim pada ikan nilem jantan
17.14 Penyuntikan ovaprim pada ikan nilem betina
23.21 Pemijahan ikan nilem
02.00 Pemijahan ikan lele
4.2 Tabel Pengamatan Tingkah Laku Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
setelah Disuntik Ovaprim.
Waktu Tingkah Laku
22.00 Ikan mulai berkejaran, kulit
betina mulai terluka, dan air
mulai keruh
22.08 Banyak kotoran ikan keluar
22.18 Jantan menyundul perut betina,
kejar-kejaran terus
22.25 Betina mulai agresif, jantan
terus mengejar-ngejar
22.38 Jantan dan betina mengelilingi
kolam, jantan menyundul perut
betina
22.56 Betina mengejar si jantan,
betina agresif
23.04 Jantan bergerak agresif
menyundul betina
23.07 Ikan berkejaran mengelilingi
akuarium
23.13 Air terlihat keruh, oksigen
menipis ikan naik ke
permukaan
23.15 Kedua ikan bergerak agresif
23.20 Air keruh
23.21 Telur keluar

Gambar 4.1 Pemenggalan kepala Gambar 4.2 Pembelahan Kepala


Ikan Donor Ikan Donor
Gambar 4.3 Pengambilan Kelenjar
Hipofisa Gambar 4.6 Penyuntikan Ekstrak
Kelenjar Hipofisa pada Ikan
Resipien

Gambar 4.4 Sentrifugasi Kelenjar


Hipofisa
Gambar 4.7 Ovaprim

Gambar 4.8 Penyuntikan Ovaprim


Gambar 4.5 Pengambilan Kelenjar pada Ikan Nilem Betina
Hipofisa yang sudah di
Sentrifugasi

Gambar 4.9 Penyuntikan Ovaprim pada Ikan Nilem Jantan

Gambar 4.10 Tingkah Laku Ikan Nilem setelah Disuntik Ovaprim


B. Pembahasan

Hipofisasi merupakan salah satu teknik untuk mempercepat pemijahan


ikan melalui injeksi kelenjar hipofisa. Hipofisasi dapat dilakukan dengan
menyuntikkan suspensi kelenjar hipofisa pada tubuh ikan yang akan dibiakkan.
Kelenjar hipofisa ini terletak di bawah otak sebelah depan, mengandung hormon
gonadotropin yang berfungsi untuk mempercepat ovalusi dan pemijahan (Milne,
1999).
Menurut Budiyanto (2002), hipofisa adalah kelenjar endokrin yang
terletak dalam sella tursika, yaitu lekukan dalam tulang sfenoid. Kelenjar hipofisa
paling tidak menghasilkan tujuh hormon yaitu GH, ACTH, TSH, LTH, FSH, LH,
ICSH, MSH. Hipofisa terletak dibawah otak, jadi untuk mengambil kelenjar
hipofisa langkah pertama yang harus diambil adalah mengeluarkan otak. Kelenjar
hipofisa mempunyai peran yang sangat penting, dimana kelenjar yang dihasilkan
berupa hormon yang berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Kerusakan dalam pengambilan ekstrak hormon mengakibatkan hormon tersebut
tidak berfungsi. Hormon yang berpengaruh dalam pemijahan ikan adalah
gonadotropin yang berfungsi dalam pematangan gonad dan mengontrol ekskresi
hormon yang dihasilkan oleh gonad (Hurkat dan Mathur, 1986).
Berdasarkan tekniknya, pemijahan ikan dengan hormon dapat dilakukan
dengan 3 macam cara yaitu:
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan
manusia, terjadi secara alamiah ( tanpa pemberian rangsangan hormon).
2. Pemijahan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad,
tapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam.
3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu memberikan rangsangan hormone
untuk mempercepat kematangan gonad serta ovulasinya (Hadjamulia,
1970).
Berdasarkan jurnal Lutfiyah et al., (2012), masing-masing cara pemijahan
memiliki kelebihan dan kekurangan, cara alami dapat dilakukan dengan
sederhana, teknik pemijahan yang sederhana sehingga mudah dilakukan diskala
rumah tangga disekitar lingkungan rumah dengan biaya yang terjangkau.
Kelemahan produksi dan produktifitas rendah, sedangkan kelebihan cara semi-
intensif mempunyai kelebihan antara lain produksi dan produktivitas lebih tinggi,
bisa dijadwalkan sesuai dengan permintaan pasar, disamping itu pemijahan dapat
dilakukan kapan saja, bahkan diluar musim pemijahan.
Teknik pengambilan Kelenjar hipofisa dilakukan dengan cara memasukkan
jari ke dalam mulut ikan agar tidak bergerak kemudian memotong bagian
kepalanya. Pemotongan ini dilakukan saat ikan masih hidup agar diperoleh
kelenjar hipofisa yang segar. Pemotongan kepala ini dilakukan pada bagian
belakang operculum. Mulut ikan dihadapkan ke atas dan mulai dipotong pada
bagian nostril dengan arah tegak lurus kebawah (pada bagian di atas mata sedikit
agak ke arah bagian belakang). Tulang tengkorak terbuka, terlihat otak yang
dibawahnya terdapat kelenjar hipofisa berwarna putih dengan ukuran kecil. Otak
diambil dengan menggunakan tusuk gigi atau piset yang yang berujung tumpul,
kemudian rongga otak dibersihkan dengan menggunakan tissu supaya kelenjar
hipofisanya dapat terlihat. Kelenjar hipofisa terlihat, diambil dengan
menggunakan pinset dan diletakkan di dalam cawan dan dibersihkan lalu
dimasukkan ke dalam mortar untuk digerus (Sumantadinata, 1981) .
Ovaprim adalah hormon analog yang mengandung 20 g analog salmon
gonadotrofin releasing hormon (sGnRH) LHRH, dan 10 g domperidone yakni
sejenis anti dopamin per milliliter. Ovaprim berfungsi sebagai agen perangsang
pemijahan yang dibuat dari campuran ekstrak kelenjar hipofisa dan hormon
mammalian (Fikriadi et al., 2012). Ovaprim digunakan sebagai agen perangsang
bagi ikan untuk memijah dimana mekanisme kerja ovaprim pada ikan adalah
kandungan GnRH akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan
GtH II, sedangkan anti dopamine menghambat hipotalamus dalam mensekresi
dopamine yang memerintahkan pituatari mengentikan sekresi GtH I dan GtH II.
Penyuntikan ovaprim pada ikan mas dilakukan dengan tujuan merangsang
hormone untuk mempercepat pemijahan dan menghasilkan telur yang lebih
banyak. Kadar ovaprim yang diberikan juga harus sesuai dengan ukuran karena
akan mempengaruhi daya tetas ikan tersebut. Menurut Santoso (1993), pemberian
dosis ovaprim untuk betina adalah 0,5 ml/kg sedangkan untuk induk jantan 0,25
ml/kg, diperlukan waktu 0,5-10 menit untuk melepas ikan kedalam bak pemijahan
setelah penyuntikan.
Teknik penyuntikan Hipofisasi ada tiga macam menurut Hadjamulia,
(1970) yaitu :
1. Teknik intra muscular (penyuntikan ke dalam otot)
Teknik penyuntikan yang dilakukan dengan cara menyuntikan pada bagian
otot punggung atau otot batang ekor.
2. Teknik intra peritorial (penyuntikan pada rongga perut)
Teknik penyuntikan ke dalam rongga perut, lokasi penyuntikan antara
kedua sirip perut sebelah depan dan atau antara sirip dada sebelah depan
sejajar dengan dinding perut.
3. Teknik intra cranial (penyuntikan di kepala)
Teknik penyuntikan ke dalam rongga otak melalui tulang occipital bagian
yang tipis.
Teknik penyuntikkan yang paling umum dan mudah dilakukan adalah
teknik intra muscular, karena pada bagian ini tidak merusak organ yang penting
bagi ikan dalam melakukan proses metabolisme seperti biasanya dan tingkat
keberhasilan lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya. Penyuntikan secara intra
muscular yaitu pada 5 sisik ke belakang dan 2 sisik ke bawah bagian sirip
punggung ikan (Herlina, 2002).
Menurut Zairin (2006), ada beberapa kelebihan dan kelemahan
penyuntikan dengan ovaprim, yaitu :
Kelebihan
1. Merangsang pematangan gonad sebelum musim pemijahan,
2. Mempersingkat periode pemijahan
3. Mempertahankan materi genetik
4. Memaksimalkan potensi reproduksi.
Kelemahan
1. Dosis yang digunakan harus banyak, dan
2. Harga relatif mahal.
Menurut Bachtiar (2002) ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari
metode pemijahan dengan penyuntikkan ekstrak kelenjar hipofisa, yaitu :
Kelebihan
1. Hormon ini dapat disimpan dalam waktu lama sampai dua tahun.
2. Penggunaan hormon inijuga relatif mudah (hanya membutuhkan sedikit
alat dan bahan).
3. Tidak membutuhkan refrigenerator dalam penyimpanan.
4. Dosis dapat diperkirakan berdasar berat tubuh donor dan resepien.
5. Adanya kemungkinan terdapat hormon hormon lain yang memiliki sifat
sinergik.
Kelemahan
1. Kemungkinan terjadi reaksi imunitas (penolakan) dari dalam tubuh ikan
terutama jika donor hipofisa berasal dari ikan yang berbeda jenis
2. Adanya kemungkinan penularan penyakit
3. Adanya hormon hormon lain yang mungkin akan merubah atau malah
menghilangkan pengaruh hormon gonadotropin.
Ikan donor adalah ikan yang sengaja dikorbankan sebagai sumber
gonadotropin. Berdasarkan perkembangan kelenjar hipofisa dan fluktuasi hormon
tersebut, maka syarat ikan donor yang dipersiapkan adalah ikan yang telah dewasa
dan matang gonad, diutamakan berjenis kelamin jantan karena lebih cepat dewasa
dan periodisasi pemijahannya cukup pendek sehingga kualitas hormon cukup
stabil setiap saat. Ikan donor sebaiknya sejenis dengan ikan resipien, sehingga
dapat meminimalkan kemungkinan ketidak cocokan antara hormonnya. Ukuran
ikan donor harus lebih besar dari pada ikan resipien dengan perbandingan berat
2:1. Ikan donor yang baik dapat ditangkap dari perairan alam maupun dari kolam
pemeliharaan yang dikelola secara intensif, asalkan umurnya tidak kurang dari 1
tahun. Ikan donor yang diambil dari kolam pemelihara memiliki kelebihan karena
dapat diketahui secara pasti umur ikan tersebut dan dapat dipilih ikan yang
berkualitas baik. Ikan donor harus dalam kondisi sehat, tidak ada luka fisik atau
cacat karena dapat menimbulkan infeksi dan penularan bibit penyakit. Persyaratan
bagi ikan resipien atau ikan penerima hipofisa dari ikan lain adalah berasal dari
induk jantan dan betina yang matang kelamin dan siap untuk dipijahkan. Induk
resipien merupakan hasil ikan budidaya dan domestikasi. Memiliki badan sehat
dan tidak cacat (Sugiharto, 1986).
Praktikum pemijahan dengan teknik hipofisasi didapatkan hasil yaitu ikan
nilem memijah pada pukul 23.21 WIB, setelah dilakukan penyuntikan untuk ikan
nilem jantan menggunakan ovaprim dengan dosis 0,2 ml dan penyuntikan untuk
ikan nilem betina menggunakan ovaprim dengan dosis 0,4 ml, menghasilkan telur
yang lumayan banyak pada ikan nilem betina. Ikan lele dumbo memijah pada
pukul 02.00, setelah dilakukan penyuntikan menggunakan ekstrak kelenjar
hipofisa dengan dosis 1 ml untuk ikan lele jantan pada pukul 16.45 WIB dan
penyuntikan untuk ikan lele betina dengan dosis 1,5 ml pada pukul 16.40 WIB,
menghasilkan telur yang sangat banyak untuk ikan lele dumbo betina.
Berdasarkan hasil praktikum, hal ini sesuai dengan jurnal Idrus (2016) yaitu
presentase masing-masing dosis ditentukan berdasarkan bobot ikan menggunakan
dosis 0,3 ml penggunaan dosis ovaprim 0,5ml. perbedaan penyuntikan dosis
ovaprim yang berbeda digunakan selama penelitian memberi perbedaan terhadap
daya tetas, tingkat kelulusan daya hidup tetas tertinggi menggunakan dosis 0,1 ml
dan terendah dengan menggunakan dosis 0,3 ml. Berdasarkan hasil praktikum
waktu pemijahan ikan nilem pada pukul 23.21 dan penyuntikan pada pukul 17.13
untuk jantan, betina pada pukul 17.14 sesuai dengan teori Fikriadi et al., (2012)
yaitu ovaprim dapat bekerja dengan baik dengan waktu laten 6 jam dan bekerja
optimal dalam waktu 12 jam.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum pemijahan dengan teknik hipofisasi dapat


disimpulkan bahwa :
1. Pemijahan ikan dengan ekstrak kelenjar hipofisa menggunakan ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) dengan dosis 1 ml untuk ikan lele dumbo
jantan dan 1,5 ml ikan lele dumbo betina, sedangkan pemijahan ikan
dengan ovaprim (buatan) menggunakan ikan nilem (Osteochilus hasselti)
dengan dosis 0,2 untuk ikan nilem jantan dan 0,4 untuk ikan nilem betina.
Perbedaan dosis tersebut mempengaruhi daya tetas telur.
2. Praktikan mampu melakukan pemijahan ikan dengan teknik hipofisasi
menggunakan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) sebagai ikan donor,
pengambilan kelenjar hipofisa dengan cara pemotongan bagian kepala,
dibelah bagian kepala dengan kepala menghadap keatas dari mulut sampai
pangkal kemudia rahang atas dibelah menjadi dua dan diambil kelenjar
hipofisanya lalu di ekstraksi dan disuntikkan pada ikan resipien.

B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah untuk praktikan lebih


memperhatikan cara kerja teknik hipofisasi agar lebih paham dan lebih mengerti
serta mengetahui letak kelenjar hipofisa.

DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Y. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Perkarangan. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Budiyanto. 2002. Pengaruh Penyuntikan Ekstraks Kelenjar Hipofisa Ikan Patin


Terhadap Laju Pertumbuhan Harian Ikan Koi yang Dipelihara Dalam
Sistem Resirkulasi. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan
Fakultas Perikananan dan Ilmu Kelautan.

Djuahnda. 1981. Dunia Ikan. Bandung : Amico.

Fikriadi, Edi., Nuraini & Alawi, H. 2012. The Effect of Ovaprim Doses and
Latency Time on Ovulation of Sheatfish ( Ompok rhadinurus Ng). Riau
University : Faculty of Fishery and Marine Science.

Hadjamulia. A. 1970. Pengamatan Budidaya Ikan Merangsang Pemijahan


Hormon Hypofisa. Bogor: Kontribusi Lembaga Penelitian Perikanan
Darat No.19

Harvey, B. J. and W. S. Hoar. 1979. The theory and practice of induced breeding
in fish. Ottawa: IDRC-TS 2 le.

Herlina. 2002. Lemak dan Minyak. Medan : Universitas Sumatera Utara

Hurkat dan Mathur. 1986. Text Book of Animal Physiology. New Delhi: Clark Ltd,

Idrus, A. 2016. Pengaruh Ovaprim dengan Dosis yang Berbeda terhadap


Pemijahan Buatan pada Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Jurnal
Ecosystem 16 (2) pp, 202-218.

Lutfiyah., Karyadi., Suratiningsih, S. 2012. Analisis Kekayaan Usaha Pembenihan


Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Desa Ngemplak Lor
Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Jurnal Agromedia 30 (2) pp,
23-34.

Milne, L.J. 1999. Animal Zoology. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi cetakan 1. Jakarta : Bina Cipta

Santoso, B. 1993. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Kanisius: Yogyakarta

Sugiarto. 1986. Teknik Pembenihan Ikan. Jakarta: CV. Simplex.


Sumantadinata, K .1981. Perkembangbiakan IkanIkan Pelihara Indonesia.
Bogor: FakultasPerikanan IPB

Sumantadinata, K. dan O. Carman. 1997. Teknologi Ginogenesis dan Seks


Reversal Dalam Pembenihan Ikan Gakuryoku. Bogor :Fakultas
Perikanan IPB.

Suparta, M. H & Iskandar. 1988. Teknologi Produksi Benih Air Tawar. Prosiding
Seminar Nasional Pembenihan ikan. Bandung : Badan Penelitian dan
Perkembangan Pertanian UNPAD

Sutisna, D. H. 2005. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius : Yogyakarta.

Zairin, M. 2006. Perkembangan dan Penerapan Bioteknologi Reproduksi Dalam


Bidang Perikanan Indonesia. Bogor: IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai