Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH “TEORI-TEORI DEMOKRASI”

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori-Teori Politik


Dosen Pengampu : Tika Ifrida Takayasa, MA.

Disusun oleh:

1. Rita Anisatul A. (33030170044)


2. Suprihhadi (33030170074)
3. Selly Kristina Damayanti (33030170100)
4. Najib Subekti (33030170131)

HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Meskipun
banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami
dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata
kuliah “Teori-Teori Politik”, makalah ini membahas tentang Teori-Teori Demokrasi.

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan lebih dan
bermanfaat bagi para pembacanya, kami juga menyadari dalam pembuatan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
penyusunan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... iii
A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................................................... iii
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... iii
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 1
A. SEJARAH DAN PENGERTIAN DEMOKRASI .................................................................... 1-2
B. TEORI-TEORI DEMOKRASI ................................................................................................ 2-7
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................... iv
A. KESIMPULAN .......................................................................................................................... iv
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Demokrasi bukan semata-mata bentuk ketatanegaraan saja tetapi juga


merupakan bentuk kegiatan organisasi di luar ketatanegaraan, misalnya yang terdapat
dalam dunia perkumpulan yang merdeka. Demokrasi dalam perkumpulan di luar
ketatanegaraan adalah suatu bentuk pimpinan, suatu kolektivitet tanpa
mempersoalkan apakah itu suatu pergaulan hidup paksaan seperti negara atau sutu
perkumpulan yang merdeka. Sedangkan demokrasi dalam ketatanegaraan adalah
suatu bentuk pemerintahan. Atau dapat pula dikatakan sebagai suatu sistem politik
yang seringkali dipertentangkan dengan otoriterianisme.
Zaman Yunani kuno, ada pendapat bahwa bentuk ketatanegaraan demokrasi
adalah pemerintahan berbentuk republik, sedangkan bentuk pemerintahan monarki
bukanlah pemerintahan demokrasi. Hal ini dianggap lebih tepat menurut para
pendukungnya, karena menunjuk pada suatu sistem pemerintahan oleh para wakil
yang dipilih melalui pemilihan atau lebih tepatnya menunjuk pada satu tipe
demokrasi, yaitu demokrasi langsung (direct democracy).
Pendapat demikian, saat ini tidak dapat dijadikan lagi sebagai alat ukur atau
indikator penilaian demokratis atau tidaknya suatu pemerintahan. Karena dalam
praktek dan kenyataannya tidak sedikit negara dengan bentuk pemerintahan republik
memerintah secara otoriter dan totaliter, dan tidak sedikit pula negara dengan bentuk
pemerintahan kerajaan (monarchy) memerintah dengan cara-cara yang bijak dan
aspiratif.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah dan pengertian demokrasi ?


2. Bagaimana teori-teori demokrasi ?

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH DAN PENGERTIAN DEMOKRASI

Secara etimologis demokrasi terdiri dari dua kata Yunani, yaitu demos yang
berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti
kekuasaan atau kedaulatan. Demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) memiliki
arti suatu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Secara terminologi,
demokrasi merupakan keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya,
kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan
bersama rakyat (Syafiie, 2013). Kemudian terdapat pengertian demokrasi menurut
beberapa ahli anatara lain sebagai berikut (Putra, 2010) :

1. Menurut Internasional Commision of Jurits


Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana
kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau
oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi,
yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
2. Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
(government of the people, by the people, and for the people).
3. Menurut C,F Strong
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota
dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang
menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-
tindakan kepada mayoritas itu.

Sistem demokrasi ini pertama kali digunakan pada zaman Yunani Kuno yang
diutarakan di Athena pada abad ke-5 SM. Muncul di Yunani kuno/Athena sebagai
demokrasi langsung (direct democracy). Karena pada waktu bentuk negaranya adalah
negara kota atau disebut negara polis. Kemudian sejarah Yunani kuno sebagai dasar
demokrasi, berbeda dengan demokrasi setelah revolusi Perancis, letak perbedaannya
ialah pada demokrasi Yunani Kuno tidak mengenal pluralitas.

Setelah ribuan tahun tenggelam,ide ini muncul lagi di abad pertengahan, dengan
adanya doktrin pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep
demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan berasal dari para filsuf Yunani.
Pemakaian konsep demokrasi di zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan
revolusioner dalam masyarakat Barat pada akhir abad ke-18. Sehingga menyebabkan
perubahan yang awalnya demokrasi lamgsumg menjadi demokrasi tidak langsung atau
disebut juga dengan demokrasi perwakilan. Beberapa negara yang masih menggunakan

1
sistem demokrasi untuk mengatur pemerintahannyaa, demokrasi dianggap sistem paling
tepat karena (Madjid, 1994) :

a. Mencegah timbulnya pemerintah otoriter.


b. Menjamin kebebasan pribadi yg lebih luas,
c. Membantu melindungi kepentingan masyarakat,
d. Memberi kesempatan luas bagi individu untuk menentukan nasibnya sendiri.

Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya
pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip
trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus
digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan
ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar
ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan
kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak
asasi manusia. Adapun prinsip-prinsip dalam demokrasi antara lain (Madjid, 1994):

a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik


b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warga
negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.

B. TEORI-TEORI DEMOKRASI

Teori demokrasi berasal dari dua sukua kata yakni teori dan demokrasi. Teori
merupakan cara, model kerangka pikiran ataupun pendapat yang dikemukakan oleh
seseorang sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa. Sedangkan demokrasi
merupakan suatu sistem pmerintahan dimana rakyat memiliki kekuasaan atau
kemampuan untuk turut andil dalam pemerintahan. Ada beberapa teori-teori
demokrasi sebagai berikut (Suhelmi, 2001) :

1. Teori Demokrasi Klasik

Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad


ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan
secara langsung, dalam artian rakyat berkumpul pada suatu tempat tertentu
dalam rangka membahas pelbagai permasalahan kenegaraan.Bentuk negara
demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal berpandangan a tree
partite classification of state yang membedakan bentuk negara atas tiga bentuk

2
ideal yang dikenal sebagai bentuk negara kalsik-tradisional. Para penganut
aliran ini adalah Plato, Aristoteles, Polybius dan Thomas Aquino.

Plato dalam ajarannya menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi,


kekuasaan berada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum (kepentingan
rakyat) lebih diutamakan. Secara prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan
kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat kehilangan kendali, rakyat hanya
ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau lagi diatur sehingga
mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki. Aristoteles
sendiri mendefinisikan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan orang-
orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius,
demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya
konsep demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep
ajaran Plato. Sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk
pemerintahan oleh seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri
sendiri.
Prinsip dasar demokrasi klasik adalah penduduk harus menikmati
persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin
secara bergiliran.

2. Teori Civic Virtue

Pericles adalah negarawan Athena yang berjasa mengembangkan


demokrasi. Prinsip-prinsip pokok demokrasi yang dikembangkannya adalah:
a. Kesetaraan warga negara
b. Kemerdekaan
c. Penghormatan terhadap hukum dan keadilan
d. Kebajikan bersama
Prinsip kebajikan bersama menuntut setiap warga negara untuk
mengabdikan diri sepenuhnya untuk negara, menempatkan kepentingan
republik dan kepentingan bersama diatas kepentingan diri dan keluarga. Di
masa Pericles mulai menerapkan demokrasi langsung (direct democrazy).
Model demokrasi ini bisa diterapkan karena jumlah penduduk negara kota
masih terbatas, kurang dari 300.000 jiwa, wilayah nya kecil, struktur sosialnya
masih sederhana dan mereka terlibat langsung dalam proses kenegaraan.

3. Teori Demokrasi Schumpeter

Schumpeter dalam bukunya “Capitalism, Socialism and Democracy”


mengkritik terhadap teori demokrasi klasik. Schumpeter mengatakan bahwa
kehendak rakyat sebenarnya hasil dari proses politik, bukan motor
penggeraknya.
Schumpeter juga menekankan pada prosedur atau metode dari
demokrasi itu sendiri. Konsep demokrasi Schumpeter lebih bersifat empirik,

3
deskriptif, institusional dan prosedural. Karena itulah teori ini juga dikenal
dengan teori Demokrasi Prosedural. Teori ini dominan sejak tahun 1970-an
yang juga mewarnai pemikiran ilmuan – ilmuan seperti Palma, Dahl,
Przeworski, huntington, Diamond, Linz dan Lipset.
Teori schumpeter ini juga mendapat kritik dari Terry Karl. Dia
menyebutkan bahwa dalam teori tersebut terdapat kekeliruan elektoralisme
yaitu :
- Terlalu mengistimewakan pemilu diatas dimensi – dimensi yang lain.
- Mengabaikan kemungkinan yang ditimbulkan oleh pemilu multipartai
dalam menyisihkan hak sebagian masyarakat tertentu untuk bersaing
dalam memerebutkan kekuasaan atau meningkatkan dan membela
kepentingannya.
- Teori Schumpeter memunculkan quasi demokrasi (demokrasi semu).

4. Teori Demokrasi Prosedur ( Robert Dahl )

Menurut Robert Dahl, demokrasi mengandung dua dimensi: kontes


dan partisipasi, yang merupakan hal yang menentukan bagi demokrasi atau
poliarki. Demokrasi mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan politik
yaitu kebebasan untuk berbicara, menerbitkan, berkumpul dan berorganisasi,
yang dibutuhkan perdebatan politik dan pelaksanaan kampanye-kampanye
pemilihan.Demokrasi sebagai prosedur menurut Dahl ialah sejauh mana suatu
sistem politik bersifat demokratis, membandingkan sistem-sistem dan
menganalisis apakah suatu sistem bertambah atau berkurang demokratis.

5. Teori Social Contract

Teori kontrak sosial berkembang dan dipengaruhi oleh pemikiran


Zaman Pencerahan (Enlightenment) yang ditandai dengan rasionalisme,
realisme, dan humanisme, yang menempatkan manusia sebagai pusat gerak
dunia. Pemikiran bahwa manusia adalah sumber kewenangan secara jelas
menunjukkan kepercayaan terhadap manusia untuk mengelola dan mengatasi
kehidupan politik dan bernegara. Dalam perspektif kesejarahan, Zaman
Pencerahan ini adalah koreksi atau reaksi atas zaman sebelumnya, yaitu
Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di
Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru. Seperti telah disinggung di atas,
teori kontrak sosial yang berkembang pada Zaman Pencerahan ternyata secara
samar-samar telah diisyaratkan oleh pemikir-pemikir zaman-zaman
sebelumnya seperti Kongfucu dan Aquinas. Yang jelas adalah bahwa pada
Zaman Pencerahan ini unsur-unsur pemikiran liberal kemanusiaan dijadikan
dasar utama alur pemikiran.
Hobbes, Locke dan Rousseau sama-sama berangkat dari, dan
membahas tentang kontrak sosial dalam analisis-analisis politik mereka.
Mereka sama-sama mendasarkan analisis-analisis mereka pada anggapan dasar

4
bahwa manusialah sumber kewenangan. Akan tetapi tentang bagaimana, siapa
mengambil kewenangan itu dari sumbernya, dan pengoperasian kewenangan
selanjutnya, mereka berbeda satu dari yang lain. Perbedaan-perbedaan itu
mendasar satu dengan yang lain, baik di dalam konsep maupun di dalam
praksinya.
Dalam membangun teori kontrak sosial, hobbes, Locke dan Rousseau
memulai dengan konsep kodrat manusia, kemudian konsep-konsep kondisi
alamiah, hak alamiah dan hukum alamiah.
Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu
dengan lainnya. Masing-masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan
keengganan (aversions), yang menggerakkan tindakan mereka. Appetites
manusia adalah hasrat atau nafsu akan kekuasaan, akan kekayaan, akan
pengetahuan, dan akan kehormatan. Sedangkan aversions manusia adalah
keengganan untuk hidup sengsara dan mati. Hobbes menegaskan pula bahwa
hasrat manusia itu tidaklah terbatas.
Dengan demikian Hobbes menyatakan bahwa dalam kondisi alamiah,
terdapat perjuangan untuk power dari manusia atas manusia yang lain. Dalam
kondisi alamiah seperti itu manusia menjadi tidak aman dan ancaman kematian
menjadi semakin mencekam. Karena kondisi alamiah tidak aman, maka dengan
akalnya manusia berusaha menghindari kondisi perang satu dengan lainnya itu
dengan menciptakan kondisi artifisial (buatan). Dengan penciptaan ini manusia
tidak lagi dalam kondisi alamiah, tetapi sudah memasuki kondisi sipil.
Locke memulai dengan menyatakan kodrat manusia adalah sama antara
satu dengan lainnya. Akan tetapi berbeda dari Hobbes, Locke menyatakan
bahwa ciri-ciri manusia tidaklah ingin memenuhi hasrat dengan power tanpa
mengindahkan manusia lainnya. Menurut Locke, manusia di dalam dirinya
mempunyai akal yang mengajar prinsip bahwa karena menjadi sama dan
independen manusia tidak perlu melanggar dan merusak kehidupan manusia
lainnya. Oleh karena itu, kondisi alamiah menurut Locke sangat berbeda dari
kondisi alamiah menurut Hobbes. Menurut Locke, dalam kondisi alamiah
sudah terdapat pola-pola pengaturan dan hukum alamiah yang teratur karena
manusia mempunyai akal yang dapat menentukan apa yang benar apa yang
salah dalam pergaulan antara sesama.
Masalah ketidaktentraman dan ketidakamanan kemudian muncul,
menurut Locke, karena beberapa hal. Pertama, apabila semua orang dipandu
oleh akal murninya, maka tidak akan terjadi masalah. Akan tetapi, yang terjadi,
beberapa orang dipandu oleh akal yang telah dibiarkan (terbias) oleh dorongan-
dorongan kepentingan pribadi, sehingga pola-pola pengaturan dan hukum
alamiah menjadi kacau. Kedua, pihak yang dirugikan tidak selalu dapat
memberi sanksi kepada pelanggar aturan dan hukum yang ada, karena pihak
yang dirugikan itu tidak mempunyai kekuatan cukup untuk memaksakan
sanksi.
Oleh karena kondisi alamiah, karena ulah beberapa orang yang biasanya
punya power, tidaklah menjamin keamanan penuh, maka seperti halnya

5
Hobbes, Locke juga menjelaskan tentang upaya untuk lepas dari kondisi yang
tidak aman penuh menuju kondisi aman secara penuh. Manusia menciptakan
kondisi artifisial (buatan) dengan cara mengadakan kontrak sosial. Masing-
masing anggota masyarakat tidak menyerahkan sepenuhnya semua hak-haknya,
akan tetapi hanya sebagian saja. Antara pihak (calon) pemegang pemerintahan
dan masyarakat tidak hanya hubungan kontraktual, akan tetapi juga hubungan
saling kepercayaan(fiduciary trust).
Seperti halnya Hobbes dan Locke, Rousseau memulai analisisnya
dengan kodrat manusia. Pada dasarnya manusia itu sama. Pada kondisi alamiah
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain tidaklah terjadi
perkelahian. Justru pada kondisi alamiah ini manusia saling bersatu dan
bekerjasama. Kenyataan itu disebabkan oleh situasi manusia yang lemah dalam
menghadapi alam yang buas. Masing-masing menjaga diri dan berusaha
menghadapi tantangan alam. Untuk itu mereka perlu saling menolong, maka
terbentuklah organisasi sosial yang memungkinkan manusia bisa mengimbangi
alam.
Walaupun pada prinsipnya manusia itu sama, tetapi alam, fisik dan
moral menciptakan ketidaksamaan. Muncul hak-hak istimewa yang dimiliki
oleh beberapa orang tertentu karena mereka ini lebih kaya, lebih dihormati,
lebih berkuasa, dan sebagainya. Organisasi sosial dipakai oleh yang punya hak-
hak istimewa tersebut untuk menambah power dan menekan yang lain. Pada
gilirannya, kecenderungan itu menjurus ke kekuasaan tunggal.
Untuk menghindar dari kondisi yang punya hak-hak istimewa menekan
orang lain yang menyebabkan ketidaktoleranan (intolerable) dan tidak stabil,
maka masyarakat mengadakan kontrak sosial, yang dibentuk oleh kehendak
bebas dari semua (the free will of all), untuk memantapkan keadilan dan
pemenuhan moralitas tertinggi. Akan tetapi kemudian Rousseau
mengedepankan konsep tentang kehendak umum (volonte generale)untuk
dibedakan dari hanya kehendak semua (omnes ut singuli). Kehendak bebas dari
semua tidak harus tercipta oleh jumlah orang yang berkehendak (the quantity of
the ‘subjects’), akan tetapi harus tercipta oleh kualitas kehendaknya (the quality
of the ‘object’ sought).

6. Teori Trias Politica

Trias politica atau teori mengenai pemisahan kekuasaan, di latar


belakangi pemikiran bahwa kekuasaan-kekuasaan pada sebuah pemerintahan
yang berdaulat tidak dapat diserahkan kepada orang yang sama dan harus
dipisahkan menjadi dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian
diharapkan hak-hak asasi warga negara dapat lebih terjamin.
Dalam bukunya yang berjudul L’esprit des Louis Montesquieu
membagi kekuatan negara menjadi tiga kekuasaan agar kekuasaan dalam

6
negara tidak terpusat pada tangan seorang raja penguasa tunggal, yaitu sebagai
berikut.
a. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang.
b. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.
c. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-
undang (mengadili).
Ide pemisahan kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu dimaksudkan
untuk memelihara kebebasan politik, yang tidak akan terwujud kecuali bila
terdapat keamanan masyarakat dalam negeri. Montesquieu menekankan bahwa
satu orang atau lembaga akan cenderung untuk mendominasi kekuasaan dan
merusak keamanan masyarakat tersebut bila kekuasaan terpusat padanya. Oleh
karenanya, dia berpendapat bahwa agar pemusatan kekuasaan tidak terjadi,
haruslah ada pemisahan kekuasaan yang akan mencegah adanya dominasi satu
kekuasaan terhadap kekuasaan lainnya.
Berbeda dengan John Locke dalam bukunya yang berjudul “Two
Treaties og Goverment” yang membagi kekuasaan negara menjadi tiga tipe
kekuasaan yaitu :
a. Legislatif yang merupakan kekuasaan untuk membuat dan menyusun
undang-undang.
b. Eksekutif yang merupakan kekuasaan negara untuk melaksanakan
undang-undang.
c. Federatif yang merupakan kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar
negeri.

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara


sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara
untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Ada beberapa bentuk teori-teori demokrasi, yaitu :
1. Teori demokrasi klasik dengan prinsip dasar penduduk harus menikmati
persamaan politik agar mereka bebas mengatur atau memimpin dan dipimpin
secara bergiliran.
2. Teori civic virtue dengan prinsip dasar kesetaraan warga negara, kemerdekaan,
penghormatan terhadap hukum dan keadilan, dan kebajikan bersama.
3. Teori Demokrasi Schumpeter dengan prinsip dasar kehendak rakyat sebenarnya
hasil dari proses politik, bukan motor penggeraknya dan lebih menekankan pada
prosedur atau metode dari demokrasi itu sendiri
4. Teori Demokrasi Prosedur ( Robert Dahl ) dengan prinsip dasar sistem politik
bersifat demokratis, membandingkan sistem-sistem dan menganalisis apakah
suatu sistem bertambah atau berkurang demokratis.
5. Teori sosial contract terdiri dari konsep kodrat manusia, konsep kondisi alamiah,
hak alamiah dan hukum alamiah.
6. Teori trias politica yang tebagi atas tiga kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif,
dan yudikatif.

iv
DAFTAR PUSTAKA

Madjid, N. D. (1994). Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi. Jakarta: Yayasan


Paramadina.

Putra, R. M. (2010). Etika dan Tertib Warga Negara. Jakarta: Salemba Humanika.

Suhelmi, A. (2001). Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Syafiie, I. K. (2013). Ilmu pemerintahan (Edisi Revisi Kedua). Bandung: CV. Mandar Maju.

Anda mungkin juga menyukai