Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diare


Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Namun pada
anak bayi frekuensi BAB normal bisa lebih sering dari dewasa, maka jangan langsung
mengira bayi diare walaupun buang air besarnya lebih dari tiga kali.
Frekuensi Normal Buang Air Besar Bayi:
1. Bayi usia 0 – 6 bulan (ASI): Sehari 1-7 kali atau bahkan hanya 1-2 hari sekali.
2. Bayi usia 0 – 6 bulan (non-ASI): Sehari 3-4 kali atau sampai hanya 1-2 hari
sekali.
3. Usia di atas 6 bulan: Biasanya 3-4 kali sehari atau 2 hari sekali. Jika sudah
menginjak usia 4 tahun sama seperti dewasa.
Oleh karena itu, Pengertian atau Definisi Diare adalah buang air besar dengan tinja
encer atau berair dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (normalnya). Sehingga
orang yang mengalami diare akan lebih sering ke toilet untuk buang air besar dengan
volume feses yang lebih banyak dari biasanya. Diare dikenal juga dengan istilah mencret.
Penyakit Diare biasanya berlangsung beberapa hari dan sering sembuh atau hilang
tanpa pengobatan. Akan tetapi adapula penyakit diare yang berlangsung selama
berminggu-minggu atau lebih. Atas dasar itulah penyakit diare digolongkan menjadi diare
akut dan kronis.
2.2 Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau
lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak
nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat
mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba
menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-
gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala.
Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau
demam tinggi (Amirudin, 2007).
2.3 Penyebab Diare
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama
natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap
kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari
tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%.
Diare terjadi ketika makanan dan cairan yang anda makan berlalu terlalu cepat atau
terlalu besar jumlahnya pada saluran pencernaan (usus). Secara normal, usus besar akan
menyerap cairan dari makanan yang anda makan, dan meninggalkan kotoran (tinja) yang
setengah padat. Akan tetapi ketika cairan dari makanan yang Anda makan tidak diserap,
maka hasilnya adalah kotoran (feses) yang cair atau encer. Penyakit Diare mungkin
berhubungan dengan infeksi virus atau bakteri dan terkadang efek dari keracunan
makanan.
Secara umum penyebab Diare antara lain:
1. Infeksi virus. Rotavirus adalah penyebab diare pada anak (akut) yang paling sering.
2. Infeksi bakteri dan parasit, masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
3. Intoleransi makanan. Paling sering adalah intoleransi laktosa (gula pada susu) pada
sebagian orang, sehingga diare terjadi setelah makan atau minum produk susu.
4. Alergi makanan
5. Reaksi negatif terhadap obat-obatan. Banyak obat-obatan yang dapat menyebabkan
diare. Yang paling sering adalah antibiotik membunuh bakteri baik dan jahat, yang
dapat mengganggu keseimbangan flora normal (bakteri baik) dalam usus.
6. Penyakit usus. Biasanya menimbulkan diare kronis, dengan banyak penyebab, seperti
penyakit crohn, ulserative colitis, penyakit celiac, kolitis mikroskopik dan sindrom
iritasi usus besar (irritable bowel syndrome).
7. Gangguan usus fungsional (stress)
8. Operasi kandung empedu atau lambung.
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu
( Depkes RI, 2007):
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada balita
yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita yang diberi
ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh
kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau
sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut
beresiko terinfeksi diare.
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa jam
pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan dan menyuapi anak.
6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak
berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

2.4 Jenis-jenis Diare


Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat
kelompok yaitu:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya
kurang dari tujuh hari).
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. 
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus
menerus.
4. Diare dengan masalah lain, anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)
mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
Diare akut dapat mengakibatkan:
1. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik dan hipokalemia.
2. Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare
dengan atau tanpa disertai muntah.
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan
muntah (Soegijanto, 2002).
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan
muntah, kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan  karena takut
bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam
bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya
telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat
hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma
(Suharyono, 2008).

2.5 Modifikasi lingkungan dan pencegahan Penyakit Diare


Pada dasarnya menurut WHO intervensi lingkungan memalui modifikasi lingkungan
dapat menurunkan resiko penyakit diare hingga 94%.dimana modifikasi lingkungan itu
termasuk mnyediakan air bersih menurunkan resiko 35%,pemanfaatan jamban
menurunkan resiko 32%,pengolahan air minum rumah tangga menurunkan resiko 39%
dan mencuci tangan mengunakn sabun menurunkan resiko 45% dan apabila ditambah
dengan melakukan pengolahan sampah rumah tangga dan mengolahan limbah cairan
rumah tangga kejadian penyakit diare dapat menurun lebih besar lagi.
ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat
pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi
pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya
agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan
sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya ahan tubuh dari pejamu maka dapat
dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada seseorang yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan
diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah
terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah
mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab
diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri,
parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan
klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk
menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan
kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi
golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang
disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian
kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk
dokter.
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada
tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat
samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus
mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi
juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan
dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S,
Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-hepatologi:jilid 1.
Jakarta : UKK GastroenterohepatologiIDAI 2011; 87-120

Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar Gastroentero-
hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi IDAI 2011; 121-136

Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds. Nelson textbook
of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6

WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva. 2006

WHO. Persistent diarrhea in children in developing countries: memorandum from a WHO


meeting. Bull World Health Organ. 1988; 66: 709-17

Buku Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya – Rumah Sakit Mohammad Hoesin, 2010

Anda mungkin juga menyukai