Anda di halaman 1dari 11

Nama: geby nastaqim

Nim:2110014

1. Jelaskan inti teori keperibadian sullivan


Inti Teori
Harry Stack Sullivan, orang Amerika pertama yang membangun teori
kepribadian yang komprehensif. Menurutnya kepribadian adalah pola
yang relatif menetap dari situasi-situasi antar pribadi yang berulang,
yang menjadi ciri kehidupan manusia. For Sullivan, personality arises
in interpersonal exchanges. A person does not “posses” personality so
much as reflect one in responding to the perceptions of significant
others. Ia percaya bahwa manusia mengembangkan kepribadian mereka
dalam konteks sosial. Tanpa orang lain,menurut Sullivan, manusia tidak
akan memiliki kepribadian. Kepribadian itu konstruk hipotesis yang hanya
dapat diamati dalam konteks tingkah laku interpersonal.

Pengalaman hubungan antar pribadi telah merubah fungsi fisiologik


organisme (sehingga manusia kehilangan kesatuan biologiknya) menjadi
organisme sosial, bahkan sosialisasi telah merubah proses biologik yang
paling mendasar (bernafas, pencernaan, elminasi). Psikiatri tidak bisa
dipisahkan dari psikologi sosial. Sepanjang hayat setiap orang bergerak
dalam lingkungan sosial, sejak bayi sudah terlibat dalam interaksi dengan
orang lain. Bahkan ketika orang sendirianpun, orang lain muncul dalam
fikiran, perasaan dan fantasinya. Sullivan mengatakan bahwa pengenalan
akan kepribadian manusia hanya dapat diperoleh melalui studi ilmiah
mengenai hubungan interpersonal. Teori Interpersonal Sullivan menekankan
pentingnya ragam tahapan perkembangan – masa bayi, kanak-kanak,
juvenil, praremaja, remaja awal, remaja akhir dan dewasa. Perkembangan
manusia yang sehat bergantung pada kemampuan manusia untuk mencapai
keintiman dengan orang lain, namun sayangnya kecemasan dapat
mengagalkan hubungan interpersonal yang memuaskan pada usia
berapapun. Mungkin tahapan paling krusial adalah praremaja – periode.
A. Dinamika Kepribadian
1. Ketegangan
Seperti Freud dan Jung, Sullivan melihat kepribadian sebagai
sistim energy. Energi dapat berupa ketegangan (potensi tindakan) dan
tindakan itu sendiri (energy transformasi). Energi transformasi
mengubah ketegangan menjadi tingkah laku tersebunyi atau terbuka dan
bertujuan memuaskan kebutuhan serta mengurangi ketegangan.
Ketegangan adalah potensi tindakan yang mungkin atau tidak mungkin
dialami dalam kesadaran. Oleh karena itu, tidak semua ketegangan
dirasakan secara sadar. Banyak ketegangan, seperti rasa cemas, firasat,
kebosanan, rasa lapar, dan hasrat seksual dirasakan, namun tidak selalu
pada tingkat kesadaran. Faktanya, kemungkinan semua ketegangan
yang dirasakan merupakan distrorsi setidaknya dari sebagian kenyataan.
Setiap saat orang selalu berada dalam tingkat ketegangan tertentu, dari
tegangan yang sangat rendah atau relaksasi mutlak (euphoria) , sampai
tegangannya sangat kuat, misalnya tegangan dalam situasi teror.
Sullivan menyebutkan dua jenis ketegangan, yaitu kebutuhan dan
kecemasan. Kebutuhan biasanya menghasilkan tindakan produktif,
sedangkan kecemasan menghasilkan tingkah laku non produktif dan
bersifat disintegrasi.
a. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan ketegangan yang dibawa oleh ketidak
seimbangan biologis antara seseorang dengan lingkungan
fisiokimiawi, baik didalam maupun diluar organism. Need biologic
dipuaskan dengan memberi pasokan yang dapat memberikan
keseimbangan. Kepuasannya bersifat episodik, sesudah memperoleh
kepuasan- tegangan menurun/hilang, tetapi sesudah waktu tertentu
ketegangan yang sama akan muncul kembali. Yang artinya
kebutuhan itu bersifat sementar. Kebutuhan yang kemudian muncul
bersumber dari hubungan interpersonal. Kebutuhan interpersonal
yang paling mendasar adalah kelembutan (tenderness). Berbeda
dengan kebutuhan lainnya, kelembutan membutuhkan tindakan
paling tidak dari dua orang. Contohnya, kebutuhan bayi untuk
menerima kelembutan akan diungkapkan dengan tangis, senyum,
atau dengkuran, sedangkan kebutuhan ibu untuk memberi
kelembutan mungkin berubah bentuk menjadi menyentuh, membelai,
atau menimang.
Kelembutan adalah kebutuhan umum karena berkaitan
dengan kesejahteraan seseorag secara menyeluruh. Kebutuhan-
kebutuhan umum, termasuk oksigen, makanan, dan air berlawanan
dengan kebutuhan zona khusus (zonal needs) yang timbul dari area
tertentu pada tubuh.

b. Kecemasan (Anxiety)
Kecemasan merupakan ketegangan tipe kedua, berbeda
dengan ketegangan akan kebutuhan dalam arti ia bersifat
memisahkan, lebih tersebar dan samar, oleh karena itu tidak
menuntut tindakan konsisten untuk menghilangkannya. Apabila
seorang Bayi kekurangan makanan (kebutuhan), maka rangkaian
tindakan rangkaian mereka jelas. Akan tetapi apabila mereka merasa
cemas, maka tidak banyak yang dapat dilakukan untuk melarikan diri
dari rasa cemas tersebut.
Sullivan had embarked on a theoritical assumption that anxiety
was commonicable from mother to child, and from child to mother.
Sullivan’ s next major assumption about personality development
concernet the resiprocal relationship betwen mother’s and child’s
tentions.
Sullivan menyatakan bahwa kecemasan ditransfer dari orang
tua ke anak melalui proses empati. Kecemasan pada seseorang yang
keibuan mau tidak mau menyebabkan kecemasan pada bayi. Oleh
karena semua ibu memiliki sejumlah kecemasan ketika merawat bayi
mereka, maka semua bayi juga merasa cemas hingga tingkat
tertentu.
Kecemasan juga memiliki efek merusak pada orang dewasa.
Kecemasan adalah kekuatan pengganggu utama yang menghambat
perkembangan hubungan interpersonal yang sehat. Hal yang unik
dari ketegangan adalah bahwa ia mempertahankan keadaan
sebagaimana saat itu, walaupun seorang benar-benar terganggu.
Ketika ketegangan menghasilkan tindakan secara khusus diarahkan
untuk mencapai perasaan lega, kecemasan menghasilkan perilaku
yang (1) mencegah manusia untuk belajar dari kesalahan mereka
sendiri, (2) membuat orang tetap mengejar keinginan kekanak-
kanakan demi rasa aman, dan (3) secara garis besar memastikan
bahwa manusia tidak akan belajar dari pengalaman mereka.
Sullivan menyatakan bahwa kecemasan dan kesendirian
merupakan pengalaman yang unik dalam arti mereka mereka benar-
benar tidak dikehendaki dan tidak diinginkan. Oleh karena
kecemasan menyakitkan, maka orang cenderung menghindarinya,
secara turun temurun memilih situasi euforia atau ketiadaan
tegangan. Sullivan merangkum konsep ini dengan menyatakan
bahwa “keberadaan kecemasan jauh lebih buruk dari
ketidakberadaannya”.
Sullivan membedakan kecemasan dengan rasa takut dalam
beberapa pendekatan penting. Pertama, kecemasan biasanya
berakar dari situasi interpersonal yang kompleks dan hanya tampak
samar dalam kesadaran; rasa takut lebih jelas dikenali dan asalnya
lebih mudah diketahui. Kedua, kecemasan tidak memiliki nilai positif.
Hanya ketika kecemasan berubah bentuk menjadi ketegangan (rasa
marah atau takut) maka ia dapat mendorong kearah tindakan yang
menguntungkan. Ketiga, kecemasan menghambat terpuaskannya
kebutuhan, sedangkan rasa takut kadang membantu manusia
memenuhi kebutuhan tertentu. Kemudian, adapun defenisi
kecemasan menurut Sullivan yaitu “Kecemasan adalah ketegangan
yang bertentangan dengan ketegangan akan kebutuhsn dan
bertentangan dengan tindakan yang membuat ,mereka merasa
nyaman”.

2. Transformasi Energi
Transformsi energy merupakan ketegangan yang diubah menjadi
tindakan, baik tersembunyi maupun terbuka. Istilah yang agak aneh ini
semata-mata mengacu pada tingkah laku kita yang bertujuan
memuaskan kebutuhan dan mengurangi kecemasan – dua ketegangan
utama. Tingkah laku hasil transformasi itu meliputi gerakan yang kasat
mata, dan kegiatan mental seperti perasaan, dan pikiran, persepsi, dan
ingatan atau tingkah laku tersembunyi yang dapat disembunyikan dari
orang lain.
Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengurangi tegangan,
menurut Sullivan dipelajari dan ditentukan oleh masyarakat dimana orang
itu dibesarkan apa yang dapat diemukan pada masa lalu setiap orang
adalah tegangan-tegangan dan pola transpormasi energi untuk
meredakannya, yang menjadi sarana pendidikan menyiapkan anak
menjadi anggota masyarakatnya. Insting memang ada dan menjadi
pemicu kebutuhan yang menimbulkan tegangan, tetapi transpormasi
energi tidak lagi dipengaruhi oleh insting dan lebih dari hasil belajar.

B. Struktur Kepribadian
1. Dinamisme (The Dynamism)
Menurut Sullivan, Dinamisme merupakan pola khas tingkah laku
(transformasi energy) yang menetap dan berulang terjadi yang menjadi
ciri khas seseorang. Dinamisme memiliki dua kelas utama, yaitu pertama,
dinamisme yang berkaitan dengan zona khusus pada tubuh termasuk
mulut, anus, dan alat genital. Kedua, dinamisme yang berkaitan dengan
tegangan. Kelas kedua ini terdiri dari tiga kategori yang disjungtif
(berlawanan), yang mengasingkan, dan yang konjungtif
(menghubungkan). Dinamisme disjungtif mencakup pola tingkah laku
deskruktif yang berhubungan dengan konsep kedengkian; dinamisme
konjungtif mencakup pola tingkah laku bermanfaat, seperti keintiman dan
sistim diri; dan kedengkian mengasingkan mencakup pola tingkah laku
(seperti berahi) yang tidak berhubungan dengan hubungan interpersonal.
a. Kedengkian
Kedengkian adalah dinamisme disjungtif akan kejahatan dan
kebencian yang ditantai oleh perasaan hidup diantara musuh-musuh.
Kedengkian timbul sekitar usia dua atau tiga tahun, saat tindakan
anak sebelumnya menyebabkan kelembutan maternal disangkal,
tidak diaacuhkan, atau disambut dengan kecemasan dan rasa sakit.
Ketika orang tua mengendalikan tingkah laku anak dengan rasa sakit
fisik dan teguran, sebagian anak akan belajar untuk menahan
ungkapan kebutuhan akan kelembutan dan untuk melindungi diri
mereka sendiri dengan mengadopsi sikap dengki.
Orang tua dan kelompok temannya akan semakin sulit untuk
memberikan reaksi dengan kelembutan, yang akhirnya menguatkan
sikap negatif anak terhadap dunia. Tindakan dengki dapat berupa
sifat penakut, kenakalan, kekejaman, dan tingkah laku asosial atau
anti sosial lainnya. Sullivan mengungkapkan sikap dari kedengkian
tersebut dengan pernyataan menarik ini: “ di suatu waktu dimasa
lampau segalanya indah, namun itu sebelum saya harus berhadapan
dengan orang-orang”.
b. Keintiman
Keintiman tumbuh dari kebutuhan sebelumnya akan
kelembutan, namun lebih spesifik dan melibatkan hubungan
interpersonal antara dua orang dengan status kurang lebih setara.
Keintiman berbeda dengan minat seksual. Bahkan, keintiman
berkembang sebelum pubertas idealnya selama para remaja yang
biasanya didapat antara dua orang anak-anak, masing-masing
memandang satu sama lain sebagai orang yang sebanding.
Keintiman adalah dinamisme dinamisme konjungtif dengan sifat
integrasi yang cenderung untuk menarik reaksi penuh cinta kasih dari
orang lain, oleh karena itu mengurangi kecemasan dan kesendirian,
dua pengalaman yang sangat menyakitkan. Oleh karena keintiman
adalah pengalaman berharga yang sebagian besar orang sehat
inginkan.
c. Berahi
Di sisi lain, Berahi adalah kecenderungan mengasingkan, tidak
membutuhkan siapapun untuk memenuhinya. Berahi menampilkan
dirinya sebagai tingkah laku otoerotis (autoerotic) bahkan ketika
seseorang menjadi objek berahi orang lain. Berahi khususnya
merupakan dinamisme yang sangat kuat selama masa remaja,
dimana pada masa itu berahi biasanya menyebabkan rasa percaya
diri seseorang berkurang. Usaha dalam aktivitas berahi biasanya
dotilak oleh orang lain sehingga meningkatkan kecemasan dan
mengurangi rasa percaya diri. Sebagai tambahan, berahi sering
mengganggu hubungan intim khusunya di masa remaja karena
mudah sekali disalah artikan sebagai ketertarikan seksual.

2. Personifikasi (Personification)
Personifikasi adalah suatu gambaran mengenai diri atau orang
lain yang dibangun berdasarkan pengalaman yang menimbulkan
kepuasan atau kecemasan. Hubungan interpersonal yang memberi
kepuasan cenderung membangkitkan image positif, sebaliknya yang
melibatkan kecemasan membangkitkan image negatif. Sullivan
menggambarkan personifikasi dasar yang berkembang selama masa
bayi mengenai ibunya adalah gambaran ibu baik (good mother) atau ibu
buruk (bad mother) dan saya. Sebagai tambahan, sebagian anak akan
memperoleh personifikasi edetik (teman khayalan) selama masa kanak-
kanak.
a. Ibu yang buruk, Ibu yang baik
Pengertian sullivan akan ibu yang buruk dan ibu yang baik sama
dengan konsep Klein akan payudara baik dan payudara buruk.
Personifikasi ibu yang buruk, sebenarnya tumbuh dari pangalaman
bayi terhadap puting-buruk, yaitu puting yang tidak memuaskan
kebutuhan akan rasa lapar. Tidak penting apakah puting tersebut
adalah milik ibu atau botol yang dipegang oleh ibu, ayah, perawat,
atau orang lain. Personafikasi ibu yang buruk hampir tidak bisa
dibedakan karena ia mencakup semua orang yang terlibat dari situasi
perawatan. Personafikasi ini bukan gambaran ibu yang “nyata”,
namun hanya representasi samar dari bayi akan keadaan disusui
yang tidak selayaknya.
Setelah personifikasi ibu yang buruk terbentuk, seorang bayi akan
memperoleh dan membentuk personifikasi ibu yang baik berdasarkan
kelembutan dan tingkah laku kooperatif dari seseorang yang keibuan.
Kedua personikasi tersebut, salah satunya didasari oleh persepsi bayi
akan ibu yang jahat dan cemas, dan lainnya didasari oleh ibu yang
tenang, lembut, berpadu membentuk personifikasi kompleks yang
terdiri dari kualitas-kualitas bertentangan yang diproyeksikan pada
orang yang sama. Akan tetapi, hingga bayi mengembangkan bahasa,
kedua gambaran ibu yang bertentangan tersebut, hidup bersama
dengan mudah.
b. Personifikasi saya (Personifications of Self)
Selama masa pertengahan bayi, seorang anak memperoleh tiga
personifikasi saya (good-me, bad-me, not-me) yang membentuk
balok pembangunan personifikasi diri. Masing-masing berhubungan
dengan berkembangnya konsep akan saya dan tubuh saya.
Personifikasi saya yang baik (good-me personification) dihasilkan
dari pengalaman-pengalaman yang bayi dengan penghargaan dan
persetujuan. Bayi merasa baik akan diri mereka sendiri ketika mereka
menerima ungkapan kelembutan ibu.
Personifikasi saya yang buruk (bad-me personification)
dikembangkan dari pengalaman kecemasan akibat perlakuan ibu
atau pengalaman ditolak atau dihukum. Keduanya, good me dan bad
me bergabung ke dalam gambaran diri.
Personifikasi bukan saya (not-me personification) dikembangkan
dari pengalaman kecemasan yang sangat, seperti kekerasan fisik,
mental. Karena pengalaman itu sangat menakutkan, semua yang
mengenai diri yang berhubungan dengan pengalaman itu dipisahkan
dari keseluruhuan kepribadian atau dikeluarkan dari kesadaran. Not
me menggambarkan aspek yang dipisahkan dari self dan disertai
dengan emosi unkani (uncanny) atau emosi yang mengerikan dan
berbahaya.
c. Personifikasi eidetik
Tidak semua hubungan interpersonal terjadi dengan orang nyata.
Sebagian adalah personifikasi eidetik, yaitu sifat tidak nyata teman
khayalan yang banyak diciptakan oleh anak dengan tujuan
melindungi rasa percaya diri mereka. Sullivan (1964) percaya bahwa
teman khayalan mungkin sama pentingnya dalam perkembangan
anak sebagaimana teman nyata.
Personifikasi eidetik, bagaiaman pun, tidak terbatas hanya pada
anak-anak. Sebagian besar orang dewasa melihat sifat fiktif dari
orang lain. Personifikasi eidetik dapat menciptakan konflik dalam
hubungan interpersonal ketika manusia memproyeksikan sifat
khayalan yang merupakan sisa dari hubungan terdahulu personifikasi
ini juga mengganggu komunikasi dan mencegah manusia untuk
berfungsi pada tingkat kognisi yang sama.

3. Sistim Diri (Self System)


Sistim self merupakan bagian dinamisme paling kompleks. Suatu
pola tingkah laku yang konsisten yang mempertahankan keamanan
interpersonal dengan menghindari atau megecilkan kecemasan. Sistim
self adalah dinamisme konjungtif yang timbul dari interpesonal. Sistim ini
mulai berkembang dari usia 12-18 bulan. Pada mulanya bayi hanya
mengenal takut dan sakit sebagai hal yang tidak menyenangkan. Ibu
atau pemeran keibuan mengajari anak dengan ganjaran dan hukuman,
dan dari hukuman inilah muncul kecemasan.

Setiap pengalaman interpersonal yang dipandang bertentangan


dengan sistim dirinya. Setiap pengalaman interpersonal yang dipandang
bertentangan dengan sistim dirinya berarti mengancam keamanan diri.
Dampaknya, orang berusaha mempertahankan diri melawan tegangan
interpersonal itu memakai operasi keamanan (security operation); suatu
proses yang bertujuan untuk mereduksi perasaan tidak aman atau
perasaan akibat dari ancaman terhadap sistim self. Beberapa macam
sistim keamanan yang dipakai sejak usia bayi antara lain:

Disosias (dissociation), adalah mekanisme menolak impuls, keinginan


dan kebutuhan muncul ke kesadaran. Disosiasi tidak hilang, tapi ditekan
ke ketidaksadaran dan mempengaruhi tingkahlaku serta kepribadian dari
sana.

Inatensi (innatention), yaitu memilih mana pengalaman yang akan


diperhatikan dan yang tidak perlu diperhatikan. Terhadap pengalaman
yang mengancam personifikasi diri, orang dapat berpura-pura tidak
merasakannya.
Apati (apathy) dan pertahanan dengan tidur (somnolent detachment),
mirip dengan inatensi. Pada apatis, bayi tidak memilih objek mana yang
harus diperhatikan, semuanya diserahkan pada pihak luar. Pada
pertahanan tidur, bayi tidak perlu memperhatikan stimulasi manapun.

4. Proses Kognitif (cognitive process)


Sullivan membagi kognisi dalam tiga tingkat atau tiga gaya
pengalaman, yaitu Prototaksis, parataksis, dan sintaksis. Tingakt kognisi
mengacu pada cara merasa, membayangkan, dan memahami.
a. Tingkat Prototaksis (prototaxis)
Pengalaman paling awal dan primitif terjadi pada tingkat
prototaksis. Oleh karena pengalaman-pengalaman ini tidak dapat
dikomunikasikan dengan orang lain maka mereka sulit untuk
digambarkan atau dijabarkan. Pengalaman yang dialami pada masa
bayi itu terpisah-pisah, dimana arus kesadaran (pengindraan,
bayangan, dan perasaan) megalir ke dalam jiwa tanpa pengertian
“sebelum” dan “sesudah”. Pada usia dewasa, dominasi pengalaman
prototaksis hampir tidak ditemui.
b. Tingkat Parataksis (parataxis)
Pengalaman parataksis adalah pengalaman pralogis dan
biasanya timbul ketika seseorang berasumsi bahwa dua kejadian
yang terjadi bersamaan memiliki hubungan sebab akibat. Kognisi
parataksis lebih mudah dikenali daripada pengalaman prototaksis,
namun maknanya tetap pribadi, oleh karena itu, pengalaman ini
dapat dikomunikasikan dengan orang lain dalam bentuk yang telah
diubah. Pengalaman-pengalaman ini terjadi kira-kira terjadi pada
awal tahun ke dua bayi.
c. Tingkat Sintaksis (syntaxis)
Pengalaman yang sudah tervalidasi dalam mufakat dan dapat
dikomunikasikan secara simbolis terjadi pada level sintaksis.
Pengalaman tevalidasi dalam mufakat adalah pengalaman yang
maknanya disetujui dua orang atau lebih.
Sullivan beerhipotesis bahwa kognisi sintaksis pertama kali
muncul ketika suara atau gerakan isyarat mulai memiliki makna yang
sama bagi orang tua dan anaka. Tingkat kognisi sintaksis menjadi
lebih umum ketika anak mulai mengembangkan bahasa formal.
Tiga mode pengalaman kognitif itu terjadi sepanjamg hayat.
Normalnya, sintaksis mulai mendominasi sejak usia 4-10 tahun.
Sullivan menekankan pentingnya tinjauan ke masa depan dalam
fungsi kognitif. Manusia hidup di masa lampau, masa sekarang, dan
masa depan yang semuanya jelas relevan dalam menerangkan
pikiran dan perbuatannya.

Anda mungkin juga menyukai