Anda di halaman 1dari 52

1

PROPOSAL SKRIPSI
HUBUNGAN SIKAP LANSIA DENGAN KEJADIAN RHEUMATOID ARTHRITIS
PADA LANSIADI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNIT I
KECAMATAN LABUHAN BADAS

Di SusunOleh :

DAMHUJI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES GRIYA HUSADA SUMBAWA

TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI
HUBUNGAN SIKAPDENGAN KEJADIANRHEUMATOID ARTHRITIS
PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNIT I
KECAMATAN LABUHAN BADAS

Disusun Oleh:
DAMHUJI

Telah disetujui untuk dilakukan ujian proposal skripsi


Pada tanggal

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Rusmayadi, S.Kep.,Ns.,M.P.H Haedar Putra, S.Kep.,Ns.,M.M.Inov


NIK. 19800127 2016 001 NIK. 19910506 2017 059

i
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI
HUBUNGAN SIKAPDENGAN KEJADIANRHEUMATOID ARTHRITIS
PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UNIT I
KECAMATAN LABUHAN BADAS

Disusun Oleh :
DAMHUJI

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


pada tanggal

DEWAN PENGUJI
Ketua,
Nikodimus Margo, S.Kep.,Ns.M.Kep (………………….)
NIK. 19861211 2020 097

Anggota,
Rusmayadi, S.Kep.,Ns.,M.P.H (……..…….……..)
NIK. 19800127 2016 001
Anggota,
Haedar Putra, S.Kep.,Ns.,M.M.Inov
NIK. 19910506 2017 059 (…….…..……….)

Sumbawa,
Ketua STIKES Griya Husada Sumbawa

Rusmayadi,S.Kep.,Ns.,M.P.H
NIK. 198001272016001

ii
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan anugerah-Nya
yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul
“Hubungan Sikap Lansia Dengan Kejadian Rheumatoid Arthritis Pada Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas”. Proposal Skripsi ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Keperawatan (S.Kep)
pada Program Studi S1 Keperawatan STIKES Griya Husada Sumbawa. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa proposal skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak,
baik dukungan moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu, penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rusmayadi, S.Kep.,Ners.,M.PH selaku Ketua STIKES Griya Husada Sumbawa dan
sekaligus pembimbing utama yang telah membimbing dan member masukan selama
proses penyusunan proposal skripsi ini.
2. Haedar Putra, S.Kep.,Ns.,M.M.Inov selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
STIKES Griya Husada Sumbawa
3. Haedar Putra, S.Kep.,Ns.,M.M.Inov selaku pembimbing kedua yang telah
membimbing dan member masukan selama proses penyusunan skripsi ini.
4. Nikodimus Margo, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji yang telah member masukan
serta arahan dalam proses penyusunan proposal skripsi ini.
5. Para dosen, serta seluruh tata usaha STIKES Griya Husada Sumbawa yang telah
banyak membantu menyelesaikan segala urusan yang berhubungan dengan kampus.
Mohon maaf atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah
penulis perbuat. Semoga Tuhan senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita
menuju kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih sayang-Nya untuk kita semua.
Aamiin....
Sumbawa Besar

Penulis
iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian..................................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian.................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia........................................................................................... 9
B. Konsep Penyakit Rheumatoid Arthritis..................................................... 15
C. Konsep Sikap............................................................................................. 24
D. Kerangka Teori.......................................................................................... 26
E. Hipotesis.................................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep.................................................................................... 28
B. Rancangan Penelitian.............................................................................. 29
C. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................. 29
D. Populasi dan Sampel............................................................................... 29
E. Variabel Penelitian.................................................................................. 30
F. Definisi Operasional................................................................................ 31
G. Etika Penelitian....................................................................................... 32
H. Instrumen Penelitian................................................................................ 33
I. Prosedur Penelitian.................................................................................. 34
J. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 38
v

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Hal


3.1 Definisi Operasional 32
3.3 Interpretasi Analisis Rank Spearmen 37

vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Hal
2.1 Kerangka Teori 26
3.1 Kerangka Konsep 28

vii
viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul
1. Penjelasan Penelitian
2. Surat Persetujuan Untuk Menjadi Responden
3. Kuesioner Kejadian Rematik
4. Kuesioner Sikap Rematik
5. Surat IzinStudi Pendahuluan
6. Surat Izin Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia Lansia merupakan masa yang rentan terhadap timbulnya masalah fisik,
mental, sosial, terutama kelainan degenerative akibat proses menua yang
mengakibatkan menurunnya fisiologis tubuh individu dengan berbagai penyakit
misalnya Rheumatoid Atrthritis, hipertensi, diabetes melitus yang dapat mengganggu
peranan social dalam hidupnya (Ahdaniar, Indar, & Hasanuddin, 2014; Padila, 2013).
Proses kehidupan yang di jalani lansia salah satunya adalah menua yang
mengakibatkan perubahan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh dimana akan mudah terserang penyakit
penuaan, salah satunya penyakit yang dapat menimbulkan gangguan muskulo skeletal
yaitu Rheumatoid Arthritis (Putra, 2016).
Walaupun tidak semua lansia mengidap gangguan (masalah) kesehatan namun
dalam pendekatan kelompok, para lansia menunjukkan kecendrungan pravalensi yang
mencolok dalam kaitan gangguan-gangguan yang bersifat kronis. Tujuh golongan
penyakit yang banyak dilaporkan dalam literature adalah rematik, hipertensi,
gangguan pendengaran, kelainan jantung, sinusitis kronik, penurunan visus, dan
gannguan pada tulang. Dalam tujuh golongan penyakit diatas rematik dengan
presentase tertinggi yaitu 46 % (Tamher, 2011). Penyakit Rheumatoid Arthritis
merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh
system kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan pada waktu
lama pada sendi yang menyebabkan inflamasi, kekakuan, pembekakan, dan rasa sakit
pada sendi, otot, tendon ligamen, dan tulang (Primadi, 2018).
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan gangguan peradangan kronis autoimun
atau respon autoimun, dimana imun seseorang bisa terganggu dan turun yang
menyebabkan hancurnya organ sendi dan lapisan pada sinovial, terutama pada tangan,
kaki dan lutut (Sakti & Muhlisin, 2019; Masruroh & Muhlisin, 2020). Sebagian besar
masyarakat Indonesia menganggap remeh penyakit Rheumatoid arthritis, karena
sifatnya yang seolah-olah tidak menimbulkan kematian padahal rasa nyeri yang
ditimbulkan sangat menghambat seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari
(Nurwulan, 2017). Penyakit Rheumatoid arthritis sering kita dengar di masyarakat,

1
2

Namun pemahaman yang benar tentang Rheumatoid arthritis di keluarga belum


memuaskan (Siahaanet al., 2017).
Banyak orang menganggap rheumatoid arthritis sebagai radang sendi biasa,
sehingga mereka terlambat melakukan pengobatan (Padila, 2013). Salah satu faktor
yang mempengaruhi perilaku tentang penatalaksanaan rheumatoid arthritis adalah
pengetahuan dan informasi. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah
individu melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dari pengalaman dan
penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
bertahan dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Aklima et al.,
2017).
Timbulnya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk bergerak sehingga
menganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan produktivitasnya (Padila,
2012). Disamping itu, dengan mengalami nyeri, sudah cukup membuat pasien frustasi
dalam menjalani hidupnya sehari-hari sehingga dapat menganggu kenyamanan
pasien. Karenanya terapi utama yang diarahkan adalah untuk menangani nyeri ini
(Lahemma, 2019). Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau
hanya menimbulkan gangguan kenyamanan dan masalah yang disebabkan oleh
penyakit rematik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas
hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan kecacatan seperti
kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (Silaban, 2016).
Penanganan nyeri pada rematik dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
dengan farmakologi dan nonfarmakologi (Andri et al., 2019). Dengan farmakologi
bias menggunakan obat-obatan analgesik, namunl ansia pada proses penuaan
mengalami farmakodinamik, farmakokinetik serta metabolisme obat dalam tubuh
lansia sehingga sangat member resiko pada lansia. Selain itu efek yang dapat timbul
dalam jangka panjang dapat mengakibatkan perdarahan pada saluran cerna,
tukakpeptik, perforasi dan gangguan ginjal (Mawarni & Despiyadi, 2018).
Angka kejadian Rheumatoid arthritis pada tahun 2016 yang disampaikan oleh
WHO adalah mencapai 20% dari penduduk dunia, 5-10% adalah mereka yang berusia
5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun (Majdah & Ramli, 2016;
Putri & Priyanto, 2019). Di dunia semakin meningkat penyakit Rheumatoid arthritis
pada lansia terutama banyak terjadi pada perempuan. Penelitian dari Mayo Clinic
yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan antara 1995-2005, wanita penderita
3

Arthritis Reumatoid mencapai 54.000 - 100.000 orang, sedangkan priahanya 29.000


dari 100.000 orang (Situmorong, 2017).
Menurut Riskesdas (2018) jumlah penderita Rheumatoid arthritis di Indonesia
mencapai 7,30%. Dengan perbandingan prevalensi penyakit sendi lansia terendah
yang terjadi di Sulawesi Barat 3,2%, dan prevelensi tertinggi di Aceh 13,3%.
Sedangkan prevelensi penyakit sendi menurut kelompok umur yaitu umur 55-64
tahun 15,5 %, umur 65-74 tahun 18,6% dan umur lebih dari 75 tahun 18,9 %,
sedangkan pada umur 15-24 tahun 1,2%, umur 25-34 tahun 3,1%, umur 35-44 tahun
6,3%, dan umur 45- 54 tahun 11,1%. Artinya penyakit RA yang dialami oleh
kelompok umur lansia lebih tinggi dari pada kelompok umur lain. Seiring
bertambahnya jumlah penderita rheumatoid arthritis di Indonesia justru tingkat
kesadaran dan salah pengertian tentang penyakit ini cukup tinggi. Keadaan inilah
menjelaskan bahwa kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia khususnya
penderita untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai penyakit Rheumatoid arthritis.
Seseorang yang mengalami rematik mengalami gejala beberapa berikut nyeri
sendi, inflamasi, kekakuan sendi pada pagi hari, hambatan gerak persendian. Faktor
risiko penyebab rematik itu terjadi yaitu factor usia, semakin bertambah usia semakin
tinggi risiko untuk terkena rematik, jenis kelamin penyakit rematik ini cenderung
diderita oleh perempuan (tiga kali lebih sering disbanding pria) dan dapat pula terjadi
pada anak karena factor keturunan/genetik, berat badan yang berlebihan (obesitas)
akan member beban pada jaringan tulang rawan di sendi lutut dan kurang
pengetahuan mengenai rematik sehingga kurangnya melakukan latihan fisik seperti
senam rematik sebagai terapi untuk menghilangkan gejala rematik yang
berupakekakuan dan nyeri yang dirasakan pasien rematik, selain pengetahuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan penderita rematik di perlukan sikap yang
mendukung.
Adapun sikap yang di lakukan lansia terhadap penyakitnya, misalnya terkait
pantangan terhadap makanan yang dapat membuat rematik kambuh lagi, mereka tetap
mengkomsumsinya walaupun sudah tahu makanan tersebut memperberat penyakitnya
(Chintyawaty 2012). Menurut Purnomo (2010) dalam penelitiannya mengatakan
beberapa penderita rematik mengatakan kaki dan pinggang mengalami pegal-pegal,
nyeri sendi dan otot, saat sehabis melakukan aktivitas berat atau habis bekerja dan
apabila penyakit rematiknya kambuh mereka jarang periksake Puskesmas, dengan
alas an jarak antara puskesmas dengan tempat tinggal jauh, kadang tidak ada waktu
4

buat periksa karena sibuk dengan pekerjaan yang ditekuninya. Mereka hanya memilih
melakukan pemijatan pada bagian anggota tubuh yang sakit, dan kurang memahami
tentang jenis makanan apa saja yang harus dihindari.
Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo salah seorang ahli psikologi social
menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak, dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup Menurut hasil penelitian Ayad,
diperoleh bahwa responden yang tinggal Di Panti Sosial TresnaWerdhaIlomata Kota
Gorontalo kebanyakan memiliki tingka tpengetahuan yang kurang sekitar 65,7% dan
kebanyakan lansia memiliki sikap dengan kategori cukup sebanyak 30 orang sekitar
85,7%. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa pengetahuan dan sikap lansia tentang
rematik harus ditingkatkan lagi sehingga lansia yang mengalami penyakit rematik
dapat berkurang.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Joko, P (2018) “Hubungan antara
Pengetahuan dengan Sikap Lansia dalam Mengatasi Kekambuhan Arthritis
Rheumatoid”, hasil penelitian tersebut adalah tingkat pengetahuan tentang penyakit
reumatik pada lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Karangasem Kecamatan
Laweyan Kota Surakarta adalah sedang (50%), sikap lansia dalam mengatasi
kekambuhan penyakit reumatik di Posyandu Lansia Kelurahan Karangasem
Kecamatan Laweyan Kota Surakarta adalah baik (83%), terdapat hubungan yang
signifikan tingkat pengetahuan tentang penyakit reumatik dengan sikap lansia dalam
mengatasi kekambuhan penyakit reumatik pada lansia di Posyandu Lansia Kelurahan
Karangasem Kecamatan Laweyan Kota Surakarta (p-value = ɑ 0,000).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2021) didapatkan responden
yang mengalami kejadian Artritis Rematoid dan memiliki sikap negative sebanyak 29
orang (76,3%), lebihbanyakjikadibandingkandenganresponden yang mengalami
kejadian Artritis Rematoid dan memiliki sikap positif yaitu sebanyak 22 orang
(50,0%). Hasil uji statistik chi square didapatkan ρ value = 0,026, yang jika
dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka ρ value ≤ 0,05, sehingga Hipotesis Nol
(Ho) ditolak, Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini berarti ada hubungan yang
bermakna antara sikap dengan kejadian Artritis Rematoid pada lansia di Puskesmas
Sembawa Tahun 2021.
5

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan


bahwa lansia yang mengalami rematik di Wilayah Kerja Puskesmas Unit 1
Kecamatan Labuhan badas sejumlah 98 kasus pada tahun 2020. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 lansia mengatakanbahwa 7 dari
lansia tersebut menunjukkan sikap yang tidak baik seperti masih kurangnya
pengetahuan tentang penyakit yang dialaminya sehingga mereka tidak bias melakukan
tindakan pencegahan maupun sikap yang menunjukkan mereka mampu menangani
penyakitnya tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
mengenai Hubungan Sikap Lansia Dengan Kejadian Rheumatoid arthritis PadaLansia
Di Wilayah Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas.

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah Pada Penelitian Ini Adalah “Apakah Ada
Hubungan Sikap Lansia Dengan Kejaadian Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melihat Hubungan Sikap Lansia Dengan
Kejaadian Reumatik Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan
Labuhan Badas.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengidentifikasi Sikap Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Unit
I Kecamatan Labuhan Badas.
b. Untuk mengidentifikasiKejaadianReumatik Pada Lansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas.
c. Untuk menganalisis Sikap Lansia Dengan Kejaadian Reumatik Pada Lansia Di
Wilayah Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas.
6

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan akademik bagi mahasiswa
dan institusi pendidikan STIKES Griya Husada Sumbawa sebagai pengetahuan
tambahan dan bahan masukan, disamping itu penelitian ini dapat dijadikan acuan
dan sumber bacaan serta informasi mengenai hubungan pola makan dengan
kejadia nrematik pada lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Keluarga.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada keluarga agar
mengetahui merawat lansia yang menderita rematik.
b. Bagi Tenaga Kesehatan.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang pasien lansia
dengan RA yang mengalami kekambuhan.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk mengembangkan
penelitian lainnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan RA
pada lansia.

E. Keaslian Penelitian
1. Rasiman, B N & Reskiani. (2022). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Rematik Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji Kecamatan Palu
Barat. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya hubungan pengetahuan, sikap,
dan pola makan dengan rematik pada lansia di Wilayah kerja Puskesmas Kamonji
Kecamatan Palu Barat. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan
cross sectional, Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisa data
menggunakan analisa univariat dan analisa bivariat. Sampel penelitian berjumlah
43 orang lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan responden yang berpengetahuan
baik sebanyak 12 orang (27,9%), cukup sebanyak 5 orang (11,6%), dan kurang 26
orang (60,5%) dan sikap responden yang baik sebanyak 10 orang (23,3%), cukup
sebanyak 11 orang (25,6%) Kurang baik sebanyak 22 orang (51,2%) dan
polamakan responden yang tidak beresiko sebanyak 19 orang (44,2%) dan
polamakan beresiko sebanyak 24 orang (55,8%). Responden yang menderita
rematik sebanyak 27 orang (62,8%) dan tidak menderita rematik 16 orang
7

(37,2%). Kesimpulan dari penelitian ini adalaha dahubungan yang bermakna


antara pengetahuan dengan rematik, ada hubungan yang bermakna antara sikap
denganrematik, ada hubungan yang bermakna antara polamakan dengan rematik
pada lansia di Wilayah kerja Puskesmas Kamonji Kecamatan Palu Barat. Di
sarankan kepada petugas Puskesmas dapat meningkatkan kegiatan penyuluhan
atau pendidikan khususnya tentang rematik.
2. Menurut Aprilyadi.M. 2020. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Athritis rheumatoid pada lansia di wilayah kerja Puskesmas muarakatika
bupatenmusirawas tahun 2020 menyatakan Sebagian besar responden berjenis
kelamin terhadap kejadian Athritis Rheumatoid pada lansia diperoleh hasil
tertinggi yaitu kategori laki-laki berjumlah 54 (63.5%) orang. Sebagian besar Usia
lansia yang mempunyai penyakit Athritis Rheumatoid pada lansia diperoleh hasil
tertinggi yaitu usia pertengahan berjumlah 47 (55.3%) responden. Dari responden
pengetahuan terhadap kejadian Athritis Rheumatoid pada lansia diperoleh hasil
tertinggi yaitu kategori baik berjumlah 36 (42.4%) orang. Kejadian Athritis
Rheumatoid pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Muara Kati di peroleh hasil
tertinggi yaitu responden yang menderita Athritis Rheumatoid sebanyak 51
(60.0%). Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin terhadap
kejadian Athritis Rheumatoid pada lansia diwilayah kerja Puskesmas Muara Kati
Tahun 2018.
3. Menurut Auliana. H (2017) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap lansia
dalam mengatasi nyeri Artritis Rhematoid di Kelurahan Srimulya Palembang
Tahun 2017 menjelaskan didapatkan bahwa Pengetahuan p value = ɑ 0.012, Sikap
p value =ɑ 0.001. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan terhadap
cara mengatasi nyeri pada pasien Arthritis Rhematoid , Ada hubungan antara
sikap terhadap cara mengatasi nyeri pada pasien Arthritis Reumatoid. Hasil
analisa ada hubungan bermakna antara Pengetahuan terhadap Cara Mengatasi
Nyeri Arthritis Rheumatoid pada lansia di Kelurahan Srimulya Palembang Tahun
2017. Dari analisis di peroleh pula nilai OR = 3.764 artinya lansia yang
berpengetahuan baik mempunyai peluang 3.764 kali untuk lebih baik dalam
mengatasi nyerinya di bandingkan yang berpengetahuan kurang baik. Berdasarkan
hasil analisis bivariat tentang sikap dalam mengatasi nyeri terhadap Arthritis
Rheumatoid pada lansia di Kelurahan sematang Borang Palembang sebanyak 62
responden. Diketahui bahwa responden yang bersikap negative sebanyak 21
8

responden (12.2%) yang tindakan dalam mengatasi nyerinya kurang baik.


Sedangkan responden yang bersikap positif dalam mengatasi nyeri sebanyak 12
responden (20.8%) yang tindakan dalam mengatasi nyerinya kurang baik. Hasil
analisa ada hubungan bermakna.
4. Susart I, A & Romadhon M. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Rheumatoid Arthritis Pada Lansia. Metode: Jenis penelitian yang
digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Hasil: Hasil
analisa univariat diperoleh sebagaian besar responden memiliki pola makan yang
kurang baik berjumlah 42 responden (58,3%). Jenis kelamin perempuan yang
berjumlah 43 responden (59,7%), dan yang memiliki riwayat trauma berjumlah 39
responden (54,2%) dan Reumatik atritis 44 responden (61,1%) berdasarkan hasil
analisa bivariat didapatkan hasil p value = 0,000 untuk variable makanan, 0,006
untuk variable riwayat keluarga dan 0,019 variabel jenis kelamin.
5. Andri J dkk. 2020. Tingkat Pengetahuan Terhadap Penanganan Penyakit
Rheumatoid Arthritis Pada Lansia. Penelitian ini menggunakan metode
observasional analitik dengan rancangan penelitian korelasi. Hasil analisis
univariat yaitu terdapat 52% lansia yang memiliki tingkat pengetahuan baik dan
52% lansia memiliki penanganan penyaki rheumatoid artrhitisbaik,
sedangkanhasilanalisisbivariatdidapatkannilai P = 0.000. Simpulan, terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan penanganan penyakit rheumatoid
artrhitis pada lansia di Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut Usia Pagar Dewa
Kota Bengkulu.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lanjut Usia


1. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) merupakan seseorang yang sudah memasuki usia 60 tahun
keatas dan mengalami penurunan fisiologis, psikiologis, dan sosiologis. Tahap
perkembangan lansia merupakan tahap akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok
lansia akan mengalami tahap penuaan atau Aging Process. Tahap penuaan atau tahap
akhir yang dialami lansia merupakan siklus kehidupan yang normal bagi manusia
dan tidak bias dihindari. Hal tersebut akan dialami oleh setiap individu yang
mencapai usia lanjut (Notoatmodjo, 2014).

2. Klasifikasi Lansia
Menurut Kemenkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
a. Pralansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan
d. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Mekanisme Penuaan
Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat
menjadi seorang yang lemah dan rentan dengan berkurangnya sebagian besar
cadangan system fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai macam
penyakit dan kematian secara eksponensial (Setiati, 2014). Proses menua ini ditandai
dengan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki
kerusakan yang diderita (Azizah & Lilik, 2011).
10

Mekanisme penuaan berdasarkan masing-masing teori adalah sebagai berikut :


a. Teori radikal Sbebas
Radikal bebas adalah molekul atau bagian molekul yang tidak lagi utuh
karena sebagian telah pecah atau melepaskan diri. Bagian yang melepaskan diri
ini akan melekat pada molekul lain dan merusak atau mengubah struktur dan
fungsi molekul yang bersangkutan. Teori ini menyebutkan bahwa produk hasil
metabolisme oksidatif yang sangat reaktif yaitu radikal bebas dapat bereaksi
dengan berbagai komponen penting sel, termasuk protein, DNA dan lipid yang
akan mengakibatkan komponen sel tersebut menjadi molekul-molekul yang
tidak berfungsi namun dapat bertahan lama dan menggangu fungsi sel lainnya.
Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi electron tidak berpasangan
yang tebentuk sebagai hasil sampingan berbagai proses selular. Sebagai contoh
adalah ROS (Reactive Oxygen Spesies) dan RNS (Reactive Nitrogen Species)
yang dihasilkan selama metabolisme normal. Karena elektronnya tidak
berpasangan, secara kimiawi radikal bebasakan mencari pasangan elektronnya
dengan bereaksi dengan substansi lain terutama protein dan lemak tidak jenuh.
Melalui proses oksidasi, radikal bebas yang dihasilkan selama fosforil
asioksidatif dapa tmenghasilkan berbagai modifikasi makromolekul. Sebagai
contoh, membrane sel mengandung sejumlah lemak, ia dapat bereaksi dengan
radikal bebas sehingga membrane sel mengalami perubahan. Akibat perubahan
tersebut, membrane sel menjadi lebih permeable terhadap substansi dan
memungkinkan substansi tersebut melewati membrane secara bebas. Struktur di
dalam sel seperti mitokondria dan lisosom juga diselimuti oleh lemak sehingga
mudah dirusak oleh radikal bebas. DNA juga dapat bereaksi dengan radikal
bebas sehingga menyebabkan mutasi kromosom dan merusak genetik normal
dari sel. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori radikal bebas merupakan akumulasi
radikal bebas secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu yang terjadi di
dalam sel dan apabila kadarnya melebihi batasa ambang konsentrasinya, maka
mereka mungkin berkontribusi pada perubahan-perubahan yang terkait dengan
penuaan (Setiati, 2014).
b. Teori “Genetic Clock”
Teori ini mengungkapkan bahwa menua telah terprogram secara genetic
untuks pesies-spesies tertentu. Setiap spesies mempunyai inti sel yang memiliki
11

jam genetik yang telah diputar menurut suatau replikasi tertentu. Jam ini akan
mengatur mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar. Menurut
konsep ini, bila jam telah berhenti, maka spesies tersebut akan meninggal meski
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit terminal. Walaupun secara
teoritis, jam ini dapat diputar ulang kembali meski hanya untuk beberapa waktu
dengan syarat terdapat pengaruh-pengaruh dari luar berupa peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obatan atau dengan tindakan-
tindakan tertentu. Teori telomere merupakan perkembangan dari teori genetic
clock, menjelaskan bahwa setiap mitosis sel bagian telomere DNA akan
memendek, dengan semakin pendeknya telomere ini maka kemampuan sel
untuk membelah menjadi terbatas dan pada akhirnya berhenti. Namun
sebenarnya, peran pengendalian genetic terhadap usia hidup hanya member
kontribusi sedikit, sekitar 15-35%. Pengaruh terbesar pada kekuatan hidup
adalah berasal dari lingkungan yang nyaman dan kebiasaan hidup yang
menyenangkan (Darmojo, 2015).
c. Teori Imunitas
Teori ini menggambarkan tentang menurunnya imunitas tubuh yang
berhubungan dengan proses penuaan. Semakin menua seseorang, maka semakin
banyak pula sel yang telah mengalami mutasi berulang sehingga menyebabkan
berkurangnya kemampuan system imun tubuh untuk mengenali dirinya sendiri.
Mutasi ini menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel yang
menyebabkan system imun tubuh menganggap sel yang
telahmengalamimutasitersebutsebagaibendaasing dan kemudian
menghancurkannya. Sudah terdapat banyak bukti bahwa terjadi peningkatan
prevalensi auto-antibodi pada orang lanjut usia. Di sisi lain, system imun sendiri
mengalami penurunan pertahanan tubuh, sehingga daya serangnya terhadap sel
kanker juga menjadi menurun yang mengakibatkan sel kanker membelah
dengan leluasa (Darmojo, 2015).

4. Perubahan pada Lansia


Menua adalah proses alami yang terjadi pada setiap manusia. Menjadi tua
(menua) mengakibatkan turunnya fungsi tubuh dan terjadi proses perubahan
fisiologis dan psikologis (Padila, 2013). Penurunan fisiologis pada lansia terjadi
12

secara menyeluruh, baik fisik, kognitif, mental, dan moral spiritual yang saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satud engan yang lain (Padila, 2013).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas 60 tahun (Azizah & Lilik, 2011).
2) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastic kering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropiglandulasebasea dan
glandulasudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot (Azizah&Lilik, 2011).
3) Sistem Muskuloskeletal Perubahan sistem musculoskeletal akibat
penurunan fungsi pada lansia antara lain penurunan kekuatan otot
disebabkan oleh penurunan masa otot, ukuran otot yang mengecil,
selotot yang mati dan digantikan oleh jaringan ikat dan lemak,
kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun akibat
bertambahnya usia, serta kekuatan ekstrimitas bawah berkurang 40%
dari usia 30 sampai 80 tahun. (Artinawati, 2014). Massa tulang yang
mengalami penurunan merupakan hal yang umum dialami oleh lansia.
Ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang
merupakan factor terjadinya penurunan itu sendiri. Adapun efek dari
penurunan massa tulang yaitu tulang menjadi lemah, kekuatan otot
menurun, cairan synovial mengental dan terjadi klasifikasi kartilago
(Artinawati, 2014).
4) Sistem kardiovaskuler Perubahan pada system kardiovaskuler pada
lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami
hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi
karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh
penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat (Azizah & Lilik, 2011).
13

5) Sistem respirasi. Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat


paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah
untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir
keparu berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang (Azizah & Lilik, 2011).
6) Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada system
pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi
yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil
dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah
(Azizah & Lilik, 2011).
7) Sistem perkemihan. Pada system perkemihan terjadi perubahan yang
signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya
laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal (Azizah & Lilik, 2011)
8) Sistem saraf Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan
atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas
sehari-hari (Azizah & Lilik, 2011).
9) Sistem reproduksi Perubahan system reproduksi lansia ditandai dengan
menciutnya ovari dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki
testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur (Azizah & Lilik, 2011).

b. Perubahan Kognitif
Menurut Azizah dan Lilik M (2011) perubahan kognitif pada lansia
meliputi:
1) Memory (Dayai ngat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
14

8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
10) Perubahan mental
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental Menurut Azizah dan
Lilik M (2011) perubahan mental pada lansia meliputi:
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan family
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri
10) Perubahan konsep diri

d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari (Azizah & Lilik, 2011).

e. Perubahan Psikososial
Menurut Azizah dan Lilik M (2011) perubahan psikososial pada lansia
meliputi:
1) KesepianTerjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat
meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan,
seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Dukacita (Bereavement) Meninggalnya pasangan hidup, teman
dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat meruntuhkan
pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
15

3) Depresi. Dukacita yang berlanjutakan menimbulkan perasaan


kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang
berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat
disebabkan karena stress lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
4) Gangguan cemas. Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik,
gangguan cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan
gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan
sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau
gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan
waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan
penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor
dan bau karena lansia bermain main dengan feses dan urinnya,
sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

B. Konsep Penyakit Remautoid Artritis


1. Pengertian Remautoid Artritis
Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistematik kronik dengan
manifestasi utama polialthritisprogresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien arthritis rheumatoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasien dapat pula
menunjukan gejela konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau
gangguan nonartikuler lain (Mujahidullah, 2016). Asamurat (uric acid- dalam bahsa
inggris) adalah hasil akhir dari kata bolisme (pemecahan) purin. Purin adalah salah
satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA. Termasuk kelompok purin adalah
adenosin dan Guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan katabolisme
(ode.S.L, 2016)
16

Rheumatik adalah penyakit sendi degeneratif. Salah satu golongan


penyakitrematik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan
musculoskeletal terutama adalah Osteoartritis. Rematik dapat mengakibatkan
perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang
menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. ( Aspiani 2016)

2. Anatomi Fisiologi
Beberapa komponen penunjang sendi antaralain :
a. Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian
dalamnya terdapat rongga.
b. Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang
yang saling membentukpersendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah
dislokasi.
c. Tulang rawan hialin (kartilagohialin) adalah jaringan tulang rawan yang
menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.
d. Cairan synovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi.

Macam-macam persendian :

a. Sinartrosis :adalah persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat


dibedakan menjadi dua:
1) Sinartrosiss infibrosis: sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat
fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak.
2) Sinar trosiss inkondrosis: sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan.
Contoh: hubungan antar segmen pada tulang belakang
b. Diartrosis :adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat
dikelempokkan menjadi:
1) Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan kesegala arah.
Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
2) Sendi pelana: persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi,
namun tidak kesegala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari
tangan.
3) Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi).
Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
17

4) Sendi luncur: persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang
datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki
5) Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh:
sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.
c. Amfiartosis :Persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. (Dugowson. 2019)

3. Etiologi Rheumatoid Arthritis


Sampai saat ini penyebab rheumatoid arthritis belum diketahui. Namun, factor
genetic diyakini memainkan peran dalam perkembangannya dan kemungkinan
kombinasi dengan factor lingkungan. Diperkirakan bahwa agen infeksius, seperti
mikoplasma, virus Epstein Barr, atau virus lain dapat memainkan peran dalam
memulai respons imun abnormal yang tampak pada penyakit reumatoid arthritis
(LeMone, 2015).
Menurut Noor (2016) factor genetic terjadi sekitar 60% dari pasien rheumatoid
arthritis membawa epitop bersama dari clutser HLA-DR4 yang merupakan salah satu
situs pengikatan peptida-molekul HLA-DR tertentu yang berkaitan dengan
rheumatoid artritis. Berikut penyebab rheumatoid atritis :
a. Lingkungan
Untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti organisme
Mycoplasma, virus Epstein-Barr dan virus rubella menjadi predisposisi
peningkatan rheumatoid artritis.
b. Hormonal
Hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan jumlah perempuan
yang menderita reumatoid arthritis yang lebih tinggi dari pada laki-laki,
ameliorasi selama kehamilan, kambuh dalam periode postpartum dini, dan
insiden berkurang pada wanita menggunakan kontrasepsi oral.
c. Imunologi
Menurut Pradana (2012) factor risiko yang berhubungan dengan peningkatan
terjadinya rheumatoid arthritis antara lain jenis kelamin, riwayat keluarga yang
menderita rheumatoid artritis, pertambahan usia, paparan salisilat, dan merokok.
Kemungkinan juga berisiko seseorang yang mengonsumsi kopi lebih dari tiga
cangkir sehari, khususnya kopi decaffeinated. Makanan tinggi vitamin D,
18

konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan


risiko. Faktor risiko lain dari rheumatoid arthritis adalah hiperprolaktinemia.
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penyakit reumatik adalah
umur, jenis kelamin, dan gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksudkan adalah
merokok, konsumsi alkohol, polamakan dan aktifitas fisik. Rheumatoid arthritis
juga dapat diakibatkan oleh stres, merokok, factor lingkungan dan dapat pula
terjadi karena factor keturunan (Brooke, 2014).
Faktor keturunan merupakan faktor yang penting dalam epidemologi penyakit.
Predisposisi genetic rheumatoid arthritis terlibat pada indeks yang lebih tinggi
pada untuk kembar identik 32% dibandingkan pada kembar fraternal 9%.
Penelitian menunjukkan laporan konsisten ketika kehamilan pada klien wanita
dengan rheumatoid arthritis berkurang dan hilangnya nyeri sendi dan bengkak
pada sendi, yang mungkin disebabkan adanya perbedaan genetic antara ibu dan
anak. Bukti genetic terkait terlihat pada hubungan antara rheumatoid artritis dan
HLA-DR4, yang merupakan alel di MHC pada lengan pendek kromosom 6
(Black & Hawks, 2014). Namun, tiga dari empat perempuan dengan reumatoi
dartritis mengalami perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan dan
biasanya akan kambuh kembali setelah melahirkan (Pradana, 2012).
Adapun faktor yang berhubungan dengan kekambuhan RA adalah tingkat
pengetahuan, aktivitas fisik dan pengaturan polamakan (Bawarodi, 2017).

4. Patofisiologis Rheumatoid Arthritis


Antigen yang tidak dapat teridentifikasi misalnya virus dan bakteri
menyebabkan respon imun menyimpang pada tubuh yang rentang terhadap
genetic seperti pada lansia. Akibatnya, antibodi normal (immunoglobulin)
menjadi autoantibodi dan menyerang jaringan-jaringan di tubuh. Antibodi yang
berubah ini atau autoantibody biasanya terdapat pada orang yang mengalami
rheumatoid arthritis yang biasa disebut salah satu factor penyebab penyakit
reumatoid. Antibodi yang dihasilkan akan berikatan dengan antigen spesifik di
dalam darah dan membran sinovial, kemudian membentuk kompleks imun.
Akibat terbentuknya kompleks imun, memicu respon inflamasi pada jaringan
synovial (Le Mone, 2015).
Leukosit yang berada di sirkulasi akan berkumpul kedalam membrane
sinovial. Neutrofil dan magrofag mengingesti kompleksimun dan melepaskan
19

enzim yang mendegradasi jaringan sinovial dan kartigoartikular. Aktifasi limfosit


B dan limfosit T menyebabkan peningkatan produksi faktorreumatoid dan enzim
meningkat dan selanjutnya terjadi inflamasi (LeMone, 2015). Setelah terjadi
inflamasi dan imun membrane synovial rusak. Akibatnya terjadi pembengkakan
membrane synovial karena infiltrasi leukosit dan menebal akibat darisel yang
berpoliferasi dan membesar secara abnormal. Prostaglandin memicu vasodilatasi
dan selsinovial serta jaringan menjadi hipeaktif. Pembuluh darah baru tumbuh
untuk menyokong hiperplasiasinovial, kemudian membentuk jaringan granulasi
vascular yang disebut sebagai panmus (Le Mone, 2015).
Perjalanan penyakit rheumatoid arthritis cukup bervariasi. Sekitar 10 persen
penderita yang mendapat rheumatoid arthritis akan mengalami kecacatan yang
hebat, tergantung pada sebagian atau seluruh aktivitas normalnya setiap hari.
Adapun orang yang berisiko mengalami rheumatoid arthritis adalah usia lanjut,
jenis kelamin perempuan, kelainan radiografik yang parah, dan adanya nodul
rheumatoid atau peningkatan titerfaktor reumatoid. Selama 3 tahun penyakit,
hampir 70 persen pasien akan memperlihatkan adanya kerusakan sendi dengan
bukti radiografik. Respon terhadap terapi DMARD (Disease-Modifying
Antirheumatic Drugs) lebih berpengaruh pada laki-laki dibanding perempuan
walaupun menggunakan terapi yang sama, sebab progresivitas penyakit pada
wanita lebih buruk (Pradana, 2012). Tingkat kematian pada pasien dengan
rheumatoid arthritis dilaporkan 2,5 kali dari populasi umum orang dengan
penyakit artikular dan ekstra artikular berat (Noor, 2016).
Patofisiologi inflamasi rematik apabila kelebihan purin dalam tubuh atau
hiperurisemia terjadi, makakristal MSU akan perlahan-lahan terdeposit di
berbagai bagian tubuh, termasuk pada sendi. Proses ini diawali oleh respon imun
innate (non-sepsifik) dimana makrofag yang berada pada celah sendi akan
memfagositosis kristal MSU. Proses internalisasi MSU kedalam makrofag akan
membentuk protein scaffold yang dikenal dengan nama inflamasom NLRP3 di
sitosol makrofag.
Inflamasom adalah protein dengan berat molekul yang tinggi yang
berkontribusi dalam konversi IL-1β (Interleukin-1β) inaktif menjadi IL-1β aktif.
Yang menarik adalah bahwa selain inflamasom, diperlukan juga kostimulus
berupa asam lemak bebas atau polisakarida. Dengan demikian, asam lemak
bebasadalahhal yang sangat pentingdalampatofisiologirematik. IL-1β kemudian
20

akan menempel kereseptor IL-1β di selen dotel dan aktivasi reseptor ini akan
menyebabkan transkripsi sitokin dan kemo kinpro inflamasi yang akan
menyebabkan inflamasi lanjutan. Selain itu, influx neutrofil kedalam celah sendi
juga berperan serta dalam pelepasan IL-1β yang terus menerus dan inflamasi
yang menyertainya. Dengan demikian, IL-1β adalah faktor yang memegang
peranan utama dalam inflamasi pada rematik. Proses yang terjadi dalam waktu
lama ini perlahan-lahan akan menyebabkan destruksi sendi dan deposit kristal
MSU akan menumpuk dan menjadi tofus (Timotius, 2019). Hasil metabolisme
akhir dari purin yaitu asamurat (Anita & Handayani S, 2018). Gangguan
metabolisme yang mendasarkan rheumatoid arthritis adalah hiperurisemia yang
di definisikan sebagai peninggi angka darurat lebih dari 7,0 ml/dl untuk pria dan
6,0 ml/dl untuk wanita, kejadian ini meningkat pada lanjut usia (Handayani,
2017).

5. Menisfestasi Klinik Rheumatoid Arthritis


Ada beberapa gejala klinis yang umum ditemukan pada penderita rheumatoid
artritis. Gejala klinis ini tidak timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh
karena itu penyakit ini memiliki gejala klinis yang sangat bervariasi.
1) Gejala-gejala konstutional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun
dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2) Poli arthritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir
semua sendi di artrodial dapat terserang (Black & Hawks, 2014).
3) Pentingnya membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis
dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah
aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi hari
merupakan tanda nyeri mekanis. Sedangkan nyeri inflamasi akan
bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi
atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan
aktivitas (Black & Hawks, 2014).
4) Kekakuan sendi di pagi hari lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi-sendi, kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam. Artritis erosive
21

merupakan cirri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan


sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang (Black & Hawks,
2014).
5) Deformitas, kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, sublukasi sendi
metakarpofalangeal, leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang
sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapatprotusi (tonjolan) kaput
metatarsal yang timbul sekunder dari sublukasi metatarsal. Sendi-sendi
yang besar juga dapat terangsang dan mengalami pengurangan
kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi (Black &
Hawks, 2014).
6) Nodula-nodulareumatoid, lokasi paling sering dari deformitas ini adalah
bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari
lengan, walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada
tempat-tempat lainnya (Black & Hawks, 2014).
7) Manifestasi ekstra artikular, rheumatoid artritis juga dapat menyerang
organ-organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis),
mata dan pembuluh darah dapat rusak (Aspiani, 2014).

Gejala kekambuhan rheumatoid arthritis ditandai dengan rasa


membeku saat melakukan pergerakan, nyeri sendi pagi hari> 30 menit,
naiknya Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR), naiknya C-reactive
Protein (CRP) dan Rheumatoid Factor (RF) (Indonesian Rheumatology
Association, 2014).

6. Komplikasi Rheumatoid Arthritis


Menurut (Noor, 2016), Klinis Rheumatoid Arthritis bersifat suatu eksaserbasi
dan remisi. Sekitar 40% dari pasien dengan Arthritis Rheumatoid menjadi cacat
setelah 10 tahun, tetapi hasilnya akan sangat bervariasi. Rheumatoid Arthritis yang
tetap terus- menerus aktif selama lebih dari satu tahun mungkin akan menyebabkan
cacat sendi. Periode progresivitas berlangsung hanya beberapa minggu atau beberapa
bulan diikuti oleh remisi spontan tingkat kematian pada pasien arthritis. Rheumatoid
arthritis juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung atau stroke, karena dapat
penyerang selaput jantung (pericardium) dan menyebabkan peradangan di seluruh
22

tubuh.Risiko serangan jantung 60% lebih tinggi pada penderita RA dibandingkan


tanpa penyakit tersebut. Adapun infeksi menjadi penyebab satu per empatkematian
pada penderita RA (Vandever, 2019).

7. Penatalaksanaan Rheumatoid Arthritis


a. Farmakologi Tiga metode umum digunakan dalam manajemen farmakologi
pasien yang mengalami rheumatoid artritis :
1) NSAID (obat anti inflamasi nonsteroid) dan analgesic ringan digunakan
untuk meredakan proses inflamasi dan mengelola manifestasi penyakit.
Meskipun obat ini dapat meredakan gejala reumatoid arthritis, tampaknya
memiliki sedikit efek pada penghambatan perkembangan penyakit.
2) Penggunaan kortikosteroid oral dosis rendah untuk meredakan nyeri dan
inflamasi sebagai metode kedua. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
kortikosteroid oral dosis rendah juga dapat memperlambat terjadinya dan
perkembangan erosit ulang akibat reumatoidartritis. Kortikosteroid intra-
artikular dapat digunakan untuk member pereda sementara pada pasien
dengan terapi lain yang telah gagal untuk mengendalikan inflamasi.
3) Kelompok obat berbeda diklasifikasikan sebagai obat anti reumatik
permodifikasi penyakit Disease Modifying Antirheumatic Drugs (DMARD)
digunakan pada metode ketiga untuk mengatasi rheumatoid artritis. Obatini,
yang mencakup DMARD sintetik (nonbiologik) seperti metotreksat,
sulfasalazine, dan agens antimalaria, dan DMARD biologic seperti nekrosis
anti tumor alfa, abatacepts, dan rituximab, tampak mengganggu rangkaian
penyakit, mengurangi kerusakan sendi.
Panduan terbaru dari America Collage of Rheumatology menganjurkan
penggunaan DMARD terutama untuk pasien yang mengalami aktivitas
penyakit tinggi, keterbatasan fungsional, atau penyakit ekstra-artikular
(LeMone, 2015).
b. Non Farmakologi Terapi utama dalam menangani rheumatoid arthritis adalah
meredakan nyeri dan inflamasi, memelihara fungsi, dan mencegah deformitas
(Le Mone, 2015).
1) Cukup istirahat pada sendi yang mengalami artritis rheumatoid atau
mengurangi aktivitas fisik saat gejala rheumatoid atritis kambuh
2) Mengurangi berat badan jika gemuk dan obesitas
23

3) Fisioterapi (dilakukan beberapa pergerakan sendi secara sistematis)


4) Kompres dingin atau panas (LeMone, 2015)
5) Nutrisi, mengatur polamakan dengan mengkonsumsi beberapa lemak biasa
dengan asam lemak omega 3 yang ditemukan pada minyak ikan tertentu (Le
Mone, 2015).

8. Pemeriksaaan Diagnostik Rheumatoid Arthritis


Menurut berkembang Hurst (2015) Pemeriksaan darah untuk mendeteksi:
a. Anemia, defisiensi sel darah merah.
b. Faktor reumatoid arthritis atau Rheumatoid Factor (RF), yaitu antibodi
yang sering ditemukan dalam darah individu yang mengalami reumatoid
arthritis.
c. Elevasi laju endap darah (LED) atau Erythrocyte Sedimentation Rate
(ESR), yaituindikator proses inflamasidalamtubuhdan juga
keparahanpenyakit.
d. C-reactive protein (CRP) merupakan pemeriksaan tambahan yang
digunakan untuk mengkaji inflamasi dalam tubuh. Pada beberapa kasus,
LED tidak akan mengalami elevasi, tetapi CRP akan naik atau sebaliknya.
e. Sinar-X digunakan untuk mendeteksi kerusakan sendi dan melihat apakah
penyakit.
f. Pemantauan aktivitas penyakit menggunakan Disease Activity Score 28
(DAS28). DAS28 merupakan alat pengukuran yang secara luas mudah
diterima, diterapkan, dan digunakan. DAS tidak hanya untuk tujuan
penelitian secara klinik melainkan juga untuk penentuan keputusan
terapetik dan prognosis. DAS28 mengkombinasikan jumlah sendi yang
nyeri dan inflamasi guna mengukur tingkat kesehatan pasien dan fase akut
reaktan seperti kekambuhan.
24

9. Prinsip Diet Dan Makanan Yang Baik Bagi Penderita rheumatoid artritis
Penyakit asam urat memang sangat erat kaitannya dengan pola makan
seseorang. Pengaturan diet yang tepa tbagi penderita asam urat mampu mengontrol
kadar asam dan urat dalam darah. Berkaitan dengan diet tersebut, berikut ini
beberapa prinsip diet yang harus dipenuhi oleh penderita asam urat.
1. Membatasi asupan purin atau rendah purin.
2. Asupan energy sesuai dengan kebutuhan.
3. Mengkonsumsi lebih banyak karbohidrat.
4. Mengurang ikonsumsi lemak.
5. Mengkonsumsi banyak cairan
6. Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
7. Mengkonsumsi cukup vitamin dan mineral. (Sarwono,N. 2018)

C. Konsep Sikap
1. Pengertian Sikap
Allport (1924) dalam Notoatmodjo (2018) menyebutkan bahwa sikap merupakan
konsep yang sangat penting dalam komponen sosio-psikologis, karena merupakan
kecenderungan bertindak, dan berpersepsi. Sikap adalah respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatka nfaktor pendapat dan
emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak
baik dan sebagainya).

2. Tingkat Sikap
Menurut Notoatmodjo (2018), tingkatan sikap terbagi menjadi 4 yaitu :
a. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
b. Merespon (responding). Memberi jawaban bila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan atau suatu indikasi dari sikap. Karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang
menerima ide itu.
c. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah atau suatu indikasi sikap tingkat tiga.
25

d. Bertanggungjawab (responsible). Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang


telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Komponen sikap
Struktur sikap terdiridari tiga komponen yang saling menunjang yaitu :
a. Komponen kognitif (cognitive) Disebut juga komponen perceptual, yang berisi
kepercayaan individu yang berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu ber
presepsi terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui
(pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional, dan informasi dari orang lain.
b. Komponen efektif (affective) Merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional dan subjektifitas individu terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa
senang) maupun negatif (rasa tidak senang).
c. Komponen konatif (konative) Merupakan aspek kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang, berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

4. Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidaklangsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-
pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2018)
.Sikap diukur dengan berbagai item pertanyaan yang dinyatakan dalam kategori
respondengan metode Likert. Untuk mengetahui sikap responden digunakan lima
alternative jawaban yang kemudian diberikan skor untuk dapat dihitung. Menurut
Arikunto (2016) skor dihitung dan di kelompokkan ke dalam dua kategori positif dan
negatif, sebagai berikut :
a. Pernyataan positif diungkapkan dengan kata-kata : Sangat Setuju (SS) mendapat
skor 5, Setuju (S) mendapat skor 4, Ragu-Ragu mendapat skor 3, Tidak Setuju
(TS) mendapat skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat skor 1.
b. Pernyataan negative diungkapkan dengan kata-kata : Sangat Setuju (SS) mendapat
skor 1, Setuju (S) mendapat skor 2, Ragu-Ragu mendapat skor 3, Tidak Setuju
(TS) mendapat skor 4, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat skor 5.
26

D. Kerangka Teori

Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan
seseorang yang sudah memasuki
usia 60 tahun keatas dan mengalami
penurunan fisiologis, psikiologis,
dan sosiologis (Notoatmodjo, 2014).

Perubahan Rematik

a. Perubahan Fisik
b. Perubahan Kognitif
c. Perubahan spiritual
d. Perubahan Psikososial(Azizah&Lilik, 2011).

Sikap
Notoatmodjo (2018) menyebutkan bahwa
sikap merupakan konsep yang sangat Penyebab
penting dalam komponen sosio-psikologis,
karena merupakan kecenderungan bertindak, a. Lingkungan
dan berpersepsi. b. Hormonal
c. Imunologi

Tingkatan Komplikasi
Menurut Notoatmodjo (2018), tingkatan sikap Rheumatoid arthritis juga dapat
terbagi menjadi 4 yaitu : meningkatkan risiko penyakit jantung
a. Menerima (receiving) atau stroke, karena dapat penyerang
b. Merespon (responding) selaput jantung (pericardium) dan
c. Menghargai (valuing) menyebabkan peradangan di seluruh
d. Bertanggungjawab (responsible) tubuh (Vandever, 2019).

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


27

E. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah
dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Hipotesis merupakan jawaban sementara
penelitian, patokan dugaan sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut (Notoatmodjo,2012). Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0: Tidak Ada Hubungan Dari Pola Makan Dengan Kejadian Rheumatoid Arthritis Pada
Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas.
H1: Ada Hubungan Dari Pola Makan Dengan Kejadian Rheumatoid Arthritis Pada
LansiaDi Wilayah Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep

Variabel Dependen
Variabel Independen
Sikap Kejadian Rhematoid
Arthritis

VariabelPengganggu

Tingkat Sikap
MenurutNotoatmodjo (2018), tingkatan
sikap terbagi menjadi 4 yaitu :
a. Menerima (receiving)
b. Merespon (responding)
c. Menghargai (valuing)
d. Bertanggung jawab (responsible)

Gambar. 3.1 Kerangka Konsep


29

B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif survey analitik dengan desain
penelitian cross sectional (pendekatan silang), yaitu jenis penelitian dengan
melakukan pengukuran/observasi variabel independen dan variable dependen hanya
satu kali atau sekaligus pada suatu saat. (Sugiono, 2016).

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Unit I
Kecamatan Labuhan Badas.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April – Juni 2022.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami rhematik di wilayah
Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas berjumlah 98 orang lansia.
2. SampelPenelitian
Sampel adalah suatu bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2013). Sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan
rumus besar sampling yaitu rumus Solvin:

N
n=
1+ N ( e ) ²

Keterangan:
N : Besar populasi
n : Besar sampel
30

e: Nilai presisi 5% (0,05)


Penghitungan besar sampel sebagai berikut:
N
n=
1+N( e )²
98
n=
1+ 98 (0,05)²
98
n=
1+ 98 (0,0025)
98
n=
1, 245
n = 78,7 = 79
Berdasarkan hasil perhitungan sampel, didapatkan bahwa sampel dalam
penelitian ini yaitu berjumlah 79 responden.

3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
teknik simple random sampling. Menurut Sugiyono (2011), simple random
samplingmerupakan suatu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata yang terdapat dalam populasi tersebut. Sampel yang
diambil didasarkan pada kriteria dasar, yaitu:
d. Lansia yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan
Badas
e. Lansia berusia 50 tahun keatas
f. Lansia yang tinggal di kecamatan Labuhan Badas
g. Lansia yang bias berkomunikasi dengan baik
h. Lansia yang bersedia menjadi responden.

E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Variabel dalam
penelitian ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Variabel Independen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,
antecedent.Variabel bebas atau independen adalah merupakan variabel yang
31

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel


dependen (terikat) (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini variabel Independen
adalah Sikap.
2. Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen.
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini variabel
terikat adalah Kejadian Rhematoid Arthritis.
3. Variabel Pengganggu
Variabel Pengganggu adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi
hubungan antara variabel independen dengan dependen, tetapi tidak dapat diamati
dan diukur. Variabel ini merupakan variabel pennyela yang terletak diantara
variabel independen dan dependen, sehingga variabel independen tidak langsung
mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2013).
Dalam penelitian ini variabel pengganggunya adalah faktor yang mempengaruhi

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dapat digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau

untuk mendefinisikan variabel–variabel yang diteliti. Definisi operasional juga

bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap

variabel–variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur)

(Notoatmodjo, 2012).
32

Tabel. 3.2 Definisi Operasional.

Variabel Definisi Alat Skala Ukur Kategori


Operasional Ukur

Sikap Sikap yang Kuisioner Ordinal 1. Sikap Positif


dimiliki respon (skor>mean)
dan mengenai 2. Sikap Negatif
arthritis (skor< mean)
rhematoid (Notoadmojo,2 018)

Kejadian Suatu penyakit Kuisioner Nominal 1.Ya: Jika memiliki


Artritis yang dialami penyakit Artritis
Reumatoid oleh lansia Rematoid
2.Tidak: jika tidak
memiliki penyakit
Artritis Rematoid
(Nasrullah, 2016)

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari sumber datanya (Siyoto and Sodik, 2015). Data yang
didapat dari wawancara dan observasi terhadap responden dengan
menggunakan kuisioner terstruktur. Data yang dikumpulkan meliputi data
jumlah kejadian penyakit artritis reumatoid.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan
peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua)
(Siyoto & Sodik, 2015). Data sekunder dalam penelitian ini adalah kejadian
artritisreumatoid.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Data Primer
Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi responden. Peneliti
memilih responden sesuai dengan kriteria dasar dan setelah itu melakukan
33

pengacakan pada respondendan saat sudah dilakukan pemilihan kemudian


menjelaskan kepada responden mengenai tujuan dan prosedur pelaksanaan
penelitian dan semua responden yang sudah bersedia menjadi subjek
penelitian kemudian responden diminta untuk mengisi lembar persetujuan
(informed consent) untuk ditandatangani.
Pada saat dimulainya pengambilan data, pertama – tama peneliti
menyebarkan lembar kuisioner yang terdapat pertanyaan terkait pelayanan
prima dan mutu pelayanan. Setelah pengambilan data, peneliti mengecek
kembali kelengkapan data.
b. Data Sekunder
Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dengan pengambilan data
mengenai kejadian Artritis Rheumatoid PadaLansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas.

H. Etika Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), etika penelitian mencakup perilaku peneliti atau


perlakuan peneliti terhadap subjek serta sesuatu yang dihasilkan peneliti bagi
masyarakat. Beberapa prinsip etika dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Peneliti meyakinkan responden bahwa penelitian ini bebas dari bahaya, tidak bersifat
memaksa melainkan sukarela.
2. Responden berrhak untuk mendapatkan informasi lengkap diantaranya mengenai
tujuan, cara penelitian, cara pelaksanaan, manfaat penelitian dan hal – hal lain yang
berkaitan dengan penelitian.
3. Informed consent atau lembar persetujuan yang diberikan kepada responden.
Responden harus mengetahui kriteria yang harus ditentukan. Lembar informed
consent harus dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian, bila
responden menolak maka peneliti tidak boleh memaksa dan menghormati hak –
haknya.
4. Tanpa nama, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pertanyaan
untuk menjaga kerahasian responden.
5. Confidentiality, kerahasian infromasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
34

I. Alat dan Bahan Penelitian

Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi


Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut
variabel penelitian (Sugiyono, 2013)
1. Bagian Pertama
Identitas berisi tentang data demografi responden seperti umur, jenis kelamin,
alamat, pendidikan terakhir dan pekerjaan.
2. Pengukuran sikap
Sikap diukur dengan berbagai item pertanyaan yang dinyatakan dalam
kategori respon dengan metode Likert. Untuk mengetahui sikap responden
digunakan lima alternative jawaban yang kemudian diberikans kor untuk dapat
dihitung. MenurutArikunto (2016) skor dihitung dan dikelompokkan kedalam dua
kategori positif dan negatif, sebagai berikut :
a. Pernyataa npositif diungkapkan dengan kata-kata : Sangat Setuju (SS) mendapat
skor 5, Setuju (S) mendapat skor 4, Ragu-Ragu mendapat skor 3, Tidak Setuju
(TS) mendapat skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat skor 1.
b. Pernyataan negative diungkapkan dengan kata-kata : Sangat Setuju (SS)
mendapat skor 1, Setuju (S) mendapat skor 2, Ragu-Ragu mendapat skor 3,
Tidak Setuju (TS) mendapat skor 4, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat
skor 5.

J. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan
a. Mengurus Surat Studi Pendahuluan dari Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES Griya Husada Sumbawa.
b. Melakukan Studi Pendahuluan di Wilayah KerjaPuskesmas Unit I
KecamatanLabuhanBadas.
c. Menyusun Proposal Penelitian
d. Bimbingan Proposal penelitian
e. Seminar Proposal penelitian
35

f. Revisi Proposal Penelitian

2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengurus surat izin penelitian di kampus
b. Penelitian dilakukan di Wilayah KerjaPuskesmas Unit I Kecamatan Labuhan
Badas.
c. Pengambilan data dengan menggunakan kuisioner
d. Pengolahan data dilakukan oleh peneliti sendiri
e. Analisis data dilakukan oleh peneliti sendiri
3. Tahap akhir
a. Menyimpulkan hasil penelitian
b. Membuat laporan hasil penelitian
c. Konsultasi hasil penelitian pada pembimbing
d. Melaksanakan seminar hasil penelitian
e. Melakukan perbaikan atau revisi dari hasil yang telah diseminarkan

K. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik pengolahan data


Menurut (Notoatmodjo, 2012), pengolahan data merupakan satu langkah
penting, karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah,
belum memberikan informasi apa – apa, dan belum siap untuk disajikan. Proses
pengolahan data dapat dilakukan melalui tahap – tahap sebagai berikut:
a. Editing (Penyuntingan data)
Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
kusioner. Pada penelitian ini yang dilakukan editing adalah:
1) Mengecek isian kuesioner apakah sudah lengkap, dalam artian semua
pernyataan sudah terisi dengan lengkap.
2) Mengecek jawaban atau tulisan dari masing – masing pernyataan apakah
cukup jelas.
b. Tabulation
Tabulasi adalah meberikan skor pada setiap item dan mengubah jenis data
dengan memodifikasi sesuai dengan teknik analisis yang digunakan.
c. Coding (Membuat lembaran kode)
36

Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data


berbentuk angka atau bilangan. Coding dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara memberi kode jawaban untuk mempermudah proses pemasukan data dan
analisa data.
d. Processing
Setelah semua lembar kuisioner terisi penuh dan telah benar serta sudah
melewati pengkodean, langkah pengolahan selanjutnya adalah memproses data
agar yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan
cara entry data dari lembar kuisioner ke program SPSS pada komputer.
e. Cleaning (Pembersihan Data)
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yangs udah dientry
apakah terdapat kesalahan atau tidak, seperti adanya kesalahan – kesalahan kode,
ketidaklengkapan,dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan pada satu variabel secara
tunggal (Hasnidar et al., 2020). Dalam penelitian ini dilakukan untuk
mendeskripsikan masing – masing variabel. Analisa univariat pada penelitian ini
dilakukan dengan cara menyajikan hasil dalam tabel distribusi frekuensi.
Rumus:
f
P= X 100 %
N
Keterangan:
P = Persentase
f = Frekuensi

N = Jumlah responden

b. Analisa Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan pada duavariabel secara
langsung yaitu variabel independen dan variabel dependen. Analisa bivariat
dilakukan dengan mengaitkan data variabel pertama dengan variabel kedua
(Hasnidar et al., 2020).
37

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variable independen


dan variable dependen, Uji hipotesis yang digunakan dalampenelitian ini yaitu uji
Korelasi Rank Spearman (Spearman Rho).
Korelasi Rank Spearman (Spearman Rho) pada prinsipnya digunaka untuk
menguji sebuah hipotesis korelasidari data yang mempunyai skala variabel
minimal berskala ordinal (berbentuk ranking) (Kurniawan &Yuniarto, 2016).
Rumus:
6 Σ d 2i
ρ=1−
n(n2 −1)

Ket:
ρ : Koefisiensi kolerasi peringkat Spearman
d i: Selisih antara kedua peringkat dari setiap pengamatan
n : jumlah pengamatan
Hasil interpretasi analisis Rank Spearman adalah sebagai berikut (Dahlan,
2015):
Tabel 3.3. Interpretasi analisis Rank Spearman
No. Parameter Nilai Interpretasi

1 Kekuatan 0,0 - < 0,2


Korelasi 0,2 - < 0,4
04 - < 0,6
0,6 - < 0,8
0,8 - < 1,00

2 Nilai p P < 0,05 Terdapa tkorelasi yang bermakna


antara dua variabel yang diuji
P > 0,05 Tidak terdapa tkorelasi yang
bermakna antara dua variabel yang
diuji

3 Arah + (positif) Searah, semakin besas rnilai satu


kolerasi variable semakin besar pula nilai
variabel yang lain.
- (Negatif) Berlawanan arah, semakin besar
nilai suatu variabel, semakin kecil
38

nilai variable lainnya

Sumber: Dahlan (2015).

DAFTAR PUSTAKA

Andri J dkk. 2020. Tingkat PengetahuanTerhadapPenangananPenyakit Rheumatoid


Arthritis Pada Lansia. JurnalKesmasAsclepius.Volume 2, Nomor 1. hal. 12-21.
Artinawati, S. 2014. AsuhanKeperawatanGerontik. Bogor : In Media.
Aspiani. R.L. 2016. Buku Ajar AsuhanKeperawatanGerontik, Aplikasi Nanda, NIC,
NOC – Jilid 1. CV.Trans Info Media: Jakarta Timur.
Azizah&Lilik, M. 2011.Keperawatan LanjutUsia. Yogyakarta :Graha. Ilmu.
Bawarodi, F., Rottie, Julia., Malara, Reginus. (2017). Faktor- Faktor yang
Berhubungan dengan Kekambuhan PenyakitRematik Wilayah Puskesmas Beo
Kabupaten Talaud. Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor1 , 2.
Black, J. M. &Hawks, J. H. (2014) Keperawatan Medikal Bedah :Manajemen
Klinisuntuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8-Buku 3. Singapure: Elseiver.
Brooke M.P. (2014). Rheumatology. Med J Australia, 160: 374-377.
Castrejón I., Ortiz A., Toledano E., et al. 2010. Estimated Cutoff Points For The 28-
Joint Disease Activity Score Based On C-Reactive Protein In A Longitudinal
Register Of Early Arthritis. J Rheumatol. 37: 1439–1443.
DarmojoBoedhi. 2015. BukuIlmuPenyakitDalam. FKUI. Jakarta
Dugowson. 2019. Arthritis and Allied Condition: Texbook of Rhemathology.
Pennsylvania: A Waverly Company
Handayani, T. L. (2017). Faktor Dominan Peningkatan Kadar Asam Urat Pada
Arhtritis di Wilayah Kerja Puskesmas di Kabupaten Jember.JRKN, 1(2), 95–101.
Hurst, M. 2015. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: ECG.
Indonesian Rheumatology Association. 2014. Diagnosis and Management of
Rheumatoid Arthritis (RA), Jakarta: Indonesian Rheumatology Association.
LeMone, P. 2015. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: ECG.
Majdah, Z., & Ramli, N. (2016). Penanganan Rematik dengan Pemeriksaan LED,
(May), 31–48
Mujahidullah.K. 2016. Keperawatan Geriatrik, merawat lansia dengan cinta kasih
sayang. PUSTAKA BELAJAR: Yogyakarta.
Noor, Z. 2016. Buku Ajar GangguanMuskuluskelental. Jakarta: SalembaMedika
Notoatmodjo, S.2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta
Nurwulan, E. (2017). Pengaruh Senam Rematik terhadap Tingkat Nyeri Sendi pada
LansiaPenderita Rheumatoid Arthritis, 1–15
Ode. S.L. 2016 Asuhan Keperawatan Gerontik berstandar Nanda, NIC, NOC
dilengkapi teori dan contoh kasus askep. Nuha Medika: Yogyakarta.
Oetoro, d. S. (2018).1000 Jurus Makan Pintar dan Hidup Bugar,
(http:///www.google.com/m.republika.co.id, diakses November 2020).
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan gerontik. Yogyakarta :NuhaMedika
Pradana, S.Y. (2012). Sensitifitas dan Spesitifitas Kriteria ACR 1987 dan
ACR/EULAR 2010 pada Penderita Artritis Reumatoid di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Skripsi. UNDIP: Semarang.
Putri, Ardi A (2017). Hubungan Jenis Makanan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian
Rematik Pada Lanjut Usia Di Jorong Padang Bintungan Di Wilayah Kerja
39

Puskesmas Koto Baru Kabupaten Dharmasraya. MENARA Ilmu. ISSN 1693-2617.


E-ISSN 2528-7613. Vol. XII No.6 .20-26 .
Riskesdas. (2018). Hasil Utama RisetKesehata Dasar (RISKESDAS) (Vol. 44, Issue
8). https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Sakti, N. P. R., &Muhlisin, A. (2019). Pengaruh Terapi Komplementer Meditasi
terhadap Respon Nyeri pada Penderita Rheumathoid Arthtritis. The 9th University
Research Colloqium (Urecol), 9(1)
Setiati, S., Harimurti, K., Govinda, A.R., 2014.Proses Menua dan Implikasi Klinisnya
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam). Jakarta Pusat:Interna Publishing.
Siahaan, P., Siagian, N., & Elon, Y. (2017). Efektivitas Pijat Punggung terhadap
Intensitas Nyeri Rematik Sedang pada Wanita LanjutUsia di Desa Karyawangi
Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Scolastik Keperawatan, 3(1), 53–58.
https://doi.org/10.1073/pnas.94.23.12473
Situmorang, S., & Paskah, R. (2017). Gambaran Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan LansiaterhadapUpayaPencegahanRhematoidArthritis .Jurnal Ilmiah
Keperawatan, 3(1). ojs.stikes-imelda. Imelda.ac.id/index.php/jilki/article/view/80
Siyoto, S., & Sodik, M. A. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media
Publishing.
Suiraoka, IP.2012.Penyakit Degeneratif, Mengenal, Mencegah, dan Mengurangi
Resiko Faktor 9 Penyakit Degeneratif. Yogyakarta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) (Ed. 1). Alfabeta.
Sugiono. 2016. Metode penelitian kuantitatif, kaulitatif dan R&D. ALFABETA:
Bandung
Susart A & Muhammad R 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Rheumatoid Arthritis Pada Lansia. Jurnal ‘AisyiyahMedika, Volume 4, Nomor 3,
284-294
Sya’diyah, H. (2018), Keperawatan Lanjut Usia Teori dan Aplikasi.Sidoarjo:
Indomedia Pustaka.
Tamher, S. Noorkasiani. (2011). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta :SalembaMedika.
Vandever, Lesile. 2019. Rheumatoid Arthritis by the Numbers: Fact, Statistics, and
You. (https://www.healthline.com/helath/rheumatoid-arthritis/factstatistics-
infographic, diakses November 2020).
W ahyudi (2011). Factor-faktor yang mempengaruhi Arthritis Rheumathoid.
Jakarta: RhinekaCipta.
W ahyuni F. (2016). Hubungan Perilaku Hidup Sehat Dengan Kekambuhan Penyakit
Rheumatic Pada Lanjut Usia Puskesmas Lendah I Yogyakarta. Naskah Publikasi,
FakultasIlmu Kesehatan, Universitas Aisyiyyah Yogyakarta.
40

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

KepadaYth,

Bapak/Ibu/Saudara/i responden

Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKES

Griya Husada Sumbawa ,saya akan melakukan penelitian tentang “Hubungan Sikap

Lansia Dengan Kejadian Rhematoid Arthritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Unit I

Kecamatan Labuhan Badas”. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah

Hubungan Sikap Lansia Dengan Kejadian Rhematoid Arthritis Di Wilayah Kerja

Puskesmas Unit I Kecamatan Labuhan Badas. Untuk keperluan tersebut saya harap

Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan

mengisi kuesioner yang sudah disediakan dengan kejujuran dan apaadanya. Jawaban

anda dijamin kerahasiaannya. Demikian lembar persetujuan ini saya buat. Atas

bantuan dan kerjasamanya saya ucupkan terimakasih.

Sumbawa, Maret 2022

Responden Peneliti
41

( ) ( )

Lampiran 2

LEMBAR KUESIONER

Petunjuk Pengisian :

1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan baik dan cermat

2. Jawablah pertanyaan pada kolom yang disediakan.

3. pada jawaban yang benar untuk setiap jawaban.

4. Jika Anda ingin memperbaiki jawaban, beritanda (=) pada kolom jawaban yang

salah.

5. Tanyakan lansung pada peneliti jika ada kesulitan menjawab pertanyaan.

6. Bagi lansia yang tidak dapat membacaakan dibantu oleh rekan-rekan peneliti.

7. Mohon kuesioner ini dikembalikan kepada peneliti setelah jawaban terisi semua.

8. Atas kesediaan dan partisipasi kakek/nenek lansia, peneliti ucapkan terimakasih.

Pertanyaan:

Apakah Anda Mengalami penyakit Artitis Rhematoid: YaTidak

1. Nama Responden :

2. Nomor : ……… (diisi oleh peneliti)

3. Umur : ….. (Tahun)

4. Riwayat Kelaurga: Ya Tidak

5. Memiliki penyakit Artrtisremautoid: Ya Tidak


42

KUESIONER SIKAP
Kuesioner Sikap Lansia Dalam Mengatasi Rheumatoid Arteritis Pada Bagian
Ini Menjelaskan Tentang Sikap Anda Sebagai Lansia Dalam Mengatasi
Rheumatoid Arteritis Berikan Tanda Cheklist (√) Pada Kotak Jawaban Yang
Tersedia Dan Semua Pertanyaan Harus Dijawab.
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

No Pernyataan SS S TS STS
1 Usia lanjut sebaiknya bertanya kepada
orang yang lebih mengetahui penyakit
reumatik untuk cara mengatasi ruematik.
2 Penyakit reumatik harus lebih di waspadai
oleh wanita dari pada pria karena reumatik
lebih banyak terjadi pada wanita.
3 Kita harus menghindari memakan
berlebihan makanan pemicu rematik seperti
kacang-kacangan, jeroan, melinjo.
4 Kita harus banyak memakan makanan yang
mengandung kalsium agar tulang kita sehat.
5 Kita tidak perlu mengkompres sendi yang
nyeri dengan air hangat
6 Jika kita mengetahui penyakit reumatik
secara dini, akan lebih mudah dalam
pengobatannya
7 Pemeriksaan penyakit nyeri sendi dilakukan
hanya untuk orang yang mengalami sakit
43

pada sendi saja


8 Sebaiknya kita harus menambah informasi
tentang penyakit reumatik.

Anda mungkin juga menyukai