Anda di halaman 1dari 10

INTERAKSI Rhizobium sp.

DENGAN KACANG TANAH (Arachis hypogea)


SEBAGAI PENAMBAT NITROGEN MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) DALAM SISTEM
TUMPANGSARI

Oleh:

I Kadek Alit Wirawan (1613041008 / VI A)

Abstrak

Multiple cropping atau sistem tanam ganda merupakan suatu usaha pertanian
untuk mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali dari satu jenis atau beberapa
jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun. Dalam hal ini
tanaman-tanaman yang diusahakan akan melakukan suatu hubungan atau
interaksi. Hubungan-hubungan tersebut ada yang bersifat kompetitif, yaitu apabila
tanaman yang satu dapat merintangi pertumbuhan atau bersaing dengan tanaman
lain dalam pemanfaatan unsur hara, air, oksigen dan cahaya matahari. Kajian ini
bertujuan untuk mengetahui interaksi Rhizobium sp. dengan kacang tanah
(Arachis hypogea) sebagai penambat N sehingga meningkatkan pertumbuhan
tanaman jagung (Zea mays) dalam sistem tumpangsari. Smeltekop (2002)
menyatakan penggunaan tanaman kacang tanah dalam intercropping dapat
menyumbangkan N pada tanah. Rhizobium pada akar kacang mendapatkan
karbohidrat dari akar kacang. Dan bakteri mengikat nitrogen bagi akar. Dengan
demikian penambahan nitrogen dapat menambah kesuburan tanah. Sehingga
terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman jagung yang ditaman dengan sistem
tumpangsari dengan tanaman kacang tanah.
Kata kunci: Rhizobium, jagung, tumpangsari.

Abstract
Multiple cropping is a farming business to get more than one crop from
one species or several types of plants on the same plot of land in one year. In this
case the cultivated plants will make a relationship or interaction. These
relationships are of a competitive nature, namely if one plant can hinder growth
or compete with other plants in the use of nutrients, water, oxygen and sunlight.
Knowing the interaction of Rhizobium sp. with peanuts (Arachis hypogea). This
study aims to determine the interaction of Rhizobium sp. with peanuts (Arachis
hypogea) as N anchors which increase the growth of corn (Zea mays) in the
intercropping system. Smeltekop (2002) states that the use of peanut plants in
intercropping can contribute N to the soil. Rhizobium in the roots of beans gets
carbohydrates from the roots of beans. And bacteria bind nitrogen to the roots.
Thus the addition of nitrogen can increase soil fertility. So that there is an
increase in the growth of corn plants in the garden with intercropping with
peanut plants.

1
Keywords: Rhizobium, corn, intercropping
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam hortikultura, banyak sistem tanam yang ada dengan tujuan yang
berbeda-beda. Salah satunya tumpangsari. Multiple cropping atau sistem tanam
ganda merupakan suatu usaha pertanian untuk mendapatkan hasil panen lebih
dari satu kali dari satu jenis atau beberapa jenis tanaman pada sebidang tanah
yang sama dalam satu tahun. Dalam hal ini tanaman-tanaman yang diusahakan
akan melakukan suatu hubungan atau interaksi.

Hubungan-hubungan tersebut ada yang bersifat kompetitif, yaitu apabila


tanaman yang satu dapat merintangi pertumbuhan atau bersaing dengan tanaman
lain dalam pemanfaatan unsur hara, air, oksigen dan cahaya matahari. Bersifat
komplementer, yaitu apabila masing-masing tanaman justru akan tumbuh dan
berproduksi lebih baik dibanding tanaman monokultur (Wibomo, 2009).

Tumpangsari sama dengan istilah “Intercropping” merupakan salah satu


perwujudan multiple cropping yang dapat didefinisikan sebagai suatu cara
bercocoktanam pada sebidang lahan dimana dua atau lebih spesies tanaman di
tanam dan tumbuh bersama dalam jarak dan larikan yang teratur. Penataan
tanaman jagung dalam sistem tumpangsari dengan tanaman lainnya perlu
dilakukan agar kompetisi antar tanaman dalam memanfaatkan unsur hara,
menggunakan radiasi matahari dan ruang tumbuh tidak berakibat buruk terhadap
hasil. Dalam banyak hal didapatkan adanya pengaruh positif terhadap hasil
dibandingkan dengan sistem monokultur. Penambahan jenis dan jumlah produksi
yang diperoleh secara bersama-sama persatuan waktu dapat mengakibatkan
kerjasama yang saling menguntungkan tetapi dapat pula saling merintangi.
Karena itu sistem multiple croping dapat diatur berdasarkan sifat dan sistem
perakaran tanaman serta waktu tanamnya. Sifat perakaran yang berkembang lebih
dalam tidak mengganggu apabila ditanam bersama dengan tanaman yang berakar
dangkal. Dalam hubungannya dengan sistem perakaran, jarak tanam merupakan
faktor penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi.

2
Demikian pula jenis legum yang ditanam bersama dengan tanaman non
legum. Pertumbuhan tanaman di lahan kering sangat dipengaruhi oleh keadaan
curah hujan. Untuk menghindari resiko kegagalan panen, pemilihan waktu tanam
dan varietas harus tepat. Apabila waktu tanam pada suatu lokasi pengembangan
telah diketahui, maka langkah selanjutya adalah menyusun pola tanam. Dalam
penyusunan pola tanam, selain aspek biofisik, pola tanam yang telah berkembang
pada masyarakat setempat juga harus diperhatikan, sehingga pola tanam yang
dikembangkan bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali tetapi merupakan
pengembangan dari pola tanam yang telah ada (Balitkabi, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah interaksi Rhizobium sp. dengan kacang tanah (Arachis
hypogea)?
2. Bagaimanakah kompetisi tanaman jagung (Zea mays) dengan kacang
tanah (Arachis hypogea) dalam sistem tumpangsari?
3. Bagaimanakah interaksi Rhizobium sp. dengan kacang tanah (Arachis
hypogea) sebagai penambat N meningkatkan pertumbuhan tanaman
jagung (Zea mays) dalam sistem tumpangsari?

1.3 Tujuan
Menyimak latar belakang masalah tersebut, tujuan yang diharapkan adalah
sebagai berikut.
1. Mengetahui interaksi Rhizobium sp. dengan kacang tanah (Arachis
hypogea)
2. Mengetahui kompetisi tanaman jagung (Zea mays) dengan kacang tanah
(Arachis hypogea) dalam sistem tumpangsari.
3. Mengetahui interaksi Rhizobium sp. dengan kacang tanah (Arachis
hypogea) sebagai penambat N meningkatkan pertumbuhan tanaman
jagung (Zea mays) dalam sistem tumpangsari.

3
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil kajian adalah sebagai berikut.
a. Sebagai acuan dalam bidang hortikultura, khususnya dalam sistem
tanam tumpang sari.
b. Sebagai acuan pertimbangan peneliti untuk melakukan kajian atau
penelitian yang sejenis.
2. Manfaat praktis yang diharapkan dari hasil kajian adalah sebagai berikut.
a. Bagi pemerintah dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pengembangan
dalam meningkatkan hasil pertanian khususnya sistem tanam
tumpangsari.
b. Bagi pelaku hortikultura dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam
meningkatkan hasil hortikultura.

2. MATERI DAN METODE


Artikel ini termasuk artikel kajian pustaka karena menggunkan sumber-
sumber yang relevan dalam penyusanan artikel. Literature yang digunakan
bersumber dari media internet berupa jurnal-jurnal dan artikel penelitian yang
sesuai. Dalam artikel ini menggunakan metode studi literature.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Interaksi Rhizobium sp. dengan Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Sebagai Penambat Nitrogen

Rhizobium membentuk koloni pada akar tanaman legum sebagai pengenalan


terhadap inangnya. Spesies Rhizobium yang berbeda, berbeda pula inangnya.
Proses infeksi dimulai dengan cara penetrasi bakteri ke dalam sel rambut akar
sehingga menyebabkan pertumbuhan rambut akar keriting akibat dari adanya
auksin yang dihasilkan oleh bakteri. Benang infeksi terus berkembang sampai di
kortek dan menggandakan percabangan. Percabangan ini menyebabkan jaringan
kortek membesar yang disebut bintil akar. Waktu antara infeksi sampai dengan

4
bakteri mampu memfiksasi N2 sekitar 3-5 minggu. Selama periode tersebut
kebutuhan karbohidrat, nutrient, mineral dan asam amino disediakan oleh inang.
Bakteri membentuk satu komplek enzim yang dibutuhkan untuk menambat
nitrogen. Bentuk bakteri dalam satu sel akar yang mengandung nodul aktif (bila
dibelah melintang akan terlihat warna merah muda hingga kecoklatan di bagian
tengahnya disebut bakteroid. Akar tanaman mengeluarkan senyawa triftopan
yang menyebabkan bakteri berkembang pada ujung akar. Senyawa triftopan
diubah oleh Rhizobium menjadi IAA (Indole Acetic Acid) yang menyebabkan
akar membengkok karena adanya interaksi antara akar dan Rhizobium kemudian
bakteri merombak dinding sel akar tanaman sehingga terjadi kontak antara
keduanya. Terbentuklah benang infeksi yang merupakan perkembangan dari
membran plasma yang memanjang dari sel terinfeksi. Setelah itu Rhizobium
berkembang di dalam benang infeksi yang menjalar menembus sel-sel korteks
sampai parenkim dalam sel kortek Rhizobium, dilepas di dalam sitoplasma untuk
membentuk bakteroid dan menghasilkan stimulan yang merangsang sel korteks
untuk membelah. Pembelahan tersebut menyebabkan proliferasi jaringan,
membentuk struktur bintil akar yang menonjol sampai keluar akar tanaman, yang
mengandung bakteri Rhizobium (Armiadi, 2009).

Akar tanaman melakukan aktivitas metabolisme akar yang mengeluarkan


senyawa metabolit melalui akar ke dalam tanah yang disebut eksudat. Eksudat
tersebut terdiri dari senyawa-senyawa gula, asam amino, asam organik, glikosida,
senyawa nukleotide dan basanya, enzim, vitamin dan senyawa indole, sehingga
dapat digunakan sebagai nutrisi untuk bakteri di dalam tanah untuk
keberlangsungan hidupnya (Purwaningsih, 2009).

Rhizobium merupakan kelompok penambat nitrogen yang bersimbiosis


dengan tanaman kacang-kacangan. Kemampuan penambatan pada simbiosis
Rhizobium dapat mencapai 80 kg N2/ha/thn atau lebih. Keuntungan penggunaan
bakteri Rhizobium sebagai pupuk hayati adalah: (1) mampu meningkatkan
ketersediaan unsur hara, tidak mempunyai bahaya atau efek samping, (2) efisiensi
penggunaan yang dapat ditingkatkan sehingga bahaya pencemaran lingkungan
dapat dihindari, (3) harganya relatif murah, dan (4) teknologinya atau
penerapannya relatif mudah dan sederhana (Novriarni, 2011).

5
Rhizobium mampu meningkatkan penyerapan fosfat. Dalam perkembangan
akar dan pembentukan polong kedelai unsur fosfat diperlukan. Rhizobium
mampu meningkatkan ketersediaan dan penyerapan nitrogen di dalam tanah serta
menyumbangkan zat fitohormon IAA dan giberelin yang dapat meningkatkan
pertumbuhan akar dan cabang tanaman kedelai (Novriarni, 2011).

3.2 Manfaat Nitrogen Dalam Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays)

Berdasarkan penelitian Kadarwati, (2006) dapat diketahui bahwa nitrogen


merupakan unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman dan unsur
nitrogen sangat berperan dalam fase vegetatif tanaman. Nitrogen (N) merupakan
salah satu hara makro yang menjadi pembatas utama pertumbuhan tanaman, baik
di daerah tropis maupun di daerah-daerah beriklim sedang. Sekitar 90%
pertanaman jagung didaerah tropis pada lahan kering dan sawah tadah hujan,
hasilnya dapat meningkat dengan pemberian pupuk nitrogen. Hal ini disebabkan
karena nitrogen merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun
asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis
serta bahan penyusun komponen inti sel.

Nitrogen diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang pertumbuhannya. Pada


awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah
tanaman berumur 4 minggu akumulasi N berlangsung sangat cepat. Pada saat
pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N
sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya.

Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil jagung yang baik, unsur hara N
dalam tanah harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut. Defisiensi N
pada tanaman jagung akan memperlihatkan gejala pertumbuhan yang kerdil dan
daun berwarna hijau kekuning-kuningan yang berbentuk huruf V dari ujung daun
menuju tulang daun dan dimulai dari daun bagian bawah. Selain itu, tongkol
jagung menjadi kecil dan kandungan protein dalam biji rendah. Pemberian pupuk
yang tepat selama pertumbuhan tanaman jagung dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk. Karena sifat pupuk N yang umumnya mobile, maka untuk

6
mengurangi kehilangan N karena pencucian maupun penguapan, sebaiknya N
diberikan secara bertahap (Komalasari dan Fauziah, 2009).

3.3 Kompetisi Tanaman Jagung (Zea mays) dan Kacang Tanah (Arachis
hypogea) Sistem Tumpangsari

Pola sistem tumpangsari mengakibatkan terjadi kompetisi. Kompetisi dapat


berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Tetapi
bagaimana sistem tumpangsari dapat meminimalkan kompetisi diantara tanaman
atau dapat saling mendukung untuk pertumbuhan dan produksi serta
meningkatkan produktivitas persatuan luas lahan (Suwarto dkk., 2005).

Tanaman yang ditumpamgsarikan dipilih dari tanaman yang mempunyai akar


dalam dan tanaman yang berakal dangkal. Hal ini untuk menghindari persaingan
penyerapan hara dari dalam tanah. Tinggi dan lebar tajuk antara tanaman yang
ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari akan
berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan (Supriyatman, 2011).

Pertumbuhan jagung dan kacang tanah yang ditanam secara tumpangsari


menunjukkan bahwa tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada tanaman jagung dan
kacang tanah yang ditanam secara serentak. Dari hasil ini ditemukan bahwa ada
indikasi baik jagung maupun kacang tanah bersaing untuk tumbuh sehingga
tinggi tanaman jagung maupun kacang tanah akan mencapai tinggi maksimum
bila dibandingkan dengan penundaan satu minggu dan dua minggu. Diduga
bahwa kedua jenis tanaman tersebut merupakan jenis tanaman yang menghidari
naungan dengan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Andi, 2011)

Smith (1981) mengklasifikasikan tanaman tersebut sebagai jenis tanaman


shade avoiders, yaitu tanaman yang menghindari naungan dengan respons dalam
bentuk terjadinya peningkatan laju pertumbuhan, sehingga tinggi tanaman
bertambah.

7
3.4 Interaksi Rhizobium sp. dengan Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays) dalam Sistem
Tumpangsari

Produksi dalam pola tumpangsari akan meningkat apabila terdapat


kecocokan dalam hal memilih jenis tanaman pokok dan tanaman selanya.
Tanaman jagung dan kacang-kacangan adalah tanaman yang sesuai untuk
diterapkan pada pola pertanaman tumpangsari. Sebab dari kedua jenis tanaman
tersebut memiliki morfologi yang berbeda sehingga dapat memperkecil
persaingan antara kedua jenis tanaman tersebut. Tumpangsari jagung dapat
dilakukan dengan tanaman kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah,
kacang hijau, dan famili leguminase lainnya. Tanaman leguminosae memiliki
bintil akar yang bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang dapat memfiksasi
N bebas dari udara, sehingga N dapat diserap dan digunakan oleh akar tanaman
kacangan dan rembesan N oleh tanaman kacangan seperti kacang tanah dapat
digunakan tanaman pokok seperti jagung (Warsana, 2009).

Smeltekop (2002) menyatakan penggunaan tanaman kacang tanah dalam


intercropping dapat menyumbangkan N pada tanah. Rhizobium pada akar kacang
mendapatkan karbohidrat dari akar kacang. Dan bakteri mengikat nitrogen bagi
akar. Dengan demikian penambahan nitrogen dapat menambah kesuburan tanah.
Tentunya hal ini bermanfaat dalam pertumbuhan jagung.

Nitrogen diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang pertumbuhannya. Pada


awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah
tanaman berumur 4 minggu akumulasi N berlangsung sangat cepat. Pada saat
pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N
sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh
hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase
pertumbuhan tersebut. Karena unsur hara N diperlukan dari awal pertumbuhan
jagung, pola tanam dan waktu tanam juga menentukan pertumbuhan jagung yang
ditumpangsarikan dengan kacang tanah. Agar saat penanaman jagung, unsur hara
N sudah terpadat di tanah dengan ditanamnya kacang tanah lebih awal.

8
3 PENUTUP
3.3 Simpulan

Simpulan berdasarkan kajian dalam artikel ini adalah sebagai berikut.

1. Multiple cropping atau sistem tanam ganda merupakan suatu usaha


pertanian untuk mendapatkan hasil panen lebih dari satu kali dari satu
jenis atau beberapa jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam
satu tahun.
2. Rhizobium merupakan kelompok penambat nitrogen yang bersimbiosis
dengan tanaman kacang-kacangan.
3. Nitrogen merupakan unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan
tanaman dan unsur nitrogen sangat berperan dalam fase vegetatif tanaman.
4. Penggunaan tanaman kacang tanah dalam intercropping dapat
menyumbangkan N pada tanah. Rhizobium pada akar kacang mendapatkan
karbohidrat dari akar kacang. Dan bakteri mengikat nitrogen bagi akar.
Dengan demikian penambahan nitrogen dapat menambah kesuburan tanah.
Tentunya hal ini bermanfaat dalam pertumbuhan jagung.

3.4 Saran

Sistem taman tumpangsari memberikan manfaat untuk pelaku hortikultura.


Dimana mampu mendapatkan jenis hasil yang beragam dari lahan yang sama
dalam jangka panen yang sama. Karena tanaman juga berkompetisi dalam
pertumbuhannya, sebaiknya pelaku hortikultura mempunyai pengetahuan dalam
pemilihan tanaman yang ditumpangsarikan agar kompetisi yang terjadi sedikit
dengan adanya simbiosis mutualisme antar tanaman yang ditumpangsarikan.

9
DAFTAR RUJUKAN

Andi. 2011. Kajian Waktu Tanam dan Kerapatan Tanaman Jagung Sistem
Tumpangsari dengan Kacang Tanah Terhadap Nilai Ler dan Indeks
Kompetisi. Jurnal AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 01 Januari
2011, ISSN 0854-0128
Armiadi. 2009. Penambatan Nitrogen Secara Biologis pada Tanaman
Leguminosa. Jurnal Wartazoa 19(1): 23-24
Atmojo, S.W., 2008. Pola Usahatani Konservasi. Fakultas Pertanian UNS, Solo.
[Cited 20 May 2019] Available from http://google.com/search?q=
bertanam+ganda
Balitkabi. 2008. Pengaturan Jarak Tanam Ubikayu dan Kacang Tanah untuk
Meningkatkan Indeks Pertanaman di Lahan Kering Masam. JURNAL
LITBANG PROVINSI JAWA TENGAH-VOL 7 NO. 2 DESEMBER
2009. [Cited 7 April 2019 Available from
http://www.balitbangjateng.go.id/ jurnal_litbang/v7n2des2009/02-
GayuhVarietas_kedelai.pdf.
Kadarwati, T,F. 2006. Pemupukan Rasional dalam Upaya Peningkatan
Produktivitas Kapas. Malang: Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan
Serat. Jurnal Perspektif. Volume 5 (2) : 59 – 70
Komalasari, O. & Fauziah K. 2009. Pengaruh Kualitas Biji Jagung Pada Berbagai
Taraf Pemupukan Nitrogen Terhadap Vigor Benih Jagung. Prosiding
Seminar Nasional Serelia: Balai Penelitian Tanaman Serelia
Novriani. 2011. Peranan Rhizobium dalam Meningkatkan Ketersediaan Nitrogen
Baga Tanaman Kedelai. Jurnal Agronobis, 3(5): 35-42
Purwaningsih, O., D. Indradewa, S. Kabirun, D. Shiddiq. 2009. Tanggapan
Tanaman Kedelai Terhadap Inokulasi Rhizobium. Jurnal Agrotop 2(1):
25-32
Salempang, Eva Pertiwi. 2017. Produksi Relatif dan Persaingan Tanaman Jagung
Pakan (Zea mays L.) dan Kacang Tanah (Arachis hypogeae L.) yang
Ditanam Dalam Sistem Tumpangsari. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin Makasar.
Smeltekop, H., David E. Clay, and Sharon A Clay. 2002. The Impact of
Intercropping Annual ‘Sava’ Snail Medic on Corn Production. Agron J.
94:917-924
Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpang Sari Jagung dan Kacang tanah.
BPTP Jawa Tengah.
Wibowo, L., 2009. Multiple Cropping [Cited 7 April 2019 ] Available from
http://wibowo19.wordpress.com/2009/1 0/28/multiple-cropping

10

Anda mungkin juga menyukai