Anda di halaman 1dari 4

1.

A. Dinas Syariat Islam juga mempunyai peran sebagai berikut :


a) Merencanakan program, penelitian dan pengembangan unsur – unsur syariat
Islam.
b) Melestarikan nilai-nilai Islam.
c) Mengembangkan dan membimbing pelaksanaan syariat Islam yang meliputi
bidang-bidang aqidah,ibadah,mualamat,akhlak, pendidikan,dakwah
Islamiah,amar makruf nahi Munkar,Baitul mal, kemasyarakatan,syiar Islam,
pembelaan Islam qadha,jinayat,munakahat,dan mawaris .
d) Mengawas terhadap pelaksanaan syariat Islam.
e) Membina dan mengawasi terhadap
B. Majlis Permusyawaratan Ulama (MPU) memiliki peran penting dalam
penerapan syariat Islam di Aceh. Peran tersebut sebagai mana terdapat dalam
penjelasan Qanun Aceh tahun Nomor 8 tahun 2014, bahwa dalam perjalanan
sejarah mulai abad ke-17 sampai dengan pertengahan abad ke-19. 
1) Fungsi MPU dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh Majlis
Permusyawaratan Ulama (MPU) dapat disebutkan  wadah atau tempat
bernaung seluruh ulama Aceh dalam berbagai perspektif keilmuan, seperti;
ulama fiqih dan ulama tasuf secara umum yang terkenal di Aceh. Fungsi MPU
Aceh secara formal telah ditetap dalam Qanun Nomor 2 Tahun 2009 Tentang
Majelis Permusyawaratan Ulama, Bab II Pasal 4 menetapkan: MPU dan MPU
kabupaten/kota berfungsi:
a. Memberikan pertimbangan terhadap kebijakan daerah, meliputi bidang
pemerintahan, pembangunan, ekonomi, sosial budaya dan
kemasyarakatan.
b. Memberikan nasehat dan bimbingan kepada masyarakat berdasarkan
ajaran.
2) Kedudukan dan kewenangannya dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh
MPU memiliki peran 
memberikan pertimbangan dalam bentuk fatwa, tausyiah atau rekomendasi.
Kewenangan MPU secara formal berdasarkan ketetapan Qanun Nomor 2
Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Ulama, Bab II :

Pasal 5:
1) MPU mempunyai kewenangan:
a) Menetapkan fatwa terhadap masalah pemerintahan,
pembangunan, ekonomi, sosial budaya dan kemasyarakatan.
b) Memberikan arahan terhadap perbedaan pendapat dalam
masalah keagamaan baik sesama umat Islam maupun antar
umat beragama lainnya.
2) MPU kabupaten/kota mempunyai kewenangan:
a) Melaksanakan dan mengamankan fatwa yang dikeluarkan oleh
MPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b) Memberikan pertimbangan dan masukan kepada pemerintah
kabupaten/kota yang meliputi bidang pemerintahan.
Pasal 6:
1) MPU mempunyai tugas :
a) Memberikan masukan, pertimbangan, dan saran kepada
Pemerintah Aceh dan DPRA dalam menetapkan kebijakan
berdasarkan syari’at Islam.
b) Melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan daerah berdasarkan
syariat Islam.
c) Melakukan penelitian, pengembangan, penerjemahan,
penerbitan, dan pendokumentasian terhadap naskah - naskah
yang berkenaan dengan syariat Islam.
d) Melakukan pengkaderan ulama.
MPU kabupaten/kota mempunyai tugas :
a. Memberikan masukan, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah
Kabupaten/kota dan DPRK dalam menetapkan kebijakan berdasarkan
syari’at Islam.
b. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
kebijakan daerah berdasarkan syariat Islam
c. Melakukan pengkaderan ulama
d. Melakukan pemantauan dan kajian terhadap dugaan adanya
penyimpangan kegiatan keagamaan yang meresahkan masyarakat serta
melaporkannya kepada MPU.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh, BAB
XIX Majelis Permusyawaratan Ulama, Pasal 139 Poin nomor (1) menetapkan bahwa
MPU berfungsi menetapkan fatwa 
yang dapat menjadi salah satu pertimbangan terhadap kebijakan pemerintahan
daerah dalam bidang pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat dan
ekonomi.
C. PERAN WILAYATUL HISBAH :
a) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang syari'at Islam.
b) melakukan pembinaan dan advokasi spritiual terhadap setiap orang
yang berdasarkan bukti karna diduga telah melakukan pelanggaran-
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syari'at
Islam.
c) pada saat tugas pembinaan mulai dilakukan,muhtasib perlu memberi
tahu hal itu kepada penyidik terdekat atau kepada Kecik/kepala
Gampong dan keluarga pelaku.
d) melimpahkan perkara pelanggar pretorian perundangan undangab
dibidang syariat islam kepada penyidike
e) menegur, menasehati dan mencegahdan melarang setiap orang yang
patut diduga telah ,sedang adau akan melakukan pelanggaran-
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang syariat
islam
f) melakukan sosialisasi dan memperkenalkan qanun serta peraturan
peraturan lainnya berkaitan syariat islam kepada masyarakat
g) melakukan pengawasan agar masyarakat mematuhi peraturan yang
adadan berakhlak dengan akhlak yang sesuai dengan tuntutan syariat
islam
h) melakukan pembinaan agara para pelaku tindak pidana tidak
melakukan kesalahan dengan lebih lanjut atau orang² yang berprilaku
tidak sopan.

2. Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah sejauh tidak menyebabkan


ketidakadilan bagi perempuan dan laki-laki. Ketidakadilan gender merupa-kan sistem
atau struktur sosial di mana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban. Di
banyak negara dewasa ini, tidak ada jaminan kesetaraan antara perempuan dan laki-
laki dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum. Di Asia Selatan yang
mayoritas Muslim, rata-rata jumlah jam yang digunakan perempuan bersekolah hanya
separuh dari yang digunakan laki-laki.

Ayat Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 34, seringkali di jadikan dalil bagi mereka yang
beranggapan bahwa dalam islam, kedudukan laki-laki lebih mulia dari pada wanita.
Ayat tersebut juga menjelaskan secara implisit bahwa tidak ada diskriminasi antara
laki-laki dan wanita, akan tetapi yang membedakan antara keduanya adalah dari segi
fungsionalnya karena kodrat masing-masing. «Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas
sebahagian yang lain , dan Karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka, sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada.» Laki-laki dan perempuan mempunyai
hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran khalifah dan hamba.

Telah dijelaskan, bahwa Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat atau aktifitas
perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke
tempat lain, dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang kemudian di kenal dengan
konsep gender. Karena tidak semua laki-laki mampu bersikap tegas dan bisa ngatur,
maka laki-laki yang lembut akan dicap banci. Dengan demikian, keadilan gender
adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan laki-laki untuk dapat
mengaktualisasikan dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan negara.
Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang
memposisikan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan .

Anda mungkin juga menyukai