“GOUT/ HIPERURISEMIA”
1. DEFITRI (1908060021)
2. MAGFIRATUL NURUL AL A. (1908060018)
3. HANA NAHDIATUL UTAMI (1908060046)
4. BAIQ AULIA ROSANA (1908060025)
5. NUHSI SOLEHAH (1908060013)
6. ALVIONITA WIRAWANTI (1908060033)
7. IRSAN EFENDI (1908060006)
PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NTB
MATARAM
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“GOUT/ HIPERURISEMIA” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan nakalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Fater Endokrin Dan Hormon. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penyusun.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan masalah .....................................................................................2
C. Tujuan .......................................................................................................2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gout merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan adanya
hiperurisemia atau peningkatan kadar asam urat dalam darah (Zhu, 2007).
Asam urat adalah produk metabolisme akhir dari purin di dalam tubuh.
Peningkatan kadar asam urat yang berlebihan disebabkan oleh dua
kemungkinan utama, yaitu kelebihan produksi asam urat dalam tubuh atau
terhambatnya pembuangan asam urat oleh tubuh. Kadar asam urat tinggi atau
hiperurisemia juga berisiko terjadinya hipertensi, aterosklerosis dan penyakit
jantung koroner (Maria, 2005). Hiperurisemia dapat menimbulkan
penumpukan kristal asam urat. Gout akan terjadi jika kristal asam urat tersebut
berada dalam cairan sendi (Zhu, 2007).
Berdasarkan data Depkes (2013), Prevalensi penyakit hiperurisemia di
Indonesia adalah 11,9% dan di Jawa Tengah adalah 25,5% (Depkes 2013).
Penelitian yang dilakukan di Bandungan, Jawa Tengah kerjasama dengan
WHO- COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15-45 tahun
didapatkan angka kejadian hiperurisemia pada pria 24,3% dan wanita 11,7%
(Darmawan, 2009).
Data yang di dapat Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang,
penyakit hiperurisemia menduduki peringkat ke 8 dari 10 besar penyakit rawat
jalan pada tahun 2015. Berdasarkan data rekam medik data pasien pada tahun
2015 menunjukkan bahwa penderita penyakit hiperurisemia sebanyak 235
dengan prevalensi 1,08% (Arsip Rekamedik, 2015).Salah satu cara untuk
mencegah peningkatan kadar asam urat dalam darah adalah dengan diet
rendah purin (Zuljasri, 2006).Asupan purin berhubungan dengan kadar asam
urat, karena asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin. Purin banyak
ditemukan pada makanan sumber protein, baik protein hewani maupun nabati.
Sumber protein nabati seperti kacang- kacangan cukup populer di daerah Asia,
termasuk Indonesia karena lebih mudah dijangkau dan harganya lebih murah
1
dibandingkan dengan sumber protein hewani. Sumber protein yang
mengandung purin banyak dihubungkan dengan kejadian hiperurisemia, baik
protein nabati maupun protein hewani. Seseorang yang memiliki penyakit
gout biasanya direkomendasikan untuk mengurangi konsumsi protein
terutama yang mengandung purin kategori tinggi dan sedang seperti seafood,
daging sapi, tempe, bayam dan melinjo. Walaupun mengandung purin dengan
jumlah sedang 50-150mg/100 gram, protein nabati tetap dianggap menjadi
faktor yang berkontribusi dalam peningkatan kadar asam urat (Hayman,2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan penyakit Gout/Hiperurisemia?
2. Diagnosis Dari Penyakit Gout/Hiperurisemia?
3. Apa Saja Komplikasi Penyakit Gout/Hiperurisemia?
4. Bagaimana Penatalaksanaan Gout/Hiperurisemia?
5. Bagaimana Pencegahan Dari Gout/Hiperurisemia
6. Study kasus dari Gout/Hiperurisemia?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Penyakit Gout/Hiperurisemia?
2. Untuk Mengetahui Diagnosis dari Penyakit Gout/Hiperurisemia
3. Untuk mengetahui Komplikasi apa saja yang termasuk dari Penyakit
Goud?
4. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Dari Penyakit Gout/Hiperurisemia
5. Untuk Mengetahui Pencegahan Gout/Hiperurisemia
6. Study kasus dari Goud?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sitotoksik juga dapat memicu terjadinya hiperurisemia dan gout. Pada
penderita gout, kadar asam urat dalam serum rata-rata adalah 7,0 mg/dl untuk
pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita. Resiko pria menderita gout 10 kali lebih
sering dibandingkan wanita (Burns et al., 2008).
Gangguan hiperurisemia disebabkan oleh tingginya kadar asam
urat di dalam darah, yang menyebabkan terjadinya penumpukan kristal di
daerah persendian sehingga menimbulkan rasa sakit. Penyebab lainnya
tingginya konsentrasi bahan pangan sumber protein, terutama purin, bahan
makanan yang banyak mengandung sumber purin adalah hati, jantung, otak,
paru-paru daging, kacang-kacang, dan sebagainya (Almatsier, 2003). Makanan
yang banyak mengandung sumber purin kalau makannya tidak dikontrol maka
akan memincu penyakit hiperurisemia (Vitahealth, 2006).
Asupan makanan tinggi purin berpengaruh terhadap kadar asam
urat dalam tubuh. Secara ilmiah purin terdapat dalam tubuh dan di
jumpai pada semua makanan. jika asupan makanan tinggi purin berlebih,
sementara tubuh sudah mengalami peninggian kadar asam
urat, maka purin yang masuk semakin banyak dan menjadi timbunan kristal
asam urat. Apabila penimbunan kristal terbentuk di cairan sendi, maka
terjadilah penyakit gout, dan jika penimbunan terjadi di ginjal, akan muncul
batu asam urat ginjal yang disebut dengan batu ginjal. Sehingga seseorang
yang sudah terkena penyakit asam urat sebaiknya harus menghindari bahan
makanan yang bebas dari sumber purin namun hampir semua bahan makanan
yang mengandung sumber purin sehingga di lakukan untuk membatasi asupan
purin menjadi 100 – 150 mg purin per hari (normal biasanya mengandung 600
– 1000 mg purin per hari) (Dewanti, 2010).
4
sendi dengan gejala bengkak, kemerahan, nyeri hebat, panas dan gangguan
gerak dari sendi yang terserang terjadi mendadak yang mencapai puncaknya
kurang lebih 24 jam. Lokasi yang sering pertama diserang adalah sedi pangkal
ibu jari kaki. Berikut ini gejala penyakit asam urat adalah :
a. Kesemutan dan Linu
b. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur.
c. Sendi yang terkena asam urat terlihatan bengkak, kemerahan,
panas, dan nyeri luar biasa pada malam dan pagi (Sari, 2010).
5
pasien dengan beberapa penyakit yang dapat meningkatkan gejala
6
menambah beban filtrasi. Sekitar 90% hasil filtrasi asam urat
direabsorbsi pada tubulus proximal, dengan mekanisme transport aktif
atau pasif.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan klirens asam urat atau
meningkatkan produksi asam urat akan mengakibatkan peningkatan
konsentrasi asam urat dalam serum yaitu primary gout, diabetik
ketoasidosis, gangguan mieloproliferatif, anemia hemolitik kronik,
obesitas, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, down syndrome,
hiperparatiroid, hipoparatiroid, alkoholisme akut, akromegali,
E. Diagnosis Gout/Hiperurisemia
Aspirasi cairan sendi yang terkena adalah penting untuk definitive
diagnosis. Cairan sendi yang mengandung negatif birefringent kristal
monosodium urat akan menegaskan diagnosis. Cairan sendi memiliki jumlah
WBC yang tinggi dengan neutrofil mendominasi. Meskipun jarang dilakukan,
pengumpulan urin 24 jam dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien
adalah overproducer atau underexcretor asam urat. Individu yang
mengekskresikan lebih dari 800 mg asam urat dalam pengumpulan urin 24
7
dengan pemeriksaan laboratorium yang menunjukan kadar asam urat dalam
darah diatas 7 mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl untuk wanita (Sacher et al,, 2004).
8
keluarga, gout onset muda yaitu usia <25 tahun atau yang memiliki
riwayat batu ginjal.
10. Pemeriksaan radiografi dapat memberikan gambaran tipikal pada gout
kronis dan sangat berguna untuk melakukan diagnosis banding. Namun,
tidak banyak manfaat untuk mengkonfirmasi diagnosis pada fase dini atau
gout akut.
9
bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf
(Brunner, 2001).
2. Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal
Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu
ginjal,gangguan ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi
sekitar 10-25% pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat
meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada suasana urin
yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu. Gout
dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah
buruk.
Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari
penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi
tumor.Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam
urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal
akut.Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat
menyebabkan gangguan ginjal kronik (Brunner, 2001).
10
urat serum >8 dengan faktor risiko kardiovaskular (gangguan ginjal,
hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung iskemik).
2. Gout Akut
Serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat
mungkin.Pasien harus diedukasi dengan baik untuk dapat mengenali gejala
dini dan penanganan awal serangan gout akut. Pilihan obat untuk
penanganan awal harus mempertimbangkan ada tidaknya kontraindikasi
obat, serta pengalaman pasien dengan obat-obat sebelumnya.
Rekomendasi obat untuk serangan gout akut yang onsetnya <12 jam
adalah kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.5 mg.
Terapi pilihan lain diantaranya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila
dibutuhkan
aspirasi sendi diikuti injeksi kortikosteroid. Kolkisin dan OAINS tidak
boleh diberikan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal berat
dan juga tidak boleh diberikan pada pasien yang mendapat terapi
penghambat P-glikoprotein dan/atau CYP3A4 seperti siklosporin atau
klaritromisin. Obat penurun asam urat seperti alopurinol tidak disarankan
memulai terapinya pada saat serangan gout akut namun, pada pasien yang
sudah dalam terapi rutin obat penurun asam urat, terapi tetap dilanjutkan.
Obat penurun asam urat dianjurkan dimulai 2 minggu setelah serangan
akut
reda. Terdapat studi yang menunjukkan tidak adanya peningkatan
kekambuhan pada pemberian alopurinol saat serangan akut
3. Fase Interkritikal dan Gout Kronis
Fase interkritikal merupakan periode bebas gejala diantara dua
serangan gout akut. Pasien yang pernah mengalami serangan akut serta
memiliki faktor risiko perlu mendapatkan penanganan sebagai bentuk
upaya pencegahan terhadap kekambuhan gout dan terjadinya gout kronis.
Pasien gout fase interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi penurun
kadar asam urat dan terapi profilaksis untuk mencegah serangan akut.
11
Terapi penurun kadar asam urat dibagi dua kelompok, yaitu
kelompok inhibitor xantin oksidase (alopurinol dan febuxostat) dan
kelompok urikosurik (probenecid).Alopurinol adalah obat pilihan pertama
untuk menurunkan kadar asam urat, diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan
dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimal 900 mg/hari (jika
fungsi ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi 300 mg/hari,
maka pemberian obat harus terbagi.
Jika terjadi toksisitas akibat alopurinol, salah satu pilihan adalah
terapi urikosurik dengan probenecid 1−2 gr/hari. Probenecid dapat
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal normal, namun
dikontraindikasikan pada pasien dengan urolitiasis atau ekskresi asam urat
urin ≥800 mg/24jam. Pilihan lain adalah febuxostat, yang merupakan
inhibitor xantin oksidase non purin dengan dosis 80−120 mg/hari.
Kombinasi inhibitor xantin oksidase dengan obat urikosurik atau
peglotikase dapat diberikan pada pasien gout kronis
dengan tofi yang banyak dan/atau kualitas hidup buruk yang tidak dapat
mencapai target kadar asam urat serum dengan pemberian dosis maksimal
obat penurun asam urat tunggal Semua pilihan obat untuk
menurunkan kadar asam urat serum dimulai dengan dosis rendah. Dosis
obat dititrasi meningkat sampai tercapai target terapi dan dipertahankan
sepanjang hidup. Sebagai contoh alopurinol dimulai dengan dosis 100
mg/hari, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar asam urat setelah 4
minggu. Bila target kadar asam urat belum tercapai maka dosis alopurinol
ditingkatkan sampai target kadar asam urat tercapai atau telah mencapai
dosis maksimal.
Setiap pasien gout yang mendapatkan terapi penurun kadar asam
urat berisiko mengalami serangan gout akut, terutama pada awal
dimulainya terapi penurun asam urat. Semakin poten dan semakin besar
dosis obat penurun asam urat, maka semakin besar pula risiko terjadinya
serangan akut. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya serangan akut
gout direkomendasikan untuk memberikan terapi profilaksis selama 6
12
bulan sejak memulai terapi penurun kadar asam urat. Profilaksis yang
direkomendasikan adalah kolkisin dengan dosis 0.5–1 mg/hari, dosis harus
dikurangi pada gangguan fungsi ginjal.
1) Gout Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal
2) Rekomendasi pengelolaan gout akut pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal
3) Serangan gout akut pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dapat
diberikan kortikosteroid oral atau injeksi intraartikular.
4) Kolkisin dosis rendah (0.5 mg 1x/hari) dapat dipertimbangkan bila
bersihan kreatinin masih >50 ml/menit.
5) Analgesia golongan opioid dapat ditambahkan bila pasien masih nyeri.
a) Rekomendasi pengelolaan gout kronis pada pasien gangguan
fungsi ginjal
Pada gangguan fungsi ginjal pemberian alopurinol dimulai 100
mg/hari dan dosis dititrasi sampai target kadar asam urat serum
<6 mg/dL. Pasien dengan penyakit
ginjal kronis stadium 3−5 dibutuhkan penyesuaian dosis
pemeliharaan alopurinol.
Pada gangguan fungsi ginjal dengan bersihan kreatinin >30
ml/menit, pemberian febuxostat tidak perlu penyesuaian dosis.
Pemberian profilaksis kolkisin pada pasien yang memiliki
bersihan kreatinin >60 ml/menit/1.73 m 2 tidak perlu
penyesuaian dosis. Pada pasien dengan bersihan
kreatinin <60 ml/menit, dosis obat diberikan sesuai dengan
bersihan kreatinin.
H. Pencegahan Penyakit Gout/Hiperurisemia
Untuk pencegahan hiperurisemia, dokter biasanya menyarankan diit
rendah purin dan memberikan obat – obatan seperti obat anti – inflamasi dan
allopurinol. Diet yang efektif sangat penting untuk menghindari komplikasi
dan mengurangi biaya pengobatan, pengaturan diet sebaiknya dilakukan bila
kadar asam urat melebihi 7 mg/dl.
13
Selain itu untuk pencegahan hiperurisemia juga bisa di lakukan dengan
tidak meminum aspirin (bila membutuhkan obat pengurang sakit, pilih jenis
ibuprofen dan lainnya), perbanyak minum air putih terutama bagi penderita
yang mengidap batu ginjal untuk mengeluarkan kristal asam urat di tubuh,
makan makanan yang mengandung postasium tinggi seperti : sayuran dan
buah – buahan, kentang, alpukat, susu dan yogurt, pisang, makan buah –
buahan kaya vitamin C, terutama jeruk dan stawberry, aktif secara seksual
(seks bisa memperlancar produksi urin sehingga menurunkan kadar asam
urat), konsumsi salah satu produk alami seperti sidaguri, habbatussauda,
brotowali, teh hijau (Ahmad, 2011).
Diet rendah purin bertujuan untuk mengurangi makanan yankaya akan
kandungan purin seperti sarden, kangkung, jeroan, dan bayam. Jika pada kadar
normal makanan sehari – hari ambang kandungan purin yang bisa ditoleransi
adalah 600 – 1000 mg, maka pada program diet ini dibatasi berkisar pada 100
–150 mg, selain itu diet dari asamurat juga bertujuan untuk mempertahankan
status gizi optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin
untuk selalu dalam keadaan normal (Ahmad, 2011).
Syarat diet asam urat menurut Almatsier (2007) adalah :
a. Protein cukup, yaitu 1,0 - 1,2 gr/kg BB atau 10 - 15% dari
kebutuhan energi total.
b. Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Bila berat badan berlebih atau
kegemukan, asupan energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak 500
- 1000/kkal dari kebutuhan energi normal hingga tercapai berat badan
normal
c. Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan
purin> 150 mg/ 100gr.
d. Lemak sedang, yaitu 10 - 20% dari kebutuhan energi total. Lemak
berlebihan dapat mengambat pengeluaran asam urat atau purin melalui
urin.
e. Karbohidrat, dapat diberikan lebih banyak, yaitu 65 – 75% dari kebutuhan
energi total. Karena kebanyakan pasien hiperurisemia mempunyai berat
14
badan lebih, maka di anjurkan untuk menggunakan sumber karbohidrat
kompleks.
f. Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
g. Cairan disesuaikan dengan purin yang dikeluarkan setiap hari.Rata –rata
asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 - 2,5 liter/hari.
I. Study Kasus
Pasien Ny. S, 63 tahun dengan suhu tubuh 36 C dengan tekanan darah
130/80 mmhg datang ke Puskesmas Simpur pada tanggal 10 Februari 2018
diantar oleh anaknya untuk berobat karena sering terasa pegal dan nyeri pada
jari- jari tangan serta lutut kanan. Nyeri sendi dirasakan hilang timbul dan
menghilang dengan sendirinya. Biasanya nyeri akan dirasakan bertambah
setelah sebelumnya pasien mengkonsumsi sayur-sayur berwarna hijau tua
seperti daun singkong. Nyeri juga dirasakan bertambah apabila cuaca sedang
dingin, terasa seperti kesemutan. Nyeri dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan
yang lalu dan semakin memberat sejak 1 minggu sebelum ke puskesmas.
Sebelumnya 1 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri sendi di jari-jari (ibu
jari dan jari telunjuk) kaki kanan dan lutut kanan sampai susah untuk berjalan.
Pasien juga mengatakan sebelumnya nyeri terjadi hilang timbul pada sendi
lain, tetapi tidak pernah disertai bengkak ataupun kemerahan. Pasien mengaku
pernah diperiksa asam urat dan hasilnya tinggi. Pasien masih dapat bekerja
dan Tidak mengonsumsi obat-obatan untuk mengurangi keluhannya. Riwayat
merokok aktif maupun pasif disangkal oleh pasien. Riwayat memiliki penyakit
kencing manis dan hipertensi tidak pernah dialami pasien. Riwayat penyakit
keluarga yang pernah dialami tidak diketahui oleh pasien.
Pasien biasanya makan 2-3 kali sehari. Makanan yang dimakan cukup
bervariasi. Namum pasien suka mengkonsumsi makanan yang berlemak,
seperti daging dan kuning telur,jeroan, melinjo, dan makanan bersantan.
Pasien mengaku sehari-hari kurang minum air putih, hanya 3 - 4 gelas kecil air
putih. Pasien tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol ataupun jamuan, dan
pasien jarang berolahraga.Obat yang di berikan pada pasien di antaranya
adalah piroksikam 2 x 50 mg.
15
PENYELESAIANNYA :
1. SUBJEK
a) Nama Pasien Ny. S, 63 tahun dengan jenis kelamin perempuan
b) Pasien mengeluh sering terjadi Nyeri sendi dirasakan hilang timbul
dan menghilang dengan sendirinya setelah pasien mengkonsumsi
sayuran berwarna hijau dan pada cuaca dingin disertai dengan
kesemutan
c) Nyeri dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu dan semakin
memberat sejak 1 minggu sebelum ke puskesmas
d) Pasien mengeluhkan nyeri sendi di jari-jari (ibu jari dan jari telunjuk)
kaki kanan dan lutut kanan sampai susah untuk berjalan. Pasien juga
mengatakan sebelumnya nyeri terjadi hilang timbul pada sendi lain,
tetapi tidak pernah disertai bengkak ataupun kemerahan
e) Riwayat penyakit keluarga yang pernah dialami tidak diketahui oleh
pasien.
2. OBJECT
a) Tekanan darah 130/80 Mmhg masih terbilang normal
b) Suhu Badan 36 C
c) Pemeriksaan Penunjang
Asam Urat : 7,39 mg/dl
Kolestrol : 165,52 mg/dl
3. ASSESMENT
a) Konseling pasien mengenai makanan yang di anjurkan berupa diet
rendah purin
b) Mendapatkan terapi obat Piroksikam
c) Tekanan darah 130/80 Mmhg terbilang normal tapi untuk mengatasi
rekomendasi pemakaian obat dengan mempertimbangkan komplikasi
gout arthritis
16
D. PLANT
a) Tujuan Terapi
Untuk mengurangi nyeri sendi dan mencegah akan terjadinya
komplikasi gout arthiritis
b) Strategi Terapi Farmakologis\
Pemberian obat antiinflamasi non steroid (OAINS) berupa
piroxicam sudah tepat pada pasien ini yaitu sebagai analgetik yang
direkomendasikan oleh American Rheumatism Association, obat analgetik
lainnya yang dapat diberikan yaitu kortikosteroid sistemik ataupun
probenecid. Golongan OAINS sebagai analgetik bekerja dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase sehingga tidak tersintesisnya
prostaglandin sebagai mediator inflamasi yang menimbulkan rasa nyeri,
hal ini dapat memberikan efek pada lambung dimana diketahui bahwa
prostaglandin merupakan salah satu barier pertahanan mukosa lambung
terhadap asam lambung. Pemberian ranitidine sudah tepat karena
digunakan untuk mengurangi efek samping dari OAINS di lambung
penderita yang mengkosumsi obat tersebut.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gout merupakan suatu keadaan dimana kadar asam urat terlalu tinggi
dalam cairan tubuh sehingga terbentuk kristal monosodium urat pada cairan
sinovial, yang menyebabkan terjadinya nyeri dan inflamasi Artritis gout
terjadi akibat peningkatan kadar asam urat serum atau hiperurisemia yang
berlangsung kronik sehingga terjadi deposisi kristal MSU di persendian
Dapat disimpulkan bahwa pengelolaan atau penatalaksanaan dari penyakit
gout/hiperurisemia ini adalalah
1. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus mendapat informasi yang
memadai tentang penyakit gout dan tatalaksana yang efektif termasuk
tatalaksana terhadap penyakit komorbid.
2. Setiap pasien hiperurisemia dan gout harus diberi nasehat mengenai
modifikasi gaya hidup seperti menurunkan berat badan hingga ideal,
menghindari alkohol, minuman yang mengandung gula pemanis
buatan,makanan berkalori tinggi serta daging merah dan seafood
berlebihan, serta dianjurkan untuk mengonsumsi makanan rendah lemak,
danlatihan fisik teratur.
3. Setiap pasien dengan gout secara sistematis harus dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan penapisan untuk penyakit komorbid terutama
yang berpengaruh terhadap terapi penyakit gout dan faktor risiko
kardiovaskular, termasuk gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung
koroner, gagal jantung, stroke, penyakit arteri perifer, obesitas,
hipertensi,diabetes, dan merokok.
18
DAFTAR PUSTAKA
Burns,M.A.C.,B.G.Wells.,T.L.Schwinghammer.,P.M.Malone.,J.M.Kolesar.,J.C.R
otschafer and J.T.Dipiro.2008.Pharmacotherapy:Principles and
Practice.USA:The McGraw-Hill Companies.P.932-939.
19