id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Pendidikan Nasional yang ada pada saat ini kehilangan jati dirinya.
Hal ini berdasarkan pada fakta bahwa, Ki Hajar Dewantara yang notabene
merupakan Bapak Pendidikan Nasional memiliki pendapat bahwa pendidikan
sifatnya adalah mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing
Individu, namun sistem yang diterapkan di Indonesia tidak mengakomodir
pendapat tersebut karena pada faktanya Indonesia masih menerapkan sistem Tes
yang menyeluruh, contohnya adalah sistem ujian nasional. Sistem ini memiliki
ruang lingkup untuk mengukur sesorang dari satu sudut yang sama, hal ini
tentunya berbanding terbalik dengan pendapat Ki Hajar Dewantara yang lebih
menekankan pada optimalisasi setiap potensi masing-masing Individu atau biasa
disebut sebagai pendidikan Humanis.
Pendidikan Nasional yang seharusnya bersifat Humanis atau
memanusiakan manusia dari segi pengembangan kompetensi secara utuh menjadi
pendidikan yang bersifat Individualis dan materialis, hal ini terlihat dari adanya
tuntutan hasil belajar yang hanya berorientasi pada aspek pengetahuan dan seakan
mengabaikan dua aspek yang lain yakni afektif dan psikomotorik. Faktanya
pendidikan yang berkembang pada saat ini hanya pendidikan yang menumbuhkan
egosentrik yang berdasar pada pencapaian intelektualitas semata serta
mendiskrimasikan pencapaian karakter, sikap, dan budaya. Contohnya adalah
mulai kurangnya rasa sopan santun siswa terhadap guru, cara bertutur kata yang
tidak tepat, dan etika berperilaku yang tidak tepat sesuai dengan usianya.
Pendidikan pada hakikatnya bukan hanya berada pada ruang lingkup
intelektualitas semata, melainkan pendidikan merupakan tempat menempa
seseorang menjadi orang berguna bagi masyarakatnya. Pendidikan bukan hanya
tentang bagaimana seseorang dapat menyelesaikan soal atau ujian, tetapi lebih
kepada bagaimana seseorang itu dapat memberikan peran aktif guna memberikan
solusi terhadap suatu permasalahan dengan menggunakan dasar pengetahuan yang
dimiliki. Oleh karenanya pendidikan haruslah memberikan suatu pengalaman
1
library.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
secara langsung dan bertukar pikiran satu dengan yang lain karena berada pada
masa yang sama seperti pemikiran Kiai Haji Ahmad Dahlan 1868-1923 dan Ki
Hajar Dewantara (1889-1959), dan (3) karena objek yang dikaji sama yakni
manusia walaupun belum pernah berinteraksi maka menghasilkan produk
pemikiran yang sama apabila menggunakan sudut pandang yang serupa seperti
R.A Kartini (1879-1904), Dewi Sartika (1884-1947), Rohhanna Kuddus (1884-
1972) yang berfikir tentang emansipasi perempuan, pemikiran ini sebenarnya juga
dipikirakan oleh Ki Hajar Dewantara (1889-1959) yakni tentang mengedepankan
hakikat manusia dalam melaksanakan pendidikan.
Indonesia memiliki beberapa tokoh pendidikan nasional yang memiliki
kepedulian dan pemikiran yang luar biasa tentang Pendidikan Nasional yakni
Raden Ajeng Kartini, R.A Dewi Sartika, Rohanna Kuddus, Ki Hajar Dewantara,
Kyai Haji Hasyim Ashari, Muhammad Syafei, William Iskander dan Kiai Haji
Ahmad Dahlan serta yang lainnya. Tokoh - tokoh ini memberikan sumbangsih
yang besar terhadap pemikiran-pemikiran mendasar tentang pendidikan Nasional,
sehingga khasanah pendidikan kita menjadi beragam dan mampu menjadi
pedoman dasar dalam pelaksanaan pendidikan Nasional.
Tokoh-tokoh tersebut memiliki latar belakang yang berbeda-beda yang
berpengaruh terhadap pola pikir dari pendidikan yang dilaksanakan atau
dipikirkan. Pemikiran Pendidikan yang ada dan berkembang tergantung dari
tujuan, orientasi, dan latar belakang dari masing-masing tokoh pendidikan.
Contohnya Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Ashari lebih menekankan
pada pendidikan yang berbasis pada religius atau berbasis pada agama, Dewi
Sartika, R.A Kartini ,dan Rohanna Kuddus lebih menekankan pada pendidikan
kaum wanita yakni seperti keterampilan memasak, menjahit, dan kegiatan yang
lain yang terkait dengan kewanitaan, Muhammad Syafei menekankan pada
kebebasan atau kemerdekaan untuk mengikuti pelaksanaan pendidikan, dan
Willian Iskander memiliki pemikiran tentang sekolah yang berbasis kerakyatan
dan Ki Hajar Dewantara lebih kepada Pendidikan sebagai sarana untuk merdeka
dan menentang penjajah pada waktu itu melalui pendidikan. Artiannya dari
beberapa tokoh pendidikan yang ada Ki Hajar Dewantara memiliki pandangan
library.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id
pendidikan yang lebih luas dan menyeluruh bagi bangsa Indonesia, serta telah
mengaakomodir pemikiran- pemikiran tokoh pendidikan yang lain.
Ki Hajar Dewantara adalah seorang tokoh nasional yang memiliki latar
belakang sebagai seorang budayawan, pendidik, dan tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Jogjakarta. Ki
Hajar Dewantara merupakan keturunan ningrat dengan nama asli Suwardi
Suryaningrat. Suwardi Suryaningrat menerima pendidikan di Sekolah Dokter di
Jakarta atau yang biasa dikenal sebagai STOVIA (School tot Opleiding van
Indische Artsen), Suwardi Suryaningrat pernah bergabung dengan Organisasi
Politik Indishe Partij yang memiliki cita-cita Indonesia Merdeka bersama dengan
kedua rekannya yakni Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo yang ketiganya
dikenal sebagai Tiga Serangkai. Suwardi Suryaningrat juga bergabung dengan
Komite Bumi Putera yang memiliki tujuan untuk membentuk parlemen guna
melepaskan diri dari Belanda.
Kontroversi yang pernah dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara adalah
membuat buku yang menyindir Belanda ketika merayakan Hari kemerdekaan
yang berjudul “Alk Is Netherland de Was” atau dalam bahasa Indonesia yang
berarti Andai Aku Seorang Belanda Pada Tahun 1922 Ki Hajar Dewantara
bersama dengan beberapa rekan mendirikan Yayasan Pendidikan yang dikenal
dengan nama Taman Siswa, tepatnya pada tanggal 30 Juli 1922. Tujuan Pendirian
Taman Siswa adalah bentuk penentangan terhadap kolonilisme Belanda. Ki Hajar
Dewantara meyakini bahwa melalui pendidikan atau bangku sekolah dapat
melakukan penentangan secara lebih efektif karena senantiasa melahirkan kader
kader muda bangsa yang berpendidikan, di sisi lain Ki Hajar Dewantara juga
meyakini bahwa Belanda melakukan Kolonialis juga melalui bangku sekolah atau
pendidikan. Rumusan tentang pendidikan nasional oleh Ki Hajar Dewantara yang
juga menjadi pemahaman Taman Siswa yakni Pendidikan Nasional berasal dari
budaya bangsanya dan beralaskan garis hidup bangsanya, serta mampu
mengangkat derajat Negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja sama dengan
Negara lain di Dunia untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia (
Tauchid, 2013: 15)
library.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
B. Fokus Penelitian
Sehubungan dengan urgensi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara bagi
pendidikan Nasional maka penelitian ini difokuskan pada masalah implementasi
atau pelaksanaan pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran
di Sekolah Dasar.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas maka persoalan
mendasar yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah
Implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di Sekolah
Dasar ?”
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang, fokus penelitian, dan pertanyaaan penelitian
diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: “Untuk mendeskripsikan
implementasi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di
Sekolah Dasar “.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang, fokus penelitian, pertanyaaan penelitian dan
tujuan penlitian diatas maka manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan tentang Implementasi
pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk mereformasi praktik-praktik
pembelajaran guru agar menjadi lebih efektif dan efisien tetapi tetap
berbasis pada pembelajaran yang humanis sehingga kualitas pembelajaran
akan optimal.
b. Bagi Guru
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id