Anda di halaman 1dari 13

RESUME MATERI PERTEMUAN KE-2 DAN

RISALAH MENANAMKAN AKHLAK MULIA


DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

Dosen Pengampu:

Dr. M. Agus Martawijaya, M.Pd.

Disusun Oleh:

Yusa Chavez Setiawan

210008301014

PENDIDIKAN FISIKA - S2

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI


MAKASSAR

2022
TUGAS I

RESUME MATERI PERTEMUAN KE-2

A. Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Belajar dan Pembelajaran

Pendidikan yang diinginkan Ki Hajar Dewantara ialah pendidikan yang


bertujuan membangun peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan
berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya.

Asas pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara:

1. Asas kemerdekaan
2. Asas kodrat alam
3. Asas kebudayaan
4. Asas kebangsaan
5. Asas kemanusiaan

Dalam gaya kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi disiplin kerja tersebut yang terdapat pada trilogi Ki Hajar
Dewantara, dimana trilogi tersebut adalah 3 prinsip dasar kepemimpinan Ki Hajar
Dewantara yang digunakan dalam memimpin anggotanya. 3 Prinsip Dasar Ki Hajar
Dewantara itu sendiri adalah: 1) Ing ngarsa sung tulada yang artinya di depan
memberi teladan, 2) Ing madya mangun karsa yang artinya di tengah membangun
kehendak atau niat, dan 3) Tut wuri handayani yang artinya dari belakang
memberikan dorongan.

Selain itu, Ki Hajar Dewatara mengemukakan tiga peran penting dalam


prekembangan dan pendidikan peserta didik.

1. Peran Keluarga

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah,


masyarakat atau pemerintah. Sekolah sebagai pembentuk kelanjutan pendidikan
dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak adalah
dalam keluarga. Ketika anak masuk ke sekolah mengikuti pendidikan formal, dasar-
dasar karakter ini sudah terbentuk. Anak yang sudah memiliki watak yang baik
biasanya memiliki achievement motivation yang lebih tinggi karena perpaduan
antara intelligence quotient, emosional quotient dan spiritual quotient sudah
terformat dengan baik.

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa lingkungan rumah dan keluarga memiliki
andil yang sangat besar dalam pembentukan perilaku anak. Untuk itu pastilah ada
usaha yang harus dilakukan terutama oleh pihak-pihak yang terkait didalamnya
sehingga mereka akan memiliki tanggung jawab dalam hal ini.

2. Peran Sekolah

Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge”


belaka. Seperti dikemukakan Fraenkel (1977: 1-2), sekolah tidaklah semata-mata
tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran.
Sekolah juga adalah lembaga yang mengusahakan usaha dan proses pembelajaran
yang berorientasi pada nilai (value-oriented enterprise). Pembentukan karakter
merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education) melalui sekolah
merupakan usaha mulia yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, kalau kita
berbicara tentang masa depan, sekolah bertanggungjawab bukan hanya dalam
mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi
juga dalam jati diri, karakter dan kepribadian.

3. Peran Masyarakat

Masyarakat pun memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dalam upaya
pembentukan karakter anak bangsa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
masyarakat disini adalah orang yang lebih tua yang “tidak dekat “, “tidak dikenal
“, “tidak memiliki ikatan famili“ dengan anak tetapi saat itu ada di lingkungan sang
anak atau melihat tingkah laku si anak. Orang-orang inilah yang dapat memberikan
contoh, mengajak, atau melarang anak dalam melakukan suatau perbuatan.
B. Tokoh-Tokoh Teori Pembelajaran Yang Relevan Dengan Pemikiran Ki
Hajar Dewantara: Al Ghazali

Berdasarkan tujuan pendidikan perbandingan antara kedua tokoh tersebut


adalah:

1. Al Ghazali: Menanamkan akhlak mulia terhadap anak didik malalui pendidik


dengan landasan ajaran agama islam.

2. Ki Hajar Dewantara: Memanusiakan manusia (memprioritaskan Pendidikan


karakter). Dimana sekarang dalam Kurikulum 2013 sudah menekankan pada
pengembangan karakter.

Ki Hajar Dewatara dan Al Ghazali sama sama menegaskan bahwa terdapat 3


pusat pendidikan yang memiliki peranan penting dalam perekembagan peserta
didik: Keluarga, sekolah, masyarakat. Tiga unsur tersebut memiliki peranan sebagai
tempat transfer nilai, transfer ilmu pengetahuan dan tempat berinteraksi yang dapat
saling memengaruhi dalam pembentukan akhlak.

C. Tokoh-Tokoh Teori Pembelajaran Yang Relevan Dengan Pemikiran Ki


Hajar Dewantara: Teori Carl Ransom Roger

Carl Roger mengemukakan teori pembelajarannya, yaitu freedom to learn,


yang biasa diartikan sebagai Teori Merdeka Belajar. Teori Merdeka Belajar
memiliki prinsip pengembangan potensi siswa yang melibatkan aspek kognitif dan
eksperimental (pengalaman).

Prinsip-prinsip pembelajaran Carl Ransom Roger:

• Hasrat untuk belajar

• Belajar yang berarti

• Belajar tanpa ancaman

• Belajar atas inisiatif sendiri

• Belajar dan perubahan


Prinsip ini berkaitan dengan Asas pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar
Dewantara, yaitu asas kemerdekaan, kemanusiaan, dan kodrat alam.

Peran guru dalam proses pendidikan menurut Rogers:

1. membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap


positif terhadap belajar,
2. membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk belajar,
3. membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka
sebagai kekuatan pendorong belajar
4. menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa,
5. menerima pertanyaan dan pendapat.

D. Tokoh-Tokoh Teori Pembelajaran Yang Relevan Dengan Pemikiran Ki


Hajar Dewantara: Vigotsky

Pandangan pendidikan dari Ki Hajar Dewantara dan Vigotsky memiliki


kesamaan dalam 3 hal: Peran Siswa, Peran Guru, dan Pendidikan sebagai proses
kontinu. Selain itu kedua tokoh tersebut memiliki pandangan yang sama mengenai
peran kelaurga sebagai lingkungan pendidikan pertama bagi anak.

E. Tokoh-Tokoh Teori Pembelajaran Yang Relevan Dengan Pemikiran Ki


Hajar Dewantara: Maria Montessori

Perbandingan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Maria Montessori tentang


PAUD:

1. Ki Hajar Dewantara:
Nama dan Filosofi Sekolah; Taman Indria, Agar anak tidak lepas dari
unsur alamiahnya saat belajar, dan Mengembangkan kecakapan panca
indra secara lengkap.
Setting Lingkungan: Beroientasi pada 3 tempat pusat berlangsungnya
pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat).
2. Maria Montessori:
Nama dan Filosofi Sekolah: Casa Dei Bambini, Memberi lingkungan
yang hangat dan nyaman dengan prinsip kebebasan yang mengajarkan
keterampilan sehari-hari.
Setting Lingkungan: Mudah diakses, Memberi kebebasan bergerak,
Melatih tanggungjawab personal.

Dari hasil kajian teori, terdapat persamaan pemikiran Ki Hajar Dewantara dan
Maria Montessori tentang PAUD, dimana keduanya saling melengkapi satu sama
lain:

 Penggunaan media pembelajaran yang alami dan nyata

 Mendidik harus sesuai jenjang usia

 Memberi kekebasan anak memilih aktivitas tanpa sering memerintah

 Penggunaan pancaindra peraba (tangan) sesuai instrumen utama

 Menggunakan metode pembelajaran lahiriah dan batiniah


TUGAS II

RISALAH: MENANAMKAN AKHLAK MULIA DALAM


PEMBELAJARAN FISIKA

Di antara isu penting mengenai dunia pendidikan di Indonesia, yang sedang


mencuat ke permukaan dalam dunia pendidikan saat ini, khususnya di Indonesia
adalah pendidikan karakter. Kurikulum berkarakter bangsa yang pernah digagas
dan diberlakukan di semua institusi pendidikan di negeri ini, merupakan salah
satu wujud perhatian pemerintah kita dalam menyiapkan karakter bangsa yang
kokoh dan unggul di masa yang akan datang, termasuk dalam hal ini
mengantisipasi generasi penerus bangsa agar terhindar dari tindakantindakan
yang bersifat negatif terlebih dalam menghadapi tantangan dan kondisi
masyarakat yang semakin mengkhawatirkan, maka disinilah perlu adanya
pendidikan karakter dalam pembentukan insan yang berkepribadian baik dan religi.

Kecerdasan intelektual tanpa diikuti dengan karakter dan akhlak yang mulia
maka tidak akan memiliki nilai lebih. Maka dari itu, karakter dan akhlak adalah
sesuatu yang sangat mendasar dan saling melengkapi. Masyarakat yang tidak
berkarakter atau berakhlak mulia maka disebut sebagai manusia tidak beradab dan
tidak memiliki harga diri atau nilai sama sekali.

Secara sederhana, tujuan pendidikan karakter dapat dirumuskan menjadi


“merubah manusia menjadi lebih baik, dalam pengetahuan, sikap dan
keterampilan”. Dalam koteks yang lebih yang lebih luas, tujuan pendidikan
karakter dapat dipilah menjadi tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
Tujuan jangka pendek dari pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri
siswa dan pembaharuan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan
individu. Tujuan jangka panjangnya adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif
konstektual individu, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang
akan diraih lewat proses pembentukan diri secra terus menerus.
Menurut kemendiknas (2010) dalam pendidikan karakter meliputi delapan
belas nilai, yaitu:

1. Religius, yakni sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur, yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya


sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.

3. Toleransi, yakni sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,


suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin, yakni tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja keras, yakni tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada
berbegai ketentuan dan peraturan.

6. Kreatif, yakni berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis, yakni cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat,
dan di dengar.

10. Semangat kebangsaan, yakni cara berpikir, bertindak, dan berwawasan


yang menempatkan kepentingan bamgsa lain negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta tanah air, yakni cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan bernegara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.

12. Menghargai prestasi, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/komunikatif, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya


untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta
menghormati keberhasilan orang lain.

14. Cinta damai, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.

15. Gemar membaca, yakni kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca


berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli sosial, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha
Esa.

Salah satu alternatif model pembelajaran yang bertujuan pada pengembangan


karakter maupun akhlak dari peserta didik adalah Model POE2WE (Prediction,
Observation, Explanation, Elaboration, Write, and Evaluation) merupakan model
pembelajaran Student Center Learning (SCL) atau pembelajaran yang menekankan
pada keaktifan dari peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Model
POE2WE dipilih karena selain memaksimalkan keaktifan dari peserta didik, model
ini pun sejalan dengan pembelajaran abad 21, yaitu (1) Creativity, (2) Critical
Thinking, (3) Communication, dan (4) Collaboration. Menurut Nana, dkk (2014)
sintaks model pembelajaran POE2WE adalah memprediksi, membahas,
menjelaskan, menguraikan, menulis, dan mengevaluasi. Adanya model
pembelajaran tersebut dapat menjadi panduan guru dalam menyusun sintaks
pembelajaran. Model POE2WE berperan sebagai jembatan antara keterampilan
abad 21 dengan penguatan pendidikan karakter.

Hubungan antara model POE2WE, pembelajaran abad 21, dan penguatan


pendidikan karakter dalam pembelajaran fisika dapat dikatakan memenuhi syarat
dalam menjawab tantangan zaman dengan tetap menerapkan pendidikan
berkarakter.
Langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan integrasi sains dengan
model POE2WE secara terperinci yaitu sebagai berikut.

1. Prediction

Tahap Prediction merupakan tahap dimana seorang anak melakukan


prediksi mengenai suatu permasalahan dari pertanyaan-pertanyaan yang ada.
Dalam hal ini, seorang guru akan memfasilitasi peserta didiknya dengan
memberikan stimulus untuk para siswanya dapat memprediksi permasalahan atau
memberikan hipotesis dari suatu permasalahan yang ada.
2. Observation

Pada tahap Observation peserta didik dapat membuktikan secara praktik


mengenai permasalahan yang telah diprediksi (memiliki hipotesis). Pada tahap
ini mereka bisa mengetahui kebenaran prediksi awal mereka tentang permasalahan
dari pertanyan yang akan dijawab. Dalam melakukan observasi atau percobaan pun,
siswa dapat bekerja sama dengan teman yang lain (minimal teman satu bangkunya).
Maka pada tahapan ini peserta didik mampu bekerja sama dengan teman dalam
memecahkan suatu permasalahan. Dengan kata lain siswa didorong untuk
bersikap baik dalam menanggapi pendapat dari teman atau bersabar dalam
memecahkan suatu permasalahan.

3. Explanation

Tahap Explanation ialah di mana seorang siswa menjelaskan kebenaran


antara prediksi awal dengan hasil observasi atau praktik yang telah dilakukan. Pada
tahap ini peserta didik dapat mendiskusikan hasil percobaannya masih secara
berkelompok, setelah itu mereka dapat mempresentasikan hasil diskusinya di depan
kelas. Peran guru pada tahap ini sangat dibutuhkan, pasalnya guru sebagai fasilitator
dapat memfasilitasi siswanya untuk melanjutkan pada tahap berikutnya. Namun,
jika jawaban siswa ternyata belum sesuai dengan kenyataan atau teori yang ada,
maka guru dapat membantu peserta didiknya untuk mengetahi jawaban yang
sebenarnya. Pada tahapan ini juga guru berperan penting dalan menanmkan
karakter /akhlak kepada siswa.

4. Elaboration

Pada tahap ini siswa atau peserta didik dapat menghubungkan teori dari materi
yang sedang dipelajari dengan keidupan sehari-hari. Seorang guru dapat
memberikan dorongan kepada siswanya untuk menemukan konsep baru dalam
kehidupan, sehingga para siswa dapat lebih mudah memahami konsep materi
yang dipelajari. Selain itu, guru juga dapat memberikan gambaran bagaimana
pentingnya akhlak bagi kehidupan, dan juga bagaimana akhlak dapat berpengaruh
terhadap setiap permasalahan.
5. Write

Tahap Write atau tahap menulis merupakan tahapan di mana seorang


siswa menuliskan kesimpulan dari tahapan-tahapan yang telah dilakukan. Pada
tahap ini siswa dapat lebih merefleksikan kemampuannya dalam menjelaskan
pengetahuan dari serangkaian tahapan yang telah dilakukan.

6. Evaluation

Tahap Evaluation (evaluasi) adalah terhap untuk mengukur sejauh mana


pengetahuan, keterampilan, dan perubahan proses berpikir dari peserta didik
mengenai materi yang telah disampaikan. Pada tahap ini seorang siswa dapat
melatih kemampuannya menggunakan konsep yang sama untuk menyelesaikan
berbagai tugas yang ada. Selain tugas berupa pemahaman konsep, guru juga
dapat memberikan evaluasi mengenai sikap dan akhlak siswa dengan memberikan
ceramah atau dengan memberikan refleksi.(Nana, dkk:2019)

Referensi:

Johansyah, (Tanpa Tahun), Pendidikan Karakter Dalam Islam, Jurnal Ilmiah


Islam Futura,86

Musrifah 2016, Pendidikan Karakter Dalam Presfektif Islam, Jurnal Edukasi


Islamika, Vol 1, 121- 127

Nana, Surahman E. (2019). Pengembangan Inovasi Pembelajaran Digital


Menggunakan Model Blended Poe2we di Era Revolusi Industri 4.0. Prosiding Snfa
(Seminar Nasional Dan Aplikasinya), 82-90.

Nana. (2014). Pengembangan Model Poe2we Dalam Pembelajaran Fisika


Sma. Universitas Sebelas Maret.

Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia

Supiana, 2017, Pembentukan Nilai-Nilai Karakter Islami Melalui Metode


Pembiasaan, Jurnal Edukasi, Vol. 01, 105

Anda mungkin juga menyukai