(ETIKA EPIDEMIOLOGI)
14120210106
B5
SAMPUL...................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................3
B. TUJUAN.................................................................................................3
A. KESIMPULAN.......................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara dini perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya arogansi dalam
pelayanan epidemiologi. Dan untuk menjawab masalah arogansi, pendekatan yang
mungkin dilakukan adalah peningkatan ketahanan mental dalam bentuk etika. Jauh
sebelumnya, etika sudah menjadi kebutuhan dalam pelayanan kedokteran, khususnya
dalam melakukan penelitian. Untuk itu, telah disusun kode dalam melakukan
penelitian kedokteran yang disebut Nuremberg Code. Etika adalah salah satu cabang
filosofi yang memberikan perhatian terhadap yang benar (kebenaran) dan salah
dengan melakukan pendekatan moral. Dalam etika tercakup 4 prinsip utama yaitu:
kebebasan (freedom), tidak merugikan (non-maleficence), menguntungakan
(beneficence) dan adil (justice). Kebebasan menginginkan etika untuk tidak
memberikan pemaksaan terhadap sesuatu yang ingin dilakukan terhadap objek
tertentu, termasuk binatang. Tidak merugikan (non-maleficence) menghendaki
tindakan yang diberikan merusak atau merugikan. Beneficence berprinsip bahwa apa
yang dilakukan itu sesuatu yang baik dan berguna. Adil adalah prinsip untuk setara
(equity) dan kejujuran (fairness). Etika epidemiologi akan berkaitan dengan sikap
seorang peneliti terhadap hak dan kewajiban subjek penelitian dan perlakuan
terhadap data yang telah diperoleh.(1)
B. TUJUAN
Untuk menjelaskan etika epidemiologi dan hukum
Untuk menjelaskan etika epidemiologi dan rekam medis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Data EMR secara langsung memberikan informasi yang berguna tanpa interpretasi
atau inferensi. Sebagai contoh, diagnosis EMR dari "pneumonia lobar" memberi tahu peneliti
bahwa dokter menilai anak tersebut menderita pneumonia lobar. Dengan informasi yang
diperoleh secara langsung dari data EMR, peneliti dapat mengidentifikasi sampel pasien
untuk studi kohort atau kasus-kontrol atau subjek potensial untuk uji coba terkontrol secara
acak dengan efisiensi dan presis. Banyak variabel yang diperlukan untuk studi epidemiologi
dapat diperoleh dari data EMR secara anonim tanpa harus menanyakan pasien secara
langsung.(14)
Rekam medis baru diperkenalkan oleh Dr Plummer pada tahun 1907 untuk
mengumpulkan formulir untuk setiap pasien menjadi sebuah berkas (paper file). Pada tahun
1907, Plummer memperkenalkan sistem di mana informasi medis ditulis pada formulir kertas
yang tidak terikat (halaman lepas) disimpan dalam satu file, atau berkas, untuk setiap pasien.
Setiap pasien diberi nomor registrasi unik yang diulang pada setiap halaman dari berbagai
formulir yang disertakan dalam berkas (nomor Mayo Clinic). Sistem Plummer memastikan
bahwa semua informasi medis yang berkaitan dengan pasien individu dapat ditemukan
dengan mudah dalam satu berkas dokumen yang diarsipkan di satu lokasi pusat. Untuk
mengidentifikasi kelompok pasien dengan penyakit yang sama atau prosedur pembedahan
yang sama, Plummer membuat 2 indeks sederhana: 1 disusun berdasarkan diagnosis dan 1
berdasarkan prosedur pembedahan. Pada tahun 1930-an, Joseph Berkson dari Mayo Clinic
Department of Physiology diminta untuk melakukan reorganisasi kedua dari sistem rekam
medis. Pada tahun 1935, Berkson mengembangkan 2 indeks baru, 1 untuk prosedur bedah
dan 1 untuk diagnosis, berdasarkan kode penyakit. Namun, Berkson memutuskan untuk tidak
menggunakan nomenklatur standar American Medical Association. Sebagai ganti
nomenklatur yang diterbitkan ini, Berkson merancang kode diagnostiknya sendiri, meskipun
beberapa fitur mirip dengan sistem klasifikasi nomenklatur yang diterbitkan standar
American Medical Association.(15)
Rekam medis bukan hanya sekedar catatan tapi juga merupakan bukti proses
pelayanan kepada pasien, selain itu rekam medis merupakan salah satu untuk pertimbangan
dalam menunjukkan suatu kebijakan tatalaksana/tindakan medis. Salah satu kegiatan
pengolahan data rekam medis untuk memberikan kode dengan huruf atau angka adalah
coding. ICD-10 merupakan alat bantu bagi koding dalam memberikan kode atas penyakit dan
tanda-tanda gejala temuan yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal yang
menyebabkan cedera atau penyakit.(16)
Satu di antara data yang penting dalam pendokumentasian rekam medis adalah kode
diagnosa pasien. Kode diagnosa pasien sangat penting dan digunakan sebagai acuan dalam
penentuan besar biaya pelayanan kesehatan. Jika dalam pengodean suatu penyakit tidak tepat
maka akan mempengaruhi pengelolaan rekam medis terutama keakuratan data morbiditas dan
mortalitas serta terkhusus dalam penentuan tarif pelayanan rumah sakit. Tingkat ketepatan
berguna untuk sistem penangihan pembayaran biaya pelayanan, pelaporan nasional
morbiditas dan mortalitas, tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi
perencanaan pelayanan medis menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan
dikembangkan sesuai kebutuhan zaman, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, dan untuk
penelitian epidemiologi dan klinis.(17)
Ada tradisi panjang menggunakan teknik hubungan rekam medis untuk menciptakan
infrastruktur yang luas untuk penelitian epidemiologi. Sistem keterkaitan rekam medis yang
ideal harus memiliki 4 karakteristik:
(1) harus mencakup wilayah geografis yang terdefinisi dengan baik, seperti kota,
kabupaten, negara bagian, atau entitas geografis lainnya;
(2) seharusnya sudah ada selama 10 tahun atau lebih untuk memberikan kedalaman
sejarah (banyak pertanyaan kesehatan masyarakat yang penting dapat dijawab hanya dengan
menggunakan data dengan interval panjang antara paparan dan hasil);
(3) harus mencakup sejumlah besar orang sehingga paparan langka atau penyakit
langka dan praktik medis dapat dipelajari; dan
(4) harus mencakup sebanyak mungkin variabel yang dapat dicari secara elektronik
(data demografi, kode diagnostik, resep atau penjualan obat, prosedur pembedahan, prosedur
diagnostik, prosedur skrining, hasil laboratorium, dll).(15)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Etika adalah salah satu cabang filosofi yang memberikan perhatian terhadap yang
benar (kebenaran) dan salah dengan melakukan pendekatan moral. Etika epidemiologi akan
berkaitan dengan sikap seorang peneliti terhadap hak dan kewajiban subjek penelitian dan
perlakuan terhadap data yang telah diperoleh. Kasus yang disebut Borel vs Fibreboard Paper
Products Corporation dianggap sebagai awal mula era baru peranan epidemiologi dalam
ruang pengadilan. Masuknya epidemiologi ke ruang sidang tidak kurang merupakan hasil
daripada masyarakat yang masuknya ke arena legislatif.
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan. Rekam medis yang baik adalah rekam medis yang memuat semua
informasi yang dibutuhkan, baik yang diperoleh dari pasien, pemikiran dokter, pemeriksaan
dan tindakan dokter, komunikasi antar tenaga medis / kesehatan, informed consent, informasi
lain yang dapat menjadi bukti di kemudian hari yang disusun secara berurutan kronologis.
DAFTAR PUSTAKA
(1) Bustan M.N. Pengantar epidemiologi, 2006. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Hlm 154
(2) Steven S. Coughlin. Ethical issues in epidemiology research and public health practice,
2006; 3(16): 1-2
(3) . Chriqui JF, O’Connor JC, Chaloupka FJ. What gets measured, gets changed: evaluating
law and policy for maximum impact. J. Law Med. Ethics, 2011; 39(1): 25
(4) Richard A. Goodman, et all. Forensic epidemiology: law at the intersection of public
health and criminal investigations, 2003; 31: 684-685
(5) Scott Burris, et all. A transdisciplinary approach to public health law: the emerging
practice of legal epidemiology, 2016 ; 37: 6
(6) Alexandra L. Phelan, Rebecca Katz. Legal epidemiology for global health security and
universal health coverage, 2019 ;47: 427
(8) Steven S. Coughlin. Ethics in epidemiology at the end of the 20th century: ethics, values,
and mission statements, 2000; 22(1): 169
(9) Tom Chnstoffel, JD, and Stephen P. Teret, JD, MPH. Epidemiology and the law: courts
and confidence intervals, 1991; 81(12): 1661-1665
(10) David E. Lilienfeld, Bert Black. The epidemiologist in court: some comments, 2016;
123(6): 961-964
(11) Budi Sampurna. Bukti medis versus bukti hukum, 2012; 2(2): 27
(7) Steven S, Angus D. Ethics & epidemiology, 2021. New York, NY : Oxford University
Press. Pp 12-14
(12) Yanuar Amin. Etika profesi dan hukum kesehatan, 2017. Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan. Hlm
(16) Elda Novita Putri Isna, Wen Via Trisna. Gambaran epidemiologi deskriptif kasus tumor
dan kanker payudara berdasarkan data rekam medis di rumah sakit umum petala bumi
provinsi riau, 2020; 01(02): 19
(17) Andi Tenri Nurrul Izzah Alik. Hubungan ketetapan kode diagnosa obstertic terhadap
kelancaran klaim bpjs di rsud sawerigading kota palopo sulawesi selatan, 2016; 4(1): 2, 5
(15) Walter A. Rocca, et all. History of the rochester epidemiology project: half a century of
medical records linkage in a US population, 2012; 87(12): 1204-1205
(13) Septi Labora Nababan, Sonya, Jhon, dkk. Rekam medis konvensional dan elektronik
sebagai alat bukti dalam perkara pidana, 2020; 12(2): 260
(14) Richard C. Wasserman, MD, MPH. Electronic medical records (emrs), epidemiology,
and epistemology: reflections on eMRs and future pediatric clinical research, 2012; 11(4): 3