Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat meyelesaikan makalah “Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)”.
Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam kami haturkan kepada nabi kita yakni Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar dapat memperluas ilmu tentang Sistem Perkembangan
Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer yang kami sajikan dari berbagai
sumber.
Makalah ini disusun dengan berbagai kesulitan, baik yang datang dari diri kami
sendiri maupun dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari ALLAH
SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Kami mengetahui bahwa masih banyak
kekurangan dan perlu perbaikan dalam makalah ini. Karena seperti yang kita ketahui
tidak ada yang sempurna didunia ini kecuali ALLAH SWT semata.
Kami berharap makalah ini dapat memperkaya wawasan tentang Sistem
Perkembangan Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer walaupun makalah ini
masih jauh dari kata baik.
Kritik dan saran kami butuhkan untuk dapat membuat makalah yang lebih baik
lagi kedepannya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
A. Pengertian Demokrasi Parlementer...........................................................3
B. Pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer..................................................4
C. Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer.....12
D. Kelebihan dan Kekurangan dari Demokrasi Parlementer..........................13
E. Akhir dan Demokrasi Parlementer di Indonesia........................................15
BAB III PENUTUP......................................................................................................16
A. Kesimpulan ..............................................................................................16
B. Saran.........................................................................................................16
C. Daftar Pustaka...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Isitilah “demokrasi” berasal dari
Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut
biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan
hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan
waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari
dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti
pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih
kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep
demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini
menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara.
Berbicara mengenai demokrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki banyak pengalaman tentang demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi yang
pernah diterapkan di Indonesia, yaitu presidensial, terpimpin, dan parlementer. Dari
ketiga jenis demokrasi itu, yang menjadi pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah
demokrasi parlemeter yang dimulai sejak tanggal 14 November 1945 sampai dengan
5 Juli 1959. Melihat demokrasi parlementer yang menjadi tonggak awal pelaksanaan
demokrasi di Indonesia, maka sudah selayaknya kita sebagai generasi penerus
Indonesia mengenal bagaimana proses permulaan dan lika-liku yang mewarnai
perjalanan demokrasi kita. Dalam paper ini terutama akan dijabarkan pelaksanaan
pasa masa pasca revolusi kemerdekaan (1945-1959) atau demokrasi parlementer.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi Parlementer?
2. Bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer?
4. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di
Indonesia?

1
5. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di
Indonesia?
6. Bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi
Parlementer.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer.
4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang
politik di Indonesia.
5. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang
ekonomi di Indonesia.
6. Untuk mengetahui bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Parlementer


1. Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena
kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun,
arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem
“demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci
tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat
ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Jadi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
a. Ciri-ciri pokok pemerintahan demokratis :
1) Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak,
dengan ciri-ciri tambahan :
a) Konstitusional, yaitu bahwa prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan
kepentingan rakyat diatur dan ditetapkan dalam konstitusi.
b) Perwakilan, yaitu bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan
kepada beberapa orang.
c) Pemilihan umum, yaitu kegiatan politik untuk memilih anggota-
anggota parlemen.
d) Kepartaian, yaitu bahwa partai politik adalah media atau sarana antara
dalam praktik pelaksanaan demokrasi.
2) Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/
pemisahan kekuasaan eksekutif,  legislatif dan yudikatif. Adanya tanggung
jawab dari pelaksana kegiatan pemerintahan.

3
b. Macam-macam demokrasi
Demokrasi ditinjau dari cara penyaluran kehendak rakyat:
1) Demokrasi langsung
Dipraktikkan di negara-negara kota (polis, city state) pada zaman
Yunani Kuno. Pada masa itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan aspirasi
dan pandangannya secara langsung. Dengan demikian, pemerintah dapat
mengetahui secara langsung pula aspirasi dan persoalan-persoalan yang
sebenarnya dihadapi masyarakat. Tetapi dalam zaman modern, demokrasi
langsung sulit dilaksanakan, karena:
a) Sulitnya mencari tempat yang dapat menampung seluruh rakyat
sekaligus dalam membicarakan suatu urusan.
b) Tidak setiap orang memahami persoalan-persoalan negara yang
semakin rumit dan kompleks.
c) Musyawarah tidak akan efektif, sehingga sulit menghasilkan
keputusan yang baik.
2) Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan
Sistem demokrasi (menggantikan demokrasi langsung) yang dalam
menyalurkan kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk
duduk dalam parlemen. Aspirasi rakyat disampaikan melalui wakil-wakil
mereka dalam parlemen. Tipe demokrasi perwakilan berlainan menurut
konstitusi negara masing-masing.

2. Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer (liberal) adalah suatu demokrasi yang
menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif.
Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri
dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.
Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi liberal dikenal pula sebagai demokrasi  parlementer karena pada saat
itu berlangsung sistem pemerintahan parlementer.

B. Pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer


Demokrasi sistem parlementer semula lahir di Inggris pada abad XVIII dan
dipergunakan pula di negara-negara Belanda, Belgia, Prancis, dan Indonesia (pada

4
masa UUDS 1950) dengan pelaksanaan yang bervariasi, sesuai dengan konstitusi
negara masing-masing. Negara-negara Barat banyak menggunakan demokrasi
parlementer sesuai dengan masyarakatnya yang cenderung liberal. Ciri khas
demokrasi ini adalah adanya hubungan yang erat antara badan eksekutif dengan
badan perwakilan rakyat atau legislatif. Para menteri yang menjalankan kekuasaan
eksekutif diangkat atas usul suara terbanyak dalam sidang parlemen.
Mereka wajib menjalankan tugas penyelenggaraan negara sesuai dengan
pedoman atau program kerja yang telah disetujui oleh parlemen. Selama
penyelenggaraan negara oleh eksekutif disetujui dan didukung oleh parlemen, maka
kedudukan eksekutif akan stabil. Penyimpangan oleh seorang menteri pun dapat
menyebabkan parlemen mengajukan mosi tidak percaya yang menggoyahkan
kedudukan eksekutif. Demokrasi parlementer lebih cocok diterapkan di negara-
negara yang menganut sistem dwipartai partai mayoritas akan menjadi partai
pendukung pemerintah dan partai minoritas menjadi oposisi.
Dalam demokrasi parlementer, terdapat pembagian kekuasaan (distribution of
powers) antara badan eksekutif dengan badan legislatif dan kerja sama di antara
keduanya. Sedangkan badan yudikatif menjalankan kekuasaan peradilan secara
bebas, tanpa campur tangan dari badan eksekutif maupun legislatif. Demokrasi
formal menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk
mengurangi atau menghilangkan kesenjangan rakyat dalam bidang ekonomi.
Dalam sistem demokrasi yang demikian, semua orang dianggap memiliki
derajat dan hak yang sama. Namun karena kesamaan itu, penerapan azas free fight
competition (persaingan bebas) dalam bidang ekonomi menyebabkan kesenjangan
antara golongan kaya dan golongan miskin kian lebar. Kepentingan umum pun
diabaikan. Demokrasi formal/ liberal sering pula disebut demokrasi Barat karena
pada umumnya dipraktikkan oleh negara-negara Barat. Kaum komunis bahkan
menyebutnya demokrasi kapitalis karena dalam pelaksanaannya kaum kapitalis
selalu dimenangkan oleh pengaruh uang (money politics) yang menguasai opini
masyarakat (public opinion).
Berikut adalah beberapa ciri dari demokrasi parlementer :
1. Kedudukan DPR lebih kuat atau lebih tinggi daripada pemerintah.
2. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/Dewan menteri dibawah
pimpinan Perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen.
3. Presiden hanya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dipegang Perdana
Menteri.

5
4. Program kebijakan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota
parlemen.
5. Kedudukan kepala negara terpisah dari kepala pemerintahan, biasanya hanya
berfungsi sebagai simbol negara.
6. Jika pemerintah dianggap tidak mampu, maka anggota DPR dapat meminta
mosi tidak percaya kepada parlemen untuk membubarkan pemerintah.
7. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas

1. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam Bidang Politik di Indonesia


Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 agustus 1945 dan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai konstitusi
negara, pancasila sebagai dasar negara, perjuangan pada masa pasca proklamasi
adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa.
Salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan adalah dengan mempertahankan
kemerdekaan bangsa yang telah lama diraih oleh pejuang-pejuang bangsa. Cara
mempertahankannya sendiri adalah diantaranya dengan mempelajari sejarah
pelaksanaan demokrasi di Indonesia sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam
penentuan sistem pemerintahan yang baik, yang sesuai dengan jiwa dan
kepribadian bangsa. Dengan belajar dari sejarah, kita dapat memetik ilmu serta
dapat menganalisis baik buruknya dampak yang ditimbulkan dari berbagai
pelaksanaan demokrasi yang berbeda-beda di Indonesia.
Menurut sejarahnya, bangsa indonesia pernah menerapkan tiga model
demokrasi, yaitu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi
pancasila. Setiap fase tentunya memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas
dari pelaksanaan tiap-tiap tiap fase demokrasi. Namun, untuk pembahasan kali ini
penulis akan mengkhususkan pembahasan mengenai pelaksanaan demokrasi di
Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer 1945-1959. Sebelum menginjak ke
pembahasan selanjutnya, terlebih dulu penulis akan memaparkan mengenai
pengertian dan ciri-ciri dari demokrasi parlementer itu sendiri. Demokrasi liberal
dikenal pula sebagai demokrasi parlementer karena pada saat itu berlangsung
sistem pemerintahan parlementer dan berlaku UUD 1945 periode pertama,
konstitusi RIS, dan UUDS 1950.

a. Pada masa pasca revolusi kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Pada masa ini ternyata masih terbagi lagi ke dalam dua periode, yakni:

6
1) 18 Agustus 1945-14 November 1945 dimana berlaku sistem pemerintahan
presidensial.
2) 14 November 1945 - 27 Desember 1949 dimana berlaku sistem
pemerintahan parlementer.
Tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya pada awal-awal deklarasi
kemerdekaan Indonesia, Indonesia menjalankan sistem presidensial dengan
bentuk negara kesatuan yang berbentuk republik (sesuai dengan pasal 1 ayat 1
UUD 1945) yang menyatakan bahwa Presiden memiliki kekuasaan tertinggi
dalam pemerintahan.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Belanda dan negara sekutu mendarat di
Indonesia. Negara lain bermaksud untuk mengamankan Indonesia pasca
revolusi kemerdekaan. Sementara lain halnya dengan Belanda yang bermaksud
untuk kembali menguasai Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka,
Indonesia menghadapi berbagai rongrongan untuk mempertahankan
kemerdekaannya. Padahal pada masa ini terdapat indikasi dan keinginan kuat
dari para pemimpin negara untuk membentuk pemerintahan demokratis. Namun
karena Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan maka
belum bisa sepenuhnya mewujudkan pemerintahan demokratis sesuai dengan
UUD 1945. Akhirnya dalam perjalanannya terjadilah berbagai penyimpangan-
penyimpangan. Contohnya saja beberapa bulan setelah Proklamasi
kemerdekaanadanya kesempatan besar untuk mendirikan partai politik,
sehingga bermunculanlah partai-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita
kembali kepada pola sistem politik multipartai.
Pada zaman awal kemerdekaan ini, partai politik tumbuh menjamur
dengan berbagai haluan ideologi politik yang berbeda satu sama lain. Hal ini
dikarenakan adanya Maklumat Pemerintah Republik Indonesia (MPRI) 3
November 1945 yang berisi anjuran mendirikan partai politik dalam rangka
memperkuat perjuangan kemerdekaan. Akhirnya secara resmi muncul 10 partai
politik. Bukan hanya itu, tetapi penyimpangan konstitusional juga sempat
terjadi dengan berubahnya sistem kabinet presidensiil menjadi sistem kabinet
parlementer atas usul badan pekerja KNIP yakni pada tanggal 11 November
1945.
Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal
14 November 1945 yang mengubah sistem pemerintahan presidensiil menjadi
parlementer berdasarkan asas-asas demokrasi liberal yang di pimpin oleh

7
perdana mentri Syahrir. Dalam kabinet ini mentri-mentri tidak lagi menjadi
pembantu dan bertanggung jawab kepada Presiden, tetapi bertanggung jawab
kepada KNIP. Disamping itu, KNIP menjadi lembaga yang menjadi cikal bakal
DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif. Hal ini sesuai dengan Pasal 4
Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dan maklumat Wakil Presiden Nomor X
pada tanggal 16 Oktober 1945 yang memutuskan bahwa KNIP diserahi
kekuasaan legislatif dan bersama-sama dengan Presiden berfungsi  menetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara. Hal ini dilakukan karena MPR dan DPR
belum terbentuk.
Bagi bangsa Indonesia, hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan
hak yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Sebagai konsekuensinya,
banyak perlawanan-perlawanan dari rakyat kepada tentara sekutu dan NICA
dimana-mana. Terbukti dengan adanya pertempuran di Bandung, Surabaya, dan
tempat-tempat lain yang mereka datangi.
Munculnya perlawanan-perlawanan sengit tersebut memaksa Belanda
melakukan perundingan dan perjanjian dengan Indonesia. Akhirnya setelah
melalui perjuangan panjang, Belanda mau mengakui kedaulatan Indonesia
dengan disetujuinya perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal
27 Desember 1949 di Istana Dam, Amsterdam. Namun, bangsa Indonesia harus
menerima berdirinya negara yang tidak sesuai dengan cita-cita proklamasidan
kehendak UUD 1945, sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia berubah
menjadi Negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan konstitusi RIS.

b. Kurun waktu kedua (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)


Pada periode ini sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan
sistem pemerintahan parlementer yang merupakan lanjutan dari periode
sebelumnya (1945-1949). Dalam sistem parlementer, artinya kabinet
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
RIS intinya terdiri dari negara-negara bagian dan kesatuan kenegaraan.
Berubahnya NKRI menjadi negara RIS merupakan konsekuensi diterimanya
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dituangkan dalam Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari
PBB yang memfasilitasinya. Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya
konfrensi KMB yaitu:
1) Indonesia merupakan Negara bagian RIS.

8
2) Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa.
3) Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya.
4) RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda.
5) Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan
Indonesia Timur.
Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer
ini, Kekuasaan negara terbagi dalam 6 lembaga negara (alat-alat kelengkapan
federal RIS) yakni sebagai berikut:
1) Badan Eksekutif yakni Presiden dan Menteri-menteri.
2) Badan Legislatif yang dibagi menjadi dua bagian yakni Senat dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
3) Badan Yudikatif terdiri dari Dewan Pengawas Keuangan dan MA.
Rancangan konstitusi RIS pada saat itu berada di bawah pengawasan PBB,
dengan menetapkan :
1) Menentukan negara yang berbentuk serikat (federalistis) yang dibagi
dalam 16 derah bagian, yakni :
a) Negara Republik Indonesia
b) Negara Indonesia Timur
c) Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
d) Negara Jawa Timur
e) Negara Madura
f) Negara Sumatera Timur
g) Negara Sumatera Selatan
2) Wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi,
yaitu:
a) Jawa Tengah
b) Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
c) Dayak Besar
d) Daerah Banjar
e) Kalimantan Tenggara
f) Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)
g) Bangka
h) Belitung
i) Riau

9
Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan yang liberalistis atau
pemerintahan yang berdasarkan demokrasi parlementer. Mukaddimah konstitusi
RIS telah menghapuskan semangat jiwa, maupun isi pembukaan UUD
proklamasi. Sebenarnya dari awal tidak seluruh rakyat setuju terhadap
pemberlakuan sistem pemerintahan parlementer yang menggunakan konstitusi
RIS, namun keadaanlah yang memaksa demikian. Banyak aturan di dalam
konstitusi tersebut yang menyimpang dari isi jiwa dan cita-cita bangsa
Indonesia. Selain itu, dasar pembentukannya juga sangat lemah dan tidak
didukung oleh suatu ideologi yang kuat dan satu tujuan kenegaraan yang jelas
Oleh karena tidak mendapatkan dukungan rakyat terhadap sistem pemerintahan
ini, akhirnya dalam waktu singkat RIS mulai goyah. Sistem federal seperti
apapun juga telah dianggap rakyat sebagai alat Belanda untuk memecah belah
bangsa Indonesia agar Belanda dapat berkuasa di Indonesia, sehingga tanggal
17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan
dengan UUDS 1950.

c. Kurun waktu ketiga (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)


Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian
antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur,
dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara
Kesatuan berdasarkan UUD Sementara 1950.
Menurut UUD ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem
pemerintahan parlementer. Dalam kabinet parlementar, para menteri
bertanggung jawab kepada parlemen. Oleh karena itu, jatuh bangunyakabinet
sangat tergantung pada parlemen. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan politik,
terbukti dengan adanya perpecahan daerah, pertentangan antar partai, bahkan
pemberontakan di daerah-daerah seperti pemberontakan DI/TII di berbagai
kota, pemberontakan APRA, pemberontakan RMS, pemberontakan PPRI dan
Permesta yang tidak dapat dielakkan lagi. Masalah sering terjadinya pergantian
kabinet pun tak urung menjadi salah satu penyebab kekacauan yang ada. Dalam
sejarahnya saja sudah tercatat dalam kurun waktu sekitar 9 tahun Indonesia
telah berganti kabinet sebanyak 7 kali. Kabinet-kabinet tersebut diantaranya :
1) Kabinet Natsir  (7 September 1950-21 Maret 1951)

10
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan
Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini
merupakan kabinet koalisi yang dipimpin Masyumi.
2) Kabinet Wilopo  (3 April 1952-3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari
para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dipimpin oleh Mr. Wilopo.
3) Kabinet Ali Sastroamijoyo  ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin oleh
Mr. Ali Sastroamijoyo.
4) Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Dalam kabinet ini Burhanudin Harahap berasal dari Masyumi,
sedangkan PNI membentuk partai oposisi.
5) Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan koalisi antara tiga partai yaitu PNI, Masyumi,
dan NU. Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.
6) Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yatu kabinet yang terdiri dari
para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena kegagalan
konstituante dalam menyusun Undang-Undang Dasar pengganti UUDS
1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan politik. Dipimpin oleh Ir.
Juanda.

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal


yang dialamirakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia
sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena
tidak sesuai denganjiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden
menganggap bahwa keadaan ini membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak
berlakunya UUDS 1950, serta pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu
singkat. Dekrit presiden 5 Juli 1959 ini menjadi akhir dari sistem demokrasi
parlementer.

2. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam Bidang Ekonomi di Indonesia

11
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem
ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada
pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez
passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya
memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka. Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing
dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu
dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta
memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat
berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini
gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak
bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember
1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.
d. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina
dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan
latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan
dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga
hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi
belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

3. Kehidupan Masyarakat Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer


Kehidupan masyarkat pada masa Demokrasi Parlementer mengalami
gejolak dalam berbaga bidang seperti sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesenian.

12
Keadaan Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada masa Demokrasi Parlementer
banyak dipengaruhi oleh gejolak politik dan permasalahan ekonomi. Gejolak
politik menyebabkan munculnya gangguan kemanan di berbagai tempat.
Sementara perbaikan ekonomi yang tidak berjalan lancer menyebabkan
meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran.

Pendidikan
Pada tahun 1950, diadakan pengalihan masalah pendidikan dari Pemerintah
Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Kemudian, disusunlah
suatu konsepsi pendidikan yang dititikberatkan kepada spesialisasi. Hal itu
karena menurut Menteri Pendidikan pada masa itu, bangsa Indonesia sangat
tertinggal dalam pengetahuan teknik yang sangat dibutuhkan di era modern.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pendidikan umum dan pendidikan
teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3:1. Maksudnya, setiap pendirian 3
sekolah umum, akan diadakan 1 sekolah teknik.
Setiap lulusan sekolah dasar diperbolehkan melanjutkan ke sekolah teknik
menengah yang berdurasi selama 3 tahun). Setelah itu, mereka juga dapat
melanjutkan ke sekolah teknik atas (selama 3 tahun lagi). Setelah sekolah teknik
menengah dan sekolah teknik atas, diharapkan lulusannya dapat memiliki
kompetensi dan mampu mengerjakan suatu bidang teknik tertentu. Selain itu,
karena Indonesia merupakan negara kepulauan, di beberapa kota seperti
Surabaya, Makassar, Ambon, Manado, Padang, dan Palembang diadakan
Akademi Pelayaran, Akademi Oseanografi, dan Akademi Research Laut. Tenaga
pengajarnya didatangkan dari luar negeri seperti Inggris, Amerika Serikat, dan
Prancis.
Pada masa Demokrasi Parlementer didirikan beberapa universitas baru di
antaranya adalah Universitas Andalas di Padang, Universitas Sumatra Utara di
Medan, Universitas Indonesia di Jakarta, Universitas Padjajaran di Bandung,
Universitas Airlangga di Surabaya, dan Universitas Hasanuddin di Makassar.

Kesenian
Pada masa ini juga Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam bidang
seni. Dalam bidang kesenian, muncul berbagai organisasi seni lukis, seperti

13
organisasi Pelukis Indonesia (PI) dan Gabungan Pelukis Indonesia (GPI). Selain
itu, berdiri pula Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta.

C. Kelebihan dan Kekurangan dari Demokrasi Parlementer


1. Kelebihan
a. Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan pemerintah sangat
besar.
b. Pengawasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan
baik.
c. Kebijakan politik pemerintah yang dianggap salah oleh rakyat dapat
sekaligus dimintakan pertanggungjawabannya oleh parlemen kepada
kabinet.
d. Mudah mencapai kesesuaian pendapat antara badan eksekutif dan badan
legislatif.
e. Menteri-menteri yang diangkat merupakan kehendak dari suara terbanyak
di parlemen sehingga secara tidak langsung merupakan kehendak rakyat
pula.
f. Menteri-menteri akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas karena
setiap saat dapat dijatuhkan oleh parlemen.
g. Pemerintah yang dianggap tidak mampu mudah dijatuhkan dan diganti
dengan Pemerintah baru yang dianggap sanggup menjalankan
pemerintahan yang sesuai dengan keinginan rakyat.

2. Kekurangan
a. Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, karena dapat diberhentikan
setiap saat oleh parlemen melalui mosi tidak percaya
b. Sering terjadi pergantian kabinet, sehingga kebijakan politik negara pun
labil
c. Karena pergantian eksekutif yang mendadak, eksekutif tidak dapat
menyelesaikan program kerja yang telah disusunnya

D. Akhir dan Demokrasi Parlementer di Indonesia


Berakhirnya demokrasi Liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Kegagalan Konstituante menetapkan UUD membawa
Indonesia ketepi jurang kehancuran. Keadaan Negara yang telah merongrong

14
sejumlah pemberontakan menjadi bertambah gawat. Atas dasar pertimbangan
menyelamatkan Negara dari bahaya, Presiden Soekarno terpaksa melakukan
tindakan inkontitusional. Tindakan presiden tersebut berupa pengeluaran dekrit
yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tindakan itu didukung oleh
militer karena mereka sudah direpotkan oleh sejumlah pemberontakan akibat krisis
politik. Lebih lanjut dekrit presiden 5 Juli dikeluarkan dengan berbagai
pertimbangan diantaranya:
a. Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari
Konstituante
b. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian
besar anggotanya telah menolak menghadiri sidang.
c. Kemelut dalam Konstituante membahayakan persatuan, mengancam
keselamatan negera, dan merintangi pembangunan nasional
Sedangkan yang menjadi keputusan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:
a. Konstituante dibubarkan
b. UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia
c. Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demokrasi awal yang diberlakukan di Indonesia adalah demokrasi
parlementer dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan parlemen. Demokrasi ini
berlaku sejak kurun waktu 1945-1959 (yakni bermula dari pasca kemerdekaan
Indonesia sampai dengan munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959).
Dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengalami pergantian kabinet selama 7
kali. Hal itu disebabkan karena ketidakmampuan konstituante untuk membentuk
undang-undang serta adanya konflik antar parpol. Selain itu, pada masa demokrasi ini
pernah menerapkan UUD 1945, UU RIS, dan juga UUDS 1950. Mulanya demokrasi
ini disetujui oleh bangsa Indonesia karena merujuk ke demokrasi liberal dimana
kebebasan rakyat lebih diakui, terbukti dengan sistem multipartai dan menjamurnya
parpol yang ikut andil dalam kursi pemilu tahun 1955. Namun, ternyata dalam
perjalanannya demokrasi ini tidak cocok diterapkan di Indonesia karena menimbulkan
banyak penyimpangan, pergolakan, perpecahan, bahkan pemberontakan yang terjadi
dimana-mana. Akhirnya muncullah dekrit presiden dari Soekarno yang menyatakan
bahwa Indonesia kembali ke konstitusi UUD 1945 dan kembali menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensial.

B. Saran
Sejarah merupakan acuan yang menjadi pijakan untuk menuju ke masa
depan yang lebih gemilang. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah selayaknya kita
harus berupaya untuk mengisi kemerdekaan bangsa dengan cara mempertahankannya.
Salah satu caranya adalah dengan mempelajari sejarah pelaksanaan demokrasi
Indonesia. Hal ini menjadi penting manakala dijadikan referensi untuk membentuk
sistem pemerintahan yang lebih baik melalui hikmah dan pelajaran yang didapatkan
dari sejarah itu sendiri.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://onespiritz.wordpress.com/2010/12/11/masa-demokrasi-parlementer-1950-1959/

http://brantar.blogspot.co.id/2014/05/ppt-indonesia-pada-masa-demokrasi.html

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+Parlementer+ppt&ie=utf-8&oe=utf-
8#q=Demokrasi+Parlementer++pada+masa+di+indonesia+ppt

https://www.academia.edu/People/Demokrasi_Parlementer

https://www.academia.edu/Documents/in/Sejarah_Pelaksanaan_Demokrasi_Parlementer

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia&ie=utf-
8&oe=utf-8#q=Demokrasi+parlementer+academia

https://www.academia.edu/8638920/
PEMAHAMAN_DAN_PENERAPAN_DEMOKRASI_DI_INDONESIA

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia&ie=utf-
8&oe=utf-8

 http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/penyebab-jatuhnya-7-kabinet-di-
indonesia/

 http://amru-milicevic.blogspot.com/2011/10/kabinet-kabinet-yang-memerintah-
selama.html

http://www.scribd.com/doc/99701659/Kabinet-Indonesia-Masa-Demokrasi-Liberal

17

Anda mungkin juga menyukai